PENDIDIKAN PRANATAL DALAM ISLAM Bahrun Ali Murtopo Pascasarjana IAINU Kebumen E-mail:
[email protected]
Abstrak Pendidikan menurut ta’lim, dan ta’d ib. Tarbiyah sendiri mengandung empat (4) unsur yaitu Pertama, memelihara pertumbuhan. Kedua, mengembangkan potensi dan kelengkapan manusia yang beraneka ragam (termasuk akal-budinya). Ketiga, mengarahkan fitra dan potensi manusia menuju kesempurnaannya. Keempat, melaksanakan secara bertahap dengan irama perkembangan anak. Sementara ta’lim dalam pengertian lain, lebih bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan ketrampilan. Adapun arti ta’dib lebih tertuju pada penyempurnaan akhlaq (budi pekerti). Persoalan mendidik anak di dalam konsepsi Islam adalah persoalan yang sangat penting. Proses pendidikan Islam tidak hanya dimulai sejak anak dilahirkan, akan tetapi sejak dalam kandungan, pendidikan Islam sudah dimulai, bahkan sejak pernikahan itu disiapkan. Dengan demikian, Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan hadith sangat menjunjung nilai-nilai pendidikan. Islam menuntut setiap orang tua untuk memperhatikan masalah pendidikan anak, bahkan masih berupa janin dalam kandungan. Ini kian dikukuhkan oleh hasil-hasil penelitian ilmiah yang menyatakan betapa perilaku anak setelah besar sangat ditentukan oleh perilaku orang tuanya sejak anak masih di dalam kandungan serta pola pendidikan yang diterapkan oleh keluarga, sekolah, serta lingkungannya
Kata Kunci: Pendidikan Pranatal, Ta’lim, Ta’dib
285
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
PENDAHULUAN Pendidikan dalam Islam tidak dapat dilepaskan dari asal terciptanya manusia itu sendiri. Kata pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah (mengembangkan, menumbuhkan, menyuburkan) berakar satu kata dengan ”Rabb” (Tuhan). Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan adalah sebuah nilai-nilai luhur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Terpisahnya pendidikan dan terpilah-pilahnya bagian-bagiannya dalam kehidupan manusia berarti terjadi pula disintegrasi dalam kehidupan manusia yang konsekwensinya melahirkan ketidak-harmonisan dalam kehidupannya. Manusia adalah pelaksana dari pendidikan. Dalam al-Quran, manusia sebagai makhluk Allah yang mempunyai dua tugas utama yaitu sebagai Khalifah fi alArdh dan sebagai hamba (‘abid) yang diperintahkan untuk melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya dengan bekal dasar yaitu penglihatan, pendengaran, potensi akal (af-idah) dan dengan ketiga indera tersebut merupakan sarana dasar manusia dalam menerima pendidikan. walaupun pada awalnya manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Sebagaimana dalam al-Quran: Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. an-Nahl: 78).1 Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud mengatakan: Bahwa orang yang berpendapat tentang janin dalam kandungan ibu tidak bisa melihat dan tidak mendengar suara itu tidak benar dan tidak ada dalilnya. Menurut dia, ayat itu menunjukkan bahwa media penglihatan, pendengaran dan akal itu sudah diciptakan sejak dalam kandungan beserta kekuatan dasarnya. Dan tidak mungkin Allah menciptakan sesuatu tanpa fungsi, namun fungsi itu masih bersifat pasif dan akan berfungsi aktif setelah janin itu dilahirkan dari rahim ibunya.2 1 2
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Penerbit Al-Hidayah, 2002), hlm. 13. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah QS. an-Nahl: 78
286
Pendidikan Pranatal dalam Islam
Dengan adanya fungsi itu, seharusnya orang tua -khususnya ibu- selalu melakukan stimulus-stimulus dengan memperlakukan janin dengan baik, perlakuan yang baik itu diantaranya memberikan pelayanan yang baik dan tepat terhadap anaknya yang masih dalam kandungan, tidak melakukan tindakantindakan kekerasan yang menyebabkan dampak negatif baik fisik maupun psikis. Sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya: Anak yang celaka adalah anak yang telah mendapatkan kesempitan di masa dalam perut ibunya (HR. Imam Muslim).3 Dalam Islam bukan hanya pada masa kandungan yang harus diperhatikan, tapi mulai sejak memilih pasangan, dianjurkan memilih yang baik dan utama. Sebagaimana perintah Nabi Muhammad dalam sabdanya: “Memilihlah kalian semua untuk mani kalian (anak/keturunan) karena sesungguhnya iriq adalah dassas”, (HR. Ibnu Majah dari ‘Aisyah).4 Dalam kamus bahasa Arab al-Munjid, kata “al-irqu dassasun”, artinya sesungguhnya akhlak orang tua berpindah kepada anak-anaknya. Hadits ini menjelaskan bahwa anjuran untuk mencari lahan yang subur untuk menanam benih (sperma) sehingga anak-anaknya tidak mewarisi sifat tercela. Mendidik atau ”rabba” dalam bahasa Arab bukan berarti ”mengganti” (tabdiil) dan bukan pula berarti ”merubah” (taghyiir). Melainkan menumbuhkan, mengembangkan dan menyuburkan, atau lebih tepat ”mengkondisikan” sifatsifat dasar (fithrah) seorang anak yang ada sejak awal penciptaannya agar dapat tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Jika tidak, maka fithrah yang ada dalam diri seseorang akan terkontaminasi dengan hal-hal negatif dalam kehidupan itu sendiri. Hal negatif dalam kehidupan inilah yang diistilahkan oleh hadits Nabi dengan ”tahwiid” (mengyahudikan)”tanshiir” (menasranikan) dan ”tamjiis” (memajusikan). Sebagaimana Hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah dalam kitab Shohih Muslim, yaitu:
3 4
Muhammad bin Abu Bakar al-Jauziyah, Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, (Libanon: Darr al-Kitab al-Araby, 2001), hlm. 221. Umar Ahmad Umar, Manhaj at-Tarbiyah fi al-Quran wa as-Sunnah, (Damsyiq: Dar al-Ma’rifah, 1996), hlm. 263
287
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
Tidak seorangpun dilahirkan kecuali dalam keadaan suci (memilki sifat-sifat dasar) kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nashrani dan majusi.(al-Hadits) Di samping itu, pendidikan merupakan suatu tujuan dan proses menjaga eksistensi fitrah manusia. Secara lebih filosofis Muhammad Natsir dalam tulisan “Ideologi Pendidikan Islam” menyatakan; “yang dinamakan pendidikan, ialah suatu pimpinan jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”.5 Pendidikan sering dikatakan sebagai seni pembentukan masa depan. Ini tidak hanya terkait dengan manusia seperti apa yang diharapkan di masa depan, tetapi juga dengan proses seperti apa yang akan diberlakukan sejak awal keberadaannya mulai dari kandungan. Baik dalam konteks peserta didik maupun proses, oleh karenanya pendidikan isla6, perlu memperhatikan realitas sekarang untuk menyusun format langkah-langkah yang akan dilakukan. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan islam sebagai usaha membentuk dan menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang berakhlak mulia dan bertaqwa, harus di mulai sejak dini, saat manusia itu sendiri masih dalam kandungan. Karena saat itulah watak seorang anak dibentuk melalui stimulus-stimulus edukatif. Pada hakikatnya, anak-anak sebagai generasi unggul tidak akan berkembang dengan sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka tumbuh dengan optimal. Orang tua memegang peranan penting menciptakan kondisi lingkungan tersebut guna memotivasi anak agar dapat lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi. Menurut penelitian Craig dari University of Alabama menunjukkan hasil bahwa program stimulasi dini meningkatkan nilai tes kecerdasan dalam pelajaran utama pada semua anak yang diteliti masa pra lahir hingga usia 15 tahun. Anakanak tersebut mencapai kecerdasan 15 persen hingga 30 persen lebih tinggi. Selain itu, menurut F. Rene Van de Carr, dkk, bahwa The Prenatal Enrichment di Hua 5 6
Hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah dalam kitab Shohih Muslim (al-Hadits ) M. Yusuf al-Qardhawi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2002), hlm. 5
288
Pendidikan Pranatal dalam Islam
Chiew General Hospital di Bangkok Thailand yang dipimpin C. Panthura-Amphorn, telah melakukan penelitian bahwa bayi yang diberi stimulasi pralahir cepat mahir bicara, menirukan suara, menyebut kata pertama, tersenyum secara spontan, lebih tanggap, dan juga mengembangkan pola sosial lebih baik saat ia dewasa.7 Dalam hal ini, Imam Ali bin Abi Tholib berrkata kepada puteranya yaitu al-Hasan. “hati anak bagaikan lahan kosong. Apa yang ditanam di atasnya akan diterima. Maka tanamlah di dalamnya sopan santun sebelum hatimu menjadi keras dan pikiranmu menjadi rusak”. Selaras dengan teori tabularasa John Loke yang menyebutkan “bahwa seorang anak bagaikan kertas putih” dan juga merujuk pada sabda Nabi Muhammad di atas tentang semua anak yang akan lahir mengacu pada fitrahnya.8 Dalam konteks pendidikan anak, peran orang tua sangatlah menentukan karena orang tua adalah the fisth education for child atau awwalu tarbiyah fil manzil dan yang sangat berperan dalam hal ini adalah ibu. Ayah dan ibu sebagai pihak yang bertanggung jawab harus berusaha keras menghiasi anaknya dengan sifat-sifat kemuliaan dan akhlak terpuji. Mulai sejak berada dalam kandungan, perasaan anak muncul dan tercipta secara pasif yang hanya bisa menerima sebelum akalnya berkembang. Dalam lingkungan keluarga dewasa ini, pendidikan prenatal masih sering dianggap hanya sebagai bentuk tradisi yang turun temurun, menjaga anak dalam kandungan sekedar merupakan kewajiban orang tua untuk mempunyai anak yang sehat dan lahir dengan sempurna, tidak cacat dan tidak keguguran. Sehingga pola gerak, tindak dan pola makanan ibu saat mengandung lebih dijaga dan diperhatikan. Bahkan ada keluarga di masyarakat yang menganggap itu bukan hanya tradisi tapi juga mitos (sangat sedikit yang memahami bahwa hal itu ada dasarnya dalam agama), sehingga ada anggapan bagi keluarga ibu hamil itu, tidak boleh berkata kotor, tidak boleh menyakiti manusia dan hewan karena akan mempengaruhi kepada janin yang sedang dikandung.9 Di sisi lain, fenomena pendidikan saat ini, mengalami tantangan berat, dimana banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan, kenakalan remaja, kasus narkoba, 7 8 9
Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 03. Teori Tabularasa John Loke Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, (Jakarta: Gema Insani, 2004)
289
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
pemerkosaan, “tawuran” antar sekolah, antar kampus, bahkan pembunuhan sering diliput oleh media cetak dan media informasi yang hasilnya kebanyakan dari mereka adalah golongan pelajar (peserta didik). Golongan yang selalu melakukan proses belajar, golongan yang masih didominasi oleh pembentukan karakter pertama kalinya yaitu masa anak-anak. Siapakah yang salah? Atau apakah yang salah?. Sebenarnya permasalahan dalam pendidikan prenatal adalah bukan bagaimana mendidik anak dalam kandungan secara efektif, tapi bagaimana menjadi orang tua yang efektif. Orang tua harus berusaha melakukan stimulus dan menjaga sikapnya baik dalam ranah emosional dan spiritual bukan hanya sekedar tradisi dan mitos. Anak adalah refleksi dari orang tuanya, anak juga merupakan representasi dari keadaan suatu keluarga.
PENDIDKAN PRANATAL Pranatal, secara etimologi berasal dari kata pre yang berarti sebelum dan natal berarti lahir, jadi berarti sebelum melahirkan atau keadaan sebelum kelahiran.10 Apabila dihubungkan dengan kata pendidikan, maka pendidikan prenatal berarti pendidikan anak dalam kandungan, agar anak terdidik oleh orang tuanya sejak dalam kandungan. Istilah “Pranatal“ dalam Kamus Bahasa Indonesia mempunyai arti ”pra-lahir” atau ”sebelum lahir”.11 Istilah tersebut digunakan sebagai sebutan bagi anak yang masih berada dalam kandungan. Jadi dengan kata lain pranatal adalah masa anak dalam kandungan sampai lahir. Dengan demikian, yang dimaksud pendidikan anak dalam kandungan atau pendidikan pranatal adalah pendidikan yang diberikan kepada anak sebelum lahir atau sejak dalam kandungan sampai anak tersebut lahir. Jadi apapun yang dilakukan oleh orang tua, itulah pendidikan yang diberikan pada anak dalam kandungan (pranatal). Jika pengertian pendidikan pranatal itu dikaitkan dengan pengertian pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka pendidikan anak dalam kandungan merupakan usaha secara sadar yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa (sebagai pendidik) dalam upaya mengembangkan potensi yang dimiliki 10 Echols Shadily, 1989, hlm. 444 11 Departemen P Dan K, hlm. 699
290
Pendidikan Pranatal dalam Islam
oleh setiap manusia agar dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan tujuan pendidikan, yang dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan ibu (pranatal) sampai anak tersebut lahir ke dunia. Pendidikan pranatal bersifat peneladanan atau pembiasaan orang tua. Sikap dan apapun perbuatan orang tua pada saat anak masih dalam kandungan ataupun sudah lahir sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak. Jadi orang tua harus selalu menjaga sikap dan tingkah lakunya agar tetap sesuai dengan ajaran agama sebagai upaya pendidikan anak dalam kandungan (pendidikan pranatal).
METODE PENDIDIKAN PRANATAL Pendidikan pra-natal diberikan ketika Ibu merasa adanya gerakan-gerakan baik responsif atau bukan pada janin yang dikandungnya baik tenggangnya lama atau agak lama, karena hal itu menandakan bahwa janin sedang ”sadar” atau terjaga. Jika tidak ada gerakan, menandakan janin sedang tidur. Pemberian stimulan lebih efektif bila kehamilan sudah menginjak usia empat bulan. Perkembangan embrio pada bulan keempat telah sempurna dan sejak saat inilah embrio sudah bisa mendengar suara yang berada di luar dan juga mampu mendengar gemuruh isi perut ibunya.12 Hal ini disebabkan karena ruh telah ditiupkan ke dalam janin sehingga menjadi makhluk baru. Makhluk baru ini mampu bergerak dan mendengar. Mulai itulah jantungnya tidak pernah lagi berhenti berdenyut. Fenomena inilah yang diisyaratkan al-Quran dalam surah al-Mu’minunayat13. Kemampuan mendengar ini sebaiknya digunakan oleh ibu untuk membuat anak terbiasa dengan ayat-ayat al-Qur’an. Karena suara ibulah yang paling jelas, maka yang terbaik bagi anak dalam rahim adalah bacaan ayat al-Qur’an oleh ibunya sendiri, bukan dari tape atau radio atau dari yang lain. Semakin sering ibu membaca al-Quran selama kehamilan semakin kuatlah guratan memori al-Qur’an di otak anak. Di antara metode pra-natal yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:14
12 Najati, Psikologi dalam Tinjauan Hadith, hlm. 297. 13 Petrus Lukmanto, Keajaiban Kehidupan, Alih bahasa oleh Joshua Simbodo, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 1996), hlm. 26 14 Muhyiddin, Mendidik Anak Soleh, hlm. 157-182.
291
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
1.
Metode bermain (haptonomi: kontak dengan janin), yaitu dengan mengelus perut ibu dengan penuh kasih sayang, bernyanyi dengan didekatkan ke perut ibu.
2.
Uswatun hasanah, yaitu dengan melakukan aktivitas, prilaku, dan tutur kata yang baik sesuai ajaran Islam.
3. Metode ceramah. Metode ini bisa dilakukan dengan berceramah di depan kaca sambil mengelus perut Ibu. 4.
Membaca al-Quran, Berdoa, dan mendengarkan musik-musik Islami. Adapun materi yang dapat diberikan kepada janin, sebagai berikut:
1.
Materi keislaman, ketauhidan, atau syari’at dalam batas-batas tertentu.
2. Bahasa (pengenalan terhadap huruf, kata, kalimat yang berkaitan dengan keluarga atau lingkungan sekitar. 3.
Pengetahuan umum. Zakiah Daradjat mengungkapkan bahwa keadaan dan sikap orang tua
ketika anak dalam kandungan mempunyai pengaruh terhadap pembinaan pribadi anak. 15 Oleh karena itu, Islam menganjurkan pada umatnya untuk memulai pendidikan anak sejak dalam kandungan dengan cara mendidik ibunya dan menciptakan suasana yang tenang dan tenteram dalam kehidupan keluarga. Selain itu, Baihaqi telah menyusun materi-materi pendidikan untuk anak pranatal dengan berlandaskan pada pendidikan Islam, sebagai berikut : Shalat fardlu lima waktu, Shalat-shalat sunah, Membaca Al-Qur’an, Aqidah/ tauhid, Ilmu pengetahuan, Akhlak mulia, Do’a dan Lagu-lagu16. F. Rene Van De Carr dan Marc Lehrer, juga telah menyusun program pendidikan pralahir secara umum, yang meliputi, latihan komunikasi pertama dengan bayi, detak jantung dan irama gendang, permainan bayi menendang, menentukan posisi bayi, daftar kata-kata utama, cerita, dan permainan musik.17 Menurut Sabda Nabi, masa kehamilan memiliki beberapa tahapan, yaitu : 15 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Bandung: Bulan Bintang, 1970), hlm. 59 16 F. Rene. Van de Carr, hlm. 91-151 17 Baihaqi, AK., Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2000), hlm. 169-182.
292
Pendidikan Pranatal dalam Islam
1. Tahap Nuthfah, yakni pada tahap ini, calon anak masih dalam bentuk cairan sperma dan sel telur. Tahap ini berlangsung selama 40 hari. 2. Tahap ‘Alaqah, yakni setelah berumur 80 hari, cairan tersebut berkembang bagaikan segumpal darah kental dan bergantung pada dinding rahim ibu. 3. Tahap Mudghah, yakni setelah berumur 120 hari, segumpal darah tadi berkembang menjadi segumpal daging. Pada masa inilah, calon bayi telah siap menerima hembusan ruh dari Malaikat utusan Allah. Ada tiga faktor yang perlu dibicarakan berkaitan dengan proses pendidikan. Yaitu, pertama harus diyakini bahwa periode ini berawal dari adanya kehidupan. Hal ini dinyatakan dengan adanya perkembangan yang berawal dari nuthfah sampai menjadi mudghah, yang kemudian menjadi seorang bayi. Kedua, setelah berbentuk daging (mudghah), Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya. Tamapaknya, ruh inilah yang menjadi tahap awal bergeraknya kehidupan psikis manusia. Disisi lain, perkembanagan psikis manusia juga dipengaruhi oleh kegembiraan ataupun penderitaan yang dialami oleh sang ibu. Kebahagiaan, kelincahan ataupun kesedihan, kemurungan yang ditunjukkan oleh sanh ibu ketika mengandung akan tercermin kepada tingkah laku bayi yang dilahirkan. Ketiga, aspek yang paling penting adalah aspek agama. Naluri agama sebenarnya sudah ada pada setiap individu jauh sebelum kelahirannya didunia nyata. Dalam fase kehamilan ini, ada beberapa kewajiban seorang wanita yang sedang mengandung. Yaitu, 1.
Memakan makanan yang bergizi
2.
Menghindari benturan-benturan
3. Menjauhi minuman keras, merokok, dan berbagai jenis makanan yang diharamkan Allah SWT 4.
Menjaga rahim dengan baik Proses pendidikan konsepsi ini dilaksanakan secara tidak langsung. Yaitu
sebagai berikut :
293
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
1.
Seorang ibu yang telah hamil harus mendo’akan anaknya
2.
Ibu harus selalu menjaga dirinya agar tetap memakan makanan dan minuman yang halal
3.
Ikhlas mendidik anak
4.
Memenuhi kebutuhan istri, Menurut Baihaqi A.K ada beberapa kebutuhan istri yang harus dipenuhi. Misalnya, kebutuhan untuk diperhatikan, kasih sayang, makanan ekstra, mengabulkan beberapa kemauan yang aneh, ketenangan, pengharapan, perawatan, dan keindahan.18
5.
Taqarrub kepada Allah melalui ibadah wajib dan sunah
6.
Kedua orang tua berakhlak mulia. Akhlak mulia yang harus menjadi hiasan kedua orang tua antara lain, kasih sayang, sopan, lembut, pemaaf dan rukun. Menurut Zakiah Daradjad, proses pendidikan akan lebih berpengaruh
kepada anak apabila diamalkan langsung oleh orang tuanya selama janin ada dalam kandungan. Kontak psikis secara langsung antara orang tua, terutama ibu dengan si janinlah yang sebenarnya disebut dengan pendidikan pada masa kehamilan.19 Tujuan dari pemberian materi ini di antaranya adalah mengembangkan aksi potensial janin, syaraf pusat (otak) dan perifernia, memberikan rekaman kepada kepekaan daya memori serta harapan agar janin berkembang pesat setelah kelahirannya.
IMPLIKASI PENDIDIKAN PRANATAL TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK Pendidikan pra-natal akan berpengaruh besar dalam perkembangan janin. Perkembangan ini meliputi: perkembangan jasmani, perkembangan mental spiritual, kecerdasan intelegensi, dan perkembangan kecerdasan emosi.Pengaruh pendidikan pra-natal pada tingkah laku sesudah dilahirkan mendapat perhatian para ahli psikologi perkembangan, banyak pula pendapat dan dugaan mengenai 18 Baihaqi, AK., Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2000) 19 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Bandung: Bulan Bintang, 1970)
294
Pendidikan Pranatal dalam Islam
masalah tersebut. Penelitian Rene Van de Carr dan March Lehrer menunjukan beberapa hal berikut ini: 1. Stimulasi pra-natal dapat membantu mengembangkan orientasi dan keefektifan bayi dalam mengatasi dunia luar setelah ia dilahirkan. 2.
Bayi-bayi yang mendapat stimulasi pra-natal dapat lebih mampu mengontrol gerakan-gerakan mereka dan lebih siap untuk menjelajahi dan mempelajari lingkungan setelah mereka dilahirkan.
3.
Para orang tua yang telah berpartisipasi dalam program pendidikan pranatal lebih tenang, waspada, dan bahagia.
SIMPULAN Jadi proses pendidikan pra-natal -dalam konsep Islam- dimulai dengan memilih pasangan hidup dengan mengutamakan agama dan akhlaknya yang nanti diharapkan akan menjadi jaminan bagi pendidikan dan pertumbuhan anak-anak secara baik dan benar. Di sinilah intinya, mendidik anak sejak dalam kandungan menurut konsep Islam hanyalah kelanjutan dari proses mendidik anak sejak seseorang menetapkan pilihan pada lawan jenis untuk menjadi pasangan hidupnya. Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannaya, manis dan pahitnya. Sementra itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan islam sebagai suatu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat”. Bentuk pendidikan pra-natal dapat dilakukan dengan mengkondisikan kesehatan fisik dan psikis ibu hamil secara benar dan tepat dengan pola hidup sehat. Karena, ada keterkaitan erat antara kesehatan fisik dan keadaan emosional yang baik dengan perkembangan janin.
295
An-Nidzam Volume I, Nomor 2, Mei-Agustus 2014
Pemberian rangsangan berupa elusan, pembacaan al-Quran, doa, serta prilaku yang baik akan merangsang janin menuju perkembangannya secara sempurna.
296
Pendidikan Pranatal dalam Islam
DAFTAR RUJUKAN Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, 1970. Baihaqi, AK., Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan, Darul Ulum Press, Jakarta, 2000 Petrus Lukmanto, Keajaiban Kehidupan, Alih bahasa oleh Joshua Simbodo, Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 1996 Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan, Jakarta: Gema Insani, 2004. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2002 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: Penerbit Al-Hidayah, 2002
297