PENGARUH PARENTING STYLE TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DARI KELUARGA MISKIN Liza Yudhita Widyastuti Eko Handayani Sri Redatin R. Pudjiati
Fakultas Psikologi UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh parenting style terhadap resiliensi pada remaja dari keluarga miskin. Salah satu kemampuan yang dibutuhkan agar remaja miskin mampu menghadapi dan mengatasi dampak kemiskinan tersebut adalah resiliensi (Grotberg, 1995). Terdapat 213 remaja dari keluarga miskin yang terlibat sebagai partisipan penelitian. Mereka mengisi kuesioner parenting style yang dikembangkan oleh Lamborn et.al (1991) yaitu Parenting Style Questionnaire (PSQ). Sedangkan resiliensi diukur dengan menggunakan alat ukur Resilience Scale 14 item (RS-14) yang dikembangkan oleh Wagnild dan Young (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh parenting style yang signifikan terhadap resiliensi (Beta 0.293, sig. (p) = 0.000). Selain itu, melalui analisis tambahan, terdapat perbedaan mean parenting style yang signifikan pada jenis kelamin partisipan dan juga pada pekerjaan ibu. Hal ini berarti jenis kelamin anak dan lingkungan pekerjaan ibu memberikan perbedaan pada parenting style. Untuk mengoptimalisasi parenting style dan resiliensi, pemberian psikoedukasi diprioritaskan pada ibu yang memiliki latar belakang rendah dan lingkungan pekerjaan menekan. This study was conducted to see the effect of parenting style on adolescents’ resilience of poor families. One of the capabilities needed for poor youth to face and overcome the impact of poverty is the resilience (Grotberg, 1995). There are 213 teenagers from poor families are involved as research participants. They filled out questionnaires that parenting style was developed by Lamborn et.al (1991) that is Parenting Style Questionnaire (PSQ). While resilience is measured by using a 14 gauge item Resilience Scale (RS-14) developed by Wagnild and Young (2009). The results showed that there was a significant effect of parenting style on resilience (Beta 0.293, sig. (P) = 0.000). In addition, through additional analysis, the mean differences in parenting style significant gender participants and also the mother's occupation. This meant sex and mother work environment makes a difference in parenting style. To optimize parenting styles and resilience, giving priority psychoeducation in women who have a background of low and push the work environment. Keyword: Adolescents; parenting style; poverty; resilience.
1 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
LATAR BELAKANG Penduduk miskin di Indonesia sudah mencapai 11,96 persen atau 29,13 juta orang (BPS, 2012). Dari sekian banyak penduduk miskin tersebut, remaja-remaja yang berisiko miskin akan dilahirkan. Di Indonesia, terdapat salah satu contoh remaja miskin yang berhasil menghadapi kemiskinan dan kesulitan hidupnya yaitu Hadi Susanto. Hadi adalah remaja dari keluarga miskin yang sempat tidak ingin melanjutkan pendidikan karena keadaan finansial keluarganya memburuk. Dalam keadaan terpuruk, orang tua Hadi tetap bertekad untuk menyekolahkannya. Pada akhirnya, ia lulus dengan gelar Mahasiswa Berprestasi Utama ITB, meraih ‘Ganesha Prize’ atas skripsinya, mendapat pendidikan S2, S3, dan post-doctoral di luar negeri, serta menjadi dosen di University of Nottingham, Inggris (Sanusi, 2010). Dari kisah Hadi, diketahui bahwa remaja miskin dapat berkembang membangun masa depan. Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2012), remaja merupakan masa transisi antara anak-anak dan dewasa. Di usianya, remaja membentuk kemandirian dan menentukan arah hidup. Setiap lingkungan kehidupan di sekitarnya memengaruhi perkembangan remaja tersebut (Erikson dalam Papalia, Olds & Feldman, 2012). Remaja juga mulai mengeksplorasi, membangun minat, dan merencanakan masa depannya ketika mereka berusia 15-19 tahun (remaja akhir) (Brooks, 2011). Faktanya, remaja dari keluarga miskin memiliki pengalaman hidup yang berbeda dari remaja pada umumnya. Mereka memiliki kesulitan dalam mengakses pendidikan, kemampuan untuk bekerja dengan pendapatan layak minim, dan kesempatan yang dimiliki terbatas. Sebagian dari mereka tanpa harapan, terabaikan, dan terpapar oleh kekerasan. Semua hal tersebut tidak mendukung mereka untuk berkesempatan memiliki masa depan yang lebih baik (Swanson & Spencer, 1991). Kemiskinan yang dialami oleh remaja dapat berdampak pada kesempatan yang minim untuk mendapatkan pendidikan di rumah, timbulnya konflik di rumah karena tekanan ekonomi, hubungan orang tua dan anak yang rendah, kehangatan antara orang tua dan anak yang kurang, kualitas parenting yang buruk, serta lingkungan tetangga dan sekolah yang tidak mendukung (Duncan & Brooks-Gunn, 2000). Selain itu, kemiskinan juga berdampak pada buruknya hubungan pernikahan orangtua, serta konflik orang tua dan anak mengenai keuangan. Orang tua menjadi mudah tersinggung dan dapat memengaruhi kualitas parenting mereka, ikatan emosional orang tua dengan anak menjadi kurang, parenting dilakukan dengan tidak intens, dan tidak konsisten dalam menerapkan kedisiplinan pada anak. Dapat 2 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
disimpulkan bahwa kemiskinan memberikan banyak pengaruh negatif pada diri remaja, keluarga, dan juga parenting orang tua (McLoyd, 1990). Menurut Brooks (2011), parenting ialah proses memelihara, memandu, melindungi, membentuk hubungan yang hangat, dan juga memberikan batasan-batasan aturan. Pada konteks parenting terdapat suatu istilah yaitu parenting style. Parenting style terbagi menjadi empat jenis, yaitu authoritative, authoritarian, permissive, dan uninvolved (Maccoby & Martin, 1983). Parenting style merupakan sejumlah perilaku orangtua yang membentuk iklim emosional dalam membesarkan anak-anaknya (Darling & Steinberg, 1993). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan pada 235 mahasiswa perempuan dan 115 mahasiswa laki-laki di Iran, Zakeri, Jowkar, dan Razmjoee (2010) menyatakan bahwa parenting style yang memiliki karakteristik hangat, mendukung, dan child-centred berhubungan dengan perkembangan resiliensi yang menjadi faktor protektif dalam mengatasi masalah. Berkaitan dengan parenting style, Ritter (2005) melakukan penelitian pada kelompok kaukasoid (kulit putih) dan menyatakan bahwa authoritative berhubungan positif dengan tingkat resiliensi, sedangkan authoritarian dan permissive parenting style berhubungan dengan rendahnya tingkat resiliensi. Menurut Wagnild dan Young (1993), resiliensi adalah suatu kekuatan dalam diri individu agar mampu beradaptasi terhadap kondisi sulit atau ketidakberuntungan yang ia hadapi. Resiliensi merupakan kapasitas yang dibutuhkan individu untuk memperkuat diri, menghadapi, dan mengatasi kesulitan yang dialami. Reivich dan Shatte (2003) menyatakan bahwa individu resilien memiliki optimisme bahwa keadaan yang akan datang dapat menjadi lebih baik dari keadaan sulit saat ini, lebih merasa mampu dan yakin dapat menghadapi tekanan, lebih yakin pada diri mereka yang memiliki kontrol atas keadaan, menjadi tertantang mendapatkan pembelajaran baru, dan lebih memahami hidup yang sebenarnya. Mereka yang memiliki resiliensi tinggi dapat memiliki masa depan lebih baik (Seginer, 2008). Werner dan Smith (1982) menyatakan bahwa resiliensi dipengaruhi oleh faktor risiko dan faktor protektif. Menurut Jaffe (1998), keluarga dapat menjadi faktor risiko yang membuat resiliensi rendah. Remaja yang tumbuh di lingkungan keluarga berisiko, seperti miskin, cenderung memiliki masalah sosial dan emosional yang serius, sehingga sulit menghadapi tekanan yang muncul. Kemiskinan yang merupakan faktor risiko juga berdampak pada buruknya parenting dan hubungan orang tua dengan anak (McLoyd, 1990). Berdasarkan fakta, ternyata terdapat remaja miskin yang resilien. Peneliti menilai bahwa Indonesia membutuhkan remaja yang resilien seperti Hadi. Mereka harus mampu bertahan menghadapi kemiskinan dan segala dampaknya. Mereka 3 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
kemudian akan dewasa dan memiliki keluarga. Salah satu faktor yang menentukan resiliensi yaitu keluarga (Benard, 1991). Di usianya, remaja tetap membutuhkan dukungan positif dari keluarganya (Brooks, 1999). Di dalam keluarga, tidak terlepas peran orang tua terhadap anaknya (Gunarsa & Gunarsa, 2008). Parenting style termasuk di dalamnya. Jika remaja saat ini tidak cukup resilien menghadapi kemiskinan, mereka akan terkena dampak negatifnya dan akan berdampak kepada anak-anak dan keluarganya di kemudian hari. Walaupun Ritter (2005) serta Zakeri, Jowkar, dan Razmjoee (2010) telah menemukan bahwa authoritative parenting style memiliki hubungan signifikan dengan perkembangan resiliensi, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan karena parenting style dipengaruhi oleh status sosial ekonomi (Martin & Colbert, 1997) dan budaya masing-masing (Leyendecker, Harwood, Comparini, & Yalcinkaya, 2005). Berdasarkan perbandingan parenting yang terjadi pada kelompok etnis Asia dan Eropa yang ada di Amerika, diketahui bahwa ibu Asia cenderung memiliki kesadaran empati yang rendah terhadap kebutuhan anak-anaknya dibandingkan dengan ibu Eropa. Ibu Asia juga memiliki harapan yang kurang tepat dan lebih banyak menggunakan hukuman fisik pada anak dibandingkan dengan ibu Eropa (Leyendecker et. al, 2005). Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan parenting berdasarkan latar belakang budaya. Oleh karena itu, penting untuk diketahui mengenai resiliensi dan parenting style remaja dari keluarga miskin di Indonesia. Berdasarkan alasan tersebut, peneliti melakukan penelitian “Pengaruh parenting style terhadap resiliensi remaja dari keluarga miskin”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh parenting style terhadap resiliensi pada remaja dari keluarga miskin. TINJAUAN TEORITIS Resiliensi Resiliensi adalah suatu kekuatan dalam diri individu agar mampu beradaptasi terhadap kondisi sulit atau ketidakberuntungan (Wagnild dan Young, 1993). Terdapat lima karakteristik resiliensi yaitu meaningful life (purpose), perseverance, self reliance, equanimity, dan coming home to yourself (existensial aloneless) (Wagnild, 2010). Meaningful life (purpose) menjelaskan bahwa tujuan hidup membuat seseorang mampu memaksakan diri untuk bangkit. Perseverance merupakan kemampuan individu untuk mencegah kegagalan berikutnya dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya. Self reliance merupakan kepercayaan pada diri sendiri terhadap kapabilitas ataupun keterbatasan yang dimiliki. Equanimity adalah kemampuan untuk menyeimbangkan hidup. Coming home to yourself 4 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
(existensial aloneless) menjelaskan mengenai seorang resilien mampu menikmati hidup dengan dirinya sendiri. Perkembangan resiliensi merupakan proses dinamis yang dipengaruhi oleh interaksi kepribadian seseorang dengan lingkungannya secara timbal balik. Resiliensi yang dihasilkan ditentukan oleh keseimbangan antara faktor protektif dan faktor risiko (Werner & Smith, 1982). Menurut Benard (1991), faktor risiko dan protektif berasal dari area individu, kondisi keluarga, sekolah, atau komunitas. Faktor protektif merupakan karakteristik yang meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi tantangan hidupnya dengan baik. Keluarga, sekolah, atau komunitas yang merupakan faktor protektif bersifat memiliki caring relationship, high expectation (ekspektasi jelas dan positif), dan juga membuka kesempatan individu untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Salah satu contoh faktor protektif pada remaja yaitu orang tua yang terus memberikan dukungan untuk mengembangkan kompetensi anak dan tetap mengawasi anak sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Sebaliknya, faktor risiko merupakan karakteristik yang meningkatkan kecenderungan seseorang melakukan perilaku tidak sehat (seperti penggunaan alkohol, kekerasan, atau bunuh diri). Lingkungan keluarga, sekolah, atau komunitas dapat menjadi faktor risiko jika penuh dengan konflik, tidak memiliki caring relationship, ekspektasi jelas dan positif, serta tidak membuka kesempatan individu untuk berpartisipasi dan berkontribusi (Benard, 1991). Terkait lingkungan keluarga, menurut Jaffe (1998), keluarga dapat menjadi faktor risiko. Di dalam keluarga, rendahnya hubungan orang tua dengan anak dan kesempatan berpartisipasi di dalam keluarga menyebabkan besarnya faktor risiko yang dihasilkan. Salah satu contoh faktor risiko pada remaja yaitu konflik yang terjadi di dalam keluarga karena finansial yang kurang (McLoyd, 1990). Menurut Masten dan Coatsworth (dalam Underwood & Rosen, 2011), remaja yang resilien memiliki karakteristik tertentu berdasarkan ranah individu, keluarga, dan lingkungan. Remaja resilien memiliki kecerdasan yang membantunya mengurangi tekanan, memiliki sifat yang menarik, supel, easygoing,memiliki self-efficacy, self-confidence, dan self-esteem yang tinggi, memiliki bakat yang membantunya keluar dari kesulitan, memiliki keyakinan kepada Tuhan. Ciri keluarga yang dapat menjadi sumber resiliensi yaitu remaja memiliki hubungan yang dekat dengan figur orang tua yang perhatian, orang tua menerapkan authoritative parenting style, memiliki kondisi sosial ekonomi yang mencukupi, dan memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan keluarga besar. Remaja resilien memiliki keterlibatan dengan kelompok sosial yang mendukung dirinya di luar keluarga. Selain itu, mereka mendapatkan dukungan dari lingkungan sekolah. 5 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
Parenting Style Parenting style sebagai sejumlah perilaku orangtua yang membentuk iklim emosional dalam membesarkan anak-anaknya (Darling dan Steinberg, 1993). Parenting style terdiri dari dua dimensi, yakni demandingness dan responsiveness (Baumrind, 1966). Demandingness mengacu pada upaya orangtua untuk mengintegrasikan anak-anaknya ke dalam keluarga melalui tuntutan kedewasaan, tanggung jawab, pengawasan, kedisiplinan, dan keinginan untuk menangani perilaku bermasalah anak. Responsiveness mengacu pada cara orangtua meningkatkan potensi individu, kemampuan regulasi diri, merespon atau mendukung kebutuhan dan keinginan anak-anak mereka. Kedua dimensi ini kemudian saling dikombinasikan dan digunakan untuk menentukan jenis parenting style tertentu. Baumrind (1966) membagi parenting style menjadi tiga yakni authoritative, authoritarian, dan permissive. Parenting style Baumrind tersebut dikritik oleh Maccoby dan Martin karena masih ada jenis parenting style lainnya di kehidupan (Darling, 1999). Maccoby dan Martin (1983) kemudian mengembangkan lagi dan menambahkan uninvolved parenting style, sehingga terdapat empat parenting style berdasarkan dimensi responsiveness dan demandingness. Tabel 1
Responsiveness Tinggi Responsiveness Rendah
Pengelompokan Jenis Parenting Style Demandingness Tinggi
Demandingness Rendah
Authoritative Authoritarian
Permissive Uninvolved
Tabel 1 menjelaskan parenting styles menurut Maccoby dan Martin (1983). Perpaduan tinggi atau rendahnya dimensi responsiveness dan demandingness menentukan jenis parenting style yang terbagi menjadi authoritative, permissive, authoritarian, dan uninvolved. Berikut merupakan karakteristik orang tua dan karakteristik anak yang dihasilkan dari setiap jenis parenting style. 1.
Authoritative Orang tua yang authoritative mengharapkan perilaku bertanggung jawab dari anak-
anaknya, menentukan peraturan yang jelas dan bisa dipatuhi oleh anak, memberikan instruksi dan sanksi hanya pada keadaan yang penting seperti ketika anak melakukan kesalahan yang secara jelas dilakukannya, dan memberikan penjelasan mengenai alasan pentingnya peraturan harus dipatuhi (Pruitt dalam Douglas, 2011). Authoritative parenting style cenderung akan
6 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
menghasilkan anak yang bahagia, merasa mampu melakukan sesuatu, dan sukses (Maccoby, 1992). 2.
Aunthoritarian Orang tua yang authoritarian mengontrol perilaku dan sikap anak dengan
menekankan pada pentingnya kepatuhan terhadap otoritas (Pruitt dalam Douglas, 2011). Mereka juga membatasi kebebasan dan memaksa anak-anaknya untuk mengikuti sejumlah peraturan ketat yang telah ditetapkan, serta mengancam mereka dengan hukuman yang keras jika anak melanggarnya (Maccoby, 1992). Authoritarian parenting style cenderung akan menghasilkan anak yang lebih patuh, namun memiliki tingkat kebahagiaan, kompetensi, dan self esteem yang rendah dibandingkan dengan anak-anak dari authoritative parenting style (Maccoby, 1992). 3.
Permissive Orang tua yang permissive bersifat responsif terhadap anak, namun tidak membatasi
perilaku anak (Viktor & Fow dalam Douglas, 2011). Mereka juga mengabaikan perilaku menyimpang anak dan tidak memberikan hukuman atau konsekuensi jika anak melakukan kesalahan (Wang, 2006). Permissive parenting style cenderung akan menghasilkan anak yang memiliki tingkat kebahagiaan dan tingkat regulasi yang rendah. Mereka sering membuat permasalahan dengan pihak otoritas dan juga cenderung memiliki performa buruk di sekolah (Darling, 1999). 4.
Uninvolved Orang tua yang uninvolved tidak dekat dengan anak serta kurang responsif terhadap
kebutuhan dan perilaku anak (Baumrind dalam Douglas, 2011). Keberadaan mereka tidak terasa pada anak (Leung & Kwan dalam Douglas, 2011). Mereka gagal dalam mendekatkan diri, mengontrol, dan mendukung regulasi diri anak, serta hanya menyediakan kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian, namun tidak peduli terhadap opini, perasaan, dan keinginan anak (Wang, 2006). Uninvolved parenting style cenderung akan menghasilkan anak yang rendah di semua domain kehidupan, memiliki kontrol diri yang kurang, self-esteem yang rendah, dan kompetensi yang kurang bila dibandingkan dengan teman-temannya (Darling, 1999). Menurut Martin dan Colbert (1997), parenting merupakan suatu hal yang lebih kompleks dibandingkan apa yang terlihat. Karakteristik orangtua, karakteristik anak, serta konteks pengasuhan menentukan bagaimana mereka akan berinteraksi satu sama lain. Ketiga hal ini memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap parenting. Karakteristik orangtua meliputi kepribadian, sejarah perkembangan, keyakinan, pengetahuan, 7 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
dan gender orangtua. Karakteristik anak meliputi temperamen, gender, kemampuan, dan usia. Konteks pengasuhan termasuk faktor yang memengaruhi parenting karena perkembangan orangtua dan anak dipengaruhi oleh konteks yang terdiri dari hubungan dengan orang lain, setting, dan nilai budaya. Berikut ini akan dijelaskan lebih lengkap mengenai konteks pengasuhan. Remaja dari keluarga miskin Remaja merupakan transisi perkembangan antara anak-anak dan dewasa yang umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Papalia, Olds, Feldman, 2012). Terdapat dua kelompok usia remaja yakni remaja awal (11-15 tahun) dan remaja akhir (15-19 tahun) (Brooks, 2011). Menurut Brooks (2011), terdapat perkembangan yang berbeda antara usia remaja awal dan usia remaja akhir. Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan partisipan yang berasal dari kelompok usia remaja akhir (15-19 tahun). Remaja akhir telah mampu memahami orang lain dengan lebih baik, merasa lebih mandiri, berpikir lebih abstrak, dapat berpikir mengenai pilihan dan kemungkinan yang lebih banyak, mampu mengintrospeksi dirinya dengan lebih baik, dan membutuhkan dukungan positif dari keluarga dan kelompok. Di usia remaja akhir, kelompok pertemanan merupakan sumber dukungan dan kesenangan hidup utama, namun perselisihan mungkin saja terjadi. Mereka juga dinilai loyal terhadap teman-temannya. Di usianya, remaja akhir menyukai aktivitas sekolah karena dapat berpartisipasi aktif di dalam diskusi ataupun organisasi. Menurut Santrock (2005), remaja akhir merupakan tahap seorang individu mempersiapkan kedewasaan. Mereka mulai memiliki stabilitas emosional yang lebih baik dari sebelumnya, mulai menentukan masa depannya, dan menjalin hubungan yang serius. Galinsky (dalam Martin & Colbert, 1997) menyatakan bahwa parenting pada usia remaja ada di tahap interdependent. Orangtua pada remaja akhir tetap terus memantau, mengawasi, menegakkan peraturan di samping memberikan dukungan dan menerima individualitas anaknya, memberikan konsultasi dan informasi faktual terkait topik yang penting bagi remaja, dan memberikan kekuatan yang lebih pada remaja untuk pembuatan keputusan, sehingga mereka dapat lebih memimpin dirinya sendiri dalam konteks hubungan keluarga yang hangat (Brooks, 2011). Menurut Duvall dan Miller (1985), dalam menghadapi remaja, para orang tua mengalami berbagai dilema yaitu memberikan kontrol ketat versus memberikan kebebasan pada remaja, memegang tanggung jawab versus memberikan tanggung jawab kepada remaja, mendukung aktivitas sosial versus mendukung akademik remaja, menginginkan perubahan 8 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
versus menginginkan kestabilan pada keluarga dan remaja, melakukan komunikasi terbuka dengan kritik langsung versus menghargai dengan tenang dan damai. Berkaitan dengan partisipan penelitian yang merupakan remaja miskin, konsep kemiskinan yang dipakai ialah konsep yang digunakan oleh BPS (2012), yakni konsep kemampuan kebutuhan dasar (basic need approach). Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Berdasarkan konsep ini, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Di Jakarta penduduk yang memiliki pengeluaran di bawah Rp 379.052 perkapita perbulan dapat dikatakan sebagai penduduk miskin (BPS, 2012). Kemiskinan berdampak pada kondisi rumah tangga yang memprihatinkan (Lewis dalam Pratt-Ronco, 2009). Kemiskinan juga berdampak pada stress keluarga yang dapat memengaruhi perkembangan anak (Conger dalam Pratt-Ronco, 2009). Duncan dan BrooksGunn (2000) menyatakan bahwa dampak kemiskinan yaitu kurangnya kehangatan antara orangtua dan anak, kurangnya kesempatan dalam pendidikan di rumah, rendahnya kualitas pengasuhan anak ketika di luar rumah, tekanan ekonomi yang membuat konflik di rumah, rendahnya kesehatan fisik dan mental orangtua serta hubungan mereka dengan anak, dan buruknya lingkungan tetangga maupun sekolah. Selain itu, McLoyd (1990) juga menyebutkan beberapa dampak negatif kemiskinan lainnya, yaitu munculnya perasaan depresi ayah dan ibu, buruknya hubungan pernikahan orangtua, konflik orangtua dan anak seputar keuangan, dan orangtua kurang mengasuh dan kurang konsisten terhadap kedisiplinan dalam pengasuhan anaknya. Menurut Markum (2009), kemiskinan terjadi dari faktor individu dan juga lingkungan sekitarnya. Kemiskinan tidak hanya berbicara mengenai ekonomi, namun juga mengenai mentalitas individu dalam menghadapi kemiskinan. Individu yang miskin harus memiliki keyakinan dapat melakukan sesuatu dan harga diri. Mereka juga diharapkan menjadi tahan banting dan dapat bangkit kembali. Untuk dapat keluar dari hambatan tersebut dan mampu bangkit dari jebakan dampak kemiskinan, remaja miskin membutuhkan adanya resiliensi di dalam dirinya. Pada sub bahasan selanjutnya akan diuraikan dinamika alur berpikir antara parenting tyle dan resiliensi pada remaja dari keluarga miskin METODE PENELITIAN Desain penelitian
9 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
Penelitian ini bersifat kuantitatif karena berdasarkan pada pengukuran variabelvariabel tertentu untuk mendapatkan skornya yang kemudian dianalisis dan diinterpretasi secara statistik (Gravetter & Forzano, 2009). Berdasarkan tujuannya, penelitian ini bersifat eksplanatori. Berdasarkan jumlah pertemuan dengan number of contacts, penelitian ini termasuk cross-sectional studies/one-shot studies. Berdasarkan reference period, penelitian ini merupakan retrospective study design. Berdasarkan nature of investigation, penelitian ini merupakan penelitian non-experimental (Kumar, 2010). Partisipan Penelitian Partisipan dari penelitian ini adalah 213 remaja akhir (remaja usia 15-19 tahun) di sekitar DKI Jakarta, berasal dari keluarga miskin dengan garis kemiskinan di Jakarta (pengeluaran kurang dari Rp 379.052,00 perkapita perbulan), dan masih duduk di bangku sekolah. Teknik pengambilan sampel Di dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan non-random/nonprobability. Desain non-random/non-probability yang digunakan adalah accidental sampling karena metode ini memberikan akses pengambilan data yang lebih mudah (Kumar, 2010). Pemilihan desain dan metode tersebut didasari oleh kesulitan peneliti dalam mengidentifikasi pengeluaran keluarga perkapita perbulan sebagaimana karakteristik partisipan. Setelah data terkumpul, peneliti memilih partisipan yang sesuai dengan karakteristik tersebut. Instrumen penelitian Penelitian ini menggunakan alat ukur resiliensi RS-14 yang versi aslinya dikembangkan oleh Wagnild dan Young (2009). Alat ukur RS-14 memiliki 2 subfaktor pada 14 itemnya, yaitu faktor kemampuan diri (personal competence) dan faktor penerimaan diri (acceptance of self and life) yang masing-masing memiliki karakteristik resiliensi dan akan diwujudkan dalam item-item alat ukur. Karakteristik yang diukur dari faktor kemampuan diri ialah self-reliance dan
perseverance, sedangkan karakteristik yang diukur dari faktor
penerimaan diri ialah meaningfulness, equanimity, dan existential aloneness. Pembagiannya dapat dilihat dalam tabel kisi-kisi berikut ini Tabel 2
Kisi-kisi Alat Ukur RS-14
Subfaktor Kemampuan Diri (Personal Competence)
Komponen
Item ke-
Self-reliance
1, 2, 6
Perseverance
7, 8, 9
10 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
Penerimaan Diri dan Hidup (Acceptance of self and life)
Meaningfulness
5, 11, 12, 14
Equanimity
3, 4
Existensial aloneness
10, 3
Alat ukur ini menggunakan skala kontinum 1 sampai dengan 7 yang menyatakan sikap “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju” di setiap itemnya untuk mengetahui intensitas respon dari partisipan sebagaimana versi Wagnild dan Young (2009). Untuk individu yang menjawab “sangat tidak setuju” atau “1” akan mendapatkan skor 1, sedangkan individu yang menjawab “sangat setuju” atau “7” akan mendapatkan skor 7. Kemudian skor setiap item dijumlah dan akan didapatkan skor total. Penjelasan mengenai kategori skor resiliensi dapat dilihat dalam tabel berikut Tabel 3
Kategorisasi Skor Total Alat Ukur RS-14
Kategori Resiliensi Sangat tinggi Tinggi Rata-rata Rendah Sangat rendah
Rentang Skor Total > 90 81-90 71-80 61-70 ≤ 60
Pada penelitian ini, peneliti melakukan penyesuaian bahasa untuk remaja akhir dari keluarga miskin yang mayoritas berada pada level SMA. Kemudian peneliti melakukan uji keterbacaan dan uji coba. Berdasarkan hasil uji coba, RS-14 memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0.914 yang berarti alat ukur ini memiliki reliabilitas yang sangat baik dalam mengukur resiliensi. Nilai corrected item-total correlation dari tiap item RS-14 lebih dari 0.2 yang berarti mampu mengukur konstruk resiliensi dengan baik (valid). Berdasarkan pengujian statistika tersebut, alat ukur RS-14 layak untuk digunakan dalam penelitian. Untuk alat ukur parenting style, peneliti menggunakan PSQ yang versi aslinya dikembangkan oleh Lamborn, et. al (1991). Sama seperti alat ukur PSQ versi asli, alat ukur penelitian ini akan mengukur sikap anak terhadap ayah, ibu, dan kedua orangtuanya secara umum berdasarkan dimensi responsiveness dan demandingness. Sikap anak terhadap ayah, ibu, dan kedua orangtua dibuatkan itemnya masing-masing secara terpisah karena ada kemungkinan perbedaan sikap anak ketika ayah dan ibunya melakukan pengasuhan sendirian dan orangtuanya ketika melakukan pengasuhan secara bersama-sama.
11 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
Item dalam alat ukur memiliki bentuk respon “Benar-Salah”, “Ya-Tidak”, kontinum yang menunjukkan sikap partisipan, dan pilihan ganda. Perbedaan bentuk respon disesuaikan dengan konten dari setiap itemnya. Alat ukur PSQ memiliki total item sebanyak 24 item dan terbagi ke dalam tiga sub-bagian. Sub-bagian pertama terdapat bentuk respon “Benar-Salah” sebanyak lima item untuk stimulus ibu dan lima item untuk stimulus ayah, serta satu item untuk stimulus orangtua dengan bentuk respon “Ya-Tidak”. Pada sub-bagian kedua terdapat bentuk respon kontinum dari sikap “tidak pernah” hingga “selalu”, “tahu banyak” hingga “tidak tahu apa-apa”, “tidak pernah mencoba” hingga “selalu mencoba”, dan “tidak tahu” hingga “sangat tahu”. Di sub-bagian ketiga, terdapat dua item dengan bentuk respon kontinum dari jawaban “hampir setiap hari” hingga “hampir tidak pernah” dan dua item dengan bentuk respon pilihan ganda. Tabel 4 Dimensi
Responsiveness
Demandingness
Kisi-kisi Alat Ukur PSQ Indikator
Item
Keterlibatan orangtua dalam kegiatan anak
Benar-Salah: 2,3,4,7,8,9,10
Cognitive responsiveness
Benar-Salah: 5, 10
Kehangatan
Likert: 11,14, 15
Attachment
Benar-Salah: 1, 6
Pengetahuan orangtua tentang kegiatan anak
Likert: 3, 7, 8, 9
Pengawasan terhadap kegiatan anak
Likert: 4, 5, 6
Pendisiplinan anak
Pilihan Ganda: 1, 2
Likert: 12
Dimensi responsiveness terbagi ke dalam beberapa indikator yakni attachment, keterlibatan orangtua dalam kegiatan anak, cognitive responsiveness, dan kehangatan (Lamborn, et al., 1991) yang diturunkan pada sikap anak terhadap ayah, ibu, dan kedua orangtuanya. Indikator “attachment” diukur dengan menggunakan item dalam bentuk jawaban “ya” atau “tidak”, indikator “keterlibatan orangtua dalam kegiatan anak” diukur dengan menggunakan item dalam bentuk jawaban “ya” atau “tidak”, indikator “cognitive responsiveness” diukur dengan menggunakan item dalam bentuk jawaban “ya” atau “tidak”, 12 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
dan indikator “kehangatan” diukur dengan menggunakan item dalam bentuk
jawaban
kontinum. Dimensi demandingness terbagi ke dalam beberapa indikator yakni pengetahuan orangtua tentang kegiatan anak, pengawasan terhadap kegiatan anak, dan pendisiplinan anak (Lamborn, et al., 1991). Indikator “pengetahuan orangtua tentang kegiatan anak” diukur dengan menggunakan item dalam bentuk jawaban “ya” atau “tidak”, indikator “pengawasan terhadap kegiatan anak” diukur dengan menggunakan item dalam bentuk jawaban komtinum, dan indikator “pendisiplinan anak” menggunakan pilihan ganda dengan tujuan untuk mengecek konsistensi jawaban dari partisipan terkait demandingness orangtua dan menghindari jawaban yang dibuat-buat serta tidak jujur. Skor
pada
dimensi
responsiveness
dan
demandingness
tersebut
kemudian
dijumlahkan. Pada dimensi responsiveness, skor yang akan didapatkan berkisar antara 0-22 dan pada dimensi demandingness, skor yang akan didapatkan berkisar antara 0-13. Kedua skor yang didapatkan ini kemudian dibagi menjadi dua dengan median sebagai nilai tengah. Rentang yang akan didapatkan sebagai berikut Tabel 5
Cara Penghitungan Skor Parenting Style Responsiveness
Demandingness
Rendah
0-11
0-6
Tinggi
12-22
7-13
Dimensi responsiveness dan demandingness dikombinasikan berdasarkan kelompok skornya. Dari kombinasi kedua dimensi tersebut, terdapat empat jenis parenting style sebagai berikut Tabel 6
Kategorisasi Skor Parenting Style Responsiveness
Demandingness
Tinggi
Tinggi Authoritative
Rendah Authoritarian
Rendah
Permissive
Uninvolved
Untuk menyesuaikan dengan karakteristik partisipan penelitian, peneliti melakukan penyesuaian konteks pada alat ukur PSQ. Dari hasil uji coba, peneliti mendapatkan koefisien reliabilitas responsiveness sebesar 0.694 dan koefisien reliabilitas demandingness sebesar 0.844. Koefisien reliabilitas sudah baik karena memenuhi syarat yakni melewati batas 0.5 sampai 0.6 (Kerlinger & Lee, 2000). Pada uji coba ini, terdapat empat item yang memiliki nilai corrected item total correlation sebesar atau kurang dari 0.2. Alat ukur yang baik 13 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
memiliki indeks validitas lebih dari 0.2 (Aiken & Groth-Marnat, 2006). Hal tersebut dapat dilihat pada corrected item total correlation. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa empat item tersebut tidak valid dalam mengukur dimensi responsiveness. Peneliti kemudian melakukan uji coba kedua. Pada uji coba kedua, koefisien reliabilitas responsiveness sebesar 0.573. Pada uji coba ini terdapat enam item yang memiliki nilai corrected item total correlation yang kurang dari 0.2., sehingga keenam item ini tidak valid dalam mengukur dimensi responsiveness. Untuk mencapai indeks validitas di atas 0.2, item 4, item 7, item 8, item 9, item 10, dan item 12 perlu dilakukan revisi atau penyesuaian kembali. Setelah revisi item, peneliti melakukan uji coba ketiga. Pada uji coba ketiga, koefisien reliabilitas dimensi responsiveness sebesar 0.676 dan koefisien reliabilitas dimensi demandingness sebesar 0.801 yang menunjukkan alat ukur ini reliabel. Alat ukur parenting style yang diujicobakan kembali memiliki validitas setiap item di atas 0.2, namun sebanyak 4 item masih di bawah 0.2. Oleh karena itu, kemudian peneliti merevisi beberapa item yang kurang baik tersebut, dan melakukan uji keterbacaan pada kelompok yang memiliki karakteristik sama dengan partisipan penelitian. Teknik pengolahan dan analisis data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1.
Statistik Deskriptif Metode ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum variabel parenting style dan resiliensi, nilai rata-rata (mean), skor yang diperoleh partisipan, serta data demografis partisipan.
2.
Simple Linear Regression Simple linear regression merupakan metode yang digunakan untuk memprediksi proporsi nilai suatu variabel terhadap variabel lainnya dengan menggunakan dua variabel untuk analisis (Gravetter & Wallnau, 2006).
3.
Independent T-Test dan One-Way Anova Independent T-Test dan Analysis of variance (ANOVA) merupakan pengujian analisis tambahan yang digunakan untuk menguji mean differences antara dua atau lebih perlakuan
ataupun
kelompok.
Independent
T-Test
dapat
digunakan
untuk
membandingkan dua kelompok/kategoriyang berbeda pada suatu kondisi ataupun populasi (Pallant, 2007), sedangkan ANOVA dapat membandingkan dua atau lebih kelompok yang ada di dalam penelitian (Gravetter & Wallnau, 2006). 3.
Komparasi Mean 14 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
Peneliti juga membutuhkan gambaran komparasi mean sederhana untuk melihat signifikansi dari perbedaan beberapa kelompok. Dari gambaran komparasi mean tersebut, peneliti juga dapat melihat besar perbedaan yang terjadi pada beberapa kategori/kelompok. HASIL PENELITIAN Deskripsi Statistik Tabel 6
Total Partisipan 213
Deskripsi Skor Resiliensi
Mean Skor Total 74,45
Nilai Terendah 37
Nilai Tertinggi 98
Tabel 6 memaparkan bahwa mean skor total resiliensi sebesar 74,45 yang berarti ratarata partisipan ada di tingkat resiliensi “rata-rata”. Tabel 7
Tingkat Resiliensi
Gambaran Kategorisasi Tingkat Resiliensi
Rentang Skor
Jumlah Partisipan
(%) 9,4 23,9
≤ 60
Sangat Rendah Rendah
61-70
20 51
Rata-rata
71-80
81
38
Tinggi Sangat Tinggi
81-90
48 13
22,5 6,1
>90
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 213 orang partisipan, sebagian besar partisipan memiliki resiliensi rata-rata (38%). Hal ini berarti sebagian besar partisipan merupakan remaja yang cukup memiliki tujuan hidup, mampu mencegah kegagalan dalam hidupnya, percaya pada dirinya sendiri, menyeimbangkan hidup dengan tervuka pada kemungkinankemungkinan yang mungkin terjadi, dan mampu menikmati hidupnya sendiri. Tabel 8 Jenis Parenting Style Authoritarian (responsiveness rendah dan demandingness tinggi) Authoritative (responsiveness tinggi dan
Gambaran Kategorisasi Jenis Parenting Style Frekuensi
Persentase (%)
3
1,4
141
66,2
15 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
demandingness tinggi) Permissive (responsiveness tinggi dan demandingness rendah) Uninvolved (responsiveness rendah dan demandingness rendah)
58
27,2
11
5,2
Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 213 partisipan, 66,2% memiliki orang tua dengan jenis authoritative parenting style yang dinilai dari sudut pandang anak. Analisis Pengaruh Tabel 9
Deskripsi Pengaruh Variabel
Variabel
Adjusted R2
Sig. (p)
Parenting Style
0,081
0,000
Tabel 9 menunjukkan variasi skor resiliensi disebabkan oleh variabel independennya yakni parenting style. Sebesar 8,1 persen (Adjusted R2 0,081) variasi skor resiliensi dapat dijelaskan oleh variasi skor parenting style, sedangkan 91,9 persen variasi skor resiliensi lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya yang tidak diukur dalam penelitian ini. Pada tabel 9, terlihat sig.(p) 0,000 < 0,005. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa hipotesis nol pada penelitian ini ditolak yang berarti parenting style berpengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. PEMBAHASAN Ditinjau dari hasil penelitian, terdapat pengaruh yang signifikan antara parenting style terhadap resiliensi pada remaja miskin. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Ritter (2005) yang menyatakan bahwa authoritative berhubungan positif dengan tingkat resiliensi, sedangkan parenting style lainnya berhubungan dengan rendahnya tingkat resiliensi. Resiliensi ditentukan oleh keseimbangan antara faktor protektif dan faktor risiko (Werner & Smith, 1982). Kemiskinan menjadi salah satu faktor risiko remaja miskin dan parenting style sebagian besar partisipan merupakan faktor protektif. Sebagian besar partisipan memiliki resiliensi rata-rata yang berarti cukup memiliki tujuan hidup, mampu mencegah kegagalan dalam hidupnya, percaya pada dirinya sendiri, menyeimbangkan hidup dengan terbuka pada kemungkinan-kemungkinan yang mungkin 16 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
terjadi, dan mampu menikmati hidupnya sendiri. Menurut Benard, resiliensi dipengaruhi oleh faktor risiko dan protektif yang berasal dari area individu, keluarga, sekolah, atau komunitas. Di penelitian ini, peneliti spesifik melihat faktor resiliensi yang ada di area keluarga. Keluarga yang memiliki caring relationship, high expectation (ekspektasi jelas dan positif), dan juga membuka kesempatan individu untuk berpartisipasi dan berkontribusi menjadi faktor protektif (Benard, 1991). Resiliensi rata-rata dari sebagian besar partisipan dipengaruhi oleh gambaran umum parenting style partisipan. Berdasarkan gambaran umum parenting style, mayoritas partisipan memiliki orang tua yang authoritative. Orang tua yang menerapkan authoritative parenting style mengharapkan perilaku bertanggung jawab dari anak-anaknya, menentukan peraturan yang jelas dan bisa dipatuhi anak, memberi instruksi dan sanksi ketika anak melakukan kesalahan, dan memberikan penjelasan mengenai alasan pentingnya suatu peraturan harus dipatuhi (Pruitt, dalam Douglas, 2011). Dari gambaran parenting style ini, diketahui bahwa authoritative parenting style menjadi faktor protektif bagi remaja miskin. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Masten dan Coastworth (dalam Underwood & Rosen, 2011) bahwa keluarga yang dapat mendukung resiliensi ialah yang menerapkan authoritative parenting style. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh parenting style terhadap resiliensi pada remaja dari keluarga miskin. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Psikoedukasi mengenai parenting sangat diperlukan pada ibu yang bekerja, terutama ibu yang memiliki latar belakang pendidikan rendah dan lingkungan pekerjaan yang cenderung menekan seperti pada profesi buruh. 2. Intervensi juga dapat dilakukan dengan menyertakan orang tua dan anak ke dalam satu program yang bersamaan. Dengan meningkatkan hubungan orang tua-anak secara bertahap, resiliensi dapat semakin berkembang. 3. Untuk lebih mengoptimalkan resiliensi remaja miskin, intervensi sebaiknya dilakukan langsung kepada para remaja tersebut. Konten intervensi dapat disesuaikan dengan usia mereka yang sudah mulai merencanakan masa depan dan menyukai kegiatan
17 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
berkelompok. Intervensi dapat berupa program pelatihan yang ditujukan khusus untuk remaja miskin. 4. Secara metodologis, penelitian selanjutnya sebaiknya menyediakan item cadangan untuk setiap item pada uji coba alat ukur, melakukan screening awal dengan menggunakan kuesioner demografis untuk mendapatkan partisipan yang sesuai kriteria, menambah lembar orang tua untuk analisis yang lebih komprehensif, mengingatkan partisipan untuk membaca intruksi awal dengan waktu maksimal 3 menit di setiap bagian, menyertakan satu rekan peneliti ketika pengecekan kelengkapan data kuesioner, dan memanfaatkan fasilitas bootstrap di SPSS untuk menanggulangi jumlah partisipan yang terbatas. DAFTAR PUSTAKA Aiken, L. R., & Groth-Marnat, G. (2006).Psychological testing and assessment (12th ed.). Boston: Allyn and Bacon. Baumrind, D. (1966). Child care practices three patterns of preschool behavior. Genetic Psychology Monographs, Vol 75(1), 43-88. Benard, B. (1991). Fostering resiliency in kids: protective factors in the family, school, and community. Portland, OR: Western Center for Drug-Free Schools and Communities. BPS. (2012). Maret 2012, Jumlah penduduk miskin Indonesia Mencapai 29,13 Juta Orang (Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XV, 2 Juli 2012). Diakses dari http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jul12.pdf. Brooks, J. B. (2011). The process of parenting. California: Mayfield Publishing Company. Darling, N. (1999).Parenting style and its correlates. ERIC Publications; ERIC Digests, ED427896 1999-03-00. Darling, N & Steinberg, L. (1993). Parenting style as context: An Integrative Model. Psychological Bulletin, Vol. 113, No. 3, 487-496. Douglas, S. T. (2011). The relationship between parenting styles, Dimensions of Parenting and Academic Achievement of African American and Latino Students. Diakses dari Proquest LLC. (UMI Number: 3453583). Disertasi. Duncan, G. J. D. & Brooks-Gunn, J. (2000). Family poverty, welfare Reform, and child development.Child Development, Vol. 71, No. 1 (Jan. - Feb., 2000), pp. 188-196. Diakses dari http://www.childrenshealthwatch.org/upload/resource/Duncan2000.pdf. Duvall, E. & Miller, B. (1985). Marriage and family development. New York: Harper & Row.
18 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
Gravetter, F. J., & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences. Canada: Wadsworth Cengage Learning. Gravetter, F. J. & Wallnau, L. B. (2006). Statistics for the behavioral sciences seventh edition. Canada: Wadsworth Cengage Learning. Grotberg, E. H. (1995). A guide to promoting resilience in children. The Hague, Netherlands: Bernard van Leer Foundation. Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi praktis: Anak, remaja, dan keluarga Cetakan ke-7. Jakarta: Gunung Mulia. Jaffe, M. L. (1998).Adolescence. New York: John Wiley & Sons, Inc. Kerlinger, F. N. & Lee, H. B. (2000). Foundations of behavioral research. Fort Worth: Harcourt College Publishers. Kumar, R. (2010). Research methodology: A step-by-step guide for beginners (3nd ed). London: Sage Publication Inc. Lamborn S. D., Mounts N. S., Steinberg L, & Dornbusch S. M. (1991). Patterns of competence and adjustment from authoritative, authoritarian, indulgent and neglectful families.Child Development.1991;62:1049–1065. Leyendecker, B., Harwood, R. L., Comparini, L., & Yalcinkaya, A. (2005). Socioeconomic status, ethnicity, and parenting. In T. Luster &L. Okagaki (Eds.), Parenting: An ecological prespective (2nd ed., pp. 319-342). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Maccoby, E.E. (1992). The role of parents in the socialization of children: An historical overview.
Developmental
Psychology,
28,
1006-1017.
doi:
10.1037/0012-
1649.28.6.1006 Maccoby, E. E., & Martin, J. A. (1983). Socialization in the context of the family: Parentchild interaction. Dalam P. H. Mussen (Ed.) & E. M. Hetherington (Vol.
Ed.),
Handbook of Child Psychology: Vol. 4. Socialization, Personality, and Social Development (4th ed., pp. 1-101). New York: Wiley. Markum, M. E. (2009). Pengentasan kemiskinan dan pendekatan psikologi sosial. Psikobuana Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 1, No. 1, 1-12. Martin, C. & Colbert, K. (1997). Parenting: A life span perspective. New York: McGrawHill. McLoyd, V. C. (1990). The impact of economic hardship on black families and children: Psychological
distress,
parenting,
Development
Volume
61,
and
Issue
socioemotional
2,pages
311–346.
development.
Child
doi: 10.1111/j.1467-
8624.1990.tb02781.x 19 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013
Pallant, Julie. (2007). SPSS survival manual a step by step guide to data analysis using SPSS for Windows (3rd ed.). Berkshire: McGraw-Hill. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2012). Human development eleventh edition. New York: McGraw-Hill. Pratt-Ronco, E. (2009). Adolescents living in rural poverty. Retrieved from Proquest LLC. (UMI Number: 3360143). Disertasi. Reivich, K. & Shatte, A. (2003).The resilience factor: Seven essential skills for overcoming life's inevitable obstacles. New York: Crown Publishing Group Ritter, E. N. (2005). Parenting styles: Their impact on the development of adolescent resiliency.Capella University.AAT 3161747.Disertasi. Santrock, J. (2005). Adolescence. New York: McGraw-Hill. Sanusi, M. (2010). Orang miskin (boleh) sukses sekolah!. Jogjakarta: DIVA Press. Seginer, R. (2008). Future orientation in timer of threat and challenge: How resilient adolescents construct their future. International Journal of Behavioral Development, 32, 272-282. Swanson, D. P. & Spencer, M. B. (1991). Youth policy, poverty, and African Americans: Implication for resilience. Education and Urban Society, 24(1), 148-161. Underwood, M. & Rosen, L.H. (2011). Social development: relationships in infancy, childhood, and adolescence. New York: Guilford Press. Wagnild,
G.
M.
(2010).
Discovering
your
resilience
core.
Diakses
dari
http://www.resiliencescale.com/papers/pdfs/Discovering_Your_Resilience_Core.pdf pada 1 Oktober 2012. Wagnild, G.M. & Young H.M. (1993). Development and psychometric evaluation of the resilience scale. Journal of nursing measurement, Vol.1, No.2. Wagnild, G.M. & Young H.M. (2009). The 14-item resilience scale (RS-14). Diakses dari http://www.resiliencescale.com/en/rstest/rstest_14_en.html pada 15 Oktober 2012. Wang, C. (2006). Parenting style and child school performance.Diakses dari Proquest LLC. (UMI Number: 1438047). Disertasi. Werner, E. E., & Smith, R. S. (1982). Vulnerable but invincible: A study of resilient children. New York: McGraw-Hill. Zakeri, H., Jowkar, B., & Razmjoee, M. (2010). Parenting styles and resilience. Procedia Social
and
Behavioral
Sciences
5
1067–1070,
Elsevier.
doi:10.1016/j.sbspro.2010.07.236
20 Universitas Indonesia Pengaruh Parenting..., Liza Yudhita Widyastuti, FPsi UI, 2013