P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Hubungan Karakteristik Pasien dengan Mekanisme Koping dan Keteraturan Penggunaan Insulin pada Penderita Diabetes Mellitus (Relationship Characteristics Patients with Coping Mechanism and Regularity of Insulin in Patients with Diabetes Mellitus) Putri Maya Sari1*; Helmi Arifin1; & Arina Widya Murni2 1Faculty
of Pharmacy, University of Andalas, Padang of Internal Medicine DR.M. Djamil Hospital, Padang
2Department
*Corresponding email:
[email protected] ABSTRAK Keberhasilan tujuan koping diabetes mellitus diharapkan agar terkendalinya gula darah, hal ini tidak terlepas dari kepatuhan serta kontinuitas dalam pengobatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan karakteristik pasien dengan mekanisme koping dan keteraturan penggunaan insulin pada penderita diabetes mellitus. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan responden sebanyak 61 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteritik pasien tidak ada hubungan dengan keteraturan penggunaan insulin kecuali jenis kelamin dan pekerjaan (p<0.05), ada hubungan koping dengan karakteritik pasien yaitu pendidikan, status ekonomi, status psikologi dan lama penyakit pasien (p<0.05). Dapat disimpulkan bahwa koping efektif digunakan pasien berpendidikan tinggi, status ekonomi tinggi, diagnosa penyakit >10 tahun kecuali pasien dengan gangguan depresi. Rendahnya keteraturan penggunaan insulin ditemui pada pasien laki-laki dan pasien yang tidak bekerja. Kata Kunci: Diabetes mellitus; Karakteristik; Keteraturan; Mekanisme koping PENDAHULUAN Terapi insulin merupakan suatu keharusan bagi penderita DM terutama DM tipe 1. Walaupun sebagian besar penderita DM tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin di samping terapi Anti Diabetik Oral (Soegondo, 2008). Insulin digunakan sebagai terapi untuk mencapai dan mempertahankan kadar gula darah mendekati batas normal agar dapat mencegah dan menunda komplikasi jangka panjang ketika upaya diet dan OHO gagal mengendalikan kadar gula darah hingga mendekati normal. American Diabetes Association (ADA) melaporkan terapi insulin membuat ketidaknyamanan bagi pasien karena
pemberiannya harus memakai jarum suntik (ADA, 2007). Sebagai contoh, mungkin kebutuhan insulin merupakan ancaman psikologis yang berkaitan dengan kecemasan terhadap injeksi, fobia jarum, takut hipoglikemia, kekhawatiran tentang reaksi orang lain terhadap suntikan, dan kekhawatiran tentang keparahan dan kemajuan diabetes (Polonsky, et al., 2005). Sedangkan perawatan diri yang kompleks serta banyak aturan yang harus dijalani sering kali membingungkan dan membuat penderita mengalami stres seperti frustasi, marah, dan kecil hati (Notoatmodjo, 2003). Menurut Bianchi (2004) permasalahan stres pada penderita diabetes ini erat kaitannya dengan cara atau strategi pemecahan masalah
166
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
(coping)
yang
dilakukan
oleh
penderita
bivariat
untuk
melihat
hubungan
antara
diabetes. Jika individu kurang atau tidak mampu
variabel dependen dengan variabel independen
dalam menggunakan mekanisme koping dan
(Hastono, 2007). Uji hipotesis menggunakan uji
gagal dalam beradaptasi maka individu akan
Chi square dengan alternatif uji Fisher.
mengalami berbagai penyakit baik fisik maupun mental (Rasmun, 2004). Keberhasilan tujuan
HASIL DAN DISKUSI
koping DM diharapkan agar terkendalinya gula
Analisa Univariat Karakteristik Pasien Pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin eksogen pada bulan September hingga Desember 2013, yang memenuhi kriteria sampel adalah sebanyak 61 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 23 pasien (37,7%) dan perempuan sebanyak 38 pasien (62,3%), rentang usia pasien terbanyak adalah 45-64 tahun (72,1%), sebagian besar (73,8%) pasien berpendidikan tinggi, lebih dari separuh (52,5%) pasien tidak bekerja, memiliki diagnosa DM tipe 2 > 10 tahun (50,8%), sebagian besar pasien memiliki status ekonomi yang tinggi (90,2%) dan memiliki status psikologi normal (75,4%).
darah dimana hal ini tidak terlepas dari kepatuhan serta kontiniutas dalam pengobatan. Walaupun demikian tidak semua individu mampu menggunakan koping efektif dalam menghadapi
masalah,
hal
ini
tergantung
bagaimana individu berespon terhadap stres sehingga menggunakan koping tidak efektif. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan cross sectional. Studi cross sectional mengukur variabel dependen dan independen secara bersamaan (Chandra, 2008). Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah penderita DM tipe 2, pasien DM yang menggunakan insulin, pasien DM dengan usia lebih dari 18 tahun, pasien DM yang menggunakan insulin lebih dari tiga
bulan.
Data
diperoleh
ketika
pasien
melakukan kunjungan ke poliklinik khusus diabetes mellitus penyakit dalam RSUP. DR. M.
Analisa Univariat Koping Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar (80,3%) koping pasien DM tipe 2 yang menggunakan koping adaptif. Gambar 1 menunjukkan bahwa mekanisme koping yang paling banyak dipakai adalah religion (93,4%), diikuti planning (52,5%), active coping (47,5%) dan self distraction (45,9%). Sedangkan mekanisme koping yang sedikit dipakai adalah substance use (1,6%), positive reframing (29,5%), using emotional support (32,8%).
Djamil Padang. Pasien yang sudah memenuhi kriteria inklusi diberikan kuesioner HADS untuk melihat apakah pasien memiliki simtom ansietas dan/atau depresi. Tahap kedua pasien diberikan kuesioner untuk
keteraturan mengetahui
menggunakan
penggunaan keteraturan
insulin
dan
insulin dalam alasan
ketidakteraturan pasien. Tahap ketiga pasien diberikan
kuesioner
Brief
COPE
untuk
mengetahui mekanisme koping yang digunakan oleh pasien. Teknik analisis data dilakukan secara bertahap meliputi: Analisis univariat untuk menghitung distribusi frekuensi. Analisis
Analisa Bivariat Karakteristik Pasien dengan Koping Dari
hasil
penelitian
diketahui
karakteristik responden yang memiliki koping adaptif lebih tinggi ditemui pada karakteristik responden
yang
berusia
≥65
tahun,
berpendidikan tinggi (88,9%), pada kelompok responden yang bekerja (82,8%), memiliki status ekonomi tinggi (85,5%), lama diagnosa >10
tahun
(93,5%).
Diketahui
terdapat
hubungan yang signifikan (p<0,05) antara
167
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
koping adaptif dengan usia pasien DM tipe 2
dengan
pada rentang ≥65 tahun, responden yang
Berdasarkan statistik terdapat hubungan yang
berpendidikan tinggi, responden dengan status
signifikan (p<0,05) antara koping maladaptif
ekonomi
dengan
yang
tinggi,
responden
dengan
responden
status
yang
psikologi
tidak
bekerja.
depresi
pasien.
kelompok diagnosa penyakit > 10 tahun.
Diketahui persentase koping maladaptif lebih
Berdasarkan statistik tidak terdapat hubungan
tinggi pada kelompok responden dengan status
yang signifikan (p>0,05) antara koping adaptif
psikologi depresi.
Gambar 1. Persentase mekanisme koping yang digunakan responden Analisa Bivariat Hubungan Karakteristik
≥65 tahun yang mendominasi, hal tersebut
dengan Keteraturan Penggunaan Isulin
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ikhsan
Persentase
rendah
(2007), dengan semakin cukup umur, tingkat
terhadap insulin, lebih tinggi pada kelompok
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
usia 45-64 tahun (65,9%), responden berjenis
matang dalam berfikir dan bekerja. Hal ini
jenis kelamin laki-laki (87% ), pasien yang
sebagai hasil dari pengalaman dan kematangan
memiliki pendidikan tinggi (66,7%), responden
jiwanya.
yang tidak bekerja (75,9%), responden dengan
mengenai hubungan usia terhadap keteraturan
lama diagnosa >10 tahun (67,7%). Secara
penggunaan insulin eksogen pasien terlihat
statistik terdapat hubungan yang signifikan
bahwa, pada usia responden 45-64 tahun
(p<0,05) antara keteraturan rendah dengan
memiliki hasil keteraturan yang rendah dalam
responden yang berjenis kelamin laki-laki dan
penggunaan insulin eksogen. Namun, hasil ini
responden yang tidak bekerja. Secara statistik
tidak memiliki hubungan yang bermakna secara
tidak
statistik.
terdapat
keteraturan
hubungan
yang
signifikan
Sementara
itu,
Puspitasari
hasil
(2002)
penelitian
dalam
(p>0,05) antara keteraturan rendah dengan
penelitiannya mengemukakan bahwa variabel
responden yang berusia 45-64 tahun, pasien
umur kurang berpengaruh terhadap tingkat
yang memiliki lama diagnosa >10 tahun dan
kepatuhan. Bat (2003), mengemukakan bahwa
pasien yang berpendidikan tinggi.
di Amerika Serikat orang yang berusia lanjut
Berdasarkan persentase usia responden terhadap koping adaptif terlihat kelompok usia
cenderung mengikuti anjuran dokter, lebih memiliki tanggung jawab, lebih tertib, lebih teliti, lebih bermoral, dan lebih berbakti dari
168
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
pada usia muda. Dimana pada penelitian ini usia
faktor yang memengaruhi strategi coping adalah
45-64 tahun terdapat sebagian reponden yang
tingkat pendidikan. Seseorang dengan tingkat
masih
yang
pendidikan yang semakin tinggi akan semakin
bahwa
tinggi pula kompleksitas kognitifnya, demikian
berkarier.
dikemukakan
Sesuai
oleh
dengan
Amril
(2002),
kesibukan bekerja (sebagai buruh) dalam
pula
rangka memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
pendidikan dengan keteraturan penggunaan
menyebabkan penderita sulit menyesuaikan
insulin eksogen dalam penelitian ini terlihat
program
bahwa responden yang berpendidikan tinggi
pengobatan
dengan
kegiatannya
sehari-hari dan lupa minum obatnya. Pada
hasil
sebaliknya.
Sementara
itu
hubungan
memiliki keteraturan yang rendah terhadap
penelitian
mengenai
hubungan jenis kelamin dengan mekanisme
penggunaan
insulin,
namun
hubungannya
secara statistik tidak bermakna.
koping pasien terlihat bahwa jenis kelamin laki-
Senewe (1997) mengemukakan bahwa
laki memiliki persentase yang tinggi terhadap
proporsi tertinggi penderita yang tidak teratur
mekanisme koping adaptif. Hasil penelitian ini
berobat adalah pada pendidikan rendah/SD
sesuai dengan pernyataan Broverman (dalam
(33,6%). Sedangkan hasil yang mendukung
Widyawati, 2002) mengatakan bahwa pria pada
penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan
dasarnya lebih mampu menyesuaikan diri
oleh Suliha (1991), mengatakan bahwa proporsi
daripada wanita berdasarkan sikapnya dalam
penderita yang berpendidikan tinggi (61,11%)
menghadapi suatu masalah. Sementara itu
ternyata tidak patuh berobat. Namusra (200)
berdasarkan
mengemukakan
hasil
penelitian
terhadap
dengan
tinggginya
angka
hubungan jenis kelamin dengan keteraturan
keteraturan yang rendah dalam penggunaan
penggunaan insulin eksogen pasien terlihat
insulin
bahwa
memiliki
berpendidikan tinggi merupakan hal yang diluar
keteraturan yang rendah, hal ini memiliki
harapan, karena seharusnya dengan pendidikan
hubungan yang bermakna secara statistik. Hasil
yang tinggi mereka telah mengerti tentang
penelitian
dengan
bahaya penyakit. Hasil tersebut bisa diakibatkan
penelitian Eliska (2005), bahwa jenis kelamin
oleh perbedaan sikap individual dari masing-
tidak mempunyai pengaruh terhadap ketekunan
masing
berobat pada penderita TB Paru. Sedangkan
merupakan indikator bahwa seseorang telah
hasil R. Pant (2009) penelitian mendukung hasil
menempuh jenjang pendidikan formal dalam
penelitian ini yang dikutip oleh Tanggap (2011),
bidang
menyebutkan
memiliki
seseorang telah menguasai beberapa bidang
rendah
tertentu. Sehingga belum tentu seseorang yang
jenis
kelamin
ini
keteraturan
laki-laki
bertolak
bahwa berobat
belakang
laki-laki yang
lebih
dibandingkan perempuan. Berdasarkan pendidikan
responden
tertentu,
karena
bukan
yang
pendidikan
indikator
bahwa
dengan
apa yang dianjurkan, hal ini dapat dipengaruhi
mekanisme
oleh pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial
koping
mengemukakan
pada
penderita
antara
koping, terlihat bahwa tingginya persentase adapatif
pada
berpengetahuan yang baik akan melaksanakan hubungan
responden
eksogen
responden
yang
budaya
(Fitriyani, bahwa
2012).
pengetahuan
Locke tidak
berpendidikan tinggi. Menaghan yang dikutip
hanya didapat secara formal melainkan juga
oleh McCrae (1984) mengemukakan salah satu
melalui pengalaman (Nugroho, 2000). Selain itu 169
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
pengetahuan
juga
didapat
sarana
Berdasarkan hasil yang didapat oleh
informasi yang tersedia di rumah, seperti radio
peneliti, yang menunjukkan tingginya prevalensi
dan televisi. Di sisi lain, responden dengan
status
tingkat
rendah
keteraturan penggunaan insulin yang kurang.
memiliki
Hal ini didukung oleh Amril (2002), bahwa
pendidikan
menyatakan
melalui
yang
bahwa
lebih
mereka
kepercayaan yang lebih terhadap saran dokter. Berdasarkan hasil yang didapat oleh
ekonomi
yang
rendah
terhadap
kesibukan bekerja sebagai buruh dalam rangka memenuhi
kebutuhan
ekonomi
keluarga
peneliti dilapangan bahwa distribusi yang lebih
menyebabkan penderita sulit menyesuaikan
besar koping adaptif pada responden yang
program
bekerja. Hal ini sesuai dengan teori yang
sehari-hari
dikemukakan oleh Erick dalam Ikhsan (2007),
Berdasarkan hasil yang didapat oleh peneliti
bahwa seseorang yang bekerja akan banyak
dilapangan diketahui terdapat hubungan antara
pengalaman dalam menyelesaikan masalah yang
status psikologi dengan koping yaitu status
secara tidak langsung dapat meningkatkan
psikologi depresi terhadap koping maladaptif..
keterampilan dan menggunakan koping yang
Hal ini menandakan penggunaan koping yang
lebih konstruktif. Berdasarkan hubungan status
tidak
ekonomi terhadap mekanisme koping, diketahui
psikologi seseorang. Peyrot (dalam D’arrigo,
bahwa persentase koping adaptif lebih tinggi
2000) mengatakan bahwa strategi koping yang
pada responden yang memiliki status ekonomi
dilakukan oleh penderita diabetes sangatlah
yang tinggi, secara statistik hubungan tersebut
berpengaruh terhadap kondisi stresnya yakni
bermakna.
apabila
Stuart
&
Sundeen
(2005)
pengobatan dan
efektif
dengan
lupa
dapat
kegiatannya
minum
obatnya.
mempengaruhi
penderita
diabetes
penyesuaian
salah satunya dari faktor eksternal yaitu
kopingnya, maka individu tersebut berhasil
dukungan ekonomi. Menurut Billings dan Moos
mengatasi masalah yang dihadapi dan begitu
(dalam Mu’tadin, 2002), seseorang dengan
pula
status
akan
mempunyai penyesuaian yang buruk dengan
menampilkan bentuk koping yang kurang aktif,
strategi kopingnya, maka individu tersebut tidak
kurang
berhasil mengatasi masalah yang dihadapi.
realistis,
ekonomi dan
rendah
lebih
fatal
untuk
sebaliknya.
baik
mempunyai
menyebutkan sumber-sumber koping individu
sosial
yang
status
Jika
dengan
penderita
strategi
diabetes
menampilkan respons menolak, dibandingkan dengan seseorang dengan status ekonomi yang
KESIMPULAN Dari
lebih tinggi. Dimana dengan tingginya status ekonomi
seseorang
maka
tuntutan
hidup
penelitian
pasien
memikili status ekonomi rendah, sehingga
keteraturan
besarnya tekanan yang menjadi pemicu stressor
sebagai berikut:
seseorang
1. Tidak
Menurut
Asti
(2006)
dapat
diambil
kesimpulan, bahwa ada beberapa karakteristik
tentunya lebih berkurang dibanding orang yang
berbeda..
ini
DM
tipe
2
dengan
penggunaan
terdapat
koping
insulin
hubungan
dan
eksogen
antara
usia
kehidupan yang tidak mapan dapat memberikan
terhadap koping adaptif pasien, dan terhadap
efek lingkungan yang tidak mendukung dalam
keteraturan penggunaan insulin eksogen.
tercapainya tujuan kepatuhan pasien.
2. Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan
keteraturan
penggunaan
insulin
170
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
eksogen, namun tidak berhubungan dengan
keteraturan penggunaan insulin eksogen.
mekanisme koping pasien. Diketahui jenis
Diketahui semakin tinggi status ekonomi
kelamin
pasien
laki-laki
ternyata
memiliki
maka
koping
yang
digunakan
keteraturan yang rendah dalam penggunaan
semakin efektif dan pasien dengan status
insulin eksogen.
ekonomi yang rendah diketahui memiliki
3. Adanya
hubungan
terhadap
koping
berhubungan penggunaan
antara pasien,
namun
terhadap insulin
pendidikan
eksogen.
keteraturan yang sedang dalam penggunaan
tidak
keteraturan
insulin eksogen. 6.
Adanya hubungan antara status psikologi
Diketahui
terhadap mekanisme koping pasien, namun
semakin tinggi pendidikan pasien maka
tidak berhubungan terhadap keteraturan
koping yang digunakan semakin efektif.
penggunaan insulin eksogen. Diketahui
4. Adanya hubungan antara pekerjaan pasien
pasien yang memiliki status psikologi
terhadap keteraturan penggunaan insulin
depresi menggunakan koping yang tidak
eksogen, namun tidak berhubungan dengan
efektif.
mekanisme koping pasien. Diketahui pasien
5.
7.
Adanya hubungan antara lama diagnosa
yang tidak bekerja memiliki keteraturan
penyakit dengan koping pasien, namun
yang rendah dalam penggunaan insulin
tidak berhubungan dengan keteraturan
eksogen.
terhadap
penggunaan
insulin
eksogen.
Adanya hubungan antara status ekonomi
Diketahui semakin lama pasien menderita
terhadap koping adaptif pasien dan adanya
DM tipe 2 maka koping yang digunakan
hubungan
pasien semakin efektif.
status
ekonomi
terhadap
DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association (ADA). 2007. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes Care. 27(1).94- 102. Amril, Yun. 2002. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOTS) pada Pengobatan TB Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta (Tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Asti, Tri. 2006. Kepatuhan pasien: Faktor penting dalam keberhasilan terapi. InfoPOM. 7(5). 3. Bate, K, L., & Jerums, G. 2003. Preventing complications of Diabetes. The Medical Journal Australia. 179. 498-503. Bianchi, E.R.F. 2004. Stress and Coping among Cardiovascular Nurses: a Survey In Brazil. Issues in Mental Health Nursing. 25. 737–745. Chandra, B. 2008. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: EGC. D'arrigo, T., 2000. Stress and Diabetes. Diabetes Forecast. 53(4). 56. Eliska, 2005. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan, dan Peran Pengawas
Menelan Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2005 (Skripsi). Medan: Universita Sumatera Utara. Fitriyani, 2012. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskemas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon (Skripsi). Depok: Universitas Indonesia. Hastono. 2007. Analisis Data Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta: UI. Ikhsaan, Muhammad. 2007. Analisis Hubungan Karakteristik dengan Mekanisme Koping Keluarga yang Anggota Keluarganya dirawat di Instalasi Rawat Darurat BLU RS Dr Wahidin Sudirohuso. Makasar:UniversitasHasanuddin. McCrae, R.R. 1984. Situasional Determinant of Coping Responses: Loss, Threatand Challenge. Journal of Personality and Social Psychology. 46(4). 919-928. Mu’tadin, Z. 2002. Strategi Coping. Grounded Theory pada Gay dan Masyarakat Surabaya. Jurnal Psikologi Alternatif Antitesis. 1(1). 120-151.
171
P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe r kemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015
Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat (edisi pertama). Jakarta: PT Rineka Cipta. Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Jeronlik: Jakarta: EGC. Polonsky WH, Fisher L, Guzman s, Villa-Caballero L, & Edelman SV. 2005. Psychological insulin resistance in patients with type 2 diabetes: the scope of the problem. Diabetes Care. 28. 2543-2545. Senewe, F.P. 1997. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keteraturan Berobat di Puskemas se Kota Administrative Depok, Tahun 1996 (Tesis). Depok: Universitas Indonesia. Soegondo. 2002. Diagnosa dan klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Di dalam; Soegondo S, Soewondo P, dan Subekti I, editor. Depok: Universitas Indonesia. Stuart & Sundeen. 1998. Principles and practice of psyciatric nursing. Fifth Edition. St. Louis, Missouri: Mosby.
Suliha, I. 199. Studi Tentang Perilaku Kepatuhan Datang Kontrol Penderita TB Paru dengan Pengobatan Jangka Pendek dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi di RS Persahabatan Jakarta Tahun 1990 (Tesis). Depok: Universitas Indonesia. Tanggap Tirtana, Bertin. 2011. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Resistensi Obat Tuberkulosis Di Wilayah Jawa Tengah (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro. Widyawati, S. 2002. Penyesuaian Diri Remaja ditinjau dari Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Jenis Kelamin (Skripsi). Semarang: Universitas Soegijapranata.
172