PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENGURANGI PERILAKU ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Dedy Setyatno NIM. 08104244041
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA AGUSTUS 2015
i
ii
iii
iv
MOTTO
Barang siapa bertaqwa kepada ALLAH SWT maka Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan dia memberikan rizki dan arah yang tidak disangka – sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada ALLAH SWT maka dia akan mencukupkan (keperluannya). QS. Ath-Thalaq (65): 2-3) Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim/14: 7) Yakin dan percaya terhadap hati nurani akan meningkatkan harga diri seseorang dan dapat membedakan perilaku positif dan perilaku negatif (perilaku asertif)
v
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada: Kedua orang tua tercinta atas segala ketulusan, kasih sayang dan pengorbanannya. Almamaterku UNY Agama, Nusa dan Bangsa
vi
PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENGURANGI PERILAKU ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA KELAS XI IPS 1 SMAN 1 SEDAYU Oleh Dedy Setyatno NIM 08104244041 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi adiksi online game dengan menggunakan pelatihan asertif. Adiksi online game menjadi kendala bagi remaja SMA Negeri 1 Sedayu khususnya pada kelas XI IPS 1, karena membuat berdampak negatif pada keadaan fisik, psikis dan akademiknya. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas menggunakan pelatihan asertif yang dilakukan di SMA Negeri Sedayu pada bulan Februari-Maret 2015. Kelas penelitian yang digunakan adalah kelas XI IPS 1. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode yang digunakan yaitu penelitian tindakan kelas. Penelitian ini menggunakan dua siklus pembelajaran dengan setiap siklus tiga kali pertemuan. Untuk metode pengumpulan data digunakan beberapa instrumen yaitu skala adiksi online game, pedoman observasi dan pedoman wawancara dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adiksi online game pada remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri Sedayu dapat direduksi menggunakan pelatihan asertif dalam dua siklus dengan baik, hasil ini didukung dari hasil penelitian yang terdiri dari hasil penelitian menunjukkan rerata skor pada pra tindakan sebesar 129,28 (kategori sangat tinggi), post test 1siklus satu sebesar 116,28 (kategori sangat tinggi) dan post test 2 siklus 2 sebesar 86,16 (kategori sedang). Selain itu terjadi peningkatan sikap asertif remaja terhadap diri sendiri ataupun kepada orang lain untuk membatasi dirinya bermain online game. Ketidaknyamanan dalam belajar karena selalu memikirkan online game dan ketidaknyamanan untuk menolak ajakan teman untuk bermain online game sudah dapat diatasi oleh remaja dengan bersikap asertif. Selain itu, remaja dapat menolak pengaruh negatif dari temannya dengan mengatakan “Tidak” dan mengetahui kerugian bermain online game yang tidak mengenal waktu. Kata kunci: perilaku adiksi, adiksi online game, pelatihan asertif
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya. Hanya dengan pertolongan Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan karya ini. Sholawat serta salam terlimpah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul Pelatihan asertif untuk mengurangi perilaku adiksi online game pada remaja siswa kelas XI IPS 1 SMA N Sedayu ini disusun untuk memenuhi sebagian persnyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya keridhoan dari Allah SWT dan juga bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Yogyakarta yang telah menyetujui judul untuk penulisan skripsi. 3. Ibu Rosita Endang Kusmaryani, M. Si. dan bapak Suguyatno M. Pd, sebagai dosen pembimbing, beliau berdua adalah inspirator terbaik dalam memotivasi peneliti sehingga karya ini selesai dengan baik, 4. Bapak Drs. Edison Ahmad Jamli sebagai Kepala Sekolah yang telah memberikan ijin penelitian di SMA Negeri 1 Sedayu.
viii
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ...........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................
vi
ABSTRAK .........................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................
viii
DAFTAR ISI......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL..............................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................
xv
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................
1
B. Identifikasi Masalah....................................................................................
11
C. Batasan Masalah .........................................................................................
12
D. Rumusan Masalah .......................................................................................
12
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................
12
F. Manfaat Penelitian ......................................................................................
13
BAB II
KAJIAN TEORI ..............................................................................
15
A. Pelatihan Asertif .........................................................................................
15
1. Pengertian Pelatihan Asertif...................................................................
15
2. Karakteristik Asertif ...............................................................................
17
3. Urgensi Asertifitas pada Remaja............................................................
19
4. Prosedur Assertive Training...................................................................
21
B. Perilaku Adiksi............................................................................................
26
1. Pengertian Perilaku Adiksi.....................................................................
26
2. Karakteristik Perilaku Adiksi .................................................................
28
x
3. Perilaku Adiksi Online Game ................................................................
31
4. Gejala Adiksi Bermain Online Game pada Remaja...............................
37
5. Faktor-Faktor Penyebab Adiksi Terhadap Online Game .......................
40
6. Dampak Remaja Adiksi Terhadap Online Game ...................................
43
C. Remaja ........................................................................................................
46
1. Pengertian Remaja..................................................................................
46
2. Ciri-Ciri Remaja.....................................................................................
48
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ......................................................
51
4. Aspek yang Berkembang pada Remaja..................................................
53
5. Penggunaan Pelatihan Asertif untuk Mengurangi Perilaku Adiksi Online Game pada Remaja.....................................................................
59
D. Hipotesis Tindakan .....................................................................................
67
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................
68
A. Pendekatan Penelitian .................................................................................
68
B. Subyek Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................
69
1. Subyek Penelitian ...................................................................................
69
2. Tempat Penelitian...................................................................................
71
3. Waktu Penelitian ....................................................................................
71
C. Variabel Penelitian......................................................................................
71
D. Desain Penelitian ........................................................................................
72
E. Rancangan Tindakan...................................................................................
73
1. Pra Tindakan ..........................................................................................
73
2. Rencana Kegiatan...................................................................................
73
F. Metode dan Teknik Pengumpulan Data......................................................
77
G. Instrumen Penelitian ...................................................................................
82
1. Definisi Operasional...............................................................................
82
2. Pedoman Observasi ................................................................................
87
3. Pedoman Wawancara .............................................................................
87
H. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen .......................................................
89
I. Teknik Analisis Data ..............................................................................
92
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................
94
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................................
94
B. Data Subyek Penelitian ...............................................................................
95
C. Persiapan sebelum tindakan ........................................................................
95
D. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Tindakan .......................................................
98
1. Siklus I .................................................................................................
98
2. Siklus II .................................................................................................
114
3. Observasi dan Wawancara .....................................................................
130
E. Pembuktian Hipotesis .................................................................................
132
F. Pembahasan.................................................................................................
133
G. Keterbatasan Penelitian...............................................................................
138
BAB V KESIMPILAN DAN SARAN ............................................................
139
A. Kesimpulan..................................................................................
139
B. Saran ............................................................................................
140
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
142
LAMPIRAN .....................................................................................................
145
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pedoman Skoring...............................................................................
84
Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Adiksi Online Game Pada Remaja ...................
85
Tabel 3. Kisi-Kisi Observasi Pelaksanaan Pelatihan Asertif...........................
87
Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Sebelum Tindakan..........................
88
Tabel 5. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Setelah Tindakan ............................
89
Tabel 6. Rangkuman Item Gugur dan Sahih ...................................................
91
Tabel 7. Case Processing Summary and Reliability Statistic..........................
92
Tabel 8. Kategori Perilaku Adiksi Remaja ......................................................
93
Tabel 9. Hasil Skala Pra Tindakan Tentang Adiksi Online Game ..................
97
Tabel 10. Penurunan Hasil Skala Adiksi Online Game Pra Tindakan dan Pasca Tindakan I.........................................................................
110
Tabel 11. Penurunan Hasil Skala Adiksi Online Game Pra Tindakan, Pasca Tindakan 1 dan Pasca Tindakan 2 ...........................................
xiii
126
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Proses Penelitian Tindakan ...........................................................
72
Gambar 2.
Grafik Pre Test, dan Post Test Reduksi Adiksi Online Game ......
132
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Subyek Penelitian..........................................................................
146
Lampiran 2. Skala Adiksi Online Game............................................................
148
Lampiran 3. Hasil Observasi .............................................................................
158
Lampiran 4. Hasil Wawancara...........................................................................
165
Lampiran 5. Hasil Pre Test ................................................................................
171
Lampiran 6. Hasil Post Test 1 ............................................................................
174
Lampiran 7. Hasil Post Test 2 ............................................................................
177
Lampiran 8. Hasil Validitas dan Realbilitas ......................................................
180
Lampiran 9. Table R ..........................................................................................
201
Lampiran 10. Satuan Layanan............................................................................
203
Lampiran 11.Surat Ijin Penelitian ......................................................................
244
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat membawa perubahan di segala lapisan kehidupan masyarakat. Kreativitas manusia semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuantemuan baru dalam bidang teknologi yang dimanfaatkan sebagai sarana peningkatan kesejahteraan umat manusia. Salah satu produk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi tersebut adalah internet. Menurut Allan, Smith & Liberman (2005: 12), internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang saling terhubung secara fisik dan memiliki kemampuan untuk membaca dan menguraikan protokol komunikasi tertentu yang disebut Internet Protocol (IP) dan Transmission Control Protocol (TCP). Protokol adalah spesifikasi sederhana mengenai bagaimana komputer saling bertukar informasi. Pada akhirnya, seseorang kini hanya dengan bermodalkan jaringan internet dan komputer ataupun handphone (telepon genggam) mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain tanpa harus datang ke lokasi di mana orang itu berada. Dengan catatan orang tersebut juga mampu mengakses internet dan jika seseorang tersebut tidak memiliki komputer ataupun handphone yang tidak dapat mengakses internet. Sekarang sudah banyak warnet yang dilengkapi dengan akses internet dalam setiap komputer yang disediakan. Online game yang juga menjadi salah satu produk dari pengembangan IPTEK merupakan sebuah sarana hiburan yang
1
banyak digemari oleh masyarakat Online game mempunyai daya tarik tersendiri di mata pecintanya, karena tampilan permainan ini d i monitor berupa gambar tiga dimensi yang membuat permainan semakin terasa nyata. Di dalam online game, seorang pemain dapat berinteraksi dengan pemain yang lain dari seluruh penjuru dunia melalui sebuah permainan. Contoh online game yang ada saat ini seperti Counter Strike (CS), Lost Saga, Poin Blank (PB) dan Ragnarok. Tidak dapat dipungkiri betapa menarik dan menggiurkannya online game, bahkan saat ini mayoritas pengguna online game berasal dari kalangan remaja. Kini remaja semakin memiliki akses internet yang mudah, dibuktikan dengan menjamurnya warung internet (warnet) atau game center di lingkungan sekitar yang menawarkan harga yang cukup terjangkau per jamnya bagi mereka untuk bermain online game, apalagi sekarangpun handphone yang berbasis androidpun bisa digunakan untuk bermain online game. Terdapat beberapa fakta di lingkungan remaja terkait online game yang semakin memprihatinkan. Berdasarkan pengamatan peneliti pada 20 – 26 Januari 2015 di 5 warnet dan online game di daerah Sedayu, Bantul, Yogyakarta, hampir sebagian besar dari siswa bermain online game dengan masih mengenakan seragam sekolah, yang berarti sepulang sekolah mereka tidak segera pulang ke rumah melainkan mengunjungi warnet atau game center tersebut. Kemudian, berdasarkan wawancara peneliti pada saat itu juga kepada penjaga warnet dan game center. Peneliti mendapatkan informasi bahwa para remaja tersebut menghabiskan
2
waktu bermain online game rata-rata sekitar 3 sampai 6 jam. Gamer beristirahat hanya untuk buang air, atau sekedar minum saja. Online game telah membuat sebagian siswa menjadi teradiksi, karena online game menawarkan visual dan sound yang menarik, permainan yang penuh tantangan sehingga membuat si pemain semakin penasaran, dan terlebih lagi online game
menawarkan
sebuah
keuntungan
material
dengan
cara
memperjualbelikan akun atau senjata yang ada dalam permainan tersebut. Menurut sebagian gamer di SMA 1 Sedayu akan merasa gengsi jika tidak bermain online game sehari saja, hal itu dikarenakan gamer tidak ingin tertinggal jauh dari temannya baik dalam segi level ataupun skill dalam bermain online game. Pada awalnya pengertian addiction (adiksi) hanya ditujukan pada kasus penyalahgunaan obat. Definisi adiksi menurut American Psychiatric Association's Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders adalah sebagai ketergantungan secara fisik terhadap zat kimia yang mengakibatkan withdrawal symptoms jika zat tersebut tidak dikonsumsi. Definisi addiction kemudian memunculkan satu bentuk kontroversi mengenai konsepsi. Definisi mengenai addiction mulai beralih dengan mengikutsertakan beberapa tingkah laku yang tidak mengandung intoxicant (sesuatu yang memabukkan) seperti video game playing, compulsive gambling, overeating dan television-viewing (Dwiastuti, 2005: 39). Menurut, Ivan Goldberg (dalam Heny Nurmandia, 2013: 32), terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa remaja mengalami adiksi internet
3
sebagai berikut: sering lupa waktu saat mengakses internet terlalu lama, gejala menarik diri seperti merasa marah, tegang, atau depresi ketika internet tidak bisa diakses. Munculnya sebuah kebutuhan konstan untuk meningkatkan waktu yang dihabiskan; Kebutuhan akan perangkat komputer yang lebih baik dan aplikasi yang lebih banyak untuk dimiliki memiliki derajat kepuasan yang sama;
Sering berkomentar, berbohong, rendahnya prestasi, menutup diri
secara sosial dan kelelahan merupakan dampak penggunaan internet yang berkepanjangan. Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti tanggal 23 Januari 2015 terhadap 10 siswa SMA Negeri 1 Sedayu berusia antara 17 tahun sampai 21 tahun di warung internet sekitar SMA Negeri 1 Sedayu, Sleman yang mengaku sebagai penggila online game, peneliti mendapatkan data bahwa sebagian siswa bisa menghabiskan waktunya dalam sehari 2–6 jam berada di game center. Hal itu bisa semakin parah apabila memasuki hari libur para remaja bisa menghabiskan waktu lebih dari 6 jam hanya untuk bermain online game. Sebagian siswa mengaku mendapatkan kesenangan dalam aktivitas bermain online game, sehingga sering lupa waktu. Gejala menarik diri seperti merasa resah, marah, tegang ataupun cemas mereka rasakan ketika internet untuk bermain game tidak dapat diakses. Menurut hasil wawancara dengan SG kecemasan ini terjadi bila siswa tidak bermain online game dalam sehari. Hal ini dikarenakan siswa tidak ingin melewatkan event yang diadakan di dalam online game dan tidak ingin melewatkan keasikan saat bermain game dengan teman sebayanya. Permainan online game dapat menjadikan remaja berperilaku
4
kompulsif, tidak peduli pada kegiatan lain dan merasa tidak tenang apabila keinginannya untuk bermain online game tidak terpenuhi. Hal tersebut diperkuat oleh Hawadi (dalam Widayanti, 2007: 3), pada prinsipnya, game memiliki sifat seductive, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untuk terpaku di depan monitor selama berjam-jam. Apalagi permainan pada online game dirancang untuk suatu reinforcement (penguatan) yang bersifat ‘segera’ begitu permainan berhasil melampaui target tertentu. Online game menyebabkan remaja merasa tertantang sehingga terus menerus menekuninya, dan mengakibatkan remaja tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari, dikarenakan remaja tidak memiliki self control yang baik terhadap ketertarikannya pada online game (Imanuel, 2009: 39). Remaja yang teradiksi online game lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain game, dibandingkan dengan belajar. Waktu untuk belajar dan untuk bermain game menjadi tidak proporsional. Apabila remaja mempunyai perilaku demikian, tentunya akan memberikan dampak yang tidak baik pada perkembangan kehidupannya ke depan baik pada psikis, sosial, akademis dan fisik remaja. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Hurlock (1980: 23) bahwa
setiap
individu
tumbuh
dan
berkembang
selama
perjalanan
kehidupannya melalui beberapa periode atau fase-fase perkembangan, Tiap fase tersebut mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik oleh setiap individu, sebab kegagalan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase tertentu juga berakibat tidak baik pada
5
fase berikutnya. Selain mendorong remaja untuk bertindak asosial, karena aktivitas bermain online game cukup menyita waktu untuk berkomunikasi, baik berkomunikasi dengan keluarga maupun teman sebaya. Menimbulkan kemalasan belajar, disebabkan kelelahan yang ditimbulkan setelah bermain online game. Perilaku adiksi terhadap online game muncul pada kondisi lingkungan tertentu yaitu lingkungan teman sebaya. Tekanan yang dialami, yang dirasa paling berat dan paling mempengaruhi perilaku remaja adalah tekanan teman sebaya atau dikenal dengan istilah peer pressure. Tanpa disadari remaja mendapat tekanan untuk berperilaku seperti remaja lain, sehingga akhirnya remaja masuk ke dalam situasi dimana remaja harus berperilaku seperti remaja yang lainnya, agar dapat diterima dan tidak dapat disisihkan. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadi reinforcement bagi adiksi terhadap online game. Kondisi yang awalnya yang tertekan oleh ajakan teman berubah menjadi menyenangkan saat bermain online game dan mendorong remaja untuk mengulang kembali kondisi itu (Rathus dan Nevid, 1980: 64). Kondisi tersebut membuat remaja menjadi sosok yang kurang asertif. Orang yang nonasertif dalam situasi yang khas akan menyangkal perasaan mereka
yang
sesungguhnya
dan
mencegah
tindakan
yang
menggambarkan perasaan mereka. Orang nonasertif mengizinkan orang lain mengambil keputusan, sehingga orang yang nonasertif akan sangat mudah terpengaruh oleh orang lain. Seseorang tidak bisa berperilaku asertif dikarenakan pada masa ini persahabatan menjadi sangat penting, popularitas
6
diantara teman-teman sebaya merupakan suatu motivasi yang kuat bagi kebanyakan remaja. Pengaruh teman sebaya akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya interaksi antar teman sebaya yang dialami remaja. Dengan adanya pengaruh tersebut sulit untuk seseorang berperilaku asertif untuk menolak bermain online game. Keadaan tersebut juga terjadi di SMA Negeri 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta khususnya kelas XI IPS 1, sebagian siswa rela untuk membolos sekolah hanya untuk bermain online game. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling pada tanggal 26-29 Januari 2015 didapat bahwa sebagian siswa menghabiskan waktu untuk bermain online game selama 6 jam dalam sehari dan tidak mempedulikan aktivitas lain. Hampir tiap hari sebagian siswa bermain online game baik menggunakan handphone atau bermain menggunakan kumputer di warnet dan di rumah. Tidak dipungkiri juga ditemui juga sebagian siswa yang membolos sekolah hanya untuk bermain online game. Dengan berlangsungnya aktivitas tersebut berakibat pada nilai rapot para remaja yang mengalami penurunan. Dari fakta tersebut para remaja tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan akan menimbulkan dampak negatif berkepanjangan dari penggunaan online game. Dari kasus tersebut, maka apabila dibiarkan berlarut-larut akan mengganggu perkembangan siswa tersebut, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah, maka perlu dilakukan tindakan agar adiksi terhadap online game tersebut bisa direduksi.
7
Untuk mengurangi adiksi siswa terhadap online game dapat menggunakan beberapa teknik pelatihan antara lain teknik self management (manajemen diri) (Lia Yuvanita, 2013: 13) dan pelatihan asertif. Teknik self management adalah suatu teknik pengubahan perilaku yang dalam prosesnya (remaja) mengarahkan perubahan tingkah lakunya sendiri dengan suatu teknik terapeutik Corey (1986: 19). Jadi teknik manajemen diri merupakan sebuah teknik untuk pengubahan dan pengembangan perilaku yang menekankan pentingnya ikhtiar dan tanggung jawab pribadi untuk mengubah perilaku individu itu sendiri. Perubahan perilaku ini dalam prosesnya lebih banyak dilakukan oleh individu (konseli) yang bersangkutan, bukan diarahkan atau bahkan dipaksakan oleh orang lain (konselor). Pelatihan asertif adalah pelatihan diterapkan pada situasi-situasi interpersonal di mana individu kesulitan menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak dan benar. Asertivitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu assert yang berarti menyatakan, menegaskan, menuntut, dan memaksa. Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Asumsi dasar pelatihan asertif adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut Corey (2007: 87). Dengan konseli meyakini bahwa dia memiliki hak untuk mengungkapkan perasaannya dan perasaan atau pendapatnya itu benar, maka konseli bisa bersikap asertif
8
terhadap dirinya sendiri atau menolak ajakan temannya untuk bermain online game. Cara yang digunakan dalam pelatihan asertif ini adalah dengan permainan peran dengan bimbingan guru bimbingan dan konseling dan diskusi kelompok. Pada penelitian ini peneliti mencoba menggunakan pelatihan asertif karena belum diketahui adanya pengurangan perilaku adiksi online game melalui pelatihan asertif. Berdasarkan kajian para ahli diatas peneliti yakin menggunakan pelatihan asertif dikarenakan pelatihan asertif bisa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal dimana konseli dapat menegaskan diri dan mengatakan “tidak” atas ajakan teman sebaya. Selain itu dalam pelatihan asertif konseli bisa berlatih dengan orang lain, dengan berlatih orang lain konseli akan mendapat feedback secara langsung. Dengan memperoleh feedback secara langsung konseli dapat berlatih arsertif sesuai dengan dikehipan yang sebenarnya. Pelatihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan bagi perkembangan individu untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Adapun kelebihan pelatihan asertif yaitu pelaksanaannya yang cukup sederhana. Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti relaksasi, ketika individu lelah dan jenuh dalam berlatih, siswa dapat melakukan relaksasi supaya menyegarkan individu itu kembali. Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung melalui perasaan dan sikapnya. Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan dalam kelompok yaitu dengan bermain peran. Melalui latihan-
9
latihan tersebut individu diharapkan mampu menghilangkan kecemasankecemasan yang ada pada dirinya, mampu berpikir realistis terhadap konsekuensi atas keputusan yang diambilnya serta yang paling penting adalah menerapkannya dalam kehidupan ataupun situasi yang nyata. Adapun kelemahan pelatihan asertif ini akan tampak pada waktu pelatihan, meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri. Bagi konselor yang kurang dapat mengkombinasikannya dengan teknik lainnya, pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan baik atau bahkan akan membuat jenuh dan bosan konseli/peserta, atau juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan adanya kelemahan pelatihan asertif tersebut peneliti menggunakan bimbingan kelompok, wawancara dan observasi untuk menunjang hasil dari pelatihan asertif. Pada perilaku asertif, ini tingkat sensitivitas yang dimiliki cukup tinggi sehingga dapat membaca situasi yang terjadi di sekelilingnya, yang memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan aktivitasnya secara strategis, terarah, dan terkendali. Perilaku asertif juga membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Individu bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain. Citra diri remaja akan terlihat sebagai sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada eksploitasi yang merugikan dirinya sendiri. Berdasarkan identifikasi masalah, mengenai perlunya kontrol atas
10
waktu pada remaja pada saat bermain online game, sepertinya akan ada masalah yang muncul. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pelatihan Asertif untuk Mengurangi Perilaku Adiksi Online Game Pada Remaja di SMA Negeri 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah 1. Remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu yang teradiksi menghabiskan banyak uang dan waktu berjam–jam hanya untuk bermain online game. 2. Beberapa remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu mengalami keresahan apabila keinginannya untuk bermain online game tidak terpenuhi. 3. Remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu tidak bisa menolak ajakan teman untuk bermain online game atau bersikap asertif kepada dirinya sendiri. 4. Semakin meningkatnya remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu yang teradiksi online game tidak peduli pada kegiatan lain, sehingga mereka melupakan kesehatan, kegiatan sehari–hari, dan akademiknya. 5. Belum diketahui adanya pengurangan perilaku adiksi online game pada remaja melalui teknik pelatihan asertif.
11
C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah-masalah yang tercakup di dalamnya sangatlah kompleks. Maka dari itu, perlu diadakan pembatasan masalah agar penelitian menjadi lebih fokus dalam menggali dan mengatasi permasalahan yang ada, maka penelitian ini dibatasi pada mengurangi perilaku adiksi online game pada remaja menggunakan pelatihan asertif.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang dipaparkan diatas, maka rumsan masalah yang peneliti tetapkan adalah “Bagaimana pelatihan asertif dapat mengurangi perilaku adiksi online game pada remaja ?”.
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan di atas, tujuan peneliti adalah untuk mengurangi perilaku adiksi online game pada remaja melalui pelatihan asertif.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat peneitian yang akan penulis lakukan adalah 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori, terutama dalam bidang bimbingan dan konseling
12
pribadi mengenai variabel–variabel yang signifikan dalam menjelaskan pelatihan asertif dan perilaku adiksi online game serta diharapkan dapan digunakan sebagai acuan untuk riset–riset mendatang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Peneliti mengetahui analisis kebutuhan remaja tentang adiksi terhadap online game yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan program bimbingan, serta upaya pemberian bantuan kepada subyek yang mengalami adiksi terhadap game, terutama online game. Menambah pengalaman dan pengetahuan terkait pelatiahan asertif untuk mengurangi perilaku adiksi pada remaja. b. Bagi Subyek Subyek dapat menolak ajakan teman untuk bermain online game atau bersikap asertif terhadap dirinya sendri, sehingga membuat subyek mampu mengendalikan keinginannya untuk bermain online game agar tidak teradiksi. Selain itu subyek mengetahui kerugian dari bermain online game yang tidak mengenal waktu, sehingga subyek bisa melakukan aktifitas sehari–hari dan dapat memenuhi tugas perkembangannya. c. Bagi Orang Tua Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para orang tua dalam menyikapi perilaku-perilaku subyek (anaknya) yang
13
mengalami adiksi online game dan mampu memberi pengertian serta dapat mengurangi perilaku adiksi anaknya terhadap online game. d. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Sebagai bentuk pengembangan program dari studi penelitian tentang game, dan menambah pengetahuan mengenai adiksi online game remaja di lingkungan pendidikan.
14
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pelatihan Asertif 1. Pengertian Pelatihan Asertif Wolpe (Joice & Weil 1972: 414) mengarahkan asertivitas sebagai ekspresi yang tepat dari berbagai emosi kecemasan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku asertif sebagai ekspresi benar-benar jujur dan terus terang kepada orang lain dan diri sendiri tentang perasaan yang dirasakan. Hal ini ditandai dengan keterbukaan, langsung, spontanitas, dan kelayakan atau kepantasan. Harapannya adalah akan merasa lebih baik dan mengurangi kecemasan jika seseorang dapat menegaskan perasaan mereka pada orang lain, sebagian karena hal ini akan menghasilkan hubungan yang lebih memuaskan dan sebagian karena interaksi sosial akan diiringi dengan kecemasan yang lebih sedikit. Pelatihan Asertif (Assertive Training). Pendekatan behavioral yang paling cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang biasa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal di mana individu kesulitan menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak dan benar. Asertivitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu assert yang berarti menyatakan, menegaskan, menuntut, dan memaksa. Menurut kamus Inggris-Indonesia (John & Hassan, 2005: 41) kata
15
kerja assert berarti menyatakan atau menegaskan. To assert dapat juga berarti menyatakan dengan sopan dan manis serta hal-hal lain yang menyenangkan diri sendiri. Asertif adalah perilaku yang dipelajari atau dibiasakan. Perilaku aserif adalah suatu perilaku seseorang yang merespon suatu stimulus dari lingkungannya dengan tegas dan menjaga hak dirinya tanpa melanggar hak orang lain. Perilaku asertif umumnya berbeda dari perilaku nonasertif dan perilaku agresif. Orang yang nonasertif dalam situasi yang khas akan menyangkal perasaan mereka yang sesungguhnya dan mencegah tindakan yang menggambarkan perasaan mereka. Karena orang nonasertif mengizinkan orang lain mengambil keputusan untuk mereka, mereka jarang mencapai tujuan mereka. Orang yang agresif, menyelesaikan tujuan mereka dengan mengorbankan orang lain. Mereka selalu menyatakan perasaan dengan emosional, tetapi dalam hal lain mereka mendominasi orang lain dan tidak menghargai mereka. Berbeda dengan perilaku nonasertif dan agresif. Asertivitas meliputi pengambilan apa yang dibutuhkan dengan cara yang tidak menyakiti orang lain dan tidak memaksakan suatu sistem nilai pada mereka. Orang yang umumnya mengalami peningkatan asertivitas, mengekspresikan perasaan mereka secara jujur. Siswa percaya bahwa mereka membuat pilihan pada tindakan mereka. Umumnya dalam transaksi asertif, perasaan mereka memiliki penghargaan terhadap tujuan mereka (Joice & Weil, 1972: 415).
16
Jadi dapat disimpulkan bahwa pelatihan asertif digunakan untuk membentuk keterampilan perilaku asertif (assertive behavior). Penggunaan teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak orang menderita perasaan cemas dalam berbagai situasi interpersonal. Kecemasan interpersonal dapat dihentikan jika orang dapat bertindak asertif. Oleh karena itu, berbagai gangguan dan problem interpersonal dapat ditangani dengan cara meningkatkan keterampilan perilaku asertif. Individu yang memiliki keterampilan asertif lebih mungkin untuk berhasil dalam membina hubungan interpersonal dan dalam kehidupan yang lebih luas dibanding individu lain yang tidak asertif.
2. Karakteristik Asertif Ratus
&
Nevid
(dalam
Risma
Fidiyanti,
2009:
45)
mengkategorikan 10 tingkah laku asertif, yaitu: a. Bicara
Asertif,
yaitu
individu
mengemukakan
hak-hak
atau berusaha mencapai tujuan tertentu dalam suatu situasi dan memberi pujian untuk menghargai tingkah laku seseorang dan juga memberi feed back positif pada individu lain. b. Pengungkapan perasaan-perasaan pada individu lain secara spontan dan tidak berlebihan.
17
c. Menyapa dan memberi salam pada individu lain dan individu yang ditemui termasuk individu yang baru dikenal dan membuka percakapan. d. Dapat menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju dan tidak setuju. e. Menanyakan alasan baik diminta untuk melakukan sesuatu, jadi tidak langsung menyanggupi atau menolaknya. f. Berbicara mengenai diri sendiri. g. Menghargai pujian dan menerima pujian. h. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang lain. i. Menatap lawan bicara. j. Mampu
menampilkan
respon
melawan
rasa
takut,
tidak
menampilkan tingkah laku yang memancing rasa cemas. Berdasarkan karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa seorang individu bisa bersikap asertif apabila dapat mengungkapkan haknya dengan cara berbicara dan dapat mengungkapkan perasaanya yang tidak berlebihan. Selain itu mampu menampilkan respon melawan rasa takut dari ajakan teman dapat menggunakan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju.
18
3. Urgensi Asertivitas pada Remaja Kehidupan sosial pada masa remaja, sangat dipengaruhi oleh teman-teman sebayanya. Santrock (2002: 43) menjelaskan bahwa anak-anak meluangkan lebih banyak waktu dengan teman sebaya mereka pada pertengahan dan akhir masa anak-anak daripada pada awal masa anak-anak. Kita juga menemukan bahwa persahabatan menjadi semakin penting pada pertengahan dan akhir masa anak-anak dan bahwa popularitas di antara teman-teman sebaya merupakan suatu motivasi yang kuat bagi kebanyakan anak-anak. Remaja meluangkan banyak waktu dengan teman-teman sebaya, lebih banyak daripada pertengahan dan akhir masa anak-anak. Pengaruh teman sebaya akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya interaksi antar teman sebaya yang dialami remaja. Pengaruh yang diciptakan oleh kelompok teman sebaya dapat melalui norma implisit maupun eksplisit yang kemudian akan mengarahkan anggotanya untuk berpenampilan, berpikir, dan berperilaku tertentu. Remaja memandang kelompok teman sebaya adalah hal yang penting sehingga di dalam dirinya muncul kebutuhan akan penerimaan dari kelompok dan cara agar dia dapat diterima adalah dengan berperilaku sesuai dengan standar atau norma yang berlaku dalam kelompoknya Ridwan Rifani, 2009: 6).
19
(Shaffer dalam
Konformitas
terhadap
kelompok
teman
sebaya
memiliki
dampak positif maupun negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Family and Costumer Science di Ohio Amerika Serikat yang menunjukkan fakta remaja menggunakan obat-obatan terlarang dan merokok karena dipengaruhi oleh teman yang sudah terlebih dahulu
terlibat
dalam
perilaku
tersebut.
Penelitian
ini
menunjukkan bahwa individu yang terlibat penggunaan zat - zat berbahaya oleh pengaruh teman sebaya tersebut memang memiliki kecenderungan
rentan
terhadap
tekanan
kelompok.
Ini
dinyatakan sebagai suatu masalah yang berhubungan dengan lemahnya asertivitas individu tersebut. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak negatif konformitas yang sangat tinggi (overconformity) terhadap kelompok teman sebaya pada remaja seperti penyalahgunaan obatobatan terlarang dan merokok disebabkan karena ketidakasertifan remaja untuk menghadapi konformitas kelompoknya. Hal ini membuktikan bahwa asertivitas dibutuhkan untuk menghadapi konformitas negatif kelompok. Selain itu, menurut Sears, dkk (1985: 82) segala sesuatu yang meningkatkan terhadap
penilaiannya
sendiri
rasa
akan
percaya
menurunkan
individu tingkat
konformitas karena kemudian kelompok bukan merupakan sumber informasi yang unggul lagi.
20
Myers (dalam Rahmawati A, 2007: 15) menjelaskan perilaku asertif dapat
meningkatkan
self
esteem individu
yang
akan
membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri individu tersebut. Mencegah diri menjadi korban yang dimanfaatkan oleh orang lain dan mendapatkan hak-hak pribadi. Dengan bersikap asertif akan membantu melindungi harga diri, akan berusaha melawan jika ada ancaman, tidak mudah menyerah sert a memberi perasaan nyaman pada diri sendiri. Berdasarkan asumsi tersebut, latihan asertif (Assertive Training) dibutuhkan untuk mereduksi remaja yang mengalami adiksi online game.
4. Prosedur Pelatihan Asertif Menurut Lange dan Jakubowski (dalam Risma Fidiyanti, 2008: 47), pelatihan asertif biasanya meliputi 5 tahap, sebagai berikut: a. Tahap Pertama Menghapuskan rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis. Rasa takut yang berlebihan termasuk ketakutan yang dapat menyakiti perasaan orang lain, ketakutan timbul dari keyakinan yang salah bahwa perasaan orang lain adalah penting dan perasaan diri sendiri tidak penting. Ketakutan yang kedua yaitu bila individu merasa gagal memaksa orang untuk mencintai dirinya. Ketakutan ketiga adalah orang lain memandang
21
bahwa perilaku tegas adalah sebuah perilaku yang kurang sopan dan tidak menghargai orang lain. Ketakutan keempat adalah dengan bersikap tegas maka dapat menampilkan diri sebagai orang yang tidak mampu, tidak mahir, dan tidak berguna. Ketakutan yang berlebihan
dan
keyakinan
yang
irrasional
sering menghentikan individu akan bersikap tegas. b. Tahap Kedua Menerima atau mengemukakan fakta-fakta masalah yang akan
dihadapi.
Seorang
individu
harus
menerima
bahwa
setiap orang harus mampu bersikap tegas dan mengekspresikan pikiran, perasaan, keyakinan secara jujur. c. Tahap Ketiga Berlatih untuk bersikap asertif sendiri. Latihan bersikap tegas sendiri biasanya menggunakan refleksi atau permainan peran jiwa dimana dalam situasi ini individu akan lebih bisa bersikap asertif, memusatkan pada perilaku nonverbal yang penting dalam ketegasan. d. Tahap Keempat Menempatkan individu dengan orang lain untuk bermain peran pada situasi yang sulit. Tahap keempat menyediakan kesempatan untuk berlatih peran dan mendapatkan umpan balik
22
orang lain dalam kelompok. Pelatihan lebih lanjut mengizinkan konseli untuk lebih lanjut menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas dan menerapkan timbal balik. Menggandakan latihan juga membuat konseli semakin bertambah nyaman dan senang saat menjadi asertif. e. Tahap Kelima Membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari-hari. Konseli membuat kontrak perilaku
untuk
sebelumnya
melaksanakan
dihindari.
Pada
perilaku sesi
asertif
selanjutnya,
yang konseli
menjelaskan pengalamannya, menilai usaha yang dilakukan, hubungkan dalam latihan selanjutnya, dan membuat kontrak perilaku lain untuk keluar dari pengalaman asertif kelompok. Corey
(1977:
217)
mengungkapkan
bahwa
secara
khas
session berstruktur dalam latihan kelompok asertif, adalah sebagai berikut: a. Session pertama, yang dimulai dengan pengenalan didaktik tentang kecemasan sosial yang tidak realistis, pemusatan pada belajar menghapuskan respon-respon internal yang tidak efektif yang telah mengakibatkan kekurangtegasan dan belajar peran tingkah laku baru yang asertif.
23
b. Session kedua, memperkenalkan sejumlah latihan relaksasi, dan masing-masing anggota menerangkan tingkah laku spesifik dalam situasi-situasi interpersonal yang dirasakannya menjadi masalah. Para anggota kemudian membuat perjanjian untuk menjalankan tingkah
laku
menegaskan
diri
yang semula mereka hindari,
sebelum memasuki session selanjutnya.
c. Session ketiga, para anggota menerangkan tentang tingkah laku menegaskan diri dalam
yang telah dijalankan oleh mereka
situasi-situasi kehidupan
mengevaluasi, dan
nyata.
Mereka
berusaha
jika mereka belum sepenuhnya berhasil,
kelompok langsung menjalankan permainan peran. d. Session keempat, terdiri dari penambahan latihan relaksasi, pengulangan
perjanjian
untuk
menjalankan
tingkah
laku
menegaskan diri, yang diikuti oleh evaluasi. e. Session kebutuhan
terakhir,
bisa
individual
disesuaikan
para
anggota.
dengan
kebutuhan-
Sejumlah
kelompok
cenderung berfokus pada permainan peran tambahan, evaluasi, dan latihan, sedangkan kelompok lainnya berfokus pada usaha mendiskusikan
sikap-sikap
dan
perasaan-perasaan
yang
telah membuat tingkah laku menegaskan diri sulit dijalankan. Berdasarkan tahapan dalam pelatihan perilaku asertif menurut Lange dan Jakubowski maka dapat dikemukakan komponen dasar perilaku asertif sebagai berikut.
24
a. Kemampuan untuk memahami ketakutan dan keyakinan yang irasional. b. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi. c. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran. d. Kemampuan untuk menyatakan keyakinan. Ada enam strategi klinis yang digunakan oleh konselor selama pelatihan asertif, sebagai berikut (Bellack & Hersen 1977 dalam Corey, 1986: 90). a. Perintah. Konselor menceritakan kepada konseli mengenai perilaku khusus yang diharapkan. Perintah yang jelas dapat membantu konseli meningkatkan kontak mata dan berbicara lebih tegas. b. Umpan balik. Mengacu pada komentar para konselor terhadap perilaku konseli setelah perintah untuk melakukan sejumlah sikap sikap positif dan umpan balik negatif yang telah diperagakan untuk mengarahkan mereka, dan untuk menandakan perilaku. c. Pemberian contoh. Suatu saat seorang konselor benar-benar memperlihatkan sikap-sikap yang diharapkan kepada kliennya untuk meniru baik secara langsung maupun secara tidak langsung. d. Latihan bersikap. Meliputi bermain peran (role playing) selama pelatihan, baik perilaku yang ditaati atau tidak ditaati dalam situasi interpersonal, dan penampilan dipraktekkan dalam segala kondisi. e. Penguatan secara sosial. Meliputi pemberian pujian terhadap konseli saat memperoleh target yang diharapkan.
25
f. Penugasan pekerjaan rumah. Bagian terakhir pada pelatihan asertif ini adalah menerapkan tugas pekerjaan rumah yang spesifik tentang sifat perilaku. Melalui penugasan ini, konseli menerapkan apa yang didapatkan selama pelatihan dalam kehidupan sehari-hari, dan konseli dapat menggunakan pembelajaran baru ini pada kehidupan nyata dalam situasi interpersonal. Konseli akan sependapat untuk menyetujui atau menolak sebuah permintaan, dan mengekspresikan perasaan atau gagasan mereka pada saat yang tepat. Dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan
keputusannya
sendiri.
Individu
bebas
untuk
mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain. dengan bersikap asertif akan timbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensi individu di tengah-tengah khalayak luas.
B. Perilaku Adiksi 1. Pengertian Perilaku Adiksi Adiksi berasal dari kata ‘addiction’
hanya
ditujukan
pada
kasus penyalahgunaan obat (Walker 1989 dalam Dwiastuti, 2005: 39), definisi addiction adalah sebagai ketergantungan secara fisik
26
terhadap zat kimia yang mengakibatkan withdrawal symptoms jika zat tersebut tidak dikonsumsi. Hovart juga medefinisikan “An activity or substance we repeatedly crave to experience, and for which
we
are
willing
to
pay
a
price
(or
negative
consequences)” yang bermaksud suatu aktivitas atau substansi yang dilakukan berulang-ulang dan dapat menimbulkan dampak negatif (Hovart, 1989). Hovart juga menjelaskan bahwa contoh kecanduan bisa bermacam-macam. Bisa ditimbulkan akibat zat atau aktivitas tertentu, seperti judi, overspending, shoplifting dan aktivitas seksual. Menurut Lance Dodes dalam bukunya yang berjudul “The Heart of Addiction” (Yee 2002 dalam Dica Feprinca, 2011: 23), ada dua jenis kecanduan, yaitu adiksi fisikal seperti kecanduan terhadap alkohol atau kokaine, dan adiksi non-fisikal seperti kecanduan terhadap online game. Definisi adiksi kemudian memunculkan satu bentuk kontroversi mengenai konsepsi. Definisi mengenai adiksi mulai beralih dengan mengikutsertakan beberapa tingkah laku yang tidak mengandung intoxicant (sesuatu yang memabukan) seperti video game playing (Keepers, 1990), compulsive gambling (Griffiths, 1990), overeating (Lesuire & Bloome, 1993) and television-viewing (Winn, 1983).
27
Menurut Chaplin (dalam Kamus Psikologi, 2006: 11), perilaku adiksi adalah keadaan bergantung secara fisik pada suatu obat bius. Pada umumnya kecanduan menambah toleransi terhadap suatu obat bius, ketergantungan fisik dan psikologis, dan menambah pula gejalagejala pengasingan diri dari masyarakat, apabila pemberian obat bius tadi dihentikan. Addiction level dapat didefinisikan sebagai tingkat kompulsi yang tidak terkontrol untuk mengulangi satu bentuk tingkah laku tanpa memperdulikan konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada diri remaja. Tingkatan adiksi akan diukur melalui intensitas kemunculan simptom-simptom tingkah laku adiksi. Berdasarkan definisi perilaku adiksi para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa
perilaku
adiksi
merupakan
keadaan
ketergantungan secara fisik terhadap zat kimia dan ketergantungan untuk mengulangi satu bentuk tingkahlaku. Ketergantungan secara fisik terhadap zat kimia seperti kecanduan terhadap alcohol dan narkotika, sedangkan ketergantungan untuk mengulangi satu bentuk tingkah laku bisa berupa kecanduan bermain online game.
2. Karakteristik Perilaku Adiksi Seseorang dikatakan adiksi apabila memenuhi minimal tiga dari enam kriteria yang diungkapkan oleh Brown (Dwiastuti, 2005: 40). Kriteria tingkah laku adiksi sebagai berikut:
28
a. Salience Salience menunjukan dominasi aktivitas bermain game dalam pikiran dan tingkah laku. Disini seseorang dalam kehidupan sehari–harinya selalu memikirkan online game dan kemudian akan menerapkan gerakan game pada aktivitas sehari–hari. Oleh sebab itu Salience dibagi menjadi dua yaitu: 1) Cognitive salience: dominasi aktivitas bermain game pada level pikiran. 2) Behavioral salience: dominasi aktivitas bermain game pada level tingkah laku. b. Euphoria Euphoria
mendapatkan
kesenangan
dalam
aktivitas
bermain game. Hal ini dikarenakan banyaknya fitur–fitur yang disajikan dalam online game, sehinga individu mendapatkan kesenangan yang tidak tergatikan pada saat bermain online game. c. Conflict Conflict pertentangan yang muncul antara orang yang adiksi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya (external conflict) dan juga dengan dirinya sendiri (internal conflict) tentang tingkat dari tingkah laku yang berlebihan.
29
1) Interpersonal conflict (eksternal): konflik yang terjadi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Maksud dari Interpersonal conflict yaitu apabila individu merasa dikalahkan dalam game oleh teman disekitarnya baik itu dalam level game ataupun pertarungan dalam game. 2) Intrapersonalconflict (internal): konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri. Individu akan merasa kecewa kepada dirinya sendri apabila kalah ataupun tidak sukses dalam pencapaian misi dalam game, saat itu Intrapersonalconflict akan terjadi. d. Tolerance Tolerance aktivitas bermain online game
mengalami
peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan. Tolerance berkembang sebagai kebutuhan pada seseorang yang adiksi untuk meningkatkan ketergantungannya pada tingkah laku bermain online game untuk mendapatkan pengalaman yang sama dibandingkan pada saat bagian awal adiksi. e. Withdrawal Withdrawal perasaan tidak menyenangkan pada saat tidak melakukan aktivitas bermain game. Situasi ini terjadi dikarenakan individu sudah teradiksi game, lebih tepatnya ketagihan dengan
30
fitur game yang disajikan. Sehinga akan membuat individu gelisah apabila tidak bermain game. f. Relapse and reinstatement Relapse
and
Reinstatement
kecenderungan
untuk
melakukan pengulangan terhadap pola-pola awal tingkah laku adiksi atau bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahuntahun hilang dan dikontrol. Hal ini menunjukan kecenderungan ketidakmampuan untuk berhenti secara utuh dari aktivitas bermain game Berdasarkan karakteristik perilaku adiksi diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa
seseorang
bisa
dikatakan
adiksi
apabila
menunjukkan tingkah laku salience, euphoria dan conflict. Sebagai tambahannya adalah
tolerance, withdrawal dan relapse and
reinstatemen, komponen-komponen ini merupakan komponen umum dalam sebuah adiksi. 3. Perilaku Adiksi Online Game Adams & Rollings (2007) mendefinisikan online game sebagai permainan (games) yang dapat diakses oleh banyak pemain, di mana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh suatu jaringan (umumnya Internet). Banyaknya pemain merupakan aspek yang penting dalam pengertian online game di sini. Pada prinsipnya permainan yang dimainkan seorang diri (solitaire) melalui Internet
31
dapat dimasukkan dalam istilah game online, namun pada penelitian ini permainan yang termasuk di dalam istilah yang diwakili dengan online game hanyalah permainan yang dimainkan secara missal. Menurut Mifflin, online game adalah permainan yang dimainkan melawan komputer. Online game adalah aktivitas yang bersifat rekreasi yang mengikutsertakan satu atau lebih pemain. Biasanya online game melibatkan kompetisi diantara dua atau lebih pemain. Online game bisa dijelaskan sebagai a) sebuah tujuan yang harus dicapai oleh pemain dan b) beberapa perangkat peraturan yang menentukan apa yang harus dilakukan oleh pemain. Online game adalah media elektronik yang menyuguhkan permainan berupa tampilan gerak, warna, suara yang memiliki aturan main dan terdapat level tertentu, yang bersifat menghibur dan bersifat adiktif. Secara operasional online game adalah sebuah mesin permainan yang memiliki konsep permainan menarik, memiliki gambar tiga dimensi, dan efek-efek yang luar biasa. Online game adalah game yang menggunakan network komputer atau internet. Berkat kecanggihan teknologi yang disajikan dalam permainan jaringan ini, seorang gamer bisa bertemu dengan gamer lain di seluruh dunia yang berada jauh sekalipun. Game dengan fasilitas online via internet menawarkan fasilitas lebih dibandingkan dengan game biasa (seperti: video game) karena para pemain itu bisa berkomunikasi dengan pemain lain dari seluruh penjuru dunia melalui media chatting.
32
Adiksi terhadap online game adalah kesenangan saat bermain game karena memberi rasa kepuasan tersendiri, sehingga ada perasaan untuk mengulang lagi kegiatan menyenangkan yang ditawarkan ketika bermain online game. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yee pada tahun 2002 mengenai kecanduan terhadap MMORPG (Massive Multiplayer Online Roleplaying Games), kecanduan didefinisikan sebagai “suatu perilaku tidak sehat atau merugikan diri sendiri yang berlangsung terus-menerus yang sulit diakhiri individu bersangkutan”. Suatu perilaku yang tidak sehat atau merugikan diri sendiri ini menjadi suatu aspek yang penting dalam definisi kecanduan Yee. Individu yang memiliki hobi sehat, seperti olahraga atau menari, dapat merasa terganggu atau frustrasi jika tidak dapat melakukan hobi tersebut dikarenakan misalnya, cuaca yang buruk. Individu yang memiliki hobi sehat juga dapat merasa bahwa berada di lapangan atau lereng memberikan sejenis kepuasan yang meningkatkan self-esteem. Namun, hanya jika seseorang melakukan aktivitas yang kurang baik atau merugikan diri sendiri barulah istilah kecanduan menjadi pantas digunakan, dan perilaku seperti ini terlihat pada pemain online game. Ketertarikan pada game sudah dimulai sejak anak-anak sekitar usia tujuh tahun. Anak mulai merasa senang dengan bermain game, kemudian seiring dengan penambahan usia, anak-anak menjadi semakin bersemangat bila akan bermain game. Lama-lama ketertarikan
33
terhadap game online semakin bertambah dan meningkat hingga anakanak tumbuh menjadi remaja, baik frekuensi maupun durasinya. Bermain online game membuat remaja merasa senang karena mendapat “kepuasan psikologis”. Permainan yang bersifat interaktif dan kelompok, akan tergantikan dengan permainan yang bersifat soliter. Kepuasan yang diperoleh dari game membuat remaja semakin betah menggandrungi online game, apalagi tampilan yang semakin memukau dan sistem suara yang benar-benar seperti nyata membuat remaja akan semakin tertarik menekuni dan menjelajahi online game. Menurut Bunny , kebanyakan game dirancang sedemikan rupa agar gamer penasaran dan mengejar nilai tinggi, dan sering membuat gamer lupa bahkan untuk sekadar berhenti sejenak. Remaja yang kecanduan dalam permainan online game termasuk dalam tiga kriteria yang ditetapkan
WHO (World
Health
Organization),
yaitu
sangat
membutuhkan permainan dengan gejala menarik diri dari lingkungan, kehilangan kendali, dan tidak peduli dengan kegiatan lainnya (Pikiran Rakyat, 2008: 19). Sebagian remaja yang menghabiskan waktu dan uangnya untuk bermain online game. Tidak jarang, waktu belajar dan bersosialisasi dengan teman sebaya menjadi berkurang, atau bahkan remaja sama sekali tidak mempunyai waktu untuk belajar dan bersosialisasi. Online game sebenarnya tidak akan berdampak negatif kalau remaja tidak sampai kecanduan, tetapi kalau sudah kecanduan akan berakibat fatal
34
dan menimbulkan dampak negatif. Pemain akan membuat prestasi tetapi tidak dalam bentuk riil dan memainkan objek imajinasi yang menurut gamer merupakan representasi dari diri gamer itu sendiri. Selain menghabiskan uang akibat dari perilaku merugikan ini dapat dilihat lebih jelas dalam masalah akademis, masalah kesehatan, dan masalah relasi. Jika kebiasaan bermain mereka ini membawa pada masalah dalam kehidupan nyata maka dapat dikatakan itu merupakan suatu perilaku yang merugikan diri sendiri yang menjadi aspek penting yang menentukan terjadinya kecanduan (Yee 2002 dalam Dica Feprinca, 2011: 30). Keasyikan dari permainan yang dapat dimainkan banyak orang, membuat banyak yang menggemarinya, bahkan ada pula yang membuat komunitas bagi penggemar online game. Komunitas gamers biasanya disebut dengan klan. Arti secara harfiah dari klan adalah kelompok yang terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki kebangsaan, suku bangsa, atau garis keturunan yang sama. Klan yang dimaksudkan adalah multyplayer games. Multyplayer games adalah sekumpulan orang yang sering melakukan aktivitas bermain permainan tertentu (atau juga beragam jenis permainan) secara bersama-sama (Pikiran Rakyat, 2008: 19). Dalam permainan multyplayer, pemain berkompetisi satu sama lain dalam menguji keterampilannya, tidak seperti kebanyakan permainan lain, komputer dan video games sering kali dilakukan secara sendiri (single player). Terdapat beberapa permainan dimana para pemain berusaha untuk
35
meraih tujuan. Kelompok-kelompok dari pemain dalam satu tim akan berjuang sebagai satu kelompok. Digunakannya istilah online game adiksi ini merupakan suatu hal yang masih kontroversial. Namun, berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, ditemukan data yang mendukung bahwa istilah ini dapat diterima dan digunakan (Yee 2002 Dica Feprinca, 2011: 20), data-data tersebut seperti: sebanyak 64,45% remaja laki-laki dan 47,85% remaja perempuan usia 12-22 tahun yang bermain game online menyatakan bahwa mereka menganggap diri mereka kecanduan terhadap online game, juga sebanyak 25,3% remaja laki-laki dan 19,25% remaja perempuan usia 12-22 tahun yang bermain game online mencoba untuk berhenti main namun tidak berhasil. Dengan para pemainnya menganggap diri mereka kecanduan dan tidak berhasil berhenti tidak lantas membuat istilah “kecanduan online game” ini dapat diterima begitu saja. Satu hal yang juga merupakan bukti penting adalah keterkaitan erat antara gejala kecanduan online game dengan kecanduan zat terlarang. Dua gejala yang menjadi ciri utama kecanduan zat terlarang adalah ketergantungan (dependence) dan penarikan (withdrawal). Individu-individu yang kecanduan suatu zat membutuhkan zat tersebut untuk menopang suatu perasaan wajar dan
kesejahteraannya.
Individu-individu
yang
mengalami
ketergantungan pada suatu zat akan menderita ketika mereka tidak mengkonsumsi zat tersebut (Withdrawal). Withdrawal ditandai dengan
36
kemarahan, kecemasan, kejengkelan, dan frustrasi. Kedua gejala kecanduan ini ditemui pada pemain online game dalam penelitian mengenai kecanduan online game. Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa adiksi online game adalah kesenangan bermain game karena memberi rasa kepuasaan tersendiri, sehingga ada peasaan untuk mengulangi lagi kegiatan yang menyenangkan ketika bermain game. Bermain online game membuat remaja merasa senang karena mendapat kepuasan psikologi. Pemain yang bersifat interaktif dan berkelompok, akan tergantikan pada permainan yang bersifat soliter.kepuasan yang diperoleh dari bermain game membuat remaja semakin betah menggandrungi
online
game,
sehingga
banyak
remaja
yang
menghabiskan waktu dan uangnya untuk bermain online game. Tidak jarang waktu belajar dan bersosialisasai dengan teman sebaya menjadi berkurang, bahkan ada juga remaja yang sama sekali tidak mempunyai waktu untuk belajar dan bersosialisasi.
4. Gejala Adiksi Bermain Online Game pada Remaja Kecanduan internet disebut sebagai Internet Addiction Disorder (IAD),Stephen Juan Ph. D (Dyen Syarifudin, 2010) mengemukakan tanda-tanda umum kecanduan intenet, sebagai berikut,
37
a. Selalu ingin menghabiskan lebih banyak waktu di internet, sehingga akan menguras waktu efektif yang ada. b. Jika tidak menggunakan internet, muncul gejala - gejala penarikan diri seperti kecemasa, gelisah, mudah tersinggung, bergetar, menggigil, gerakan mengetik tanpa sadar, hingga berkhayal atau bermimpi mengenai internet. c. Jika terhubung dengan internet, gejala - gejala penarikan diri akan hilang ataupun berkurang. d. Mengakses internet lebih lama dari yang diniatkan. e. Cukup banyak porsi kegiatan yang digunakan untuk aktivitas terkait internet, termasuk e-mail, browsing, chatting. f. Mengurangi kegiatan penting, baik dalam pekerjaan, sosial, atau rekreasi, demi menggunakan internet. g. Internet digunakan untuk melarikan diri dari perasaan bersalah, tidak berdaya, kecemasan, atau depresi. h. Menyembunyikan penggunaan internet dari keluarga atau teman. Bermula dari ketertarikan remaja terhadap internet, maka lebih jauh lagi remaja akan mulai tertarik dengan dunia online game. Banyak orang tua yang mengeluhkan karena anaknya mengabaikan aktivitas sehari-hari karena ketertarikannya terhadap online game, orang tua
38
tidak hanya khawatir akan kebiasaan anaknya tapi karena bermain online game dapat menimbulkan suatu ketergantungan yang bisa mengarah kepada perilaku adiksi (kecanduan) terhadap online game. Seseorang yang kecanduan online game menurut Young 1996 (dalam Imanuel, 2009: 40) yaitu: a. Merasa terikat dengan online game (memikirkan mengenai aktivitas bermain online game sebelumnya atau mengharapkan sesi bermain online game berikutnya). b. Merasakan kebutuhan untuk bermain online game dengan jumlah waktu yang terus meningkat untuk mencapai sebuah kepuasan. c. Secara berulang membuat upaya-upaya untuk mengendalikan, mengurangi, atau berhenti bermain online game namun tidak berhasil. d. Merasa gelisah, murung, depresi, atau lekas marah ketika mencoba untuk mengurangi atau berhenti bermain online game. e. Terancam bahaya kehilangan relasi signifikan yang disebabkan oleh bermain online game. f. Terancam bahaya kehilangan pekerjaan, kesempatan karir atau kesempatan pendidikan yang disebabkan oleh bermain online game.
39
g. Berbohong pada anggota keluarga, terapis atau orang lain untuk menyembunyikan seberapa jauh keterlibatan dengan online game. h. Bermain online game sebagai suatu cara untuk melarikan diri dari masalah-masalah atau untuk mengurangi suatu kondisi perasaan yang menyusahkan (misal perasaan-perasaan tidak berdaya, bersalah, cemas, depresi). Berdasarkan ciri seseorang yang kecanduan online game diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang mulai teradiksi online game karena mereka merasakan kesenangan saat bermain, maka lebih jauh lagi remaja akan mulai teradiksi dengan online game. Dengan teradiksinya online game remaja akan selalu memikirkan mengenai aktivitas bermain online game, merasa cemas apabila tidak bermain online game dan merasa kebutuhan untuk bermain online game merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, karena dengan bermain online game ramaja akan mendapatkan kepuasan. Hal ini dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan para remaja, sehingga membuat remaja lupa akan tugas–tugas perkembangan masa remaja yang harus dipenuhi seperti belajar dan bersosialisasi dengan teman sebaya.
5. Faktor–Faktor Penyebab Adiksi Terhadap Online Game Banyak penyebab yang ditimbulkan dari kecanduan online game, salah satunya karena gamer tidak akan pernah bisa menyelesaikan
40
permainan sampai tuntas. Selain itu, karena sifat dasar manusia yang selalu ingin menjadi pemenang dan bangga apabila semakin mahir akan sesuatu termasuk sebuah permainan. Dalam online game apabila poin bertambah, maka objek yang dimainkan akan semakin hebat, dan kebanyakan orang senang sehingga menjadi adiksi. Penyebab lain yang dapat ditelusuri adalah kurangnya pengawasan dari orang tua, dan pengaruh globalisasi dari sisi teknologi yang memang tidak bisa dihindari. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi remaja terhadap online game. Faktor-faktor internal yang menyebabkan terjadinya adiksi terhadap online game, sebagai berikut, a. Keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam online game, karena online game dirancang sedemikan rupa agar pemain semakin penasaran dan semakin ingin memeperoleh nilai yang lebih tinggi. b. Rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di sekolah. c. Ketidakmampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivitas penting lainnya juga menjadi penyebab timbulnya adiksi terhadap online game.
41
d. Kurangnya self control dalam diri remaja, sehingga remaja kurang mampu mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain online game secara berlebihan. Berdasarkan faktor internal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain online game pada remaja dapat disimpulkan bahwa remaja bisa terdiksi online game dikarenakan rasa bosan yang sangat tinggi ketika berada disekolah ataupun dirumah, kurangnya self control, tidak mampu mengatur prioritas untuk mengejakan hal yang lebih penting, sehingga remaja memilih kegiatan yang lebih menyenangkan yaitu online game. Dengan disajikan fitur – fitur yang bagus di dalam online game, remaja semakin menyukai online game dan mempunyai keinginan yang kuat untuk memeroleh nilai yang tinggi dalan online game. Disaat itu remaja mulai teradiksi game online dan ingin terus memainkannya. Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain online game pada remaja, sebagai berikut, a. Lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat temantemannya yang lain banyak yang bermain online game. b. Kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja memilih
alternatif
bermain
menyenangkan.
42
game
sebagai
aktivitas
yang
c. Harapan orang tua yang melambung terhadap anaknya untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti kursus atau les, sehingga kebutuhan primer anak, seperti kebersamaan, bermain dengan keluarga menjadi terlupakan. Berdasarkan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain online game pada remaja dapat disimpulkan bahwa remaja bisa teradiksi online game dikarenakan lingkungan yang kurang terkontrol, tidak memiliki hubungan sosial yang baik dan harapan orang tua yang terlalu tinggi, sehingga membuat remaja mengambil alternatif bermain game online sebagai aktifitas yang membuat remaja mendapatkan kesenangan. 6. Dampak Remaja Adiksi Terhadap Online Game Bermain online game memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampak positifnya adalah dapat meningkatkan konsentrasi pemain Selain itu, bermain online game juga dapat mendorong remaja menjadi cerdas. Online game menuntut daya analisa remaja yang kuat dan perencanaan strategi yang tepat agar bisa menyelesaikan permainan dengan baik (Hong & Liu, 2003: 5). Bermain online game memang memiliki dampak positif, akan tetapi jika dibiarkan berlarut - larut hingga mengarah pada adiksi tentu akan memberikan dampak negatif, diantaranya remaja menjadi tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Hal ini
43
dapat menyebabkan remaja menjadi kecanduan online game. Pengaruh kecanduan online game berdampak pada psikis, sosial, akademis dan fisik pada remaja. Dampak psikis pada remaja adalah remaja akan sering bahkan terus-menerus memikirkan online game. Game yang berlatar belakang atau kontennya bersifat kekerasan memicu remaja untuk meningkatkan pikiran agresif, perasaan, perilaku, dan penurunan prososial, berdasarkan kajian ilmiah (Anderson & Bushman, 2001). Selain itu juga bisa mendorong remaja untuk bertindak asosial, karena aktivitas bermain online game cukup menyita waktu untuk berkomunikasi, baik berkomunikasi dengan keluarga maupun teman sebaya. Menimbulkan kemalasan belajar, disebabkan kelelahan yang ditimbulkan setelah bermain online game. Dampak buruk secara sosial, psikis, fisik dari kecanduan bermain online game menurut (Margaretha Soleman, 2013), sebagai berikut, a. Sosial Hubungan dengan teman dan keluarga menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Perhaulan remaja hanya sebatas di game online saja, sehingga membuat para pecandu online game menjadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan
pergaulan
nyata.
Keterampilan
social
menjadi
berkurang, sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain. Perilaku gamer menjadi kasar dan agresif karena
44
terpengaruh oleh apa yang dilihat dan dimainkan dalam permainan online game. b. Psikis Pikiran remaja menjadi terus menerus memikirkan game yang sedang dimainkan. Sulit berkonsentrasi terhadap studi, pekerjaan, sering bolos, atau menghindari pekerjaan. Membuat remaja menjadi cuek, acuh tak acuh, kurang peduli terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar. Melakukan apapun demi bisa bermain game, seperti berbohong, mencuri ang, dll. Terbiasa hanya berinteraksi satu arah dengan komputer membuat remaja menjadi tertutup, sulit mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan nyata. c. Fisik Terkena paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf mata dan otak. Kesehatan jantung menurun akibat bergadang 24 jam bermain online game. Ginjal dan lambung juga terpengaruh akibat banyak duduk, kurang minum, lupa makan karena keasyikan bermain. Berat badan menurun akbiat lupa makan, atau bisa juga bertambah karena banyak akan makanan ringan dan jarang berolahraga. Mudah lelah ketika melakukan aktivitas fisik, kesehatan tubuh menurun akibat kurang olahraga. Yang paling parah adalah dapat mengakibatkan kematian.
45
C. Remaja 1. Pengertian Remaja Menurut Hurlock, 1992 Remaja berasal dari kata Latin Adolensense yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencangkup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53), masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (dalam Sri Rumini & Siti Sundari, 2004: 53) remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan
46
masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosialemosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12–15 tahun = masa remaja awal, 15–18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18–21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10–12 tahun, masa remaja awal 12–15 tahun, masa remaja pertengahan 15–18 tahun, dan masa remaja akhir 18–21 tahun (Deswita, 2006: 192). Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis. Masa perkembangan remaja yang panjang ini dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi remaja sendiri melainkan bagi para orang tua, guru, dan masyarakat sekitar. Bahkan tidak jarang penegak hukum turut direpotkan oleh tindakan remaja yang dipandang menyimpang. Remaja melakukan perilaku menyimpang dikarenakan remaja sedang berada di persimpangan jalan antara dunia anak-anak dan
dunia
dewasa. Sehubungan dengan masalah remaja, dapat
dipastikan bahwa segala sesuatu yang sedang mengalami atau dalam
47
keadaan transisi dari suatu keadaan ke keadaan lainnya selalu menimbulkan gejolak, goncangan, dan benturan yang kadangkadang berakibat sangat buruk bahkan fatal (mematikan). Jadi bisa disimpulkan bahwa pada masa ini remaja mengalami ketidaksiapan dalam perkembangan diri remaja yang belum pernah dialami sebelumnya, sehingga memungkinkan akan melahirkan berbagai macam problematika atau permasalahan pada diri remaja sehubungan dengan pendidikan dan perkembangan.
2. Ciri Masa Remaja Masa remaja seperti masa–masa sebelumnya memiliki cirri–ciri khusus yang membedakan masa sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1991: 207-209) menjeaskan ciri–ciri tersebut sebagai berikut; a. Masa remaja sebagai periode penting Karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku dan akibat jangka panjangnya, juga akibat fisik dan akibat pesikologis. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat menimbulkan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.
48
b. Masa remaja sebagai periode peralihan Masa remaja merupakan peralihan dari masa kanank–kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak–kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Selama masa remaja mengalami perubahan fisik yang sangat persat, juga perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat. Sebaliknya jika perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga. Menurut Hurlock, ada 4 macam perubahan yaitu: meningginya emosi, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan, perubahan minat dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan teman–teman dalam segala hal, seperti pada masa sebelumnya. Namun adanya sifat yang mendua, dalam beberapa kasus menimbulkan beberapa dilema yang menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha
49
menunjukkan
sikap
diri
dan
perannya
dalam
kehidupan
masyarakat. e. Usia bermasalah Karena pada masa remaja pemecahan masalah sudah tidak seperti pada masa sebelumnya yang dibantu oleh orang tua dan gurunya. Setelah remaja masalah yang dihadapi akan diselesaikan secara mandiri, mereka menolak bantuan dari orang tua dan guru lagi. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan atau kesulitan Karena pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang
baik
atau
bersifat
negatif.
Stereotip
demikian
mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya, Dengan demikian menjadikan remaja sulit melakukan peralihan menuju
masa
remaja.
Pandangan
ini
juga
yang
sering
menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang dewasa g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Pada masa ini remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan bukan sebgai adanya, terlebih cita–citanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan apabila yang diinginkan tidak tercapai akan mudah marah. Semakin
50
bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Menjelang menginjak masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa, Oleh karena itu mereka mulai berperilaku sebagai setatus orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obat–obatan dan lain–lain, yang dipandang dapat memberikan citra yang seperti diinginkan. Berdasarkan ciri masa remaja diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masa remaja merupakan periode yang penting, periode perubahan, peralihan, usia yang bermasalah, pencarian identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistic dan ambang masa kedewasaan.
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja Masa remaja dapat dijalani dengan mulus dan baik, jika seorang remaja melewati tugas perkembangannya dengan baik pula. Menurut Hurlock (1980: 46) tugas massa remaja yang harus dilalui remaja yaitu:
51
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mempersiapkan karier ekonomi. f. Mempersiapkan perkawinan keluarga. g. Memperoleh perngkat nilai dan sistm etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya hanya sedikit anak laki–laki dan anak perempuan yang diharapkan untuk mengusai tugas– tugas tersebut selama awal remaja, apalagi mereka yang matang terlambat. Tugas perkembangan sifatnya tidak universal, namun sangat tergantung dari budaya setempat, sehingga ada kemungkinan tugas perkembangan tersebut diatas ada yang tidak berlaku untuk kultur bangsa Indonesia.
52
4. Aspek yang Berkembang pada Remaja Perubahan pada diri remaja menunjukkan tanda keremajaan, namun seringkali perubahan yang terjadi hanya menunjukkan tandatanda fisik dan bukan pengesahan akan keremajaan seseorang. Satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan berbagai aspek menurut Hurlock (1980: 127). a. Perkembangan fisik dan psikoseksual Pada masa ini biasanya disebut dengan The Onset of pubertal growth sput serta The maximum growth age, karena pada masa ini remaja mengalami pertumbuhan fisik yang sangat pesat baik bentuk tubuh , ukuran, tinggi dan berat badan, proporsi muka dan badan. Adanya percepatan pertumbuhan pada remaja berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya daripada dengan orang tua atau keluarga. Disamping itu juga remaja pada waktu itu diharapkan dapat memenuhi tanggung jawab sebagai orang dewasa. Namun karena belum memiliki pengalaman sebagai orang dewasa, sehingga sering mengalami kegagalan, hal ini dapat menimbulkan masalah dalam bentuk frustasi dan konflik. b. Perkembangan kognisi Sebagaimana
aspek
lain
dalam
perkembangan
remaja,
kecerdasan (kognisi) juga mengalami pengembangan baik secara
53
kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif intelegensi berkembang semenjak bayi masih berada dalam kandungan. Laju perkembangan berlangsung sangat pesat mulai usia 3 tahun sampai dengan masa remaja awal. Puncak perkembangan dicapai pada masa penghujung masa remaja akhir, sesudah itu sampai usia 60 tahun berkembang lambat, terjadilah masa plateau,
yang
selanjutnya akan terjadi penurunan. c. Perkembangan emosi, sosial dan moral 1) Perkembangan emosi remaja Pada masa remaja terjadi keteganagn emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai dan topan, yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi emosi remaja yang tidak menentu, tidak setabil dan meledak–ledak (Muhammad Ali dan Muhammad Asrori 2004: 67). Meningginya emosi terutama karena remaja menghadapi kondisi sosial baru, karena selama masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadan-keadaan itu. Pada masa ini remaja tidak dapat bersikap asertif terhadap dirinya sendri, hal ini dikarenakan pada masa ini remaja tidak bisa mengendalikan emosinya. Semua itu terjadi karena remaja meiliki sifat yang tidak mau mengalah dan akan sangat malu apabila kalah dari temannya dari segi apapun. Begitu juga
54
dalam bermain online game, remaja selalu tidak mau kalah dengan temannya baik dalam keterampilan bermain game ataupun level yang didapat dari bermain game tersebut, sehingga membuat remaja selalu menerima ajakan temannya untuk bermain online game dan membuat remaja tersebut semakin teradiksi online game. 2) Perkembangan sosial remaja. Pada usia remaja pergaulan dan interaksi social dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa–masa sebelumnya, termasuk pergaulan dengan lawan jenis. Remaja mencari bantuan emosional dalam kelompoknya. Pemuasan intelektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya dengan berdiskusi, berdebat untuk memecahkan masalah (Santrock, 2007: 141). Dengan masuknya remaja kedalam sebuah kelompok dan membuat kepuasan intelektualnya terpenuhi maka akan semakin banyak intensitas remaja untuk bergaul dengan teman kelompoknya. Dengan begitu remaja akan selalu ikut apa yang dilakukan oleh kelompoknya itu, apalagi dalam kelompok yang dialamnya
membahas
online
game.
Apabila
temannya
mengajak bermain online game tanpa berfikir panjang remaja tersebut akan ikut untuk bermain online game, sehingga
55
membuat online game menjadi kebutuhan sehari – hari dan membuat remaja tidak bisa bersikap asertif terhadap dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain. Pada keaadaan tersebut akan membuat lingkungan sosial remaja menjadi sempit dikarenakan remaja akan berinteraksi sosial hanya dengan teman sekelompoknya itu budan dengan orang lain yang ada disekitarnya. 3) Perkembangan moral remaja Perkembangan moral merupakan satu hal yang sangat penting bagi perkembangan sosial dan kepribadian seseorang. Perkembangan norma dan moralitas sangat berhubungan dengan kata hati atau hati nurani. Kata hati menurut teori belajar (Monks dkk dalam Sri Rumini & Siti Sundari, 2004: 53), merupakan suatu sistem norma-norma yang telah terinternalisasi, sehingga seseorang akan tepat melakukan norma-norma meskipun tidak ada kontrol dari luar. Moralitas merupakan suatu yang dianggap baik yang seharusnya dilakukan dan tidak baik atau tidak pantas dilakukan. Adapun tahapan perkembangan moral menurut Jean Piaget (dalam Slavin, 2006: 51) yaitu:
56
a) Tahap heteronomous (tahap realism moral) Pada tahap ini aturan dipandang sebagai paksaan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa. Menilai perilaku moral berdasarkan konsekuensinya, hokum dipandang sebagai konsekuensi otomatis dari pelanggaran. b) Tahap autonomous (tahap independensi moral) Pada tahap ini aturan dipandang sebagai hasil kesepakatan bersama, menilai perilaku moral berdasarkan niat pelakunya, hukuman dipandang sebagai sesuatu hal yang tidak serta merta, namun dipengaruhi oleh niat dan pelakunya. Pada masa ini tentunya remaja harus sudah mengerti akan norma–norma yang ada dimasyarakat, dengan mengerti norma yang ada diharapkan remaja dapat memiliki moral yang baik, tapi dengan teradiksinya remaja oleh online game bisa membuat perkembangan moral terganggu, hal ini terjadi karena pemaparan online game yang mengandung unsur kekerasan dan pornografi. Secara tidak langsung game tersebut mempengaruhi moral seorang remaja, sehingga banyak remaja melakukan pelanggaran moral di masyarakat misalnya seperti:
57
a) Perkelahian sebagai akibat dari kecanduan online game yang bertema kekerasan, peperangan dan terorisme. b) Perkataan kotor, kasar, tidak senonoh, saling mengejek antar teman yang bermula dari penulisan status di game ataupun di sosial media. c) Perbuatan asusila, seperti pelecehan seksual sebagai akibat dari online game yang memaparkan tentang pornografi. d) Membolos sekolah, karena begadang bermain online game sampai larut malam, bahkan sampai pagi, bisa juga
dikarenakan
remaja
merasa
bosan
berada
disekolah. e) Berbohong kepada orang tua, karena kecanduan online game membuat remaja berbohong kepada orang tuanya dengan meminta uang untuk kebutuhan sekolah, padahal sebenarnya uang tersebut hanya untuk bermai game online.
58
5. Penggunaan Pelatihan Asertif untuk Mengurangi Perilaku Adiksi Online Game pada Remaja Perilaku adiksi terhadap online game muncul pada kondisi lingkungan tertentu yaitu lingkungan teman sebaya. Tekanan yang dialami, yang dirasa paling berat dan paling mempengaruhi perilaku remaja adalah tekanan teman sebaya atau dikenal dengan istilah peer pressure. Tanpa disadari remaja mendapat tekanan untuk berperilaku seperti remaja lain, sehingga akhirnya remaja masuk ke dalam situasi dimana remaja harus berperilaku seperti remaja yang lainnya, agar dapat diterima dan tidak dapat disisihkan. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadi reinforcement bagi adiksi terhadap online game. Kondisi yang awalnya yang tertekan oleh ajakan teman berubah menjadi menyenangkan saat bermain online game dan mendorong remaja untuk mengulang kembali kondisi itu. Perilaku pada manusia merupakan reaksi atas stimulasi yang diberikan oleh lingkungan dari luar dirinya. Berdasarkan prinsip operant conditioning, suatu perilaku telah termanifestasikan maka sangat besar kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali. Perilaku asertif dalam pergaulan yang lebih luas berkembang menjadi suatu keterampilan sosial dalam menghargai keinginan diri dan hak orang lain.
59
Salah satu lingkungan pembentuk perilaku asertif seseorang adalah kebiasaan atau budaya interaksi dengan orang lain. Latihan asertif digunakan untuk membentuk keterampilan perilaku asertif (assertive behavior). Pengunaan teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak orang menderita perasaan cemas dalam berbagai situasi menyenangkan saat bermain online game mendorong remaja untuk mengulang kembali kondisi itu. Tujuan dari konseling behavioral ini adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar dari konseling behavioral (perilaku) adalah diperkenalkannya metode ilmiah dibidang psikoterapi, yaitu bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku. Remaja yang adiksi terhadap online game disebabkan karena banyaknya stimulus dari lingkungan yang membuat remaja tertarik untuk bermain online game selama berjam-jam dan bahkan sehari semalam. Stimulus yang membuat remaja menghabiskan waktunya selama berjam-jam adalah ajakan dari teman, uang jajan lebih yang diberikan oleh orang tua, dan fasilitas permainan pada online game yang terus berkembang. Hal ini semakin membuka jalan bagi remaja untuk larut dalam permainan, yang apabila remaja dibiarkan dapat mengarah pada perilaku adiksi online game. Teknik yang digunakan
60
untuk mereduksi adiksi remaja terhadap online game melalui pendekatan behavioral adalah Pelatihan Asertif. Pendekatan behavioral yang paling cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang biasa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal di mana individu kesulitan menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak dan benar. Kecemasan interpersonal dapat dihentikan jika orang dapat bertindak asertif. Oleh karena itu, berbagai gangguan dan problem interpersonal dapat ditangani dengan cara meningkatkan keterampilan perilaku asertif. Individu yang memiliki keterampilan asertif lebih mungkin untuk berhasil dalam membina hubungan interpersonal dan dalam kehidupan yang lebih luas dibanding individu lain yang tidak asertif (Corey, 1986: 189) . Sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu bertindak sesuai dengan keinginan, membela haknya, dan tidak dimanfaatkan oleh
orang
lain.
Selain
itu,
bersikap
asertif
juga
berarti
mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jelas dengan menghormati hak pribadi dan hak orang lain. Sikap asertif merupakan ungkapan perasaan, pikiran, pendapat, dan kebutuhan secara jujur dan wajar. Rathus dan Nevid (1980: 107-123) mengkategorikan 10 tingkah laku asertif, sebagai berikut:
61
a. Bicara asertif yaitu individu mengemukakan hak-hak atau berusaha mencapai tujuan tertentu dalam suatu situasi dan memberi pujian untuk menghargai tingkah laku seseorang dan juga memberi feed backpositif pada individu lain. b. Pengungkapan perasaan-perasaan pada individu lain secara spontan dan tidak berlebihan. c. Menyapa dan memberi salam pada individu lain dan individu yang ditemui termasuk individu yang baru dikenal dan membuka percakapan. d. Dapat menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju. e. Menanyakan alasan ketika diminta untuk melakukan sesuatu, tidak langsung menyanggupi ataupun menolaknya. f. Berbicara mengenai diri sendiri. g. Menghargai pujian dan menerima pujian. h. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang lain. i. Menatap mata lawan bicara. j. Mampu
menampilkan
respon
melawan
rasa
takut,
menampilkan tingkah laku yang dapat memancing rasa cemas.
62
tidak
Tujuan dari pelatihan asertif adalah untuk meningkatkan perilaku individu sehingga mampu membuat keputusan untuk bersikap terbuka pada situasi tertentu dan mengajarkan individu untuk mengekspresikan perasaan kepada orang lain. Pelatihan asertif bisa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang a. Tidak
mampu
mengungkapkan
kemarahan
atau
perasaan
tersinggung. b. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya. c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan “TIDAK”. d. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan responsrespons positif lainnya. e. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri. Pelatihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individuindividu dalam mengembangkan cara berhubungan yang lebih langsung
dalam
situasi-situasi
63
interpersonal.
Fokusnya
adalah
mempraktekkan, melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperoleh sehingga individu diharapkan mampu mengatasi
ketidak
berdayaannya
dan
belajar
bagaimana
mengungkapkan perasaan dan pikiran secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa individu berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu. Pada perilaku asertif tingkat sensitivitas yang dimiliki cukup tinggi sehingga dapat membaca situasi yang terjadi di sekelilingnya, yang memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan aktivitasnya secara strategis, terarah, dan terkendali. Perilaku asertif berarti adanya sikap tegas yang dikembangkan dalam berhubungan dengan banyak orang dalam berbagai aktivitas kehidupan. Dalam artian, individu mengambil keputusan atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan hasil pemikiran sendiri, tanpa sikap emosional, meledak-ledak, atau berperilaku buruk lainnya. Remaja menegakkan kemandiriannya tanpa bermaksud menyakiti hati orang lain. Ketegasan penuh kelembutan, ketegasan tanpa arogansi, itulah ciri asertif. Lebih jauh lagi perilaku asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Individu bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain.
64
Citra dirinya akan terlihat sebagai sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada eksploitasi yang merugikan dirinya sendiri, dengan bersikap asertif akan timbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensi individu di tengah-tengah khalayak luas. Remaja yang mampu bersikap asertif berarti mampu untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam bersikap asertif, remaja dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lain. Langkah-langkah agar remaja mampu mengatakan ‘tidak’ terhadap permintaan yang tidak diinginkan, sebagai berikut. a. Pertama harus tentukan sikap yang pasti, apakah ingin menyetujui atau tidak ajakan teman tersebut. b. Jika belum yakin dengan pilihan mintalah kesempatan berpikir sampai mendapatkan kepastian sembari melakukan klasifikasi apa yang akan dilakukan. c. Berikan penjelasan yang logis atas penolakan secara singkat dan jelas. d. Pilihlah kata atau kalimat yang tegas, seperti secara langsung mengatakan ‘Tidak’ untuk penolakan.
65
e. Pastikan bahasa tubuh juga selaras dalam mengekspresikan apa yang dikatakan dan difikirkan. Degan mengekspresikan bahasa tubuh, ucapan dan fikiran yang selaras makan akan membatu anda utuk dapat menyakinkan teman ada kalau anda menolak ajakan tersebut. Remaja yang adiksi terhadap online game perlu bersikap asertif, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Hal ini akan membantu remaja untuk mereduksi perilaku adiksi terhadap online game, remaja dapat belajar berpikir logis, dan belajar memahami teman. Hal yang harus diperhatikan oleh konselor dalam menangani perilaku adiksi online game pada remaja adalah kompetensi konselor. Seorang konselor yang profesional adalah konselor yang memahami konsep bimbingan dan konseling yang baik dalam hal ini bimbingan pribadi dan teknik asertif untuk membantu remaja yang adiksi terhadap online game, selain itu konselor juga harus mempunyai pengetahuan tentang perilaku adiksi online game, cara penanggulangan, dan tugas perkembangan remaja, agar dalam penanganan perilaku adiksi online game yang dialami remaja dapat berkurang. Teknik yang dirancang dengan pengelolaan yang terstruktur dengan baik diharapkan mampu mengurangi perilaku adiksi online game yang terjadi di kalangan remaja.
66
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka dapat diajukan hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan pelatihan asertif dapat mengurangi perilaku adiksi online game Pada Remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta.
67
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Suharsimi (2006: 12) menjelaskan
bahwa
pendekatan
kuantitatif merupakan pendekatan yang dituntut untuk menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya.
Pendekatan kuantitatif dalam
penelitian ini, digunakan untuk mendapatkan gambaran umum tentang adiksi online game terhadap remaja pada siswa SMA dan efektivitas pelaksanaan treatment. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas (classroom action reseach). Suharsimi Arikunto (2006: 12) menjelaskan penelitian tindakan kelas dari unsur kata pembentuknya, yakni penelitian, tindakan, kelas. Penelitian mengacu pada suatu kegiatan mencermati suatu obyek dengan menggunakan cara atau aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik dan penting bagi peneliti. Tindakan mengacu pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian tindakan kelas, tindakan itu berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa. Kelas mengacu pada pengertian yang tidak terikat pada ruang kelas, tetapi pada pengertian yang lebih spesifik.
68
Hal penting dalam penelitian tindakan kelas adalah tindakan nyata (action) yang dilakukan guru (dan bersama pihak lain) untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar. Tindakan tersebut harus direncanakan dengan baik dan dapat diukur tingkat keberhasilannya dalam pemecahan masalah yang ada, maka perlu dilakukan siklus berikutnya (siklus kedua) untuk mencoba tindakan lain (alternatif pemecahan yang lain sampai permasalahan dapat diatasi). Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk
menggambarkan
proses
tindakan berupa
layanan
bimbingan
kelompok dengan menggunakan teknik pelatihan asertif dalam mereduksi adiksi online game pada remaja tingkat SMA.
B. Subyek, Tempat dan Waktu Penelitian 1. Subyek Penelitian Penentuan subyek penelitian menggunakan teknik sampling nonprobabilitas di mana setiap sampel tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Sampel diambil memakai purposive sampling (Suharsimi Arikunto, 1997: 128) yaitu: 1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat, atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi. 2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subject).
69
Subyek penelitian ini yaitu siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta berjumlah 25 siswa dengan pertimbangan, yaitu: a. Banyak kasus–kasus adiksi online game terjadi pada Siswa kelas XI IPS 1 Sedayu, sehingga kelas XI IPS 1 temasuk ke dalam kategori adiksi tingkat tinggi dan kategori asertif tingkat rendah (tidak asertif). b. Siswa kelas XI IPS 1 Sedayu berada pada rentang usia 16-18 tahun. Pada usia ini remaja memperoleh kebebasan dan kesenangan untuk dirinya sendiri, sehingga mengabaikan kewajibannya untuk belajar dan seringkali tidak bisa membagi waktunya, sehingga kebanyakan siswa menghabiskan waktunya untuk bermain di luar rumah. c. Menghabiskan waktu bermain online game 2-10 jam/minggu. Aktivitas ini terjadi dikarenakan perilaku adiksi online game adalah perilaku yang bersifat kronis dan kompulsif berulang - ulang, sehingga sulit individu untuk menghentikan atau mengurangi aktivitas bermain online game (Kusumadewi, 2009). Penelitian dilakukan untuk memperoleh data mengenai profil perilaku adiksi online game remaja SMA. Profil perilaku adiksi online game remaja SMA dijadikan sebagai dasar penggunaan teknik asertif untuk mereduksi perilaku adiksi online game remaja SMA.
70
2. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan kasus– kasus adiksi online game banyak terjadi di lokasi ini. 3. Waktu Penelitian Proses penelitian untuk pengumpulan data dilakukan pada tanggal 9 Februari 2015.
C. Variabel Penelitian Suharsimi Arikunto (2002: 9) menjelaskan bahwa variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi perhatian suatu penelitian. Hal yang sama dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (2004: 260) yang mengemukakan bahwa variabel adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya maupun dalam tingkatannya yang menjadi sasaran pendidikan. Dari kedua pendapat tersebut maka variabel dapat diartikan sebagai objek penelitian atau sasaran penyelidikan yang menjadi titik perhatian suatu penelitian yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya, maupun dalam tingkatannya. Suharsimi Arikunto (2002: 101) menjelaskan bahwa variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variabel (X), sedangkan variabel akibat disebut variabel tak bebas, variabel tergantung atau dependent variabel (Y). Dalam penelitian ini ada dua variabel
71
yaitu pelatihan asertif (X) yang merupakan variabel bebas, sedangkan sebagai variabel terikat adalah perilaku adiksi online game (Y).
D. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Menurut Kemmis dan Mc Taggart (dalam Suharsimi Arikunto, 2006: 93), pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) meliputi empat alur (langkah), yaitu: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi; dan (4) refleksi. Alur atau langkah pelaksanaan tindakan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Proses penelitian tindakan.
72
E. Rancangan Tindakan 1. Pra Tindakan Sebelum melakukan rancangan tindakan, terlebih dahulu peneliti melakukan beberapa langkah pra tindakan agar peneliti dapat mengetahui kondisi awal peserta sebelum diberi tindakan. Adapun langkah pra tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: a) Peneliti dan guru Bimbingan Konseling berdiskusi untuk mengetahui kondisi subyek yang akan diberi tindakan. b) Peneliti dan guru Bimbingan dan Konseling berdiskusi menyamakan pendapat atau persepsi terkait dengan tindakan yang akan diberikan kepada siswa. c) Peneliti dan guru Bimbingan dan Konseling berdiskusi mengenai pelaksanaan tindakan menentukan subyek penelitian yang memenuhi kriteria. d) Pemberian pre test dengan sekala untuk mengetahui kemempuan asertif siswa sebelum diberi tindakan. 2. Rencana Tindakan a) Perencanaan Agar kegiatan tindakan bisa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan, sebelumnya peneliti melakukan beberapa persiapan perencanaan terlebih dahulu. Adapun tahapan perencanaan yang dilakukan sebagai berikut:
73
1) Menyusun dan menyiapkan skala adiksi online game untuk mengetahui gejala ataupun seberapa tinggi tingkatan adiksi siswa kelas XI IPS 1 di SMA 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta. 2) Memfokuskan
indikator yang akan diberikan perhatian dengan
menetapkan jenis teknik pelatihan asertif yang akan diberikan kepada siswa SMA yang mengalami adiksi. Tahap ini dilakukan pada setiap siklus
sebelum
melaksanakan
tindakan
yang berupa layanan
bimbingan kelompok. 3) Peneliti berkoordinasi dengan guru Bimbingan dan Konseling mengenai hal–hal yang berhubungan dengan tindakan–tindakan yang akan
dilakukan
dalam
penelitian,,
yaitu
dengan
melakukan
pembentukan kelompok dala proses pelaksanaan tindakan. 4) Menyiapkan tempat, waktu dan peralatan yang diperlukan dalam proses pelaksanaan tindakan. 5) Menentukan kriteria keberhasilan setelak melakukan tindakan pada hasil penelitian. b) Tindakan Tidakan yang akan dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga bagian pertemuan, yaitu: 1) Pada bagian pertama ini akan dibagi menjadi beberapa kegiatan. Kegiatan yang pertama yaitu membantu siswa untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan kemampuan asertif. Setelah siswa memahami tentang kemampuan asertif. Kegiatan selanjutnya siswa
74
mengisi skala adiksi yang telah disediakan yang mengacu dari aspek aspek utama yang ada dalam adiksi itu sendiri. Setelah mengisi skala adiksi, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang memiliki kesamaan pada tingkat kategori adiksi untuk bimbingan kelompok serta mendiskusikan hasil dari apa yang telah mereka tuangkan pada skala adiksi. 2) Pada bagian kedua ini siswa menerima atau mengemukakan faktafakta masalah yang akan
dihadapi dengan cara mempresetasikan
hasil bimbingan kelompok yang dituangkan dalam poster atau cerita yang mereka buat. Pada bagain ini seorang individu harus menerima bahwa
setiap
orang
harus
mampu
bersikap
tegas
dan
mengekspresikan pikiran, perasaan, keyakinan secara jujur. 3) Pada tahap ketiga siswa berlatih untuk bersikap asertif sendiri. Latihan bersikap tegas sendiri biasanya menggunakan refleksi atau permainan peran jiwa dimana dalam situasi ini individu akan lebih bisa bersikap asertif, memusatkan pada perilaku nonverbal yang penting dalam ketegasan. 4) Pada tahap keempat siswa ditempatkan dengan orang lain untuk bermain peran pada situasi yang sulit. Tahap keempat menyediakan kesempatan untuk berlatih peran dan mendapatkan umpan balik orang lain dalam kelompok. Pelatihan lebih lanjut mengizinkan siswa untuk lebih lanjut menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan siswa untuk bersikap lebih tegas dan menerapkan
75
timbal balik. Menggandakan latihan juga membuat siswa semakin bertambah nyaman dan senang saat menjadi asertif. 5) Pada tahap kelima membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari-hari. Siswa membuat kontrak perilaku untuk sebelumnya
melaksanakan
perilaku
asertif
yang
dihindari. Kegiatan selanjutnya, s i s wa menjelaskan
pengalamannya, menilai usaha yang dilakukan, hubungkan dalam latihan selanjutnya, dan membuat kontrak perilaku lain untuk keluar dari pengalaman asertif kelompok. Pada sesi selanjutnya adalah mengevaluasi tugas yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya dan juga mengevaluasi hasil kegiatan secara keseluruhan dari pertemuan pertama. Dari hasil evaluasi ini akan diketahui penurunan adiksi online game yang terjadi pada siswa. Selain itu pada pertemuan ini Guru BK menyebarkan skala adiksi untuk mengukur sejauh mana penurunan adiksi online game yang terjadi pada siswa. c) Observasi / Pengamatan Observasi pelaksanaan tindakan didalam kelas dilakukan oleh peneliti selama tindakan berlangsung dan setelah tindakan berakhir. Observasi siklus pertama dilakukan oleh peneliti dengan bantuan salah satu guru Bimbingan Konseling. Peneliti melakukan observasi terhadap sikap dan perilaku siswa selama proses pelaksanaan tindakan dan setelah proses pelaksanaan proses tindakan. Observasi ini memiliki dua fungsi, yaitu: untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan
76
tindakan dengan rencana tindakan, dan untuk mengetahui seberapa pelaksanaan tindakan yang dilakukan dapat menghasilkan perubahan sebagaimana yang diharapkan, yakni meurunnya tingkat adiksi onlie game pada siswa kelas XI IPS 1 di SMA Negeri 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta. d) Refleksi Dalam kegiatan refleksi ini dilakukan pengukuran adiksi pada siswa dengan menggunakan hasil dari analisis data skala (post-test). Kegiatan refleksi dilakukan untuk memahami proses dan mengetahui sejauh mana penurunan adiksi online game pada siswa setelah mengikuti pelatihan asertif serta kendala yang terjadi selama proses tindakan berlangsung. Setelah itu peneliti malakukan evaluasi dengan guru Bimbingan dan Konseling
tentang pelaksaan tindakan yang
sudah dilakukan dan menilai keberhasilan tindakan. Keberhasilan tindakan diindikasikan dengan berkurangnya adiksi online game yang tinggi pada siswa berdasarkan hasil post-test dalam proses pelaksanaan teknik pelatihan asertif.
F. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data. Mohammad Nazir (2005: 174) mengungkapkan bahwa pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan
77
data merupakan langkah penting dalam metode ilmiah dan dapat dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara dalam upaya pengumpulan data. 1. Skala Perilaku Adiksi Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku adiksi. Skala adiksi daftar pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden yang disusun sedemikian rupa sehingga responden tinggal memilih jawaban yang disediakan dan memberikan tanda centang ( √ ) pada kolom atau tempat yang sesuai. Skala ini digunakan untuk mengukur adiksi terhadap online game dilihat dari indikator yang dialami dan ditunjukkan oleh siswa sebelum dan sesudah memperoleh tindakan (treatment). Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam tolak ukur Sugiyono (2010: 133). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian skala Likert. Keputusan ini diambil karena skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2010: 152). Skala Likert menurut Djaali & Pudji M (2008: 28) ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan presepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.
78
Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indicator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan. Jawaban setiap item istrumen yag menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Skala Likert itu biasanya menggunakan pilihan 5 skala jawaban, akan tetapi kadang digunakan juga skala dengan tujuh atau Sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan bahwa beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan positif ataupu negatif terhadap suatu persyaratan. Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner Skala Likert, dari beberapa teori skala Likert ada kalanya “menghilangkan” tengah–tengah kutub setuju dan tidak setuju. Responden dipaksa untuk “masuk” ke “blok” setuju atau tidak setuju, hal ini dilakukan agar jawaban yang didapat tidak bias Wade (2006 : 22). Dalam Skala Likert responden diminta untuk menjawab suatu pernyataan dengan pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Disini Peneliti memberikan 4 pilihan jawaban yaitu Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR) dan Tidak Pernah (TP), hal ini bertujuan agar responden dapat berpendapat dan tidak bersikap netral. Skor untuk skala percaya diri yang positif secara berurutan adalah 4,3,2,1. Untuk skala percaya diri yang negatif masing-masing diberi skor 1,2,3,4.
79
2. Observasi Menurut Sutrisni (dalam Sugiyono, 2010: 203) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Observasi dari segi instrumentasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur (Sugiyono, 2010: 204). a. Observasi terstruktur Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya. b. Observasi tidak terstruktur Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Observasi dilakukan untuk mengamati perilaku siswa sebagai tahapan dalam action research. Observasi dilakukan oleh observer, yaitu salah satu Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 1 Sedayu dan juga dilakukan oleh peneliti sebagai praktikan selama proses tindakan. Dalam penelitian ini, observasi yang digunakan adalah observasi terstruktur atau deskriptif. Melalui observasi yang dilakukan pada saat intervensi diharapkan dapat mengungkap sikap dan perilaku siswa,
80
proses kegiatan yang dilakukan, tingkat partisipasi, proses kegiatan serta kemampuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan. 3. Wawancara Mohammad Nazir (2005: 193) mengemukakan bahwa wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil tatap muka antara pewawancara dan responden dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 154), wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh peawancara untuk memperoleh informasi dari responden untuk mencari data tentang variabel latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian, sikap terhadap sesuatu. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan setelah tindakan dilakukan. Wawancara ini ditujukan kepada siswa terkait dengan hambatan-hambatan yang dialami selama tindakan, hasil dari tindakan, perbedaan siswa sebelum dan setelah melakukan tindakan. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan wawancara bebas terpimpin, yaitu suatu cara pengumpulan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapat gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.
81
G. Instrumen Penelitian Menurut Sugiyono (2008: 149), titik awal dalam menyusun instrumen penelitian adalah dengan membuat definisi operasional dari variabel penelitian, dan selanjutnya ditentukan variabel yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Untuk memudahkan penyusunan instrumen, maka perlu digunakan kisi-kisi instrumen. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 160), instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah untuk diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala perilaku adiksi, observasi dan wawancara. Berdasarkan definisi diatas maka peneliti menyusun instrument untuk meningkatkan kemampuan assertif pada siswa kelas XI IPS 1 adalah sebagai berikut : 1. Skala Perilaku Adiksi Online Game a. Definisi Operasioal Perilaku adiksi terhadap online game pada remaja yang dimaksud dalam penelitian ini secara operasional yaitu tingkat keterikatan, kesenangan, dan ketergantungan remaja terhadap permainan online game yang meliputi aspek, sebagai berikut.
82
1) Salience: menunjukkan dominasi aktivitas bermain game dalam pikiran dan tingkah laku. a) Cognitive salience: dominasi aktivitas bermain game pada level pikiran. b) Behavioral salience: dominasi aktivitas bermain game pada level tingkah laku. 2) Euphoria: mendapatkan kesenangan dalam aktivitas bermain game. 3) Conflict:
pertentangan
yang
muncul
antara
orang
yang
addicteddengan orang-orang yang ada di sekitarnya (external conflict) dan juga dengan dirinya sendiri (internal conflict) tentang tingkat dari tingkah aku yang berlebihan. a) Interpersonal conflict (eksternal) : konflik yang terjadi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. b) Intrapersonalconflict (internal) : konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri. 4) Tolerance: aktivitas tersebut mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan. 5) Withdrawal : perasaan tidak menyenangkan pada saat tidak melakukan aktivitas bermain game. 6) Relapse and Reinstatement : kecenderungan untuk melakukan pengulangan terhadap pola-pola awal tingkah laku adiksi atau
83
bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol. b. Kisi - Kisi Instrumen Kisi-kisi instrumen menggambarkan tentang jabaran variabel sebagai landasan perumusan item-item instrumen. Seperti dijelaskan di atas, peneliti menyusun item-item instrumen (kuesioner) dengan menggunakan skala likert disusun dalam bentuk pernyataan, dengan pilihan jawaban selalu (SL), sering (SR), Jarang (JR) dan tidak pernah (TP). Alternatif jawaban meggunakan ketentuan sebagai berikut: Tabel 1. Pedoman Skoring Skor untuk Pernyataan Positif 4 3 2 1
Alternatif Jawaban Selalu (SL) Sering (SR) Jarang (JR) Tidak Pernah (TP)
Skor untuk Pernyataan Negatif 1 2 3 4
Instrumen penelitian ini merupakan pegembangan dari definisi operasional variabel penelitian. Kisi–kisi instrument yang digunakan yaitu kisi–kisi tingkatan level adiksi online game yang dikemukakan oleh Brown (Dwiastuti, 205: 40), yang masing-masing memiliki indikator yang kemudian dikembangkan meliputi sejumlah pernyataan.
84
Table 2. Kisi–Kisi Instrumen Adiksi Online Game pada Remaja
Aspek
Indikator
Sub Indikator
Item Instrumen +
Adiksi Online game
Salience
Cognitive Sallience,
∑
-
1
2
2
Subyek membayangkan bermain online game.
3
4
2
Behavioral Sallience,
5, 6
7
3
Sebagian besar aktivitas subyek setiap harinya adalah bermain online game.
8
9
2
Subyek menunda aktivitas lain jika sedang bermain online game.
10
11
2
Jika subyek diberi dua pilihan yaitu bermain online game atau melakukan aktifitas lain maka subyek akan memillih bermain online game dari pada melakukan aktivitas lain.
12
13
2
Merasa senang pada saat bermain online game.
14
15
2
Merasa bersemangat pada saat bermain online game.
16
17
2
Merasa lebih bersemangat lagi apabila menerima tantangan dalam permainan online game.
18
19
2
External conflict, Subyek sering dimarahi oleh orangtuanya apabila berlebihan bermain online game.
20
21
2
Subyek sering bermimpi sedang bermain online game.
Subyek berupaya meluangkan waktu untuk bermain online game.
Euphoria
Conflict
85
Tolerance
Withdrawl
Relapse and Reistatement
Subyek sering mendapat komentar negatif dari keluarga jika belebihan bermain online game.
22
23
2
Subyek sering mendapat sidiran dari teman sebaya mengenai waktu luang yang jarang dihabiskan untuk bermain dengan teman – teman.
24
25
2
Jumlah pertemuan yang sudah jarang dengan teman sebaya.
26
27
2
Internal conflict, merasa bingung pada saat harus memilih antara bermain online game atau melakukan aktivitas lainya.
28
29
2
Subyek menambah durasi waktu bermain online game.
30
31
2
Subyek merasakan bahwa menambah durasi pada saat bermain online game adalah kebutuhan.
32
33
2
Merasa cemas jika tidak bermain online game.
34
35
2
Merasa gelisah jika tidak bermain online game.
36
37
2
Muncul perasaan ingin bermain online game setelah kebiasaan itu berhenti.
38
39
2
Bermain online game lagi setelah sebelumya berhasil meghentikan kegiatan tersebut.
40
41
2
Bertambahnya intensitas bermain online game setelah sempat berhenti melakukan aktivitas tersebut.
42
43
2
∑
43
86
2. Pedoman Observasi Pedoman observasi dalam penelitian ini berisi aspek-aspek yang berkaitan tentang keaktifan siswa selama tindakan dilaksanakan. Pada lembar observasi aspek yang akan diobservasi adalah sikap dan perilaku siswa selama proses kegiatan pelatihan asertif berlangsung. Hasil observasi sikap dan perilaku siswa dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi guru untuk melakukan perbaikan tindakan apabila tindakan yang dilakukan belum berhasil dan sebagai data pendukung. Kisi-kisi obervasi dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Kisi - kisi Observasi Pelaksanaan Pelatihan Asertif No
Aspek yang diobservasi
1
Kemampuan memahami pelatihan asertif untuk mengurangi perilaku adiksi online game.
2
Kemampuan menentukan sikap yang pasti untuk menolak ajakan teman bermai online game.
3
Kemampuan berkata dan bersikap asertif untuk mengurangi perilaku adiksi online game.
4
Kemampuan untuk menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju atas ajakan teman untuk bermain online game.
5
Kemampuan untuk bersikap asertif terhadap diri sendiri dan orang lain.
3. Pedoman Wawancara Wawancara yang digunakan adalah bebas terpimpin, yang merupakan kombinasi dari wawancara bebas dan terpimpin, maka peneliti hanya
87
menyiapkan pedoman yang berupa garis besar dari hal-hal yang akan ditanyakan. Wawancara dilakukan dengan siswa pada saat observasi awal dan setelah pelaksanaan tindakan. Aspek yang diungkap adalah kemampuan bersikap asertif untuk mengurangi adiksi online game remaja sebelum diberikan pelatihan. Wawancara selanjutnya dilakukan setelah pelaksanaan pelatihan. Hal ini dilakukan untuk keberhasilan pelaksanaan tindakan berupa pelatihan asertif, untuk mengurangi adiksi online game. Kisi-kisi pedoman wawancara dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Sebelum Tindakan No
Aspek Pertanyaan
1
Berapa lama anda menghabiskan waktu bermain online game per hari?
2
Bagaimana perasaan anda saat bermain online game ?
3
Apakah anda ingin bermain online game lagi setelah pertama kali bermain ?
4
Apakah yang anda lakukan ketika bermain online game tiba – tiba jaringan internet terputus ?
5
Setelah bermain online game adakah dampak terhadap nilai anda di sekolah?
6
Apakah anda pernah merasakan rasa ingin terus – menerus ketika bermain online game ?
88
Tabel 5. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Setelah Tindakan No
Aspek Pertanyaan
1
Setelah megikuti pelatihan asertif apakah anda ingin mengurangi adiksi online game anda ?
2
Apa saja yang menjadi hambatan anda dalam usaha untuk mengurangi adiksi terhadap online game ?
3
Perubahan apa yang dapat dirasakan setelah mengikuti pelatihan asertif ?
4
Apakah anda ingin merubah sikap untuk mengurangi perilaku adiksi online game setelah mengikuti pelatihan asertif ?
5
Adakah manfaat yang anda peroleh untuk mengurangi perilaku adiksi online game setelah megikuti pelatihan asertif ?
H. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen a. Uji Validitas Instrumen Uji coba instrumen ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen. Adapun tujuan dari uji coba instrumen menurut Suharsimi Arikunto (2006: 156) adalah: 1) Untuk mengetahui tingkat keterpahaman instrumen, apakah responden tidak menemui kesulitan dalam menangkap maksud peneliti. 2) Untuk mengetahui teknik paling efektif. 3) Untuk memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh responden dalam mengisi angket. 4) Untuk mengetahui apakah butir-butir yang tertera dalam angket sudah memadai dan cocok dengan keadaan lapangan.
89
Uji validitas instrumen dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang
diukur.
Artinya,
setiap
butir instrumen
telah
benar-benar
menggambarkan keseluruhan isi atau sifat bangun konsep yang menjadi dasar penyusunan instrumen. Pengujian ini digunakan rumus product moment person dengan rumus yang dikemukakan oleh Burhan Nurgiyanto, Gunawan & Marzuki (2004: 338) sebagai berikut:
r xy
n XY ( X )( Y )
{(n
X
2
) - ( X ) 2 )(n
Y
2
( Y ) 2 )}
Keterangan : rxy
= Koefisien korelasi antar X dan Y.
n
= Jumlah subjek/responden. Y
= Jumlah perkalian antara X dan Y.
0
X
= Jumlah skor X (skor butir).
Y
= Jumlah skor Y(skor total).
Menurut Cronbach (dalam Saifuddin Azwar, 2007: 103) koefisien validitas yang berkisar antara 0,30 sampai 0,50 telah dapat memberikan kontribusi yang baik. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Batasan ini merupakan suatu konvensi, sehingga penyusun tes boleh menentukan sendiri batasan daya diskriminasi item dengan pe6rtimbangan isi dan
90
tujuan skala yang disusun. Apabila jumlah item lolos masih belum mencukupi penyusun boleh menurunkan sedikit batas kriteria misalnya menjadi 0,25, namun menurunkan batas kriteria r dibawah 0,20 sangat tidak disarankan. Dari 43 item terdapat 42 item sahih dan 1 item gugur yaitu: Table 6. Rangkuman Item Gugur dan Sahih Aspek
Adiksi Online Game
Indikator
Salience
Sub Indikator Behavioral Sallience (subyek berupaya meluangkan waktu untuk bermain 0nline game)
Item Gugur
1
b. Uji Reliabilitas Instrumen Reliabilitas menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat diandalkan sebagai alat pengumpul data. Untuk uji reliabilitas instrumen digunakan rumus Alpha dari Cronbach (Burhan Nurgiyanto, Gunawan & Marzuki, 2004: 350) sebagai berikut:
k r11 = 1 k 1 Keterangan: r11
= reliabilitas instrumen
k
= Banyaknya butir pertanyaan
Σσi 2
= Jumlah varian butir
σ2
= Varian total
91
δ δt
2 b
2
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berkisar antara 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0, berarti semakin rendah reliabilitasnya. Tabel 7. Case Processing Summary and Reliability Statistic Case Processing Summary N
%
Case Valid 25
100.0
Reliability Statistic
Excluded
.0 100.0
Cronbach Alpha
N of items
.948
43
Total
0 25
a. Listwise deletion based onall variables in the procedure
I. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung skor maksimal dan minimal dari nilai skala adiksi siswa serta menghitung skor masing-masing subjek. Penentuan kategori kecenderungan dari tiap-tiap variabel didasarkan pada norma atau ketentuan kategori. Menurut
Saifuddin
Azwar
(2010:
107-119),
pengkategorisasian adiksi online game dalam penelitian ini:
92
langkah-langkah
a. Menentukan skor tertinggi dan skor terendah Skor tertinggi = 4 x 43 = 172 Skor terendah = 1 x 43 = 43 b. Menghitung mean ideal (M) yaitu (skor tertinggi+skor terendah) M
= ½ ( 148 + 43 ) = ½ (191) = 95,5
c. Menghitung standar deviasi (SD) yaitu 1/6 (skor tertinggi- skor terendah) SD
= 1/6 ( 148 – 43 ) = 1/6 (105) = 17,5
Batas antara kategori tersebut adalah (M +1SD) = 95,5 + 17,5= 113 dan (M -1SD) = 95,5 – 17,5 = 78 Kategori untuk perilaku adiksi pada siswa dapat diamati pada tabel berikut: Tabel 8. Kategori Perilaku Adiksi Remaja No.
Kategori Adiksi Remaja
Skor
1.
Sangat Tinggi
Skor > 113
2.
Tinggi
Skor = 113
3.
Sedang
79 < Skor < 112
4.
Rendah
Skor = 78
5.
Sangat Rendah
Skor < 77
93
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanankan di SMA Negeri 1 Sedayu yang beralamatkan di jalan Kemusuk km 0,5 Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Sekolah ini terdiri dari tiga progam studi yaitu progam IPA, IPS dan Bahasa yang mempunyai visi menjadi sekolah yang berwawasan IPTEK dan IMTAQ serta berbudi pekerti yang luhur, SMA Negeri Sedayu adalah sekolah yang sudah masuk dalam kategori akreditasi A, sehinggafasilitas yang ada di sekolahan tersebut secara umum sudah lengkap dan baik. Pemilihan tempat dini dipilih berdasarkan karakteristik tempat yang diinginkan peneliti. Disekitar sekolah terdapat sebuah warnet yang selalu digunakan oleh siswa untuk bermain online game. Fasailitas yang disediakan di SMA Negeri 1 Sedayu meliputi 29 ruang kelas, 2 ruang laboratorium, komputer, 2 ruang kegiatan ekstrakurikuler, 3 kantin, 2 laboratotium bahasa, sebuah ruang BK dan ruang dan ruangan konseling, laboratorium biologi, laboratorium kimia, laboratorium fisika, laboratorium IPS, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang UKS, ruang kantor koperasi, ruang OSIS, perpustakaan, masjid, aula, studio musik, lapangan voly, lapangan bulutangkis, lapangan basket, lapangan sepakbola, taman, dan gazebo, serta hotspot area, kantin dan tempat parker sepeda motor. Kondisi kelas maupun bangunan di SMA N 1 SEDAYU sangat baik.fasilitas yang mendukung kegiatan belajar mengajar juga sudah sangat
94
lengkap, karena selain fasilitas yang rata – rata dimiliki sekolah – sekolah lainnya, di SMA Negeri 1 Sedayu masing- masing kelas diberikan fasilitas tambahan yaitu tersedianya LCD siap pakai.
B. Data Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu berjumlah 25 Siswa, Diantaranya 14 perempuan dan 11 laki–laki. Pemilihan subyek didasarkan pada ciri–ciri, sifat–sifat dan karakteristik siswa yang mengalami adiksi terhadap online game. Berdasarkan kasus–kasus adiksi online game , siswa yang mengalami adiksi online game tertinggi banyak terjadi pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu.
C. Persiapan Sebelum Tidakan Data penelitian diambil dengan menggunakan tes berupa skala adiksi online game untuk mengukur kemampuan asertif siswa yang terdiri dari 43 butir pertanyaan sudah valid atau shahih. Sebelum melakukan tindakan, peneliti melakukan pre test untuk mengetahui awal kemampuan asertif siswa. Sebelum melakukan rencana kegiatan, terlebih dahulu peneliti melakukan beberapa langkah pra tindakan yang akan mendukung pelaksanaan tindakan agar dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Adapun langkah–langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Permintaan izin kepada pihak sekolah.
95
2. Penelitian berdiskusi dengan guru Bimbingan Konseling di SMA Negeri 1 Sedayu untuk meidentifikasi kemampuan asertif siswa yang sangat rendah, rendah dan sedang, kemudian membuat kesepakan untuk membuat kegiatan perbaikan. 3. Memberikan pemahaman terhadap guru Bimbingan Konseling mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti. Dengan diskusi serta pendalaman materi yang baik antara peneliti dengan guru Bimbingan dan Konseling, maka akhirnya guru Bimbingan dan Konseling mampu memahami apa yang dimaksud dengan pelatihan asertif. 4. Dari hasil diskusi yang dilakukan dengan guru Bimbingan dan Konseling ditetapkan subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 1. 5. Melakukan pre test dengan sekala adiksi online game untuk melihat subyek penelitian. Sebelum melaksanakan pemberian tindakan, terlebih dahulu peneliti telah melaksanakan observasi serta pre test sebagai study awal terhadap kondisi siswa di kelas XI IPS 1 SMA Negeri Sedayu. Kondisi awal sebelum diberi tindakan, terdapat sebagian siswa mengalami adiksi online game dengan kategori sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil pre test yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana terangkum dalam table berikut ini:
96
Tabel 9. Hasil Skala Pratindakan tentang Adiksi Online Game. No
Nama
Skor
Kategori
No
Nama
Skor
Kategori
1
APM
141
Sangat Tinggi
14
ABS
108
Sedang
2
AP
145
Sangat Tinggi
15
PS
103
Sedang
3
AM
140
Sangat Tinggi
16
SG
144
Sangat Tinggi
4
BP
100
Sedang
17
TUP
141
Sangat Tinggi
5
AFS
132
Sangat Tinggi
18
IINH
102
Sedang
6
RAP
132
Sangat Tinggi
19
TS
137
Sangat Tinggi
7
RA
140
Sangat Tinggi
20
SH
130
Sangat Tinggi
8
MR
139
Sangat Tinggi
21
II
140
Sangat Tinggi
9
VK
121
Sangat Tinggi
22
SH
121
Sangat Tinggi
10
RGA
129
Sangat Tinggi
23
AP
135
Sangat Tinggi
11
RRA
134
Sangat Tinggi
24
EP
134
Sangat Tinggi
12
ZF
122
Sangat Tinggi
25
SM
139
Sangat Tinggi
13
EP
123
Sangat Tinggi
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu dari 25 siswa sebanyak 21 siswa dalam kategori sangat tinggi, dan 4 siswa dalam kategori sedang.
97
Rata – rata pre test : 129,28 Kategori adiksi online game : Sangat tinggi
: Skor >113
Tinggi
: Skor = 113
Sedang
: 79 < Skor < 112
Rendah
: Skor = 78
Sangat rendah
: Skor < 77
Dari hasil rata – rata tersebut menunjukkan bahwa adiksi online game di kelas XI IPS 1 Sedayu sangat tinggi.
D. Derkripsi Hasil Pelaksanaan Tindakan 1. Siklus I a. Perencanaan Siklus I Perencanaan awal yang dilakukan oleh peneliti antara lain menyusun dan menyiapkan skala pre-tes untuk mengetahui bagaimana gejala-gejala adiksi online game yang terjadi pada siswa dan mengetahui kemampuan asertif pada siswa, menetapkan jenis atau teknik pelatihan asertif yang akan diberikan kepada siswa SMA yang mengalami adiksi online game, kemudian berkoordinasi dengan guru Bimbingan Konseling mengenai hal – hal yang berhubungan dengan tindakan – tindakan yang akan dilakukan dengan penelitian seperti, materi yang akan diberikan bisa berupa video tentang adiksi online game agar dapat memberikan pengantar kepada siswa sebelum
98
melakukan proses tindakan, menyiapkan materi bimbingan kelompok, meminta kesediaan kepada konseli untuk mengikuti tindakan siklus I setelah pulang sekolah, karena tidak tersedia jam khusus bimbingan dan konseling untuk masuk kelas. b. Tindakan Siklus I Tindakan dalam siklus I terdapat 3 tindakan dengan rincian sebagai berikut: 1) Tindakan I Tindakan I dilakukan pada tanggal 9 Februari 2015. Tindakan dimulai pada pukul 13.30 WIB hingga 14.15 WIB. Tindakan dilaksanakan di dalam ruang kelas. Peneliti menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, mengkoordinasi para siswa atau peserta, dan mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan selama tindakan. Pada pertemuan ini guru Bimbingan Konseling dan peneliti menjalin hubungan yang baik dengan peserta. Hal ini merupakan bagian yang sangat penting di dalam pelatihan, karena dengan adanya hubungan yang baik awal kegiatan akan membuat peserta atau siswa nyaman dan dapat mengikuti pelatihan secara maksimal. Tindakan ini terdiri dari beberapa bagian yaitu: a) Kegiatan Pembuka Pada kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan adiksi online game kepada siswa. Dengan
99
adanya pemahaman dan pengetahuan yang baik dan benar akan mendorong siswa untuk lebih meningkatkan, kemampuan dalam bersikap asertif yang baik di sekolah maupun dirumah. Guru bimbingan dan Konseling memberikan pemahaman tentang adiksi online game dengan memberikan tayangan video tentang adiksi online game, agar dapat memberikan pengantar kepada siswa. Kegiatan dibuka oleh guru Bimbingan dan Konseling diawali dengan presensi siswa. Kemudian guru Bimbingan dan Konseling menyiapkan materi mengenai apa yang dimaksud dengan
kemampuan
asertif
dan
adiksi
online
game.
Pemahaman dan pengetahuan yang benar akan mendorong peserta untuk lebih meningkatkan kemampuan asertif. b) Kegiatan Inti Pada tindakan ini dilakukan dalam bentuk bimbingan kelompok. Guru Bimbingan dan Konseling memberikan pemahaman kepada peserta bahwa perilaku asertif dapat meningkatkan harga diri individu yang akan membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri individu, serta dapat mencegah individu dimanfaatkan oleh orang lain dan mendapatkan hak– hak pribadi. Guru Bimbingan dan Konseling juga memberikan penjelasan kepada peserta tentang prosedur dalam berperilaku asertif.
100
Pelatihan asertif diberikan kepada siswa melalui 5 tahap yaitu: 1. Menghapus rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis. Tahap pertama dalam pelatihan asertif yaitu siswa diminta untuk menghapus kekhawatiaran yang dapat menyakiti perasaan orang lain dan ketakutan bila bersikap tegas itu menampilkan diri sebagai orang yang tidak mampu, tidak mahir dan tidak berguna. Ketakutan yang berlebihan sering menghentikan individu untuk bersikap tegas. 2. Menerima atau mengemukakan fakta–fakta masalah yang dihadapi. Tahap kedua dalam perilaku asertif yaitu siswa diperkenalkan relaksasi untuk mengungkapkan fakta–fakta masalah yang dihadapi dan mampu besikap tegas. Seseorang individu harus menerima bahwa setiap orang mampu bersikap tegas dan mengekspresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara jujur. Siswa diminta untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri yang semula dihindari. 3. Berlatih untuk bersikap asertif. Tahap ketiga dalam perilaku asertif yaitu siswa diberikan contoh latihan bersikap tegas, yaitu kegiatan bermain peran dengan memusatkan pada
101
perilaku nonverbal atau verbal yang penting dalam ketegasan. 4. Penambahan latihan relaksasi dan pengulangan perjanjian untuk bersikap tegas. 5. Membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya dalam kehidupan sehari–hari. Waktu yang diberikan dalam bimbingan kelompok dalam pelatihan asertif ini adalah 25 menit. c) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup dalam tindakan I dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling dengan mengulas kembali makna dari kemampuan asertif kepada para siswa atau peserta. 2) Tindakan II Tindakan II dilakukan pada tanggal 13 Februari 2015. Tindakan dimulai pada pukul 13.30 WIB hingga 14.15 WIB di dalam ruangan kelas. Peneliti menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, menyiapkan materi untuk bimbingan kelompok, mengkoordinasi siswa atau peserta, dan menyiapkan semua hal yang dibutuhkan selama tindakan. Tindakan yang diberikan yaitu melakukan rileksasi kepada siswa. Tindakan ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:
102
a) Kegiatan Pembuka Kegiatan pada tindakan siklus II ini diawali dengan presentasi siswa. Pada tindakan II ini mengulang tahap-tahap dalam pelatihan asertif sesuai dengan tindakan I sebelumnya. b) Kegiatan Inti Kegiatan ini diawali dengan memberikan ice breking kepada
konseli,
yaitu
mengenalkan
diri
pada
teman
disampingnya dengan 10 kata. Tujuan ice breking ini yaitu untuk lebih mengenal satu sama lain baik konseli yang menjadi subyek penelitian. Alokasi waktu yang disediakan untuk ice breaking adalah 10 menit. Berikut perkenalan salah satu konseli dengan teman disampingnya yang sebelumnya telah memperkenalkan diri dalam 10 kata. “Ini saya Dony, kalau saya Bagas yang punya hobi sepak bola”. Pada tindakan yang kedua ini ialah pengulangan dari kegiatan pertama yaitu pelatihan asertif kepada siswa. Peneliti meminta siswa membagi 3 kelompok dan konseli diminta untuk menerima atau mengungkapkan fakta–fakta masalah yang dihadapi dalam menolak ajakan teman untuk bermain online game dalam selembar kertas. Alokasi waktu yang disediakan untuk kegiatan ini adalah 10 menit. Kegiatan ini bertujuan
agar
siswa
mampu
mengekspresikan
dirinya
semaksimal mungkin sehingga mereka mampu memahami
103
perilaku tersebut dan merelakan pikiran sesuai dengan harapan dan keinginan. Para konseli diminta untuk melakukan relaksasi, kemudian dilanjutkan dengan memberikan bimbingan kelompok kepada siswa dengan membayangkan dirinya ketika bersama dengan kelompok teman sebanyanya. Dalam pelatihan asertif pada tindakan kedua ini, peneliti meminta para siswa dalam 3 kelompok untuk menerangkan
tingkah laku spesifik dalam
situasi–situasi interpersonal yang yang dirasakannya menjadi masalah karena mengikuti perilaku kelompok teman sebayanya yang mengakibatkan kekurangtegasan. Peneliti berdiskusi dengan konseli tentang perasaan dan pengalaman mereka bersama dengan teman sekelompok. peneliti menanyakan beberapa hal kepada konseli, yaitu: (1) Apakah kalian pernah merasa sulit untuk menolak ajakan teman untuk bermain online game? (2) Apakah kalian merasa pernah mengikuti perilaku teman yang negatif demi untuk bermain online game ? (3) Apa yang membuat kalian mengikuti perilaku teman tersebut ? Guru bimbingan dan konseling menjelaskan kepada konseli bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi rasa takut tidak disukai teman dan diejek teman karena tidak menyutujui ajakan
104
teman, selain itu juga meningkatkan percaya diri saat berpendapat dengan teman sekelompoknya, disini konseli harus menerima bahwa setiap orang mampu bersikap tegas dan mamapu mengekspresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara jujur. Alokasi waktu yang diberikan pada kegiatan ini adalah 25 menit. Peneliti dan peserta kemudian membuat perjanjian untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri yang semula mereka hindari, sebelum memasuki tahap pelatihan asertif selanjutnya. c) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup diawali dengan guru bimbingan dan konseling memberikan tugas agar siswa menerapkan tingkah laku menegaskan diri dalam kehidupan sehari-hari atau menjalankannya dalam situasi-situasi dalam kehidupan nyata dan berusaha mengevaluasinya untuk didiskusikan pada pertemuan berikutnya. Selanjutnya diakhiri oleh peneliti dengan mengulas kegiatan yang telah dilakuakan. 3) Tindakan III Tindakan III dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2015. Tindakan dimulai pada pukul 13.30 WIB hingga 14.15 WIB. Tindakan dilaksanakan didalam ruang kelas. Pada pertemuan ketiga ini dilaksanakan berlatih arsetif dan bermain peran, serta evaluasi daripelatihan asertif yang sudah diberikan.
105
a) Kegiatan Pembuka Kegiatan pada tindakan III ini diawali dengan presensi siswa. Pada tahap ini dilaksanakan dengan kegiatan bermain peran, bimbingan kelompok dan diskusi kelompok. b) Kegiatan Inti Pada tahap pelatihan asertif selanjutnya dalam kegiatan ini digunakan
untuk
berlatih
bersikap
asertif
dan
latihan
menempatkan diri individu dengan orang lain bermain peran pada situasi yang sulit. Guru bimbingan dan konseling memberikan kesempatan kepada peserta untuk bermain peran dan mendapatkan umpat balik orang lain dalam kelompok. Kegiatan bermain
peran pada pelatihan asertif ini siswa
menunjukkan suatu perilaku asertif dalam situasi sulit, seperti ketegasan terhadap kelompok untuk tidak mengikuti perilaku teman sekelompoknya untuk bermain online game. Peneliti membagi kelompok menjadi tiga bagian, yaitu kelompok bermain peran (masing–masing 8 siswa) dan kelompok analisis (9 konseli) dengan senua permainan bernama “amplop kejutan”, permainannya sebagai berikut : 1) Seluruh konseli diminta untuk berdiri membentuk sebuah lingkaran besar.
106
2) Seluruh konseli diminta untuk menyanyikan lagu “burung kakaktua” sampai guru bimbingan konseling mengatakan “stop!”. 3) Seluruh konseli diminta untuk mencari amplop sebanyak 16 buah yang masing–masing berisi sebuah kertas berwarna merah 8 buah dan biru 8 buah. 4) Konseli diminta untuk membentuk sebuah kelompok sesuai dengan warna kertas dalam amplop. 8 konseli menjadi kelompok merah dan 8 konseli menjadi kelompok biru, sedangkan sisanya menjadi kelompok analisis. 5) Kedua kelompok merah dan kelompok biru diminta untuk bertanding memerankan suatu adegan yang berjudul “No Game no Life”. Disini siswa bermain peran masih dengan membaca scenario. Pertandingan ini dilakukan dengan tujuan agar konseli lebih serius dalam memerankan permainan peran. Maka kegiatannya yaitu jangan pernah takut untuk berperilaku asertif. Tahap pelatihan asertif selanjutnya ialah mengijinkan peserta untuk lebih lanjut membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari–hari dan menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas dan menerapkan timbal balik. Peserta para peserta membuat kontrak perilaku untuk
107
melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah 20 menit. Guru
bimbingan
dan
konseling
bersama
siswa
mengevaluasi dari pelatihan asertif yang sudah diberikan serta mengevaluasi hasil darin kegiatan secara keseluruhan dari pertemuan pertama. Selain itu pada pertemuan ini peneliti membagi skala adiksi, dengan tujuan untuk memperoleh data post test 1. Dari hasil evaluasi dan data dari post test 1 akan diketahui peningkatan kemampuan asertif yang terjadi pada siswa. Alokasi waktu yang diberikan untuk mengisi skala selama 10 menit. c) Kegiatan Penutup Kegiatan
penutup
diawali
dengan
diskusi
tentang
ketidakjelasan siswa dalam perilaku asertif yang telah dilaksanakan pada pertemuan sebelumnya. Peneliti menutup pertemuan dengan ucapan terima kasih dan salam.
c. Observasi atau Pengamatan Siklus I Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti selama tindakan berlangsung, secara keseluruhan tindakan dilaksanakan berjalan lancar. Observasi siklus 1 dilakukan oleh peneliti dengan bantuan observer, yaitu salah satu guru bimbingan dan konseling SMA
108
Negeri 1 Sedayu yang bernama Bapak Suratman S.Pd, pada pertemuan pertama. Siswa belum begitu menunjukkan antusias yang tinggi dalam mendengarkan materi yang diberikan. Siswa juga belum mampu mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang ada serta belum mampu mengungkapkan makna yang terkandung dalam kegiatan tersebut. Ice breaking yang kurang menarik dan konseli tampak kebingungan membuat kata–kata. Suasana akrab sudah terbangun, konseli juga tampak fokus namun terlihat nampak lelah. Guru bimbingan dan konseling terlihat antusias dalam memberi pengarahan pada siswa serta mendampingi siswa dalam melakuan tindakan. Selain observasi yang dilakuakan oleh peneliti selama tindakan berlangsung, peneliti juga melakukan observasi setelah dilakukan tindakan. Tujuan observasi ini adalah untuk mengetahui perubahan–perubahan yang terjadi pada konseli setelah dilaksanakan tindakan yang didukung dengan motivasi dari guru bimbingan dan konseling. Obsevasi dilakukan pada hari senin 9-17 February 2015. Hasil dari observasi peneliti dengan mengamati siswa ketika ada di sekolah dari pagi hingga jam pulang sekolah menunjukkan perubahan. Hal ini terjadi karena guru Bimbingan dan Konseling juga mendukung perubahan siswa dengan memotivasi siswa, menghargai siswa dan menciptakan suasana lingkungan sekolah yang nyaman bagi siswa. Dalam kriteria keberhasilan yang diinginkan, hasil kategori adiksi online game pratindakan yang dilakukan oleh konseli belum mencapai
109
keberhasilan. Penggunaan pelatihan asertif yang menjadi pendekatan peneliti untuk memajukan perubahan meskipun belum sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti membuktikan bahwa adanya penurunan rerata skala pascatindakan I sebesar 116,28. Tabel 10. Penurunan Hasil Skala Adiksi Online Game Pratindakan & Pascatindakan I Pre test Post test 1 No Nama Skor Kategori Skor Kategori 1
APM
141
Sangat Tinggi
114
Sangat Tinggi
2
AP
145
Sangat Tinggi
116
Sangat Tinggi
3
AM
140
Sangat Tinggi
121
Sangat Tinggi
4
BP
100
Sedang
98
Sedang
5
AFS
132
Sangat Tinggi
120
Sangat Tinggi
6
RAP
132
Sangat Tinggi
117
Sangat Tinggi
7
RA
140
Sangat Tinggi
120
Sangat Tinggi
8
MR
139
Sangat Tinggi
106
Sedang
9
VK
121
Sangat Tinggi
119
Sangat Tinggi
10
RGA
129
Sangat Tinggi
124
Sangat Tinggi
11
RRA
134
Sangat Tinggi
126
Sangat Tinggi
12
ZF
122
Sangat Tinggi
125
Sangat Tinggi
13
EP
123
Sangat Tinggi
115
Sangat Tinggi
14
ABS
108
Sedang
100
Sedang
15
PS
103
Sedang
97
Sedang
16
SG
144
Sangat Tinggi
121
Sangat Tinggi
17
TUP
141
Sangat Tinggi
120
Sangat Tinggi
110
18
IIH
102
Sedang
125
Sangat Tinggi
19
TS
137
Sangat Tinggi
120
Sangat Tinggi
20
SH
130
Sangat Tinggi
116
Sangat Tinggi
21
II
140
Sangat Tinggi
117
Sangat Tinggi
22
SH
121
Sangat Tinggi
125
Sangat Tinggi
23
AP
135
Sangat Tinggi
115
Sangat Tinggi
24
EP
134
Sangat Tinggi
114
Sangat Tinggi
25
SM
139
Sangat Tinggi
116
Sangat Tinggi
Rata – Rata
129,28
116,28
d. Refleksi dan Evaluasi Siklus I Refleksi
dilaksanakan
melalui
diskusi antara peneliti
dan
guru
pembimbing. Secara umum, hambatan–hambatan yang terjadi pada siklus I dalam pelatihan asertif yaitu siswa kesulitan dalam menyampaikan maksud dari hasil diskusi kelompok, serta siswa sulit untuk benar–benar terbukadi depan teman–temannya. Hal ini yang membuat siswa masih takut teman sekelompoknya tersinggung apabila menolak ajakan teman kelompoknya, dengan hasil tersebut yang menggambarkan pada situasi–situasi fakta yang terjadi dalam teman sekelompoknya. Pada pertemuan pertama siklus I, hambatan–hambatan yang ditemui, yaitu: a. Belum terjalin hubungan baik antara peneliti dengan para siswa, sehingga para siswa belum merasa nyaman dan belum secara maksimal dalam mengikuti pelatihan asertif.
111
b. Dalam pemberian tayangan video adiksi online game, para siswa bermain sendiri dan tidak memperhatikan video yang sedang diputar. Merujuk pada refleksi dalam pertemuan pertama siklus I, pada pertemuan kedua peneliti memberikan ice breaking kepada siswa agar tercipta situasi yang menyenangkan dan tetap fokus pada pelaksanaan tindakan (Glass & Benshoff dalam Krisma Fawzea 2008: 32). Bimbingan kelompok juga diberikan kepada siswa dengan membayangkan dirinya ketika bersama dengan kelompoknya.
Dalam
pertemuan
kedua
ini
siswa
kesulitan
dalam
menerangkan tingkah laku spesifik pada situasi–situasi interpersonal yang dirasakan mengakibatkan kekurangtegasan. Pada pertemuan yang ketiga pada siklus I, perilaku asertif dalam berlatih bersikap asertif dengan kegiatan bermain peran dan yang menjadi hambatan pada pertemuan yang ketiga siklus I ini rata–rata siswa terlihat tidak bersemangat dalam mengikuti kegiatan ini dan masih merasa malu untuk mempresentasikan skenario perilaku asertif dengan membaca dialog atau naskah. Siswa menunjukkan suatu perilaku asertif dalam situasi sulit, dan mendapatkan umpan balik orang lain dalam kelompok, namun demikian siswa lebih banyak gaduh dan tidak memperhatikan siswa yang melakukan bermain peran, sehingga bermain peran pun menjadi kurang efektif. Pada siklus I dalam pelatihan asertif juga belum ada perubahan yang signifikan dari peserta. Metode pelatihan assertif yang disajikan oleh siswa cukup
efektif
karena
ada
penurunan
skor
rata–rata
tindakan
dan
pascatindakan, namun belum mencapai hasil yang optimal. Kondisi tersebut
112
menunjukkan bahwa pertemuan pertama ini belum adanya hasil yang menunjukkan keberhasilan reduksi adiksi online game. Dari hasil refleksi dan evaluasi ini dapat memacu peneliti lebih memperhatikan kekurangan– kekurangan untuk melakukan perbaikan dalam tindakan pelatihan asertif dengan menggunakan metode yang sama yakni pelatihan asertif dengan kegiatan bimbingan kelompok dan bermain peran, pada siklus selanjutnya akan lebih diperbaiki apa yang menjadi kekuarangan pada siklus I. Hasil dari skala yang menunjukkan bahwa pasca tindakan I rata–rata sebesa 116,28. Dari hasil tersebut belum memenuhi indikator keberhasilan yang diinginkan peneliti. Peneliti menetapkan indikator keberhasilan adalah siswa mampu memenuhi target pada kategori sedang atau nilai rata–rata skala lebih dari 79<skor<112, sedangkan pada siklus pertama hanya mampu mencapai nilai sebesar 116,28 atau masih lebih dari 79 indikator keberhasilan, maka dari itu peneliti memutuskan untuk melanjutkan pada siklus ke II. Pada pasca tindakan yang pertama terjadi penurunan yang cukup meskipun belum mencapai keinginan peneliti. Dari hasil pasca tindakan pertama nilai rata-rata menurun menjadi 116,28. Dari hasil skala tersebut peneliti melanjutkan ke siklus II karena hasil yang didapat belum memenuhi indikator keberhasilan yang diharapkan oleh peneliti.
113
2. Siklus II a. Perencanaan Siklus II Perencanaan awal dalam siklus II ini yang dilakukan oleh peneliti adalah menyusun pedoman kegiatan siklus II melalui diskusi dengan guru Bimbingan dan Konseling. Dari hasil siklus I yang telah dilaksanakan, dapat dilihat hal yang perlu disempurnakan adalah ketika siswa berlatih asertif dalam degiatan bermain peran. Peneliti menilai bahwa pada kegiatan siklus II sama dengan kegiatan siklus I. pada kegiatan siklus II, peneliti memberikan bimbingan kelompok dan kegiatan bermain peran. Dalam pelatihan asertif dengan kegiatan bermain peran ini siswa memainkan peran yang skenarionya disiapkan saat diskusi kelompok, serta para pemain bisa berkerjasama sekaligus mengekspresikan dan memahami peran yang dijalankan oleh masing–masing pemain, sehingga para siswa bias saling memahami, mengerti, dan menghargai, sifat–sifat dan karakteristik atau kepribadian teman satu kelasnya, dengan begitu terciptalah perilaku jujur terhadap diri sendiri dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan atau merugikan orang lain. Peneliti kemudian berkoordinasi dengan guru bimbingan dan konseling serta menyiapakan materi untuk bimbingan kelompok, dan meminta kembali kesediaan konseli untuk mengikuti tindakan siklus II setelah pulang sekolah, karena tidak tersedia jam khusus bimbingan dan konseling untuk masuk kelas.
114
b. Tindakan Siklus II 1) Tindakan I Tindakan I dalam siklus II ini dilaksanakan tanggal 21 Februari 2015. Tindakan dimulai pada pukul 13.30 WIB hingga 14.15 WIB. Tindakan dilaksanakan di dalam ruang kelas. Peneliti menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, mengkoordinasi para siswa atau peserta, dan mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan selama tindakan. Pada pertemuan ini guru Bimbingan Konseling dan peneliti menjamin hubungan yang baik dengan para peserta. Hal ini merupakan salah satu bagian penting dalam pelatihan karena dengan hubungan baik yang terjalin diawal kegiatan, maka peserta akan merasa lebih nyaman dan dapat mengikuti pelatihan secara maksimal. Tindakan ini terdiri dari beberapa bagian yaitu : a) Kegiatan Pembuka Seperti biasanya kegiatan dibuka oleh guru Bimbingan dan Konseling dengan presensi siswa. Kemudian guru Bimbingan dan Konseling menjelaskan bagaimana tahapan-tahapan mengenai pelatihan asertif yang dilaksanakan dengan kegiatan bimbingan kelompok. Pada kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang adiksi online game dan perilaku asertif pada siswa. Dengan adanya pemahaman dan pengetahuan yang benar dan baik akan mendorong siswa untuk
115
menjadi lebih meningkatkan kemampuan dalam asertif yang baik disekolahmaupun dirumah. Kegiatan dibuka oleh guru Bimbingan dan Konseling diawali dengan presentasi siswa. Kemudian guru Bimbingan dan Konseling menyiapakan materi mengenai cara-cara membina kerja sama dan toleransi dalam pergaulan dengan teman sebaya, yang bertujuan agar subyek mampu merudiksi keinginan yang berlebih untuk diakui dan perasaan sakit pada saat dicela oleh teman sekelompok, serta ketakutan yang berlebih terhadap penolakan teman kelompok karena tidak mengikuti ajakan mereka. b) Kegiatan Inti Kegiatan ini diawali dengan ice breaking yaitu kisah Angka-Angka. Permainan ini dipakai agar peserta mengenal satu sama lain dengan cara santai dan menghapuskan kekakuan. Mintalah seluruh peserta berhitung dari nomor 1 dan seterusnya sampai selesai (habis). Minta setiap peserta mengingat nomor urutnya masing-masing dengan baik, jika perlu lakukan pengujian dengan menyebut secara acak beberapa angka dan minta peserta yang disebut nomornya untuk menyahut ‘ya’!, atau tunjuk beberapa orang peserta secara acak dan tanyakan ia nomor urut berapa.
Tegaskan sekali lagi
apakah
mereka benar-benar
mengingat nomor urutnya masing-masing. Setelah yakin, jelaskan bahwa Anda akan menyampaikan suatu berita atau suatu cerita
116
tertentu di mana dalam sepanjang cerita itu akan disebut sejumlah angka-angka. Peserta yang disebut angka atau nomor urutnya diminta segera berdiri dan langsung meneriakkan namanya keraskeras kepada seluruh peserta lain. Jika terlambat 3 detik, peserta dikenakan hukuman ramai-ramai oleh peserta lain, seperti disuruh untuk bernyanyi. Pada pelatihan asertif ini pernah dilakukan pada siklus I. pada tindakan I dalam siklus II ini dilaksanakan dengan kegiatan bimbingan
kelompok.
Guru
Bimbingan
dan
Konseling
memberikan pemahaman dan pengetahuan adiksi online game kepada siswa. Dengan adanya pemahaman dan pengetahuan yang baik dan benar akan mendorong siswa untuk lebih meningkatkan, kemampuan dalam bersikap asertif yang baik di sekolah maupun dirumah. Selain itu siswa dapat mengetahui dampak negatif bermain game terus menerus. Guru Bimbingan dan Konseling memberikan pemahaman kembali kepada peserta bahwa perilaku asertif dapat meningkatkan harga diri individu yang akan membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri individu, serta dapat mencegah individu dimanfaatkan oleh orang lain dan mendapatkan hak-hak pribadi. Guru Bimbingan dan Konseling juga memberkan penjelasan kembali kepada peserta tentang lima tahap pelatihan asertif yaitu :
117
1) Menghapus rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis. 2) Menerima atau mengungkapkan fakta-fakta masalah yang dihadapi. 3) Berlatih untuk bersikap asertif. 4) Menempatkan diri dengan orang lain untuk bermain peran pada situasi sulit. 5) Membawa perilaku asertif pada kehidupan sehari-hari. Alokasi waktu yang disediakan untuk bimbingan kelompok dalam pelatihan asertif ialah sebanyak 45 menit. c) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup dalam tindaka I ini dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling dengan mengulas kembali makna dari kemampuan asertif kepada para siswa atau peserta. 2) Tindakan II Tindakan 2 dalam siklus ini dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2015. Tindakan dimulai pada pukul 13.30 WIB hingga 14.15 WIB. Tindakan dilaksanakan di dalam ruangan kelas. Peneliti menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, menyiapkan materi untuk bimbingan kelompok,
mengkoordinasi
para
siswa
atau
peserta,
dan
mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan selama tindakan. Tindakan ini terdiri dari beberapa bagian yaitu :
118
a) Kegiatan Pembuka Kegiatan pada tindakan II ini diawali dengan presensi siswa. Selanjutnya guru Bimbingan dan Konseling merefleksi dan sedikit mengulas hasil pertemuan pada tindakan pertama siklus II. Mengualng tahap-tahap dalam pelatihan asertif sesuai dengan tindakan 1 sebelumnya. b) Kegiatan Inti Pada tahap ini dimulai dengan ice breaking Lempar spidol. Langkah–langkah : 1. Mintalah semua peserta berdiri bebas di depan tempat duduk masing-masing. 2. Minta peserta bertepuk tangan ketika Anda melemparkan spidol ke udara, dan pada saat spidol Anda tangkap lagi dengan tangan, semua peserta serta merta diminta berhenti bertepuk tangan. Ulangi sampai beberapa kali. 3. Ulangi proses ke-2 dengan tambahan selain bertepuk tangan juga bersenandung. ( bergumam ) : “Mmmmm….!”. 4. Ulangi proses ke–3 ini beberapa kali, dan setiap kali semakin cepat gerakannya, kemudian akhiri dengan satu anti klimaks : spidol Anda tidak dilambungkan, tapi hanya melambungkan tangan seperti akan melambungkannya ke atas (gerk tipu yang cepat !). amati : apakah peserta masih bertepuk tangan dan bergumam atau tidak ?
119
Permainan ini bertujuan untuk menghangatkan suasana dan menghilangkan kekakuan antar peserta dan pemandu dan antar peserta sendiri . Pelajaran yang bisa dipetik dari permainan ini adalah perlunya sikap hati–hati dan cepat tanggap. Pada tindakan II ini mengulang tahap-tahap dalam pelatihan asertif sesuai dengan tindakan I sebelumnya. Peneliti meminta siswa untuk membagi menjadi 3 kelompok untuk menerima atau mengungkapkan fakta-fakta masalah yang dihadapi dalam menolak ajakan teman untuk bermain online game dalam selembar kertas. Alokasi waktu yang disediakan untuk kegiatan ini adalah 10 menit. Kegiatan ini bertujuan agar siswa mampu mengekspresikan dirinya semaksimal mungkin sehingga mereka mampu memahami perilaku tersebut dan merelakan pikiran sesuai dengan harapan dan keinginan. Para konseli diminta untuk melakukan relaksasi, kemudian dilanjutkan dengan memberikan bimbingan kelompok kepada siswa dengan membayangkan dirinya ketika bersama dengan kelompok teman sebanyanya. Dalam pelatihan asertif pada tindakan kedua ini ,peneliti meminta para siswa dalam 3 kelompok untuk menerangkan tingkah laku spesifik dalam situasi–situasi interpersonal yang yang dirasakannya menjadi masalah karena mengikuti perilaku kelompok teman sebayanya yang mengakibatkan kekurangtegasan. Peneliti berdiskusidengan konseli tentang perasaan dan pengalaman mereka
120
bersama dengan teman sekelompok. Peneliti menanyakan beberapa hal kepada konseli, yaitu : 1) Apakah kalian pernah merasa sulit untuk menolak ajakan teman untuk bermain online game? 2) Apakah kalian merasa pernah mengikuti perilaku teman yang negatif demi untuk bermain online game ? 3) Apa yang membuat kalian mengikuti perilaku teman tersebut ? Peneliti menjelaskan kepada konseli bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi rasa takut tidak disukai teman dan diejek teman karena tidak menyutujui ajakan teman, selain itu juga meningkatkan percaya diri saat berpendapat dengan teman sekelompoknya, disini konseli harus menerima bahwa setiap orang mampu bersikap tegas dan mamapu mengekspresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara jujur. Alokasi waktu yang diberikan pada kegiatan ini adalah 25 menit. Peneliti dan peserta kemudian membuat perjanjian untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri yang semula mereka hindari, sebelum memasuki tahap pelatihan asertif selanjutnya. c) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup diawali dengan guru Bimbingan dan Konseling memberikan tugas agar siswa menerapkan kembali tingkah laku menegaskan diri dalam kehidupan sehari–hari atau menjalankannya dalan
situasi–situasi
dalam
121
kehidupan
nyata
dan
berusaha
mengevaluasi untuk didiskusikan pada pertemuan berikutnya. Selanjutnya diakhiri oleh peneliti dengan mengulas kegiatan yang telah dilakukan. 3) Tindakan III Tindakan III dalam siklus II ini dilaksanakan tanggal 27 Februari 2015. Tindakan dimulai pada pukul 13.30 WIB hingga 14.15 WIB. Tindakan dilaksanakan di dalam ruang kelas. Pada pertemuan ketiga ini dilaksanakan berlatih asertif dan bermain peran, serta evaluasi dari pelatihan asertif yang sudah diberikan, yaitu: a) Kegiatan Pembuka Kegiatan pada tindakan III ini diawali dengan presentasi siswa. Pada tindakan III ini dilaksanakan dengan kegiatan bermain peran, bimbingan kelompok dan diskusi kelompok. b) Kegiatan Inti Pada tahap pelatihan asertif selanjutnya dalam kegiatan ini digunakan untuk berlatih bersikap asertif dan latihan menempatkan diri individu dengan orang lain bermain peran pada situasi yang sulit. Guru bimbingan dan konseling memberikan kesempatan kepada pesertauntuk bermain peran dan mendapatkan umpat balik orang lain dalam kelompok. Kegiatan bermain
peran pada
pelatihan asertif ini siswa menunjukkan suatu perilaku asertif dalam situasi sulit, seperti ketegasan terhadap kelompok untuk
122
tidak mengikuti perilaku teman sekelompoknya untuk bermain online game. Peneliti membagi kelompok menjadi tiga bagian, yaitu kelompok bermain peran (masing-masing 8 siswa) dan kelompok analisis (9 konseli) dengan senuah permainan bernama “amplop kejutan”, permainannya sebgai berikut : 1) Seluruh konseli diminta untuk berdiri membentuk sebuah lingkaran besar. 2) Seluruh konseli diminta untuk menyanyikan lagu “burung kakaktua” hingga guru bimbingan konseling mengatakan “stop!”. 3) Seluruh konseli diminta untuk mencari amplop sebanyak 16 buah yang masing-masing berisi sebuah kertas berwarna merah 8 buah dan biru 8 buah. 4) Konseli diminta untuk membentuk sebuah kelompok sesuai dengan warna kertas dalam amplop. 8 konseli menjadi kelompok merah dan 8 konseli menjadi kelompok biru, sedangkan sisanya menjadi kelompok analisis. 5) Kedua kelompok merah dan kelompok biru diminta untuk bertanding memerankan suatu permainan peran sesuai pada siklus 1. Perbedaannya disini siswa bermain peran tidak menggunakan teks. Ini dimaksud agar siswa bisa berlatih bersikap asertif dan mendapatkan umpan balik secara langsung.
123
Pertandingan ini dilakukan dengan tujuan agar konseli lebih serius dalam memerankan permainan peran. Maka kegiatannya yaitu jangan pernah takut untuk berperilaku asertif. Tahap pelatihan asertif selanjutnya ialah mengijinkan peserta untuk lebih lanjut membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari–hari dan menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas dan menerapkan timbale balik. Serta para peserta membuat kontrak perilaku untuk melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah 25 menit. Guru bimbingan dan konseling bersama siswa mengevaluasi dari npelatihan asertif yang sudah diberikan serta mengevaluasi hasil darin kegiatan secara keseluruhan dari pertemuan pertama. Selain itu pada pertemuan ini peneliti membagi skala adiksi, dengan tujuan untuk memperoleh data post test 2. Dari hasil evaluasi dan data dari post test 2 akan diketahui peningkatan kemampuan asertif yang terjadi pada siswa. Alokasi waktu yang diberikan untuk mengisi skala selama 10 menit. c) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup diawali dengan diskusi tentang ketidak jelasan siswa dalam perilaku asertif yang telah dilaksanakan
124
pada pertemuan sebelumnya. Peneliti menutup pertemuan dengan ucapan terimakasih dan salam.
a. Observasi atau Pengamatan Siklus II Hasil dari observasi pada siklus II menunjukkan adanya pembahasan dan perbedaan pada siklus I. peneliti melihat bagaimana siswa melakukan presentasi mulai lebih tertata, peserta presentasi lebih memperhatikan presenter , jadi presentasi lebih efektif dan ada umpan balik dari siswa peserta presentasi. Pada tindakan pertama siklus II, siswa terlihat telah memiliki pemahaman yang dalam tentang perilaku tegas karena pada tindakan ini siswa tidak merasa kesulitan. Pada tahap kedua siklus II, peneliti melihat siswa sudah mulai terbiasa dengan presentasi, para siswa sudah mulai percaya diri dan berani berekspresi dan paham tentang isi ceritanya. Dalam tindakan ini masih ada kesulitan yaitu beberapa siswa untuk berekspresi belum bisa karena masih focus untuk mengingat–ingat scenario. Pada tindakan ketiga dalam siklus II, siswa terlihat sudah mulai menghayati, memperhatikan dan memahami apa yang telah diungkapkan oleh teman– temannya dalam memahami apa yang telah diungkapkan oleh teman– temannya dalam memahami apa yang telah diungkapkan oleh teman– temannya dalam presentasi, sehingga pada kegiatan ini siswa sangat antusias mengeluarkan kata–katanya dalam presentasi didepan kelas dan tertib dalam mengikuti presentasi.
125
Beberapa
siswa
juga
saat
melakukan
presentasi
tanpa
menggunakan naskah atau teks. Siswa mampu menggali lebih dalam untuk memberikan feedback terhadap ungkapan teman satu kelas. Kegiatan berakhirdengan kesepakatan untuk melakukan alternatif pilihan yang dipilih oleh siswa dan meringkas hasil kegiatan. Observer baik guru bimbingan dan konseling, wali kelas maupun peneliti sepakat bahwa reduksi adiksi online game siswa sudah mencapai indicator keberhasilan dan sudah ada perubahan yang signifikan dari para siswa tentang berperilaku tegas. Hasil skala tersebut menunjukkan adanya penurunan tingkatan siswa terhadap adiksi online game mereka. Peneliti melanjutkan pada siklus ke dua dengan tujuan mampu meningkatkan point reduksi adiksi online game siswa mencapai kategori sedang. Tabel 11. Penurunan Hasil Skala Adiksi Pascatindakan I & Pascatindakan II Pre test Post test I No Nama Skor Kategori Skor Kategori
Pratindakan, Post test II Skor Kategori
1
APM
141
Sangat Tinggi 114
Sangat Tinggi 87
Sedang
2
AP
145
Sangat Tinggi 116
Sangat Tinggi 90
Sedang
AM
140
Sangat Tinggi 121
Sangat Tinggi 86
Sedang
4
BP
100
Sedang
91
Sedang
5
AFS
132
Sangat Tinggi 120
Sangat Tinggi 84
Sedang
6
RAP
132
Sangat Tinggi 117
Sangat Tinggi 87
Sedang
7
RA
140
Sangat Tinggi 120
Sangat Tinggi 84
Sedang
8
MR
139
Sangat Tinggi 106
Sedang
91
Sedang
3
98
126
Sedang
9
VK
121
Sangat Tinggi 119
Sangat Tinggi 89
Sedang
10
RGA
129
Sangat Tinggi 124
Sangat Tinggi 84
Sedang
11
RRA
134
Sangat Tinggi 126
Sangat Tinggi 88
Sedang
12
ZF
122
Sangat Tinggi 125
Sangat Tinggi 78
Rendah
13
EP
123
Sangat Tinggi 115
Sangat Tinggi 88
Sedang
14
ABS
108
Sedang
100
Sedang
78
Rendah
15
PS
103
Sedang
97
Sedang
83
Sedang
16
SG
144
Sangat Tinggi 121
Sangat Tinggi 83
Sedang
17
TUP
141
Sangat Tinggi 120
Sangat Tinggi 80
Sedang
18
IINH
102
Sedang
125
Sangat Tinggi 83
Sedang
19
TS
137
Sangat Tinggi 120
Sangat Tinggi 90
Sedang
20
SH
130
Sangat Tinggi 116
Sangat Tinggi 82
Sedang
21
II
140
Sangat Tinggi 117
Sangat Tinggi 90
Sedang
22
SH
121
Sangat Tinggi 125
Sangat Tinggi 84
Sedang
23
AP
135
Sangat Tinggi 115
Sangat Tinggi 85
Sedang
24
EP
134
Sangat Tinggi 114
Sangat Tinggi 97
Sedang
139
Sangat Tinggi 116
Sangat Tinggi 92
Sedang
25
SM
Rata – rata
129,28
116,28
86,16
Dalam tabel diatas, dari hasil pascatindakan yang kedua dapat dilihat perubahan dari para siswa XI IPS 1 Sedayu. Nilai rata-rata pasca tindakan yang kedua mencapai angka 86,16. Dari hasil itu peneliti mengakhiri penelitian karena kriteria keberhasilan peneliti yang semula ditargetkan pada skor lebih dari 79 dan kurang dari 112 sudah terlampaui dan sudah mencapai kategori sedang.
127
b. Refleksi dan Evaluasi Siklus II Kegiatan refleksi dilakukan untuk memahami proses dan mengetahui sejauh mana meningkatkan kemampuan asertif dalam meningkatkan kemampuan asertif pada siswa serta kendala yang terjadi selama proses teknik asertif berlangsung. Sebelum dilakukan refleksi, terlebih dahulu akan dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana pengaruh dan keberhasilan teknik asertif yang telah dilaksanakan. Evaluasi tang digunakan dalam penelitian ini adalah skala adiksi online game, yang berfungsi sebagai post test. Hasil dari skala menunjukkan bahwa pascatindakan II yang menunjukkan rata–rata sebesar 86,16. Dari hasil tersebut sudah memenuhi dari indikator keberhasilan yang diinginkan peneliti. Peneliti menetapkan indikator keberhasilan adalah siswa mampu memenuhi target pada kategori sedang atau rata–rata nilai skala pada skor lebih dari 79 dan kurang dari 112. Dari hasil itu peneliti mengakhiri penelitian karena kriteria keberhasilan peneliti uang semula ditargetkan sudah terlampaui dan sudah mencapai pada kategori sangat rendah. Selain itu peneliti juga melakukan diskusi dengan guru bimbingan dan konseling untuk mengevaluasi pelaksanaan tindakan dan menilai keberhasilan tindakan. Refleksi dilakukan dengan diskusi antara peneliti dengan guru bimbingan dan konseling. Pada dasarnya penerapan teknik asertif untuk meningkatkan kemampuan asertif siswa sudah berjalan sesuai dengan rencana. Secara keseluruhan kegiatan ini sudah dapat membuat
128
siwa menjadi lebih asertif. Dilihat dari post test, pada siklus ini sudah menunjukkan peningkatan pada kemampuan asertif siswa, sehingga tidak perlu diadakan tindakan lanjutan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan asertif. Pada pertemuan pertama siklus II sudah terjalin hubungan baik anatara peneliti dengan para siswa, sehingga para siswa sudah merasa nyaman dan mampu secara maksimal mengikuti pelatihan asertif. Dalam pemberian tayangan video adiksi online game yang kedua, para siswa lebih memperhatikan video dan tidak bermain sendiri. Pada pertemuan kedua peneliti memberikan ice breking kepada siswa yang bertujuan untuk menciptakan situasi yang lebih menyenangkan dan siswa tetap bias focus pada pelaksanaan tindakan. Bimbingan dan kelompok juga diberikan kepada siswa dengan membayangkan dirinya ketika bersama dengan kelompoknya. Dalam pertemuan kedua siklus II, siswa terlihat tidak kesulitan dalam menerangkan tingkah laku spesifik pada situasi–situasi interpersonal yang dirasakannya mengakibatkan kekurangtegasan. Pada pertemuan ketiga pada siklus II, pelatihan asertif dalam bersikap asertif dengan kegiatan bermain peran, rata–rata siswa terlihat lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan dan siswa terlihat tidak malu–malu untuk mempresentasikan scenario perilaku asertif tanpa membaca naskah. Siswa menunjukkan suatu perilaku asertif dalam situasi sulit dan mendapatkan umpan balik dari teman dalam kelompok, dengan demikian kegiatan bermain peran menjadi efektif, karena para siswa
129
sangat antusias dalam memperhatikan siswa yang melakukan bermain peran. Pada saat diminta untuk mengevaluasi hasil tugasnya, siswa merasakan nyaman dan mengungkapkannya karena guru bimbingan dan konseling bisa menyakinkan siswa bahwa semua yang diceritakan aman akan kerahasiaannya. Guru bimbingan dan konseling merasakan perubahn yang cukup besar pada diri siswa yaitu siswa menjadi lebih meningkat dalam berperilaku asertif.
3. Observasi dan Wawancara Observasi dilakukan peneliti pada awal penelitian, selama tindakan berlangsung, dilaukan pada saat jam istirahat dan jam pelajaran. Selam proses observasi peneliti memperhatikan subyek sebelum dan sesudah memberikan tindakan. Hasil observasi sebelum tindakan diberikan para siswa terlihat sering bersama–sama saat istirahat atau pulang sekolah, siswa juga membolos bersama untuk bermain online game. Pada pertemuan pertama siswa belum menunjukkan antusias yang tinggi dalam mengikuti proses tindakan yang diberikan, dikarenakan belum terjalin hubungan yang baik antara peneliti dengan siswa, sehingga siswa belum merasa nyaman dan belum secara, maksimal dalam mengikuti proses tindakan. Pada pertemuan kedua siswa kesulitan untuk menerangkan tingkah laku yang spesifik pada situasi–situasi interpersonal yang dirasakan
130
mengakibatkan kekurangtegasan. Pada pertemuan ketiga ketika berlatih bersikap asertif, siswa mampu melakukan bermain peran dengan baik. Hal tersebut ditandai dengan siswa yang pada siklus pertama masih membaca teks saat bermain peran, pada siklus kedua pertemuan ketiga siswa sudah bisa bermain main perang tanpa membaca teks dan dapat berimprovisasi dlam bersikap asertif untuk menolak ajakan teman bermain online game. Rata–rata siswa terlihat sudah tidak kesulitan lagi dalam menyampaikan maksud dari hasil diskusi kelompok. Siswa menunjukkan suatu perilaku asertif dalam situasi sulit, dan mendapatkan umpan balik orang lain dalam kelompok. Wawancara dilakukan setelah selesai pelatihan. Wawancara kepada siswa bahwa siswa yakin dengan kemampuan yang mereka miliki dalam bersikap asertif, dan tidak selalu mengikuti aturan yang dibuat oleh kelompoknya untuk bermain online game. Disini siswa sudah mengalami perubahan yaitu siswa lebih dapat bersikap asertif dalam pengaruh negatif dari kelompoknya yaitu bermain online game, dan siswa sudah tidak ada yang membolos lagi. Siswa mampu memahami bahwa pengaruh negatif dari temannya untuk bermain online game akan berdampak pada penyesalan. Dari hasil wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa adanya perubahan pada diri siswa, siswa menjadi yakin akan kemampuan yang dimiliki, dan dalam pelatihan asertif ini siswa mengungkapkan dan melatih perilaku asertif yang awalnya dihindarinya, seperti menolak ajakan teman
131
untuk membolos secara halus untuk bermain online game tanpa menyinggung perasaan teman-temannya.
E. Pembuktian Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Hipotesis tersebut harus dibuktikan kebenarannya agar dapat memperoleh kesimpulan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “melalui pelatihan asertif untuk mengurangi adiksi online game pada siswa XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu”. Untuk mengetahui hipotesis dalam penelitian ini diterima dapat dilihat dari hasil observasi peneliti dan observer menunjukkan adanya penurunan yang cukup signifikan pada rerata skor seperti tabel 9. Penurunan tersebut dari rerata 129,28 (pra tindakan) menjadi 116,28 (pasca tindakan I) dan 86,16 (pasca tindakan II). Pada setiap tindakan divisualisasi berdasarkan individu yang terlihat pada Gambar 2. grafik dibawah ini.
132
Hal tersebut dikuatkan dengan hasil observasi yang menunjukkan peningkattan kemampuan asertif pada siswa. Hasil observasi yang didapat bahwa sisa dari tiap siklus menunjukkan adanya peningkattan secara keseluruhan. Pengaruh pelatihan asertif dalam perubahan dapat dilihat dari hasil skala yang telah disebar oleh peneliti baik dari pra tindakan, pasca tindakan 1 dan pasca tindakan 2.
F. Pembahasan Penelitian ini dilakukan dengan 2 siklus, yaitu pada siklus I dilakukan 3 kali tindakan, sedangkan untuk siklus II dilakukan 3 kali tindakan. Pada siklus 1 pelatihan asertif ini dilaksanakan, belum ada perubahan yang signifikan dari siswa dalam mereduksi adiksi online game. Pada siklus 1 dalam pemberian pelatihan siswa masih ramai sendiri dalam kelas dan tidak begitu memperhatikan materi yang diberikan. Selain itu siswa masih kaku dalam bersikap asertif dan sulit untuk mengatakan “tidak” untuk menolak ajakan teman untuk bermain online game dalam bermain peran, hal ini dikarena siswa masih menghafal scenario. Oleh karena itu, pada siklus 2, hal yang perlu diperbaiki adalah siswa dalam bermain peran, diskusi kelompok dan pemberian ice braking. Ice breaking perlu dilakukan, ice breaking dianggap mampu memuaskan kebutuhan peserta pelatihan agar dapat terjalin hubungan sosial yang baik dengan peserta lain, menciptakan suasana yang positif
dan membantu
individu untuk bersikap relaks (Glass & Benshoff dalam Krisma Fawzea,
133
2008: 32). Dengan terjalinnya hubungan yang baik siswa akan lebih mudah untuk mengungkapkan perasaan untuk menolak ajakan teman dan bersikap asertif terhadap diri sendiri untuk mereduksi adiksi online game. Dengan adanya pelatihan asertif siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu mampu berbicara asertif yaitu dengan mengatakan tidak atas ajakan temannya untuk bermain online game, siswa juga dapat mengungkapkan hak-hak dan perasaannya secara spontan dan tidak berlebihan dalam situasi tertentu dan dapat memberikan feed back positif pada individu lain. Selain itu siswa juga dapat menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju atas ajakan temannya serta mampu menampilkan respon melawan rasa takut untuk menolak ajakan teman sebayanya. Pengaruh pelatihan asertif terhadap kemampuan asertif para siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu dapat diketahui juga dari skor rata–rata skala adiksi pada tabel 11. Hal tersebut dilihat dari penurunan skor adiksi online game dari mulai pratindakan (129,28) ke skor pascatindakan I (116,28) lalu ke skor pascatindakan II (86,16). Myers (dalam Rahmawati A, 2007: 15) menjelaskan perilaku asertif dapat meningkatkan self esteem individu yang akan membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri individu tersebut. Mencegah diri menjadi korban yang dimanfaatkan oleh orang lain dan mendapatkan hak-hak pribadi. Dengan bersikap asertif akan membantu melindungi harga diri, akan berusaha melawan jika ada ancaman, tidak mudah menyerah sert a memberi perasaan nyaman pada diri sendiri.
134
Berdasarkan asumsi tersebut, latihan asertif (assertive training) dibutuhkan untuk mereduksi remaja yang mengalami adiksi online game. Dilihat pula dari hasil observasi peneliti dan observer menunjukkan adanya perubahan yang cukup signifikan pada skala adiksi online game, memperlihatkan penurunan dari tiap siklus yang dilakukan oleh peneliti. Pada table 9, pada hasil rata-rata pratindakan reduksi adiksi online game menunjukkan kategori yang sangat tinggi. Nilai skala yang dapat dilihat diatas menunjukkan bahwa siswa memiliki nilai rata-rata sebesar 129,28 itu menunjukkan bahwa adiksi online game sangat tinggi terjadi pada siswa kelas XI IPS 1, sedangkan pada table 10, hasil skala pasca tindakan I menunjukkan bahwa adanya penurunan yang cukup signifikan pada nilai rata -rata presentase siswa. Nilai pra tindakan yang semula nilainya 129,28 mengalami penurunan menjadi 116,28. Pada hasil pasca tindakan satu I masih belum memenuhi indikator keberhasilan yang diinginkan oleh peneliti, sehingga dilanjutkan pada siklus ke II dan diadakan dan diadakannya pascatindakan II. Pasca tindakan II yang dilakukan pada siklus ke II mengalami perubahan. Hasil pasca tindakan I sebesar 116,28 mengalami penurunan menjadi 86,16. Hasil skala pada pasca tindakan II dapat dilihat pada table 11. Penurunan hasil skala adiksi online game siswa selalu menurun tiap siklus. Metode pelatihan asertif sebagai salah satu teknik layanan bimbingan pribadi sosial dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkasi suatu pokok masalah tentang menjaga hak dirinya tanpa melanggar hak orang lain. Pelatihan asertif mengajarkan cara berkomunikasi yang mengizinkan
135
seseorang untuk mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik yang efektif. Komunikasi yang asertif akan membantu seseorang untuk saling menghargai, sehingga mampu berbicara dan percaya diri. Cara berkomunikasi seperti ini akan juga membantu seseorang untuk menyelesaikan konflik dengan orang lain. Menurut Wolpe (Joice & Weil 1972 : 414) mengarahkan asertivitas sebagai ekspresi yang tepat dari berbagai emosi kecemasan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku asertif sebagai ekspresi benar-benar jujur dan terus terang kepada orang lain dan diri sendiri tentang perasaan yang dirasakan. Hal ini ditandai dengan keterbukaan, langsung, spontanitas dan kelayakan. Perilaku asertif mengekspresikan perasaan dan keyakinan sendiri dengan cara terbuka, jujur, langsung dan tepat, memperhitungkan perasaan-perasaan dan keyakinan-keyakinan orang lain, serta mempertahankan hak-hak pribadi dengan cara yang tidak melanggar, mengganggu atau mengancam hak-hak orang lain. Menurut Willis Sofyan (2004: 72), pelatihan asertif merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Perilaku asertif dapat meningkatkan self esteem individu yang akan membantu dalam meningkatkan kepercayaan individu tersebut (Myers dalam Rachmawati 2010:15) mencegah diri menjadi korban yang dimanfaatkan oleh orang lain dan akan mendapatkan hak–hak pribadi. Dengan bersikap asertif akan membantu melindungi harga diri dan akan merasa nyaman pada diri sendiri.
136
Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur untuk mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak orang lain. Sikap asertif berarti mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jelas dengan menghormati hak pribadi dan hak orang lain. Pelatihan asertif dibutuhkan untuk mereduksi adiksi online game remaja. Menurut Lia Yuvanita (2013: 49) orang tua juga berperan penting dalam memantau perilaku remaja. Aktivitas online game yang semakin meningkat di kalangan anak-anak menjadi ancaman. Orang tua perlu lebih dari sekedar mengingatkan anak mereka mengenai online game. Dalam keadaan seperti ini hal orangtua harus berdiskusi bersama anak mengenai topik yang mengundang rasa ingin tahu mereka sekaligus melindungi anak dari ancaman online game. Komunikasi efektif merupakan proses yang terjadi ketika makna pesan yang dikirim oleh sumber sama dengan makna dari pesan yang diterima oleh penerima. Jadi bisa disimpulkan bahwa secara umum interaksi dan komunikasi orang tua terhadap anak serta bagaimana orang tua memperlakukan anak memberikan pengaruh terhadap sikap remaja yang jika berkelanjutan akan berkembang menjadi karakter yang terbentuk pada diri anak. Demikian juga halnya remaja dengan penggunaan teknologi internet untuk bermain online game, sikap orang tua terhadap aktivitas remaja ini akan memberikan pengaruh terhadap terbentuknya karakter yang dapat menyaring dampak
137
adiksi terhadap online game sehingga remaja tidak terjerumus ke dalam ketagihan yang akan membuat karakter positif mereka menjadi merosot.\
G. Keterbatasan Penelitian Selama proses penelitian dilakukan, peneliti menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan keterbatasan. Adapun keterbatasan – keterbatasan yang dihadapi peneliti selama penelitian dilakukan adalah 1. Pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada saat pulang sekolah sering membuat waktu terburu–buru karena siswa ingin segera untuk pulang ke rumah. 2. Kegiatan siswa sangat padat dan ada beberapa kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga beberasa siswa lain sudah lelah dalam mengikuti pelatihan, 3. Pelaksanaan observasi yang kurang maksimal, dikarenakan tidak mungkin peneliti setiap hari mengikuti siswa.
138
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan pelatihan asertif dapat mengurangi perilaku adiksi online game dengan melalui; pemberian pemahaman tentang adiksi online game, pelatihan asertif dan perilaku asertif; mengidentifikasikan perilaku negatif yang pernah dilakukan karena mengikuti ajakan teman; memberikan bimbingan kelompok, diskusi, membuat skenario, bermain peran dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Hasil penelitian ini terdiri dari pra tindakan dengan rerata sebesar 129,28 (kategori sangat tinggi), siklus I sebesar 116,28 (kategori sangat tinggi), dan siklus II sebesar 86,16 (kategori sedang). Hal tersebut juga ditunjang dengan hasil observasi dan wawancara yaitu siswa lebih dapat bersikap asertif dan mampu berbicara asertif mengungkapkan hak-hak dan perasaannya secara sepontan dan tidak berlebihan dalam situasi tertentu dan dapat memberikan feed back positif pada individu lain. Selain itu siswa juga dapat menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju atas ajakan temannya serta mampu menampilkan respon melawan rasa takut untuk menolak ajakan teman sebayanya. Dengan bersikap asertif siswa bisa membagi waktu dan mulai peduli dengan akademiknya. Selain itu siswa sudah tidak menghabiskan banyak uang untuk bermain online game. Rasa resah yang
139
siswa hadapi apabila bermain online game juga sudah mulai berkurang siswa sudah mengerti kerugian yang diaibatkan bermain online game terus–menerus.
B. SARAN Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka terdapat beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi guru Bimbingan dan Konseling Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pelatihan asertif dapat meningkatkan kemampuan asertif untuk mengurangi perilaku adiksi online game. Dengan bersikap asertif siswa dapat menegaskan diri dan mengatakan “tidak” atas ajakan teman sebaya untuk bermain online game, maka diharapkan guru Bimbingan dan Konseling dapat membantu untuk meningkatkan keberanian kepada siswa dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain atau kelompok dengan menciptakan lingkungan asertif, belajar berperilakau asertif dan bermain peran sebagai orang yang asertif. Guru Bimbingan dan Konseling bisa melakukan bimbingan di luar kelas agar siswa tidak merasa jenuh dan pelatihan mampu berjalan secara optimal. 2. Bagi peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dapat menggunakan metode pelatihan asertif dengan pemilihan waktu yang tepat serta pada kondisi siswa yang siap untuk diberi pelatihan. Selain itu perencanaan waktu yang cukup matang juga harus
140
diperhatikan karena dengan perencanaan waktu yang baik peneliti dapat melakukan observasi secara optimal. 3. Bagi Orang Tua Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para orang tua dalam menyikapi perilaku-perilaku subyek (anaknya) yang mengalami adiksi online game dan mampu memberi pengertian
serta dapat
mengurangi perilaku adiksi anaknya terhadap online game. Bagi orang tua direkomendasikan untuk melakukan upaya untuk mencegah terjadinya adiksi online game pada remaja, dengan cara memberikan perhatian yang optimal untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh remaja, dan membatasi dengan siapa anaknya bergaul, karena remaja banyak mengenal sesuatu yang baru dari teman sebayanya.
141
DAFTAR PUSTAKA
Allan, Marks D., Smith, Colleen & Lieberman, Michael. (2005). Generation of ATP From Glucose Glycolysis, Marks. Basic Medical Biochemistry. 2nd ed. USA: Williams & Wilkins. Anderson, C. A., & Bushman, B. J. (2001). Effects of Violent Games on Aggressive Behavior, Aggressive Cognition, Aggressive Affect, Physiological Arousal, and Prosocial Behavior: A meta analytic review of the scientific literature. Psychological Science. Burhan Nurgiyantoro, Gunawan & Marzuki. (2004). Stastistika Terapan untuk Penelitian Ilmu–Ilmu Sosial. Yogyakarta: Universitas Gajah mada. Chaplin J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi (Alih bahasa: Kartono). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Corey, G. (1986). Theory and Practice Of Counseling and Psychotherapy. Third Edition: Brooks/Cole Publishing Company a Division of Wadswoth Inc. Corey, G. (2007). Theory and Practice Of Counseling and Psychotherapy. (Alih Bahasa: E. Koswara). Bandung: Aditama. Deswita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Dica Feprinca. (2011). Hubungan Motivasi Bermain Game Online Pada Masa Dewasa Awal Terhadap Perilaku Kecanduan Game Online Defence Of The Ancients. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya. Djaali dan Pudji M. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Dwiastuti. (2005). Hubungan antara Traits Kepribadian dengan Addiction Level pada Pemain Online Game. Skripsi. Fakultas Psikologi UNPAD. Dyen Syarifudin. (2010). “Coping with addiction”. Diambil dari http://akudyen.blogspot.co.id/2010/05/apakah-anda-penggilainternet.html, pada tanggal 23 September 2013. Heny Nurmandia. (2013). Hubungan Antara Kemampuan Sosialisasi Dengan Kecanduan Jejaring Sosial. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum. Hong, J.C., & Liu, M.C. (2003). A Study on Thinking Strategy Between Experts and Novices of Computer Games. Computers in Human Behavior. The American Jurnal.
142
Hovart, Arthur T. (1989). “Coping With Addiction”. Diambil dari http://www.cts.com/babtsmrt/coping/html, pada tanggal 23 September 2011. Hurlock, Elizabeth. (1980). Developmental Psycology: A Life Span Approach, Fifth Edition (Alih bahasa : Istiwidayanti, dkk). Jakarta : Erlangga. Imanuel N. (2009). “Gambaran Profil Kepribadian yang Kecanduan Game Online dan yang Tidak Kecanduan Game Online.” Jurnal. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. John M Echolas dan Hassan Shadily. (2005). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Joice & Weil, Marsha. (1972). Model Of Teaching: Second Edition. New Jersey: Prentoice Hall, Inc. Kharisma. (2008).”Candu Permainan Jaringan”. Pikiran Rakyat (3 Maret 2008). Hlm. 6. Krisma Fawzea. (2008). Pengaruh Permainan Ice Breaking Terhadap Self Disclosure Pada Remaja Pondok Pesantren Daarull Rahman. Skripsi. Fakultas Psikologi UINSH. Lia Yuvanita. (2013). Peran Orangtua Mengatasi Trend Mobile Internet terhadap Perkembangan Anak. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan. Muhammad Ali & Muhammad Asrori. (2004). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Mohammad Nazir. (2005). Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia. Rahmawati A. (2007). Efektivitas Program Bimbingan Sosial-Pribadi dalam Meningkatkan Asertivitas Remaja. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Rathus, S.A., & Nevid, J.S. (1980). Behavioral Therapy Strategies of Solving Problem in Living. New York: A Signet Book. Ridwan Rifani. (2009). “Asertifitas dalam Menjalin Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Pada Remaja Perempuan.” Jurnal. Fakultas Psikologi UPI. Risma Fidiyanti. (2009). Penggunaan Teknik Assertive Training Untuk Mereduksi Kebiasaan Merokok Pada Remaja Perempuan. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Saifuddin Anwar. (2007). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
143
Santrock, Jhon W. (2002). Life Span Development ‘Perkembangan Masa Hidup’. (Alih bahasa: Mila Rachmawati, S.Psi dan Anna Kuswanti). Jakarta: Erlangga. Santrock, Jhon W. (2003). Adolescence ‘Perkembangan Remaja’. (Alih bahasa: Mila Rachmawati, S.Psi dan Anna Kuswanti). Jakarta: Erlangga. Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak. (Alih bahasa: Mila Rachmawati, S.Psi dan Anna Kuswanti). Jakarta: Erlangga. Sears, David O, dkk. (1985). Social Psychology Fifth Edition (Alih bahasa: Andryanto). Jakarta: Erlangga. Slavin, Robert E. (2006). Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik Edisi Kedelapan (Jilid I). (Alih Bahasa: Marianto Samosir). Jakarta: PT. Indeks. Soleman, Margaret. (2012). “Dampak Negatif dari Game Online”. Diambil dari http://smahangtuah2.org/magazine/kesehatan/61-dampak-negatif-darigame-online.html, pada tanggal 6 Agustus 2013. Sri Rumini dan Siti Sundari. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (1997). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sutrisno Hadi. (2004). Metodologi Reseacrh I. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Unuversitas Gajah Mada. Wade, M Vagias. (2006). Likert-type scale response anchors. Clemson International Institute for Tourism & Research Development, Department of Parks, Recreation and Tourism Management. Clemson University. Widayanti. (2007). Dampak Kebiasaan Bermain Video Game Terhadap Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar. Skripsi. Fakultas Ilmu PendidikanUPI.
144
Willis Sofyan. (2004). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : Alfabet.
145
LAMPIRAN 1. SUBYEK PENELITIAN
146
Subjek Penelitian No
Nama
Kelas
1
APM
XI IPS 1
2
AP
XI IPS 1
3
AM
XI IPS 1
4
BP
XI IPS 1
5
AFS
XI IPS 1
6
RAP
XI IPS 1
7
RA
XI IPS 1
8
MR
XI IPS 1
9
VR
XI IPS 1
10
RGA
XI IPS 1
11
RRA
XI IPS 1
12
ZF
XI IPS 1
13
EP
XI IPS 1
14
ABS
XI IPS 1
15
PS
XI IPS 1
16
SG
XI IPS 1
17
TUP
XI IPS 1
18
IINH
XI IPS 1
19
TS
XI IPS 1
20
SH
XI IPS 1
21
II
XI IPS 1
22
SH
XI IPS 1
23
AP
XI IPS 1
24
EP
XI IPS 1
25
SM
XI IPS 1
11 siswa laki – laki dan 24 siswa perempuan
147
LAMPIRAN 2. SKALA ADIKSI ONLINE GAME
148
SKALA ADIKSI ONLINE GAME
A. PENGANTAR
Perkenalkan saya Dedy Setyatno akan mengadakan penelitian kepada para siswa. Instrumen ini dimaksudkan untuk mengungkap adiksi online game yang terjadi pada siswa SMA Negeri 1 Sedayu. Instrumen ini tidak berisi hal-hal yang membenarkan dan menyalahkan suatu perilaku. Oleh karena itu, saya mengharapkan pertisipasi anda untuk bersedia memberikan respon dan mengisi instrumen ini sesuai dengan keadaan sebenarnya dan apa adanya. Saya sangat menghargai kejujuran yang anda berikan pada saat pengisian instrumen ini. Dengan instrumen ini, semoga bermanfaat bagi siswa dan diharapkan dapat membantu siswa dalam mereduksi adiksi online game. Sebelum memulai pengisian skala ini, silahkan mengisi identitas terlebih dahulu. Terima kasih atas partisipasinya.
Salam, Dedy Setyatno NIM: 08104244041 Mahasiswa PPB Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
149
B. PETUNJUK MENGERJAKAN:
Bacalah setiap pernyataan di bawah ini dengan seksama. Setiap pernyataan dalam skala percaya diri ini dilengkapi empat pilihan jawaban : Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), Tidak Pernah (TP). SL : Berarti Anda selalu melakukan aktivitas sebagaimana diungkapkan dalam pernyataan yang disajikan. SR:
Berarti Anda sering melakukan aktivitas sebagaimana diungkapkan dalam pernyataan yang disajikan.
JR :
Berarti Anda jarang melakukan aktivitas sebagaimana diungkapkan dalam pernyataan yang disajikan.
TP : Berarti
Anda
tidak
pernah
melakukan
aktivitas
sebagaimana
diungkapkan dalam pernyataan yang disajikan. Berilah tanda centang ( √ ) pada lembar jawab mengenai pernyataan yang sesuai dengan keadaan diri anda. CONTOH: No
Pernyataan
1.
Saya selalau bermain online game setiap hari.
Jawaban
SL SR JR TP
: Bila Anda sering melakukan aktivitas sebagaimana
diungkapkan dalam pernyataan tersebut, maka berilah tanda centang (√) pada SR seperti berikut: No
Pernyataan
1.
Saya selalau bermain online game setiap hari.
150
SL SR JR TP √
Apabila anda ingin mengganti jawaban, berilah dua garis horizontal pada jawaban pertama (=) kemudian centanglah (√) jawaban kedua anda dengan cara: No
Pernyataan
1.
Saya selalau bermain online game setiap hari.
Jawaban
:
Bila Anda Selalu
SL SR JR TP
melakukan
√
aktivitas
sebagaimana
diungkapkan dalam pernyataan tersebut, maka berilah tanda centang (√) pada SL seperti berikut: No
Pernyataan
1.
Saya selalau bermain online game setiap hari.
151
SL SR JR TP √
√
ANGKET SEBELUM UJI COBA
C. IDENTITAS
No
Nama
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki / Perempuan *
Kelas
:
Tanggal Pengisian
:
Pernyataan
1
Saya pernah bermimpi bermain online game.
2
Saya tidak pernah bermimpi bermain online game.
3
Saya membayangkan sedang bermain online game saat sedang belajar.
4
Saya tidak memikirkan online game saat sedang belajar.
5
Saya kurang tidur dikarenakan menghabiskan banyak waktu bermain online game.
6
Saya berusaha meluangkan waktu untuk bermain online game.
7
Saya bisa membagi waktu antara belajar dan bermain online game.
8
Saya bermain online game sampai lupa waktu.
9
Saya tidak melewatkan waktu makan saat bermain online game.
10
Saya menunda mengerjakan pekerjaan rumah untuk bermain online game.
11
Saya bermain online game setelah menyelesaikan pekerjaan rumah.
12
Saya bermain online game saat guru sedang memberikan pelajaran.
152
SL SR JR TP
13
Saya tidak bermain online game saat guru sedang memberikan pelajaran.
14
Saya senang bermain online game.
15
Saya tidak tertarik dengan online game.
16
Saya bersemangat ketika memperoleh nilai tertinggi saat bermain online game.
17
Saya tidak mengerti cara bermain online game.
18
Saya merasa tertantang jika melihat orang lain memiliki level online game yang lebih tinggi dari saya.
19
Saya tidak bersemangat jika ada yang menantang saya untuk bermain online game.
20
Saya dimarahi orang tua saya jika bermain online game terlalu lama.
21
Saya tidak dimarahi orang tua jika bermain online game terlalu lama.
22
Saya mendapatkan komentar negatif dari orang tua jika berlebihan bermain online game.
23
Orang tua saya tidak menyindir saya jika bermain online game berlebihan.
24
Teman saya mengeluh ketika saya jarang bermain dengan mereka dan asik bermain online game.
25
Teman saya tidak mengeluh ketika saya jarang bermain dengan mereka dan asik bermain online game.
26
Saya mulai jarang bertemu dengan teman – teman sejak mengenal online game.
27
Saya lebih senang bermain dengan teman – teman daripada bermain online game.
28
Saya bingung jika disuruh memilih untuk bermain online game atau melakukan aktivitas lain.
29
Saya memilih belajar dari pada bermain online
153
game. 30
Saya menambah durasi waktu bermain online game untuk medapat level dan nilai yang tinggi.
31
Saya tidak menambah durasi waktu bermain online game.
32
Saya menambah durasi bermain online game agar saya puas.
33
Saya tidak menambah durasi bermain online game dalam seminggu.
34
Saya merasa tidak tenang jika dalam sehari tidak bermain online game.
35
Saya merasa tenang jika dalam sehari tidak bermain online game.
36
Saya merasa gelisah atau tidak menetu jika dalam sehari tidak bermain online game.
37
Saya tidak gelisah jika dalam sehari tidak bermain online game.
38
Saya ingin bermain online game lagi setelah kebiasaan itu berenti selama beberapa saat.
39
Setelah berhenti bermain online game beberapa saat.
40
Saya mencoba untuk berhenti bermain online game tapi tidak bisa.
41
Selama seminggu saya bisa berhenti bermain online game.
42
Saat ini kebiasaan saya bermain online game bertambah parah setelah saya sempat berheti beberapa waktu.
43
Saya berhasil menghentikan kebiasaan bermain online game.
154
ANGKET SETELAH UJI COBA
D. IDENTITAS
No
Nama
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki / Perempuan *
Kelas
:
Tanggal Pengisian
:
Pernyataan
1
Saya pernah bermimpi bermain online game.
2
Saya tidak pernah bermimpi bermain online game.
3
Saya membayangkan sedang bermain online game saat sedang belajar.
4
Saya tidak memikirkan online game saat sedang belajar.
5
Saya kurang tidur dikarenakan menghabiskan banyak waktu bermain online game.
6
Saya bisa membagi waktu antara belajar dan bermain online game.
7
Saya bermain online game sampai lupa waktu.
8
Saya tidak melewatkan waktu makan saat bermain online game.
9
Saya menunda mengerjakan pekerjaan rumah untuk bermain online game.
10
Saya bermain online game setelah menyelesaikan pekerjaan rumah.
11
Saya bermain online game saat guru sedang memberikan pelajaran.
12
Saya tidak bermain online game saat guru sedang
155
SL SR JR TP
memberikan pelajaran. 13
Saya senang bermain online game.
14
Saya tidak tertarik dengan online game.
15
Saya bersemangat ketika memperoleh nilai tertinggi saat bermain online game.
16
Saya tidak mengerti cara bermain online game.
17
Saya merasa tertantang jika melihat orang lain memiliki level online game yang lebih tinggi dari saya.
18
Saya tidak bersemangat jika ada yang menantang saya untuk bermain online game.
19
Saya dimarahi orang tua saya jika bermain online game terlalu lama.
20
Saya tidak dimarahi orang tua jika bermain online game terlalu lama.
21
Saya mendapatkan komentar negatif dari orang tua jika berlebihan bermain online game.
22
Orang tua saya tidak menyindir saya jika bermain online game berlebihan.
23
Teman saya mengeluh ketika saya jarang bermain dengan mereka dan asik bermain online game.
24
Teman saya tidak mengeluh ketika saya jarang bermain dengan mereka dan asik bermain online game.
25
Saya mulai jarang bertemu dengan teman – teman sejak mengenal online game.
26
Saya lebih senang bermain dengan teman – teman daripada bermain online game.
27
Saya bingung jika disuruh memilih untuk bermain online game atau melakukan aktivitas lain.
28
Saya memilih belajar dari pada bermain online game.
156
29
Saya menambah durasi waktu bermain online game untuk medapat level dan nilai yang tinggi.
30
Saya tidak menambah durasi waktu bermain online game.
31
Saya menambah durasi bermain online game agar saya puas.
32
Saya tidak menambah durasi bermain online game dalam seminggu.
33
Saya merasa tidak tenang jika dalam sehari tidak bermain online game.
34
Saya merasa tenang jika dalam sehari tidak bermain online game.
35
Saya merasa gelisah atau tidak menetu jika dalam sehari tidak bermain online game.
36
Saya tidak gelisah jika dalam sehari tidak bermain online game.
37
Saya ingin bermain online game lagi setelah kebiasaan itu berenti selama beberapa saat.
38
Setelah berhenti bermain online game beberapa saat.
39
Saya mencoba untuk berhenti bermain online game tapi tidak bisa.
40
Selama seminggu saya bisa berhenti bermain online game.
41
Saat ini kebiasaan saya bermain online game bertambah parah setelah saya sempat berheti beberapa waktu.
42
Saya berhasil menghentikan kebiasaan bermain online game.
157
LAMPIRAN 3. HASIL OBSERVASI
158
Hasil Observasi Siklus 1 No 1
Aspek yang diobservasi Kemampuan
memahami
Hasil pengamatan
pelatihan a. Pada pertemuan pertama para
asertif untuk mengurangi perilaku
siswa belum begitu antusias
adiksi online game.
dengan
dalam
oealatihan
mengikuti
asertif,
ini
dikaenakan belum terjadinya hubungan yang baik antara peneliti
dengan
siswa.
Sehingga siswa belum begitu antusias dan memahami materi yang diberikan. b. Pada siklus pertama ini setelah semua
pertemuan
dapat
diperoleh hasil yaitu siswa masih
kesulitan
menyampaikan hasil
diskusi
dalam
maksud
dari
kelompok,
dikarenakan sulit mendapatkan umpan balik dari kelompok dalam bermain peran. 2
Kemampuan menentukan sikap yang Dari pengamatan dalam proses yang pasti untuk menolak ajakan pelatihan asertif para siswa masih
159
teman bermain online game.
sangat sulit untuk membuka diri atau
terbuka
untuk
mengungkapkan terhadap
orang
perasaannya lain,
hal
ini
dimungkinkan siswa masih malu dan takut dijauhi temannya apabila menolak ajakan temannya. 3
Kemampuan berkata dan bersikap Dari
hasil
pengamatan
dalam
asertif untuk mengurangi perilaku proses pelatihan asertif didapat adiksi online game.
bahwa siswa masih ragu – ragu untuk
bersikap
asertif
dan
mengaakan “tidak”, atas ajakan teman, serta siswa belum bias juga bersikap asertif terhadap dirinya sendiri.
Siswa
masih
mementingkan kepentingan orang lain yang jelas itu merugikan untuk diringa sendiri. 4
Kemampuan untuk menampilkan cara Dari
hasil
pengamatan
dalam
yang efektif untuk menyatakan setuju proses pelatihan asertif diperoleh atau tidak setuju atas ajakan teman bahwa untuk bermain online game.
siswa
belum
bisa
menampilkan cara yang efektif untuk
160
menyetujui
atau
tidak
menyetujui ajakan temannya untuk bermain online game. Dia merasa takut dijauhi temannya apabila tidak mengikuti ajakan temannya. 5
Kemampuan untuk bersikap asertif Dari terhadap diri sendiri dan orang lain.
hasil
pengamatan
dalam
proses pelatihan asertif didapat bahwa kemampuan siswa untuk bersikap asertif masih rendah, hal ini
dikarenakan
masih
adanya
kecemasan respon penolakan dari temannya dan dan belum bisa bersikap sendiri.
161
asertif
terhadap
diri
Hasil Observasi Siklus II No 1
Aspek yang diobservasi Kemampuan
memahami
Hasil pengamatan
pelatihan Dari hasil pengamataan selama
asertif untuk mengurangi perilaku proses pelatihan asertif didapat adiksi online game.
bahwa
siswa
sudah
mengerti
tentang pelatihan asertif dan sudah bersikap asertif yang dimulai dari diri sendri dan kemudian akan berperilaku asertif kepada orang lain apabila ajakan dari orang lain tersebut tidak sesuai dengan apa yang dirasakannya. 2
Kemampuan menentukan sikap yang Dalam menentukan sikap pada pra yang pasti untuk menolak ajakan tindakan siklus kedua ini siswa teman bermain online game.
sudah bisa bersikap asertif untuk menolak
ajakan
teman
untuk
bermain online game. Siswa sudah sadar akan perilakunya yang salah dan
selalu
mengikuti
ajakan
temannya. 3
Kemampuan berkata dan bersikap Berdasarkan pengamatan setelah asertif untuk mengurangi perilaku proses pelatihan asertif ini didapat adiksi online game.
bahwa kemampuan bersikap asertif
162
dan menolak ajakan teman secara halus sudah bisa siswa ungkapkan. Siswa
bisa
menggungkapkan
penolakan ajakan teman untuk bermain
online
game,
tanpa
menyakiti perasaan temannya. 4
Kemampuan untuk menampilkan cara Berdasarkan yang efektif untuk menyatakan setuju dilakukan
pengamatan bahwa
siswa
yang sudah
atau tidak setuju atas ajakan teman mulai menampilkan cara yang untuk bermain online game.
efektif bagaimana menolak ajakan teman sebayanya tersebut untuk bermain online game dengan alas an yang realistis.
5
Kemampuan untuk bersikap asertif Dari hasil pengamatan selama terhadap diri sendiri dan orang lain.
pelathan diperoleh bahwa siswa sudah
bisa
bersikap
asertif
terhadap diri sendiri, contohnya siswa
sudah
mulai
membatasi
dirinya sendiri dalam
bermain
online game dan dapat menolak ajakan temannya untuk bermain online game dengan mengatakan “tidak”,
163
dalam
pengungkapkan
penolakan
siswa
sudah
bisa
menggunakan bahasa dan sikap yang halus tanpa melukai perasaan temannya.
164
LAMPIRAN 4. HASIL WAWANCARA
165
Wawancara dengan SG sebelum diberikan tindakan. No 1
Aspek pertanyaan Berapa
lama
anda
Hasil Wawancara
menghabiskan Saya bermain online game 7-10
waktu bermain online game perhari? 2
Bagaimana
perasaan
anda
jam dalam sehari.
saat Saya
bermain online game ?
sangat
senang
dan
bersemangat saat bermain online game,
karenan
online
game
merupakan sebuah game yang mengasikkan, dengan gambar 4 dimensi dan semua orang bisa bertemu di online game untuk bermain
game
bersama-sama
ditempat yang berbeda. 3
Apakah anda ingin bermain online Iya benar sekali setelah pertama game
lagi
setelah
pertama
kali kali saya bermain online game
bermain?
keesokan
harinya
saya
ingin
bermain online game lagi, apabila sehari tidak bermain online game ada yang mengganjal dipikiran. Apalagi kalau lagi ada event saya akan sangat cemas, karena pada saat event akan lebih banyak orang yang bermain dan besarnya hadiah
166
yang diberikan kepada pemain dari pihak game tersebut, itu yang membuat
online
game
sangat
menyenangkan. 4
Apakah yang anda lakukan ketika Saya
langsung
panik
apabila
bermain online game tiba – tiba jaringan yang digunakan untuk jaringan internet terputus?
saya bermain online game terputus, karena
online
game
itu
bisa
dimainkan apabila jaringan internet lancar, apalagi kalau lagi ada event dan permainan lagi asik – asiknya, kalau jaringan terputus saya akan merasa sangat jengkel. 5
Setelah bermain online game adakah Iya, dampak
terhadap
nilai
anda
setelah
keasikan
bermain
di online game saya lupa waktu
sekolah?
belajar dan tugas sekolah yang bapak
atau
terbengkalai
ibu
guru
berikan
sehingga
saya
mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. 6
Apakah anda pernah merasakan rasa Iya kalau saya sudah bermain ingin terus – terusan ketika bermain online game saya akan lupa waktu online game ?
dan akan terus memainkannya,
167
apalagi kalau ada event setahun sekali, saya tidak akan melewatkan itu dan terus bermain online game.
168
Wawancara dengan MR setelah diberikan tindakan. No 1
Aspek pertanyaan
Hasil wawancara
Setelah mengikuti pelatihan asertif Iya saya ingin mengurangi adiksi apakah anda ingin mengurangi adiksi online game saya. Saya sudah online game anda ?
mulai
mengerti
apa
yang
disebabkan apabila saya terus – terusan
bermain
online
game
sampai lupa waktu. 2
Apa saja yang menjadi hambatan anda Hambatan saya paling besar dalam dalam usaha untuk mengurangi adiksi mengurangi bermain online game terhadap online game ?
adalah ajakan dari teman – teman untuk bermain online game, bila saya menolak saya merasa tidak enak terhadap teman saya.
3
Perubahan apa yang dapat dirasakan Perubahan setelah mengikuti pelatihan asertif?
yang
saya
rasakan
adalah saya lebih bisa bersikap asertif terhadap diri sendiri dan orang
lain,
dengan
mengikuti
pelatiha ini saya bisa menolak ajakan teman saya dengan lebut tanpa melukai perasaan teman saya. 4
Apakah anda ingin merubah sikap Iya saya ingin sekali merubah
169
untuk mengurangi perilaku adiksi sikap saya dan mengurangi waktu online
game
setelah
mengikuti untuk bermain online game dan
pelatihan asertif ? 5
fokus untuk memperbaiki nilai.
Adakah manfaat yang anda peroleh Manfaat yang saya peroleh setelah untuk online
mengirangi game
perilaku
setelah
adiksi mengikuti pelatiha ini yaitu saya
mengikuti menjadi lebih bisa menghargai diri
pelatihan asertif ?
sendiri dan menghargai oranag lain,
yang
jelas
mengurangi bermain
saya
kebiasaan
online
game
bisa saya dengan
bersikap asertif kepada diri sendiri, dan kemudian say bisa bersikap asertif
menolak
ajakan
teman
dengan mengatakan “tidak” dengan kalimata yang tidak menyakiti hati mereka. Pelatihan ini telah sangat membantu saya.
170
LAMPIRAN 5. HASIL PRE TEST
171
Hasil data pre test siswa kelas XI IPS 1 Nam a AP M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 0
1 1
1 2
1 3
1 4
1 5
1 6
1 7
1 8
1 9
2 0
2 1
2 2
2 3
2 4
2 5
2 6
2 7
2 8
2 9
3 0
3 1
3 2
3 3
3 4
3 5
3 6
3 7
3 8
3 9
4 0
4 1
4 2
4 3
2
3
2
4
2
4
4
2
3
3
4
4
3
4
3
3
4
4
4
3
4
4
3
4
4
3
4
1
4
1
4
1
4
3
4
1
3
4
4
4
4
4
4
AP
4
3
3
4
4
3
4
3
4
4
1
4
2
3
4
4
4
2
4
4
1
4
4
3
4
3
2
4
4
3
4
3
4
4
3
4
3
4
2
4
4
3
3
145
AM
3
3
2
4
4
4
3
2
2
4
3
3
3
1
4
4
4
3
4
4
3
4
1
4
3
4
3
4
4
2
4
3
3
4
4
3
3
4
3
4
4
1
4
140
BP
2
3
3
3
1
3
2
3
2
3
3
2
3
1
2
3
3
1
3
1
2
1
2
3
3
3
1
3
2
3
2
3
1
2
3
3
3
3
1
3
1
3
2
100
AFS
2
3
1
4
2
3
4
2
3
3
4
4
2
3
4
4
4
4
4
4
3
3
1
3
1
4
1
3
4
4
4
4
4
4
4
1
1
3
1
4
4
3
4
132
RAP
3
3
2
4
2
4
4
2
4
4
4
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
4
2
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
132
RA
1
4
2
3
4
2
4
3
3
2
4
4
4
3
4
3
4
3
4
4
1
4
2
4
4
2
3
4
4
3
4
3
4
2
4
4
3
4
2
3
4
3
4
140
MR
2
3
2
4
3
4
4
3
4
3
4
3
4
4
3
4
3
4
4
3
3
3
1
3
4
3
4
4
4
1
3
4
3
4
1
4
3
3
2
4
3
4
3
139
VK
2
4
1
3
2
3
1
3
3
3
4
4
3
2
2
2
2
2
4
3
2
3
3
2
3
4
4
3
4
2
2
3
3
2
4
3
2
3
3
4
4
2
3
121
2
4
3
4
3
3
4
3
4
2
4
3
3
4
3
3
2
1
4
3
4
3
4
4
3
3
4
4
3
1
1
3
3
4
1
3
1
3
3
3
4
4
1
2
1
4
3
4
3
3
2
3
4
3
2
3
1
2
4
3
4
3
4
4
3
4
3
4
3
4
3
4
2
4
3
4
3
4
1
4
2
4
4
2
3
4
ZF
3
4
2
3
4
3
2
2
3
3
4
3
3
3
1
3
3
3
4
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
2
2
2
3
3
4
3
3
122
EP
2
4
2
3
3
3
3
4
4
3
3
3
3
3
4
4
3
2
4
3
3
3
3
3
2
2
3
2
4
2
4
1
3
2
2
3
2
3
2
2
4
3
2
123
ABS
2
2
2
3
3
3
3
1
2
3
3
3
2
3
1
3
3
1
3
3
2
3
1
3
3
1
3
3
2
3
1
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
108
PS
3
2
2
2
3
3
3
2
2
3
3
1
2
3
1
3
3
2
3
2
3
2
2
2
3
3
2
3
3
2
1
2
2
3
3
3
2
2
3
2
3
1
3
103
SG
2
4
2
4
3
3
3
3
2
3
4
3
4
3
3
4
4
4
4
4
2
4
3
4
4
4
3
4
4
2
4
2
3
3
4
3
3
4
3
4
4
3
4
144
TUP
4
2
2
4
3
2
4
3
3
4
4
3
3
2
3
2
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
2
4
3
4
3
3
4
3
4
2
3
4
4
3
3
2
4
141
IIN H
3
2
2
3
3
3
2
2
2
3
3
1
2
2
2
3
3
2
2
2
3
2
3
3
3
3
3
1
3
2
3
2
1
1
2
3
2
2
3
3
2
2
3
RG A RR A
172
Total 141
129 134
102
TS
3
4
2
4
2
4
3
3
4
3
4
4
4
4
3
3
3
4
4
3
3
3
4
2
1
4
2
3
4
1
2
4
3
4
3
4
2
3
4
2
4
3
4
137
SH
4
3
2
3
4
4
4
2
3
3
3
4
3
2
2
2
4
2
4
4
4
2
2
3
2
4
3
4
4
1
3
3
2
4
4
4
2
2
2
4
4
2
3
130
II
4
3
3
4
3
4
4
3
4
3
4
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
3
3
3
4
3
3
4
3
1
3
4
3
4
4
1
2
3
4
3
3
4
3
140
SH
3
2
1
2
4
1
2
4
3
4
2
4
2
2
3
4
1
2
4
1
3
4
4
2
2
3
3
3
4
2
4
3
1
4
4
1
4
4
2
3
4
2
4
121
AP
4
4
3
2
4
3
3
3
3
2
3
3
2
3
3
2
4
4
3
4
2
3
4
3
4
3
4
4
2
4
2
4
2
4
2
4
4
3
3
3
4
3
2
135
EP
4
2
3
4
2
4
4
3
2
3
4
3
4
4
3
3
2
3
1
3
3
3
4
2
3
4
2
3
4
3
4
2
4
3
3
4
2
3
4
4
2
3
4
134
SM
4
3
3
4
3
4
4
3
4
3
4
2
3
4
3
4
3
2
4
3
4
3
2
3
4
4
2
3
4
3
4
4
2
4
3
3
4
2
4
2
4
2
2
139
Tota l
3232
173
LAMPIRAN 6. HASIL POST TEST 1
174
Hasil skor post test 1 siswa kelas XI IPS 1 Na ma AP M
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
1 1
1 2
1 3
1 4
1 5
1 6
1 7
1 8
1 9
2 0
2 1
2 2
2 3
2 4
2 5
2 6
2 7
2 8
2 9
3 0
3 1
3 2
3 3
3 4
3 5
3 6
3 7
3 8
3 9
4 0
4 1
4 2
4 3
AP
3 4 2 3 2 4 2 1 4 3 2 1 4 3 3 4 2 4 2 1 4 2 1 2 3 3 2 1 3 4 3 3 3 4 3 2 4 4 3 2 1 2 3
AM
3 3 3 4 2 3 1 1 4 4 2 1 4 4 3 3 3 4 2 2 4 4 3 1 3 3 4 2 3 3 3 3 2 4 3 2 1 3 2 3 2 3 4
BP
3 1 3 1 3 2 1 2 1 2 3 1 3 1 2 3 3 1 3 2 3 1 1 2 1 3 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 4 2 1 2 98
4 3 1 2 3 2 4 3 3 3 1 2 3 3 4 1 3 3 3 2 3 4 2 4 2 1 4 2 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 1 2 1 3 2
To tal 11 4 11 6 12 1
12 0 11 7 12 0 10 6 11 9 12 4 12 6 12 5 11 5 10 0
AFS
2 3 4 1 3 3 3 3 2 3 4 3 3 4 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 4 4 3 2 3 3 2 3 3 1 4 2 3 2 3 4 3 2 3
RA P
2 3 3 2 3 3 3 2 4 2 1 3 3 4 3 4 2 3 3 3 4 3 2 1 4 1 3 3 3 2 3 2 3 2 4 3 2 3 2 3 2 3 3
RA
3 4 2 2 2 3 2 1 4 2 3 2 4 4 3 2 2 3 3 3 3 4 1 3 1 4 3 2 2 3 3 2 3 4 3 2 3 3 4 3 3 3 4
MR
4 4 1 1 2 3 1 1 4 3 3 1 4 4 1 1 3 4 1 1 4 3 1 1 3 3 2 2 3 4 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3
VK
3 4 4 3 3 3 2 2 4 2 3 2 3 4 1 3 2 1 4 2 3 4 1 1 1 3 4 2 2 3 4 4 4 4 3 2 3 3 2 2 4 2 3
RG A RR A
3 3 3 3 3 3 2 1 4 3 2 3 3 4 3 3 2 3 3 4 4 4 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 4 3 2 3 4 1 2 3 3 3
ZF
3 3 2 1 3 3 1 3 4 3 3 2 3 4 2 3 3 3 3 2 3 3 1 2 4 3 3 2 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3
EP
4 3 1 1 3 4 1 3 4 2 3 1 3 1 2 3 2 3 3 2 4 4 1 1 3 3 2 3 2 2 2 4 3 4 3 4 2 4 3 4 2 3 3
AB S
3 3 2 2 3 1 2 1 3 3 3 2 3 1 2 3 1 2 3 2 1 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 1 3 3 2 1 3 2 3 2 1 3
PS
4 4 2 1 3 3 1 1 1 2 3 1 1 3 2 3 3 1 2 2 3 3 1 3 2 3 2 2 3 3 2 2 3 1 4 3 1 3 3 2 2 1 2 97
3 3 3 2 2 3 1 2 3 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 2 3 4 2 3 4 3 3 2 4 3 3 4 3 3 3 2 3 3 4 4 2 4 3
175
SG
3 3 3 2 3 3 1 2 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 1 2 3 4 2 3 3 4 2 3 2 3 2 2 4 4 3 3 4 3 3 4 2 3 4
TU P IIN H
3 3 3 2 2 3 2 2 4 3 3 2 3 3 3 1 3 2 3 2 2 4 3 3 4 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3
TS
3 4 3 2 3 3 1 2 3 3 3 2 3 4 2 3 3 4 3 2 3 4 1 1 3 2 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 2 3 4 2
SH
3 4 1 2 3 4 1 1 4 3 2 2 4 3 2 1 3 3 3 2 3 4 2 3 3 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 2 4 2 4 3 4
II
3 3 2 2 3 3 1 1 4 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3
SH
3 4 2 1 2 4 1 2 4 3 4 2 4 4 2 2 3 4 1 2 4 4 1 3 4 4 2 2 4 3 3 3 3 4 3 2 4 4 3 2 2 3 4
AP
2 3 2 2 2 3 2 3 4 3 3 2 3 4 2 3 2 3 3 3 4 3 1 1 3 2 3 2 3 3 4 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3
EP
3 3 2 3 1 3 1 2 4 2 4 2 4 4 2 2 3 3 2 2 2 4 1 2 3 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 2 3 3 2 2 2 3 4
SM
3 3 1 1 3 4 1 3 4 2 2 1 4 4 1 3 3 4 2 1 3 4 2 2 4 2 3 1 2 3 2 4 3 4 4 3 3 2 3 4 3 3 2
3 3 3 2 3 3 2 3 4 2 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 2 3 2 3 4 3 3 3
Tota l
176
12 1 12 0 12 5 12 0 11 6 11 7 12 5 11 5 11 4 11 6 29 07
LAMPIRAN 7. HASIL POST TEST 2
177
Hasil data post test 2 siswa kelas XI IPS 1 Na ma AP M
1 2
3
4 5
6
7
8 9
1 0
1 1
1 2
1 3
1 4
1 5
1 6
1 7
1 8
1 9
2 0
2 1
2 2
2 3
2 4
2 5
2 6
2 7
2 8
2 9
3 0
3 1
3 2
3 3
3 4
3 5
3 6
3 7
3 8
3 9
4 0
4 1
4 2
4 Tot 3 al
2 1 2 3 2 1 2 3 3 1 2 2 3 1 2 2 3 2 3 2 1 2 2 2 1 3 2 1 2 3 1 1 2 2 2 1 2 3 3 1 2 3 3 87
AP
2 2 2 1 2 3 3 2 3 2 2 3 3 1 3 2 3 3 2 3 1 3 2 3 1 1 2 2 3 2 2 1 3 2 1 3 1 2 1 1 3 2 1 90
AM
2 2 1 3 2 1 1 2 2 1 3 3 2 3 2 1 3 2 2 2 1 3 2 2 3 2 3 2 2 3 1 2 1 3 2 1 3 1 2 1 2 3 1 86
BP
2 1 2 3 2 1 2 3 3 1 3 1 2 3 2 1 3 1 3 2 3 2 3 3 2 2 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 2 3 2 2 3 2 1 91
AF S RA P
2 2 2 3 1 2 1 2 3 1 3 2 3 1 3 1 2 1 2 3 1 2 1 1 3 2 1 1 2 3 1 2 1 2 1 2 2 3 3 2 3 2 3 84
RA
2 2 2 1 2 1 2 1 3 2 1 2 3 2 3 1 2 1 1 1 3 1 2 3 2 2 3 2 1 3 2 3 2 1 2 2 3 3 2 1 3 2 1 84
MR
2 2 3 1 3 2 1 3 3 2 1 1 2 3 2 3 2 2 3 3 2 1 3 3 1 3 2 3 2 2 3 2 3 3 1 2 3 2 2 1 1 1 1 91
VK
2 2 2 3 3 1 2 3 3 1 3 1 3 3 1 2 3 1 3 2 3 1 2 2 1 3 1 1 2 3 1 3 2 2 3 2 2 1 3 2 1 3 1 89
RG A RR A
2 2 2 3 2 1 3 2 3 3 3 3 1 1 1 1 1 3 1 1 3 1 2 3 1 1 3 2 3 2 1 1 3 2 2 3 2 1 2 1 3 1 2 84
ZF
3 1 1 1 3 1 1 1 1 1 3 3 1 2 2 3 2 2 1 1 3 2 2 2 3 1 2 3 1 3 1 2 1 1 3 1 3 1 1 2 2 1 3 78
EP
3 3 1 3 1 2 3 2 2 3 2 3 3 1 2 2 1 2 1 3 2 2 2 2 1 1 3 2 3 2 1 2 1 2 3 1 3 2 2 2 2 1 3 88
AB S
2 1 1 1 3 1 2 3 1 2 1 3 1 3 2 1 3 1 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 1 3 2 2 2 2 1 2 1 2 1 3 2 1 1 78
PS
2 2 2 3 3 2 3 1 3 3 2 2 3 1 2 2 1 2 3 2 1 2 3 1 1 2 1 2 1 3 2 1 1 2 2 1 1 1 3 2 3 2 1 83
SG
2 2 3 1 2 1 3 2 1 1 2 2 2 2 3 1 3 1 3 1 2 1 2 1 2 1 3 1 3 2 3 1 2 2 1 1 2 3 3 1 3 3 2 83
TU
2 2 1 2 1 2 1 2 3 1 3 2 1 2 3 1 3 1 2 2 1 2 3 2 1 1 3 3 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 3 2 2 80
3 2 2 2 1 3 2 1 3 1 1 2 3 2 1 3 1 3 1 3 3 1 1 1 2 2 2 2 3 3 2 3 3 3 1 2 1 2 1 3 2 1 3 87
2 3 2 2 3 1 3 2 3 1 1 2 2 3 1 3 1 3 2 2 2 1 2 1 3 1 3 2 3 1 2 3 1 2 3 1 3 1 2 2 2 2 3 88
178
P IIN H
2 1 1 3 2 2 3 1 2 2 2 1 2 3 2 3 1 1 3 1 2 2 3 1 2 3 1 2 2 1 2 1 2 2 1 3 2 3 1 1 2 3 3 83
TS
2 2 3 1 3 1 2 1 1 2 2 1 3 2 1 3 2 3 2 3 1 3 2 3 3 3 1 2 3 3 1 1 1 3 1 1 3 2 2 3 2 3 3 90
SH
2 2 1 2 3 2 2 3 1 2 1 2 3 2 3 2 1 2 1 1 2 2 1 3 2 2 2 3 1 1 3 2 1 1 2 3 2 1 1 2 2 2 3 82
II
2 1 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 1 3 1 3 2 3 1 2 3 2 3 3 1 2 3 2 2 2 1 2 1 3 2 2 1 1 1 1 2 90
SH
2 1 3 2 3 2 2 2 1 2 3 2 1 3 2 2 2 1 3 1 2 2 1 1 3 1 1 1 1 2 1 2 3 2 3 2 1 2 2 3 3 3 2 84
AP
2 2 2 1 2 1 2 1 3 2 1 2 3 2 3 1 2 1 1 1 3 1 2 3 2 2 3 2 1 3 2 3 2 1 2 2 3 1 2 3 2 3 2 85
EP
2 2 3 1 3 2 1 3 3 2 1 1 2 3 2 3 2 2 3 3 2 1 3 3 1 3 2 3 2 2 3 2 3 3 1 2 3 3 1 3 3 1 3 97
SM
2 2 2 3 3 1 2 3 3 1 3 1 3 3 1 2 3 1 3 2 3 1 2 2 1 3 1 1 2 3 1 3 2 2 3 2 2 3 3 2 1 2 3 92
Tot al
215 4
179
LAMPIRAN 8. HASIL VALIDITAS DAN REALBILITAS
180
Correlations
Sub yek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 0
1 1
1 2
1 3
1 4
1 5
1 6
1 7
1 8
1 9
2 0
2 1
2 2
2 3
2 4
2 5
2 6
2 7
2 8
2 9
3 0
3 1
3 2
3 3
3 4
3 5
3 6
3 7
3 8
3 9
4 0
4 1
4 2
4 3
1
2
2
3
2
4
3
4
4
4
3
3
4
3
1
3
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
1
1
4
3
1
2
4
1
4
4
4
1
2
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
2
4
2
4
3
4
2
4
3
4
3
3
1
4
4
4
3
4
4
4
1
4
1
4
3
2
4
4
3
4
4
4
2
3
4
3
3
4
4
3
4
2
3
3
3
3
3
3
2
3
2
3
3
2
3
3
3
2
3
3
1
2
3
3
2
3
2
3
1
2
3
2
3
3
3
3
3
2
2
3
3
1
3
3
5
2
2
3
1
4
1
3
4
4
3
3
4
4
1
2
3
4
4
4
4
4
4
4
1
3
1
3
1
3
4
1
4
3
4
3
4
2
4
4
4
4
3
3
6
3
2
3
2
4
2
4
4
3
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
2
3
3
4
2
3
4
2
3
3
3
3
7
4
4
4
2
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
8
3
4
3
3
4
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
1
3
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
3
3
4
4
4
4
4
181
T o t al 1 3 6 1 6 5 1 4 0 1 1 1 1 3 1 1 3 3 1 6 5 1 5 4
9
2
2
4
1
3
2
3
1
2
3
3
4
2
3
3
2
2
2
2
2
4
4
3
3
3
2
2
3
3
4
4
3
3
4
3
2
2
3
3
3
2
4
3
10
2
4
4
3
4
4
4
4
4
4
2
4
3
3
3
4
3
3
2
1
1
4
3
4
3
4
4
3
4
3
4
3
4
3
2
1
2
1
3
3
4
1
3
11
4
4
4
4
4
3
3
3
4
3
4
3
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
12
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
3
3
1
2
3
3
1
3
3
3
3
4
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
2
13
2
3
4
2
3
4
3
3
2
4
3
3
4
3
3
3
4
4
3
2
2
4
3
3
3
3
3
2
4
2
3
1
2
4
3
2
2
4
1
3
2
2
3
14
2
3
2
2
3
3
1
2
3
2
3
3
2
2
2
3
3
2
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
3
3
3
2
15
3
3
2
2
2
3
3
3
3
2
3
3
1
3
2
3
1
3
3
2
3
3
2
2
2
2
2
3
2
3
2
2
3
3
3
2
3
3
2
2
3
3
3
16
2
3
4
2
4
3
3
3
3
2
3
4
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
2
4
3
2
4
4
3
2
2
4
2
3
3
4
3
17
4
3
2
2
4
3
4
4
3
3
4
4
3
4
3
2
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
18
3
3
2
2
3
3
3
2
2
2
3
3
2
3
2
2
2
3
3
2
2
2
3
3
2
3
3
3
2
3
3
2
1
3
3
2
3
3
2
2
2
2
3
182
1 1 8 1 3 2 1 6 3 1 1 9 1 2 3 1 1 3 1 0 8 1 3 9 1 5 3 1 0 7
19
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
3
3
3
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
20
4
4
3
2
3
3
4
4
4
3
3
3
2
4
3
2
2
2
4
2
4
4
4
2
2
2
3
2
3
4
3
3
4
4
3
1
4
3
3
2
4
4
4
21
4
3
3
3
4
3
4
4
4
4
3
4
2
1
4
4
2
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
4
4
3
3
1
4
3
4
3
4
4
1
3
4
2
1
2
4
1
2
3
4
2
3
2
2
3
4
1
2
4
1
4
4
4
2
2
3
3
3
3
4
4
2
3
4
3
1
4
4
1
22
4
1
4
3
23
4
4
4
4
4
3
3
3
4
3
4
3
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
24
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
3
3
3
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
25
4 4 0 . 7 0.5 0 5 o k ok Sahih : Gugur :
3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 5 7 0 5 6 6 5 5 4 7 5 7 4 6 5 5 5 5 5 5 4 6 4 5 6 5 6 5 6 5 6 5 4 7 5 6 7 6 5 5 8 8 6 3 5 6 5 4 3 9 0 8 3 1 6 1 5 7 8 0 5 1 1 4 2 8 4 2 8 2 5 2 3 1 0 3 2 7 8 7 9 o o o n o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o k k k o k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k 42 1 183
1 6 2 1 3 3 1 3 9 1 2 0 1 6 3 1 6 2 1 6 5
Correlations Correlations Item_1 Item_1
Pearson Correlation
Item_2 1
,007
,000
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,149
1
,105
,191
,103
Sig. (2-tailed)
,478
,618
,360
,625 25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,044
,105
1
,431
Sig. (2-tailed)
,834
,618
25
25
**
,191
,431
,007
,360
,032
25
25
25
**
,103
,000
,625
,005
,001
25
25
25
25
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
,528
,667
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
184
*
,667
**
,834
N
JUMLAH
,528
**
,478
N
Item_4
JUMLAH
,044
N
Item_3
Item_4
,149
Sig. (2-tailed)
Item_2
Item_3
,540
**
,032
,005
25
25
25
*
1
,540
**
,620
**
,001 25
25
**
1
,620
25
Correlations Correlations Item_5 Item_5
Pearson Correlation
Item_6 1
Sig. (2-tailed)
,653
**
,732
**
,000
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,130
1
,116
,235
Sig. (2-tailed)
,535
,582
,258
,003
25
25
Pearson Correlation
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JUMLAH
**
,000
Sig. (2-tailed)
Item_8
,705
JUMLAH
,000
N Item_7
,130
Item_8
,535
N Item_6
Item_7
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
25
25
25
**
,116
1
,000
,582
25
25
**
,235
,000
,258
,000
25
25
25
,705
,653
,732
**
,577
**
,718
**
*
25
25
25
**
1
,718
,480
*
,601
**
,001 25
25
**
1
,601
,015
,001
25
25
25
25
185
,480
,015
,003
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**
,000
,000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,577
25
Correlations Correlations Item_9 Item_9
Pearson Correlation
Item_10
Item_10
Item_11
,133
,385
,017
,381
,526
,058
25
25
25
25
25
*
1
,086
,495
,682
,012
,009
,472
Sig. (2-tailed)
,017
*
,512
**
25
25
25
25
Pearson Correlation
,183
,086
1
-,085
,448
Sig. (2-tailed)
,381
,682
,686
,025
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,133
,495
*
-,085
1
,460
Sig. (2-tailed)
,526
,012
,686
25
25
25
N JUMLAH
,472
25
N Item_12
JUMLAH
,183
Pearson Correlation
N
Item_12
*
1
Sig. (2-tailed) N
Item_11
**
*
25
25
*
1
,385
Sig. (2-tailed)
,058
,009
,025
,021
25
25
25
25
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
186
,448
*
,021
Pearson Correlation
N
,512
*
,460
25
Correlations Correlations Item_13 Item_13
Pearson Correlation
Item_14 1
,005
,039
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,144
1
,182
-,133
,039
Sig. (2-tailed)
,492
,384
,526
,852 25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,362
,182
1
,456
Sig. (2-tailed)
,075
,384
25
25
**
-,133
,456
,005
,526
,022
25
25
25
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
,543
*
25
25
25
*
1
,501
25
*
1
Sig. (2-tailed)
,039
,852
,000
,011
25
25
25
25
187
**
25
,039
,734
*
,011
*
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**
,000
,415
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,734
,022
Pearson Correlation
N
,415
*
,075
N
JUMLAH
,543
**
,492
N
Item_16
JUMLAH
,362
N
Item_15
Item_16
,144
Sig. (2-tailed)
Item_14
Item_15
,501
25
Correlations Correlations Item_17 Item_17
Pearson Correlation
Item_18
Item_18
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Item_19
,000
,030
,130
,001
25
25
25
25
25
**
1
,386
,304
,433
,056
,140
,031
25
25
Item_20
,000 25
25
25 1
,434
*
,386
Sig. (2-tailed)
,030
,056
25
25
Pearson Correlation
,311
,304
Sig. (2-tailed)
,130
,140
,009
25
25
25
N JUMLAH
,742
,434
Pearson Correlation
N
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
JUMLAH
,311
,742
**
Item_20 *
1
Sig. (2-tailed) N
Item_19
,624
**
,433
*
,514
**
*
25
25
25
**
1
,490
,514
,500
*
*
,013 25
25
*
1
,490
,011
,013
25
25
25
25
188
,500
*
,011
,031
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**
,009
,001
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,624
25
Correlations Correlations Item_21 Item_21
Pearson Correlation
Item_22 1
-,041
-,222
,396
,236
,846
,286
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,178
1
,256
,000
Sig. (2-tailed)
,396
,217
1,000
,005 25
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Item_24
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
JUMLAH
JUMLAH
-,246
N
Item_23
Item_24
,178
Sig. (2-tailed)
Item_22
Item_23
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
25
25
25
25
-,246
,256
1
,214
,236
,217
25
25
-,041
,544
,517
**
**
,304
,008
25
25
25
,000
,214
1
,319
,846
1,000
,304
25
25
25
25
25
**
,319
1
-,222
,544
**
,517
,120
,286
,005
,008
,120
25
25
25
25
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
189
25
Correlations Correlations Item_25 Item_25
Pearson Correlation
Item_26 1
,133
,031
,002
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,393
1
,273
,462
Sig. (2-tailed)
,052
,187
,020
,009 25
*
25
25
25
25
Pearson Correlation
,309
,273
1
,471
Sig. (2-tailed)
,133
,187
25
25
*
*
25
25
*
1
,031
,020
,017
25
25
25
Sig. (2-tailed) N
**
,510
**
,471
,556
**
25
**
1
,644
,004
,001
25
25
25
25
190
**
25
,009
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,644
,001
,002
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**
25
Sig. (2-tailed)
,589
,556
**
,004
,432
Pearson Correlation
,510
,017
Pearson Correlation
N
,462
*
,589
**
,052
N
JUMLAH
*
,432
N
Item_28
JUMLAH
,309
N
Item_27
Item_28
,393
Sig. (2-tailed)
Item_26
Item_27
25
Correlations Correlations Item_29 Item_29
Pearson Correlation
Item_30 1
,002
,094
,537
,158
,991
,654
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,129
1
,312
,123
Sig. (2-tailed)
,537
,129
,558
,001 25
N
25
25
25
25
Pearson Correlation
,291
,312
1
-,049
Sig. (2-tailed)
,158
,129
25
25
Pearson Correlation
,002
Sig. (2-tailed)
N Item_32
N JUMLAH
JUMLAH
,291
N
Item_31
Item_32
,129
Sig. (2-tailed)
Item_30
Item_31
,543
**
**
,815
,005
25
25
25
,123
-,049
1
,167
,991
,558
,815
25
25
25
25
25
**
,167
1
**
,094
Sig. (2-tailed)
,654
,001
,005
,426
25
25
25
25
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
191
,634
,543
,426
Pearson Correlation
N
,634
25
Correlations Correlations Item_33 Item_33
Pearson Correlation
Item_34 1
,290
,579
,490
,010
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,220
1
-,152
,255
Sig. (2-tailed)
,290
,469
,219
,001
,621
**
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,116
-,152
1
,391
,039
Sig. (2-tailed)
,579
,469
,053
,854
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,145
,255
,391
1
,436
Sig. (2-tailed)
,490
,219
,053
25
25
25
25
25
**
,039
,436
*
1
,010
,001
,854
,029
25
25
25
25
N
N JUMLAH
,506
**
,145
N
Item_36
JUMLAH
,116
N
Item_35
Item_36
,220
Sig. (2-tailed)
Item_34
Item_35
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
,506
**
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
192
,621
*
,029
25
Correlations Correlations Item_37 Item_37
Pearson Correlation
Item_38 1
,071
,119
,256
,659
,735
,573
25
25
25
25
25
Pearson Correlation
,236
1
,054
,288
,479
Sig. (2-tailed)
,256
,798
,163
,015 25
N
25
25
25
25
-,093
,054
1
,434
,659
,798
25
25
Pearson Correlation
,071
,288
,434
Sig. (2-tailed)
,735
,163
,030
25
25
25
Pearson Correlation
,119
,479
Sig. (2-tailed)
,573
,015
,001
,000
25
25
25
25
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Item_40
N JUMLAH
JUMLAH
-,093
N
Item_39
Item_40
,236
Sig. (2-tailed)
Item_38
Item_39
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
193
*
*
,613
*
**
,030
,001
25
25
25
*
1
,613
**
,751
**
,000 25
25
**
1
,751
25
Correlations Correlations Item_41 Item_41
Pearson Correlation
Item_42
Item_42
Item_43
-,009
,015
,633
,968
,000
25
25
25
25
25
*
1
,094
,203
,656
,331
,007 25
,480
Sig. (2-tailed)
,015 25
25
25
Pearson Correlation
,100
,094
1
,254
Sig. (2-tailed)
,633
,656
25
25
-,009
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
JUMLAH
,480
25
N Item_44
JUMLAH
,100
Pearson Correlation
N
Item_44
*
1
Sig. (2-tailed) N
Item_43
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
,661
,529
,564
**
**
**
,221
,003
25
25
25
,203
,254
1
,114
,968
,331
,221
25
25
25
25
25
**
,114
1
,661
**
,529
**
,564
,588
,000
,007
,003
,588
25
25
25
25
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
194
25
Correlations Correlations Item_45 Item_45
Pearson Correlation
Item_46 1
Item_46
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Item_47
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Item_48
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
JUMLAH
Item_48
JUMLAH
-,060
-,051
-,126
,027
,776
,808
,547
,897
25
25
25
25
25
-,060
1
,060
,328
,774
,110
,001
25
25
Sig. (2-tailed) N
Item_47
,776 25
25
25
-,051
,060
1
,808
,774
25
25
-,126
,328
,547
,110
,004
25
25
25
**
**
25
25
25
**
1
,556
,600
**
,619
**
,001 25
25
**
1
Sig. (2-tailed)
,897
,001
,002
,001
25
25
25
25
195
**
,002
,027
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,600
**
,004
Pearson Correlation
N
,623
,556
,623
,619
25
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary N Cases
%
Valid a
Excluded Total
25
100,0
0
,0
25
100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha ,948
43
Item-Total Statistics Scale Mean if
Scale Variance
Corrected Item-
Cronbach's
Item Deleted
if Item Deleted
Total
Alpha if Item
Correlation
Deleted
Item_1
135,08
382,327
,674
,946
Item_2
134,84
389,640
,528
,947
Item_3
135,00
391,917
,451
,948
Item_4
135,68
385, 143
,550
,947
196
Item_5
134,60
386,250
,748
,946
Item_6
135,24
405,523
,007
,950
Item_7
134,80
387,417
,521
,947
Item_8
134,92
382,077
,632
,946
Item_9
134,72
386,127
,632
,946
Item_10
135,04
389,540
,508
,947
Item_11
134,80
394,000
,509
,947
Item_12
134,64
394,657
,464
,948
Item_13
135,20
379,083
,677
,946
Item_14
135,16
381,890
,539
,947
Item_15
135,04
384,873
,717
,946
Item_16
135,12
392,693
,372
,948
Item_17
135,16
381,140
,635
,946
Item_18
134,80
391,833
,487
,947
Item_19
134,84
388,807
,517
,947
Item_20
135,24
382,023
,537
,947
Item_21
134,68
386,143
,552
,947
Item_22
134,48
394,927
,487
,947
Item_23
134,84
389,723
,525
,947
Item_24
135,08
389,577
,370
,940
Item_25
134,92
388,577
,586
,947
Item_26
135,12
387,943
,401
,948
Item_27
134,92
392,243
,499
,947
Item_28
134,96
380,457
,654
,946
197
Item_29
135,04
389,540
,508
,947
Item_30
134,64
391,407
,606
,947
Item_31
134,84
387,557
,558
,947
Item_32
135,08
382,743
,594
,947
Item_33
134,88
387,027
,513
,947
Item_34
134,48
394,093
,608
,947
Item_35
134,80
394,000
,509
947
Item_36
135,64
388,990
,366
,949
Item_37
135,08
382,327
,674
,946
Item_38
134,72
388,793
,505
947
Item_39
135,08
382,743
,594
,947
Item_40
134,96
379,790
,749
,946
Item_41
134,80
381,833
,653
,946
Item_42
134,68
387,727
,537
,947
Item_43
135,08
382,910
,562
,947
198
LAMPIRAN 9. TABEL R
199
Hasil Validitas Skala Adiksi Online Game No. Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
R hitung 0.70 0.55 0.48 0.58 0.76 0.03 0.55 0.66 0.65 0.54 0.53 0.49 0.70 0.58 0.73 0.41 0.66 0.51 0.55 0.57 0.58 0.50 0.55 0.41 0.61 0.44 0.52 0.68 0.54 0.62 0.58 0.62 0.55 0.62 0.53 0.41 0.70 0.53 0.62 0.77 0.68 0.57 0.59
R tabel 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396 0.396
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Jika R hitung lebih kecil dari R table berarati item tidak solid. Disini ada 1 item yang gugur adalah item no 6 dan yang sahih 42 item.
200
LAMPIRAN 10. SATUAN LAYANAN
201
SATUAN LAYANAN KEGIATAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PELATIHAN ASERTIF UNTUK MEREDUKSI ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA 1.
Judul / Spesifikasi Layanan
:
Adiksi Online Game dan Pelatihan Asertif
2.
Jenis Layanan
:
Layanan Dasar
3.
Bidang Bimbingan
:
Pribadi Sosial
4.
Fungsi Layanan
:
Pemahaman
5.
Tujuan / Hasil yang ingin dicapai a.
Tujuan Umum
:
Siswa memahami pengertian online game dan pelatihan asertif
b.
Tujuan Khusus
:
Siswa dapat mengetahui pentingnya bersikap asertif untuk mengurangi adiksi online game. Siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu
6.
Sasaran Layanan
:
7.
Uraian Kegiatan dan Materi
:
TAHAP PENDAHULUAN
KEGIATAN INTI
KEGIATAN
1. 2. 3. 1. 2. 3.
PENUTUP
1. 2. 3.
Pembimbing membuka kegiatan layanan Pembimbing mengecek kehadiran siswa Pembimbing mengadakan apersepsi Pembimbing memberikan tayangan video tentang adiksi online game. Pembimbing menjelaskan keterkaitan video dengan materi yang dibawakan. Pembimbing memberikan materi, adiksi online game dan perilaku asertif, serta menjelaskan tentang prosedur pelatihan asertif. Siswa bersama pembimbing mengadakan tanya jawab dan berdiskusi Siswa bersama pembimbing menyimpulkan materi yang telah disampaikan Pembimbing menutup kegiatan layanan
8.
Metode
:
Video, ceramah, diskusi
9.
Tempat Penyelenggaraan
:
Ruang kelas
202
ESTIMASI WAKTU 5 menit
25 menit
15 menit
10.
Waktu
:
1 x 45 menit
11.
Penyelenggaraan
:
Guru , praktikan dan siswa
12.
Alat / Instrumen Pendukung
:
LCD, Papan tulis, spidol
13.
Rencana Evaluasi dan Tindak Lanjut
:
Layanan Bimbingan dan Konseling kelompok
Yogyakarta, 9 Februari 2015 Praktikan,
DEDY SETYATNO NIM 08104244041
203
Adiksi Online Game dan Pelatihan Asertif
A. Penertian Adiksi online game Adiksi online game adalah kesenangan bermain game karena memberi rasa kepuasaan tersendiri, sehingga ada peasaan untuk mengulangi lagi kegiatan yang menyenangkan ketika bermain game. Bermain online game membuat remaja merasa senang karena mendapat kepuasan psikologi. Pemain yang bersifat interaktif dan berkelompok, akan tergantikan pada permainan yang bersifat soliter.kepuasan yang diperoleh
dari
bermain
game
membuat
remaja
semakin
betah
menggandrungi online game, sehingga banyak remaja yang menghabiskan waktu dan uangnya untuk bermain online game. Tidak jarang waktu belajar dan bersosialisasai dengan teman sebaya menjadi berkurang, bahkan ada juga remaja yang sama sekali tidak mempunyai waktu untuk belajar dan bersosialisasi Seseorang yang kecanduan online game menurut Young 1996 (dalam Imanuel, 2009: 40) yaitu: i. Merasa terikat dengan online game (memikirkan mengenai aktivitas bermain online game sebelumnya atau mengharapkan sesi bermain online game berikutnya). j. Merasakan kebutuhan untuk bermain online game dengan jumlah waktu yang terus meningkat untuk mencapai sebuah kepuasan. k. Secara berulang membuat upaya-upaya untuk mengendalikan, mengurangi, atau berhenti bermain online game namun tidak berhasil. l. Merasa gelisah, murung, depresi, atau lekas marah ketika mencoba untuk mengurangi atau berhenti bermain online game. m. Terancam bahaya kehilangan relasi signifikan yang disebabkan oleh bermain online game.
204
n. Terancam bahaya kehilangan pekerjaan, kesempatan karir atau kesempatan pendidikan yang disebabkan oleh bermain online game. o. Berbohong pada anggota keluarga, terapis atau orang lain untuk menyembunyikan seberapa jauh keterlibatan dengan online game. p. Bermain online game sebagai suatu cara untuk melarikan diri dari masalah-masalah atau untuk mengurangi suatu kondisi perasaan yang menyusahkan (misal perasaan-perasaan tidak berdaya, bersalah, cemas, depresi). 1. Faktor yang Mempengaruhi Adiksi Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi remaja terhadap online game. Faktor-faktor internal yang menyebabkan terjadinya adiksi terhadap online game, sebagai berikut, e. Keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam online game, karena online game dirancang sedemikan rupa agar pemain semakin penasaran dan semakin ingin memeperoleh nilai yang lebih tinggi. f. Rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di sekolah. g. Ketidakmampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivitas penting lainnya juga menjadi penyebab timbulnya adiksi terhadap online game. h. Kurangnya self control dalam diri remaja, sehingga remaja kurang mampu mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain online game secara berlebihan. Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain online game pada remaja, sebagai berikut,
205
d. Lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat teman-temannya yang lain banyak yang bermain online game. e. Kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja memilih alternatif bermain game sebagai aktivitas yang menyenangkan. f. Harapan orang tua yang melambung terhadap anaknya untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti kursus atau les, sehingga kebutuhan primer anak, seperti kebersamaan, bermain dengan keluarga menjadi terlupakan.
2. Damapak Adiksi Online Game Dampak buruk secara sosial, psikis, fisik dari kecanduan bermain online game menurut (Margaretha Soleman, 2008: 40), sebagai berikut, d. Sosial Hubungan dengan teman dan keluarga menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Perhaulan remaja hanya sebatas di game online saja, sehingga membuat para pecandu online game menjadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata. Keterampilan social menjadi berkurang, sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain. Perilaku gamer menjadi kasar dan agresif karena terpengaruh oleh apa yang dilihat dan dimainkan dalam permainan online game. e. Psikis Pikiran remaja menjadi terus menerus memikirkan game yang sedang dimainkan. Sulit berkonsentrasi terhadap studi, pekerjaan, sering bolos, atau menghindari pekerjaan. Membuat remaja menjadi cuek, acuh tak acuh, kurang peduli terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar. Melakukan apapun demi bisa bermain game,
206
seperti berbohong, mencuri ang, dll. Terbiasa hanya berinteraksi satu arah dengan komputer membuat remaja menjadi tertutup, sulit mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan nyata. f. Fisik Terkena paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf mata dan otak. Kesehatan jantung menurun akibat bergadang 24 jam bermain online game. Ginjal dan lambung juga terpengaruh akibat banyak duduk, kurang minum, lupa makan karena keasyikan bermain. Berat badan menurun akbiat lupa makan, atau bisa juga bertambah karena banyak akan makanan ringan dan jarang berolahraga. Mudah lelah ketika melakukan aktivitas fisik, kesehatan tubuh menurun akibat kurang olahraga. Yang paling parah adalah dapat mengakibatkan kematian.
B. Penertian Pelatihan Asertif Pelatihan asertif digunakan untuk membentuk keterampilan perilaku asertif (assertive behavior). Penggunaan teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak orang menderita perasaan cemas dalam berbagai situasi interpersonal. Kecemasan interpersonal dapat dihentikan jika orang dapat bertindak asertif. Oleh karena itu, berbagai gangguan dan problem interpersonal dapat ditangani dengan cara meningkatkan keterampilan perilaku asertif. Individu yang memiliki keterampilan asertif lebih mungkin untuk berhasil dalam membina hubungan interpersonal dan dalam kehidupan yang lebih luas dibanding individu lain yang tidak asertif. 1. Karakteristik Asertif Ratus & Nevid (Rachmawati, 2007 dalam Fidiyanti, 2009: 45) mengkategorikan 10 tingkah laku asertif, yaitu:
207
f. Bicara
Asertif,
yaitu
individu
mengemukakan
hak-hak
atau
berusaha mencapai tujuan tertentu dalam suatu situasi dan memberi pujian untuk menghargai tingkah laku seseorang dan juga memberi feed back positif pada individu lain. g. Pengungkapan perasaan-perasaan pada individu lain secara spontan dan tidak berlebihan. h. Menyapa dan memberi salam pada individu lain dan individu yang ditemui termasuk individu yang baru dikenal dan membuka percakapan. i. Dapat menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju dan tidak setuju. j. Menanyakan alasan baik diminta untuk melakukan sesuatu, jadi tidak langsung menyanggupi atau menolaknya. k. Berbicara mengenai diri sendiri. l. Menghargai pujian dan menerima pujian. m. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang lain. n. Menatap lawan bicara. o. Mampu menampilkan respon melawan rasa takut, tidak menampilkan tingkah laku yang memancing rasa cemas. Berdasarkan karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa seorang individu bisa bersikap asertif apabila dapat mengungkapkan haknya dengan cara berbicara dan dapat mengungkapkan perasaanya yang tidak berlebihan. Selain itu mampu menampilkan respon melawan rasa takut dari ajakan teman dapat menggunakan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju.
208
Menurut Lange dan Jakubowski (Fidiyanti, 2008: 47). Pelatihan asertif diberikan kepada siswa melalui 5 tahap yaitu: 6. Menghapus rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis. Tahap pertama dalam pelatihan asertif yaitu siswa diminta untuk menghapus kekhawatiaran yang dapat menyakiti perasaan orang lain dan ketakutan bila bersikap tegas itu menampilkan diri sebagai orang yang tidak mampu, tidak mahir dan tidak berguna. Ketakutan yang berlebihan sering menghentikan individu untuk bersikap tegas. 7. Menerima atau mengemukakan fakta–fakta masalah yang dihadapi. Tahap kedua dalam perilaku asertif yaitu siswa diperkenalkan relaksasi untuk mengungkapkan fakta–fakta masalah yang dihadapi dan mampu besikap tegas. Seseorang individu harus menerima bahwa setiap orang mampu bersikap tegas dan mengekspresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara jujur. Siswa diminta untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri yang semula dihindari. 8. Berlatih untuk bersikap asertif. Tahap ketiga dalam perilaku asertif yaitu siswa diberikan contoh latihan bersikap tegas, yaitu kegiatan bermain peran dengan memusatkan pada perilaku nonverbal atau verbal yang penting dalam ketegasan. 9. Penambahan latihan relaksasi dan pengulangan perjanjian untuk bersikap tegas. 10. Membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya dalam kehidupan sehari–hari.
209
SATUAN LAYANAN KEGIATAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PELATIHAN ASERTIF UNTUK MEREDUKSI ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA 1.
Judul / Spesifikasi Layanan
:
Pentingnya ketegasan dalam kehidupan
2.
Jenis Layanan
:
Layanan Dasar
3.
Bidang Bimbingan
:
Pribadi Sosial
4.
Fungsi Layanan
:
Pemahaman
5.
Tujuan / Hasil yang ingin dicapai a.
Tujuan Umum
:
Siswa mengetahui dimana situasi harius bersikap asertif
b.
Tujuan Khusus
:
Menghilangkan pikiran negatif ketika menolak ajakan bermain online game. Siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu
6.
Sasaran Layanan
:
7.
Uraian Kegiatan dan Materi
:
TAHAP
KEGIATAN
PENDAHULUAN
4. Pembimbing membuka kegiatan layanan 5. Pembimbing mengecek kehadiran siswa 6. Pembimbing mengadakan apersepsi
KEGIATAN INTI
4. Pembimbing memberikan ice breaking agar siswa lebih bersemangat..
PENUTUP
5. Pembimbing membagi beberapa kelompok dan konseli diminta untuk mengungkapkan fakta-fakta masalah yang dihadapi dalam menolak ajakan teman bermain online game. 6. Penjelasan materi pentingnya bersikap tegas dalam kehidupan. 7. Pembimbing meminta para konseli untuk relaksasi dan membayangkan konseli sedang bersama dengan temannya yang mengajak bermain online game. 8. Pembimbing meminta konseli untuk menerangkan tingkah laku spesifik dalam situasi-situasi yang kurang menguntungkan dan mencoba untuk bersikap asertif. 4. Siswa bersama pembimbing mengadakan tanya jawab dan berdiskusi 5. Siswa bersama pembimbing menyimpulkan materi yang telah disampaikan
210
ESTIMASI WAKTU 5 menit
25 menit
15 menit
6. Pembimbing menutup kegiatan layanan
8.
Metode
:
Video, ceramah, diskusi
9.
Tempat Penyelenggaraan
:
Ruang kelas
10.
Waktu
:
1 x 45 menit
11.
Penyelenggaraan
:
Guru , praktikan dan siswa
12.
Alat / Instrumen Pendukung
:
Papan tulis, spidol, kertas
13.
Rencana Evaluasi dan Tindak Lanjut
:
Layanan Bimbingan dan Konseling kelompok
Yogyakarta, 13 Februari 2015 Praktikan,
DEDY SETYATNO NIM 08104244041
211
PENTINGNYA KETEGASAN DALAM KEHIDUPAN
Kegiatan ini diawali dengan memberikan ice breking kepada konseli, yaitu mengenalkan diri pada teman disampingnya dengan 10 kata. Tujuan ice breking ini yaitu untuk lebih mengenal satu sama lain baik konseli yang menjadi subyek penelitian. Alokasi waktu yang disediakan untuk ice breaking adalah 10 menit. Berikut perkenalan salah satu konseli dengan teman disampingnya yang sebelumnya telah memperkenalkan diri dalam 10 kata. “Ini saya Dony, kalau saya Bagas yang punya hobi sepak bola”. A. Pengertian Ketegasan Ketegasan adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan seseorang dan menegaskan hakhak seseorang tetap menghargai perasaan dan hak orang lain. Orang yang tegas yakni orang yang mampu mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain. Orang tegas mampu menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa memaksakannya kepada orang lain. 1. Ciri-ciri orang yang tegas: Ketegasan merupakan suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan beberapa sikap seperti : a. Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri tetapi juga tidak menutup diri dari saran orang lain yang menjadikan dirinya lebih baik b. Mampu menyuarakan hak-haknya tanpa menyinggung orang lain. c. Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan perasaan), banyak dicari dan dikagumi orang lain.
212
2. Manfaat bagi orang yang tegas Ketegasan sangat bermanfaat sekali dalam membentuk mental komunikasi yang baik dan memberi penolakan dengan tetap menghargai dan menghormati orang lain, selain itu dengan memiliki ketegasan maka seorang individu juga dapat memperoleh manfaat, antara lain : a. Ketegasan membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Dalam hal ini, ia bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan perasaan orang lain. Citra dirinya akan terlihat sebagai sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada eksploitasi yang merugikan dirinya sendiri. Dengan demikian, akan timbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensi dirinya ditengah-tengah khalayak luas. b. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri. c. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain d. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan. e. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit. f. Meningkatkan self esteem dan percaya diri dalam mengekspresikan diri sendiri. g. Dapat bernegosiasi lebih produktif dengan orang lain h. Dapat merubah situasi kerja yang negatif menjadi positi
Peneliti meminta siswa membagi 3 kelompok dan konseli diminta untuk menerima atau mengungkapkan fakta–fakta masalah yang dihadapi dalam menolak ajakan teman untuk bermain online game dalam selembar kertas. Kegiatan ini bertujuan agar siswa mampu mengekspresikan dirinya semaksimal mungkin sehingga mereka mampu memahami perilaku tersebut dan merelakan pikiran sesuai dengan harapan dan keinginan.
213
Para konseli diminta untuk melakukan relaksasi, kemudian dilanjutkan dengan memberikan bimbingan kelompok kepada siswa dengan membayangkan dirinya ketika bersama dengan kelompok teman sebanyanya. Dalam pelatihan asertif pada tindakan kedua ini, peneliti meminta para siswa dalam 3 kelompok untuk menerangkan tingkah laku spesifik dalam situasi–situasi interpersonal yang yang dirasakannya menjadi masalah karena mengikuti perilaku kelompok teman sebayanya yang mengakibatkan kekurangtegasan. Peneliti
berdiskusi
dengan
konseli
tentang
perasaan
dan
pengalaman mereka bersama dengan teman sekelompok. peneliti menanyakan beberapa hal kepada konseli, yaitu: (4) Apakah kalian pernah merasa sulit untuk menolak ajakan teman untuk bermain online game? (5) Apakah kalian merasa pernah mengikuti perilaku teman yang negatif demi untuk bermain online game ? (6) Apa yang membuat kalian mengikuti perilaku teman tersebut ? Guru bimbingan dan konseling menjelaskan kepada konseli bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi rasa takut tidak disukai teman dan diejek teman karena tidak menyutujui ajakan teman, selain itu juga meningkatkan
percaya
diri
saat
berpendapat
dengan
teman
sekelompoknya, disini konseli harus menerima bahwa setiap orang mampu bersikap tegas dan mamapu mengekspresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara jujur. Alokasi waktu yang diberikan pada kegiatan ini adalah 25 menit. Peneliti dan peserta kemudian membuat perjanjian untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri yang semula mereka hindari, sebelum memasuki tahap pelatihan asertif selanjutnya
214
SATUAN LAYANAN KEGIATAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PELATIHAN ASERTIF UNTUK MEREDUKSI ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA 1.
Judul / Spesifikasi Layanan
:
Bermain Peran
2.
Jenis Layanan
:
Layanan Dasar
3.
Bidang Bimbingan
:
Pribadi Sosial
4.
Fungsi Layanan
:
Pemahaman
5.
Tujuan / Hasil yang ingin dicapai a.
Tujuan Umum
:
Dengan mendapat umpan balik dari teman siswa dapat bersikap asertif
b.
Tujuan Khusus
:
Siswa bisa bersikap dan berkata asertif dengan mengatakan tidak atas ajakan teman. Siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu
6.
Sasaran Layanan
:
7.
Uraian Kegiatan dan Materi
:
TAHAP
KEGIATAN
PENDAHULUAN
7. Pembimbing membuka kegiatan layanan 8. Pembimbing mengecek kehadiran siswa 9. Pembimbing mengadakan apersepsi
KEGIATAN INTI
9. Pembimbing memberikan ice breaking agar siswa lebih bersemangat.. 10. Pembimbing membagi siswa menjadi 3 kelompok. 11. Pembimbing meminta salah satu group untuk bermain peran secara bergantian dengan membaca naskah dan kelompok yang lain mengnalisis. 12. Pembimbing meminta siswa membawa perilaku asertif yang dilakukan saat bermain peran pada keadaan yang sebenarnya. 13. Pembimbing memberikan lembar post test 1
PENUTUP
7. Siswa bersama pembimbing mengadakan tanya jawab dan berdiskusi 8. Siswa bersama pembimbing menyimpulkan materi yang telah disampaikan 9. Pembimbing menutup kegiatan layanan
215
ESTIMASI WAKTU 5 menit
25 menit
15 menit
8.
Metode
:
Game, bermain peran,ceramah, diskusi
9.
Tempat Penyelenggaraan
:
Ruang kelas
10.
Waktu
:
1 x 45 menit
11.
Penyelenggaraan
:
Guru , praktikan dan siswa
12.
Alat / Instrumen Pendukung
:
Papan tulis, spidol, , naskah, skala adiksi online game
13.
Rencana Evaluasi dan Tindak Lanjut
:
Layanan Bimbingan dan Konseling kelompok
Yogyakarta, 17 Februari 2015 Praktikan,
DEDY SETYATNO NIM 08104244041
216
Bermain Peran
A. Pengertian Bermain Peran Teknik bermain peran adalah teknik teknik kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penampilan peserta didik untuk memerankan status dan fungsi pihak-pihak lain yang terdapat pada kehidupan nyata. Dengan bermain peran ini diharapkan para peserta didik memperoleh pengalaman yang diperankan oleh pihak-pihak lain. Teknik ini dapat digunakan pula untuk merangsang pendapat peserta didik dan menemukan kesepakatan bersama tentang ketepatan, kekurangan, dan pengembangan peran-peran yang dialami atau diamatinya (Sudjana, 2001: 134). Sehubungan dengan itu, tujuan penggunaan teknik ini antara lain adalah untuk mengenalkan peran-peran dalam dunia nyata kepada peserta didik. Setelah mereka mengenal peran-peran tadi maka mereka dapat memahami keunggulan dan kelemahan peran-peran tersebut serta dapat mengajukan alternatif saran ataupendapat untuk mengembangkan peranperan yang ditampilkan dalam kehidupan sebenarnya. Banyak pendidik yang tidak bisa membedakan antara "role play" dan drama. Meskipun keduanya tampak sama, tetapi mereka sangat berbeda dalam gaya. Mungkin perbedaan yang paling menonjol adalah pada pelaksanaannya; drama yang asli biasanya menggunakan naskah, sedangkan role play menggunakan unsur spontan atau setidaknya reaksi yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu.
B. Manfaat Bermain Peran Bila metode bermain peran dikendalikan dengan cekatan oleh pendidik, banyak manfaat yang dapat dipetik, sebagai metode cara ini :
217
1. Dapat mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan, hal mana tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi. 2. Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya. 3. Siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain. Peneliti membagi kelompok menjadi tiga bagian, yaitu kelompok bermain peran (masing–masing 8 siswa) dan kelompok analisis (9 konseli) dengan senua permainan bernama “amplop kejutan”, permainannya sebagai berikut : 6) Seluruh konseli diminta untuk berdiri membentuk sebuah lingkaran besar. 7) Seluruh konseli diminta untuk menyanyikan lagu “burung kakaktua” sampai guru bimbingan konseling mengatakan “stop!”. 8) Seluruh konseli diminta untuk mencari amplop sebanyak 16 buah yang masing–masing berisi sebuah kertas berwarna merah 8 buah dan biru 8 buah. 9) Konseli diminta untuk membentuk sebuah kelompok sesuai dengan warna kertas dalam amplop. 8 konseli menjadi kelompok merah dan 8 konseli menjadi kelompok biru, sedangkan sisanya menjadi kelompok analisis.
218
10) Kedua kelompok merah dan kelompok biru diminta untuk bertanding memerankan suatu adegan yang berjudul “No Game no Life”. Disini siswa bermain peran masih dengan membaca scenario. Pertandingan ini dilakukan dengan tujuan agar konseli lebih serius dalam memerankan permainan peran. Maka kegiatannya yaitu jangan pernah takut untuk berperilaku asertif. C. Langkah-langkah permainan: 1. Pembimbing memberikan kesempatan kepada salah satu kelompok (masing–masing 8 siswa) untuk tampil kedepan kelas untuk memainkan peran. Siswa bermain peran masih membaca teks. 2. Satu siswa memainkan peran sebagai hakim yang menghargai orang lain dan siswa yang lainnya memainkan peran sebagai tersangka dalam sebuah kasus. 3. Peserta didik yang lain memperhatikan adegan yang sedang ditampilkan didepan. D. Pertanyaan reflektif: 1. Penyajian fakta dan konsep: a. Adegan apa yang telah ditampilkan? b. Peran apa saja yang ditampilkan tersebut? c. Bagaimana sikap yang harus dilakukan hakim ketika ada tersangka yang sedang berpendapat? 2.
Penyajian nilai: Mengajak
peserta
didik
untuk
dapat
mengungkapkan
makna/nilai dari bermain peran dengan bantuan pertanyaan: a. Bagaimana perasaanmu ketika bermain? b. Menurutmu, sikap apa saja yang ada dalam bermain peran tersebut?
219
c. Bagaimana cara melatih agar kita dapat bersikap asertif pada orang lain? d. Mengangkat contoh hidup sehari-hari: menolak ajakan teman dengan berkata tidak tanpa melukai perasaan orang lain. e. Tahap pelatihan asertif selanjutnya ialah mengijinkan peserta untuk lebih lanjut membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari–hari dan menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas dan menerapkan timbal balik. Peserta para peserta membuat kontrak perilaku untuk melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah 25 menit. f. Guru bimbingan dan konseling bersama siswa mengevaluasi dari pelatihan asertif yang sudah diberikan serta mengevaluasi hasil darin kegiatan secara keseluruhan dari pertemuan pertama. Selain itu pada pertemuan ini peneliti membagi skala adiksi, dengan tujuan untuk memperoleh data post test 1. Dari hasil evaluasi dan data dari post test 1 akan diketahui peningkatan kemampuan asertif yang terjadi pada siswa. Alokasi waktu yang diberikan untuk mengisi skala selama 10 menit.
220
SATUAN LAYANAN KEGIATAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PELATIHAN ASERTIF UNTUK MEREDUKSI ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA 1.
Judul / Spesifikasi Layanan
:
Adiksi Online Game dan Pelatihan Asertif
2.
Jenis Layanan
:
Layanan Dasar
3.
Bidang Bimbingan
:
Pribadi Sosial
4.
Fungsi Layanan
:
Pemahaman
5.
Tujuan / Hasil yang ingin dicapai a.
Tujuan Umum
:
Siswa dapat mengetahui dampak negatif bermain game terus menerus.
b.
Tujuan Khusus
:
Siswa dapat mengetahui pentingnya bersikap asertif untuk mengurangi adiksi online game Siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu
6.
Sasaran Layanan
:
7.
Uraian Kegiatan dan Materi
:
TAHAP
KEGIATAN
PENDAHULUAN
10. Pembimbing membuka kegiatan layanan 11. Pembimbing mengecek kehadiran siswa 12. Pembimbing mengadakan apersepsi 14. Pembimbing memberikan ice breaking 15. Pembimbing menjelaskan keterkaitan game dengan materi yang dibawakan 16. Pembimbing memberikan materi, adiksi online game dan perilaku asertif, serta menjelaskan tentang prosedur pelatihan asertif. 10. Siswa bersama pembimbing mengadakan tanya jawab dan berdiskusi 11. Siswa bersama pembimbing menyimpulkan materi yang telah disampaikan 12. Pembimbing menutup kegiatan layanan
KEGIATAN INTI
PENUTUP
221
ESTIMASI WAKTU 5 menit
25 menit
15 menit
8.
Metode
:
Game, bermain peran,ceramah, diskusi
9.
Tempat Penyelenggaraan
:
Ruang kelas
10.
Waktu
:
1 x 45 menit
11.
Penyelenggaraan
:
Guru , praktikan dan siswa
12.
Alat / Instrumen Pendukung
:
Papan tulis, spidol
13.
Rencana Evaluasi dan Tindak Lanjut
:
Layanan Bimbingan dan Konseling kelompok
Yogyakarta, 21 Februari 2015 Praktikan,
DEDY SETYATNO NIM 08104244041
222
Adiksi Online Game dan Pelatihan Asertif
Kegiatan ini diawali dengan ice breaking yaitu kisah Angka-Angka. Permainan ini dipakai agar peserta mengenal satu sama lain dengan cara santai dan menghapuskan kekakuan. Mintalah seluruh peserta berhitung dari nomor 1 dan seterusnya sampai selesai (habis). Minta setiap peserta mengingat nomor urutnya masing-masing dengan baik, jika perlu lakukan pengujian dengan menyebut secara acak beberapa angka dan minta peserta yang disebut nomornya untuk menyahut ‘ya’!, atau tunjuk beberapa orang peserta secara acak dan tanyakan ia nomor urut berapa. Tegaskan sekali lagi apakah mereka benar-benar mengingat nomor urutnya masing-masing. Setelah yakin, jelaskan bahwa Anda akan menyampaikan suatu berita atau suatu cerita tertentu di mana dalam sepanjang cerita itu akan disebut sejumlah angka-angka. Peserta yang disebut angka atau nomor urutnya diminta segera berdiri dan langsung meneriakkan namanya keras-keras kepada seluruh peserta lain. Jika terlambat 3 detik, peserta dikenakan hukuman ramai-ramai oleh peserta lain, seperti disuruh untuk bernyanyi. A. Penertian Adiksi online game Adiksi online game adalah kesenangan bermain game karena memberi rasa kepuasaan tersendiri, sehingga ada peasaan untuk mengulangi lagi kegiatan yang menyenangkan ketika bermain game. Bermain online game membuat remaja merasa senang karena mendapat kepuasan psikologi. Pemain yang bersifat interaktif dan berkelompok, akan tergantikan pada permainan yang bersifat soliter.kepuasan yang diperoleh dari bermain game membuat remaja semakin betah menggandrungi online game, sehingga banyak remaja yang menghabiskan waktu dan uangnya untuk bermain online game. Tidak
223
jarang waktu belajar dan bersosialisasai dengan teman sebaya menjadi berkurang, bahkan ada juga remaja yang sama sekali tidak mempunyai waktu untuk belajar dan bersosialisasi Seseorang yang kecanduan online game menurut Young 1996 (dalam Imanuel, 2009: 40) yaitu: 1. Merasa terikat dengan online game (memikirkan mengenai aktivitas bermain online game sebelumnya atau mengharapkan sesi bermain online game berikutnya). 2. Merasakan kebutuhan untuk bermain online game dengan jumlah waktu yang terus meningkat untuk mencapai sebuah kepuasan. 3. Secara
berulang
membuat
upaya-upaya
untuk
mengendalikan,
mengurangi, atau berhenti bermain online game namun tidak berhasil. 4. Merasa gelisah, murung, depresi, atau lekas marah ketika mencoba untuk mengurangi atau berhenti bermain online game. 5. Terancam bahaya kehilangan relasi signifikan yang disebabkan oleh bermain online game. 6. Terancam
bahaya
kehilangan
pekerjaan,
kesempatan
karir
atau
kesempatan pendidikan yang disebabkan oleh bermain online game. 7. Berbohong pada anggota keluarga, terapis atau orang lain untuk menyembunyikan seberapa jauh keterlibatan dengan online game. 8. Bermain online game sebagai suatu cara untuk melarikan diri dari masalah-masalah atau untuk mengurangi suatu kondisi perasaan yang menyusahkan (misal perasaan-perasaan tidak berdaya, bersalah, cemas, depresi).
224
B. Faktor yang Mempengaruhi Adiksi Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi remaja terhadap online game. Faktor-faktor internal yang menyebabkan terjadinya adiksi terhadap online game, sebagai berikut, 1. Keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam online game, karena online game dirancang sedemikan rupa agar pemain semakin penasaran dan semakin ingin memeperoleh nilai yang lebih tinggi. 2. Rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di sekolah. 3. Ketidakmampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivitas penting lainnya juga menjadi penyebab timbulnya adiksi terhadap online game. 4. Kurangnya self control dalam diri remaja, sehingga remaja kurang mampu mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain online game secara berlebihan. Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain online game pada remaja, sebagai berikut, 1. Lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat teman-temannya yang lain banyak yang bermain online game. 2. Kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja memilih alternatif bermain game sebagai aktivitas yang menyenangkan. 3. Harapan orang tua yang melambung terhadap anaknya untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti kursus atau les, sehingga kebutuhan primer anak, seperti kebersamaan, bermain dengan keluarga menjadi terlupakan.
225
C. Damapak Adiksi Online Game Dampak buruk secara sosial, psikis, fisik dari kecanduan bermain online game menurut (Margaretha Soleman, 2008: 40), sebagai berikut, 1. Sosial Hubungan dengan teman dan keluarga menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Perhaulan remaja hanya sebatas di game online saja, sehingga membuat para pecandu online game menjadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata. Keterampilan social menjadi berkurang, sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain. Perilaku gamer menjadi kasar dan agresif karena terpengaruh oleh apa yang dilihat dan dimainkan dalam permainan online game. 2. Psikis Pikiran remaja menjadi terus menerus memikirkan game yang sedang dimainkan. Sulit berkonsentrasi terhadap studi, pekerjaan, sering bolos, atau menghindari pekerjaan. Membuat remaja menjadi cuek, acuh tak acuh, kurang peduli terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar. Melakukan apapun demi bisa bermain game, seperti berbohong, mencuri ang, dll. Terbiasa hanya berinteraksi satu arah dengan komputer membuat remaja menjadi tertutup, sulit mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan nyata. 3. Fisik Terkena paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf mata dan otak. Kesehatan jantung menurun akibat bergadang 24 jam bermain online game. Ginjal dan lambung juga terpengaruh akibat banyak duduk, kurang minum, lupa makan karena keasyikan bermain. Berat badan menurun akbiat lupa makan, atau bisa juga bertambah karena banyak akan makanan ringan dan jarang berolahraga. Mudah lelah ketika melakukan aktivitas
226
fisik, kesehatan tubuh menurun akibat kurang olahraga. Yang paling parah adalah dapat mengakibatkan kematian.
D. Penertian Pelatihan Asertif Pelatihan asertif digunakan untuk membentuk keterampilan perilaku asertif (assertive behavior). Penggunaan teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak orang menderita perasaan cemas dalam berbagai situasi interpersonal. Kecemasan interpersonal dapat dihentikan jika orang dapat bertindak asertif. Oleh karena itu, berbagai gangguan dan problem interpersonal dapat ditangani dengan cara meningkatkan keterampilan perilaku asertif. Individu yang memiliki keterampilan asertif lebih mungkin untuk berhasil dalam membina hubungan interpersonal dan dalam kehidupan yang lebih luas dibanding individu lain yang tidak asertif. 1. Karakteristik Asertif Ratus & Nevid (Rachmawati, 2007 dalam Fidiyanti, 2009: 45) mengkategorikan 10 tingkah laku asertif, yaitu: a. Bicara
Asertif,
yaitu
individu
mengemukakan
hak-hak
atau
berusaha mencapai tujuan tertentu dalam suatu situasi dan memberi pujian untuk menghargai
tingkah
laku
seseorang
dan
juga
memberi feed back positif pada individu lain. b. Pengungkapan perasaan-perasaan pada individu lain secara spontan dan tidak berlebihan. c. Menyapa dan memberi salam pada individu lain dan individu yang ditemui termasuk individu yang baru dikenal dan membuka percakapan. d. Dapat menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju dan tidak setuju.
227
e. Menanyakan alasan baik diminta untuk melakukan sesuatu, jadi tidak langsung menyanggupi atau menolaknya. f. Berbicara mengenai diri sendiri. g. Menghargai pujian dan menerima pujian. h. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang lain. i. Menatap lawan bicara. j. Mampu menampilkan respon melawan rasa takut, tidak menampilkan tingkah laku yang memancing rasa cemas. Berdasarkan karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa seorang individu bisa bersikap asertif apabila dapat mengungkapkan haknya dengan cara berbicara dan dapat mengungkapkan perasaanya yang tidak berlebihan. Selain itu mampu menampilkan respon melawan rasa takut dari ajakan teman dapat menggunakan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju. Menurut Lange dan Jakubowski (Fidiyanti, 2008: 47). Pelatihan asertif diberikan kepada siswa melalui 5 tahap yaitu: a. Menghapus rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis. Tahap pertama dalam pelatihan asertif yaitu siswa diminta untuk menghapus kekhawatiaran yang dapat menyakiti perasaan orang lain dan ketakutan bila bersikap tegas itu menampilkan diri sebagai orang yang tidak mampu, tidak mahir dan tidak berguna. Ketakutan yang berlebihan sering menghentikan individu untuk bersikap tegas. b. Menerima atau mengemukakan fakta–fakta masalah yang dihadapi. Tahap kedua dalam perilaku asertif yaitu siswa diperkenalkan relaksasi untuk mengungkapkan fakta–fakta masalah yang dihadapi dan mampu besikap tegas. Seseorang individu harus menerima bahwa setiap orang mampu bersikap tegas dan mengekspresikan pikiran, perasaan dan
228
keyakinan secara jujur. Siswa diminta untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri yang semula dihindari. c. Berlatih untuk bersikap asertif. Tahap ketiga dalam perilaku asertif yaitu siswa diberikan contoh latihan bersikap tegas, yaitu kegiatan bermain peran dengan memusatkan pada perilaku nonverbal atau verbal yang penting dalam ketegasan. d. Penambahan latihan relaksasi dan pengulangan perjanjian untuk bersikap tegas. e. Membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya dalam kehidupan sehari–hari.
229
SATUAN LAYANAN KEGIATAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PELATIHAN ASERTIF UNTUK MEREDUKSI ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA 1.
Judul / Spesifikasi Layanan
:
Pentingnya ketegasan dalam kehidupan
2.
Jenis Layanan
:
Layanan Dasar
3.
Bidang Bimbingan
:
Pribadi Sosial
4.
Fungsi Layanan
:
Pemahaman
5.
Tujuan / Hasil yang ingin dicapai a.
Tujuan Umum
:
Siswa mengetahui dimana situasi harius bersikap asertif
b.
Tujuan Khusus
:
Menghilangkan pikiran negatif ketika menolak ajakan bermain online game. Siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu
6.
Sasaran Layanan
:
7.
Uraian Kegiatan dan Materi
:
TAHAP
KEGIATAN
PENDAHULUAN
13. Pembimbing membuka kegiatan layanan 14. Pembimbing mengecek kehadiran siswa 15. Pembimbing mengadakan apersepsi 17. Pembimbing memberikan ice breaking. 18. Pembimbing menjelaskan keterkaitan game dengan materi yang dibawakan. 19. Pembimbing membagi beberapa kelompok dan konseli diminta untuk mengungkapkan fakta-fakta masalah yang dihadapi dalam menolak ajakan teman bermain online game dalam selembar kertas. 20. Penjelasan materi pentingnya bersikap tegas dalam kehidupan. 21. Pembimbing meminta para konseli untuk relaksasi dan membayangkan konseli sedang bersama dengan temannya yang mengajak bermain online game. 22. Pembimbing meminta konseli untuk menerangkan tingkah laku spesifik dalam situasi-situasi yang kurang menguntungkan dan mencoba untuk bersikap asertif.
KEGIATAN INTI
230
ESTIMASI WAKTU 5 menit
25 menit
PENUTUP
13. Siswa bersama pembimbing mengadakan tanya jawab dan berdiskusi 14. Siswa bersama pembimbing menyimpulkan materi yang telah disampaikan 15. Pembimbing menutup kegiatan layanan
15 menit
8.
Metode
:
Video, ceramah, diskusi
9.
Tempat Penyelenggaraan
:
Ruang kelas
10.
Waktu
:
1 x 45 menit
11.
Penyelenggaraan
:
Guru , praktikan dan siswa
12.
Alat / Instrumen Pendukung
:
Papan tulis, spidol
13.
Rencana Evaluasi dan Tindak Lanjut
:
Layanan Bimbingan dan Konseling kelompok
Yogyakarta, 24 Februari 2015 Praktikan,
DEDY SETYATNO NIM 08104244041
231
PENTINGNYA KETEGASAN DALAM KEHIDUPAN
Pada tindakan II ini mengulang tahap-tahap dalam pelatihan asertif sesuai dengan tindakan I sebelumnya. Pada tahap ini dimulai dengan ice breaking Lempar spidol. Langkah–langkah : 1. Mintalah semua peserta berdiri bebas di depan tempat duduk masingmasing. 2. Minta peserta bertepuk tangan ketika Anda melemparkan spidol ke udara, dan pada saat spidol Anda tangkap lagi dengan tangan, semua peserta serta merta diminta berhenti bertepuk tangan. Ulangi sampai beberapa kali. 3. Ulangi proses ke-2 dengan tambahan selain bertepuk tangan juga bersenandung. ( bergumam ) : “Mmmmm….!”. 4. Ulangi proses ke–3 ini beberapa kali, dan setiap kali semakin cepat gerakannya, kemudian akhiri dengan satu anti klimaks : spidol Anda tidak dilambungkan,
tapi
hanya
melambungkan
tangan
seperti
akan
melambungkannya ke atas (gerk tipu yang cepat !). amati : apakah peserta masih bertepuk tangan dan bergumam atau tidak ? Permainan
ini
bertujuan
untuk
menghangatkan
suasana
dan
menghilangkan kekakuan antar peserta dan pemandu dan antar peserta sendiri . Pelajaran yang bisa dipetik dari permainan ini adalah perlunya sikap hati–hati dan cepat tanggap. A. Pengertian Ketegasan Ketegasan adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan seseorang dan menegaskan hakhak seseorang tetap menghargai perasaan dan hak orang lain. Orang yang tegas yakni orang yang mampu mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain. Orang tegas mampu menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa memaksakannya kepada orang lain.
232
B. Ciri-ciri orang yang tegas: Ketegasan merupakan suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan beberapa sikap seperti : 1. Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri tetapi juga tidak menutup diri dari saran orang lain yang menjadikan dirinya lebih baik 2. Mampu menyuarakan hak-haknya tanpa menyinggung orang lain. 3. Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan perasaan), banyak dicari dan dikagumi orang lain.
C. Manfaat bagi orang yang tegas Ketegasan sangat bermanfaat sekali dalam membentuk mental komunikasi yang baik dan memberi penolakan dengan tetap menghargai dan menghormati orang lain, selain itu dengan memiliki ketegasan maka seorang individu juga dapat memperoleh manfaat, antara lain : 1. Ketegasan membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Dalam hal ini, ia bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan perasaan orang lain. Citra dirinya akan terlihat sebagai sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada eksploitasi yang merugikan dirinya sendiri. Dengan demikian, akan timbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensi dirinya ditengah-tengah khalayak luas. 2. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri. 3. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain 4. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan. 5. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit.
233
6. Meningkatkan self esteem dan percaya diri dalam mengekspresikan diri sendiri. 7. Dapat bernegosiasi lebih produktif dengan orang lain 8. Dapat merubah situasi kerja yang negatif menjadi positi
Peneliti meminta siswa membagi 3 kelompok dan konseli diminta untuk menerima atau mengungkapkan fakta–fakta masalah yang dihadapi dalam menolak ajakan teman untuk bermain online game dalam selembar kertas. Kegiatan ini bertujuan agar siswa mampu mengekspresikan dirinya semaksimal mungkin sehingga mereka mampu memahami perilaku tersebut dan merelakan pikiran sesuai dengan harapan dan keinginan. Para konseli diminta untuk melakukan relaksasi, kemudian dilanjutkan dengan memberikan bimbingan kelompok kepada siswa dengan membayangkan dirinya ketika bersama dengan kelompok teman sebanyanya. Dalam pelatihan asertif pada tindakan kedua ini, peneliti meminta para siswa dalam 3 kelompok untuk menerangkan tingkah laku spesifik dalam situasi–situasi interpersonal yang yang dirasakannya menjadi masalah karena mengikuti perilaku kelompok teman sebayanya yang mengakibatkan kekurangtegasan. Peneliti
berdiskusi
dengan
konseli
tentang
perasaan
dan
pengalaman mereka bersama dengan teman sekelompok. peneliti menanyakan beberapa hal kepada konseli, yaitu: a. Apakah kalian pernah merasa sulit untuk menolak ajakan teman untuk bermain online game? b. Apakah kalian merasa pernah mengikuti perilaku teman yang negatif demi untuk bermain online game ? c. Apa yang membuat kalian mengikuti perilaku teman tersebut ? Guru bimbingan dan konseling menjelaskan kepada konseli bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi rasa takut tidak disukai teman dan diejek teman karena tidak menyutujui ajakan teman, selain itu juga
234
meningkatkan
percaya
diri
saat
berpendapat
dengan
teman
sekelompoknya, disini konseli harus menerima bahwa setiap orang mampu bersikap tegas dan mamapu mengekspresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara jujur. Alokasi waktu yang diberikan pada kegiatan ini adalah 25 menit. Peneliti dan peserta kemudian membuat perjanjian untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri yang semula mereka hindari, sebelum memasuki tahap pelatihan asertif selanjutnya
235
SATUAN LAYANAN KEGIATAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PELATIHAN ASERTIF UNTUK MEREDUKSI ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA 1.
Judul / Spesifikasi Layanan
:
Bermain Peran
2.
Jenis Layanan
:
Layanan Dasar
3.
Bidang Bimbingan
:
Pribadi Sosial
4.
Fungsi Layanan
:
Pemahaman
5.
Tujuan / Hasil yang ingin dicapai a.
Tujuan Umum
:
Dengan mendapat umpan balik dari teman siswa dapat bersikap asertif
b.
Tujuan Khusus
:
Siswa bisa bersikap dan berkata asertif dengan mengatakan tidak atas ajakan teman. Siswa kelas XI IPS 1 SMA N 1 Sedayu
6.
Sasaran Layanan
:
7.
Uraian Kegiatan dan Materi
:
TAHAP
KEGIATAN
PENDAHULUAN
16. Pembimbing membuka kegiatan layanan 17. Pembimbing mengecek kehadiran siswa 18. Pembimbing mengadakan apersepsi
KEGIATAN INTI
PENUTUP
23. Pembimbing memberikan ice breaking agar siswa lebih bersemangat.. 24. Pembimbing membagi siswa menjadi 3 kelompok. 25. Pembimbing meminta salah satu group untuk bermain peran secara bergantian dengan membaca naskah dan kelompok yang lain mengnalisis. 26. Pembimbing meminta siswa membawa perilaku asertif yang dilakukan saat bermain peran pada keadaan yang sebenarnya. 27. Pembimbing memberikan lembar post test 2
9. Siswa bersama pembimbing mengadakan tanya jawab dan berdiskusi 10. Siswa bersama pembimbing menyimpulkan materi yang telah disampaikan 11. Pembimbing menutup kegiatan layanan
236
ESTIMASI WAKTU 5 menit
25 menit
15 menit
8.
Metode
:
Game, bermain peran,ceramah, diskusi
9.
Tempat Penyelenggaraan
:
Ruang kelas
10.
Waktu
:
1 x 45 menit
11.
Penyelenggaraan
:
Guru , praktikan dan siswa
12.
Alat / Instrumen Pendukung
:
Papan tulis, spidol, skala adiksi online game
13.
Rencana Evaluasi dan Tindak Lanjut
:
Layanan Bimbingan dan Konseling kelompok
Yogyakarta, 27 Februari 2015 Praktikan,
DEDY SETYATNO NIM 08104244041
237
Bermain Peran
A. Pengertian Bermain Peran Teknik bermain peran adalah teknik teknik kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penampilan peserta didik untuk memerankan status dan fungsi pihak-pihak lain yang terdapat pada kehidupan nyata. Dengan bermain peran ini diharapkan para peserta didik memperoleh pengalaman yang diperankan oleh pihak-pihak lain. Teknik ini dapat digunakan pula untuk merangsang pendapat peserta didik dan menemukan kesepakatan bersama tentang ketepatan, kekurangan, dan pengembangan peran-peran yang dialami atau diamatinya (Sudjana, 2001: 134). Sehubungan dengan itu, tujuan penggunaan teknik ini antara lain adalah untuk mengenalkan peran-peran dalam dunia nyata kepada peserta didik. Setelah mereka mengenal peran-peran tadi maka mereka dapat memahami keunggulan dan kelemahan peran-peran tersebut serta dapat mengajukan alternatif saran ataupendapat untuk mengembangkan peran-peran yang ditampilkan dalam kehidupan sebenarnya. Banyak pendidik yang tidak bisa membedakan antara "role play" dan drama. Meskipun keduanya tampak sama, tetapi mereka sangat berbeda dalam gaya. Mungkin perbedaan yang paling menonjol adalah pada pelaksanaannya; drama yang asli biasanya menggunakan naskah, sedangkan role play menggunakan unsur spontan atau setidaknya reaksi yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu.
B. Manfaat Bermain Peran Bila metode bermain peran dikendalikan dengan cekatan oleh pendidik, banyak manfaat yang dapat dipetik, sebagai metode cara ini : 1. Dapat mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan, hal mana tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi. 2. Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan
238
dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya. 3. Siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain. Peneliti membagi kelompok menjadi tiga bagian, yaitu kelompok bermain peran (masing-masing 8 siswa) dan kelompok analisis (9 konseli) dengan senuah permainan bernama “amplop kejutan”, permainannya sebgai berikut : 1. Seluruh konseli diminta untuk berdiri membentuk sebuah lingkaran besar. 2. Seluruh konseli diminta untuk menyanyikan lagu “burung kakaktua” hingga guru bimbingan konseling mengatakan “stop!”. 3. Seluruh konseli diminta untuk mencari amplop sebanyak 16 buah yang masing-masing berisi sebuah kertas berwarna merah 8 buah dan biru 8 buah. 4. Konseli diminta untuk membentuk sebuah kelompok sesuai dengan warna kertas dalam amplop. 8 konseli menjadi kelompok merah dan 8 konseli menjadi kelompok biru, sedangkan sisanya menjadi kelompok analisis. 5. Kedua kelompok merah dan kelompok biru diminta untuk bertanding memerankan
suatu
permainan
peran
sesuai
pada
siklus
1.
Perbedaannya disini siswa bermain peran tidak menggunakan teks. Ini dimaksud agar siswa bisa berlatih bersikap asertif dan mendapatkan umpan balik secara langsung.
239
Pertandingan ini dilakukan dengan tujuan agar konseli lebih serius dalam memerankan permainan peran. Maka kegiatannya yaitu jangan C. Langkah-langkah permainan: 1. Pembimbing memberikan kesempatan kepada salah satu kelompok (masing–masing 8 siswa) untuk tampil kedepan kelas untuk memainkan peran. Siswa bermain peran tanpa membaca teks.
Ini
dimaksud agar siswa bisa berlatih bersikap asertif dan mendapatkan umpan balik secara langsung. 2. Satu siswa memainkan peran sebagai hakim yang menghargai orang lain dan siswa yang lainnya memainkan peran sebagai tersangka dalam sebuah kasus. 3. Peserta didik yang lain memperhatikan adegan yang sedang ditampilkan didepan. D. Pertanyaan reflektif: 1. Penyajian fakta dan konsep: a. Adegan apa yang telah ditampilkan? b. Peran apa saja yang ditampilkan tersebut? c. Bagaimana sikap yang harus dilakukan hakim ketika ada tersangka yang sedang berpendapat? 2. Penyajian nilai: Mengajak peserta didik untuk dapat mengungkapkan makna/nilai dari bermain peran dengan bantuan pertanyaan: a. Bagaimana perasaanmu ketika bermain? b. Menurutmu, sikap apa saja yang ada dalam bermain peran tersebut? c. Bagaimana cara melatih agar kita dapat bersikap asertif pada orang lain? d. Mengangkat contoh hidup sehari-hari: menolak ajakan teman dengan berkata tidak tanpa melukai perasaan orang lain.
240
e. Tahap pelatihan asertif selanjutnya ialah mengijinkan peserta untuk lebih lanjut membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari–hari dan menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas dan menerapkan timbale balik. Serta para peserta membuat kontrak perilaku untuk melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah 25 menit. f. Guru bimbingan dan konseling bersama siswa mengevaluasi dari npelatihan asertif yang sudah diberikan serta mengevaluasi hasil darin kegiatan secara keseluruhan dari pertemuan pertama. Selain itu pada pertemuan ini peneliti membagi skala adiksi, dengan tujuan untuk memperoleh data post test 2
241
LAMPIRAN 11. SURAT IJIN PENELITIAN
242
243
244
245
246