PENGARUH PELATIHAN RESILIENSI TERHADAP PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA
Vita Ristinawati Irwan Nuryana K
INTISARI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh pelatihan resiliensi terhadap perilaku asertif pada remaja. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pelatihan resiliensi terhadap perilaku asertif pada remaja. Remaja yang ikut pelatihan resiliensi tingkat perilaku asertifnya meningkat, dibanding remaja yang tidak mengikuti pelatihan resiliensi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan memberikan perlakuan berupa pelatihan resiliensi. Subjek penelitian adalah siswa SLTP Negeri 2 Ngaglik Sleman Yogyakarta yang berusia 12 sampai 15 tahun. Adapun skala yang digunakan mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Rimm dan Masters (dalam Rakos, 1991) dan Alberti dan Emmons (2002) Metode analisis data yang dilakukan dengan Oneway Anova pada komputer program SPSS versi 11.5. Hasil analisa menunjukkan t = 17.38, p = 0.000 (p<0.05) yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dan posttest. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata kunci : Pelatihan Resiliensi, Perilaku Asertif pada Remaja
PENGANTAR Kemampuan berkomunikasi dan penyesuaian diri yang baik sangat diperlukan oleh para remaja, hal ini sesuai dengan salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit yaitu berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus mampu bersikap terbuka dan tegas dalam menyatakan pendapat atau pikirannya terhadap
1
2
orang lain tanpa kehilangan rasa percaya diri. Fensterheim dan Baer (1995) mengatakan bahwa individu dapat menjadi orang normal apabila individu tersebut membiasakan diri dengan situasi yang penuh ketegasan atau asertif. Pada kenyataannya perilaku remaja belum sesuai dengan harapan yang ada. Tidak sedikit remaja dalam menghadapi permasalahan cepat menyerah dan mengambil jalan pintas. Contoh kasusnya adalah ketika seorang remaja berada di sebuah restoran, remaja tersebut memesan dada ayam panggang dan ternyata makanan yang dipesan tidak sesuai dengan apa yang ia minta, karena ia merasa bingung harus berbuat apa dan tidak ingin menimbulkan keributan maka ia memutuskan untuk diam dan menikmati hidangan tersebut dengan perasaan sangat tidak puas. Alberti Emmons, 2002:55 (Setiono, 2005). Kejadian yang dialami A tersebut tampaknya sering juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Manusia selalu dihadapkan pada berbagai kejadian, peristiwa, ataupun permasalahan yang akan memunculkan reaksi-reaksi fisik maupun psikologis atau gabungan antara keduanya. Setiap orang akan memberikan reaksi berbeda dalam menghadapi suatu kejadian atau peristiwa. Ada yang menerima dengan pasif, namun ada pula yang aktif berjuang menghadapinya. Sehubungan dengan peristiwa atau kejadian yang dialaminya, setiap orang tidak terlepas dari hubungan antar pribadi dengan orang lain, baik dengan orang-orang yang berada dalam lingkungan keluarganya, tetangga, maupun dengan teman, dan masyarakat. Apabila pada saat berinteraksi dengan orang lain, seseorang merasa bahwa cara pandangnya tidak dipahami orang lain, mendapat reaksi yang kurang menyenangkan, merasa hak-
3
haknya tidak terpenuhi. Hal-hal tersebut akan menimbulkan tekanan pada seseorang. Kemampuan berkomunikasi dengan baik dan efektif serta penyesuaian diri yang memadai sangat diperlukan dalam membina hubungan dengan orang lain secara efektif dan efisien (Setiono, 2005). Bloom dkk (Ardiah, 2003) mengatakan bahwa perilaku seseorang yang tidak asertif merupakan perilaku yang tidak mampu menyatakan perasaan-perasaan, kebutuhan-kebutuhan dan gagasan-gagasan yang tepat, mengabaikan hak-haknya dan membiarkan orang lain melanggar haknya tersebut. Perilaku yang tidak asertif ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan tidak langsung, terhambat dan menolak diri sendiri. Individu yang tidak asertif membiarkan orang lain menentukan apa yang harus dilakukannya dan sering berakhir dengan perasaan cemas, kecewa, bahkan kemudian berakhir dengan kemarahan dan perasaan tersinggung. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat resiliensi seseorang, karena tingkat resiliensi seseorang dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya adalah kemampuan memonitor dan mengatur emosinya, mempunyai kemampuan untuk memfokuskan masalah dan menyelesaikan masalahnya, mempunyai efikasi diri tinggi, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam bertindak, mampu berhubungan sosial dengan baik dan berani mengambil resiko (Reivich dan Shatte, 2002). Pelatihan resiliensi merupakan suatu alternatif yang dapat meningkatkan perilaku asertif pada remaja. Adanya pelatihan resiliensi terhadap remaja seperti pelatihan ini akan membuat remaja lebih asertif, karena materi-materi yang
4
digunakan pada pelatihan resiliensi diambil dari faktor-faktor resiliensi yang dapat mempengaruhi perilaku asertif pada diri seseorang.
TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1.
Pengertian Perilaku Asertif Menurut Fensterheim dan Baer (Ardiah, 2003) kata asertif berasal dari Bahasa
Inggris to assert, yang diartikan sebagai suatu ungkapan sikap positif, dimana sikap positif tersebut dinyatakan dengan tegas atau terus terang. Perilaku asertif menurut Lloyd (1991), dikatakan sebagai gaya yang wajar, langsung, jujur, penuh respon dalam interaksi individu lain, dapat diekspresikan baik secara verbal maupun dengan menampilkan bahasa tubuh yang serasi. Rimm dan Masters (Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah suatu perilaku dalam hubungan interpersonal yang bersifat jujur serta mengekspresikan pikiran dan perasaan secara langsung dengan tetap memperhitungkan kondisi sosial yang ada. 2.
Aspek-aspek Perilaku Asertif Rimm dan Masters (dalam Rakos, 1991) perilaku asertif adalah suatu perilaku
dalam hubungan interpersonal yang bersifat jujur serta mengekspresikan pikiran dan perasaan secara langsung dengan tetap memperhitungkan kondisi sosial yang ada. Alberti dan Emmons (2002) juga menyebutkan beberapa komponenkomponen dari perilaku asertif. Komponen-komponen tersebut adalah:
5
a. Kontak Mata (Eye Contact) b. Sikap Tubuh (Body Posture) c. Jarak atau Kontak Fisik (Distance atau Physical Contact) d. Isyarat (Gesture) e. Ekspresi Wajah (Facial Expression) f. Nada, Modulasi, Volume Suara g. Penetapan Waktu (Timing) g. Mendengarkan (Listening) h. Isi (Content) Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa aspek-aspek asertivitas adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi Individu yang asertif mempunyai komunikasi yang jujur, langsung mengutarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan. Individu tersebut juga mempunyai kemampuan untuk mendengarkan sehingga mampu menahan diri untuk tidak mengekspresikan diri sesaat. 2. Isyarat fisik Individu yang asertif mempunyai isyarat fisik yang menunjukkan sikap positif terhadap orang lain. Isyarat fisik ini dapat dilihat dari kontak mata saat berbicara, sikap tubuh saat berhadapan dengan orang lain, jarak saat berinteraksi, ekspresi wajah yang ditunjukkan serta gesture yang menyatakan keterbukaan, rasa percaya diri dan spontanitas.
6
3. Ketepatan respon Individu yang asertif mempunyai ketepatan dalam memberikan respon, yang artinya individu tersebut dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan pada saat yang tepat, memilih kalimat dan menggunakan intonasi suara yang tepat. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif dalam Khusna (2002) antara lain: a. Latar belakang budaya b. Jenis kelamin c. Pengalaman masa kanak-kanak d. Jenis pekerjaan e. Sosial ekonomi dan intelegensi f. Tingkat pendidikan g. Usia h. Kepribadian B. Pelatihan Resiliensi 1. Pengertian Pelatihan Resiliensi Training atau pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam pekerjaan yang diserahkan kepada mereka (Hardjana, 2001). Grotberg (1999) mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas manusia untuk menghadapi dan mengatasi tekanan hidup. Reivich dan Shatte (2002) menyatakan resiliensi adalah kapasitas untuk merespon sesuatu dengan cara yang sehat dan
7
produktif ketika berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma, terutama untuk mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi adalah hal yang penting ketika membuat keputusan yang berat dan sulit di saat-saat terdesak. Selanjutnya dijelaskan bahwa resiliensi merupakan mind-set yang mampu meningkatkan seseorang untuk mencari pengalaman baru dan memandang kehidupan sebagai proses yang meningkat. Resiliensi dapat menciptakan dan memelihara sikap positif untuk mengeksplorasi, sehingga seseorang menjadi percaya diri berhubungan dengan orang lain, serta lebih berani mengambil resiko atas tindakannya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pelatihan resiliensi adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk menghadapi berbagai permasalahan hidup, sehingga mampu mengendalikan kehidupannya dengan lebih baik. Permasalahan hidup dalam penelitian ini difokuskan pada masalah yang dialami remaja. 2. Aspek-aspek resiliensi Reivich & Shatte (2002) mengungkapkan bahwa ada tujuh kemampuan yang dapat dijadikan untuk membentuk tingkat resiliensi individu, yaitu: 1. Emotion regulation (pengendalian emosi) 2. Impuls control (pengendalian dorongan) 3. Optimis 4. Causal analysis (analisis penyebab masalah) 5. Empathy (empati)
8
6. Self-efficacy (efikasi diri) 7. Reaching out (kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan) C.
Pengaruh Pelatihan Resiliensi terhadap Perilaku Asertif pada Remaja
Perilaku asertif merupakan perilaku yang sangat diperlukan bagi siapapun, terlebih bagi remaja yang sedang berada pada masa pencarian identitas diri. Pencarian identitas pada remaja tersebut akan menimbulkan berbagai macam permasalahan. Hurlock (1998) menyatakan bahwa pada masa transisi anak-anak mengalami banyak permasalahan yang akan menimbulkan kesulitan dalam melakukan hubungan sosial baik dengan teman sebaya maupun dengan orang tua. Alberti dan Emmons (2002) menyatakan bahwa perilaku asertif dapat mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, memungkinkan individu untuk bertindak menurut kepentingannya sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman serta untuk menerapkan hak-hak pribadi individu tanpa menyangkali hak-hak orang lain. Bloom dkk (Ardiah, 2003) mengatakan bahwa perilaku seseorang yang tidak asertif merupakan perilaku yang tidak mampu menyatakan perasaan-perasaan, kebutuhan-kebutuhan dan gagasan-gagasan yang tepat, mengabaikan hak-haknya dan membiarkan orang lain melanggar haknya tersebut. Perilaku yang tidak asertif ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan tidak langsung, terhambat dan menolak diri sendiri. Individu yang tidak asertif membiarkan orang lain menentukan apa yang
9
harus dilakukannya dan sering berakhir dengan perasaan cemas, kecewa, bahkan kemudian berakhir dengan kemarahan dan perasaan tersinggung. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat resiliensi seseorang, karena tingkat resiliensi seseorang dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya adalah kemampuan memonitor dan mengatur emosinya, mempunyai kemampuan untuk memfokuskan masalah dan menyelesaikan masalahnya, mempunyai efikasi diri tinggi, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam bertindak, mampu berhubungan sosial dengan baik dan berani mengambil resiko (Reivich dan Shatte, 2002). Memandang perlunya peningkatan perilaku asertif pada remaja, penulis merasa perlu melakukan berbagai tindakan dalam rangka meningkatkan perilaku asertif pada remaja. Pelatihan resiliensi merupakan suatu alternatif yang dapat meningkatkan perilaku asertif pada remaja. Adanya pelatihan resiliensi terhadap remaja seperti pelatihan ini akan membuat remaja lebih asertif, karena materi-materi yang digunakan pada pelatihan resiliensi diambil dari faktor-faktor resiliensi yang dapat mempengaruhi perilaku asertif pada diri seseorang. Pelatihan resiliensi yaitu kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk menghadapi berbagai permasalahan hidup, sehingga mampu mengendalikan kehidupannya dengan lebih baik. Permasalahan hidup dalam penelitian ini difokuskan pada masalah yang dialami remaja.
10
D.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas yang menunjukkan bahwa resiliensi dapat digunakan sebagai prediktor peningkatan perilaku asertif pada remaja, maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa ada pengaruh pelatihan resiliensi terhadap peningkatan perilaku asertif pada remaja. Remaja yang ikut pelatihan resiliensi tingkat perilaku asertifnya meningkat, sehingga tingkat perilaku asertifnya lebih tinggi dibandingkan remaja yang tidak mengikuti pelatihan resiliensi. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel - variabel Penelitian 1 Variabel Bebas
: Pelatihan Resiliensi
2. Variabel Tergantung
: Perilaku Asertif
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1.
Perilaku Asertif Perilaku asertif adalah perilaku dimana individu mampu mengekspresikan
pikiran, perasaan dan keinginan secara tepat, jujur, terbuka, bertanggung jawab, langsung mengarah ke tujuan, penuh percaya diri dan teguh pada pendiriannya tanpa adanya perasaan cemas terhadap orang lain, tanpa mengesampingkan dan menyakiti orang lain dan tanpa melanggar hak-hak orang lain. Perilaku asertif ini diukur dengan skala perilaku asertif yang disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku asertif dari Alberti dan Emmons (2002) dan pendapat dari Rimm dan Masters (Rakos, 1991). Semakin tinggi skor perilaku asertif, semakin tinggi perilaku asertif.
11
2.
Pelatihan Resiliensi Pelatihan resiliensi adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan
kemampuan remaja untuk menghadapi berbagai permasalahan hidup, sehingga mampu mengendalikan kehidupannya dengan lebih baik. Kegiatan yang dilakukan mencakup kegiatan untuk meningkatkan kemampuan meraih harapan, efikasi diri, optimis, pengendalian emosi, pengendalian dorongan, analisis penyebab masalah, dan empati, materi yang diberikan sebanyak tujuh sesi selama dua hari. C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP Negeri 2 Ngaglik yang berusia antara 12 sampai 15 tahun sebanyak 24 orang. Setelah dilakukan pre test, subjek dibagi menjadi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara random sampling yaitu pengambilan dimana tiap – tiap individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel (Hadi, 1995). D.
Rancangan Eksperimen
Penelitian ini menggunakan suatu rancangan eksperimen yaitu pre test- post test control design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh treatment yang berupa pelatihan resiliensi terhadap peningkatan asertivitas pada remaja. Pengukuran tingkat asertivitas dilakukan sebelum treatment diberikan (pre test) dan setelah treatment diberikan (post test).
12
Tabel 1 Ke
(R)
O1
X
O2
Kk
(R)
O1
-
O2
Keterangan : Ke = Kelompok eksperimen Kk = Kelompok kontrol R = Prosedur randomisasi O = Pengukuran terhadap variabel dependen X = Pemberian perlakuan Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan selama dua hari, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah variabel perilaku asertif. E. 1.
Alat Penelitian
Skala Perilaku Asertif Skala perilaku asertif ini merupakan susunan sendiri dari peneliti. Sebelum
diujicobakan skala ini terdiri dari 61 aitem. Skala perilaku asertif ini disusun berdasarkan teori Alberti dan Emmons (2001) dan Rimm dan Masters (Rakos, 1991). Skala ini meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Komunikasi b. Isyarat Fisik
13
c. Ketepatan respon Ketiga aspek tersebut disusun menjadi aitem–aitem yang berupa pernyataan– pernyataan. Pemberian skor pada skala perilaku asertif menggunakan empat alternatif jawaban yaitu Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KK) dan Tidak Pernah (TP). Berdasarkan keempat alternatif jawaban tersebut, maka skor yang diberikan pada setiap aitem dapat dilihat dalam tabel 2. Tabel 2 Pemberian nilai dalam pernyataan favourable dan unfavourable Jawaban Nilai Favourable Nilai Unfavourable SL : Selalu 4 1 SR : Sering 3 2 KK : Kadang-kadang 2 3 TP : Tidak Pernah 1 4 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pelatihan resiliensi terhadap asertivitas pada remaja. Untuk memperoleh gambaran umum mengenai data penelitian secara singkat dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian yang berisikan fungsi – fungsi statistik dasar yang disajikan secara lengkap pada tabel berikut ini. Tabel 3 Deskripsi Data Penelitian Variabel
Skor yang diperoleh
Skor yang dimungkinkan (Hipotetik)
(Empirik) Perilaku Asertif
Min Max
Mean
SD
Min Max
Mean SD
48
70.96
11.04
25
62.5
95
100
7.8
14
Keterangan Min
: skor minimum
SD
: standar deviasi
Max
: skor maksimum
Mean : skor rata – rata
Tabel 11 menunjukkan deskripsi data penelitian dengan skor yang diperoleh untuk variabel perlaku asertif skor hipotetik minimum adalah 25 dengan skor hipotetik maksimum adalah 100 dan mean hipotetiknya adalah 62.5 dengan standar deviasinya 7.8. Skor empirik minimum adalah 48 dengan skor empirik maksimum adalah 95 dan mean empiriknya adalah 70.96 dengan standar deviasinya 11.04, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat perilaku asertif subjek dalam penelitian ini berada dalam kategori tinggi. Subjek penelitian saat pre test pada kelompok kontrol tergolong kategori sedang sebanyak 5 orang (41.7%), kategori rendah sebanyak 6 orang (50%) dan kategori sangat rendah sebanyak 1 orang (8.3%). Untuk kelompok eksperimen, subjek penelitian dalam kelompok ini tergolong kategori sedang sebanyak 6 orang (50%) dan kategori rendah sebanyak 6 orang (50%). Subjek penelitian saat post test pada kelompok kontrol tergolong kategori tinggi sebanyak 2 orang (16.7%), kategori sedang sebanyak 7 orang (58.3%) dan kategori rendah sebanyak 3 orang (25%). Untuk kelompok eksperimen tergolong kategori sangat tinggi sebanyak 4 orang (33.3%), kategori tinggi sebanyak 5 orang (41.7%) dan kategori rendah sebanyak 1 orang (8.3 %). 1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas
15
Untuk mengetahui apakah normal atau tidaknya distribusi data maka digunakan uji normalitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik One Sample Kolmogorov-Smirnov pada program SPSS 11.5 for windows. Hasil uji asumsi ini menunjukkan nilai K-SZ untuk skor asertivitas pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sebesar 0.501 dengan nilai p=0.963 (p>0.05). Artinya skor pretest variabel asertivitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah normal (analisis lengkap dapat dilihat pada lampiran). b. Uji Homogenitas Untuk mengetahui homogenitas atau tidaknya varian maka digunakan uji homogenitas. Uji homogenitas yang digunakan dengan bantuan program komputer SPSS 11.5 for windows. Hasil uji asumsi homogenitas pada skor pre test
variabel
asertivitas
kelompok
eksperimen
dan
kelompok
kontrol
memperlihatkan nilai Levene Statitic sebesar 0.356 dengan p= 0.557 (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa varians skor pretest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen (analisis lengkap dapat dilihat pada lampiran). 2. Uji Hipotesis Setelah uji asumsi seluruhnya terpenuhi, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji beda, dalam hal ini digunakan tekhnik One Way Anova pada program SPSS 11.5 for windows.
16
Hasil analisis untuk skor pre test kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol menunjukkan nilai (F) sebesar 0.034 dengan p= 0.856 (p>0.05). Artinya tidak ada perbedaan pada skor pre test kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hasil analisis untuk pasangan selanjutnya, yaitu antara skor post test kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hasil analisis menjukkan bahwa nilai (F) yang didapat adalah sebesar 17.38 dengan p= 0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa skor post test antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol
menunjukkan perbedaan. Hasil analisis berikutnya adalah selisih skor pre test dan post test kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hasilnya menunjukkan nilai (F) yang dihasilkan sebesar 11.481 dengan p=0.03 (p<0.05). Artinya bahwa ada perbedaan pada selisih skor pre test-post test antar kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pelatihan resiliensi cukup efektif untuk meningkatkan perilaku asertif khususnya pada remaja. Peningkatan perilaku asertif pada remaja ditandai dengan meningkatnya skor perilaku asertif pada skala perilaku asertif. Deskripsi data memperlihatkan adanya peningkatan kategori perilaku asertif pada remaja secara umum ditunjukkan pada hasil analisis skor pre test dan post test kelompok eksperimen. Subjek penelitian kelompok eksperimen berjumlah 12 orang dan berdasarkan hasil kategorisasi menunjukkan bahwa saat pre test, subjek
17
kelompok eksperimen tergolong kategori sedang berjumlah enam orang dan kategori rendah berjumlah enam orang. Seluruh subjek mengalami peningkatan tingkat perilaku asertif setelah diberi pelatihan resiliensi, dapat dilihat dari hasil kategorisasi setelah post test yaitu empat orang tergolong kategori sangat tinggi, lima orang tergolong kategori tinggi, dua orang tergolong kategori sedang dan satu orang tergolong kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelatihan resiliensi memberikan pengaruh terhadap peningkatan perilaku asertif pada remaja. Perilaku asertif adalah salah satu aspek kepribadian yang dapat ditingkatkan. Pelatihan resiliensi merupakan suatu alternatif yang dapat meningkatkan perilaku asertif pada remaja. Adanya pelatihan resiliensi terhadap remaja seperti pelatihan ini akan membuat remaja lebih asertif, karena materi-materi yang digunakan pada pelatihan resiliensi diambil dari faktor-faktor resiliensi yang dapat mempengaruhi perilaku asertif pada diri seseorang. Orang yang berperilaku asertif dapat disebutkan sebagai orang yang mempunyai kepercayaan diri, karena orang yang percaya diri selalu bersikap positif pada dirinya sendiri dan orang lain. Sikap ini akan menjadikan seseorang menjadi tegas, jujur dan terbuka, kritis, langsung dan nyaman, akan tetapi mampu menghormati orang lain (Townend, 1991). Pemberian materi meraih harapan pada pelatihan resiliensi membuat remaja dapat menentukan cita-cita atau harapannya dan remaja dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan diri masing-masing serta dapat menyesuaikan antara apa yang diinginkan dan menyesuaikan dengan kelebihan serta kekurangannya sehingga hal ini
18
akan dapat membantu mengembangkan perilaku asertif pada diri remaja khususnya aspek komunikasi. Materi efikasi diri dan materi optimis membuat remaja yakin dengan kemampuannya sendiri dan dapat mengambil hikmah dibalik peristiwa yang menimpa dirinya serta mampu bangkit dari sebuah kegagalan sehingga hal ini dapat membantu mengembangkan perilaku asertif pada remaja khususnya aspek isyarat fisik. Materi pengendalian emosi dan pengendalian dorongan membuat remaja mengetahui cara mengelola emosi dengan baik dan remaja dapat memprioritaskan hal-hal yang lebih penting dalam kehidupan, sehingga dapat membantu mengembangkan perilaku asertif pada remaja khususnya aspek ketepatan respon. Pemberian materi analisis penyebab masalah membantu memberikan pemahaman kepada remaja bahwa setiap masalah ada penyelesaiannya dan memberikan bimbingan kepada remaja bagaimana cara mengatasi suatu masalah dengan baik sehingga hal ini dapat membantu mengembangkan perilaku asertif pada remaja yang mancakup seluruh aspek perilaku asertif. Pemberian materi empati membantu memberikan pemahaman kepada remaja pentingnya sikap menghargai dan menghormati orang lain serta cara memahami apa yang dirasakan orang lain. Sehingga hal ini dapat membantu mengembangkan perilaku asertif pada remaja yang mencakup seluruh aspek perilaku asertif. Individu yang asertif ditandai oleh kemampuan mengenal dirinya sendiri dengan baik, mengetahui kelebihan, dan kekurangannya serta menerima semua itu seperti apa adanya sehingga pada gilirannya individu mampu merencanakan tujuan
19
hidupnya, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, mampu mengambil keputusan, Bloom dkk (dalam Ardiah, 2003) PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti yaitu pengaruh pelatihan resiliensi terhadap asertivitas pada remaja adalah diterima, dengan kesimpulan ada pengaruh positif yang sangat signifikan pada pelatihan resiliensi terhadap asertivitas pada remaja. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis ingin memberikan beberapa saran, yaitu : 1. Bagi subjek penelitian Subjek penelitian diharapkan tetap mempertahankan tingkat asertivitas pada level sangat tinggi dan tinggi, dengan cara semua yang diberikan dalam pelatihan hendaknya benar-benar dipraktekkan dan lebih dikembangkan lagi. 2. Bagi sekolah Bagi pihak sekolah diharapkan dapat mempertahankan tingkat asertivitas yang sangat tinggi dan tinggi pada siswa-siswa sekolahnya. Dalam perkembangan selanjutnya diharapkan lebih menitikberatkan pada aspek kepribadian siswasiswanya, dengan membuat program-program yang bisa meningkatkan perilaku asertif, dengan cara memberikan materi-materi yang terdapat dalam pelatihan resiliensi. Merupakan suatu perpaduan yang menarik jika siswa-
20
siswa tidak hanya mempunyai inteligensi yang baik namun juga mempunyai pribadi-pribadi yang kompeten. Peneliti berharap seluruh tenaga pengajar dapat memfasilitasi siswa-siswanya tidak sebatas materi pembelajaran, namun juga
hal-hal
yang
bersifat
membangun
kepribadian
subjek
yang
menghantarkan siswa-siswa yang cerdas dan memiliki kepribadian yang kompeten. 3. Bagi trainer Trainer seharusnya lebih memperhatikan alokasi waktu untuk setiap sesi sehingga tidak mengganggu sesi lain. 4. Bagi peneliti selanjutnya a. Jika melakukan penelitian hendaknya memilih waktu yang tepat dan sesuai untuk melakukan pelatihan. Mengatur waktu agar subjek penelitian tidak terlalu lelah dan bosan. Usahakan waktu pelatihan tidak dalam hari yang berturut-turut. b. Usahakan untuk menyiapkan materi dan menyediakan waktu secara khusus apabila dilakukan evaluasi atau wawancara sebagai data pendukung. Sehingga materi wawancara dapat tepat sasaran dan subjek menyadari itu bagian penting dari rangkaian pelatihan. c. Melibatkan observer yang sudah ahli dalam bidang observasi, sehingga hasil observasi dapat dipertanggungjawabkan. d. Mengganti variabel penelitian, sehingga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang psikologi.
21
DAFTAR PUSTAKA Alberti, R and Emmons, M. 2002. Your Perfect Right. Terjemahan. Jakarta: Gramedia. Ardiah, A. 2003. Hubungan antara Resiliensi Ego dengan Asertivitas untuk Menolak Rokok pada Remaja. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi. Universitas Islam Indonesia. Fensterhem, H. & Baer, J. 1995. Jangan Bilang Ya Bila Anda Akan Menyatakan Tidak (Terjemahan). Jakarta: Gunung Jati Grotberg, E. H. 1999. Tapping Tour Inner Strength. How to Find The Resilience to Deal With Anything. Oakland: New Harbinger Publications, Inc. Hadi, S. 1995. Metodologi Research. Jilid I (Cetakan XXVIII). Yogyakarta: Andi Offset. Hardjana, A.M. 2001. Training Sumber Daya Manusia yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius. Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan. Jakarta: Erlangga. Lloyd, S.R. 1991. Mengembangkan Perilaku Asertif yang Positif. Jakarta: Bina Aksara Rupa. Rakos, R.F. 1991. Assertive Behavior. Theory, Research and Training. London: Routledge. Reivich, K. & Shatte, A. 2002. The Resilince Factor. 7 Essential Skill for Overcoming Life’s Inevitable Obstacle. New York: Random House, Inc. Setiono, V. 2005. Pelatihan Aseritvitas dan Peningkatan Perilaku Asertif Pada SiswaSiswi SMP. Anima Journal of Indonesian Psychological Anima, Vol. 20. No. 2, 149-168. Townend, A. 1991. Developing Assertiveness. London: Routledge.
22