1
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTRAVERT DENGAN ADVERSITY QUOTIENT PADA IBU BEKERJA
Dessi Herwianti Yulianti Dwi Astuti
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara tipe kepribadian ekstravert dengan Adversity Quotient pada ibu bekerja. Hipotesis pada penelitian ini yakni ada hubungan positif antara tipe kepribadian ekstravert dengan Adversity Quotient pada ibu bekerja. Semakin tinggi tingkat ekstroversi ibu bekerja maka semakin tinggi Adversity Quotientnya dan semakin rendah tingkat ekstroversi ibu bekerja maka semakin rendah Adversity Quotientnya. Subjek penelitian adalah ibu yang bekerja di Dinas Kabupaten Ciamis yakni, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi, Dinas Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesehatan Pangandaran, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Pendidikan Kecamatan Pangandaran. Subjek penelitian berjumlah 108 orang. Skala yang digunakan terdiri dari dua skala, yakni Skala Tipe Kepribadian Ekstravert merupakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek Eysenck (Feist & Feist, 1998) berjumlah 30 aitem. Sedangkan Skala Adversity Quotient merupakan modifikasi dari Adversity Respone Profile (ARP) dari Stoltz (2000) berjumlah 32 aitem. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini yakni Korelasi Product Moment dari Pearson dan uji validitas serta uji reliabilitas dengan SPSS for windows 11.00. Korelasi Product Moment dari Pearson sebesar r = 0,732; p= 0,000 (p< 0,01), hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara tipe kepribadian ekstravert dan Adversity Quotient pada ibu bekerja, sehingga hipotesis diterima. Selain itu terdapat analisis tambahan yakni analisis regresi. Kata Kunci : Adversity Quotient, Tipe Kepribadian Ekstravert
2
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah Perubahan dalam masyarakat Indonesia dari agraris tradisional menuju masyarakat industri yang dilengkapi dengan kemajuan di bidang informasi dan teknologi telah memberikan ruang bagi kaum wanita untuk bersaing dengan kaum laki-laki dalam dunia kerja. Salah satu yang dapat dilihat yakni bahwa Indonesia telah mengangkat kaum wanita untuk menduduki jabatan presiden (www.epsikologi.com,25/09/2004) Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000
jumlah tenaga kerja di Indonesia sebanyak 101,6 juta, sekitar 40 %
merupakan tenaga kerja wanita. Hal ini menggambarkan semakin tinggi persaingan
di
dunia
kerja
antara
tenaga
kerja
wanita
dan
laki-laki
(www.indomedia.com,27/09/2004) Adapun faktor-faktor yang menyebabkan wanita masuk ke dunia kerja antara lain, pemenuhan kebutuhan ekonomi, keinginan untuk mengembangkan kemampuan yang telah diperoleh, sehingga meningkatnya kebutuhan bagi kaum wanita untuk berpartisipasi langsung di dunia kerja (Fauziah dkk,) Suatu hal yang tidak dapat dihindari dari adanya perubahan dalam peran wanita di dunia kerja, yakni adanya tuntutan yang harus dijalani oleh wanita yang bekerja. Terdapat banyak pilihan dan konsekuensi diantaranya apakah akan mengembangkan diri di karir atau mengabdi untuk keluarga. Wanita yang memilih peran menjadi
wanita karir sekaligus ibu rumah tangga memiliki
3
konsekuensi
tersendiri
bagi
setiap
individu
yang
menjalaninya
(www.waspada.com, 25/09/2004) Wanita karir yang bekerja di luar rumah memiliki peran ganda, merupakan suatu beban yang tidak ringan yang harus dijalani. Masalah peran ganda pada wanita karir berdampak pada keseimbangan keluarga dan kerja. Penelitian di Jakarta pada tahun 1990 yang melakukan survei terhadap para suami mengenai pendapat mereka tentang wanita karir, menunjukkan hasil bahwa para suami merasa lebih baik istrinya tidak bekerja di luar rumah ( www.dunia.web.id, 27/09/2004) Menurut Lanoi dalam Kumolohadi (2001) menyebutkan bahwa beban wanita yang berperan ganda lebih berat daripada wanita yang berperan tunggal. Wanita yang berperan ganda dituntut untuk menyeimbangkan peran di kantor dan di rumah. Diperoleh laporan bahwa wanita yang berperan ganda merasakan ketidakpuasan dalam menjalankan masing-masing peran. Ketika berada di kantor mengkhawatirkan keadaan rumah, sebaliknya ketika berada di rumah disibukkan dengan memikirkan pekerjaan. Selain itu bagi wanita yang lembur akan timbul perasaan bersalah karena meninggalkan keluarga dalam waktu yang lama. Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Suryadi dkk pada tahun 2001 tentang konflik emosional perempuan dengan peran ganda sebelum menentukan prioritas peran gandanya yaitu memilih menjadi ibu rumah tangga. Subjek penelitian terdiri dari 4 orang dengan karakteristik sebagai berikut, berusia antara 30-50 tahun, pernah memiliki pekerjaan di luar rumah ( instansi/kantor). Subjek telah menikah, berkeluarga yang berdomisili di Jakarta, dan memiliki anak (1-3
4
anak). Subjek yang dipilih memiliki status soisal ekonomi menengah keatas, dan pendidikan minimal D3/S1. ( Suryadi dkk, 2004) Penelitian Suryadi dkk melakukan metode wawancara selama kurang lebih dua bulan. Hasil dari wawancara diperoleh data tentang gambaran konflik yang dialami subjek penelitian ketika masih kerja. Semua subjek mengalami 3 konflik yang sama sampai masa akhir karir yakni, masalah waktu dan kualitas pengasuhan anak, mengalami kelelahan fisik dan kelelahan mental. Selain itu beban pekerjaan rumah tangga pada awalnya menjadi masalah juga, namun hal ini dapat ditangani dengan adanya pembantu rumah tangga. Subjek mulai merasakan adanya konflik ketika telah memiliki anak. Akhirnya subjek penelitian memutuskan untuk berhenti bekerja di luar rumah, sehingga memprioritaskan perannya sebagai ibu rumah tangga yakni sebagai istri dan ibu bagi anak-anak. ( Suryadi dkk, 2004) Idealnya ibu bekerja harus mampu menyeimbangkan peran di rumah dan kantor, seperti menjaga komunikasi dengan keluarga, memiliki waktu untuk keluarga, sehingga dapat melepas keletihan dan kebosanan kerja di kantor bersama keluarga.
Kemampuan melakukan manajemen diri menyebabkan
seseorang dapat melakukan kontrol terhadap stressor-stressor yang dapat menimbulkan ketegangan baik di kantor maupun di rumah. Jika seseorang mampu bersikap efisien dan produktif dalam pekerjaan maka pekerjaan dapat cepat terselesaikan dan tidak menghambat aktivitas lain (www.e-psikologi.com, 25/09/2004) Namun pada kenyataannya banyak wanita berperan ganda yang tidak mampu bertahan dalam menghadapi masalah. Banyak wanita yang berperan
5
ganda memiliki tingkat alkoholisme yang tinggi, mengalami stress, depresi, dan memilih untuk kembali ke rumah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat Adversity Quotient pada wanita berperan ganda rendah. Stoltz (2000) menyatakan Adversity Quotient adalah kemampuan individu saat menghadapi masalah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Adversity Qoutient yakni,kinerja, bakat dan kemauan, kecerdasan, kesehatan fisik dan mental, karakter, genetika, pendidikan dan keyakinan. Salah satu faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient adalah karakter. Tipe kepribadian menurut Jung ada 2 yakni tipe kepribadian ekstravert dan introvert. Menurut Jung (dalam Schultz, 2002) individu yang memiliki sikap ekstravert memiliki orientasi ke dunia secara objektif. Dalam berinteraksi lebih terbuka dan mampu beradaptasi dengan orang lain sehingga dapat menjalin hubungan di lingkungan sosial. Berbeda halnya dengan individu yang memiliki sifat introvert berorientasi secara subjektif sehingga kurang mampu berinteraksi di lingkungan sosial. Karakteristik
individu
dapat
mempengaruhi
kemampuan
dalam
menghadapi masalah. Individu yang merespon suatu kesulitan dengan cara menganggap bersifat abadi, memiliki dampak yang luas, bersifat internal, dan di luar jangkauan kendali maka individu akan kesulitan dalam menghadapi kesulitan yang dialami. Sedangkan individu yang memandang suatu masalah
secara
eksternal, tidak bersifat abadi, dan memiliki dampak yang terbatas maka mampu melewati kesulitan dengan baik. Individu yang memiliki tipe kepribadian ekstravert mempunyai kemampuan menyelesaikan masalah dengan tanggap,
6
memiliki daya respon yang tinggi, aktif, optimis, dan memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang baik. Adapun individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi memiliki ciri-ciri, daya tahan yang kuat, kontrol diri yang tinggi, origin dan ownership yang tinggi, dan reach yang tinggi. Oleh karena itu penelitian ini mengetahui hubungan antara
tipe kepribadian ekstravert dengan Adversity
Qoutient pada ibu bekerja. B. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Adversity Quotient Adversity Quotient
adalah kemampuan individu dalam menghadapi
kesulitan, apakah mampu bertahan atau gagal. Adversity Quotient merupakan suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan kesuksesan. Selain itu Adversity Quotient adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon individu terhadap kesulitan, dan yang terakhir Adversity Quotient sebagai komponen untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan (Stoltz, 2000) Adversity Quotient dibangun oleh tiga teori yakni, psikologi kognitif, neurofisiologi, dan psikoneuroimunologi. Psikologi kognitif didukung oleh teori Seligman tentang optimisme. Menurut Seligman (Lestari dan Keotjoro, 2002) optimisme tidak hanya merupakan pernyataan atau ungkapan untuk memberikan motivasi pada diri sendiri, namun cara individu berpikir tentang penyebab suatu peristiwa. Setiap individu memiliki kebiasaan yang berbeda dalam merespon terhadap suatu peristiwa yakni individu yang optimis dan individu yang pesimis. Dalam Stoltz (2000) menjelaskan bahwa individu yang optimis merespon kesulitan dengan berpandangan sebagai suatu hal yang berlangsung lama,
7
jangkauan yang luas, secara internal dan di luar kendali dapat lebih unggul daripada individu pesimis yang berpandangan bahwa kesulitan sebagai suatu hal yang pasti cepat selesai, terbatas, eksternal, dan berada dalam kendali individu. Aspek-aspek Adversity Quotient yang dijelaskan dalam Stoltz (2000) yakni sebagai berikut: a. Control Merupakan
kendali
individu
ketika
menghadapi
kesulitan.
Menunjukkan kapasitas kendali individu terhadap kejadian yang menimbulkan kesulitan. Individu yang memiliki kendali tinggi, muncul suatu pemahaman bahwa ketika individu berada dalam kesulitan akan mampu menghadapinya. b. Origin dan ownership Origin berkaitan dengan rasa bersalah. Fungsi rasa bersalah yakni untuk proses pembelajaran dan menumbuhkan motivasi untuk kembali bangkit. Kesalahan yang telah dilakukan menjadi motivator untuk bertindak lebih cerdik dalam menghadapi masalah. Sedangkan ownership belajar dari kesalahan yang dialami dan mengakui bahwa terdapat kesalahan.
Individu mengakui akibat-akibat
dari perbuatan atau bertanggungjawab terhadap hal yang telah terjadi sehingga individu akan bertindak untuk memperbaiki kesalahan. c. Reach Merupakan pandangan individu terhadap pengaruh dari kesulitan yang dialami. Kesulitan yang telah dialami dapat mempengaruhi aspek
8
kehidupan yang lain atau tidak berpengaruh. Individu akan bertahan ketika menghadapi masalah karena memiliki pandangan optimis yakni masalah bersifat sementara, dan akibat yang terjadi dapat diatasi. d. Endurance Endurance menggambarkan kemampuan daya tahan individu ketika menghadapi kesulitan. Sejauhmana masalah yang dihadapi akan mempengaruhi kehidupan individu. Ketika mneghadapi masalah tidak mengakibatkan masalah meluas sehingga tidak mempengaruhi seluruh aktivitas individu. Individu akan merespon masalah sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Stoltz (2000) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient adalah sebagai berikut: kinerja, bakat dan kemauan, kecerdasan, kesehatan fisik dan mental, karakter, genetika, pendidikan, dan keyakinan. 2. Pengertian Tipe Kepribadian Dalam struktur kepribadian yang dikemukakan oleh Jung terdapat struktur kesadaran yang terdiri dari dua komponen pokok, yakni fungsi jiwa dan sikap jiwa. Fungsi jiwa merupakan aktivitas kejiwaan yang tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda. Sedangkan sikap jiwa merupakan arah dari energi psikis individu yang digambarkan dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Berdasarkan sikap jiwa maka sikap manusia dibagi menjadi dua bagian yakni, individu dengan sikap ekstravert dan individu dengan sikap intravert (Suryabrata, 2002)
9
Menurut Jung (Feist & Feist, 1998) individu yang memiliki tipe kepribadian ekstravert berorientasi ke dunia objektif sehingga menjauhi dunia subjektif. Selain itu tipe kepribadian ekstravert lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan eksternal daripada lingkungan internal. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tipe kepribadian ekstravert merupakan individu yang berorientasi ke dunia luar, bersikap terbuka, aktif, impulsive, optimis, mampu berpikir cepat dan memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang baik. 3. Pengertian Tipe Kepribadian Ekstravert dan Introvert Pengertian kepribadian sangat beragam sesuai dengan banyaknya tokoh psikologi
kepribadian.
Menurut
Allport
(Suryabrata,
2002)
kepribadian
merupakan suatu organisasi dinamis dimana individu akan selalu berkembang sebagai suatu sistem psikofisis yang dapat menentukan cara adaptasi individu di lingkungan Dalam struktur kepribadian yang dikemukakan oleh Jung terdapat struktur kesadaran yang terdiri dari dua komponen pokok, yakni fungsi jiwa dan sikap jiwa. Fungsi jiwa merupakan aktivitas kejiwaan yang tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda. Sedangkan sikap jiwa merupakan arah dari energi psikis individu yang digambarkan dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Berdasarkan sikap jiwa maka sikap manusia dibagi menjadi dua bagian yakni, individu dengan sikap ekstravert dan individu dengan sikap intravert (Suryabrata, 2002)
10
a. Tipe Kepribadian Ekstravert Menurut Jung (Feist & Feist, 1998) individu yang memiliki tipe kepribadian ekstravert
berorientasi ke dunia objektif
sehingga menjauhi
dunia subjektif. Selain itu tipe kepribadian ekstravert lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan eksternal daripada lingkungan internal. Adapun penjelasan Jung (Schultz, 2002) individu yang mempunyai kepribadian ekstravert berorientasi pada dunia luar, ditandai dengan sikap individu yang terbuka dan memiliki kemampuan bersosialisasi dengan baik dalam interaksi sosial. b. Tipe Keprbadian Introvert Individu
introvert
berorientasi
pada
kehidupan
subjektif
dan
kecenderungan menjadi introspektif, suka menyendiri dan malu. ( Scultz, 1997) Selain itu individu yang memiliki kecenderungan introvert memiliki karakteristik antara lain, tidak banyak bicara, malu-malu, mawas diri, lebih menyukai membaca dibandingkan bergaul dengan orang lian. Individu introvert cenderung menjada jarak kecuali denagn teman dekat, memiliki rencana sebelum melakukan aktivitas serta tidak percaya adanya faktor kebetulan. Selain itu individu yang introvert tidak menyukai keramaian memikirkan masalah dengan serius, memiliki keteraturan dalam menjalani kehidupan, serta mmapu mengontrol perasaan. ( Abidin & Suyasa, 2003) Jadi individu introvert adalah individu yang berorientasi pada dunia subjektif, cenderung kurang mampu dalam bergaul, namun mampu
11
mengontrol perasaan dan memiliki perencanaan dalam melakukan suatu aktivitas. Ciri-ciri tipe kepribadian ekstravert menurut Eysenck (Feist & Feist, 1998) terdiri dari: a. Sociable Individu memiliki banyak teman, merasa nyaman berada di lingkungan sosial, mudah berinteraksi dan selalu gembira dalam berbagai situasi. b. Lively Individu memiliki semangat yang tinggi dan lincah. c. Active Individu cenderung aktif dan energik dalam beraktivitas. Sehingga menikmati jenis pekerjaan maupun aktivitas yang disukai atau dipilihnya. d. Assertive Individu mampu mengekspresikan emosinya, seperti marah, gembira , dan sedih. e. Sensation Seeking Individu memiliki dorongan stimulus yang menantang serta melakukan aktivitas yang baru dan luar biasa meskipun mengandung resiko. f. Carefree Individu riang, cenderung kurang hati-hati, dan setiap masalah yang dihadapi tidak dijadikan beban. g. Dominant Individu mampu memimpin dan yakin terhadap diri sendiri.
12
h. Surgent Menuruti dorongan hati tanpa hambatan, bersemangat, cenderung tergesagesa dalam mengambil keputusan, mudah berubah, sangat hati-hati dan penuh pertimbangan. i. Venturesome Individu menyukai petualangan, mencari pengalaman baru dan berani mengambil resiko. Jadi ciri-ciri tipe kepribadian ekstravert antara lain sociable, lively, active, assertive, sensation seeking, carefree, dominant, surgent, venturesome.
13
METODE PENELITIAN Subjek penelitian pada penelitain ini yakni ibu yang bekerja di instansi Kabupaten Ciamis, yaitu Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi, Dinas Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kesehatan Pangandaran, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Pendidikan Kecamatan Pangandaran. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan 2 skala, yakni Skala Tipe kepribadian Ekstravert dan Skala Adversity Quotient. Skala Tipe Kepribadian Ekstravert terdiri dari 30 aitem merupakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh penulis dengan menggunakan ciri-ciri tipe kepribadian ekstravert dari Eysenck (Feist & Feist, 1998). Sedangkan Skala Adversity Quotient merupakan modifikasi dari Adversity Respone Profile (ARP) dari Stoltz (2000) berjumlah 32 aitem. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini yakni Korelasi Product Moment dari Pearson dan uji validitas serta uji reliabilitas dengan SPSS for windows 11.00. Korelasi Product Moment dari Pearson. Selain itu menggunakan Analisis Regresi dengan SPSS for windows 11.
14
HASIL PENELITIAN 1. Tabel Deskripsi Statistik Data Penelitian Deskripsi Statistik Data Penelitian Variabel Hipotetik X min X max AQ 32 128 Tipe Kepribadian 30 120 Ekstravert
Mean 80
X min 56
75
55
Empirik X max Mean 123 99,29 103
88,03
2. Kriteria Kategorisasi Adversity Quotient Kriteria Kategorisasi Adversity Quotient Kategorisasi Norma Jumlah Subjek Tinggi X = 96 66 Sedang 64 = X < 96 41 Rendah X < 64 1
% 61,11% 37,96% 0,93%
3. Kriteria Kategorisasi Tipe Kepribadian Ekstravert Kriteria Kategorisasi Tipe Kepribadian Ekstravert Kategorisasi Norma Jumlah Subjek Tinggi X = 90 51 Sedang 60 = X < 90 56 Rendah X < 60 1
% 47,22% 51,85% 0,93%
Uji asumsi meliputi uji normal dan uji linier sebagai syarat untuk menentukan uji hipotesis. Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11.00 for windows. Uji asumsi meliputi uji normal dan uji linier sebagai syarat untuk menentukan uji hipotesis. Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11.00 for windows. a. Uji normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah setiap variabel terdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan pada variabel
SD 10,36 7,82
15
Adversity Quotient dan tipe kepribadian ekstravert dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS 11.00 for windows. Dari hasil analisis diperoleh sebaran skor variabel Adversity Quotient adalah normal ( KS-Z =1,058 ; p = 0,213 atau p> 0,05) Dan untuk variabel Tipe Kepribadian Ekstravert adalah normal ( KS-Z = 0,804; p = 0,538 atau p>0,05) b. Uji linieritas. Uji linieritas untuk mengetahui linearitas hubungan antara variabel Adversity Quotient dan tipe kepribadian ekstravert dengan teknik means linearity pada SPSS 11.00 for windows. Dari hasil analisis diperoleh hasil yang linear ( F linearity = 116,579; p= 0,000 atau p<0,05), dan F Deviation from linearity = 0,802; p=0,733 atau p>0,05) Pada hasil uji asumsi terpenuhi yaitu pada uji liniearitas skor kedua variabel linier dan uji normalitas skor kedua variabel mempunyai hubungan yang normal. Maka uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik Product Moment dari Pearson. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien antara variabel Adversity Quotient dan tipe kepribadian ekstravert adalah 0,732; p= 0,000 (p< 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara tipe kepribadian ekstravert dan Adversity Quotient, sehingga hipotesis diterima. Koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.536 artinya bahwa sumbangan efektif variabel tipe kepribadian ekstravert terhadap Adversity Quotient adalah
16
sebesar 53,6 %. Hasil dari analisis regresi diketahui bahwa terdapat 4 aspek pada variabel Tipe Kepribadian Ekstravert yang mempengaruhi variabel Adversity Quotient yakni aspek sociable, dominant, carefree, dan sensation seeking. Aspek sociable memiliki R Square Change sebesar 0, 403, berarti aspek sociable mempengaruhi variabel Adversity Quotient sebesar 40,3%. Aspek dominant memiliki R Square Change sebesar 0,101, hal ini menunjukkan bahwa aspek dominant mempengaruhi variable Adversity Quotient sebesar 10,1 %. Aspek carefree memiliki R Square Change sebesar 0,024, hal ini berarti aspek carefree memberikan sumbagan terhadap variabel Adversity Quotient sebesar 2,4 %. Aspek sensation seeeking memiliki R Square Change sebesar 0,018, berarti aspek sensation seeking memberikan sumbangan terhadap variabel Adversity Quotient sebesar 1, 8 %.
17
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel tipe kepribadian ekstravert dengan variabel Adversity Quotient pada ibu bekerja. Adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel ditunjukkan oleh koefisien karelasi ( r ) sebesar 0,732; p= 0,000 ( p< 0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ibu bekerja yang memiliki tingkat ekstroversi tinggi memiliki Adversity Quotient tinggi. Sebaliknya ibu bekerja yang memiliki tingkat ekstroversi rendah memiliki Adversity Quotient rendah. Subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat ekstravert yang sedang. Hal ini ditunjukkan dari hasil rerata empirik subjek yakni 88,03 (60 ? X< 96). Sedangkan pada Adversity Quotient memiliki tingkat yang tinggi. Ditunjukkan dari hasil rerata empirik subjek yakni 99,29 (X = 96). Kontribusi variabel tipe kepribadian ekstravert terhadap Adversity Quotient pada penelitian ini yakni, 0,536. Hal ini menunjukkan bahwa tipe kepribadian ekstravert memberi sumbangan efektif sebesar 53,6 % terhadap Adversity Quotient pada ibu bekerja. Sisanya sebesar 46,6 % adalah faktor lain yang memungkinkan dapat mempengaruhi Adversity Quotient pada ibu bekerja, namun faktor ini tidak diperhatikan pada penelitian ini. Pada penelitian ini memiliki sumbangan efektif yang tinggi, kemungkinan dapat disebabkan karena pada kedua variabel penelitian ini memiliki aspek yang mirip. Sehingga ada kemungkinan adanya overlaping pada variabel penelitian. Selain itu dari hasil analisis regresi diketahui bahwa aspek sociable memberikan sumbangan sebasar 40,3 % terhadap variabel Adversity Quotient. Hal
18
ini menunjukkan bahwa individu yang sociable mampu bertahan terhadap kesulitan. Ibu bekerja yang sociable memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang baik, memiliki banyak teman, dan mudah bergaul. Oleh karena itu ketika ibu bekerja menghadapi kesulitan mampu menyelesaikan dengan cepat, karena memiliki pengalaman sosial yang baik. Aspek dominant memberikan sumbangan terhadap variabel Adversity Quotient sebesar 10,1 %. Ibu bekerja yang dominant yakin terhadap diri sendiri sehingga ketika mendapat kesulitan akan mampu mengatasi. Aspek carefree memberikan sumbangan terhadap variabel Adversity Quotient sebesar 2,4 %. Ibu bekerja yang ekstravert memiliki Adversity Quotient tinggi dikarenakan individu ekstravert memiliki karakteristik periang dan tidak terlalu memusingkan masalah, optimis, dan ceria ( Aiken dalam Abidin & Suyasa, 2004). Individu ekstravert memiliki pandangan bahwa masalah yang dihadapi bersifat sementara. Hal ini relevan dengan salah satu aspek pada variabel Adversity Quotient, jadi individu yang memiliki reach tinggi memiliki jangkauan masalah yang dihadapi ada batasannya. Aspek sensation seeking memberikan sumbangan terhadap variabel Adversity Quotient sebesar 1, 8 %. Hal ini menunjukkan bahwa ibu bekerja berani mengambil resiko dan berani menghadapi perubahan. Oleh karena itu ketika menghadapi kesulitan akan cepat mencari solusi. Dari penjelasan sumbangan efektif setiap aspek tipe kepribadian ekstravert diketahui bahwa aspek sociable memiliki sumbangan paling tinggi terhadap variabel Adversity Quotient.
19
Jadi dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa karakteristik pada individu ekstravert dapat meningkatkan Adversity Quotient. Sehingga ibu bekerja yang ekstravert memiliki Adversity Quotient yang tinggi.
20
PENUTUP
A. Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tipe kepribadian ekstravert dengan Adversity Quotient pada ibu bekerja, sehingga hipotetsis yang diajukan diterima. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien karelasi ( r ) sebesar
0,732; p= 0,000 ( p< 0,01). Hal ini berarti ibu
bekerja yang ekstravert memiliki Adversity Quotient tinggi. Hal ini menunjukkan ibu bekerja yang ekstravert mampu bertahan dalam kesulitan. Subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat ekstravert yang sedang. Hal ini ditunjukkan dari hasil rerata empirik subjek yakni 88,03 (60 ? X< 96). Sedangkan pada Adversity Quotient memiliki tingkat yang tinggi. Ditunjukkan dari hasil rerata empirik subjek yakni 99,29 (X = 96). Kontribusi variabel tipe kepribadian ekstravert terhadap Adversity Quotient pada penelitian ini yakni, 0,536. Hal ini menunjukkan bahwa tipe kepribadian ekstravert memberi sumbangan efektif sebesar 53,6 % terhadap Adversity Quotient pada ibu berperan ganda. Sisanya sebesar 46,6 % adalah faktor lain yang memungkinkan dapat mempengaruhi Adversity Quotient pada ibu berperan ganda, namun faktor ini tidak diperhatikan pada penelitian ini. Hasil dari analisis regresi diketahui bahwa terdapat 4 aspek pada variabel Tipe Kepribadian Ekstravert yang mempengaruhi variabel Adversity Quotient yakni aspek sociable, dominant, carefree, dan sensation seeking. Aspek sociable memiliki R Square Change sebesar 0, 403, berarti aspek sociable mempengaruhi variabel Adversity Quotient sebesar 40,3%. Aspek dominant memiliki R Square
21
Change
sebesar
0,101,
hal
ini
menunjukkan
bahwa
aspek
dominant
mempengaruhi variable Adversity Quotient sebesar 10,1 %. Aspek carefree memiliki
R Square Change sebesar 0,024, hal ini berarti aspek carefree
memberikan sumbagan terhadap variabel Adversity Quotient sebesar 2,4 %. Aspek sensation seeeking memiliki R Square Change sebesar 0,018, berarti aspek sensation seeking memberikan sumbangan terhadap variabel Adversity Quotient sebesar 1, 8 %. B. Saran 1. Saran bagi Subjek Penelitian Berdasarkan hasil penelitian bahwa ibu bekerja yang ekstravert memiliki Adversity Quotient yang tinggi. Maka subjek penelitian diharapkan mampu mempertahankan
sikap ekstravert, sehingga menjadi lebih dominan
daripada sikap introvert dalam kehidupan sehari-hari. Cara yang dapat digunakan misalnya meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial, bersikap asertif, dan berani menghadapi tantangan Diharapkan jika sikap ekstravert lebih dominan ibu bekerja akan mampu bertahan menghadapi kesulitan meskipun harus mengemban peran ganda yakni sebagai ibu rumah tangga dan wanita bekerja. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang Adversity Quotient disarankan untuk lebih menggali faktor-faktor lain yang terdapat dalam Adversity Quotient yang relevan denga kebutuhan. Selain itu dapat dilakukan pelatihan Adversity Quotient, namun hal ini disesuaikan dengan kebutuhan subjek.
22
3. Saran bagi kantor tempat penelitian Dari hasil penelitian dketahui bahwa ibu bkerja yang ekstravert memiliki Adversity Quotient yang tinggi. Oleh karena itu hal ini dapat dijadikan salah satu rekomendasi untuk mengadakan pelatihan aspek-aspek yang dapat mendukung tipe kepribadian ekstravert terhadap para pegawai, misal memberikan pelatihan kemampuan berinteraksi sosial, dan asertivitas.
23
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, L. & Suyasa, P. T. Y. S. 2003. Perbedaan Penguasaan Tugas Perkembangan Antara Remaja yang Memiliki Tipe Kepribadian Ekatravert dan Remaja yang Memiliki Tipe Kepribadian Introvert. Phronosis. Vol.5. No.10. AN, U. 2003. Antara Rumah dan Kantor. http: // www.e-psikologi.com. 25/09/04 Cara Cerdas Menitipkan Si Kecil. http: // www.indomedia.com 27/09/04 Fauziah, S., Prihaton, S. & Sukamto, M. E. 1999. Hubungan Antara Kemampuan Manajemen Waktu dan Dukungan Sosial Suami dengan Tingkat Stres pada Ibu Berperan Ganda. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol. 15, nomor 1, 33-51. Feist, J. & Feist, G. J. 1998. Theories of Personality Fourth Edition. Mc Graw Hill. Keseimbangan Keluarga _Kerja, Mungkinkah? http : // www.dunia.web.id. 27/09/04 Kumolohadi, R. 2001. Tingkat Stress Dosen Perempuan UII Ditinjau dari Dukungan Suami. Psikologika. Nomer 12. Tahun VI. Serba Waspada_Dunia Wanita. http : // www.waspada.co.id. 25/09/04. Schultz, D. 2002. Psikologi Pertumbuhan. Model-model Kepribadan Sehat. Penerjemah Yustinus. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Stoltz, P.G. Adversity Quotient : Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Penerjemah Hermaya, T. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Suryabrata, S. 2002. Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Suryadi, D., Satiadarma, M.,P. & Wirawan, H.,E. 2004. Gambaran Konflik Emosional Perempuan Dalam Menentukan Prioritas Peran Ganda. Jurnal Ilmiah Psikologi “ARKHE”. Th.9/No.1.2004.
24