NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (IBU) DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA REMAJA PUTRI PRAPUBERTAS
Oleh :
SRI UTAMI 04320265
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (IBU) DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA REMAJA PUTRI PRAPUBERTAS
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing Utama
(Rina Mulyati, S.Psi., M.Si.)
2
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (IBU) DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA REMAJA PUTRI PRAPUBERTAS
Sri Utami Rina Mulyati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis apakah ada hubungan antara dukungan sosial yang diberikan ibu dengan kecemasan menghadapi menarche pada remaja putri prapubertas. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dukungan sosial yang diberikan ibu dengan kecemasan menghadapi menarche pada remaja putri prapubertas. Semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan ibu, semakin rendah kecemasan menghadapi menarche pada remaja putri prapubertas. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa putri sekolah dasar negeri (SDN) yang ada di Kabupaten Sleman Yogyakarta, berusia antara 9 - 13 tahun dan belum mengalami menarche. Subjek penelitian berjumlah 107 responden. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu skala dukungan sosial dari ibu yang mengacu pada teori Smet (1994) yang terdiri dari 30 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.250 sampai 0.726 serta koefisien alpha sebesar 0.867 dan skala kecemasan menghadapi menarche yang mengacu pada teori Rosenhan dan Seligman (1989) yang terdiri dari 40 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.257 sampai 0.566 dengan koefisien alpha sebesar 0.859. Sebaran data subyek untuk dukungan sosial yang diberikan ibu menunjukkan (K-SZ = 0.914; p = 0.374), sedangkan untuk kecemasan menghadapi menarche menunjukkan (KS - Z = 0.589; p = 0.879), keduanya menunjukkan sebaran data normal. Begitu juga untuk dukungan sosial yang diberikan ibu dan kecemasan menghadapi menarche menunjukkan sebaran data yang linier (F = 5.587; p = 0.021). Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik product moment dari Pearson. Hasilnya menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche (r = -0.196). Sumbangan efektif yang diberikan variabel dukungan sosial (ibu) terhadap variabel kecemasan menghadapi menarche sebesar 3.8%. Kata kunci : dukungan sosial (ibu), kecemasan, menarche dan pre adolescence
3
PENGANTAR
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak - anak ke masa dewasa yang ditandai dengan berbagai macam perubahan baik fisik, kognitif dan sosial (Sulaeman, 1995). Secara umum, di antara perubahan yang terjadi pada masa ini, perubahan fisik lebih mendominasi karena merupakan salah satu ciri penting dari perkembangan masa remaja. Hurlock (1997), menjelaskan salah satu perubahan penting yang di alami pada masa remaja adalah perubahan fisik yang ditandai dengan munculnya ciri - ciri seks primer dan ciri - ciri seks sekunder. Perubahan ciri - ciri seks primer berbeda antara anak laki - laki dan perempuan, pada anak laki - laki perubahan ciri seks primer ditunjukkan dengan pertumbuhan batang kemaluan (penis) dan kantung kemaluan (scrotum) atau biasa ditandai dengan mimpi basah. Sementara itu, bagi anak perempuan perubahan ciri seks primer ditandai dengan munculnya menstruasi pertama kali atau menarche (Mar’at, 2005). Masa remaja dan menarche yang terjadi pada anak perempuan sangat erat kaitannya. Jika anak perempuan telah mengalami menarche maka dapat dikatakan bahwa mereka telah memasuki masa remaja. Terjadinya menarche ini memberi petunjuk bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan telah matang, sehingga memungkinkan untuk mengandung dan melahirkan anak. Berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada masa remaja di atas, istilah pubertas sering dikaitkan dengan perubahan fisik pada remaja (Santrock, 2003). Istilah pubertas sendiri berasal dari bahasa latin pubescent yang berarti rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual (Monks, 2004). Masa pubertas adalah masa ketika organ reproduksi
4
mengalami kematangan dan mulai berfungsi (Hurlock, 1997). Santrock (2003), menjelaskan bahwa pubertas sebagai suatu periode dimana kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal terjadi selama masa remaja awal. Menurut Ramaiah (2006), menstruasi adalah pengeluaran cairan darah dari vagina secara berkala selama masa usia reproduktif. Pada umumnya remaja putri akan mengalami menarche pada usia prapubertas yaitu 10 - 13 tahun tergantung pada berbagai faktor, termasuk kesehatan wanita, status nutrisi, dan berat tubuh terhadap tinggi tubuh. Santrock (2003), menjelaskan bahwa menarche yang di alami seorang anak perempuan terjadi sedikit di atas usia 13 tahun dibandingkan dengan usia 17 tahun, hal ini disebabkan oleh faktor genetik, meningkatnya mutu makanan dan kesehatan. Menarche masih berada dalam rentang normal bila terjadi antara usia 9 sampai 15 tahun. Prawirohardjo (2005), menambahkan bahwa usia remaja putri pada saat pertama mendapat menarche bervariasi, yaitu usia 10 16 tahun, tetapi rata - ratanya terjadi pada usia 12,5 tahun, adapun remaja putri yang terlambat mendapatkan menarche setelah usia 14 tahun bahkan sampai mencapai usia 18 tahun dapat disebabkan oleh faktor heriditas, gangguan kesehatan dan kekurangan gizi. Permulaan menstruasi mungkin akan menjadi peristiwa yang menakutkan bagi beberapa remaja putri yang kurang mempersiapkan dirinya terlebih dahulu. Banyak remaja putri yang mengalami rasa sakit saat menstruasi walaupun tidak semua remaja putri mengalaminya. Selain rasa sakit yang mereka alami, banyak di antara mereka merasa direpotkan karena harus memakai pembalut dan menggantinya disaat - saat tertentu.
5
Salah satu contoh gambaran dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan Maret 2008 dengan melibatkan lima remaja putri yang masih duduk di bangku sekolah dasar negeri yang ada di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Kelima remaja putri tersebut terdiri dari dua remaja putri, berusia 11 dan 12 tahun yang sudah mengalami menarche dan tiga remaja putri masing - masing berusia 9, 10 dan 11 tahun yang belum mengalami menarche. Dari dua remaja yang sudah mengalami menarche dapat diketahui bahwa pada saat pertama kali mendapatkan menarche, mereka merasa belum mempunyai kesiapan sebelumnya, hal ini terlihat dari perasaan takut dan binggung yang dirasakan mereka setelah mendapatkan menarche, rasa panik karena harus melihat begitu banyak darah yang keluar dari alat vital mereka, kemudian rasa malu karena harus mengalami menarche di sekolah dan reaksi dari teman - teman sekelas yang kurang menyenangkan seperti mengejek dan mendapat perlakuan yang berbeda pada saat bermain di jam istirahat sekolah. Selanjutnya, reaksi dari tiga remaja putri yang belum mengalami menarche pada saat dilakukan observasi dan wawancara oleh peneliti dapat digambarkan sebagai berikut mereka merasa bahwa menarche merupakan suatu hal yang membuat mereka takut dan binggung, hal ini terlihat dari respon mereka yang kurang menyenangkan dalam menanggapi pertanyaan tentang menarche yang diajukan peneliti. Reaksi wajah mereka yang tiba - tiba pucat dan ada salah satu respon dari mereka dengan menghindar dan mengalihkan topik pembicaraan yang lain di luar masalah menarche, kebanyakan dari ketiga remaja putri menunjukkan rasa khawatir jika pada saat mendapatkan menarche di sekolah, tidak bisa bebas
6
melakukan aktivitas sehari - hari, merasa kurang nyaman dan direpotkan karena harus memakai dan mengganti pembalut disaat - saat tertentu, belum lagi harus mengalami rasa sakit saat menarche. Perasaan dan berbagai respon yang muncul dari remaja putri saat menstruasi kadang memunculkan persepsi yang berbeda - beda pada setiap individu yang akan menghadapi menstruasi. Hal ini terbukti dari penelitian Unger dan Crowford dalam (Astiti dan Pudjono, 2004), yang menjelaskan bahwa menstruasi muncul sebagai suatu hal yang dipersepsikan berbeda oleh setiap individu, menstruasi akan dianggap sebagai hal yang positif jika dihubungkan dengan
gambaran
yang
menyenangkan
tentang
kedewasaan,
sebaliknya
menstruasi dipersepsikan sebagai hal yang negatif jika dhubungkan dengan rasa tidak nyaman, kepercayaan akan mitos seputar menstruasi dan ketidakbebasan beraktivitas. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Conger dalam (Sriwindari, 2002), bahwa reaksi emosi terhadap menstruasi pertama pada 475 remaja putri adalah merasa biasa saja, sebagian merasa cemas, dan beberapa diantaranya merasa takut. Hanya 10 % dari mereka yang menerima menarche dengan perasaan antusias, penasaran dan bangga. Hasil penelitian ini menunjukkan hampir sebagian remaja putri memberikan respon negatif terhadap menarche. Selanjutnya menurut PKBI (dalam Kuswardani, 2000) respon remaja putri terhadap menarche antara lain terkejut, takut bahkan menangis ketika mengalaminya. Rasa tidak menyenangkan yang menyertai proses menarche dapat menimbulkan sikap untuk menolak. Terkadang penolakan tersebut disertai dengan
7
sikap seperti menyalahkan ibu karena melahirkan sebagai perempuan yang harus mengalami siklus menstruasi setiap bulan dan kemudian muncul perasaan malu serta perasaan kotor (Hastuti, 1994). Dalam penelitian Purnamasari (2000), dapat diketahui bahwa sebelum mengalami menarche, remaja putri yang belum mendapatkan persiapan sebelumnya akan mengalami perasaan negatif seperti takut, panik, kaget, sedih, marah, bingung dan merasa direpotkan lebih banyak ditampilkan dibandingkan dengan perasaan positif saat memasuki menarche. Remaja putri juga mengalami kecemasan setelah pengalaman menarchenya terhadap tingkat pemerkosaan, perilaku teman - teman dan lawan jenisnya saat menstruasi, sikap keluarga terhadap mereka, dan ketidaknormalan saat mengalami menstruasi. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dengan banyaknya perasaan dan respon remaja putri yang berbeda - beda terhadap menarche membawa reaksi yang positif dan negatif bagi remaja putri dalam menghadapi menarche. Gambaran tentang kedewasaan dan kemungkinan untuk mengandung serta melahirkan anak dianggap sebagai reaksi positif dari menarche bagi remaja putri, sedangkan kecemasan dan merasa direpotkan sebagai salah satu reaksi negatif bagi sebagian besar remaja putri alami saat menghadapi menarche. Apabila keadaan cemas ini selalu muncul maka akan berpengaruh pada proses penerimaan remaja putri terhadap menarche. Jersild (Astiti dan Pudjono, 2004), menjelaskan kecemasan sebagai keadaan psikologis dimana individu terus - menerus berada dalam perasaan khawatir yang ditimbulkan oleh adanya konflik internal. Kekhawatiran ini dialami
8
sebagai suatu ketidaktentraman yang kabur atau sebagai perasaan - perasaan lain seperti takut, marah, gelisah, mudah tersinggung, tertekan atau campuran dari berbagai perasaan. Keterkaitan antara perasaan cemas saat menarche terlihat dari kondisi psikologis remaja putri dengan gejala pramenstruasi yang biasa terjadi. Gejala pramenstruasi ini ditandai dengan kondisi emosi sedih, cemas, marah dan kesal, kondisi intelektual yang menunjukkan konsentrasi menurun dan sulit untuk mengambil kesulitan, serta kondisi perilaku yang memperlihatkan motivasi rendah dan tidak mau bersosialisasi dengan orang lain (Ramaiah, 2006). Menurut Sriwindari (2002), kecemasan dalam menghadapi menarche dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan yang didapat mengenai menstruasi dan faktor kesiapan. Dalam penjelasannya, faktor kesiapan dapat dilakukan dengan cara memberikan dukungan dan perhatian pada remaja putri pada masa menghadapi menarche, dengan demikian remaja putri akan menjadi lebih tenang dan siap menyambut datangnya menarche. Remaja putri yang cukup dipersiapkan akan merasakan menarche sebagai peristiwa yang diharapkan. Sari dan Kuncoro (2006), menjelaskan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah keadaan pribadi individu, tingkat pendidikan, pengalaman tidak menyenangkan dan dukungan sosial. Dukungan sosial dapat diperoleh dari orang - orang sekitar individu seperti orang tua, kakak, adik, teman, saudara, dan masyarakat. Conel (1994) menyatakan bahwa kecemasan akan berkurang apabila individu memilki dukungan sosial. Shinta (1995), menjelaskan bahwa dukungan sosial adalah pemberian informasi baik secara verbal maupun non verbal, pemberian bantuan tingkah laku
9
atau materi yang di dapat dari hubungan seseorang yang akrab atau hanya disimpulkan
dari
keberadaan
mereka
yang
membuat
individu
merasa
diperhatikan, bernilai dan dicintai sehingga dapat menguntungkan bagi kesejahteraan individu yang menerima. Berkaitan dengan penjelasan di atas, dukungan sosial dapat dijadikan sebagai salah satu cara remaja putri lebih mudah dalam memahami menarche. Dalam mengenalkan menarche pada remaja putri, peran serta keluarga terutama perhatian orang tua sangat diperlukan guna membantu pemahaman remaja putri mengenai menstruasi itu sendiri. Orang tua sebagai orang terdekat dalam keluarga mempunyai tanggung jawab untuk perkembangan anaknya, ibu sebagai orang yang mengerti masalah menstruasi dapat dijadikan sebagai tempat untuk bertanya tentang masalah menarche. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang tua terutama ibu melaksanakan tanggung jawab tersebut, permasalahan yang muncul banyak ibu yang masih canggung dan beranggapan bahwa anak perempuan bisa mempersiapkan menstruasi sendiri secara alami. Monks, dkk (Ashriati, 2006), mengatakan bahwa kualitas hubungan antara orang tua dengan anak memegang peranan penting. Adanya dukungan dan interaksi yang kooperatif antara orang tua dengan anak pada masa remaja akan menimbulkan kedekatan. Seorang ibu biasanya memilki sikap yang lebih menerima, lebih mengerti dan lebih kooperatif terhadap anak remaja dibandingkan ayah. Mayateta dan Indati (2005), menjelaskan bahwa remaja putri memerlukan dukungan orang - orang sekitarnya dalam menghadapi datangnya menarche. Perhatian orang tua merupakan salah satu faktor psikologis bagi anak,
10
sehingga apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi menyebabkan anak menjadi tidak tahu bagaimana menarche dan tidak siap untuk menghadapinya. Selain itu, dengan adanya peran serta orang tua terutama ibu dalam memberikan dukungan serta informasi tentang menarche secara dini setidaknya dapat memberikan pengaruh yang baik pada anak perempuannya guna mengurangi rasa cemas saat mereka memasuki menarche. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, peneliti berasumsi bahwa menarche pada remaja putri dipengaruhi oleh kecemasan. Kecemasan ini muncul karena adanya faktor - faktor tertentu yang mempengaruhi. Oleh karena itu, dengan dukungan sosial yang diberikan ibu kepada remaja putri diharapkan dapat memberikan pemahaman mereka secara dini tentang menarche.
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa putri sekolah dasar negeri (SDN), berusia antara 9 - 13 tahun dan belum mengalami menstruasi pertama. Subjek penelitian difokuskan pada mereka yang duduk dibangku sekolah dasar negeri (SDN) kelas 4, 5 dan 6 yang ada di Kabupaten Sleman Yogyakarta.
B. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam bentuk angket (kuesioner) dengan menggunakan metode angket. Metode angket ini akan mengungkapkan kecemasan menghadapi menarche dan dukungan sosial (ibu).
11
1. Angket Kecemasan Menghadapi Menarche Angket kecemasan menghadapi menarche digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan yang dialami subjek peneltian yaitu remaja putri dalam menghadapi menarche. Angket ini disusun bedasarkan aspek - aspek kecemasan menghadapi menarche menurut Rosenhan dan Seligman (1989) yaitu aspek kognitif, aspek emosi, aspek somatik dan aspek perilaku. 2. Angket Dukungan Sosial (Ibu) Angket dukungan sosial (ibu) digunakan untuk mengukur seberapa besar dukungan sosial (ibu) yang diterima oleh subjek penelitian yaitu remaja putri dalam menghadapi menarche. Angket ini disusun berdasarkan aspek - aspek dukungan sosial menurut Smet (1994), yaitu dukungan emosional, dukungan informasi dan dukungan penghargaan.
C. Metode Analisis Data Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional, yaitu mencari hubungan antara dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche. Untuk metode analisis data, peneliti menggunakan analisis statistik. Penelitian menggunakan statistik korelasi product moment Pearson. Teknik korelasi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche. Untuk pengolahan data, peneliti menggunakan program komputer SPSS 12.00 for Windows.
12
HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesa, ada beberapa syarat untuk memastikan bahwa data yang digunakan layak untuk dianalisis, yaitu terpenuhinya asumsi asumsi parametric. Oleh karena itu, dilakukan uji normalitas dan uji linearitas terhadap sebaran data penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya. a. Uji Normalitas Uji asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor subjek bervariasi secara normal. Sebaran yang normal merupakan gambaran bahwa data yang diperoleh telah mewakili keseluruhan data. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov - sminov. Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa skor subjek pada masing - masing alat ukur memiliki sebaran normal. Pada penelitian ini akan dilakukan dua kali uji normalitas. Uji normalitas pertama dilakukan untuk angket kecemasan menghadapi menarche yaitu sebanyak 107 subjek. Pada uji normalitas ini variabel kecemasan menghadapi menarche menunjukkan KS - Z = 0.589 dengan nilai p = 0.879 (p > 0.05). Uji normalitas kedua dilakukan untuk angket dukungan sosial (ibu) yaitu sebanyak 107 subjek. Pada uji normalitas ini varoabel dukungan sosial (ibu) menunjukkan KS - Z = 0.914 dengan p = 0.374 (p > 0.05). Kedua angket menunjukkan sebaran yang normal.
13
b. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas variabel penelitian. Hal ini diperlukan untuk dapat menentukan taraf hubungan antara variabel secara tepat. Berdasarkan hasil uji linearitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa ada hubungan yang linear antara variabel - variabel penelitian. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linear apabila p < 0.05 sebaliknya jika hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linear apabila p > 0.05. Hasil uji linearitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For Social Science) 12.00 for Windows dengan teknik Compare Means menunjukkan koefisien F = 5.587 dengan p = 0.021 (p < 0.05). Berdasarkan hasil analisis di atas dapat dikatakan bahwa hubungan antara dukungan sosial (ibu) dan kecemasan menghadapi menarche memenuhi asumsi linearitas. 2. Uji Hipotesis Untuk mengetahui adanya hubungan antara dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche maka digunakan uji korelasi dengan menggunakan korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Program For Social Science) 12.00
for
Windows. Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche, nilai r = -0.196 dengan p = 0.022 (p < 0.05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.
14
Analisis koefisien determinasi pada korelasi antara dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche menunjukkan angka sebesar 0.038 yang berarti dukungan sosial (ibu) memberikan sumbangan sebesar 3.8 % terhadap kecemasan menghadapi menarche.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menghasilkan hipotesis penelitian yang berbunyi ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial (ibu) dengan kecemasan menghadapi menarche pada remaja putri prapubertas. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Conel (2006) yang menyatakan bahwa kecemasan akan berkurang apabila individu memiliki dukungan sosial. Kecemasan menghadapi menarche adalah munculnya gejala - gejala fisik, pemikiran - pemikiran yang negatif dan perasaan yang tidak menyenangkan ketika dihadapkan pada situasi menjelang menstruasi pertama. Rasa cemas ini muncul karena remaja putri kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi menarche. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Purnamasari (2000), yang mengatakan bahwa sebelum mengalami menarche, remaja putri yang
belum
mendapatkan persiapan sebelumnya akan mengalami perasaan negatif seperti takut, panik, kaget, sedih, marah, bingung dan merasa direpotkan lebih banyak ditampilkan dibandingkan dengan perasaan positif saat memasuki menarche. Perasaan dan respon remaja putri yang berbeda - beda terhadap menarche membawa reaksi yang berlebihan bagi remaja putri yang belum pernah
15
mengalami menarche. Adanya anggapan menarche sebagai suatu hal yang menakutkan, menjijikkan, merasa direpotkan karena harus memakai pembalut dan menggantinya disaat - saat tertentu serta ketidakbebasan dalam beraktivitas kadang membuat remaja putri kurang memahami menarche sebagai suatu hal yang wajar. Sedikitnya pengetahuan tentang mensrtruasi dan peran serta orang tua dalam memberikan informasi mengenai menarche secara dini dapat dijadikan salah satu faktor remaja putri kurang memahami menarche dengan baik. Koff dan Morison (Fuhrmann, 1990), menjelaskan tinggi rendahnya kecemasan menghadapi menarche dipengaruhi oleh pengetahuan yang didapat tentang menstruasi dan faktor kesiapan. Remaja putri yang kurang mendapat pengetahuan tentang menstruasi dan kesiapan disebabkan adanya hambatan dalam memulai pembicaraan tentang masalah seksualitas. Maseters, dkk (1992), menyatakan bahwa budaya timur masih menganggap pembicaraan yang berkaitan tentang seksualitas adalah tabu. Anggapan seperti ini menyebabkan banyak orang tua terutama ibu mengalami hambatan saat harus membicarakan masalah seksualitas dengan anak perempuannya. Mar’at (2005), menjelaskan bahwa dalam menghadapi menarche remaja putri perlu mengadakan penyesuaian - penyesuaian tingkah laku yang tidak selalu bisa dilakukannya sendiri, terutama jika tidak ada dukungan dari orang tuanya khususnya ibu. Pada umumnya remaja putri belajar mengenai menstruasi dari ibunya, sayangnya tidak semua ibu memberikan informasi yang memadai mengenai menstruasi kepada putrinya. Dukungan orang tua terutama ibu sangat diperlukan guna membantu pemahaman remaja putri mengenai menarche. Ibu
16
sebagai orang terdekat dalam keluarga mempunyai tanggung jawab untuk perkembangan anak kedepannya, ibu sebagai orang yang pernah mengalami menarche diharapkan dapat menjadi tempat berbagi pengalaman untuk anak anaknya dalam memahami menarche. Monks, dkk (Ashriati, 2006), mengatakan bahwa kualitas hubungan antara orang tua terutama ibu dengan anak memegang peranan penting. Adanya dukungan dan interaksi yang kooperatif antara ibu dengan anak pada masa remaja akan menimbulkan kedekatan. Seorang ibu biasanya memilki sikap yang lebih menerima, lebih mengerti dan lebih kooperatif terhadap anak remaja dibandingkan ayah. Dukungan ibu menjadi sangat penting artinya dalam mempersiapkan masa menarche pada remaja putri sehingga remaja putri dapat mempersiapkan diri dan memiliki penyesuaian diri yang lebih baik dalam menghadapi menarche. Dukungan ibu yang diberikan kepada remaja putri dalam mempersiapkan menarche dapat dilakukan dengan memberikan dukungan emosional, informasi dan penghargaan. Dengan memberikan dukungan emosional disaat remaja berada pada situasi menjelang menarche akan membuat remaja putri lebih merasa diperhatikan. Mayateta dan Indati (2005), mengatakan bahwa remaja putri memerlukan dukungan orang - orang sekitarnya dalam menghadapi menarche. Perhatian orang tua merupakan salah satu faktor psikologis bagi anak, apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi menyebabkan anak menjadi tidak tahu bagaimana menarche dan tidak siap untuk menghadapinya. Brumberg dan Houppert (Costos, dkk, 2002), menjelaskan anak sangat membutuhkan dukungan emosional dari ibu
17
atas kekhawatirannya akan menarche, sikap seorang ibu yang kurang menyenangkan ketika datang pada anaknya untuk mengajarkan mereka tentang masalah menstruasi, kurang memberikan kehangatan dan rasa empatinya, kurang peka terhadap kekhawatiran yang dialami anak, akan menimbulkan rasa cemas terhadap menarche pada anak. Pemberian informasi tentang menarche yang diberikan ibu kepada remaja putri akan membuat remaja putri lebih mempunyai kesiapan dalam menyambut menarche. Kemudahan remaja putri dalam memperoleh informasi menarche dari ibunya dapat mempengaruhi respon remaja putri terhadap menarche (Sriwindari, 2002). Pemberian dukungan informasi dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai menstruasi yang sebenarnya, apa itu menstruasi dan apa yang dirasakan seseorang ketika mengalami menstruasi (Ramaiah, 2006). Setidaknya dengan cara ini dapat memberikan pengaruh yang baik bagi remaja putri dalam memahami menarche secara dini dan rasa cemas yang mereka alami saat menghadapi menarche dapat berkurang. Begitu pun dengan penghargaan yang diberikan ibu kepada remaja putri akan membuat remaja putri lebih bisa menghargai usahanya sendiri dalam menyelesaikan masalah, remaja putri yang mendapatkan dukungan sosial tinggi, maka dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak begitu mudah diserang rasa cemas dalam menghadapi suatu masalah (Smet, 1994). Dengan adanya peran serta ibu dalam memberikan dukungan emosional, informasi dan penghargaan kepada anak perempuannya tentang menarche secara dini, diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik bagi remaja putri guna
18
mengurangi rasa cemas pada remaja putri saat memasuki menarche. Dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan terlihat bahwa dengan adanya dukungan sosial (ibu) yang diterima subjek penelitian, maka rasa cemas menghadapi menarche pada subjek penelitian dapat berkurang. Subjek penelitian mayoritas berada pada kategori sedang yaitu 50.47% untuk kecemasan menghadapi menarche, sedangkan dukungan sosial (ibu) subjek penelitian mayoritas berada pada kategori sedang yaitu 42.99%. Sumbangan efektif dukungan sosial (ibu) terhadap kecemasan menghadapi menarche sebesar 3.8% sisanya 96.2% disebabkan oleh faktor - faktor yang lainnya. Adapun kelemahan yang ada dalam penelitian ini adalah masih kurangnya referensi yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya referensi berbahasa asing yang digunakan oleh peneliti, baik untuk kecemasan menghadapi menarche dan dukungan sosial (ibu). Kelemahan - kelemahan dalam penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti yang hendak mengadakan penelitian dengan topik serupa agar dapat lebih menyempurnakan penelitiannya.
KESIMPULAN Berdasarkan rangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial yang diberikan ibu dengan kecemasan menghadapi menarche. 2. Semakin intensif dukungan sosial yang diberikan ibu kepada remaja putri
19
maka kecemasan menghadapi menarche akan semakin berkurang. 3. Secara keseluruhan responden yang terlibat dalam penelitian ini memiliki tingkat dukungan sosial yang diberikan ibu berada pada kategori sedang. 4. Secara keseluruhan tingkat kecemasan menghadapi menarche responden penelitian berada pada kategori sedang. 5. Kecemasan menghadapi menarche pada responden penelitian disumbang sebesar 3.8% oleh dukungan sosial yang diberikan ibu.
SARAN Mencermati hasil penelitian yang telah dilakukan, serta dengan memperhatikan berbagai kendala yang peneliti hadapi di lapangan, ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan pada sub - bab ini antara lain : 1. Bagi pihak ibu a. Disarankan kepada pihak ibu untuk dapat menyediakan informasi yang cukup tentang menarche pada remaja putri agar mereka mempunyai kesiapan dalam menghadapi menarche. b. Dukungan emosional yang diberikan ibu kepada remaja putri merupakan hal yang sangat penting bagi remaja putri karena sebagai sumber rasa aman bagi mereka untuk bertanya tentang masalah menarche. 2. Bagi guru putri a. Disarankan kepada pihak guru putri dapat memberikan informasi menarche kepada siswanya secara dini melalui buku - buku tentang pengetahuan reproduksi wanita, diskusi kelas atau melalui media massa.
20
b. Lebih terbuka dalam menjelaskan mata pelajaran yang terkait tentang masalah seks education. 3. Bagi peneliti selanjutnya a. Mencoba
mengeksplorasi
lebih
dalam
lagi
variabel
kecemasan
menghadapi menarche dengan variabel - variabel lain yang lebih terkait dengan tema penelitian. b. Menggunakan teori yang lebih baru dalam mengungkap aspek - aspek yang terkait dengan variabel - variabel penelitian.
21
DAFTAR PUSTAKA
Acocella, JR. & Calhoun, JF. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (Alih Bahasa, Satmoko, RS). Semarang : IKIP Press. Andayani, B. & Koentjoro. 2004. Psikologi Keluarga ”Peran Ayah Menuju Coparenting”. Jakarta : Citra Media. Ashriati, N, dkk. 2006. Jurnal Psikologi Proyeksi, Volume 1, Nomor 1. Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua Dengan Kepercayaan Diri Remaja Peyandang Cacat Fisik Pada SLB - D YPAC Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, Semarang. Astiti, F. N. & Pudjono, M. 2004. Hubungan Antara Pengetahuan Sistem Reproduksi Dengan Kecemasan Menghadapi Menarche. Skripsi (Tidak Diterbitkan) Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2004. Reliabilitas dan Validitas Cetakan IV. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2004. Pengolahan Data Statistik Dengan SPSS 12. Yogyakarta : Wahana. Conel, dkk. 1994. Impact Of Social Support, Social Cognitif Variabels and Perceived Threat On Depression Among Adult With Diabetes. Journal Of Health Psychology. Volume 13, Nomor 13 (263-273). Durand, V. M & Barlow, D. H. 2006. Intisari Psikologi Abnormal, Edisi Keempat.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Fuhrmann, B. S. 1990. Adolescete, 2 Edition. Illinois : Scontt, Foresman and Company. Hartini, N. 1999. Anima, Indonesian Psychological Journal, Volume 15, Nomor 1. Remaja dan Lingkungan Sosialnya. Fakulatas Psikologi, Universitas Airlangga.
22
Hadi, S. 2000. Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset. Hastuti, L. W. 1994. Penerimaan Diri Terhadap Menstruasi Pada Remaja Awal Ditinjau Dari Keikutsertaan Dalam Pendidikan Reproduksi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan, “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”, Edisi Kelima. Jakarta : PT. Erlangga. Hurlock, E. B. 1997. Perkembangan Anak, Jilid 1, Edisi Keenam. Jakarta : PT. Erlangga. Purnamasari, V. I. I. 2000. Perasaan Dan Harapan Remaja Putri Saat Memasuki Menarche. Laporan Penelitian Dan Abstraksi Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. http://www.bkkbn.go.id Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita, Jilid 2 ”Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek”. Bandung : Penerbit CV. Mandiri Maju. Kartono, K. 1995. Psikologi Anak. Bandung : Penerbit Mandar Maju. Kuswardani, I. 2000. Sikap Terhadap Menstruasi Dan Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Anak Usia Prapubertas. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Lubis, A. J. 2006. Dukungan Sosial Pada Pasien Gagagl Ginjal Terminal Yang Melakukan Terapi Hemodialisa. Program Studi Pikologi Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan. www.e-psikologi.com Mahdaleni, E. 2004. Hubungan kecerdasan emosional dengan kecemasan dalam menghadapi ujian pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Islam Indonesia”. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : fakultas psikologi Universitas Islam Indonesia. Mar’at, S. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Maseters, W. H ; Johnson, V. E & Kolodny, R. C. 1992. Human Sexuality. 4 Edition. New York : Harper Collins Publisher.
23
Mayateta, M. & Indati, A. 2005. Hubungan Interpersonal Remaja - Ibu Dan Kesiapan Menghadapi Menarche. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. Monks, F. J, Knoers, A. M. P & Haditono, S. T. 2004. Psikologi Perkembangan, Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Mu’arifah, A. 2005. Humanitas : Indonesian Psychology Journal, Volume 2, Nomor 2. Hubungan Kecemasan Dan Agresivitas. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Nevid, S. J., Rathus, S. A., & Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal, Edisi Kelima, Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga. Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Ramaiah, S. Dr. 2006. Mengatasi Gangguan Menstruasi. Jogjakarta : Book Marks Diglossia Media. Rosenhan, D. L & Seligman, E. P. 1989. Abnormal Psychology, 2nd Edition. New York : W. W. Norton & Company Inc. Rumini, S. & Sundari, S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Santrock, J. W. 2002. Life - Span Development “Perkembangan Masa Hidup” Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Santrock, J. W. 2003. Adolescence ”Perkembangan Remaja”. Jakarta : Erlangga. Sarafino, E. P. 1998. Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. New York : John Wiley And Sons, Inc. Sari, E. D. & Kuncoro, J. 2006. Jurnal Psikologi Proyeksi, Volume 1, Nomor 1. Kecemasan Dalam Menghadapi Masa Pensiun Ditinjau Dari Dukungan Sosial Pada PT. Semen Gresik (PERSERO) Tbk. Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung, Semarang. Shinta, E. 1995. Jurnal Psikologi Indonesia Nomor 1, Halaman 36 - 37. Perilaku
24
Coping dan Dukungan Sosial Pada Pemuda Pengangguran. Studi Deskriptif Terhadap Pemuda Pengangguran di Perkotaan. Sriwindari, D. 2002. Jurnal Psikodinamik, Volume 4, Nomor 2. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Menstruasi Dengan Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Remaja Putri Prapubertas. Universitas Muhamadiyah, Malang. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja ”Dimensi - Dimensi Perkembangan”. Bandung : Mandar Maju. Watson, D. L and De Bortali - Tregerthan, G. 1984. Social Psychology Science and Aplication. New York : Scott Foresman & Company. Widanarti, N. 2002. Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Self Efficacy Pada Remaja Di SMU N 9 Yogyakarta. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Widiastuti, W. 2003. Hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian remaja putus sekolah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Wiramihardja, S. A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : PT. Refika Aditama.
25
Identitas Penulis
Nama
: Sri Utami
Alamat
: Jalan Raya Sudikampiran Blok Sitamtu No.261 Rt.08 Rw.02 Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu Jawa Barat 45281
No HP
: 081564716490
26