NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH PELATIHAN PARENTING SKILL TERHADAP PARENTING EFFICACY
Oleh : LAELY WIDIYAWATI IRWAN NURYANA KURNIAWAN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI dan ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
1
NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH PELATIHAN PARENTING SKILL TERHADAP PARENTING EFFICACY
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________
Dosen Pembimbing Utama
(Irwan Nuryana.K, S.Psi,.M.Si)
2
PENGARUH PELATIHAN PARENTING SKILL TERHADAP PARENTING EFFICACY
Laely Widiyawati Irwan Nuryana Kurniawan
INTISARI Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan desain eksperimen bertujuan untuk menguji secara empirik ada tidaknya pengaruh Pelatihan Parenting Skill terhadap Parenting Efficacy. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa besar perubahan Parenting Efficacy setelah melakukan pelatihan keterampilan pengasuhan tersebut. Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan memberi perlakuan berupa Pelatihan Parenting Skill pada kelompok eksperimen. Materi yang diberikan pada pelatihan meliputi encouragement, choices, self control, dan respecting feelings. Materi Parenting Skill yang diberikan pada proses pelatihan terdiri dari empat modul, yaitu (1) Membangun kepercayaan orangtua terhadap anak (encouragement), (2) Membuat keputusan (choices), (3) Membangun kontrol diri (self control), dan (4) Membangun empati (respecting feelings). Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak berusia pra-sekolah maupun usia TK yang bertempat tinggal di pemukiman padat jantung kota Yogyakarta. Subyek yang menjadi sasaran penelitian berjumlah 12 orang. Data diperoleh dari Skala Parenting Efficacy yang dibuat sendiri oleh penulis yang berpedoman pada dimensi parenting yang dikemukakan oleh Berndt (1997) yang meliputi warmth, control, dan involvement. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Pretest-Posttest One Group Design di mana fokus pada satu kelompok subyek penelitian, yaitu kelompok eksperimen. Setiap individu dalam kelompok eksperimen ini akan dikenai pretest dan posttest. Metode analisis data yang digunakan adalah Paired Sample Test dengan perhitungan menggunakan program komputer SPSS version 12.0 for Windows untuk menguji ada tidaknya pengaruh diberikannya Pelatihan Parenting Skill terhadap Parenting Efficacy ibu-ibu. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang sangat signifikan Pelatihan Parenting Skill terhadap Parenting Efficacy, sehingga hipotesis diterima. Kata kunci : Pelatihan Parenting Skill, Parenting Efficacy
3
PENGANTAR Hampir semua anak dibesarkan dalam sebuah keluarga dengan satu atau kedua orangtua di mana perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan anggota keluarganya. Orangtua memiliki tanggung jawab utama dalam mensosialisasikan anak-anak mereka. Oleh karenanya, orangtua merupakan perantara yang paling penting. Secara langsung atau tidak, orangtua mengajari anak mereka bagaimana
berperilaku,
menghargai,
dan
mempercayai.
Mereka
mungkin
mengajarkan dengan contoh, instruksi secara langsung, atau dengan memberi harapan perilaku tertentu dan bahkan dengan cara menakut-nakutinya. Perbedaan cara mengajar dihubungkan dengan perbedaan proses sosialisasi (dalam Berns, 2003). Jika berbicara mengenai permasalahan yang terjadi pada anak, tampaknya perlu pula melihat dari sisi keyakinan dalam pengasuhan yang dilakukan orangtua (parenting efficacy). Hal ini juga memiliki peran yang besar dalam menentukan bagaimana
orangtua
memperlakukan
anak,
termasuk
dapat
menentukan
perkembangan anak selanjutnya karena orangtua-lah yang menjadi pokok dalam menghadapi persoalan-persoalan pada kehidupan keluarga dan individu-individu di dalamnya (dalam Berndt, 1997). Ibu yang dilaporkan memiliki level self efficacy lebih rendah cenderung lebih menggunakan kekerasan dalam interaksi mereka dengan anak (Bor & Sanders, 2004). Parental self efficacy juga nampak memiliki pengaruh langsung pada anak. Di Karazsia, Wildman, dan studi Langkamp’s (2004), orangtua dengan parenting
4
efficacy yang lemah cenderung menggunakan disiplin yang over aktif. Strategi pengasuhan ini merupakan prediktor masalah perilaku yang signifikan pada anak. Elder dkk. (1995) mempelajari tentang rendahnya pendapatan keluarga berkulit hitam di Philadelphia dan ditemukan para orangtua yang memiliki self efficacy yang lebih tinggi lebih mungkin terlibat dalam strategi preventif dan promotif dibandingkan yang efficacy-nya rendah. Mereka menginterpretasikan penemuan ini dengan pengertian bahwa parental self efficacy yang lebih tinggi adalah sebuah faktor pelindung kehidupan anak dalam konteks lingkungan ekonomi dan sosial yang sulit. Dijelaskan pula bahwa perasaan self efficacy tang lebih tinggi, digambarkan dengan harapan-harapan orangtua tentang tingkat di mana mereka dapat menunjukkan secara kompeten dan efektif sebagai orangtua (Teti & Gelfand, 1991), meramalkan parenting yang lebih adekuat dalam lingkungan rumah dan masalah perilaku anak yang sedikit (Bogenschneider, Small, Tsay, 1997; Coleman & Karraker, 1997, 2000; Donovan, Leavitt, & Walsh, 1997; Mash & Johnston, 1983 dalam Momper, 2005). Dalam dasa warsa terakhir, ditemukan beberapa kasus pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak sendiri. Salah satu alasan yang terungkap adalah orangtua putus asa dan tidak yakin dengan kemampuan mereka dalam mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka. Bahkan, dengan alasan faktor ekonomi, mereka merasa ragu untuk dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan yang terbaik pada anak-anak. Dengan alasan itulah, banyak orangtua yang memutuskan untuk mengakhiri hidup anak-anaknya, bahkan dengan serta merta juga mengakhiri
5
hidupnya sendiri (Kompas, 24 Mei 2008). Keyakinan orangtua pada kapasitas mereka untuk melindungi anak mungkin juga mempengaruhi perilaku dan persepsi mereka pada anak. Parental self efficacy diperkirakan menjadi bagian kompetensi pengasuhan dan dinamika orangtua-anak, mulai ketika anak masih bayi (Boivin dkk, 2005). Shehan (2003) menemukan salah satu faktor yang dapat berperan dalam cara pendekatan orangtua adalah keyakinan tentang bagaimana mengasuh anak. Pada masyarakat tradisional yang lebih mementingkan ”kepatuhan” akan cenderung menggunakan cara yang lebih otoriter (dalam Andayani & Koentjoro, 2004). Parenting efficacy yang rendah mungkin hasil dari akibat yang negatif, seperti orangtua yang mengadopsi cara memaksa atau menghukum dengan hukuman, batasan yang tidak konsisten atau hubungan orangtua anak yang kurang kuat (dalam Trunzo, 2006). Parenting efficacy tampak seperti sebuah faktor kritis yang mempengaruhi perkembangan anak dalam sistem keluarga. Persepsi orangtua mengenai kemampuan mereka sebagai orangtua berperan untuk sebuah hubungan kasih sayang orangtuaanak yang aman. Kasih sayang orangtua diyakini untuk membentuk dasar sebuah struktur kognitif bagi perkembangan psikologis dan fungsi interpersonal (Webster, 2002) (dalam Trunzo, 2006). Melihat betapa pentingnya parenting efficacy dan akibat-akibat yang terjadi saat parenting efficacy orangtua dalam keadaan lemah, peneliti tergugah untuk melakukan penelitian mengenai ada tidaknya pengaruh Pelatihan Parenting Skill terhadap
6
parenting efficacy para ibu yang memiliki anak usia pra sekolah atau usia TK di salah satu kawasan pemukiman padat penduduk di wilayah yang masih termasuk jantung kota Yogyakarta. Pada observasi yang dilakukan beberapa kali di daerah tersebut dengan melakukan wawancara kepada beberapa warga dan para kader di RW setempat mengenai kecenderungan para ibu dalam mengasuh anak, didapatkan informasi bahwa ibu-ibu di daerah tersebut pada umumnya masih menggunakan pemahaman yang klasik mengenai anak-anak mereka, yaitu memandang anak hanyalah sebagai anak yang harus selalu mentaati peraturan orangtua tanpa mencari tahu kebutuhan anak. Beragam kasus ditemukan di daerah ini, dari kasus-kasus kecil hingga kasus yang cukup besar. Mulai dari keluhan ibu-ibu tentang anaknya yang cengeng, suka membantah atau tidak patuh, sulit diminta untuk tidur siang, sulit mandi maupun makan, tidak mau berbagi sehingga menyebabkan perkelahian, anak yang suka membenturkan kepalanya di lantai saat apa yang diminta tidak terealisasi, hingga pada kasus-kasus kenakalan remaja yang melebihi batas kewajaran. Tidak sedikit ibu-ibu yang menggunakan kekerasan dalam mengasuh anak-anak mereka yang masih kecil, yakni menghajar, memukul, dan memberikan hukuman keras lainnya di saat anak-anak mereka tidak patuh atau melakukan kesalahan. Bahkan, ada pula yang tetap menghukum meskipun si Anak sudah mengiba dengan meminta maaf. Selain itu, ada anak yang masih duduk di bangku kelas 3 SD
7
diperdayakan oleh ibu kandungnya untuk melakukan semua pekerjaan rumah yang semestinya dikerjakan oleh seorang ibu. Kasus lainnya adalah seorang ibu yang tega menelantarkan anaknya yang masih berusia 3 tahun. Anak tersebut tampak sangat tidak terurus sehingga membuat iba para tetangga yang kemudian memberi makanan ala kadarnya kepada anak tersebut setiap kali melihatnya. Peristiwa mencengangkan lainnya yaitu beberapa kali ditemukan anak kecil yang mempraktekan hubungan seksual layaknya suami istri karena pengaruh tontonan acara televisi. Adapun kasus-kasus lain yang cukup menyita perhatian warga adalah terjadinya pembunuhan seorang remaja putri oleh kekasihnya sendiri yang sudah tinggal bersama selama beberapa bulan. Mereka tinggal bersama ibu kandung korban. Kurangnya perhatian orangtua kepada korban menyebabkan korban mencari kasih sayang dari orang lain yaitu kekasih yang ia cintai yang akhirnya tinggal serumah dengannya. Ternyata berbagai masalah pun muncul yang pada akhir cerita korban dibunuh oleh orang yang ia cintai di rumahnya sendiri. Di daerah tersebut juga sudah ditemukan seorang remaja putra yang terinfeksi virus yang mematikan, yaitu AIDS. Tertularnya penyakit tersebut diyakini karena pergaulan bebas yang tidak terkontrol. Pergaulan tanpa batas ini juga mengakibatkan beberapa remaja lain terseret keluar dari bangku sekolah dikarenakan hamil di luar nikah. Lagi-lagi permasalahan ini dikembalikan pada berbagai dugaan yaitu kontrol dan perhatian orangtua yang dianggap sangat kurang terhadap anak serta
8
dimungkinkan pula karena pendisiplinan orangtua yang terlalu keras dan ketat sehingga menyebabkan anak berontak dan menggiringnya pada perilaku-perilaku menyimpang. Pada prinsipnya, fenomena-fenomena tersebut diasumsikan terjadi karena dampak pengasuhan yang kurang tepat baik secara langsung maupun tidak. Berbagai pengalaman tersebut membuat tidak sedikit orangtua yang merasa terancam, khawatir, dan tidak percaya diri dengan pengasuhan yang saat ini mereka lakukan. Mereka dihantui oleh prasangka yang buruk terhadap masa depan anak-anak mereka seperti kejadian-kejadian yang disebutkan di atas. Menurut para informan, kasus-kasus di atas secara langsung maupun tidak langsung dimungkinkan terjadi akibat terjepit keadaan ekonomi orangtua dan tingkat pendidikan yang rata-rata masih rendah. Sebagian besar warga bekerja menjadi buruh, cleaning service, pedagang kecil, tukang cuci, dan sopir. Namun, ada pula beberapa warga yang bekerja di kantor swasta maupun di instansi pemerintah. Kesulitan ekonomi ini menyebabkan warga harus menyediakan banyak waktu untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga tidak lagi mepedulikan kualitas pengasuhan mereka terhadap anak. Rendahnya pendidikan juga ditengarai menjadi faktor rendahnya kesadaran orangtua untuk mengembangkan keterampilan anak maupun keterampilan orangtua dalam mengasuh anak itu sendiri, sehingga pada saat di daerah tersebut diadakan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diselenggarakan seminggu sekali, pada awalnya hanya segelintir anak yang mengikuti program tersebut. Hal ini mendorong peneliti untuk mencoba
9
membantu memecahkan masalah dengan salah satu cara yaitu memberikan sebuah Pelatihan Keterampilan Pengasuhan (Pelatihan Parenting Skill) untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan keyakinan pengasuhan (parenting efficacy) yang dimiliki orangtua dalam mengasuh anak-anak mereka. Kazdin (1987) berpendapat bahwa yang mendasari program parenting skill pada umumnya adalah prinsip-prinsip social-learning dengan pemahaman bahwa perilakuperilaku yang dikuatkan akan terjadi lebih sering (dalam Trunzo, 2006). Orangtua yang mengikuti pelatihan dilaporkan memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dan tidak menggunakan disiplin yang ketat serta memiliki perilaku yang positif terhadap anak (Gross, Fogg, Garvey, Julion, Webster Stratton, & Grady, 2003). Feldman & Werner (2002) menambahkan bahwa pelatihan orangtua ini juga tidak hanya berdampak secara positif pada efektivitas orangtua dalam mengurangi masalah perilaku anak, tetapi juga dalam pencegahan peristiwa yang baru serta mengajarkan pada anak mengenai perilaku yang tepat (dalam Trunzo, 2006). Perubahan sikap orangtua yang positif dalam membesarkan anak termasuk meningkatkan harapan untuk anak, meningkatkan kesadaran akan kebutuhan anak, mengurangi hukuman fisik, dan mengurangi pembelokan peranan orangtua-anak (Bavolek, 2002 dalam Trunzo, 2006). Pelatihan Keterampilan Pengasuhan yang akan dilakukan merupakan keterampilan dasar pengasuhan yang terdiri dari empat aspek. Aspek-aspek tersebut adalah 1) Membangun kepercayaan orangtua terhadap anak (encouragement), 2)
10
Membuat keputusan (choices), 3) Membangun kontrol diri (self control), dan 4) Membangun empati (respecting feelings). Aspek-aspek tersebut di atas akan diberikan kepada para orangtua selama proses pelatihan yang dilaksanakan dalam dua kali pertemuan di mana setiap pertemuan terdiri dari dua sesi, akan diberikan satu keterampilan/tema di setiap sesinya. Pelatihan keterampilan pengasuhan ini sangat diharapkan tidak hanya sekedar menambah pengetahuan, tetapi juga berguna untuk mendorong orangtua agar dapat jauh lebih terampil dalam mengasuh anak-anak mereka di kehidupan seharihari dan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi, sehingga tidak mengalami kebingungan atau keraguan dalam membesarkan dan mendampingi tumbuh kembang anak, dengan kata lain dapat meningkatkan efficacy orangtua dalam melakukan pengasuhan atau parenting. Meningkatkan parenting efficacy dipercaya membuat sebuah kontribusi yang signifikan ke arah pencegahan masalah tingkah laku yang akan datang pada anak yang disruptif (Bor & Sanders, 2004). Maka, peneliti ingin mengetahui pengaruh pelatihan keterampilan pengasuhan dalam meningkatkan parenting efficacy orangtua, sehingga muncul pertanyaan penelitian "Apakah ada pengaruh pemberian Pelatihan Parenting Skill terhadap Parenting Efficacy?"
11
PARENTING EFFICACY A. Pengertian Parenting Efficacy Mengingat terbatasnya teori parenting efficacy, maka akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian parenting dan efficacy. Parenting merupakan tugas yang disandang oleh suami isteri ketika mereka sudah memiliki keturunan. Dapat pula diartikan sebagai suatu tugas yang berkaitan dengan mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya, secara fisik dan psikologis. Shanock (Garbarino & Benn, 1992) memaknai parenting sebagai suatu hubungan yang intens berdasarkan kebutuhan yang berubah secara pelan sejalan dengan perkembangan anak. Idealnya, orangtua akan mengambil bagian dalam pendewasaan anak-anak karena dari kedua orangtua anak akan belajar untuk mandiri, entah melalui proses belajar sosial dengan modeling (Belsky, 1984), ataupun melalui proses resiprokal dengan prinsip pertukaran sosial (Bell dalam Garbarino & Benn, 1992; Simons, Whitbeck, Conger, & Melby, 1990) (dalam Andayani dan Koentjoro, 2004). Parenting atau pengasuhan merupakan suatu perilaku yang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitu hangat, sensitif, penuh penerimaan, bersifat resiprokal, ada pengertian, dan respon yang tepat pada kebutuhan anak (Garbarino & Benn, 1992; Benn & Garbarino, 1992). Pengasuhan dengan ciri-ciri tersebut melibatkan kemampuan untuk memahami kondisi dan kebutuhan anak, kemampuan untuk memilih respon yang paling tepat baik secara emosional afektif, maupun instrumental. Keterlibatan dalam pengasuhan anak mengandung aspek waktu,
12
interaksi, dan perhatian (dalam Andayani & Koentjoro, 2004). Positive parenting menjadi sangat penting untuk anak dalam keluarga yang menghadapi keadaan yang kurang baik, seperti kesulitan keuangan, perceraian orangtua, dan orangtua yang sakit (Fauber, Forehand, Thomas, & Wierson, 1990 dalam Kim, 2007). Kagan (1975) mendefinisikan parenting sebagai penerapan sebuah rangkaian keputusan yang berhubungan dengan sosialisasi anak. Apa yang anak lakukan memungkinkan mereka untuk bertanggung jawab, berperan sebagai anggota masyarakat, baik yang anak lakukan ketika mereka menangis, agresif, berbohong, maupun melakukan sesuatu yang kurang baik di sekolah, di mana hal tersebut terkadang membuat orangtua dihadapkan pada keputusan-keputusan yang sangat besar (dalam Berns, 2003). Berikut ini akan diuraikan pula pemahaman mengenai efficacy. Self efficacy diartikan sebagai pernyataan individu mengenai seberapa baik seseorang bertindak untuk menyelesaikan tugas atau tantangan yang spesifik (Bandura, 1982 dalam Kim, 2007). Banyak ahli psikologi yang berargumen bahwa self efficacy merupakan sesuatu yang sangat penting, mediasi, atau faktor psikologi yang menghubungkan antara pikiran dan tindakan (Brody, Flor, & Gibson, 1999; Coleman, Karraker, 1998; Jackson, Huang, 2000; Teti, Gelfand, 1991 dalam Kim, 2007). Self efficacy menentukan keyakinan orang bagaimana merasa, berfikir, memotivasi diri sendiri, dan berperilaku (Bandura, 1994). Di samping itu, pada teori sosial kognitif, Bandura (2001) menegaskan bahwa efficacy merupakan bagian dari
13
pondasi manusia. Self efficacy cenderung mencerminkan diri sendiri dan mengatur perilaku yang dimiliki sesuai dengan tujuan dan standard pribadi. Di samping itu, self efficacy juga tergantung pada pengalaman hidup seorang individu dan sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman yang telah lampau, memberi petunjuk jalan tindakan seorang individu di masa depannya. Ini diasumsikan bahwa ketika seseorang memiliki keyakinan yang kuat pada kemampuannya, orang tersebut akan mendekati tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan untuk dikuasai dari pada memandang tugastugas tersebut sebagai ancaman untuk dihindari (dalam Trunzo, 2006). Setelah diuraikan mengenai parenting dan efficacy, maka dapat diuraikan pengertian mengenai parenting efficacy. Parenting efficacy didefinisikan sebagai keyakinan orangtua pada kemampuannya untuk mempengaruhi anak dan lingkungannya untuk membantu perkembangan dan keberhasilan anak (dalam Ardelt & Eccles, 2001). Menurut Furstenberg (1993), efficacy orangtua mengarah pada keberhasilan dalam usaha sosialisasi terutama jika mereka tinggal dalam lingkungan yang menyimpang (dalam Ardelt & Eccles, 2001). Efficacy mendorong orangtua untuk terlibat dalam aktivitas yang menguntungkan secara nyata untuk perkembangan anak (Bugental & Shennum, 1984; Eccles, dkk., 1993; Gross, Fogg, & Tucker, 1995; Macphee, Fritz, & Miller-Heyl, 1996; Schneewind, 1995; Teti & Gelfand, 1991). Orangtua yang merasa yakin sebagai orangtua cenderung untuk disibukkan dengan promosi strategi parenting (Eccles, dkk., 1993; Furstenberg, 1993). Strategi ini nampaknya akan menambah kesempatan anak untuk berhasil baik secara akademis
14
maupun psikologis (Bugental & Shennum, 1984; Eccles, dkk., 1993; Schneewind, 1995; Teti & Gelfand, 1991) (dalam Ardelt & Eccles, 2001). Parenting efficacy juga memiliki pengaruh secara langsung pada keberhasilan perkembangan anak. Orangtua dengan efficacy yang tinggi lebih mungkin bertindak sebagai model untuk anak yang akan mengadopsi sikap dan keyakinan orangtua mereka secara bebas (Eccles, dkk., 1993; Ollendick, 1979; Schneewind, 1995; Whitbeck, 1987). Parenting yang efektif mengarah pada peningkatan perasaan efficacy diri sebagai orangtua (Bandura, 1997; Eccles, 1993). Sebaliknya, orangtua yang memiliki efficacy rendah akan mencoba setengah hati untuk terlibat dalam peningkatan strategi parenting dan dengan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan, dengan demikian memperlihatkan ketidakberdayaan mereka (Bandura, 1995, 1997; Eccles, dkk., 1983 dalam Ardelt & Eccles, 2001) (dalam Smith, 2007). Orangtua dengan efficacy buruk akan cenderung diliputi oleh tugas-tugas yang ada, sedangkan orangtua yang mempunyai efficacy kuat sangat mungkin untuk membuat perbedaan yang positif dalam kehidupan anak-anaknya melalui contoh yang positif (dalam Ardelt & Eccles, 2001). Bandura (1977, 1989, 1997) mengemukakan bahwa perasaan efficacy mengatur keberfungsian manusia dalam beberapa cara. Ia menetapkan bahwa orang dengan self efficacy tinggi memiliki optimisme yang lebih besar dalam situasi yang sulit, mencurahkan usaha yang lebih banyak dan tenang dalam menghadapi kegagalan dan kemunduran, dan mengalami stres yang sedikit karena mereka bertindak dalam cara-cara yang membuat lingkungan tidak
15
mengancam (Jackson, 2002). Keadaan stres orangtua dimungkinkan karena orangtua tidak mencoba mempengaruhi perilaku anak dan lingkungannya kecuali jika mereka yakin dengan efficacy mereka sebagai orangtua (dalam Ardelt & Eccles, 2001). Model self efficacy Bandura (1997) menyediakan sebuah framework untuk memahami keyakinan orangtua terhadap parenting skill yang dimilikinya dan kemampuan untuk menjadi orangtua. Berdasarkan model Bandura, orangtua percaya bahwa mereka memiliki kualitas atau keterampilan yang diperlukan untuk menjamin efek positif pada perilaku dan perkembangan anak-anak mereka yang menunjukkan sebuah arti efficacy. Persepsi diri mengenai orangtua yang berkompeten dan cakap serta gigih dalam menghadapi perilaku menantang hendaknya tinggi. Kemampuan orangtua untuk merasa berkompeten atau berhasil meskipun keadaan menantang untuk berlindung dari perlawanan hasil yang negatif (Koeske & Koeske, 1990). Parental efficacy yang rendah mungkin hasil dari akibat yang negatif, seperti orangtua yang mengadopsi pola memaksa atau menghukum dengan hukuman, batasan keadaan yang tidak konsisten atau hubungan orangtua-anak yang kurang kuat (dalam Trunzo, 2006). Keyakinan orangtua pada kapasitas mereka untuk melindungi anak mungkin juga mempengaruhi perilaku dan persepsi mereka pada anak. Parental self efficacy diperkirakan menjadi bagian kompetensi pengasuhan dan dinamika orangtua-anak, mulai ketika anak masih bayi (Boivin dkk, 2005). Tingkat self efficacy orangtua menjadi sebuah prediktor kemampuan mereka untuk memahami dan merespon
16
isyarat bayi (Donavan, Leavitt, & Walsh, 1990). Untuk berhadapan dengan resiko bayi, level maltreatment yang lebih tinggi mungkin memiliki potensi untuk meningkatkan parenting positif bahkan di bawah lingkungan yang penuh tekanan yang dihadapi oleh ibu baru, diharapkan untuk tetap terjaga saat atribut ibu diliputi kekuatan perasaan yang rendah (Bugental & Happaney, 2004). Ketika para ibu dilengkapi dengan retraining kognitif, tingkat pengasuhan yang kasar ditemukan lebih rendah di antara para ibu dan kelaziman kekerasan fisik yang mengikuti (Bugental, Ellerson, Lin, Rainey, Kokotovic, & O’Hara, 2002). Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan parenting efficacy adalah estimasi kemampuan diri orangtua dengan penilaian terhadap kemampuan dan efektivitas diri untuk peduli dalam arti memahami, menyayangi, peduli pada apa yang dikerjakan dan situasi anak, memberi dukungan untuk perkembangan anak dalam mengembangkan potensi, mempunyai kedekatan emosional dengan anak sehingga menjadi tempat berbagi, peduli dengan pendidikan anak baik secara ilmu maupun religi. Dengan kata lain diartikan sebagai keyakinan dalam kemampuan untuk memahami kondisi dan kebutuhan anak, memilih respon yang paling tepat baik secara emosional afektif, maupun instrumental serta memiliki kualitas perhatian dan ketersediaan, mendengarkan dan memahami berbagai kesulitan, secara efektif mengekspresikan cinta, menunjukkan persetujuan, menerima kelebihan dan kekurangan anak, dan sebagai pembimbing yang sportif .
17
B. Dimensi Parenting Thomas J. Berndt (1997), menklasifikasikan dimensi parenting dalam tiga hal, yaitu: 1. Warmth (Kehangatan) Merupakan dimensi yang berpengaruh paling kuat dan paling konsisten pada perkembangan anak. Orangtua yang tinggi dimensi warmth-nya menerima anak-anak mereka dan mengasuhnya. Sedangkan orangtua yang memiliki dimensi warmth rendah maka akan bersikap dingin dan menolak anak-anak mereka serta kurang dalam hal pengasuhan. Dimensi ini sangat luas yang mencakup tiga tipe perilaku orangtua : a. Responsiveness Yaitu orangtua yang hangat akan merespon kebutuhan dan keinginan anak mereka daripada mengabaikan atau menghalanginya. Kehangatan orangtua memiliki pengaruh yang sangat kuat pada anak di semua umur. Anak akan lebih responsif terhadap kebutuhan orang lain bilamana ibu mereka lebih responsif terhadap kebutuhan mereka. b. Praise (pujian) Orangtua yang hangat akan memuji anak mereka ketika berperilaku baik atau berhasil mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saat mematuhi perintah. Orangtua yang hangat juga akan selalu tersenyum dan menghargai anak-anak mereka.
18
c. Expressions of positive emotions Orangtua yang hangat sering mengekspresikan cinta mereka kepada anak baik secara fisik maupun verbal. Mereka justru merefleksikan suasana emosional tersebut pada setiap interaksi orangtua-anak. 2. Control Dimensi ini lebih kompleks dibandingkan dengan dimensi Warmth. Bila orangtua menggunakan kontrol yang terlalu kecil, kemungkinan mereka berakhir dengan anak yang ’lepas kontrol’. Bila orangtua menggunakan kontrol yang terlalu banyak mungkin mereka akan menghambat anak-anak mereka dari perkembangan kontrol diri dan individualitasnya (dalam Berndt, 1997). a. Effective Forms of Parental Control Para peneliti setuju bahwa empat bentuk kontrol di bawah ini lebih mungkin memiliki efek positif pada perilaku dan perkembangan anak : 1) Set high expectations for children’s behavior and train children to meet those expectations. 2) Enforce rules consistently 3) Keep lines of communication open between parent and child. 4) Practice situational management b. Ineffective Parental Control , and Power Assertion Bentuk kontrol orangtua yang ineffective berlawanan dengan bentuk effective. Misalnya menetapkan harapan yang tinggi pada perilaku anak tetapi tidak
19
memberikan latihan yang diperlukan untuk mencapai harapan tersebut dalam mendukung keberhasilan sosialisasi. Harapan yang tinggi tanpa latihan yang cukup menggiring, tetapi lebih pada kekasaran dan hukuman yang tidak bermakna, dengan sendirinya tidak akan mengajari anak bagaimana melakukan apa yang orangtua harapkan. c. Effective Discipline Through Induction or Reasoning Martin Hoffman (1970) merumuskkan inductive discipline di mana orangtua memberikan penjelasan atau alasan untuk meminta anak merubah perilaku mereka. 3. Involvement Involvement dapat diartikan dalam istilah sikap dan perilaku orangtua. Dalam sikap, keterlibatan orangtua berpusat pada anak, mereka tertarik dengan kehidupan anak-anak dan tidak ingin menempatkan keinginan dan kebutuhan mereka di atas kebutuhan anak-anak. Keterlibatan orangtua yang tinggi memerlukan banyak waktu untuk berinteraksi dengan anak-anak mereka. Frekuensi interaksi ini merupakan isyarat tingkah laku keterlibatan mereka.
KETERAMPILAN PENGASUHAN A. Pengertian Parenting Skill Kazdin (1987) menemukan bahwa yang mendasari program parenting skill pada umumnya adalah prinsip-prinsip social-learning dengan pemahaman bahwa
20
perilaku-perilaku yang dikuatkan akan terjadi lebih sering. Orangtua yang mengikuti pelatihan dilaporkan memiliki self efficacy yang lebih tinggi dan tidak menggunakan disiplin yang ketat serta memiliki perilaku yang positif terhadap anak (Gross, Fogg, Garvey, Julion, Webster Stratton, & Grady, 2003 dalam Trunzo, 2006). Pelatihan Parenting Skill adalah sebuah tindakan atau usaha untuk menambah pengetahuan, memperluas wawasan, serta meningkatkan keterampilan pengasuhan yang dimiliki. Pelatihan ini didesain untuk mengisi gap pendidikan dengan memberikan keterampilan dasar dalam format pembelajaran yang sesuai untuk semua tingkatan. Selain itu juga untuk menyediakan pendidikan dengan pedoman keterampilan yang lengkap bagi orangtua dan penguasaan filosofi yang digunakan dalam pelatihan tersebut (dalam Bailey, Perkins, & Wilkins, 1995). Feldman & Werner (2002) menambahkan bahwa pelatihan orangtua ini juga tidak hanya berdampak secara positif pada efektivitas orangtua dalam mengurangi masalah perilaku anak, tetapi juga dalam pencegahan peristiwa yang baru serta mengajarkan pada anak mengenai perilaku yang tepat. Keterampilan pengasuhan sangat penting dimiliki orangtua untuk mengatur perilaku anak, ketika orangtua konsisten dan efektif menggunakan strategi dan keterampilan yang dimiliki terhadap anak, maka orangtua dapat menciptakan lingkungan yang produktif dan memberi pengaruh baik bagi perkembangan anak. Keterampilan pengasuhan berkembang menjadi sebuah pengetahuan yang wajib untuk diketahui oleh para orangtua,
21
sehingga dibuatlah sebuah tuntunan pelatihan atau program keterampilan pengasuhan untuk membantu para orangtua untuk mendidik anak. Ketika keterampilan pengasuhan diberikan secara efektif pada orangtua, biasanya orangtua memiliki pengalaman dan kemampuan sebagai orangtua yang baik (dalam Trunzo, 2006). Pelatihan keterampilan pengasuhan didesain untuk mengajarkan lima keterampilan pengasuhan dasar yang berguna dari anak-anak mulai belajar berbicara hingga ia dewasa ( dalam Bailey, Perkins & Wilkins, 1995) Orangtua mempengaruhi perilaku anak dan anak mempengaruhi perilaku orangtua. Pelatihan ini membantu orangtua mengubah perilaku anak dengan mengajari orang dewasa tentang bagaimana mengubah perilaku mereka sendiri. Dengan pelatihan yang diberikan, orangtua akan menemukan cara-cara baru dalam hal mengasuh anak. Di samping itu, orangtua juga akan melihat seberapa besar manfaat keterampilan yang didapatkan tersebut dalam mengubah keadaan di rumah (Bailey, Perkins & Wilkins, 1995). 2. Aspek – aspek keterampilan pengasuhan Pelatihan keterampilan pengasuhan memiliki lima aspek dasar yang mendukung. Aspek-aspek tersebut adalah : a. Membangun kepercayaan orangtua terhadap anak (encouragement), yaitu melihat anak sebagai sesuatu yang positif agar orangtua dapat menemukan dan menilai kekuatan anak-anaknya yang sedang berkembang dan agar orangtua dapat
22
mengarahkan anak belajar untuk mengenal siapa dirinya dari apa yang mereka lakukan. b. Kamu Bisa (Can Do), mengajarkan para orangtua untuk mengajari perilakuperilaku yang dapat diterima. Tujuan dari can do adalah membantu anak untuk mengubah perilaku yang tidak dapat diterima menjadi sebuah perilaku yang dapat diterima. Can do membantu orangtua mengarahkan anak dan meminimalkan terjadinya frustasi karena perilaku yang ditunjukkan anak, sehingga anak-anak dapat tumbuh menjadi anak kreatif dan dapat mengeksplorasi apa yang ada didalam dirinya dengan baik. c. Membuat keputusan (choices), yaitu melatih orangtua berbagi proses dalam pengambilan keputusan dengan anak-anak mereka sehingga anak-anak dapat menjadi terampil dalam membuat keputusan dengan batasan-batasan yang masuk akal yang diberikan orang dewasa d. Membangun kontrol diri (self control), yakni keterampilan yang membantu orangtua menghindarkan diri dari tindakan yang menyakiti anak-anak mereka. Dengan mendapatkan kontrol diri sebelum memutuskan bagaimana bertindak kepada anak-anak mereka, para orangtua dapat berinteraksi dengan anak-anak mereka dalam cara-cara yang bermanfaat, bahkan selama saat-saat yang penuh tekanan. Ketika para orangtua secara efektif menangani emosi-emosi mereka sendiri, mereka mengajarkan anak-anak untuk melakukan hal yang sama. Cara orangtua memilih untuk mengatasi dirinya dalam situasi-situasi tertekan memberi
23
contoh kepada anak-anak mengenai cara-cara berperilaku ketika marah atau kecewa. e. Membangun empati (respecting feelings), dimaksudkan agar para orangtua memahami dan menerima bahwa anak-anak memiliki rentang variasi perasaan yang besar, para orangtua memperlihatkan bahwa mereka menghormati perasaan anak mereka sehingga anak memahami dan menerima perasaan yang mereka miliki. Namun, dalam penelitian ini hanya empat aspek dasar yang digunakan, yaitu encouragement, choices, self control, dan respesting feelings. Keempat aspek tersebut dimodifikasi oleh trainer dan disajikan sedemikian rupa agar lebih mudah dimengerti oleh partisipan pelatihan.
Pengaruh Pelatihan Keterampilan Pengasuhan Untuk Menurunkan Stres Pengasuhan Ketika seseorang memiliki pengetahuan yang sangat terbatas mengenai sesuatu (dalam hal ini mengenai parenting), maka orang tersebut cenderung memiliki kepercayaan diri yang kurang, dengan kata lain tidak yakin pada dirinya sendiri dalam melakukan pengasuhan atau memiliki parenting efficacy yang rendah. Maka, perlu suatu usaha untuk menambah pengetahuan atau memperluas wawasan megenai pengasuhan tersebut. Pelatihan Parenting Skill merupakan salah satu cara yang cukup efektif untuk memperkaya bekal pengetahuan mengenai keterampilan-keterampilan
24
yang harus diketahui orangtua dalam mengasuh anak. Hal ini akan mengakibatkan orangtua akan semakin yakin dengan kemampuannya dalam mengasuh anak-anak mereka yang mencerminkan parenting efficacy yang mereka miliki mengalami peningkatan. Sesuai dengan faktor kedua yang mempengaruhi parenting efficacy, yaitu vicarious/secondhand yang berarti sumber yang diambil dari pengamatan terhadap kinerja orang lain (dalam Andayani & Koentjoro, 2004), yakni pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri dengan mengamati orang lain melakukan perilaku yang kompeten (dalam Berns, 2003). Pada Pelatihan Parenting Skill melibatkan trainer sebagai narasumber atau informan yang menguasai materi parenting skill yang tentunya berbekal pengetahuan dan pengalaman mengenai materi terkait, sehingga narasumber tersebut dianggap sebagai orang yang berkompeten. Efficacy seseorang dikembangkan melalui sejarah perkembangan individu yang dibentuk dan dikuatkan oleh pengalaman subyektif seseorang sebaik faktor kontekstual dari semua sistem ekologi. Misalnya seseorang yang mendapatkan dukungan dan persetujuan dari keluarga, teman, maupun komunitasnya mungkin menguasai sebuah pandangan yang lebih positif pada hidupnya. Keberhasilan pada masa lalu akan memunculkan makna efficacy seseorang dan mengarahkan orang tersebut untuk bertahan pada tugas-tugas pengasuhan yang sulit (dalam Dalumpines, 2005). Teori social learning fokus pada training orangtua karena berasumsi bahwa tanpa disengaja orangtua menciptakan kondisi yang mendorong ke arah masalah
25
perilaku anak. Oleh karenanya, perilaku anak tidak dapat diubah tanpa keterlibatan dan partisipasi orangtua. Orangtua sering memerlukan pembimbing karena mereka tidak selalu dapat mengenali masalah yang hampir tidak kentara seperti perangkap negative reinforcement. Dengan training yang tepat, orangtua akan berhasil dalam berhubungan dengan masalah-masalah kenakalan yang kronis (Banks, dkk., 1991).
Metode Penelitian Subyek Penelitian Karakteristik subyek penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak berusia pra-sekolah maupun usia TK di salah satu kawasan pemukiman Yogyakarta. Subyek yang menjadi sasaran penelitian berjumlah 12 orang. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode eksperimen, di mana Skala Parenting Efficacy digunakan sebagai alat guna memperoleh data penelitian yang secara langsung diisi oleh subyek. Skala Parenting Efficacy merupakan alat ukur untuk mengungkap keadaan efficacy orangtua dalam pengasuhan (parenting) yang dilakukan pada sebuah keluarga. Skala tersebut dikonstruksi oleh peneliti sendiri dengan mengacu pada aspek-aspek pengasuhan dalam teori yang dikemukakan oleh Berndt (1997). Aspek-aspek tersebut adalah warmth (kehangatan), control (kontrol), dan involvement (sikap dalam bentuk keterlibatan orangtua). Skala Parenting Efficacy ini dirancang oleh peneliti sesuai
26
dengan subyek sasaran dalam penelitian, yaitu untuk para orangtua yang memiliki anak usia pra sekolah dan usia TK. Dalam skala parenting efficacy ini terdapat 72 aitem yang terdiri dari 66 butir aitem Favourable dan 6 butir aitem Unfavourable. Subyek dapat merespon aitemaitem tersebut dengan memilih salah satu angka yang bergerak dari angka 1 hingga 6 yang diurutkan dari kiri ke kanan dengan letak angka 1 berada pada sebelah paling kiri dan 6 pada sebelah paling kanan. Semakin ke kanan menunjukkan keyakinan yang semakin tinggi dan semakin ke kiri menunjukkan keyakinan yang semakin rendah. Klasifikasi respon tersebut adalah sangat tidak yakin (angka 1), tidak yakin (angka 2), kurang yakin (angka 3), cukup yakin (angka 4), yakin (angka 5), dan sangat yakin (angka 6). Skor total diperoleh dari jumlah skor secara keseluruhan pada skala parenting efficacy. Alat Eksperimen Pelatihan Keterampilan Pengasuhan digunakan sebagai alat dalam penelitian eksperimen ini.. Pelatihan ini akan dilakukan oleh seorang trainer yang memiliki keahlian dalam bidang perkembangan anak dan keluarga termasuk hal pengasuhan. Di samping itu, trainer juga sudah acap kali memberikan pelatihan yang terkait dengan masalah keluarga, perkembangan anak, dan pengasuhan. Pelatihan
Keterampilan
Pengasuhan
ini
dilengkapi
dengan
modul
keterampilan pengasuhan yang dimodifikasi oleh trainer dari Parenting Skill Bailey, Perkins & Wilkins (1995). Modifikasi yang dilakukan sesuai dengan tema-tema yang
27
ada dan disajikan sedemikian rupa agar para orangtua dapat memahami dan serta merta mempraktekkannya. Ada empat keterampilan pengasuhan yang diberikan dalam pelatihan tersebut, yaitu membangun membangun kepercayaan orangtua terhadap anak (encouragement), membuat keputusan (choices), mengendalikan diri (self control) dan membangun empati (respecting feelings) (Bailey, Perkins & Wilkins, 1995). Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan serta arahan atau bimbingan pada orangtua untuk dapat memahami bahwa anak adalah titipan Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga. Di samping itu, juga untuk memunculkan pemahaman mengenai kebutuhan-kebutuhan anak pada setiap perkembangan yang dialaminya sehingga terwujud sebuah keharmonisan dan keakraban dalam sebuah keluarga karena saling mengerti kebutuhan masing-masing anggota keluarga dan bagaimana mengatasi kebutuhan tersebut. Satu hal terpenting pemberian pelatihan ini adalah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan efficacy orangtua pada pengasuhan yang mereka lakukan.
28
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini dilakukan pre-test dan post-test dengan menggunakan Skala Parenting Efficacy. Adanya pelaksanaan pre-test satu minggu sebelum pelaksanaan pelatihan pada kelompok eksperimen dimaksudkan untuk mengetahui parenting efficacy subyek sebelum diberi Pelatihan Keterampilan Pengasuhan. Sedangkan posttest dilakukan
satu minggu setelah pelaksanaan pelatihan untuk mengetahui
parenting efficacy subyek setelah diberi pelatihan tersebut. Pelatihan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan di mana setiap pertemuan terdiri dari dua sesi dan dua tema. Selisih skor antara pre-test dan post-test digunakan dalam perhitungan yang dianalisis dengan menggunakan teknik statistik Paired Sample T-test pada program SPSS versi 12.0 for Windows. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan untuk melihat normal tidaknya distribusi subyek yang ditunjukkan oleh kurve. Di samping itu juga untuk mengetahui homogen atau tidaknya subyek pada penelitian ini. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik analisis one-sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan program SPSS 12.0 for windows. Output menunjukkan sebaran skor data variabel parenting efficacy pada data pre-test mengikuti kurve normal (K-S Z = 0.965; p = 0.309 atau p > 0.05. Begitu pula sebaran skor data variabel parenting efficacy pada data posttest berada pada kurve normal, ditunjukkan dengan K-S Z = 0.460; p = 0.984 atau p > 0.05.
29
2. Uji Hipotesis Selanjutnya dilakukan uji paired sample t-test untuk menguji hipotesis. Setelah dilakukan uji paired sample t-test terlihat adanya perbedaan atau perubahan parenting efficacy sebesar 21 poin dilihat dari mean pada saat pretest yaitu sebesar 132.00 menjadi 153.67 sebagai mean/rerata posttest. Hasil analisis paired sample ttest menghasilkan t = -3.238 dengan p = 0.008 (p < 0.01) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara parenting efficacy sebelum dan setelah mengikuti pelatihan keterampilan pengasuhan. Dari pengolahan data tersebut menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima yaitu ada pengaruh positif pemberian pelatihan parenting skill terhadap parenting efficacy. Dengan kata lain, pelatihan parenting skill dapat meningkatkan parenting efficacy. Parenting efficacy subyek penelitian meningkat setelah mengikuti rangkaian pelatihan yang diberikan. Pembahasan Perolehan hasil analisis data membuktikan bahwa secara sangat signifikan pelatihan keterampilan pengasuhan dapat meningkatkan parenting efficacy orangtua. Ibu-ibu yang mengikuti pelatihan mengalami peningkatan keyakinan mereka dalam kemampuan mengasuh anak-anak mereka atau yang dalam penelitian ini disebut dengan parenting efficacy. Parenting efficacy ibu-ibu menjadi lebih baik ketika mendapatkan pelatihan keterampilan pengasuhan di mana usaha pelatihan ini ditujukan untuk memperbaiki
30
keyakinan ibu-ibu dalam kaitannya dengan perlakuan yang diberikan kepada anakanak mereka serta meningkatkan keterampilan dalam mengasuh dan keberfungsian keluarga (dalam Trunzo, 2006). Hal ini dikarenakan keluarga ibarat sekolah yang pertama dimasuki anak sebagai pusat untuk menumbuhkan kebiasaan (tabiat), mencari pengetahuan dan pengalaman (dalam Ahmad, 2008). Selain itu pelatihan ini juga dimaksudkan agar ibu-ibu memahami bahwa keluarga adalah perantara untuk membangun kesempurnaan akal anak dan kedua orangtuanya-lah yang bertanggung jawab untuk mengarahkan serta mengembangkan kecerdasan berfikir anak (dalam Ahmad, 2008). Perubahan itu dibuktikan dengan ibu-ibu yang sebelumnya merasa putus asa dalam menghadapi sikap maupun perilaku anak ketika tidak sesuai dengan keinginan mereka, misalnya anak menjauh ketika ditanya mengapa ia marah dan anak yang banyak bertanya, akhirnya sedikit demi sedikit ibu-ibu dapat menyadari dan memahami bahwa ada hal-hal yang unik pada setiap perkembangan anak. Cara-cara orangtua dalam menghadapi anak sangat mempengaruhi perkembangan fisik maupun mental. Hal itu mengakibatkan pentingnya keberfungsian orangtua dalam keluarga di mana karakteristik kepribadian orangtua akan berpengaruh baik secara positif maupun negatif pada anak (Bronfenbrenner, 1997 dalam Trunzo, 2006). Keluarga, terutama orangtua, merupakan faktor utama yang mampu memberikan pengaruh terhadap pembentukan dan pengarahan akhlak anak. Orangtua terus memiliki pengaruh di masa kanak-kanak, saat anak selesai sekolah, sampai anak itu lepas dari pengasuhan mengarungi bahtera kehidupan selamanya. Anak mengambil prinsip
31
kehidupan, akhlak, norma-norma sosial dari kedua orangtuanya. Kebaikan dan kerusakan anak mengikuti kedua orangtuanya. Kebenaran menurut anak adalah setiap yang dapat diterima oleh kedua orangtuanya dan kesalahan menurut anak adalah setiap yang ditolak oleh kedua orangtuanya (dalam Ahmad, 2008). Karena berbagai perkembangan anak yang rumit, ibu-ibu mengalami kesulitan dalam pengasuhan, misalnya saja ada ibu-ibu yang mengeluh dalam menghadapi anak yang sulit mandi, makan, tidur siang, atau bahkan ada anak yang rewel, nakal dan semua keinginannya harus dituruti. Kesulitan tersebut diasosiasikan dengan penghambat perlakuan kesehatan mental (Owens, dkk, 2002 dal Trunzo, 2006). Oleh karenanya, para ibu perlu meningkatkan keterampilan pengasuhan dengan program pelatihan keterampilan pengasuhan yang dapat mengurangi masalah-masalah perilaku dan memperbaiki kualitas hubungan orangtua dan anak (Kazdi, 1997; McMahon, 1999; Serketrich & Dermas, 1996; Tucker & Gross, 1997 dalam Trunzo, 2006), karena anak yang sulit menyebabkan orangtua merasa stres dan kurang berhasil, dengan kata lain tidak yakin dapat mengasuh anak-anaknya dengan baik, di mana mengarah pada strategi pengasuhan yang tidak efektif dan perilaku negatif pada anak (Gross, Fogg, Garvey, & Julion, 2004 dalam Trunzo, 2006). Dengan demikian pelatihan keterampilan diperlukan untuk menghentikan siklus yang menguatkan pola destruktif interaksi (dalam Trunzo, 2006). Keterampilan-keterampilan yang telah didapatkan oleh ibu-ibu perlu dipraktekkan secara terus menerus untuk membantu menurunkan masalah perilaku anak dan juga agar dapat menanggulangi tindak
32
kekerasan orangtua kepada anak (Bavolek dalam Trunzo, 2006), serta untuk menumbuhkan keyakinan ibu-ibu dalam mengasuh anak-anaknya. Orangtua perlu menyadari fungsi utama keluarga yaitu menjaga fitrah anak yang
lurus
dan
suci.
Meluruskan
fitrahnya
dan
membangkitkan
serta
mengembangkan bakat dan kemampuan positifnya. Fungsi selanjutnya menciptakan lingkungan yang aman dan tenang untuk anak, mengasuhnya di lingkungan yang penuh kasih sayang, lemah lembut, dan saling mencintai, agar anak memiliki kepribadian yang normal dan mampu melaksanakan kewajiban dan memberikan sumbangsihnya (dalam Ahmad, 2008). Di sini dapat dilihat pengaruh dari aspek-aspek pengasuhan yang diberikan dalam pelatihan keterampilan pengasuhan. Aspek yang pertama adalah membangun kepercayaan orangtua terhadap anak (encouragement), yaitu melihat anak sebagai sesuatu yang positif agar orangtua dapat menemukan dan menilai kekuatan anakanaknya yang sedang berkembang dan agar orangtua dapat mengarahkan anak belajar untuk mengenal siapa dirinya dari apa yang mereka lakukan. Setelah aspek ini dipraktekkan oleh ibu-ibu beberapa waktu di rumah, sedikit demi sedikit terjadi perubahan pada anak yaitu anak sudah dapat belajar bertanggung jawab pada dirinya ketika diberi kepercayaan. Misalnya, saat salah seorang ibu yang memberikan kepercayaan pada anaknya untuk ikut berpiknik bersama teman-temannya dapat membuat si anak berfikir mengenai apa yang akan dia lakukan saat ia berpiknik dan apa pula yang akan ia kerjakan jika tidak ikut piknik bersama teman-temannya. Saat
33
anak diberi kepercayaan, maka akan membantu anak untuk dapat berfikir ulang mengenai apa yang akan ia lakukan sehingga ia dapat menentukan pilihan apa yang terbaik untuknya. Contoh tersebut juga mendukung aspek yang kedua, yaitu membuat keputusan (choices), yakni melatih orangtua berbagi proses dalam pengambilan keputusan dengan anak-anak mereka sehingga anak-anak dapat menjadi terampil dalam membuat keputusan dengan batasan-batasan yang masuk akal yang diberikan orang dewasa. Setelah ibu-ibu mempraktekkan aspek ini di rumah, mendapati anak mereka perlahan-lahan mampu melakukan hal sesuai dengan keputusannya. Contohnya, saat seorang ibu memberikan sejumlah uang kepada anaknya untuk membeli es krim, si anak meminta uang lagi karena ingin membeli dua macam es krim. Namun, si ibu tidak memberi tambahan uang melainkan memberikan pertimbangan bahwa dengan uang yang diberikan tersebut, anak harus dapat memilih salah satu es krim yang ia sukai. Membangun kontrol diri (self control) merupakan aspek ketiga yang diberikan pada pelatihan keterampilan pengasuhan, yakni keterampilan yang membantu orangtua menghindarkan diri dari tindakan yang menyakiti anak-anak mereka. Dengan mendapatkan kontrol diri sebelum memutuskan bagaimana bertindak kepada anak-anak mereka, para orangtua dapat berinteraksi dengan anak-anak dalam caracara yang bermanfaat, bahkan selama saat-saat yang penuh tekanan. Ketika para orangtua secara efektif menangani emosi-emosi mereka sendiri, mereka mengajarkan anak-anak untuk melakukan hal yang sama. Cara orangtua memilih untuk mengatasi
34
dirinya dalam situasi-situasi tertekan memberi contoh kepada anak-anak mengenai cara-cara berperilaku ketika marah atau kecewa. Seorang ibu-ibu yang tadinya merasa kecewa dan ingin marah kepada anaknya karena selalu menjauh saat didekati, mulai dapat menahan diri dan mencari tahu penyebab mengapa anak berperilaku demikian setelah mencoba mempraktekkan aspek kontrol diri ini. Aspek yang terakhir adalah membangun empati (respecting feelings), dimaksudkan agar para orangtua memahami dan menerima bahwa anak-anak memiliki rentang variasi perasaan yang besar, para orangtua memperlihatkan bahwa mereka menghormati perasaan anak mereka sehingga anak memahami dan menerima perasaan yang mereka miliki. Ada ibu yang sebelumnya mengeluh karena merasa salah dalam memberikan contoh, yaitu saat ada seorang pengamen yang datang, ia mencontohkan kepada anaknya untuk memberi uang. Namun, hal itu menyebabkan munculnya kebiasaan anak yang selalu memanggil pengamen atau pengemis yang lewat untuk diberi uang. Kebiasaan tersebut membuat si ibu merasa kewalahan dan jengkel. Tetapi, setelah memahami aspek ini, si ibu mulai merasa bahwa apa yang dulu ia ajarkan kepada anak bukanlah hal yang salah, melainkan salah satu cara untuk mengajarkan bagaimana anak dapat berempati. Keluarga merupakan tempat pengasuhan anak, lingkungan yang dibutuhkan anak dalam proses pendidikan, dan sekolah bagi anak untuk mendapatkan pengajaran nilai-nilai kemanusiaan, perilaku, kerohanian, dan pendidikan agama (Piagam Anak dalam Islam dalam Ahmad, 2008). Orangtua berperan dalam menumbuhkan kepekaan kesadaran bermayarakat pada
35
anak yang merupakan salah satu unsur kejiwaan, seperti halnya nurani. Kepekaan kesadaran bermasyarakat itu terus tumbuh di dalam jiwa anak dalam kedisiplinan keluarga. Pada prinsipnya, orangtua memiliki fungsi yang sangat penting dalam memberikan informasi tentang pendidikan dan kebudayaan masyarakat, bahasa, adat istiadat, dan norma-norma sosial agar anak dapat mempersiapkan kehidupan sosialnya dalam masyarakat. Keluarga juga harus memberikan kenyamanan dan ketenangan, mampu memahami gerakan, isyarat, dan kebutuhan anak, memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan-pertanyaan anak di waktu yang tepat (dalam Ahmad, 2008). Dari berbagai pengaruh positif yang diakibatkan pelatihan ini, masih ada kelemahan-kelemahan yang perlu dicermati. Kelemahan yang dimaksud adalah tidak adanya kelompok kontrol dalam penelitian ini, sehingga tidak diketahui perbedaan antara parenting efficacy orangtua yang mengikuti pelatihan keterampilan pengasuhan (kelompok eksperimen) dengan orangtua yang tidak mengikuti pelatihan tersebut (kelompok kontrol). Di samping itu, ada pula kelemahan lain yaitu waktu penelitian yang sangat singkat sehingga pelatihan yang diberikan juga sangat singkat sehingga kurang melakukan praktek-praktek kecil pada setiap pelatihan dilaksanakan. Observasi dan wawancara lebih jauh kepada subyek penelitian pada sebelum dan sesudah pelatihan juga masih sangat kurang.
36
Kesimpulan Dari hasil analisis data penelitian dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Pelatihan Keterampilan Pengasuhan dapat meningkatkan Parenting Efficacy orangtua atau dengan kata lain orangtua semakin yakin dengan kemampuannya untuk dapat mengasuh anak-anaknya dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai p = 0.008 (p < 0.01), artinya ada perbedaan atau perubahan parenting efficacy ibu-ibu antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Parenting efficacy ibu-ibu mengalami peningkatan setelah mendapatkan pelatihan keterampilan pengasuhan. Saran Adapun saran-saran yang perlu diperhatikan terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, diantaranya : 1. Bagi Subyek Penelitian Dengan mengacu pada hasil penelitian yang ada, subyek disarankan untuk dapat mempertahankan dan mengaplikasikan berbagai pengetahuan yang telah didapatkan dari proses Pelatihan Keterampilan Pengasuhan yang sudah diberikan dalam kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan. Di samping itu, para ibu yang sudah mendapatkan pelatihan hendaknya menularkan pengetahuannya kepada ibu-ibu yang belum memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar parenting efficacy orangtua dapat lebih ditingkatkan lagi dengan berbagi dan saling mengingatkan antar para ibu.
37
2. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat, hendaknya lebih banyak belajar mengenai cara-cara pengasuhan yang tepat agar tidak ada keraguan lagi dalam membesarkan generasi penerus mereka yaitu anak-anak sejak usia dini. Disarankanpula bagi perangkat RW maupun para kader untuk selalu mencari informasi tentang bagaimana masyarakat dapat mendapatkan pengetahuan yang lebih luas berkaitan dengan pengasuhan, misalnya mengadakan pelatihan pengasuhan secara rutin agar tindak kekerasan maupun maltreatment lainnya dapat diminimalisir seefektif mungkin. Pelatihan semacam ini sangat diperlukan, terbukti dari analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Meskipun analisis data menunjukkan hasil yang sangat signifikan, disarankan bagi para peneliti selanjutnya yang meneliti variabel yang sama (variabel bebas atau variabel tergantung) dengan metode eksperimen untuk dapat lebih mengembangkan skala maupun metode yang sudah dilakukan, terutama dalam desain penelitian. Diharapkan ada kelompok kontrol yang dilibatkan dalam penelitian berikutnya agar benar-benar dapat dilihat perbedaan maupun perubahan pada subyek yang diakibatkan oleh pelatihan yang diberikan. Disarankan pula untuk lebih mengontrol validitas internal maupun eksternalnya.
38
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, L. S. 2004. Psychometric Properties of The Parenting Stress Index Short Form. Thesis. Faculty of North Carolina State University. Departement of Psychology College of Humanities and Social Science. Alvy, K. T. 2007. An Effective Parenting Initiative (To Make The United States of America a Model Child and Familiy-Friendly Nation). California Andayani, B & Koentjoro. 2004. Peran Ayah Menuju Coparenting. Surabaya: CV Citra Media Ahmad, H. 2008. Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim.: Yogyakarta: Hidayatullah. Fikr Ardelt, M. & Eccles, J. S. 2001.Effects of Mother’s Parental Efficacy Beliefs and Promotive Parenting Strategies on Inner-City Youth. Journal. Sage Publication Azwar, S. 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset Azwar, S. 1997. Metode Penelitian. Saifuddun Azwar, MA. 1997. Pustaka Pelajar : Yogyakarta Bailey, Perkins & Wilkins. 1995. Parenting Skills Workshop Series. A Manual for Parent Educators. Journal. A Cornell Cooperative Extension Publication. Bandura, A. 1997. Self Efficacy The Excecise of Control. New York: W.H. Freeman and Company Berndt, T. J. 1997. Child Development. (second edition). Purdue University: Brown & Benchmark. United States of America by Times Mirror Higher Education Group, Inc., Berns, R. M. 2003. Child, Family, School, Community Socialization and Support (sixth edition). University of California. Irvine Saddleback College: Emertius Dalumpines, F. N. 2005. The Roles of Parental Self-Efficacy, Social Support, and Religious Coping in a Sample of Low Income African American Parents. Dissertation. Miami University Oxford, Ohio.
39
Harty, M. 2004. The Association Between Maternal Self Efficacy and Maternal Perception of Child Language Competence. Thesis. Faculty of Humanities University of Pretoria Jackson, A. P. 2000. Maternal Self-Efficacy and Children’s Influence on Stress and Parenting Among Single Black Mothers in Poverty. Journal. Sage Publicaction Jones, A. 2008. Effects of Positive Behavior Support Training on Children’s Maladaptive Behavior, Parenting Skills and Parental Support of Families with Children with Disabilities. Thesis. Departement of Counseling Psychology and Special Education Bigham Young University Kim, J. I. 2007. Mothers’ Depression and Parenting Efficacy Among Economically Disadvantaged Korean Women: Test of a Mediation Model. Dissertation. University Of Pittsburgh School Of Social Work. Kuhn, J. C. & Carter, A. S. 2006. Maternal Self-Efficacy and Associated Parenting Cognition Among Mothers of Children with Autism. Journal. American phsycological Association Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen.Malang: UMM Press Momper, S. L. 2005. Maternal Gambling, Parenting in The Home Environment, and Child Outcomes in Native American Families. Dissertation. University of Pittsburg Parker, A. E. 2006. Parental Socialization Of Positive and Negative Emotions: Associations With Children’s Everyday Coping and Display Rule Knowledge. Dissertation. North Carolina University Puspayanti, Th. 2008. Parenting skills & effective parenting_ Help, advice & support_ Online parenting magazine_ Raisingkids.co.uk.htm Schoenfield, L. J. 2004. The Predictive Ability of Adherence to Homework and Skill Acquisition for Treatment Outcome in Parent-Child Interacton Therapy. Thesis. University of Florida Skinner, S., Johnson, S., & Snyder, T. 2005. Six Dimensions of Parenting: a Motivational Model. Science And Practice. Portland State University: Lawrence Erlbaum Associate, Inc.
40
Smith, G. J. 2007. Parenting Effects on Self-Efficacy and Self-Esteem in Late Adolescence and How Those Factors Impact Adjustment to College. Journal. Departement of Psychology Dickinsion College Smith, S. J. 2005.The Development of A Family Life Education Manual for Teaching Parenting Skills to Incarcerated Fathers. Dissertation. Miami University Shaughnessy, J.J, Zechmeister, E.B, & Zechmeister, J.S. 2007. Metodologi Penelitian Psikologi. Edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sochib, M. 1998. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: Rineka Cipta Trunzo, A. C. 2006. Engagement Parenting Skills, and Parent-Child Relation as Mediators of The Relationship Between Parental Self-Efficacy and Treatment Outcomes for Children with Conduct problem. Dissertation. University of Pittsburg http://www.kompas.com (Kompas. 2008. Jangan Sebar Ranjau Mental Pada Anak. Diakses tanggal Senin, 26 Mei 2008 | 22:29 WIB) http://www.raisingkids.co.uk/index.asp (Parenting Skills.A Parent Place’s Is In The Wrong. Diakses tanggal Minggu, 06 Juli 2008 | 15:59 WIB) http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/24/15063593 (Kompas. 2008. Nasib Tragis Tiga Orang Anak Di Tangan Ibu Kandung. Diakses tanggal Sabtu, 24 Mei 2008 | 16:21 WIB) http://www.komnaspa.or.id/berita.asp?p=140, 07/24/ (Tempointeraktif. 2008. Jurnalisme Indonesia Kurang Mengupas Permasalahan Pekerja Anak Indonesia. Diakses tanggal Senin, 16 Juli 2008 | 19:06 WIB)
41