NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN QOLBU TERHADAP PENINGKATAN ADVERSITY QUOTIENT
Oleh : NURRATRI PRAMAWATI IRWAN NURYANA K
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2006
PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN QALBU TERHADAP PENINGKATAN ADVERSITY QUOTIENT
Nurratri Pramawati Irwan Nuryana K.
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan manajemen qalbu terhadap peningkatan adversity quotient. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA kelas X dan XI. Subjek penelitian berjumlah 26 orang yang terbagi menjadi 13 orang kelompok eksperimen dan 13 orang kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan memberikan perlakuan pelatihan manajemen qolbu terhadap kelompok eksperimen. Design eksperimen dalam penelitian ini adalah Pretest- posttest Control Group Design (Latipun, 2004). Menggunakan teknik analisis data Independent Sample t-test dengan bantuan program SPSS 12.00 for windows. Hasil analisis dilakukan pada tiga pasangan variabel. Variabel pertama yaitu skor pretest kelompok eksperimen dan skor posttest kelompok eksperimen menunjukkan nilai t = - 0.517 dengan p = 0,616 (p > 0.05). Variabel kedua yaitu skor pretest kelompok kontrol dan skor posttest kelompok kontrol menunjukkan nilai t = - 0.067 dengan p = 0.948 (p > 0.05). Sedangkan untuk variabel ketiga yaitu selisih skor pretest- posttest kelompok eksperimen dan skor pretest- posttest kelompok kontrol menunjukkan nilai t = 0.102 dengan p = 0.920 (p > 0.05). Berdasarkan hasil analisis diatas maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada pengaruh pelatihan manajemen qolbu terhadap peningkatan adversity quotient tidak dapat diterima.
Kata kunci : Pelatihan manajemen qolbu, Adversity quotient
Latar Belakang Masalah
Seiring bertambahnya waktu, perkembangan zaman semakin maju dan berkembang, berbagai permasalahan, hambatan, kesulitan serta rintangan dalam hidup ini pun semakin banyak. Dalam tehnologi informasi terjadi banyak kemajuan yang pesat, hal tersebut menimbulkan beban berjuang dalam masyarakat dan beban untuk menyerap informasi yang tingkatnya semakin tinggi telah membuat kewalahan sebagian besar dari masyarakat yang ada. Akibatnya yang sering terjadi adalah suatu perasaan putus asa, pesimis, kegelisahan serta kecemasan yang semakin meluas (Stoltz, 2000). Sekian banyak dari jumlah masyarakat yang merasakan kecemasan dari segala permasalahan yang ada, hal itu tidak luput dari banyaknya remaja yang juga ikut terpengaruh dengan adanya kondisi tersebut, karena remaja adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. Basri (2000) menyebutkan, masyarakat yang berkembang begitu pesat baik dalam perubahan materi maupun pergeseran nilainilai kehidupan ternyata dampaknya bukan saja terhadap orang- orang tua dan dewasa tetapi juga terhadap kaum remaja. Mappiare (1982) menyebutkan, pada remaja kemampuan berpikir lebih dikuasai oleh emosionalitasnya sehingga kurang mampu mengadakan konsensus dengan pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapatnya. Akibatnya masalah yang menonjol adalah pertentangan sosial. Banyak terdapat remaja akhir yang mendapat kesulitan dalam menyusun rencana- rencana mereka serta menetapkan pilihan, demikian pula dalam pemecahan persoalan yang dihadapi.
Hal yang demikian ini mungkin disebabkan oleh kondisi- kondisi sosial, ekonomis, atau aspek- aspek psikis lainnya seperti kondisi emosi dan sikapnya. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh penulis, salah satu contoh kasus pemecahan masalah dari beberapa remaja SMU yaitu, melakukan demo atau aksi protes kepada pihak sekolah karena merasa dirugikan di dalam penggunaan fasilitas sekolah. Aksi tersebut berawal karena para siswa merasa telah melunasi pembayaran untuk menggunakan fasilitas ruang komputer, akan tetapi dari pihak sekolah tidak segera memberikan fasilitas tersebut. Akhirnya, para siswa mengambil keputusan untuk melakukan aksi mogok. Contoh yang lain yaitu remaja putri yang melarikan diri dari rumah karena remaja putri tersebut telah melakukan pergaulan bebas yang akhirnya membawa dampak kehamilan diluar nikah. Hal tersebut membuat kedua orang tuanya kebingungan karena putrinya tersebut tidak pulang ke rumah. Bahkan ketika ditanyakan kepada wali kelasnya ternyata remaja tersebut juga tidak masuk sekolah. Fenomena ini merupakan salah satu bukti kesulitan remaja didalam mengendalikan suatu permasalahan yang dihadapi, sehingga tidak sedikit remaja yang memilih atau
menghindar dari permasalahan yang ada. Hal tersebut
menunjukkan bahwa remaja merasa tidak mampu mengendalikan permasalahan atau kesulitan yang dihadapinya. Persimpangan antara dua pilihan yaitu berani menghadapi atau menghindar dari masalah ini muncul pada jalur yang tantangannya paling berat dan bisa jadi mempunyai keuntungan yang cukup besar. Namun pada kenyataannya daripada harus mengatasi hambatan- hambatan hidup, semakin
banyak jumlah orang yang tidak memiliki motivasi dan akhirnya mereka memilih untuk menyerah saja. Sebagian besar orang di dunia ini belum memanfaatkan secara total seluruh potensi dirinya untuk mencapai suatu keberhasilan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain belenggu pikiran dan mental mereka sendiri (Agustian, 2001). Setiap kesulitan merupakan suatu tantangan, dan setiap tantangan merupakan suatu peluang, yakni suatu peluang untuk melakukan suatu perubahan yaitu suatu perubahan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun pada umumnya, kebanyakan orang berhenti berusaha atau menyerah sebelum tenaga, batas kemampuan dan potensinya benar- benar telah digunakan untuk menghadapi tantangan- tantangan didalam hidupnya. Akan tetapi dengan adanya Adversity Quotient yang baik pada diri setiap individu, hal tersebut akan membuat individu tersebut mampu untuk bertahan menghadapi kesulitan dan mengatasinya. Hambatan terbesar yang dihadapi seseorang ketika ragu melangkah, ternyata terdapat dalam diri manusia sendiri. Rasa takut, khawatir yang berlebihan, merasa tidak mampu, rendah diri adalah sejumlah penyakit hati dan kelemahan jiwa yang sering dialami oleh manusia (Gymnastiar, 2004). Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin telah mengatur tentang kewajiban berusaha bagi setiap orang yang ingin maju. Allah Berfirman dalam Al Quran surat Ar Ra’d: 13 : “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
Gymnastiar (2004) menyebutkan, sesungguhnya inti dari diri adalah hati atau qolbu. Hati inilah potensi yang bisa melengkapi otak cerdas dan badan kuat menjadi mulia. Dengan hati yang hidup inilah orang yang lumpuh pun bisa menjadi mulia, orang yang tidak begitu cerdas pun dapat menjadi mulia. Setiap aktivitas lahir dan batinnya tersaring sedemikian rupa oleh proses manajemen qolbu. Karena itu yang muncul hanyalah satu, yaitu sikap yang penuh kemuliaan dengan pertimbangan nurani yang tulus. Hal tersebut dapat diketahui bahwa melalui konsep manajemen qolbu, seseorang bisa diarahkan agar menjadi sangat peka dalam mengelola sekecil apa pun potensi yang ada dalam dirinya menjadi sesuatu yang bernilai kemuliaan serta memberi manfaat besar, baik untuk dirinya maupun untuk lingkungannya. Pelatihan manajemen qolbu yang akan dilaksanakan ini diharapkan mampu untuk mengembangkan motivasi, sejauh mana individu harus bersikap, meyakini sebuah kemampuan dan potensi dalam diri pada setiap peserta yang hadir dalam rangka usaha untuk tetap tegak berdiri didalam menghadapi setiap permasalahan, rintangan, hambatan dan kesulitan yang ada didalam kehidupan ini. Berdasarkan pada uraian diatas mengenai adversity quotient dan pelatihan manajemen qolbu, penulis tertarik untuk meneliti “pengaruh pelatihan Manajemen qolbu terhadap peningkatan adversity quotient.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan manajemen qolbu terhadap peningkatan adversity quotient.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini untuk memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi islami. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, apabila pelatihan manajemen qolbu ini terbukti efektif untuk pengembangan adversity qoutient, maka pelatihan ini dapat dijadikan salah satu sarana untuk mengembangkan adversity qoutient pada individu, memberikan pendekatan yang sehat dan efektif kepada individu untuk membangun keuletan pribadi.
Adversity Quotient
Adversity quotient merupakan teori baru yang dikemukakan oleh Stoltz (2000). Ada tiga bentuk adversity quotient yaitu, pertama adversity quotient adalah kerangka kerja baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan yang ada pada manusia. Adversity quotient berlandaskan pada riset yang berbobot dan penting, yang menawarkan suatu gabungan pengetahuan yang praktis dan baru yang merumuskan kembali apa yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Adversity quotient bisa menjadi ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan dan adversity quotient adalah seperangkat alat yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon seseorang terhadap kesulitan yang dialaminya. Adversity quotient mengungkapkan seberapa jauh kemampuan
seseorang dalam menghadapi kesulitan dan hambatan yang dialaminya (Stoltz, 2000). Adversity quotient digunakan untuk membantu dalam memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup dengan tetap berpegang pada prinsip- prinsip dan cita- cita tanpa memperdulikan apa yang akan terjadi. Berdasarkan uraian di atas, adversity quotient merupakan kemampuan seseorang untuk mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakannya ketika ia menghadapi hambatan dan kesulitan yang dihadapi oleh dirinya. Adversity quotient mengusahakan bagaimana seseorang menanggapi kesulitan dan hambatan dalam hidup ini sebagai tantangan dan kemudian berpikir bagaimana caranya untuk mengatasi tantangan tersebut tanpa dipengaruhi oleh keterbatasanketerbatasan yang dimilikinya. Aspek- aspek Adversity Quotient Stoltz (2000) mengungkapkan aspek- aspek didalam adversity quotient yaitu : a. C = Control (Kendali) C adalah singkatan dari “control” atau kendali. C mempertanyakan, “Berapa banyak kendali yang anda rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan?”. b. O2 = Origin dan Ownership (Asal- usul dan Pengakuan) O2 merupakan kependekan dari “Origin” (Asal- usul) dan “Ownership” (Pengakuan). O2 mempertanyakan dua hal, “siapa atau apa yang menjadi asal-
usul kesulitan? Dan sampai sejauh manakah saya mengakui akibat- akibat kesulitan itu?”. c. R = Reach (Jangkauan) R ini mempertanyakan “Sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian- bagian lain dari kehidupan saya?”. d. E = Edurance (Daya tahan) E atau daya tahan ini memepertanyakan dua hal yang berkaitan, “Berapa lamakah kesulitan akan berkangsung? Dan Berapa lamakah penyebab kesulitan ini akan berlangsung?”. Faktor- faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient Menurut Stoltz (2000) beberapa faktor yang mempengaruhi adversity quotient yaitu : a. Faktor kinerja Faktor ini adalah bagian yang paling menyolok, dan inilah yang sering dievaluasi atau dinilai. b. Faktor bakat dan kemauan Faktor bakat disini merupakan gabungan antara pengetahuan dan kemampuan. c. Faktor Kecerdasan, kesehatan dan karakter Howard Gardner (Stoltz, 2000) menyatakan pengertian tentang kecerdasan adalah dengan menunjukkan bahwa kecerdasan tersebut mempunyai tujuh bentuk: linguistik, kinestetik, spasial, logika matematis, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kesehatan emosi dan fisik juga dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mencapai kesuksesan. Karakter juga mendapat perhatian, kejujuran, keadilan, kelurusan hati, kebijaksanaan, kebaikan, keberanian dan kedermawanan, semuanya penting untuk untuk meraih kesuksesan dalam hidup. d. Genetika, pendidikan dan keyakinan Semua faktor diatas sangat penting bagi kesuksesan hidup individu, akan tetapi tanpa genetika, pendidikan, dan keyakinan tidak satupun faktor diatas akan muncul. Keyakinan memang berpengaruh didalam diri setiap manusia. Keyakinan tersebut ada pada qolbu, sehingga ketika manusia mampu mengelola qolbunya dengan baik, maka hal tersebut akan mempengaruhi setiap perilakunya di dalam menyikapi segala permasalahan yang ada dalam kehidupan.
Pelatihan Manajemen Qolbu
Wacana Manajemen Qolbu merupakan upaya pembersihan qolbu dari segala dosa dan kemaksiatan serta sebagai pelatihan qolbu agar selalu condong kepada kebaikan. Manajemen qolbu berorientasi pada pemupukan kesadaran diri untuk mengatur dan mendidik qolbu serta menanamkan nilai- nilai moralitas yang luhur dalam jiwa, sehingga kebeningan qolbu yang bertahtakan keluhuran tertanam secara mantap dalam setiap pribadi. Ketika qolbu telah tergarap dengan baik, maka tindakan fisik diharapkan akan berbanding lurus positif dengan
keadaan qolbu (Bani, 2003). Menurut Gymnastiar (2004), ada beberapa langkah yang dilakukan didalam manajemen qolbu, antara lain: a. Pengenalan Diri Untuk mengenal diri dimulai dari proses pendalaman atau introspeksi diri. b. Pembersihan Hati Langkah- langkah dalam pembersihan hati antara lain: tekad, dengan tekad yang kuat, “Ilmu” memahami diri, disamping itu, juga memberi kesempatan orang lain untuk menilai diri. c. Pengendalian Diri Pengendalian diri disini ada bermacam- macam, antara lain adalah cara seseorang didalam mengelola perasaannya. d. Pengembangan Diri Pengembangan diri berawal dari “rumah hati”. e. Makrifatullah Tahapan paling tinggi dalam pengenalan diri, pembersihan hati, pengendalian diri, dan pengembangan diri adalah jalan menuju ridlo Allah SWT. Pelatihan Manajemen Qolbu adalah bagaimana mengelola hati supaya potensi positifnya bisa berkembang maksimal mengiringi kemampuan berpikir dan bertindak sehingga sekujur sikapnya menjadi positif, dan potensi negatifnya segera terdeteksi dan dikendalikan sehingga tidak berbuah menjadi tindakan yang negatif (Gymnastiar, 2003). Berdasarkan paparan diatas maka pelatihan manajemen qolbu yang dilakukan penulis merupakan serangkaian program untuk mengenal, mengelola,
dan mengarahkan potensi hati untuk mencapai sasaran akhir yaitu pembentukan akhlak yang terpuji sehingga mampu merespon dengan baik segala kesulitan atau hambatan didalam mengarungi kehidupan. Disamping itu juga mampu menjadikan bahwa kesulitan atau hambatan di dalam hidup ini merupakan peluang untuk menjadi lebih baik.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh pelatihan manajemen qolbu pada peningkatan adversity quotient. Subyek yang telah mengikuti pelatihan manajemen qolbu ini memiliki peningkatan kemampuan adversity quotient lebih tinggi dibanding subyek yang tidak mengikuti pelatihan manajemen qolbu.
Identifikasi Variabel
Variabel Bebas
: Pelatihan Manajemen Qolbu
Variabel Tergantung : Adversity Quotient
Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan menggunakan rancangan eksperimen Pretest- posttest Control Group Design (Latipun, 2004). Rancangan eksperimen tersebut adalah sebagai berikut :
O1 R (M) - › ( X ) - › O2 O3 R (M) - › ( - ) - › O4 Keterangan: O1 dan O3 : Pengukuran (pretest) sebelum diberi perlakuan X : Perlakuan yang diberikan O2 dan O4 : Pengukuran (posttest) setelah diberi perlakuan R : Dalam hal ini adalah random assignment subyek ke dalam kelompok M : Matching (Penjodohan)
Subyek Penelitian
Subyek pada penelitian ini adalah pelajar SMA Negeri 1 Blora kelas X dan XI. Dimana dalam penelitian ini terdapat kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Subyek di bagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pembagiannya berdasarkan skala adversity quotient, dengan
menyeimbangkan
kategorisasi
nilai
adversity
quotient
serta
memperhatikan jenis kelamin subyek. Subjek yang ikut dalam penelitian ini berjumlah 26 orang masing-masing 13 orang untuk kelompok eksperimen dan 13 orang untuk kelompok kontrol.
Metode Pengumpulan Data Skala Adversity Quotient Skala ini bertujuan untuk mengetahui adversity quotient subyek. Skala ini disusun berdasarkan gabungan dari aspek adversity quotient Stoltz (2000) meliputi: control (kendali), origin dan ownership (asal- usul dan pengakuan), reach (jangkauan), dan edurance (daya tahan). Skala adversity quotient yang
dipergunakan sebagian merupakan adaptasi dari Adversity Response Profile Stoltz (2000) dan sebagian lagi disusun oleh penulis. Skala ini terdiri dari tiga puluh item, yang terdiri dari item favorable untuk tiap-tiap aspek. Pemberian nilai dalam skala ini menggunakan lima skala rating sesuai dengan Adversity Response Profile Stoltz (2000), yang bergerak dari titik ekstrim suatu perasaan atau keadaan tertentu sampai titik ekstrim suatu perasaan atau keadaan sebaliknya.
Modul Pelatihan Manajemen Qolbu Modul Pelatihan manajemen qolbu merupakan materi pelatihan yang disusun oleh penulis berdasarkan aspek manajemen qolbu. Pelatihan manajemen qolbu ini terdiri dari lima langkah, yaitu mengenali diri dengan menyelami qolbu, membersihkan qolbu, mengendalikan qolbu, mengelola qolbunya, dan mengenal Allah. Pelatihan ini dilaksanakan selama dua hari satu malam.
Lembar Observasi Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan a. Lembar observasi (untuk observer) Tujuan lembar observasi ini adalah untuk menilai jalannya pelatihan manajemen qolbu. Lembar ini digunakan untuk mencatat jalannya pelatihan secara keseluruhan, menilai pelatihan pada akhir tiap sesi, menilai ketertiban peserta pelatihan, keberhasilan fasilitator dalam memandu pelatihan. Penilaian dilakukan oleh observer yang tidak terlibat secara langsung dalam pelatihan. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai data kualitatif.
b. Lembar ungkapan diri (untuk subyek) Tujuan lembar ungkapan diri ini adalah untuk menilai jalannya pelatihan manajemen qolbu. Lembar ini digunakan untuk menilai pengetahuan subyek sebelum materi diberikan, menilai pengetahuan subyek setelah materi diberikan, ketertarikan subyek terhadap tema materi, keterlibatan subyek selama materi berlangsung, menilai keberhasilan fasilitator dalam memandu pelatihan. Penilaian ini dilakukan oleh masing- masing subyek pelatihan pada tiap akhir sesi. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai data kualitatif.
Lembar Biodata Subyek sebagai Bukti Persetujuan Biodata subyek merupakan bukti bahwa subyek bersedia mengikuti program penelitian ini dengan segala konsekwensinya.
Lembar Wawancara Lembar wawancara ini berisi pertanyaan mengenai kesan peserta terhadap pelatihan, serta untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang dirasakan oleh peserta serta planning kedepan dari subyek setelah mengikuti pelatihan.
Metode Analisis Data
Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diberikan skala adversity quotient sebagai pretest untuk mengetahui adversity quotient masing- masing subyek. Selanjutnya kelompok eksperimen akan diberi perlakuan yaitu pelatihan manajemen qolbu dan kelompok kontrol diberi perlakuan dalam bentuk plasebo.
Setelah perlakuan pelatihan manajemen qolbu selesai diberikan kepada kelompok eksperimen dan perlakuan dalam bentuk plasebo selesai diberikan kepada kelompok kontrol, maka kedua kelompok tadi kembali diberikan skala adversity quotient sebagai posttest untuk mengetahui adversity quotient dari tiap subyek masing- masing kelompok. Metode analisis data penelitian ini adalah independent sample t-test. Tiga pasang variabel yang akan dianalisis adalah skor pre test dengan skor post test pada kelompok eksperimen, skor pre test dengan skor post test pada kelompok kontrol dan selisih skor pre test- post test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis data memakai komputer SPSS versi 12.0 for windows. Hasil analisis untuk pasangan satu yaitu skor pretest kelompok eksperimen dengan skor posttest kelompok eksperimen adalah mean sebelum mengikuti pelatihan sebesar 93.00 dan setelah mengikuti pelatihan sebesar 98.00. Uji hipotesis menunjukkan nilat t = - 0.517 dengan nilai p = 0.616. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dengan skor posttest pada kelompok eksperimen. Hasil analisis untuk pasangan dua yaitu skor pretest kelompok kontrol dengan skor posttest kelompok kontrol adalah mean sebelum mengikuti pelatihan sebesar 94.33 dan setelah mengikuti pelatihan sebesar 98.50. Nilai beda (t) sebesar -0.067 dengan nilai p= 0.948. Artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dengan skor posttest pada kelompok kontrol. Hasil analisis untuk pasangan tiga yaitu selisih skor pretest– posttest kelompok eksperimen dengan skor pretest - posttest kelompok kontrol adalah didapatkan nilai t= 0.102 dan setelah dengan nilai p =
0.920. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara selisih skor pretest– posttest kelompok eksperimen dengan skor pretest - posttest kelompok kontrol. Pembahasan Tujuan dari penelitian kali ini adalah untuk menguji apakah pelatihan manajemen qolbu dapat meningkatkan adversity quotient. Ternyata dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan manajemen qalbu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan adversity quotient. Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh pelatihan manajemen qolbu pada peningkatan adversity quotient. Subjek yang telah mengikuti pelatihan manajemen qolbu ini memiliki peningkatan kemampuan adversity quotient lebih tinggi dibanding subjek yang tidak mengikuti pelatihan manajemen qolbu”, ditolak. Subjek penelitian ini secara keseluruhan berjumlah 26 orang. Akan tetapi yang dianalisis datanya hanya 12 orang, terdiri dari enam orang dari kelompok eksperimen dan enam orang dari kelompok kontrol. Data yang dianalisis ini berdasarkan dari hasil pretest subjek yang berada dalam kategori sedang. Hal ini dilakukan untuk melihat peningkatan skor adversity quotient yang terjadi pada subjek yang berada pada kategori sedang tersebut. Peningkatan adversity quotient seseorang tersebut, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mana telah dijelaskan pada tinjauan pustaka jadi tidak hanya dari faktor keyakinan saja. Sehingga ketika pelatihan manajemen qolbu ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan adversity quotient tersebut bisa saja hal tersebut dikarenakan kurangnya dukungan atau adanya
masalah dari faktor- faktor lain pada seseorang. Sebagai contoh, ada salah satu subjek yang ketika pretest mempunyai skor dalam kategori sedang, namun pada beberapa sesi dalam mengikuti pelatihan, kondisi kesehatan subjek terganggu sehingga hal tersebut bisa saja mempengaruhi subjek di dalam menyerap materi yang diberikan. Kemudian pada saat posttest, skor subjek mengalami penurunan yang banyak dan masuk dalam kategori rendah. Stoltz (2000) menjelaskan, bahwa adversity quotient berbeda dengan sifatsifat genetis, oleh sebab itu adversity quotient perlu dipelajari. Mapes (2003) menyebutkan, pembelajaran sejati adalah lebih dari sekedar tanggapan terhadap stimulus, lebih dari sekedar jawaban atas pertanyaan. Pembelajaran adalah sebuah proses dengan berbagai aspek yang saling terkait dan mengalir dalam tiga bidang yang terpisah namun berkaitan satu sama lain, dan membentuk yang disebut Trinitas Pembelajaran. Yaitu, pemecahan masalah, kesediaan untuk belajar dan mempelajari bagaimana cara belajar. Dweck (Stoltz, 2000) seorang profesor psikologi melakukan riset- riset yang memperlihatkan bahwa respon terhadap kesulitan dibentuk lewat pengaruh- pengaruh dari orang tua, guru, teman sebaya, dan orang- orang yang mempunyai peran penting selam masa kanak- kanak. Tidak adanya pengaruh pelatihan manajemen qolbu pada peningkatan adversity quotient ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan pada pada kelompok eksperimen dan kontrol, namun bukan berarti pelatihan manajemen qolbu tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap peningkatan adversity quotient. Apabila dilihat dari hasil per individu menunjukkan adanya keinginan untuk berusaha mengontrol perasaannya saat dihadapkan pada suatu masalah atau
kesulitan, belajar untuk mengakui dan bertanggung jawab terhadap masalah yang ada serta tidak merasa berkewajiban untuk menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, adanya keinginan untuk tidak memperluas jangkaun dari masalah yang timbul serta tidak membiarkan masalah atau kesulitan semakin berlarutlarut di dalam penyelesainnya. Hal- hal tersebut pada kelompok eksperimen ini merupakan perilaku-perilaku yang dapat meningkatkan adversity quotient. Hasil wawancara dari penelitian ini menunjukkan sebagian besar subjek penelitian merasa bahwa pelatihan yang dilakukan memberikan suatu cara pandang baru didalam bersikap terhadap masalah yang ada. Secara umum terdapat peningkatan pada setiap indikator aspek-aspek adversity quotient pada kelompok eksprimen. Namun, peningkatan yang terjadi tidak bersifat signifikan. Hasil observasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa para subjek kurang aktif untuk bertanya mengenai materi yang disampaikan oleh trainer. Sebagian besar subjek menanyakan materi yang belum jelas tersebut kepada subjek yang lain. Penelitian ini juga memiliki banyak keterbatasan dan kelemahan, salah satu kelemahan dalam penelitian ini adalah keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah waktu pelaksanaannya. Waktu pelaksanaan penelitian ini hanya berlangsung dua hari satu malam dengan delapan pertemuan dengan ratarata pertemuan berjalan kurang lebih 90 menit permaterinya sehingga materi yang dsampaikan kurang efektif, karena banyaknya materi namun waktunya yang terbatas. Sehingga trainer menyampaikan materi juga kurang optimal karena waktu yang terbatas. Kelemahan lainnya adalah jadwal yang padat dan banyaknya
sesi yang di dalam ruangan membuat para peserta jenuh, sehingga kurang maksimal dalam menyerap materi yang diberikan. Disamping itu, dalam pelaksanaan penelitian ini pada saat awal- awal sesi, media yang digunakan sedikit mengalami gangguan sehingga hal tersebut cukup mengurangi konsentrasi para peserta didalam menerima materi dan sedikit menghambat jalannya sesi. Penggunaan skala yang sama, juga menjadi kelemahan dari penelitian ini. Karena hal tersebut memungkinkan adanya proses pembelajaran pada saat posttest. Para subjek pada saat pengisian skala tidak ada yang meminta kejelasan mengenai skala yang diberikan, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah para subjek menjawab sesuai kondisi sebenarnya atau hanya asal mengisi saja, walaupun pada saat posttest tersebut, penulis memberi kesempatan pada subjek untuk bertanya apabila ada hal yang belum jelas. Kelemahan yang lain adalah kurang dalamnya wawancara yang dilaksanakan karena kondisi subjek yang tampak sudah lelah dan ingin segera pulang. Sehingga hasil wawancara kurang bisa mengungkap pengaruh pelatihan yang dirasakan subjek.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif dalam penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis, bahwa pelatihan manajemen qolbu tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan adversity quotient.
Data kualitatif
menunjukkan adanya perubahan cara pandang bagi kelompok eksperimen di dalam menyikapi permasalahan atau kesulitan. Kesimpulannya adalah, dalam beberapa hal pelatihan manajemen qolbu ini dapat memberikan cara pandang didalam menyikapi suatu masalah atau kesulitan, sehingga subyek dalam kelompok eksperimen ini mampu termotivasi untuk berusaha lebih baik didalam menyikapi masalah atau kesulitan yang muncul di dalam kehidupan ini. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis ingin memberikan beberapa saran, yaitu : 1. Untuk subjek penelitian Subjek penelitian diharapkan dapat mempertahankan Adversity Quotient mereka yang terkategori tinggi. Nilai Adversity Quotient yang tinggi menandakan jika mereka telah dapat mengusahakan untuk menanggapi kesulitan dan hambatan dalam hidup ini sebagai tantangan dan kemudian berpikir bagaimana caranya untuk mengatasi tantangan tersebut tanpa dipengaruhi oleh keterbatasan- keterbatasan yang dimilikinya. 2. Untuk sekolah Penulis menyarankan kepada sekolah, selain memberikan materi yang isinya pelajaran, sekolah juga dianjurkan membuat program-program yang bisa meningkatkan Adversity Quotient para siswa. Sehingga hal tersebut dapat membekali mereka di dalam menghadapi kesulitan- kesulitan yang ada tanpa dipengaruhi oleh oleh keterbatasan- keterbatasan yang mereka miliki. Dan hal
tersebut akan mampu menggali lebih dalam potensi- potensi yang dimiliki oleh para siswa. 3. Untuk peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya diharapkan merubah waktu pertemuan agar lebih banyak, serta variasi - variasi games serta role playing harus lebih dikembangkan. Aktifitas di alam terbuka diperbanyak untuk menghindari kejenuhan para peserta pelatihan. sehingga subjek penelitian merasa senang dalam mengikuti pelatihan. Peneliti selanjutnya harus lebih menyempurnakan desain penelitian, skala yang digunakan karena dengan mengadaptasi skala dari luar, kemungkinan akan terjadi adanya perbedaaan budaya. Berdasarkan hal tersebut, apabila peneliti akan menggunakan skala dari luar dalam hal ini adalah Adversity Response Profile, Stoltz (2000) diharapkan untuk menyesuaikan dengan karakteristik subjek. Materi wawancara juga lebih diperdalam lagi terhadap kelompok eksperimen agar mampu mengungkap lebih dalam pengaruh pelatihan terhadap subjek.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, A.Ginanjar. 2001. ESQ. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta : Penerbit Arga Bani.M. 2003. Agar Hati Tak Mati Berkali- kali. Era Intermedia: Solo. Basri, Hasan.2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan solusinya). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Gymnastiar. A.2003. Aa Gym Apa Adanya: Sebuah Qolbugrafi. MQ Publishing: Bandung Gymnastiar.A.2004. Aku Bisa! Manajemen Qolbu Untuk Melejitkan Potensi. MQ publishing: Bandung. Latipun, 2004. Psikologi Eksperimen. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang Mapes, James.J. 2003. Quantum Leap Thinking (Pedoman Lengkap Cara Berpikir). Surabaya: Ikon Teralitera Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional Stoltz, P. G. 2000. Faktor penting dalam meraih sukses: adversuty Quotient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: Grasindo