Deby Apriliana Christanty, I Sanny Prakosa Wardhana
Hubungan Persepsi Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri Pasien Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi Deby Apriliana Christanty I Sanny Prakosa Wardhana
Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga. Abstract._______________________________________________________________________ This research aims to find whether there is a correlation between perception of social support with self-acceptance in patients with diabetes mellitus post-amputation. This study was conducted on 30 patients with diabetes mellitus post-amputation. The tools for data collection are questionnaire, Inventory of Socially Supportive Behaviors (ISSB), a 40 items questionnaire to measure the perception of social support and Berger’s Self-acceptance Scale, a 36 items questionnaire to measure self-acceptance. The data analysis method used in this research is spearman rho for non-parametric data with SPSS 16.0 for Windows in assistance. Statistic analysis show a significance level of 0,716 in the correlation between perception of social support with self-acceptance. The correlations coefficient is 0,069. Based on the result of research data analysis, there are no positive relations between perception of social support with self-acceptance in patients with diabetes mellitus post-amputation. Keyword: Perception of social support; Self-acceptance; Patients with diabetes mellitus; Amputation Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi. Penelitian ini dilakukan pada 30 orang yang seluruhnya adalah pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi. Alat pengumpulan data berupa kuisioner, Inventory of Socially Supportive Behaviors (ISSB) untuk mengukur persepsi dukungan sosial yang terdiri dari 40 butir dan Berger’s Self-acceptance Scale untuk mengukur penerimaan diri yang terdiri dari 36 butir. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik Spearman’s rho untuk data non-parametrik, dengan bantuan program statistik SPSS versi 16.0 for windows. Pada hasil penelitian ini diperoleh taraf signifikansi antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri sebesar 0,716. Sedangkan besarnya koefisien korelasi (r) antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri adalah 0,069. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang positif antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi. Kata kunci: persepsi dukungan sosial; penerimaan diri; pasien diabetes mellitus; amputasi
Korespondensi: Deby Apriliana Christanty, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Email :
[email protected] I Sanny Prakosa Wardhana, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Email :
[email protected]
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 2, Agustus 2013
55
Hubungan Persepsi Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri Pasien Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi
PENDAHULUAN Diabetes mellitus atau yang biasa dikenal dengan istilah penyakit kencing manis merupakan penyakit tidak menular yang mengkhawatirkan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Dari data yang dilansir dari media massa, baik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan American Diabetes Association menyebutkan bahwa jumlah penderita diabetes meningkat setiap tahunnya di beberapa negara termasuk Indonesia (HealthLiputan6, 2011). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia bertambah 21.3 juta (HealthLiputan6, 2011). WHO juga telah mencatatat jumlah penderita diabetes di Indonesia dengan populasi 230 juta jiwa, menduduki peringkat ke-4 tertinggi di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (HealthLiputan6, 2011). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter di Jawa Timur menduduki peringkat ke-5 tertinggi di Indonesia yaitu 2,1 % setelah DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%) (Riskesdas, 2013). Prevalensi Diabetes Mellitus di Kotamadya Surabaya sebesar 4,16 % (Riskesdas, 2013). Semakin meningkatnya prevalensi diabetes, maka semakin meningkat pula jumlah orang yang beresiko komplikasi diabetes jangka panjang, termasuk neuropati dan gangguan pembuluh darah. Hal ini meramalkan peningkatan jumlah amputasi pada kaki bagian bawah (Vamos dkk., 2010). Resiko amputasi kaki bagian bawah 15-46 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki diabetes (Viswanathan dkk., 2010). Salah satu faktor penyebab amputasi adalah adanya gangguan pembuluh darah atau yang biasa disebut PAD (Peripheral Arterial Disease) (DetikHealth, 2013). Prevalensi PAD pada pasien diabetes menurut data di 7 wilayah Asia (termasuk Indonesia) adalah 17,7 persen (DetikHealth, 2013). Indonesia tercatat memiliki 11.883 PAD pasien per 1 juta pasien diabetes. Sebuah studi epidemiologi yang dilansir dari media masa melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa setiap 30 detik ada kasus 56
amputasi kaki karena diabetes di seluruh dunia (DetikHealth, 2013). Salah satu rumah sakit di Surabaya, RSUD Dr. Soetomo, mencatat antara 25% sampai 29 % pasien diabetes dengan kaki diabetes yang menjalani rawat inap beresiko mengalami amputasi pada kaki (Pranoto, 2008). Amputasi memberikan dampak masing–masing dalam diri setiap individu. Amputasi dapat menganggu mobilitas seseorang dalam menjalani aktivitas sehari–hari. Mobilitas merujuk pada kemunduran fungsi yang umumnya terjadi sebagai hasil dari disabilitas pada amputasi kaki (Norvell dkk., 2011). Pasien yang mengalami disabilitas karena amputasi tidak mampu sefleksibel saat sebelum amputasi. Dampak lain pada diri pasien yaitu munculnya simtom - simtom depresi seperti keadaan tidak tenang, perasaan sakit, dan perasaan – perasaan lain yang berhubungan dengan kaki (Vileikyte dkk., 2005). Golden dkk (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa depresi dan komplikasi diabetes pada kaki berhubungan bidirectional. Artinya, komplikasi diabetes pada kaki dapat memunculkan simtom – simtom depresi pada diri individu, atau sebaliknya, simtom – simtom depresi pada diri individu dapat meningkatkan resiko komplikasi pada kaki (Golden dkk., 2008). Penelitian lainnya menemukan bahwa simtom depresi pada 253 orang yang memiliki penyakit kaki diabetes dapat meningkatkan resiko kematian (Ismail dkk., 2007). Kenyataan yang dihadapi pasien diabetes yang harus diamputasi memunculkan berbagai respon, Kubler-Ross membagi respon – respon tersebut menjadi beberapa tahapan seperti menolak, marah, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan diri (Santrock, 2002). Pasien yang berhenti pada tahap depresi justru akan semakin memperburuk kondisi pasien, oleh karena itu pasien perlu melalui tahap depresi dan mencapai tahap terakhir yaitu penerimaan diri. Penerimaan diri merujuk pada kepuasan hidup dan kebahagiaan seseorang yang sangat penting bagi kesehatan mental yang baik (Shepard, 1979). Seseorang yang mampu menerima diri memahami betul kelebihan dan kelemahan dalam dirinya (Shepard, 1979). Pasien yang tidak menerima dirinya berasosiasi dengan depresi, tetapi sebaliknya pasien yang mampu menerima dirinya dapat mengurangi konsekuensi negatif seperti depresi yang justru akan berakibat buruk bagi kesehatan fisik Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 3, Agustus 2013
Deby Apriliana Christanty, I Sanny Prakosa Wardhana
maupun psikis pasien (Golden dkk., 2008 & Michalak dkk., 2011). Selain itu, harapannya setelah pasien menerima dirinya, pasien mampu merawat kesehatan lebih baik lagi agar menghindari kambuhnya luka atau mengurangi resiko reamputasi melalui perawatan yang tepat (Viswanathan dkk., 2010). Proses adaptasi individu setelah diamputasi tersebut tidak lepas kaitannya dengan lingkungan sekitar pasien (Ligthelm & Wright, 2014). Penelitian Ligthelm & Wright (2014) menunjukkan bahwa proses penerimaan diri pasien setelah diamputasi berhubungan dengan dukungan dari lingkungan sekitar pasien. Penelitian sebelumnya pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan, memperkuat hasil bahwa penerimaan diri diperoleh atas dasar dorongan internal dan eksternal (Purnaningtyas, nd). Dorongan internal yaitu adanya motivasi yang kuat dalam diri untuk menerima dirinya sendiri dengan kondisinya sekarang (Purnaningtyas, nd). Sedangkan dorongan eksternal yaitu dukungan dari lingkungan sekitar pasien (Purnaningtyas, nd). Dukungan atau bantuan bisa berasal dari orang lain seperti keluarga, teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya. Dukungan sosial merujuk pada menghibur, merawat, menghargai, atau menolong yang ditujukan pada seseorang dari orang lain atau grup (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011). Dukungan sosial dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan pasien (Sarafino, 2011). Dukungan sosial dapat menjaga pasien untuk melawan efek negatif dari stress tinggi yang dihasilkan dari penyakit yang dialami oleh pasien (Sarafino, 2011). Selain itu, adanya lingkungan sekitar pasien yang mendukung pasien akan lebih memudahkan pasien untuk menerima kondisinya (Hurlock, 1974). Akan tetapi, dukungan sosial tidak selalu dapat mengurangi stress yang muncul pada diri pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Hal ini tergantung bagaimana pasien mempersepsikan ketersediaan dukungan yang diberikan kepada pasien (Sarafino, 2011). Satu atau lebih dukungan yang diberikan dapat dipersepsikan berbeda oleh pasien yang menerima. Pasien mempersesikan dukungan sebagai hal yang positif ketika ia merasa atau mempersepsikan dukungan sebagai hal yang membuatnya menjadi lebih nyaman, dirawat, dan ditolong (Sarafino, 2011). Sebaliknya, pasien dapat mempersepsikan dukungan Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 2, Agustus 2013
sebagai hal yang negatif karena ia merasa tidak mampu menangani masalah sendiri hingga perlu diberi bantuan dari orang lain. Hal ini justru berdampak pada menurunnya self-esteem pada diri pasien (Sarafino, 2011). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menguji hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian ekspalanatif yang menguji hubungan kausal antara variabel – variabel penelitian dan menguji hipotesis yang dirumuskan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian diferensial atau yang biasa disebut dengan ex post facto. Desain ini membandingkan hasil manipulasi satu variabel dari dua kelompok yang sudah ada sebelumnya. Manipulasi tidak berasal dari peneliti dan peneliti tidak mengontrol subjek mana saja yang masuk kelompok tertentu (Singarimbun & Efendi, 1995). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu persepsi dukungan sosial, dalam hal ini merupakan proses penilaian dan pemaknaan terhadap perhatian, penghargaan, dan kasih sayang yang diterima individu dari individu lain (Sarason, 1983). Dukungan sosial diklasifikasikan dalam 4 kategori, yaitu: dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan instrumental, dan dukungan appraisal atau penilaian (Glanz, 2000). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu penerimaan diri, merupakan pemahaman seseorang akan kekuatan dan kelemahan dalam dirinya, menerima dan menghargai segala kekurangan yang dimiliki, mengakui dan menerima seluruh aspek dalam diri, merasakan perasaan yang positif terhadap masa lalu, serta mampu menerima keadaankeadaan emosionalnya seperti depresi, marah, dan takut tanpa menganggu well-being orang lain. Ciri-ciri seseorang yang menerima dirinya menurut Sheerer yang dimodifikasi oleh Berger sebagai berikut yaitu: (Denmark, 1973) nilai-nilai dan standar diri tidak dipengaruhi lingkungan luar, keyakinan dalam menjalani hidup, bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan, mampu menerima kritik dan saran seobjektif mungkin, tidak menyalahkan diri atas perasaannya terhadap orang lain, menganggap dirinya sama dengan orang lain, tidak ingin orang lain menolaknya dalam kondisi apapun, tidak menganggap dirinya 57
Hubungan Persepsi Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri Pasien Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi
berbeda dari orang lain, dan tidak merasa rendah diri Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi yang berdomisili atau melakukan kontrol perawatan di salah satu rumah sakit di Surabaya. Adapun kriteria subjek penelitian ini adalah: (a) subjek didiagnosa diabetes mellitus dan mengalami amputasi; (b) subjek merupakan penderita diabetes mellitus yang di amputasi pada anggota tubuh bagian kaki; (c) subjek dapat berkomunikasi dengan lancar; dan (d) bersedia untuk menjadi subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan nonprobability sampling atau sampel tidak acak karena jumlah populasi tidak diketahui. Tipe dari nonprobability sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah snowball. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuisioner untuk keseluruhan variabel yang akan diukur. Variabel yang diungkapkan dalam kuisioner tersebut dinyatakan dalam bentuk skala likert. Skala persepsi dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inventory of Socially Supportive Behaviors atau yang biasa disingkat dengan ISSB yang disusun oleh Manuel Barrera Jr, Irwin N. Sandler, dan Thomas B. Ramsey pada tahun 198 (Barrera dkk., 1981). Skala persepsi dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian ini berisi 40 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,913. Skala penerimaan diri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Berger’s Self-Acceptance Scale merupakan alat ukur yang disusun oleh Sheerer yang kemudian dimodifikasi oleh Emanuel M. Berger pada tahun 1952 (Denmark, 1973). Skala penerimaan diri yang digunakan dalam penelitian ini berisi 36 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,894. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman-Rho karena memenuhi persyaratan statistik nonparametrik. Sebelum dilakukan uji korelasi, akan dilakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas dan uji linearitas serta uji korelasi dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows.
HASIL PENELITIAN Berikut adalah hasil perhitungan analisis menggunakan teknik korelasi Spearman-Rho dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows: 58
Spearman’s rho
Tabel Hasil Uji Korelasi Korelasi X X Koefisien ko1.000 relasi Sig. (2-tailed) . N 30 Y Koefisien ko0,069 relasi Sig. (2-tailed) 0,716 N 30
Y 0,069 0,716 30 1,000 . 30
Berdasarkan hasil uji korelasi diatas dapat diketahui bahwa variabel persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri memiliki taraf signifikansi sebesar 0,716, yang yang mana lebih besar dari 0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri. Besar kecilnya angka korelasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan kedua variabel. Tingkat kekuatan hubungan tersebut dapat digolongkan sebagai berikut (Cohen, 1988, dalam Pallant, 2011): Tabel Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi (ρ)
Interpretasi
0,10 – 0,29 0,30 – 0,49 0,5 – 1,0
Kecil Sedang Besar
Koefisien korelasi dari variabel persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri sebesar 0,069, dimana angka 0,069 menyatakan kuat lemahnya hubungan antara variabel persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri dan menyatakan arah hubungan kedua variabel. Berdasarkan tabel diatas, 0,069 tidak termasuk dalam penggolongan karena bernilai kurang dari 0,10, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan korelasi antara dukungan sosial dan penerimaan diri tergolong kecil, atau sangat kecil.
PEMBAHASAN Hasil uji analisis data pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan uji analisis data yang dilakukan Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 3, Agustus 2013
Deby Apriliana Christanty, I Sanny Prakosa Wardhana
dengan menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho yang menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,716, yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Koefisien korelasi sebesar 0,069 menyatakan bahwa hubungan keduanya adalah lemah. Berdasarkan hasil dari penelitian ini terdapat beberapa catatan yang menjadi penyebab kemungkinan tidak adanya hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi. Peneliti ingin mengetahui faktor lain yang mempengaruhi penerimaan diri subjek selain persepsi dukungan sosial. Berdasarkan hasil wawancara singkat yang dilakukan penulis pada salah satu subjek, diperoleh hasil bahwa satu atau lebih dukungan yang diterima subjek dari pasangannya dapat dipersepsikan berbeda oleh subjek sebagai penerima dukungan. Subjek dapat mempersesikan dukungan sebagai hal yang positif ketika ia merasa atau mempersepsikan dukungan sebagai hal yang membuatnya menjadi lebih nyaman, dirawat, dan ditolong (Sarafino, 2011). Sebaliknya, subjek juga dapat mempersepsikan dukungan sebagai hal yang negatif karena ia merasa tidak mampu menangani masalah sendiri hingga perlu diberi bantuan dari orang lain (Sarafino, 2011). Selain itu, jenis dukungan yang diberikanpun terkadang tidak sesuai dengan dukungan yang dibutuhkan oleh subjek (Sarafino, 2011). Sehingga subjek akan merasa tidak cukup dengan dukungan yang telah ia terima dari orang disekitarnya, Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti juga menemukan bahwa faktor internal yaitu keyakinan dalam diri atau self-esteem memiliki pengaruh terhadap penerimaan diri subjek. Hal ini sejalan dengan penelitian Michalak dkk (2011) yang menemukan bahwa penerimaan diri merupakan varibel mediasi antara self-esteem dengan depresi. Individu yang memiliki tingkat self-esteem yang rendah memiliki penerimaan diri yang rendah sehingga beresiko memunculkan depresi. Sebaliknya, individu yang memiliki self-esteem yang tinggi memiliki penerimaan diri yang tinggi sehingga mengurangi resiko munculnya depresi. Penelitian lain milik Goodwin, Cost, & Adonu (2004) menambahkan bahwa persepsi dukungan memprediksi self-esteem dalam diri individu. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa persepsi dukungan sosial tidak berhubungan secara langsung dengan penerimaan diri. Self-esteem menjadi Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 2, Agustus 2013
variabel mediasi yang menghubungkan antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri. Individu yang memiliki persepsi dukungan sosial yang tinggi maka tingkat self-esteemnya menjadi tinggi, sehingga penerimaan diri individu menjadi tinggi pula. Peneliti juga menemukan faktor lain yang dapat mempengaruhi penerimaan diri subjek selain persepsi dukungan sosial yaitu aspek religiusitas. Subjek yakin akan keajaiban yang diberikan Tuhan akan pemulihan keadaannya setelah diamputasi. Hal ini sejalan dengan penelitian milik Rahimi and Kamranpour (2007 dalam Ahmadi dkk, 2013) yang mengatakan bahwa kepercayaan religius memiliki korelasi yang positif dengan kesehatan mental seperti optimism, meaningfulness of life, coping with stresses, self-acceptance, positive attitude to life dan low anxiety. Pengalaman spiritual-psychological bersama dengan komunitas religi memberikan dampak bagi individual psychological well-being. Berdasarkan penelitian ini penerimaan diri seseorang juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman religi seseorang. Terdapat beberapa catatan lain dari penelitian ini yang menjadi penyebab kemungkinan tidak adanya hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi. Hal ini kemungkinan muncul karena keterbatasan alat ukur yang digunakan oleh peneliti serta kondisi pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi yang menjadi subjek penelitian. Berger’s self-acceptance scale yang digunakan peneliti untuk mengukur penerimaan diri individu memiliki aitem yang cukup panjang, sedangkan Inventory Socially Supportive Behavior (ISSB) memiliki kelemahan yang terletak pada alternatif jawaban yang spesifik dalam kurun waktu empat minggu. Kondisi subjek dalam penelitian ini rata-rata tidak dalam kondisi fisik normal, sehingga kesalahan-kesalahan dalam pengisisian kusioner dapat terjadi.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini telah menjawab hipotesis penelitian, yaitu diterimanya Ho. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan penerimaan diri pasien penderita diabetes 59
Hubungan Persepsi Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri Pasien Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi
mellitus pasca amputasi. Bagi penelitian selanjutnya untuk memperhatikan faktor-faktor lain diluar penelitian yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, membatasi populasi penelitian, dan memperhatikan translasi skala agar mudah dimengerti disesuaikan dengan kondisi subjek. Saran bagi pasien penderita diabetes mellitus pasca amputasi harus mampu
mencari faktor apa yang dapat menguatkan dirinya untuk menerima kondisinya setelah diamputasi. Harapannya setelah pasien menerima dirinya, pasien mampu merawat kesehatan lebih baik lagi agar menghindari kambuhnya luka atau mengurangi resiko reamputasi melalui perawatan yang tepat.
PUSTAKA ACUAN Ahmadi, A., Amidian, M., Ahghar, G. (2013). The relationship between religious attitude and social status with self-regulation. International Research Journal of Applied and Basic Sciences, Vol, 6 (7): 923-929. Barrera, M., Jr., Sandler, I.N., & Ramsay, T.B. Preliminary development of a scale of social support: Studies on college students. American Journal of Community Psychology, 1981, 9, 435-447. Denmark, K. L. (1973). Self-acceptance and leader effectiveness. Journal of Extension, 73. DetikHealth. (2011, 22 Desember). Diabetes melitus indonesia duduki peringkat ke-4 dunia [on-line]. Diakses pada tanggal 1 Juni 2014 dari m.liputan6.com/health/read/368 Golden, S.H., Lazo, M., Carnethon, M., Bertoni, A.G., Schreiner, P.J., Roux, A.V., Lee, H. B., & Lyketsos, C. (2008). Examining a bidirectional association between depressive symptoms and diabetes. Journal of the American Medical Association, 299, 2751−2759. Goodwin, R., Cost, P., & Adonu, J. (2004). Social support and its consequences ‘Positive’ and ‘deficiency’ values and their implications for support and self-esteem. British Journal of Social Psychology, 43, 1–10. HealthLiputan6 (2011, Desember). Diabetes melitus, indonesia duduki peringkat ke-4 dunia [on-line]. Diakses pada tanggal 3 Juni 2014 dari m.liputan6.com/health/read/368590/diabetes-melitusindonesia-duduki-peringkat-ke-4-dunia. Hurlock, E.B. (1974). Personality development. New Delhi: McGraw - Hill Ismail, K., Winkley, K., Stahl, D., Chalder, T., & Edmonds, M. (2007). A cohort study of people with diabetes and their first foot ulcer: The role of depression on mortality. Diabetes Care, 30, 1473−1479. Ligthelm, E.J & Wright, S.C.D. (2014). Lived experience of persons with an amputation of the upper limb. International Journal of Orthopaedic and Trauma Nursing 18, 99–106. Michalak, J., Teismann, T., Heidenreich, T., Ströhle, G., & Vocks, S. (2011). Buffering low self-esteem: The effect of mindful acceptance on the relationship between self-esteem and depression. Personality and Individual Differences 50 : 751–754 Norvell, D.C., Turner, A.P., Williams, R.M., Hakimi, K.N., & Czerniecki, J.M. (2011). Defining successful mobility after lower extremity amputation for complications of peripheral vascular disease and diabetes. J Vasc Surg; 54: 412 - 9. Pranoto, A. (2008). Management of diabetic ulcer & gangren. Surabaya: Universitas Airlangga. Purnaningtyas, A.A. Penerimaan diri pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan.Skripsi.Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Ri. Santrock, J.W. (2002). Life span development perkembangan masa hidup (edisi 5 jilid ii). Jakarta : Erlangga Sarafino, E.P., & Smith, T.W (2011). Health psychology: biopsychosocial interactions (7th ed). USA: John Wiley & Sons, Inc 60
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 3, Agustus 2013
Deby Apriliana Christanty, I Sanny Prakosa Wardhana
Shepard, L.A. (1979). Self-acceptance: the evaluative component of the self-concept construct. American Educational Research Journal of Health Psychology. Vol 6(6) pp. 651-663 Singarimbun, M., & Efendi S. (1995). Metode penelitian survei. Jakarta: LP3S. Vamos, E.P., Bottle, A., Majeed, A., & Millett, C. (2010). Trends in lower extremity amputations in people with and without diabetes in england, 1996–2005. Diabetes research and clinical practice 87: 275-282. Vileikyte, L., Leventhal, H., Gonzalez, J. S., Peyrot, M., Rubin, R. R., Ulbrecht, J. S., Garrow, A., Waterman, C., Cavanagh, P. R., & Boulton, A. J. (2005). Diabetic peripheral neuropathy and depressive symptoms: the association revisited. Diabetes Care, 28, 2378−2383. Viswanathan, V., Wadud, J.R., Madhavan, S., Rajasekar, S., Kumpatla, S., Lutale, J.K., & Abbas, Z.G. (2010). Comparison of post amputation outcome in patients with type 2 diabetes from specialized foot care centres in three developing countries. Diabetes research and clinical practice 88: 146-150.
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 2 No. 2, Agustus 2013
61