NASKAH PUBLIKASI
PENERIMAAN DIRI DAN STRES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
Oleh: KARTIKA NOVVIDA S Hj. RATNA SYIFA’A R
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007 1
NASKAH PUBLIKASI
PENERIMAAN DIRI DAN STRES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________
Dosen Pembimbing Utama
(Hj. Ratna Syifa’a R. Spsi.,M.Si)
2
PENERIMAAN DIRI DAN STRES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
Kartika Novvida S Hj. Ratna Syifa’a Rachmahana
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita diabetes mellitus. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara penerimaan diri dan stres pada penderita diabetes mellitus, semakin tinggi penerimaan diri akan semakin rendah stres yang dialaminya, sebaliknya pula jika semakin rendah penerimaan diri akan mengakibatkan tingginya stres. Subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penderita diabetes mellitus yang sedang menjalani rawat jalan berusia 40-80 tahun dan sudah mengidap diabetes mellitus sejak lima tahun yang lalu. Adapun skala penerimaan diri yang digunakan adalah yang mengacu pada skala aspek–aspek yang dikemukakan Shereer (Cronbach, 1963) dan skala stres yang digunakan adalah yang mengacu pada aspekaspek yang dikemukakan oleh Crider dkk (1983). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Korelasi Product Moment dari Pearson. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara penerimaan diri dengan stres. Analisa data penelitian yang diperoleh dalam bentuk angka yang dianalisis dengan memanfaatkan fasilitas komputerisasi SPSS versi 12.0 for windows. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,484 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dan stres. Jadi hipotesis diterima. Kata Kunci : Penerimaan Diri, Stres
3
PENERIMAAN DIRI DAN STRES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
Pengantar Setiap perubahan kehidupan atau serangkaian situasi menyebabkan perubahan respon
yang
meningkatkan
resiko
berkembangnya penyakit tersebut.
terjadinya
penyakit
atau
mempercepat
Terdapat beberapa perubahan hidup yang
menyebabkan keadaan stres, antara lain : kematian, perkawinan, pertengkaran, penyakit, pekerjaan, perubahan status ekonomi, dan sebagainya. Berbicara mengenai stres yang disebabkan oleh penyakit, disini akan dijabarkan mengenai stres pada penderita diabetes mellitus yang merupakan salah satu penyakit cukup ditakuti. Perlu diingat bahwa Diabetes Mellitus yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis, merupakan penyakit keturunan yang menyebabkan gangguan produksi hormon insulin, yaitu suatu zat yang bekerja sebagai petugas pengolah gula. Sebenarnya Diabetes Mellitus tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal, tetapi kesulitan diagnostik timbul karena Diabetes Mellitus datang tenang dan bila dibiarkan akan menghanyutkan pasien kedalam komplikasi fatal. Lebih rumit lagi Diabetes Mellitus tidak menyerang satu alat tubuh saja, tetapi berbagai komplikasi dapat diidap bersamaan dalam satu tubuh (Ranakusuma, 1982). Miller menyatakan bahwa penyakit ini merupakan suatu penyakit kronis, sebagaimana lazimnya penyakit kronis sering menimbulkan perasaan tidak berdaya
4
pada diri penderitanya, suatu perasaan bahwa dirinya sudah tidak mampu lagi mengubah masa depannya. Perasaan tidak berdaya timbul karena berbagai macam sebab antara lain karena kondisi kesehatan penderita yang tidak menentu yang diwarnai dengan kesembuhan dan kekambuhan dan kemungkinan juga karena terjadinya kemunduran fisik (Soehardjono, Cokroprawiro, Adi, 2002). Hal tersebut dapat memicu timbulnya stres dalam kehidupan penderita sehingga dapat meningkatkan sakit penderita menjadi bertambah parah dan prognosis menjadi jelek. Wilkinson G dalam tulisannya mengatakan bahwa seringkali ditemui adanya gangguan psikologis dan psikiatris pada penderita diabetes mellitus dan biasanya dalam taraf ringan serta seringkali terabaikan dalam pemeriksaan rutin pada klinik diabetes. Dikatakan pula bahwa stres psikologis dan psikososial dapat memberatkan kontrol metabolit pada diabetes ataupun dapat pula merupakan presipitasi bagi timbulnya diabetes mellitus (Soeharjono, Tjokroprawiro, Margono, Tandra, 1993). Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian dalam Soeharjono dkk menyatakan bahwa mereka yang mempunyai kepribadian introvert menunjukkan hasil pengendalian diabetesnya yang lebih baik daripada yang ekstrovert karena mereka lebih sensitive terhadap hukuman atau hadiah yang diberikan oleh orang tua (terutama pada anak) sehingga mereka cepat mencapai pengendalian diabetes dengan baik. Lustman dkk. menemukan bahwa penderita dengan gangguan psikiatrik ternyata mengalami metabolik kontrol lebih jelek daripada penderita-penderita yang tidak mempunyai riwayat gangguan psikiatrik. Perubahan psikologis yang disebabkan oleh
5
kontrol metabolik yang dipengaruhi oleh stres antara lain : gangguan pergerakan usus, penyerapan makanan, peredaran darah subcutan dan absorbsi insulin (Soeharjono, Tjokroprawiro, Margono, Tandra, 1993). Bertolak dari kenyataan bahwa perasaan stres yang dialami seseorang ternyata lebih disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan dalam menghadapi stresor kehidupan, kecenderungan berpikir seseorang baik positif maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya. Orang yang cenderung berpikir negatif, pesimis dan irasional akan lebih mudah mengalami stres daripada mereka yang cenderung berpikir positif, rasional dan optimis (Hardjana, 1994). Dengan membentuk sikap positif terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan, akan membuat seseorang melihat keadaan tersebut secara rasional, tidak mudah putus asa ataupun menghindar dari keadaan tersebut, tetapi justru akan mencari jalan keluarnya. Dengan demikian orang tersebut mempunyai mental yang kuat, yang akan membantunya dalam menghadapi stresor kehidupan (Chaeruni, 1995). Bila stres terus berlanjut pada penderita Diabetes Mellitus akan menimbulkan perubahan-perubahan hemodinamik berupa rasa gelisah, hipertensi, gangguan metabolisme glukosa dan dyslipidemia (Jatno, 1995). Karp menambahkan bahwa berbagai masalah psikologis yang dihadapi penderita akan menimbulkan stres bagi penderita.
6
Kehidupan yang penuh stres akan
berpengaruh terhadap fluktuasi glukosa darah meskipun telah diupayakan diet, latihan fisik maupun pemakaian obat-obatan dengan secermat mungkin, oleh karena itu masalah-masalah psikologik yang dihadapi penderita diabetes mellitus akan dapat mempersulit pengendalian gula darahnya.
Hal tersebut disebabkan terjadinya
peningkatan hormon-hormon glucocorticoid, cathecolamine, growth hormon, glicagon dan betaendorphine (Soeharjono, Tjokroprawiro dan Adi, 2002). Penyandang diabetes memang dituntut untuk melaksanakan pelbagai rutinitas yang berkaitan dengan pengaturan makan, penyuntikan insulin setiap hari dan pengontrolan glukosa darah.
Maka, bila seseorang telah menyandang Diabetes
Mellitus akan terjadi perubahan-perubahan pada rutinitis kehidupannya, apalagi apabila sudah dialami dalam waktu cukup lama, biasanya perubahan-perubahan tersebut akan lebih dirasakan. Dalam menghadapi perubahan tersebut, setiap individu akan berespons dan mempunyai persepsi yang berbeda-beda tergantung pada kepribadian dan ketahanan diri terhadap stres, konsep diri dan citra diri, serta penghayatan terhadap menjalani penyakit tersebut, misalnya ada yang merasa marah karena merasa tidak beruntung sehingga cenderung menyalahkan hal-hal atau orang lain disekitarnya atau menyesali nasibnya mengalami Diabetes Mellitus, adapula yang merasa bersalah pada diri sendiri, sehingga merasa sedih dan merasa masa depannya suram. Respon-respon tersebut merupakan beberapa ciri dari seseorang yang memiliki penilaian terhadap diri sendiri yang buruk, penerimaan diri sendiri pun menjadi negatif. Di lain pihak banyak pula individu yang dapat menerima kenyataan
7
bahwa Diabetes Mellitus yang dialami sebetulnya tidak berbahaya, namun tetap harus dihadapi agar tetap hidup lebih nyaman. Berbagai masalah di atas dapat dilihat adanya hubungan yang erat antara penerimaan diri seseorang dan kemampuan individu dalam menghadapi stressor. Kemudian timbulah assumsi bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang jelek akan mudah mengalami stress, sedangkan individu yang memiliki penerimaan diri yang baik tidak mudah untuk mengalami stres.
Metode Penelitian Subjek Penelitian Subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penderita diabetes mellitus yang sedang menjalani rawat jalan berusia antara 40 – 80 tahun dan sudah mengidap diabetes minimal sejak lima tahun yang lalu. Metode Pengumpulan Data Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah menggunakan metode kuosioner atau angket. Metode ini menggunakan dasar pikiran bahwa orang yang paling tahu tentang keadaan seseorang adalah orang itu sendiri. Adapun angket yang akan digunakan dalam penelitian akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Angket penerimaan diri
8
Untuk mengungkap tingkat Penerimaan Diri khususnya Penerimaan Diri pada penderita Diabetes Mellitus digunakan angket. Angket ini merupakan angket modifikasi dari Izzaty (1996). Butir-butir angket disusun berdasarkan tujuh aspek yang merupakan cirri-ciri dari penerimaan diri yaitu : a. Adanya keyakinan akan kemampuan diri dalam menghadapi persoalan b. Adanya anggapan berharga terhadap diri sendiri sebagai manusia dan sederajad dengan orang lain c. Tidak ada anggapan aneh/abnormal terhadap diri sendiri dan tidak ada harapan ditolak oleh orang lain d. Tidak adanya rasa malu atau tidak memperhatikan diri sendiri e. Adanya keberanian memikul tanggungjawab atas perilaku sendiri f. Adanya objektivitas dalam penerimaan pujian/celaan g. Tidak ada penyalahan atas keterbatasan yang ada ataupun pengingkaran kelebuhan. Angket ini terdiri dari 40 butir, 19 butir favorable dan 21 butir unfavorable. Masing-masing butir mempunyai 4 alternatif jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), KS (kurang sesuai, TS (tidak sesuai). Penilaian angket bergerak dari empat sampai satu untuk butir-butir favorable dan satu sampai dengan empat untuk butirbutir yang unfavorable.
9
Untuk menentukan taraf penerimaan diri yang dimiliki subjek dapat dilihat dari jumlah skor angket tersebut. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh berarti semakin tinggi taraf penerimaan dirinya. 2. Angket Stres Data stres diungkap dengan menggunakan angket stres yang dimodifikasi dari Lestari (1994) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Crider dkk (1983) yang meliputi reaksi-reaksi sebagai berikut : a. Reaksi emosional seperti tegang, marah, khawatir, tetekan dan merasa bersalah. b. Reaksi kognitif meliputi sulit berkonsentrasi, sering mimpi buruk, tidak dapat memecahkan masalah dan sering lupa serta bingung. c. Reaksi fisiologis meliputi sakit kepala, konstipasi (sembelit), nyeri pada otot, cepat lelah, mual dan menurunnya nafsu sex. Berdasarkan ketiga aspek diatas telah disusun aitem-aitem dalam blue-print. Jumlah keseluruhan aitem yang berhasil dibuat adalah 40 butir, terdiri dari 21 aitem favorable dan 19 aitem unfavorable. Bentuk aitem pada skala ini berupa pernyataan dengan empat alternatif jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS) yang bergerak dari skor empat sampai satu untuk aitem-aitem yang favorable dan satu sampai empat untuk aitem-aitem yang tidak favorable.
10
Alat Ukur Baik atau tidaknya alat pengumpul data dalam mengungkap keseluruhan situasi yang ingin diukur adalah tergantung validitas dan reliabilitasnya.
Secara luas,
validitas dan reliabilitas mencakup mutu seluruh proses pengumpulan data sejak konsep disiapkan sampai kepada data siap dianalisis (Nasir, 1983). Uji Validitas Validitas mempunyai arti tingkat ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1997) lebih jauh lagi dikatakan bahwa suatu alat ukur mempunyai validitas yang tinggi bila alat tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya atau memberi hasil yang sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut. Uji validitas butir baik angket penerimaan diri maupun angket tingkat stres dilakukan dengan konsistensi internal yaitu, dengan mengkorelasikan skor butir dengan skor total. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 12.0 for windows. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah sejauh mana alat ukur dapat dipercaya artinya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek dalam diri subjek yang diukur memang belum berubah maka alat ukur tersebut dapat dipercaya (Azwar, 1997). Untuk mengetahui koefisien reliabilitas pada penelitian ini, digunakan teknik analisis koefisien reliabilitas alpha dari Cronbach.
11
Item yang diikut sertakan dalam uji
reliabilitas hanyalah item yang lolos dalam uji konsistensi internal pengujian kualitas item dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap item dengan nilai totalnya. Penghitungan korelasi ini dilakukan dengan menggunakan teknik total correlation. Sedangkan untuk menentukan batas/kriteria item terpilih dilakukan dengan cara membuang item dengan alpha yang lebih besar dari alpha item total yang tinggi berarti skala ini dapat dikatakan valid untuk mengukur apa yang akan diukur (Azwar, 1997). Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Korelasi Product Moment dari Pearson. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara penerimaan diri dengan stres. Analisa data penelitian yang diperoleh dalam bentuk angka yang dianalisis dengan memanfaatkan fasilitas komputerisasi SPSS versi 12.0 for windows. Hasil Penelitian Subjek penelitian ini total berjumlah 40 subjek. Mereka berusia antara 41-80 tahun serta terdiri dari laki-laki 17 orang dan perempuan 23 orang. Untuk gambaran selengkapnya mengenai subjek penelitian tersaji dalam tabel berikut ini. Tabel Deskriptif Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin No
Aspek
Kategori
Subjek
12
1.
Jenis Kelamin
Jumlah
%
Pria
17
42,5%
Wanita
23
57.5%
Tabel Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia No.
subjek Usia subjek
Jumlah
%
1.
41 - 50 tahun
7
17,5%
2.
51 - 60 tahun
16
40%
3.
61 – 70 tahun
12
30%
4.
71 – 80 tahun
5
12,5%
40
100%
Jumlah
Tabel Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Menderita No.
Lama menderita
1. 2. 3. 4.
Subjek
5 -10 tahun 11 – 15 tahun 16 – 20 tahun 21 – 25 tahun
Jumlah
Jumlah
%
8 19 9 4
20% 57,5% 22,5% 10%
40
100%
Gambaran umum data penelitian dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian yang meliputi variabel Penerimaan Diri dan Stres pada penderita diabetes mellitus berikut ini : 13
Tabel Deskripsi Statistik Data Penelitian Variabel
Skor X
Skor X
Yang Dimungkinkan (Hipotetik) Yang Diperoleh (Empirik) Xmin Xmax Mean Penerimaan
SD
Xmin Xmax Mean SD
29
116
72,5
14,5
32
107
33
132
82,5 16,5
53
132
73
13,3
Diri Stres
80,8 14,7
Berdasarkan sebaran empirik dari skor skala penerimaan diri maka subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi lima, seperti pada tabel berikut : Tabel Kriteria kategorisasi penerimaan diri Kategorisasi
norma
jumlah subjek
%
x > 98.6
2
5%
Tinggi
81.2 < x = 98.6
5
12.5%
Sedang
63.8 < x = 81.2
26
65%
Rendah
46.4 = x = 63.8
6
15%
x < 46.4
1
2.5%
Sangat Tinggi
Sangat Rendah
Berdasarkan sebaran empirik dari skor skala stres maka subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi lima, seperti pada tabel berikut : Tabel Kriteria kategorisasi stres Kategorisasi
norma
jumlah subjek
14
%
Sangat Tinggi
x > 112.2
1
2,5%
Tinggi
92.4 < x = 112.2
4
10%
Sedang
72.6 < x = 92.4
27
67.5%
Rendah
52.8 = x = 72.6
8
20%
x < 52.8
0
0%
Sangat Rendah
Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji liniearitas sebagai syarat untuk menentukan uji hipotesis. Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.00 for windows. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah setiap variable terdistribusi secara normal. Uji normalitas dilakukan pada variable penerimaan diri dan stress pada penderita diabetes mellitus dengan menggunakan tehnik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS 12.00 for windows. Data dikatakan normal apabila p? 0,05. dari hasil analisis diperoleh sebaran skor variable penerimaan diri adalah normal (KS-Z = 0,786 ; p = 0,567) dan untuk variable stress juga normal (KS-Z = 0,891; p = 0,406) Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara variable penerimaan diri dan stress.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan tehnik
means linearity dari program SPSS 12.00 for windows. Data dikatakan linear apabila
15
p linearity ? 0,05 dan p deviation from linearity ? 0,05. dari hasil analisis diperoleh hasil yang linear (p linearity = 0,000 dan p deviation from linearity = 0,056). Hasil Uji Hipotesis Syarat untuk melakukan uji hipotesis terpenuhi, yakni uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas (data normal) dan uji linearitas (data linear).
Dengan demikian uji
hipotesis pada penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik Product Moment dari Pearson yang hasilnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel Korelasi Penerimaan Diri dan Stres Penerimaan Diri Penerimaan Diri Tingkat Stres
1
Tingkat Stres -0,848
-0,848
1
Hasil analisis yang telah dilakukan dengan bantuan program SPSS 12.00 for windows diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi (r antara stress dan penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus sebesar –0,848).
Angka tersebut menunjukkan
kuatnya korelasi antara stress dan penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus (di atas 0,05) dan tanda ‘ – ‘ menunjukkan bahwa semakin tinggi stress pada penderita diabetes mellitua maka semakin rendah penerimaan diri dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negative yang signifikan antara penerimaan diri dan stress pada penderita diabetes mellitus. hipotesa yang diajukan peneliti diterima.
16
Dengan demikian
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data dengan teknik Product Moment Pearson menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara penerimaan diri dan stress pada penderita diabetes mellitus. Penerimaan diri dan stress pada penderita diabetes mellitus (r = -0,848). Semakin tinggi stress pada penderita diabetes mellitus, maka semakin rendah penerimaan diri. Sebaliknya, semakin rendah stress pada penderita diabetes mellitus, maka semakin tinggi penerimaan diri. Penderita memiliki penerimaan diri dengan bertujuan agar dapat memperkecil kemungkinan mengalami stres karena dengan adanya penerimaan diri maka penderita diabetes mellitus akan terus mencoba melawan penyakitnya. Secara umum penderita memiliki penerimaan diri yang baik dalam melawan penyakitnya. Penelitian ini sejalan dengan pernyataan bahwa perasaan stres yang dialami seseorang ternyata lebih disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan dalam menghadapi stresor kehidupan, kecenderungan berpikir seseorang baik positif maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya (Chaeruni, 1995). Pernyataan Hurlock (dalam Izzaty, 1996) berikut juga sejalan dengan penelitian ini yaitu bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya. Artinya, individu tersebut memiliki kepastian akan standar dan teguh dalam pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tanpa mencela diri. Jadi, orang yang memiliki penerimaan 17
diri yang baik tahu kemampuan yang dimilikinya dan bisa mengatasi cara mengelolanya. Di dalam penelitian ini juga dapat dikatakan bahwa stres itu sendiri muncul tergantung dari penerimaan diri individu tersebut. Seseorang yang senantiasa rendah diri, tidak berpuas hati dengan dirinya, tidak menerima apa yang ada pada dirinya, tidak akan merasa sejahtera dengan dirinya. Ini juga menimbulkan perasaan marah, benci kepada diri, tidak menghormati diri dan kadangkala mengurangi keyakinan individu untuk mencoba sesuatu yang baru dan menjadi penghalang kepada kemajuan di dalam hidupnya. Akibatnya individu dapat mengalami stres sehingga merasa tidak bahagia di dalam dirinya dan menjadi tertekan. Tidak ada sesuatu yang sempurna, seperti juga penelitian ini terdapat kekurangan yaitu terjadi overlap (tumpang tindih) pada aitem-aitemnya sehingga menghasilkan korelasi yang sangat tinggi. Salah satu contoh aitem yang overlap yaitu aitem nomor 19 pada skala stres. Aitem tersebut termasuk salah satu aspek dari skala penerimaan diri. Sesuai pernyataan yang dikemukakan oleh Azwar (1997) bahwa alat ukur yang bertujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti tentu akan menimbulkan berbagai kesalahan. Kesalahan itu dapat berupa hasil yang terlalu tinggi (overestimasi). Jika dilihat antara kenyataan di lapangan dengan hasil penelitian keadaannya tidaklah sama atau terjadi perbedaan. Hal ini wajar saja terjadi karena ada beberapa faktor yang di luar kendali penulis dan tidak dapat dikontrol sehingga mempengaruhi
18
hasil penelitian. Adapun beberapa sebab yang menjadikan mengapa penelitian ini kurang dapat mengungkap fakta sebenarnya yang terjadi dilapangan: 1) saat melakukan penelitian, subjek sering melakukan perbincangan dengan teman sebelah, 2) waktu pengerjaan terkadang kurang kondusif karena subjek juga harus menunggu antrian yang terkadang tiba-tiba panggilan pemeriksaan terdengar, 3) usia subjek yang tergolong lanjut sehingga pemikiran yang terkadang tidak stabil, 4) pernyataanpernyataan yang dibuat penulis dalam skala yang diberikan kurang mengungkap hal yang terjadi, 5) karena adanya bias dari diri individu ingin terlihat baik sehingga tidak dapat mengungkap fakta yang sebenarnya, 6) di samping itu pengisian kuosioner oleh penderita kurang bisa dilakukan dengan konsentrasi yang baik karena dilakukan di ruang tunggu dalam situasi yang cukup ramai. Kesimpulan Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yag signifikan antara penerimaan diri dan stres. Semakin tinggi penerimaan diri, maka semakin rendah stres. Sebaliknya, semakin rendah penerimaan diri, maka semakin tinggi stres Saran Penelitian ini disadari jauh dari kesempurnaan karena masih banyak kekurangan, berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan pada penelitian ini diajukan saran-saran sebagai berikut:
19
1. Saran untuk Penderita Secara umum berdasarkan hasil penelitian ini, subjek dalam penelitian ini memiliki stres yang sedang akan tetapi pada faktanya ada juga penderita yang memiliki kecenderungan mengalami stres. Penderita disarankan untuk bisa menerima dan menjalani penyakitnya dengan ikhlas, menerima diri apa adanya. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya stres diperlukan penerimaan diri yang kuat sehingga mereka dapat berpikir positif dan ikhlas dalam menjalani pengobatannya. Penderita diharapkan dapat mengetahui sumber-sumber penyebab timbulnya stres, misalnya berterus terang dengan orang lain tentang kesulitan yang dihadapi atau mengembangkan hobinya. 2. Saran untuk keluarga maupun masyarakat Seperti diketahui bahwa penyakit diabetes mellitus sampai saat ini merupakan salah satu jenis penyakit yang sangat ditakuti. Bagi penderitanya akan diperlukan biaya yang cukup tinggi untuk menanganinya, sehingga tidak mengherankan bahwa akan mengalami stres.
Di dalam menghadapi situasi semacam ini seyogyanya
keluarga maupun lingkungan terdekat dapat menunjukkan empati dan memberikan dorongan hidup kepada individu yang bersangkutan, sehingga individu dapat mengurangi segala stres dan termotivasi untuk sembuh dari penyakitnya. 3. Saran untuk Rumah Sakit
20
a. Dibuka suatu unit konsultasi psikologi, dengan harapan yang sedang mengalami gejala atau yang pernah dirawat sebagai penderita diabetes mellitus dapat dicegah ke arah yang lebih fatal. b. Seyogyanya paramedis dapat memberikan interaksi yang lebih hangat kepada pasien, karena perlakuan tersebut akan menumbuhkan harapan hidup lebih tinggi terhadap kondisi pasien. 4. Saran untuk Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang berminat terhadap tema yang sama dengan penelitian ini disarankan agar mempertimbangkan beberapa hal. a. Peneliti memperbanyak jumlah subjek penelitian. b. Pengumpulan data hendaknya dapat dilakukan di tempat khusus yang cukup tenang sehingga penderita dapat menilai dirinya dengan lebih baik dan menjawab pernyataan-pernyataan dengan lebih benar. c. Peneliti dapat lebih cermat mengontrol faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat stres seperti pola berpikir, keluarga, sosial. d. Diharapkan peneliti dapat membuat pernyatan-pernyataan dalam skala yang dapat lebih mengungkap fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat diperoleh hasil yang murni.
21
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Crider, A.B., Goesthals, G.R., Kavanough, R.D dan Solomon, P.R.1983. Psychology. Illinois: Sott, Foresman & Company. Cronbach, L.J.1963. Educational Psychology. New York: Harcourt, Brace & World, Inc. Hardjana,AM. 1994. Stres Tanpa Distres.Seni Mengolah Stres. Jakarta: Kanisius. Izzaty, R.E. 1996. Penerimaan Diri dan Toleransi Terhadap Stres pada Wanita Berperan Ganda. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Univarsitas Gajah Mada. Jatno. 1995. Pengaruh Stres Pada Sistem Kardiovaskuler. Jurnal Anima,vol X no 39 april-juni Lestari, A.R. 1994. Tingkat Stres Pada Penderita Penyakit Jantung Iskemik Dan Non Iskemik. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Univarsitas Gajah Mada. Nasir, M. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Ranakusuma, Dr. 1987. Penyakit Kencing Manis Diabetes Mellitus. Jakarta: UI-Press Saseno. 2001. Kumpulan Materi Perkuliahan Perawatan Kesehatan Mental. Magelang : Akper Depkes Soeharjono,L.B, Tjokroprawiro,A., Adi,S. 2002. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DM-TI): Aspek Psikologik Penderita dan Keluarga. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol 17, no 2, 161-169 Soeharjono,L.B, Tjokroprawiro,A., Margono,H., Tandra,H. 1993. Status Mental Penderita Diabetes Mellitus Type II. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol 19, no 4, 399-406
22
IDENTITAS PENULIS
Nama Mahasiswa
: Kartika Novvida Sutjipto
Alamat
: Jurug Sari III/6 Jl. Kaliurang Km 7,3 Sleman Yogyakarta
No Hp
: 081578707743
23