NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN MOTIVASI UNTUK MENJALANI TRITMEN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
Disusun Oleh :
BAYU GUSTADA SULIANTO RA RETNO KUMOLOHADI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
1
2
Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Motivasi Untuk Menjalani Tritmen Pada Penderita Diabetes Mellitus Bayu Gustada Sulianto RA. Retno Kumolohadi INTISARI
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis, yang ditandai dengan kadar gula (glukosa) di dalam darah yang tinggi melebihi kadar gula darah yang normal. Pada proses tritmen untuk penyakit DM, motivasi dari penderita DM sangat diperlukan. Adanya dukungan sosial keluarga mempunyai peranan penting untuk meningkatkan motivasi dari penderita DM untuk menjalani tritmen. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi untuk menjalani tritmen pada penderita diabetes mellitus. Penelitian ini menggunakan metode skala, dan try out terpakai. Penelitian ini dilakukan di kota Magelang. Subyeknya adalah pasien penderita diabetes mellitus yang berstatus menikah, memiliki anak dan tinggal bersama orang tua. Instrumen penelitiannya adalah angket dukungan sosial keluarga dan angket motivasi untuk menjalani tritmen. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 15. Hasil analisis data yaitu adanya hubungan yang sangat kuat antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi untuk menjalani tritmen pada penderita diabetes mellitus, dan sumbangan dukungan sosial keluarga terhadap motivasi untuk menjalani tritmen sebesar 75%. Kata Kunci :
Dukungan Sosial Keluarga, Motivasi Untuk Menjalani Tritmen
3
PENGANTAR Ilmu pengetahuan pada saat ini telah berkembang dengan demikian pesat. Semakin terasa dalam penanganan suatu masalah perlu dilakukan pendekatan yang komprehensif, multi dan inter bahkan transdisipliner. Demikian pula antara ilmu psikologi dan kedokteran, yang dianggap berasal dari dua ranah keilmuan yang berbeda. Akan tetapi pada saat membicarakan subyek dari kedua ilmu tersebut yaitu manusia, maka tidak terlepas dari bahasan kedua ilmu tersebut. Hafen, dkk (1996), menegaskan bahwa adanya hubungan yang kuat antara tubuh dan jiwa dan lebih spesifik lagi tentang peran psikologis dalam menentukan sehat atau sakit manusia. Ketegasan tersebut didukung oleh Notosoedirdjo dan Latipun (2001), yang menyatakan bahwa kata sehat mengandung pengertian keadaan yang sempurna secara biopsikososial, lebih dari sekedar terbebas dari penyakit atau kecacatan. Demikian pula sebaliknya, sakit juga mengandung makna biopsikososial yang meliputi konsep disease (berdimensi biologis), illness (berdimensi psikologis) dan sickness (berdimensi sosiologis). Faktor subyektif dan kultural juga turut menentukan konsep sehat dan sakit. Hal ini berarti sehat dan sakit merupakan gejala universal yang terjadi sepanjang sejarah manusia dan dikenal di semua kebudayaan serta tiap masyarakat mempunyai definisi yang dapat berbeda satu dengan lainnya. Meskipun
demikian,
kesehatan
manusia
pada
umumnya
menurut
Notosoedirdjo dan Latipun (2001), secara prinsip berada pada rentang yang kontinum, yaitu diantara titik yang benar-benar sakit dan titik benar-benar sehat. Kesehatan seseorang dapat diupayakan untuk ditingkatkan statusnya dari yang kurang sehat menjadi sehat dan lebih sehat atau sebaliknya.
4
Kesehatan merupakan kebutuhan penting setiap orang, apakah anakanak, remaja dan dewasa. Bagi orang dewasa, kondisi kesehatan prima merupakan kebutuhan utama untuk produktivitas yang dihasilkannya, sehingga dalam hidup itu tidak tergantung dan menjadi beban orang lain, tapi mampu memenuhi segala kebutuhannya. Individu yang mengalami permasalahan kesehatan, pada umumnya akan dapat berkemungkinan mempunyai permasalahan psikologis. Hal ini, terutama dapat terjadi pada individu penderita penyakit kronis yang memerlukan pengobatan-pengobatan jangka panjang. Seringkali pengalaman tersebut dirasakan oleh individu sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan atau menyakitkan (Eiser,1993). Argumentasi tersebut menunjukkan bahwa masalah kesehatan, selain ada secara fisik juga ada secara psikologis. Kesehatan secara fisiologis berhubungan dengan kesehatan secara mental, meskipun keduanya tidak saling menentukan. Jika terjadi gangguan fisik akan berkemungkinan untuk berpengaruh pada keadaan kesehatan mentalnya. Demikian juga jika terjadi gangguan mental maka akan mempengaruhi kesehatan fisiknya (Notosoedirdjo dan Latipun, 2001). Telah banyak dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor psikologis yang berperan pada keadaan sakit. Pada dasarnya tujuan dari penelitian-penelitian dan intervensi-intervensi psikologis tersebut adalah untuk membantu penderita sakit dalam mengatasi masalah-masalah psikologisnya, agar dalam usaha penyehatan medis menjadi lebih efektif. Salah satu penyakit kronis yang mendapat perhatian dalam penelitian-penelitian sehubungan dengan psikologis, penyesuaian dan kepatuhan menjalani tritmen adalah diabetes mellitus.
5
Menurut Haznam (1983), diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh kelainan insulin dalam tubuh, sehingga membutuhkan hiperglikemi dan glukosuri. Akibat dari kelainan ini, timbul kelainan metabolisma hidrat arang, lemak dan protein yang kemudian menyebabkan proses degeneratif pada organ dalam bagian tubuh terutama vaskuler. Kelainan vaskuler bisa terjadi pada pembuluh darah kecil (mikriongiopati) dan pada pembuluh darah besar (makroangiopati). Penyakit ini dapat terjadi pada semua tingkat sosial ekonomi masyarakat. Di negara Eropa, Amerika dan negara-negara maju lainnya penyebab kematian akibat diabetes mellitus yang tersering adalah kelainan kardiovaskuler. Di negara-negara sedang berkembang sebab utama adalah koma diabetik dan syok septik. Secara umum, diabetes mellitus adalah penyakit menahun, ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi. Gejala-gejalanya meliputi antara lain, sering buang air kecil, sering merasa haus, cepat lapar dan terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. Di Indonesia, orang mengenal diabetes mellitus dengan sebutan penyakit gula atau kencing manis. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan tidak normalnya fluktuasi kadar gula darah yang biasanya berhubungan dengan gangguan pada produksi insulin dan metabolisma glukosa (Orland, 1986). Terdapat dua jenis penyakit ini. Pertama adalah diabetes mellitus spontan yaitu diabetes mellitus tipe I (tergantung insulin) biasanya sejak anakanak atau remaja. Kedua adalah diabetes mellitus tipe II yang tidak tergantung pada insulin, dimulai pada usia 35 tahun (Ranakusuma, 1987). Sebagian besar penderita diabetes mellitus di Indonesia adalah termasuk dalam tipe II (Tjokroprawiro, 2001).
6
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tjokroprawiro (2001), pada poliklinik-poliklinik diabetes mellitus di Indonesia dapat diperkirakan sampai saat ini terdapat sekitar 2,1 juta orang penderita diabetes mellitus. Biaya perawatan minimal untuk rawat inap dan jalan bagi penderita diabetes mellitus di Indonesia diperhitungkan sebesar 1,5 milyar rupiah dan angka prevalensi di berbagai daerah di Indonesia tidak jauh berbeda. Data-data tersebut menunjukkan bahwa, masalah diabetes mellitus tidak dapat dianggap hanya sebagai masalah regional, melainkan sudah menjadi masalah nasional yang perlu dikelola dengan sungguh-sungguh. Pada program pemerintah, penyakit ini tercantum dalam urutan nomor empat dari penelitian nasional untuk penyakit degeneratif (Tjokroprawiro, 2001). Menurut Haznam (1983), yang terpenting dalam penyembuhan penyakit diabetes mellitus adalah tritmen yang teratur. Penderita harus menyadari tritmen dasar diabetes mellitus berupa diet, olahraga dan anti-diabetik harus dilakukan secara teratur. Tritmen bagi penderita diabetes mellitus adalah diet, latihan jasmani, obat anti diabetes (oral) dan atau suntikan insulin disertai dengan pemeliharaan kaki setiap hari untuk memperkecil terjadinya komplikasi (Tjokroprawiro, 2001). Efektifnya tritmen diabetes melitus tergantung bagaimana motivasi penderita melakukan tritmen secara teratur yang disarankan dokter (Wing, 1986). Paket tritmen secara teratur tersebut menjadi lebih kompleks apabila dimodifikasi agar sesuai dengan aktivitas sehari-hari penderita diabetes mellitus dan seberapa tinggi gula darahnya. Walaupun dokter setiap kali menawarkan tritmen pengobatan tetapi sesungguhnya pengelola utamanya adalah si penderita itu sendiri dengan motivasinya untuk melakukan tritmen secara teratur. Selain itu
7
diabetes mellitus adalah penyakit seumur hidup, maka penderita perlu mengubah pola perilakunya. Jadi tidak mengherankan jika penderita diabetes mellitus banyak menemukan kesulitan dalam mengubah gaya hidupnya. Kesulitankesulitan tersebut dapat berkonsekuensi menurunnya motivasi untuk melakukan tritmen. Kesulitan-kesulitan dalam mengubah gaya hidup, dapat melahirkan perilaku-perilaku yang tidak direncanakan. Perubahan sikap penderita diabetes mellitus dalam pengobatan ditandai dengan perubahan kepatuhan berobat, mengabaikan anjuran dokter, minum obat sembarangan, dan melanggar diet. Perlu diwaspadai jika terdapat kekambuhan berulang terhadap pengobatan penyakit kronis yang dideritanya meski terapi sudah optimal, motivasi dan tingkat partisipasi yang rendah, kehilangan minat terhadap aktivitas yang disukai, gangguan tidur, selera makan menurun, perubahan sifat dan perilaku (Dharmono, 2008). Perilaku-perilaku tersebut dapat menyebabkan kontrol gula darah dapat memburuk. Kontrol yang memburuk memperparah penyakit diabetes mellitus. Kondisi ini menunjukkan bahwa menjalani tritmen bagi penderita diabetes mellitus dapat menimbulkan permasalahan psikologis karena harus mengubah gaya hidup. Penyandang diabetes mellitus menurut Sofro (Suara Merdeka, Maret 2003) merasa
hidupnya
terganggu
atau
tertekan.
Penderita
merasa
dicabut
kebebasannya akibat banyaknya larangan dan keharusan yang menyangkut kehidupan
sehari-harinya
sebagai
penyandang
diabetes
mellitus
dapat
mengakibatkannya menjadi stres dan munurunkan motivasinya untuk menjalani tritmen. Penderita diabetes mellitus tidak dapat lagi makan makanan sesukanya.
8
Harus minum obat secara teratur. Lengannya ditusuk jarum suntik secara rutin untuk memeriksakan gula darah atau suntik insulin dan lain-lainnya. Apalagi kalau
lingkungannya
kurang
mendukung.
Keluarga
selalu
mengawasi
makanannya, olahraganya, kadar gula darahnya. Jadi rasanya tidak nyaman. Dokter dan perawat, teman dan terutama keluarga sering manjadi target kemarahan karena dianggap selalu memberi perintah dan larangan. Sebagian penderita merasa frustrasi dan menyerah dengan kadar gula darah yang tetap saja tinggi, walaupun rasanya sudah berusaha mengendalikannya dengan menjalani tritmen secara teratur. Hampir setiap pasien mengalami rasa cemas terhadap semua yang berhubungan dengan diabetes mellitusnya. Perilaku seperti perubahan kepatuhan berobat, mengabaikan anjuran dokter, minum obat sembarangan, dan melanggar diet dapat melemahkan motivasi penderita diabetes mellitus untuk menjalani tritmen. Pernyataan ini dapat dijelaskan bahwa perilaku individu terhadap sesuatu termasuk terhadap penyakit diabetes mellitus untuk menjalani tritmen merupakan fungsi dari motivasi (Wahjosumidjo, 1987). Kegiatan menjalani tritmen dipengaruhi tingkatan motivasi terhadap tugas-tugas tritmen yang harus dikerjakan. Tanpa motivasi atau motivasi yang tinggi akan menyulitkan penderita diabetes mellitus untuk menjalani tritmen. Motivasi memiliki peranan yang penting dalam pembentukan perilaku, termasuk perilaku untuk menjalani tritmen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang menyebabkan seseorang menyadari kebutuhan yang mendorongnya melakukan suatu kegiatan (Andi dan Djendoko, 2004). Kondisi tersebut dapat bersifat intrinsik yang disebut dengan motivasi intrinsik dan dapat bersifat ekstrinsik yang disebut dengan motivasi ekskrinsik.
9
Motivasi instrinsik merupakan motif yang berasal dari dalam diri individu yang berupa kebutuhan-kebutuhan fisiologis, misalnya dorongan untuk makan, minum dan bernafas serta kebutuahan-kebutuhan umum misalnya dorongan kasih sayang, ingin tahu dan berusaha. Motivasi ekstrinsik merupakan motif yang berasal dari luar individu terutama secara sosial, misalnya dorongan ingin merasa diterima, dihargai dan merasa aman (Andi dan Djendoko, 2004). Berkaitan dengan perilaku menjalani tritmen bagi penderita diabetes mellitus, maka motivasi instrinsik yang perlu dikembangkan adalah pengaturan pola makan dan berusaha. Sedangkan motivasi ekstrinsik yang perlu dikembangkan adalah dorongan ingin merasa dikasih-sayangi, penghargaan atau persetujuan, kebersamaan, indentitas dan kenyamanan yang disebut dengan istilah dukungan sosial dalam menjalani tritmen. Hal ini dapat dijelaskan, menurut Dharmono (2008) keterlibatan keluarga secara aktif sejak awal treamen merupakan langkah yang harus ditempuh untuk memberi dukungan pada penderita diabetes mellitus dan akan berdampak positif terhadap kelangsungan pengobatan. Penderita diabetes mellitus memerlukan bantuan agar dapat menjalani tritmen, karena kesehatan fisik erat kaitannya dengan motivasi, emosional dan mental seseorang. Menurut House dan Kahn (Cohen dan Syme,1985) bantuan dalam bentuk-bentuk dukungan informatif, dukungan emosional dan dukungan penilaian atau penghargaan serta dukungan instrumental dari keluarga disebut dengan dukungan sosial keluarga. Dukungan sosial menurut Thoits (dalam Vaux, 1988) adalah derajat keterikatan sosial dasar dan dapat dipengaruhi melalui interaksi dengan orang lain yang senantiasa berkaitan dengan dirinya terutama keluarga. Keterikatanketerikatan tersebut didefinisikan sebagai kasih sayang, penghargaan atau
10
persetujuan, kebersamaan, indentitas dan kenyamanan (Thoits dalam Vaux, 1988). Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi masalah adalah bagaimana gambaran empirik tentang hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi untuk menjalani tritmen pada penderita diabetes mellitus.
METODE PENELITIAN Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas
: Dukungan sosial keluarga
2. Variabel tergantung
: Motivasi untuk menjalani tritmen
Subjek Penelitian Subjek yang diambil untuk penelitian ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Penderita diabetes mellitus. 2. Menikah dan mempunyai pasangan. 3. Mempunyai anak. 4. Tinggal bersama orang tua. Jumlah subjek yang akan digunakan dalam penelitian sebanyak 32 orang.
Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan dua skala psikologi, yaitu: 1. Skala dukungan sosial keluarga
11
Skala ini dibuat berdasarkan aspek dukungan sosial keluarga dari House dan Kahn (Cohen dan Syme, 1985), yang bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya dukungan sosial keluarga, adapun aspek-aspek yang ingin diungkap yaitu: a. Dukungan informatif b. Dukungan emosional c. Dukungan penilaian atau penghargaan d. Dukungan instrumental
2. Skala motivasi untuk menjalani tritmen Skala ini dibuat berdasarkan aspek moivasi untuk menjalani tritmen dari Yusuf dan Juntika (2005), yang bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya motivasi untuk menjalani tritmen, aspek-aspek yang ingin diungkap peneliti yaitu: a. Durasi kegiatan. b. Frekuensi kegiatan. c. Persistensi. d. Devosi. e. Ketabahan, keuletan dan kemauan. f. Tingkatan aspirasi. g. Tingkat kualifikasi dari output yang dicapai. h. Arah sikap terhadap sasaran.
METODE ANALISIS DATA Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah tekhnik analisis product moment. Perhitungan-perhitungan tersebut
12
akan dilakukan dengan komputer menggunakan program SPSS 15 for windows.
HASIL PENELITIAN Deskripsi Subjek Penelitian Deskripsi Subjek Penelitian Faktor Kategori No a. Laki-laki 1 Jenis Kelamin b. Perempuan a. < 40 tahun 2 Usia b. 41 – 50 tahun c. > 51 tahun a. Menikah 3 Status Perkawinan b. Belum menikah a. 1x b. 2x c. 3x 4 Frekuensi Opname d. 4x e. 5x f. > 6x a. SD b. SMP 5 Pendidikan c. SMA d. Perguruan Tinggi a. < 6 bulan b. 6 bulan – 1 tahun 6 Lama Sakit c. 1 – 2 tahun d. 2 – 5 tahun e. > 5 tahun a. 1 anak 7 Jumlah anak b. 2 anak c. > 3 anak
n 20 12 7 13 12 32 0 17 8 4 2 1 0 1 6 20 5 4 5 12 9 2 6 16 10
Persentase 62,5% 37,5% 21,875 % 40,625% 37,5% 100% 0% 53,125% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 0% 3,125% 18,75% 62,5% 15,625% 12,5% 15,625% 37,5% 28,125% 6,25% 18,75% 50% 31,25%
Deskripsi Data Penelitian Sampel dalam penelitian ini digolongkan ke dalam lima kategori diagnostik yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Kategori berdasar sebaran hipotik yaitu nilai maksimal dikurangi nilai minimal, hingga diperoleh standar hipotetik berikut:
13
Tabel 1 Tabel Kriteria Kategori Skala Kategori Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
Nilai x > (µ+1,5s ) (µ+0,5s ) < x = (µ+1,5s ) (µ-0,5s ) < x = (µ+0,5s ) (µ-1,5s ) < x = (µ-0,5s ) x = (µ-1,5s )
Kategorisasi subjek penelitian berdasar mean hipotetik dan mean empirik dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2 Deskripsi Data Penelitian Variabel Dukungan Sosial Keluarga Motivasi Untuk Menjalani Tritmen
Xmin
Skor Hipotetik Xmax Mean
SD
Xmin
Skor Empirik Xmax Mean
SD
30
120
75
15
56
108
85,84
14,505
25
100
62,5
12,5
49
85
69,84
11,162
Kategori skor subjek pada variabel dukungan sosial keluarga berdasar kategori yang telah dibuat diatas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 Kategori Skor Dukungan Sosial Keluarga Skor Kategorisasi x > 97,5 Sangat Tinggi 82,5 < x = 97,5 Tinggi 67,5 < x = 82,5 Sedang 52,5 < x = 67,5 Rendah x = 52,5 Sangat Rendah
F 6 12 9 5 0
Persentase 18,75% 37,5% 28,125% 15,625% 0%
Kategori skor subjek pada variabel motivasi untuk menajalani tritmen berdasar kategori yang telah dibuat dapat dilihat pada tabel berikut:
14
Tabel 4 Kategori Skor Motivasi Untuk Menjalani Tritmen Skor Kategorisasi x > 81,25 Sangat Tinggi 68,75 < x = 81,25 Tinggi 56,25 = x < 68,75 Sedang 43,75 < x < 56,25 Rendah x < 43,75 Sangat Rendah
F 7 12 8 5 0
Persentase 21,875% 37,5% 25% 15,625% 0%
Uji Asumsi Uji normalitas dan uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai korelasi agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya. 1. Uji Normalitas Uji normalitas dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov Test dari program SPSS 15.0 for windows. Pada variabel dukungan sosial keluarga menunjukkan K-SZ sebesar 0,609 dan p sebesar 0,852. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa distribusi skor subjek pada skala dukungan sosial keluarga merupakan distribusi normal. Pada variabel motivasi untuk menjalani tritmen menunjukkan K-SZ sebesar 0,562 dan p sebesar 0,910. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa distribusi skor subjek pada skala motivasi untuk menjalani tritmen merupakan distribusi normal. 2. Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan dengan menggunkan teknik compare mean dari program SPSS 15.0 for windows. Liniearity Between Groups menunjukkan Fhitung sebesar 91,022 dan p sebesar 0,000. Ini menunjukkan bahwa data dua variabel yang dikorelasikan yaitu dukungan sosial keluarga dan motivasi untuk menjalani tritmen memiliki data yang linier.
15
Uji Hipotesis Analisis data dilakukan guna menguji hipotesis yang telah diajukan. Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan bantuan program SPSS 15.0 for windows. Hasil korelasi antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi menjalani tritmen sebesar 0,866 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi untuk menjalani tritmen. Dengan demikian, hipotesis diterima.
Uji Analisis Tambahan Analisis tambahan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber dukungan sosial keluarga diantara orang tua, pasangan, dan anak yang paling berpengaruh terhadap motivasi untuk menjalani tritmen pada penderita diabetes mellitus. Adapun hasil dari analisis korelasi diperoleh koefisien korelasi antara dukungan sosial orang tua dengan motivasi untuk menjalani tritmen sebesar 0,831, koefisien korelasi antara dukungan sosial pasangan dengan motivasi untuk menjalani tritmen sebesar 0,876, dan koefisien korelasi antara dukungan sosial anak dengan motivasi untuk menjalani tritmen sebesar 0,719. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diatas, maka nilai koefesien korelasi yang paling tinggi terhadap motivasi untuk menjalani tritmen pada penderita diabetes mellitus yaitu dukungan sosial pasangan.
16
PEMBAHASAN Penyakit diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis, yang ditandai dengan kadar gula (glukosa) di dalam darah yang tinggi melebihi kadar gula darah yang normal. Untuk itu
penderita diabetes mellitus harus melakukan
tritmen dalam bentuk kontrol terhadap konsumsi total karbohidrat yang tujuannya adalah menornalkan kadar gula darah dalam tubuh (Tjokroprawiro, 2001). Bentuk-bentuk kontrol tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari diet, latihan jasmani, obat anti diabetes (oral) dan atau suntikan insulin disertai dengan pemeliharaan kaki setiap hari untuk memperkecil terjadinya komplikasi (Tjokroprawiro, 2001). Efektif tidaknya bentuk-bentuk kontrol terhadap konsumsi total karbohidrat tergantung bagaimana motivasi penderita melakukan untuk menjalani tritmen. Hal ini disebabkan paket tritmen harus dimodifikasi agar sesuai dengan aktivitas sehari-hari penderita diabetes mellitus dan seberapa tinggi gula darahnya. Selain itu diabetes mellitus adalah penyakit seumur hidup, maka penderita perlu mengubah pola perilakunya. Jadi tidak mengherankan jika penderita diabetes mellitus banyak menemukan kesulitan untuk menjalani tritmen, karena harus mengubah gaya hidupnya. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat berkonsekuensi menurunnya motivasi penderita diabetes mellitus untuk menjalani tritmen. Pada tingkat ini pentingnya dukungan sosial keluarga, yaitu meningkatkan motivasi penderita diabetes mellitus untuk menjalani tritmen. Motivasi penderita diabetes mellitus yang baik merupakan wujud dari tanggung jawab terhadap penyakit yang dideritanya, yaitu sebagai penerima pelayanan kesehatan. Motivasi seseorang tidak selalu tinggi dalam menjalankan tritment atau pengobatan yang dilakukan, banyak penderita diabetes mellitus mempunyai motivasi yang rendah dalam melakukan tritment. Walaupun tritment
17
sangat penting dilaksanakan oleh semua penderita diabetes mellitus namun tidak menjamin bahwa penderita diabetes mellitus tersebut mempunyai motivasi yang tinggi dalam melakukan pengobatan. Menurut analisis peneliti tentang tinginya motivasi penderita diabetes mellitus dalam menjalani tritment karena kesadaran penderita diabetes mellitus tentang arti dan manfaat tritment yang baik. Tritment yang baik sangat dibutuhkan dalam mempercepat proses pengobatan penyakit diabetes mellitus. Ada beberapa macam tritment bagi penderita diabetes mellitus yaitu, pengaturan pola makan dan makanan, olahraga yang teratur dan terukur serta pemberian obat anti diabetes dan insulin maupun cangkok pankreas (Rab, 1985). Dalam menjalani tritment ini penderita diabetes mellitus memerlukan motivasi yang tinggi dalam menjalaninya. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden
mengungkapkan motivasi untuk menjalani tritmen yang diberikan adalah tinggi, yaitu 37,5% dan 25% mengungkapkan bahwa motivasi untuk menjalani tritmen yang diberikan adalah sedang, untuk kategori sangat tinggi 21,875% dan kategori rendah 15,625%. Motivasi penderita diabetes mellitus dalam menjalankan tritment dapat rendah dapat juga tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan melakukan tritment dengan baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi penderita diabetes mellitus ini adalah kebutuhan (need). Hal ini sesuai dengan pendapat Maslow (1994) bahwa dalam diri setiap orang terdapat lima kebutuhan yang meliputi: kebutuhan fisik (physiological needs); termasuk di dalamnya adalah kebutuhan makan minum, kebutuhan rasa aman (security needs); termasuk
18
didalamnya penjagaan atau proteksi dari ancaman fisik dan emosional. Kebutuhan menjalani tritment pada penderita diabetes mellitus merupakan kebutuhan fisik yang harus terpenuhi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penderita diabetes mellitus ini, penderita diabetes mellitus perlu menjalankan tritment dengan baik. Selain itu dukungan dari pihak keluarga untuk menuju kesembuhan sangat diperlukan untuk meningkatkan motivasi dalam menjalani tritmen. Dukungan sosial keluarga merupakan dukungan yang diberikan keluarga terhadap penderita diabetes mellitus. Menurut Caplan dan Killilea dalam Kaplan (1983) bahwa dukungan sosial keluarga adalah keterikatan antara individu dalam suatu jaringan tindakan yang bersifat menolong atau membantu di mana individu merasa mendapat informasi, dukungan emosional, penilaian dan penghargaan serta instrumentasi maupun pelayanan yang diperoleh individu dari anggota keluarga. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden
mengungkapkan dukungan sosial keluarga yang diberikan adalah tinggi, yaitu 37,5% dan 28,125% mengungkapkan bahwa dukungan sosial keluarga yang diberikan adalah sedang. Untuk kategori sangat tinggi sebesar 18,75% dan kategori rendah sebesar 15,625%. Dukungan sosial keluarga sangat dibutuhkan oleh seseorang yang menderita suatau penyakit, misalnya diabetes mellitus. Dukungan sosial keluarga juga dibutuhkan oleh penderita suatu penyakit yang membutuhkan pengobatan yang lama. Dukungan sosial keluarga terhadap penderita diabetes mellitus dapat berupa dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan penghargaan, dengan adanya dukungan ini akan meningkatkan
19
penderita diabetes mellitus dalam menjalani tritment. Menurut House dan Kahn (Cohen dan Syme, 1985) dukungan sosial keluarga terdiri dari empat aspek yaitu aspek informatif, aspek emosional, dan aspek penilaian atau penghargaan, serta aspek instrumental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi menjalani tritment pada penderita diebetes mellitus dengan signifikansi p value 0,001. Motivasi menjadi faktor yang penting dalam setiap usaha pencapaian tujuan, termasuk usaha untuk menyembuhkan penyakit diabetes mellitus. Sedemikian penting peranan motivasi dalam menggerakkan perilaku, karena faktor ini sangat berpengaruh pada kerelaan seorang penderita diabetes mellitus untuk dapat menjalani tritmen dalam upaya mencapai tujuan penyembuhan penyakit diabetes mellitus yang dideritanya tersebut. Besarnya motivasi penderita diabetes mellitus dalam menjalani tritment dapat ditentukan oleh besarnya dukungan sosial yang didapatkan dari keluarga. Dalam penelitian ini juga diketahui adanya hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi menjalani tritment penderita diabetes mellitus. Arah hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi menjalani tritment penderita diabetes mellitus di wilayah kota Magelang adalah positif (+), artinya, peningkatan dukungan sosial keluarga akan diikuti peningkatan motivasi menjalani
tritment
penderita
diabetes
mellitus.
Saranson
dkk
(1983)
mendefinisikan dukungan sosial keluarga sebagai suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari anggota-anggota keluarganya. Dengan demikian individu menjadi tahu bahwa keluarga memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya. Dengan besarnya dukungan sosial yang
20
didapatkan penderita diabetes mellitus maka akan meningkatkan motivasi untuk sembuh dan menjalankan tritment. Hubungan antar dukungan sosial keluarga dengan motivasi menjalani tritment penderita diabetes mellitus ini mempunyai kekuatan hubungan yang sangat kuat, karena r hitung yang dihasilkan 0,866 dan ini berada pada koefisien interval 0,80 – 1,000 (tingkat hubungan sangat kuat) (Sugiono dalam Prayitno, 2008). Adanya hubungan yang sangat kuat antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi menjalani treatment penderita diabetes mellitus ini dapat dijelaskan bahwa penderita diabetes mellitus yang mempunyai dukungan sosial yang positif terutama dari keluarga sangat mempengaruhi perilaku berobat. Menurut
Gottlieb
(dalam
Maramis,
1980)
dukungan
sosial
keluarga
mempengaruhi kondisi psikologis dan kesehatan orang yang menderita suatu penyakit, termasuk juga penderita diabetes mellitus. Bila orang yang menderita suatu penyakit mendapat dukungan sosial keluarga yang tinggi untuk berobat maka akan timbul motivasi penderita diabetes mellitus untuk mejalani tritmen. Selain hal itu, dari analisis tambahan yang dilakukan oleh peneliti yang bertujuan untuk mengetahui sumber dukungan sosial keluarga diantara orang tua, pasangan, dan anak yang paling berpengaruh terhadap motivasi untuk menjalani tritmen pada penderita diabetes mellitus. Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diperoleh maka nilai koefesien korelasi yang paling tinggi terhadap motivasi untuk menjalani tritmen pada penderita diabetes mellitus yaitu dukungan sosial pasangan yaitu sebesar 0,876, untuk dukungan sosial orang tua dan anak terhadap motivasi untuk menjalani tritmen masing-masing sebesar 0,831 dan 0,719. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dukungan sosial
21
keluarga yang paling mempengaruhi terhadap motivasi untuk menjalani tritmen adalah dukungan pasangan. Kelemahan dari penelitian ini adalah subyek penelitian yang terbatas. Pada awalnya penelitian ini akan memakai subyek yang berada di poliklinik atau rumah sakit, namun karena keterbatasan dan tidak diberikannya kesempatan oleh pihak rumah sakit, pada akhirnya peneliti menggunakan cara door to door untuk pengambilan data. Dengan proses door to door tersebut proses pengambilan data menjadi lebih lama, karena tidak setiap saat peneliti menemukan subyek yang sesuai dengan kriteria subyek penelitian. Keterbatasan subyek penelitian mengarahkan penelitian ini menggunakan penelitian try out terpakai.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi untuk menjalani tritmen pada penderita diabetes mellitus sebesar 0,866; hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi pula motivasi untuk menjalani tritmen, dan semakin rendah dukungan sosial keluarga maka semakin rendah juga motivasi untuk menjalani tritmen. Sumbangan dukungan sosial keluarga terhadap motivasi untuk menjalani tritmen sebesar 75%.
SARAN 1. Keluarga Hendaknya keluarga terutama pasangan dapat menjadi fasilitator bagi kesembuhan penyakit penderita diabetes mellitus melalui pemberian dukungan
22
sosial yang baik sehingga dapat meningkatkan motivasi penderita diabetes mellitus dalam menjalani tritmen. 2. Peneliti selanjutnya Hendaknya melakukan penelitian secara berkelanjutan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian dukungan sosial keluarga serta faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi penderita diabetes mellitus dalam menjalani tritment (misalnya, pendidikan, umur, lama sakit, lama pengobatan).