Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif terhadap Resiliensi Remaja Berisiko The Influence cognitive behavioral therapy to resilience in adolescents at risk Nofrans Eka Saputra1 dr. Nyimas Natasha Ayu Shafira, M.Pd.Ked2 1
Departement of Psychology, Jambi University/nofrans_eka@unja./ac.id Departement of Medicine, Jambi Universtity/
[email protected]
2
ABSTRACT INTRODUCTION Adolescents at risk is a high-risk group involved in the problems associated with behavioral health problems such as smoking, drug abuse, drinking, bullying and sexual behavior. Cognitive behavioral therapy as an active therapy is one of the alternative ways to improve resilience in adolescents at risk. METHOD This study aims to find a deskriptions of risk behavior in adolescents and to determine the difference resiliency capabilities at risk pre and post the cognitive behavioral therapy. Collecting data is using risk behavior questionaire and resilience scale. Population with characteristic 13 – 19 years old adolescents at risk.. Samples were taken by using purposive random sampling technique. Experimental design of this study is true experimental pretest-postest control group design. Paired sample T test is used to analize the data. RESULT This study shows that adolescents at risk have been doing bullying, smoking, drug abuse, and active sexual behavior. This study also shows that there is a significant difference of resilience ability pre and post the cognitive behavioral therapy for the experimental group, with p=0,009. While the control group showed no differences in adolescent resilience ability pre or post cognitive behavioral therapy with p=0,976 CONCLUSIONS AND RECOMENDATIONS Adolescents who have risky behaviors can improve their resiliensy by using cognitive behavioral therapy. School is expected to be able to cooperate with stakeholders in preparing sustainable activities to reduce the risk behaviour in adolescents. Keywords: Adolescents at risk, resiliency, cognitive behavioral therapy.
Pendahuluan Millenium Development Goals 2015 memiliki tujuan pada peningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, terutama pengendalian penyebaran penyakit menular seperti HIV/ AIDS (MGDs News, 2008). Tujuan tersebut membuat pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat untuk lebih aktif dalam menekan angka kasus HIV/AIDS. Infeksi HIV/AIDS saat ini juga mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok resiko tinggi maupun masyarakat umum. Penyebaran epidemik HIV terjadi melalui dua bentuk yaitu melalui penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna napza suntik, dan hubungan seks tidak aman (KPAN, 2010).
Hal ini belum termasuk permasalahan perilaku merokok dan minum minuman alkohol yang sering menjadi pencetus/ pembuka jalan dari kedua bentuk perilaku bermasalah tersebut. Jessor (1991) menjelaskan bahwa perilaku-perilaku bermasalah ini saling berkaitan (covariation perspective), tidak terpisah atau sendirian yang disebut sebagai perilaku berisiko remaja (dalam Smet, 1994). Perilaku berisiko seperti penggunan napza merupakan ancaman nyata dalam kesehatan remaja Kota Jambi. Hal ini terbukti berdasarkan data POLDA Jambi Direktorat Reserse Narkoba (2013) menjelaskan bahwa tindak pidana narkoba dari tahun 2011-2012 semakin meningkat sehingga peluang penyebaran HIV di Kota
Disampaikan pada Temu Ilmiah dan Konferensi Ikatan Psikologi Sosial Himpsi, Grand Inna Bali 21-23 Januari 2015
1
pada tahun 2013 – 2014 menjadi semakin besar. Sisi lain, LSM SIKOK Jambi menyatakan bahwa seks bebas yang terjadi di Kota Jambi semakin meningkat. 10 kasus kehamilan yang tidak dinginkan terjadi di tahun 2012, kasus seksual di luar nikah mencapai 30 kasus, sedangkan inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan ke 10 SMA dan SMP kota Jambi menemukan 10 dari 80 siswi terindikasi tidak perawan dan 3 diantaranya mengalami penyakit kelamin menular (Tribun Jambi, 2013). Perilaku merokok juga menjadi masalah diantara siswa-siswi SMA di Kota Jambi. Suvey Saputra (2013) menunjukkan bahwa 48 dari 132 orang siswa-siswi SMA kota jambi pernah merokok, 12 orang diantaranya merupakan perokok aktif. Remaja yang terjerumus dalam perilaku berisiko bisa dikatakan sebagai remaja yang tidak mampu bernegosiasi dengan dirinya sendiri dan lingkunganya. Artinya remaja tersebut tidak memiliki kemampuan beradaptasi dalam keadaan yang penuh resiko atau dikatakan sebagai remaja yang tidak teguh dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa dijelaskan sebagai ketiadaan kemampuan resiliensi dalam diri remaja tersebut. Ketiadaan faktor resiko dan faktor protektif dalam diri remaja merupakan indikasi ketiadaan resiliensi, atau yang lebih dikenal sebagai ketiadaan aset perkembangan. Penjabaran aset perkembangan telah banyak membantu menumbuhkan dan meningkatkan resiliensi remaja (Handerson, 2007). Aset perkembangan merupakan pelindung perilaku remaja. Semakin banyak aset perkembangan yang dimiliki maka semakin mendorong perilaku positif. Remaja yang memilki aset perkembangan menunjukkan kompetensi yang baik dan bertanggung jawab (The Search Institute, 2007). Sebaliknya, aset yang lemah akan mendorong terjadinya perilaku berisiko Resiliensi dapat dikembangkan melalui beberapa teknik pelatihan/ terapi, salah satunya terapi perilaku kognitif.
Intervensi terapi kognitif dan perilaku yang dilakukan pada remaja berisiko, diharapkan mampu mendorong remaja dalam mengidentifikasi aset perkembangan yang dimiliki dan memberikan keterampilan berpikir rasional dalam menemukan proses/cara untuk mendapatkan aset perkembangan dalam lingkungan berisiko/ faktor resiko dan menekan keyakinan irrasional terhadap aset yang selama ini menjadi penghalang bagi remaja untuk tidak berperilaku berisiko. Teknik relaksasi / perilaku juga diharapkan perilaku juga menjadi bagian intervensi perilaku berisiko. Kegunaanya adalah untuk membangun keterampilan remaja dalam mengelola ketegangan yang hadir secara langsung bila remaja dihadapkan pada lingkungan, situasi dan kondisi tertentu yang menjadi faktor resiko. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan dua tahap yaitu tahap menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisa kejadian perilaku berisiko remaja dan tahap penelitian eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan yaitu True Experimental PretestPostest By Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini memiliki karakteristik : 1) Usia 13-19 tahun 2) Siswa/i Sekolah Menengah Atas 3) Termasuk dalam salah satu kelompok remaja beresiko (perokok, pengguna napza, aktif melakukan perilaku seksual) Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Pengumpulan data menggunakan angket perilaku berisiko dan skala resiliensi. Angket Perilaku Berisiko Angket perilaku berisiko disusun melalui diskusi kelompok terarah atau FGD (Focus Group Discussion). Pertanyaan angket bersifat terbuka dengan dua pilihan
Disampaikan pada Temu Ilmiah dan Konferensi Ikatan Psikologi Sosial Himpsi, Grand Inna Bali 21-23 Januari 2015
2
jawaban yaitu iya dan tidak. Jawaban iya diberikan nilai 1 dan tidak diberikan nilai 0. Aitem angket bullying berjumlah 72 aitem. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan bentuk-bentuk perilaku bullying yang dikemukakan oleh Rigby (1996) dan Olweus (1993); Siswanti dan Widyanti (2009); Yayasan Semai Jiwa Amini (2008) dan ditambah dari kesimpulan FGD yang telah dilakukan. Angket perilaku merokok berjumlah 22 aitem pertanyaan dan angket perilaku penggunaan narkoba berjumlah 22 aitem pertanyaan. Aitem pertanyaan disusun berdasarkan hasil diskusi kelompok. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun dalam angket perilaku seksual berjumlah 18 aitem pertanyaan. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan bentuk-bentuk perilaku seksual yang dikemukakan oleh Nursal (2010); Sarwono (2010) ; Prienstein, dkk (2003) dan ditambah dari kesimpulan FGD yang telah dilakukan yaitu seperti berpacaran, pengangan tangan, pelukan, cium pipi, cium bibir, meraba payudara, meraba alat kelamin, oral seks, bahkan hubungan seks dan sumber informasi yang didapat berkaitan perilaku seksual. Skala Resiliensi Skala resiliensi yang diambil dari aspek-aspek resiliensi dari Tarakeshwar, dkk (2006) yang telah disusun oleh peneliti sendiri. Pada aitem favourable, pilihan S (Sangat Sesuai) mendapat skor 4, S (Sesuai) mendapat skor 3, TS (Tidak Sesuai) mendapat skor 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) mendapat skor 1. Pada aitem unfavourable, pilihan SS (Sangat Sesuai) mendapat skor 1, S (Sesuai) mendapat skor 2, TS (Tidak Sesuai) mendapat skor 3, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) mendapat skor 4.
Reliabilitas Penelitian
dan
Validitas
Skala
Pada pengujian kualitas aitem yang dipakai dalam penelitian ini dilakukan uji analisis aitem dengan melihat daya beda aitem dengan aitem total korelasi. Aitem yang memenuhi syarat jika r = 0,30. Adapun hasil uji reliabilitas masing-masing skala dapat dilihat pada tabel 1 : Tabel 1. Realibilitas dan Validitas Skala Penelitian
Variabel Resiliensi
Jmlh Aitem Valid 16
Sig
Ket
0,838
Reliabel
Deskripsi Responden Tahap Survey Pada tahap pelaksanaan survey jumlah responden 61 orang, laki-laki sebanyak 51 orang (83,6%), serta perempuan sebanyak 10 orang (16,4%). Tabel 2 akan mengurai responden berdasarkan jenis kelamin. Tabel 2. Deskripsi reponden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
F
% 51 10 61
83.6 16,4 100
Hasil Tahap Survey Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku Berisiko Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa responden termasuk dalam kelompok remaja berisiko. Hal ini sesuai dengan karakteristik populasi yang ditentukan. Adapun hasilnya dijabarkan pada tabel 3 sebagai berikut :
Disampaikan pada Temu Ilmiah dan Konferensi Ikatan Psikologi Sosial Himpsi, Grand Inna Bali 21-23 Januari 2015
3
Tabel 3. Identifikasi Perilaku berisiko remaja Perilaku Berisiko Perilaku Merokok Perilaku pengguna Napza Perilaku Seksual Perilaku Bullying
Total 48
JK LK (%) PR (%) 73,77 4,91
10
16,39
-
58
78,68
16,39
55
77,04
13,11
Hasil Tahap Eksperimen Deskripsi Responden Tahap Eksperimen Pada tahap pelaksanaan eksperimen jumlah responden 16 orang, laki-laki sebanyak 16 orang, serta perempuan sebanyak 0 orang. Tabel 4 akan mengurai responden berdasarkan jenis kelamin. Tabel 4. Deskripsi reponden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Frekuensi 16 0 16
% 100 0 100
Deskripsi Data Ekperimen Deskripsi data penelitian bertujuan untuk memberi gambaran mengenai keadaan distribusi skor skalapada kelompok subjek yang diberikan pengukuran, sehingga dapat berfungsi sebagai informasi mengenai keadaan subjek pada variabel yang diteliti. Berdasarkan data subjek penelitian diperoleh data yang terdapat pada tabel 5 : Tabel 5. Deskripsi Data Penelitian N 16
Min 37
Max 64
Mean 48.2500
SD 6.66833
Tabel 6. Kategori Skor Kelompok Eksperimen
Resiliensi
Deviasi Standar
Kategori
X = -1,5 SD -1,5 SD = X = -0,5 SD -0,5 SD = X = 0,5 SD 0,5 SD = X = 1,5 SD X = 1,5 SD
SR R S T ST
Jmh Subjek 0 4 8 3 1
Tabel 6 menunjukkan bahwa kategorisasi resiliensi subjek dengan kategori resiliensi sangat rendah tidak ada, subjek dengan kategori resiliensi rendah ada 4 orang subjek, subjek dengan kategori resiliensi sedang berjumlah 8 orang subjek, subjek dengan kategori resiliensi tinggi berjumlah 3 orang, untuk kategori resiliensi sangat tinggi ada 1 orang subjek. Hasil Uji Asumsi Uji normalitas dilakukan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS 16 for Windows. Kaidah uji normalitas dinyatakan normal jika probabilitas lebih besar atau sama dengan 0,05 (p > 0,05). Hasil Uji Normalitas dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini . Tabel 7. Uji Normalitas Variabel Resiliensi-pra Resiliensi-post
K-SZ 0.586 1.319
Sig 0.882 0.062
Ket Normal Normal
Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan hasil peneitian menunjukkan korelasi antara data pretest dan posttest. Diketahui korelasi sebesar 0.824 dengan signifikansi 0.000. Artinya ada hubungan yang signifikan antara kemampuan resiliensi sebelum dan sesudah diberikan terapi perilaku kognitif pada kelompok eksperimen. Pada kelompok kontrol menunjukkan korelasi antara data pretest dan posttest.
Disampaikan pada Temu Ilmiah dan Konferensi Ikatan Psikologi Sosial Himpsi, Grand Inna Bali 21-23 Januari 2015
4
Diketahui korelasi sebesar 0.214 dengan signifikansi 0.426. Artinya ada hubungan yang signifikan antara kemampuan resiliensi sebelum dan sesudah diberikan terapi perilaku kognitif pada kelompok kontrol. Pengujian paired sample t test, membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan resiliensi sebelum dengan sesudah dilakukan terapi perilaku kognitif dengan nilai p sebesar 0.009. Artinya terapi perilaku kognitif memiliki pengaruh dalam meningkatkan kemampuan resiliensi remaja berisiko. Berdasarkan pengujian analisis data pra dan post kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan resiliensi remaja sebelum dengan sesudah dilakukan terapi perilaku kognitif dengan nilai p sebesar 0.976. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis deskriptif diketahui bahwa perilaku berisiko remaja yang terjadi pada siswa subjek penelitian berada dalam beberapa bentuk yaitu perilaku bullying, perilaku merokok, perilaku penggunaan narkoba bahkan perilaku seksual. Diskusi terarah kelompok (FGD) dilakukan untuk mengurai interelasi faktor protektif dan faktor resiko pada remaja berisiko yang digambarkan pada gambar 1. Faktor resiko dan protektif memiliki aset perkembangan eksternal yang lebih dominan daripada aset internal. Lemahnya aset internal yang dimiliki oleh remaja berisiko berupa harga diri rendah, minat berprestasi rendah, pengabaian tugas sekolah. Faktor protektif juga menunjukkan aset eksternal yang dominan, tanpa ada perkembangan aset internal. Aset ekternal berupa peran orangtua dan peran orang dewasa/ guru/ tetangga/ teman sebaya, peraturan sekolah, aktivitas keagamaan, lama waktu di rumah. Hasil diskusi kelompok ini menunjukkan bahwa remaja berisiko
memiliki perkembangan aset internal yang lemah, dan sangat mengharapkan aset eksternal untuk menyangga, membantu, meringankan, bahkan mengurangi pengaruh dari resiko pada perilaku tersebut. Interelasi faktor resiko dan protektif yang muncul akan dijadikan bahan diskusi bagi terapis dalam penerapan teknik resktrukturisasi dan relaksasi. Pengaruh terapi Perilaku Kognitif terhadap resiliensi remaja berisiko Intervensi terapi perilaku kognitif untuk meningkatkan resiliensi dilakukan pada remaja yang telah diidentifikasi perilaku berisiko sebelumnya. 32 orang remaja berisiko dipilih dengan karakteristik tertentu, serta akan dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain eksperimen yang dilakukan true experimental pretest-postes control group design. Analisis data yang digunakan yaitu Paired Sample T Test. Hasil studi Saputra dan Shafira (2014) ini membuktikan bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan resiliensi sebelum dengan sesudah dilakukan terapi perilaku kognitif dengan nilai p sebesar 0.009. Berdasarkan pengujian analisis data pre dan post kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan resiliensi remaja sebelum dengan sesudah dilakukan terapi perilaku kognitif dengan nilai p sebesar 0.976. Secara empiris, remaja yang mengikuti proses restrukturisasi kognitif telah menunjukkan kemampuan untuk mengurai aset internal dan eksternal yang dimilikinya, serta mampu belajar untuk memperkuat dan mengembangkan aset tersebut. Adapun aset internal dan ekternal yang hadir saat proses terapi dijabarkan pada tabel 8. Aset-aset perkembangan yang hadir dalam proses restrukturisasi kognitif berbeda dengan hasil diskusi kelompok mengenai penjabaran faktor resiko dan faktor protektif (gambar 1). Aset-aset
Disampaikan pada Temu Ilmiah dan Konferensi Ikatan Psikologi Sosial Himpsi, Grand Inna Bali 21-23 Januari 2015
5
perkembangan yang muncul dalam proses terapi lebih memiliki proporsi yang setara/ sebanding dan memiliki jumlah total aset lebih dari 17 aset yaitu 19 aset perkembangan. Apabila dijabarkan menjadi faktor protektif bagi perilaku berisiko, tentu aset perkembangan yang diperoleh dari proses terapi akan lebih mampu mengurangi pengaruh dari resiko perilaku-perilaku yang dilakukan oleh remaja tersebut, karena kemungkinan berfungsinya faktor protektif lebih besar dibandingkan terjadi faktor resiko. Hal ini yang memudahkan remaja untuk mampu beradaptasi dan melawan dampak perilaku berisiko sesuai dengan yang diharapkan. Intervensi kognitif kurang mampu menahan tekanan langsung dari faktorfaktor resiko yang telah ada, untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengurangi ketegangan yang muncul disaat remaja berisiko berhadapan langsung dengan situasi/ kondisi yang menekan. Teknik relaksasi akan membantu remaja dalam meminimalisir dampak dari tekanan. Relaksasi otot yang diberikan kepada remaja berisiko diharapkan menjadi keterampilan dasar untuk lebih mampu secara mandiri, mengelola, mengontrol ketegangan untuk lebih rileks, sehingga restrukturisasi kognitif yang diberikan lebih menunjukkan hasil yang optimal. Remaja yang mampu mengelola ketegangan, umumnya akan lebih mudah memilih emosi dan tindakan yang tepat saat menghadapi faktor resiko. Kesimpulan Berdasarkan teori, dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Perilaku berisiko remaja yang terjadi dalam penelitian ini berupa perilaku bullying, perilaku merokok, perilaku penggunaan narkoba dan perilaku seksual 2. Terapi perilaku kognitif memberikan kontribusi dalam meningkatkan resiliensi remaja berisiko pada
3.
4.
kelompok eksperimen, dengan nilai p sebesar 0.009 . Remaja berisiko lebih terbuka dalam memberikan pengalaman mengenai faktor protektif dan resiko dalam sesi fokus group diskusi Aset perkembangan remaja berisiko pada kelompok ekperimen berkembang dibantu dengan keterampilan retrukturisasi kognitif yang diberikan dalam intervensi.
Saran 1.
2.
3.
Bagi pihak sekolah agar dapat bekerjasama dengan pihak terkait dalam menyusun kegiatan secara berkelanjutan dalam menekan perilaku berisiko yang terjadi pada remaja. Bagi subjek penelitian agar dapat meningkatkan kemampuan resiliensi dengan melakukan latihan sesuai dengan yang telah diberikan dalam penelitian ini Bagi peneliti lain, agar dapat melakukan pengembangan modul terapi perilaku kognitif berdasarkan hasil penelitian ini.
Daftar Pustaka Data Komisi Penanggulangan HIV-AIDS Dinkes Provinsi Jambi (2013) Data Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jambi Direktorat Reserse Narkoba (2013) Handerson, N. (2007). Resiliency and asset development : A continuum for youth success. In Book Resiliency in Action edited Handerson, N., Benard, B., Sharp-Light, N. Published Resiliensy In Action, Inc
Disampaikan pada Temu Ilmiah dan Konferensi Ikatan Psikologi Sosial Himpsi, Grand Inna Bali 21-23 Januari 2015
6
Healthy Community, healthy Youth : A National Initiative of Search Institute to Unite Communities for Childen and Adolescents. (2007). The Search Institute. In Book Resiliency in Action editorial Handerson, N., Benard, B., Sharp-Light, N. Published Resiliensy In Action, Inc
Rigby, K., (2002). New Prepectives of Bullying. London : Jessica Kingsley Publisehers Ltd.
MGDs News. 2008. Promoting MGDs and Human Development in Indonesia. http://www/Targetmdgs.org. Diunduh 4 Maret 2010
Yayasan Semai Jiwa Amini., (2008). Bullying : mengatasi kekerasan di Sekolah dan lingkungan disekitar anak. Jakarta : PT. Grasindo
Nursal, D. G. A. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murid SMU Negeri di Kota Padang tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat. II (2)
Seks Bebas Makin Marak. Tribun Jambi, 2013. Terbit hari Rabu, 06 Maret 2013
Prinstein, M.J., Meade, C. S., Cohen, G.L. (2003). Adolescent Oral Sex, Peer Popularity, and Perceptions of Best Friends’Sexual Behavior. Journal of Pediatric Psychology, vol 28 no 4 2003 243-249.
Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta : RajawalipressSmet, B (1994)., Psikologi Kesehatan. Jakarta : Gramedia Widiarsana Indonesia
Saputra (2012) Kebiasaan Buruk Merokok di Kalangan Pelajar (cover story). Jambi Independent, 2013. Terbit hari Kamis, 10 Oktober 2013
Tabel 8. Aset Perkembangan Remaja Berisiko Kelompok Ekperimen Eksternal Dukungan
Indikator Perilaku 1. Membangun hubungan postif dengan orang dewasa lainnya 2. Memulai mengenal situasi sekolah yang peduli Pemberdayaan 3. Peran dalam Masyarakat 4. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan rumah Batas dan Harapan 5. Model Peran Dewasa Lainnya 6. Pengaruh Positif teman sebaya 7. Harapan yang tinggi Waktu 8. Mencoba ikut Komunitas rohani 9. Waktu dirumah diperbanyak Internal Indikator Perilaku Komitmen pendidikan 10. Tugas sekolah dikerjakan 11. Keinginan untuk selalu masuk sekolah 12. Berniat untuk rajin membaca yang digemari Nilai 13. Peduli 14. Berusaha untuk jujur 15. Memunculkan rasa tanggung Jawab Kompetensi Sosial 16. Berusaha untuk memecahkan masalah dengan damai Identitas Positif 17. Mengoptimalkan Kontrol Diri 18. Meningkatkan Harga Diri 19. Memulai berpandangan positif mengenai masa depan Disampaikan pada Temu Ilmiah dan Konferensi Ikatan Psikologi Sosial Himpsi, Grand Inna Bali 21-23 Januari 2015
7
Gambar 1. Interelasi Faktor Resiko dan Faktor Protektif Remaja Berisiko
-
Faktor Resiko Kemiskinan Riwayat keluarga pengguna minum-minuman keras Harga diri rendah Minat berprestasi rendah Pengabaian tugas sekolah Konflik orangtua dan teman Komunikasi dengan orangtua rendah
-
Faktor Protektif Peran orang dewasa sekitar/ guru/ tetangga/ teman sebaya Peraturan sekolah Aktivitas keagamaan Lama waktu dirumah Peran Orangtua
-
Perilaku Berisiko Remaja Perilaku bullying Perilaku merokok Perilaku penyalahgunaan napza Perilaku seksual
-
Dampak/ Hasil Resiko Penyakit/ Kesakitan Isolasi Sosial dan Peran Sosial Pelanggaran aturan sekolah Kegagalan Sekolah/ Dropout Motivasi rendah Ketidakberdayaan/ skill kurang
Disampaikan pada Temu Ilmiah dan Konferensi Ikatan Psikologi Sosial Himpsi, Grand Inna Bali 21-23 Januari 2015
8