HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPATUHAN DIET DIABETES PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA THE CORRELATION BETWEEN MOTIVATION AND DIET COMPLIANCE OF DIABETES TYPE II ON THE PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS IN PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA Siti Khoiroh Muflihatin1, Indah Komala2 INTISARI Diet merupakan salah satu dari 4 pilar pengelolaan diabetes mellitus. Sekarang ini banyak ditemukan penderita diabetes mellitus yang tidak patuh dalam pelaksanaan diet. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan salah satunya adalah motivasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus tipe II yang berobat di Puskesmas Sempaja Samarinda. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Nonprobability sampling dengan total sampling dan jumlah sampel sebanyak 42 responden. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan 0.05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda dengan nilai p value motivasi dan kepatuhan diet 0.012. Motivasi mempunyai peran yang sangat besar dalam pembentukan perilaku pasien diabetes mellitus diantaranya kepatuhan dalam menjalankan diet. Motivasi dari keluarga untuk pasien diabetes mellitus dalam menjalankan pengobatan dan untuk memberikan informasi mengenai cara pelaksanaan diet merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II. Kata Kunci: Motivasi, Kepatuhan Diet, Diabetes Mellitus Tipe II ABSTRACT Diet are one of four pillar to controling the diabetes mellitus. A lot of patients of diabetes mellitus who not following the instruction of the implementation on the diet theraphy know. Our pre-analysis finded that one of the factor that causes this disobedience is a motivation. The purpose of this research is to know if there is a relation between motivation and diet compliance of diabetes type II on the patients with diabetes mellitus in puskesmas sempaja samarinda. Research design used in this research was descriptive correlational with Cross Sectional approach. The population used in this research are all of patients with type II diabetes mellitus that were treated in Puskesmas Sempaja Samarinda. Sampling method used in this research is Nonprobability Sampling with total sampling obtained 42 respondent. Data analysis used in this research is Chi Square test with 0,05 level of significance. Result of this research shows that there is a relation between motivation and diet compliance of diabetes type II on the patients with diabetes mellitus in puskesmas sempaja samarinda with p value between motivation and diet compliance is 0.012. Motivation have a very big efect in constructing behavior of patients with diabetes mellitus especially for the compliance of diet. Motivation from the family during the treatment of diet compliance and as an informan to the patients is one of the way to increase the compliance of type 2 diabetes mellitus patients. 1 Keywords: Motivation, Diet Compliance, Type II Diabetes Mellitus2 1
PENDAHULUAN Diabetes Mellitus, kencing manis atau penyakit gula, diketahui sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan kurangnya insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga serta sintesis lemak (Lanywati, 2011). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan DM tipe II di berbagai penjuru dunia. World Health Organization (WHO) memeperkirakan lebih dari 346 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia lebih dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Data tersebut menempatkan posisi Indonesia di peringkat keempat negara dengan jumlah Diabetes terbanyak setelah Cina, India dan Amerika Serikat (Aditama, 2012). Data dari studi global International Diabetes Federation (IDF) memberitahukan bahwa estimasi penderita Diabetes Mellitus pada tahun 2011 mencapai 366 juta jiwa. Jika tidak ada tindak lanjut dari masalah tersebut, jumlah ini diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 552 juta pada tahun 2030. Pada tahun 2012 dikatakan prevalensi angka kejadian Diabetes Mellitus di dunia mencapai 371 juta jiwa. Dan menurut data terbaru IDF tahun 2014 sekitar 387 juta jiwa mengidap Diabetes Mellitus dan diperkirakan pada tahun 2035 jumlah ini akan meningkat menjadi 592 juta jiwa. Kemudian menurut data yang di peroleh dari Rikesdas tahun 2013 di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5% diketahui mengidap Diabetes Mellitus. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1%. Prevalensi Diabetes Mellitus yang terdiagnosis dokter
tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi Diabetes Mellitus yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen. Dari kenaikan jumlah insidensi penyakit Diabetes Mellitus tersebut, Diabetes Mellitus Tipe II merupakan jenis yang paling banyak ditemukan yaitu lebih dari 90% kasus (Soegondo, Soewondo & Subekti, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 23 November 2015 di Puskesmas Sempaja Samarinda didapatkan data bahwa ada kenaikan jumlah penderita Diabetes Mellitus tiga tahun terakhir ini yaitu, pada tahun 2013 sebanyak 389 orang, tahun 2014 sebanyak 415 orang dan tahun 2015 sebanyak 466 orang. Dan data satu bulan terakhir sebanyak 42 orang.Terdapat peningkatan jumlah pasien Diabetes Mellitus tipe II setiap tahunnya, sehingga sebagai petugas kesehatan perlu melakukan penatalaksanaan secara komprehensif. Terdapat 4 pilar utama dalam penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu edukasi (pendidikan kesehatan), terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologik (PERKENI, 2011). Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes mellitus. Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa dalam darah dalam upaya untuk menurunkan terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik, mencapai kadar glukosa normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia (Smeltzer, dkk, 2010). Kepatuhan pasien terhadap prinsip gizi dan perencanaan makan merupakan salah satu kendala bagi pasien diabetes mellitus. Pasien diabetes banyak yang merasa tersiksa sehubungan dengan jenis dan jumlah makanan yang dianjurkan
(Maulana, 2009). Keberhasilan suatu pengobatan baik secara primer maupun sekunder, sangat dipengaruhi oleh kepatuhan penderita DM untuk menjaga kesehatannya. Dengan kepatuhan yang baik, pengobatan secara primer maupun sekunder dapat terlaksana secara optimal dan kualitas kesehatan bisa tetap dirasakan. Sebabnya apabila penderita DM tidak mempunyai kesadaran diri untuk bersikap patuh maka hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan yang berakibat pada menurunnya kesehatan. Bahkan akibat ketidakpatuhan dalam menjaga kesehatan, dapat berdampak pada komplikasi penyakit DM dan bisa berujung pada kematian (Saifunurmazah, 2013). Salah satu faktor utama yang mempengaruhi terjadinya DM adalah pola makan yang tidak sehat dimana mereka cenderung terus-menerus mengkonsumsi karbohidrat dan makanan sumber glukosa secara berlebihan, sehingga dapat menaikkan kadar glukosa darah dan perlu adanya pengaturan diet pasien DM dalam mengkonsumsi makanan dan diterapkan dalam kebiasaan makan sehari-hari sesuai kebutuhan tubuh. Tidaklah mudah mengatur pola makan bagi pasien DM, karena pasti akan timbul kejenuhan bagi pasien DM karena menu yang dikonsumsi serba dibatasi sehingga diperlukan adanya motivasi bagi pasien DM untuk dapat mengontrol glukosa darah dengan cara mengatur pola makan. Motivasi sangat penting peranannya karena dengan motivasi mampu membuat seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Indarwati, dkk, 2012). Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2008). Sikap perilaku dalam kesehatan individu juga dipengaruhi oleh motivasi dari individu untuk berperilaku yang sehat dan menjaga kesehatan. Tanpa motivasi dalam
pengaturan diet pasien DM akan mengalami ketidakpatuhan dalam mengatur pola makan sehari-hari. Kepatuhan pasien dalam melaksanakan diet DM merupakan salah satu hal terpenting dalam pengendalian DM. Pasien DM harus bisa mengatur pola makannya sesuai dengan prinsip diet DM yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan, karena dengan mengatur pola makan pasien bisa mempertahankan gula darah mereka agar tetap terkontrol (Wade & Travis, 2008). Pasien perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kepatuhan diet pada diabetes mellitus tipe II. Berdasarkan hasil wawancara pada 10 pasien yang terdiagnosa diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda terdapat 6 pasien yang memiliki motivasi dan kepatuhan diet baik, pasien mengatakan selalu menjaga pola makan dan mematuhi diet yang diberikan kepada dirinya. Pasien tidak memakan makanan yang sesuai dengan diet yang dianjurkan oleh dokter. Terdapat 4 pasien yang memiliki motivasi dan kepatuhan diet tidak baik, pasien mengatakan walaupun sudah mengerti tentang diet yang harus dijalaninya, tetapi masih tetap memakan makanan selain diet yang diberikan, keluarga juga tidak memberikan motivasi kepada pasien tersebut untuk konsisten terhadap dietnya sehingga keinginan atau motivasi dari dalam diri pasien untuk mematuhi dietnya kurang. Hasil ini memberikan gambaran bahwa penyakit diabetes mellitus masih perlu mendapat prioritas pelayanan kesehatan akibat dari perilaku masyarakat terutama masyarakat perkotaan dalam mengkonsumsi makanan. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tetarik untuk mengetahui hubungan motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda.
TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus. b. Mengidentifikasi motivasi pasien diabetes mellitus untuk patuh dalam menjalankan diet. c. Mengidentifikasi kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe II dalam menjalankan diet. d. Menganalisis hubungan motivasi dengan kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe II dalam menjalankan diet diabetes.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah kuantitatif berbentuk Descriptive Corelation yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel independen dan variabel dependen (Nursalam, 2011), dengan pendekatan Cross Sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor dan resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point approach) (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus tipe II yang berobat di Puskesmas Sempaja Samarinda. Jumlah populasi yang terdaftar selama 1 bulan terakhir 42 responden. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik pengambilan sampel Nonprobability sampling dengan total sampling yaitu sebanyak 42 responden. Berdasarkan uji normalitas data, motivasi memiliki nilai Shapiro-Wilk yaitu 0.000 yang lebih kecil dari α 0.05 sehingga variabel tersebut tidak berdistribusi normal. Sedangkan untuk
variabel kepatuhan diet memiliki nilai Shapiro-Wilk yaitu 0.000 yang lebih kecil dari α 0.05 sehingga variabel tersebut tidak berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel dalam penelitian ini menggunakan titik potong median. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei–Juni 2016. Waktu tersebut digunakan untuk mengumpulkan data melalui kuesioner yang diisi lengkap dan dikembalikan kepada peneliti. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Puskesmas Sempaja Samarinda. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan keptauhan diet menggunakan uji Chi-Square dengan bantuan SPSS 16. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95%, α = 0,05. HASIL PENELITIAN Berikut akan disajikan hasil penelitian dari hubungan motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda. 1. Analisa Univariat a. Karakteristik responden berdasarkan usia responden Usia Frekuensi Responden ≤45 8 >45 34 Jumlah 42 Sumber : Data Primer
Presentase (%) 19.0 81.0 100
Pada tabel diatas diperoleh gambaran responden yang merupakan pasien diabetes mellitus tipe II dalam penelitian ini berdasarkan usia responden didapatkan usia responden dibawah 45 tahun sebanyak 8 responden (19.0%) dan responden dengan usia diatas 45 tahun sebanyak 34 responden (81.0%). b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin responden
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
Frekuensi 18 24 42
Presentase (%) 42.9 57.1 100
Sumber : Data Primer Pada tabel diatas diperoleh gambaran responden yang merupakan pasien diabetes mellitus tipe II dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 18 orang (42.9%) dan perempuan sebanyak 24 orang (57.1%). c. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir responden Pendidikan
Frekuensi
Presentase (%)
Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah
4
9.5
6 15 10 7
14.3 35.7 23.8 16.7
42
100
Sumber : Data Primer Pada tabel diatas diperoleh gambaran responden yang merupakan pasien diabetes mellitus tipe II dalam penelitian ini berdasarkan pendidikan terakhir yaitu tidak sekolah sebanyak 4 orang (9.5%), SD sebanyak 6 orang (14.3%), SMP sebanyak 15 orang (35.7%), SMA sebanyak 10 orang (23.8) dan perguruan tinggi sebanyak 7 orang (16.7%). d. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan responden Pekerjaan
Frekuensi
Presentase(%)
PNS Wiraswasta Pedagang Buruh IRT Jumlah
7 10 6 5 14 42
16.7 23.8 14.3 11.9 33.3 100
Sumber : Data Primer
Pada tabel diatas diperoleh gambaran responden yang merupakan pasien diabetes mellitus tipe II dalam penelitian ini berdasarkan pekerjaan yaitu PNS sebanyak 7 orang (16.7%), wiraswasta sebanyak 10 orang (23.8%), pedagang 6 orang (14.3%), buruh sebanyak 5 orang (11.9%) dan IRT sebanyak 14 orang (33.3%). e. Karakteristik responden berdasarkan riwayat keluarga responden Riwayat keluarga Ada riwayat DM Tidak ada riwayat DM Jumlah
Frekuensi
Presentase
31
73.8
11
26.2
42
100
Sumber : Data Primer
Pada tabel diatas diperoleh gambaran responden yang merupakan pasien diabetes mellitus tipe II dalam penelitian ini berdasarkan riwayat keluarga yaitu ada riwayat DM sebanyak 31 orang (73.8%) dan tidak ada riwayat DM sebanyak 11 orang (26.2%). f. Karakteristik responden berdasarkan motivasi Motivasi
Frekuensi
Termotivasi Tidak termotivasi Jumlah
27 15
Presentase (%) 64.3 35.7
42
100
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel terlihat bahwa responden yang mempunyai tingkat motivasi yang termotivasi untuk melakukan diet diabetes yaitu sebanyak 27 orang (64.3%) dan yang tidak termotivasi sebanyak 15 orang (35.7%). g. Karakteristik responden berdasarkan kepatuhan diet
Kepatuhan Diet Patuh Tidak Patuh Jumlah
Frekuensi 26 16 42
Presentase(%) 61.9 38.1 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel terlihat bahwa responden yang mempunyai tingkat kepatuhan diet yang patuh sebanyak 26 orang (61.9%) dan yang tidak patuh sebanyak 16 orang (38.1%). 2. Analisa Bivariat
Varia bel
Kepatuhan diet Tidak Patuh Patuh n % n %
Motiv asi Tidak 21 50,0 termoti vasi
6
diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda. Hasil analisis odds ratio didapatkan nilai 7.000 dari 1.717-28.545 yang berarti pasien diabetes mellitus tipe II yang termotivasi memiliki peluang 7.000 kali patuh dalam menjalankan diet dibandingkan dengan pasien yang tidak termotivasi. Hasil tersebut diyakini dengan tingkat kepercayaan 95% bahwa pasien diabetes mellitus yang termotivasi mempunyai kemungkinan resiko patuh menjalankan diet sebesar 1.717-28.545 kali dibandingkan pasien diabetes mellitus tipe II yang tidak termotivasi. PEMBAHASAN
Total
N
%
P Val ue
OR CI 95%
14,3 27 64,3 0,012 7000 (1,7178,545)
Termoti 5 11,9 10 23,8 15 35,7 vasi Jumlah 26 61,9 16 38,1 42 100
Sumber: Data Primer Dari tebel diatas dapat dilihat bahwa dari 27 responden yang termotivasi didapatkan sebanyak 21 responden (50.0%) patuh menjalankan diet yang diberikan dan 6 responden sisanya (14.3%) tidak patuh menjalankan diet yang diberikan. Kemudian dari 15 responden tidak termotivasi didapatkan sebanyak 5 responden (11.9%) patuh menjalankan diet yang diberikan dan sebanyak 10 responden (23.8%) tidak patuh menjalankan diet yang diberikan. Analisis hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet dilakukan dengan rumus Chi Square dengan taraf signifikan α 5% didapatkan hasil nilai p value : 0.012 < α 0.05 sehingga Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet pada pasien
1. Analisa Univariat a. Karakteristik responden berdasarkan usia responden
Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden dibawah 45 tahun sebanyak 8 responden (19%) dan responden dengan usia diatas 45 tahun sebanyak 34 responden (81%). Ini berarti bahwa usia diatas 45 tahun lebih banyak dibandingkan usia dibawah 45 tahun. Menurut Smeltzer et al (2010) usia merupakan salah satu faktor resiko penyebab diabetes mellitus tipe II. Mayoritas diderita oleh orang yang berusia diatas 45 tahun dan mulai meningkat diatas usia 65 tahun. Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh penurunan kemampuan tubuh dalam sensitivitas insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin terganggu. Adib (2011) menyatakan bahwa DM tipe II biasanya terjadi setelah umur 30 tahun. Masyarakat yang merupakan kelompok beresiko tinggi mendertita DM salah satunya adalah mereka yang berusia lebih dari 45 tahun. Prevalensi DM akan semakin meningkat seiring dengan
makin meningkatnya umur, hingga kelompok usia lanjut (Bustan, 2007). Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal (2007) terhadap 152 responden yang menunjukkan bahwa hubungan antara umur dengan kejadian DM tipe II bermakna secara statistik, dimana orang yang berumur ≥ 45 tahun memiliki resiko 6 kali lebih besar terkena penyakit DM tipe II dibandingkan dengan orang yang berumur <45 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Setyorogo (2013) antara umur dengan kejadian diabetes mellitus menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Kelompok umur < 45 tahun merupakan kelompok yang kurang beresiko menderita diabetes mellitus tipe II. Resiko pada kelompok ini 72 persen lebih rendah dibandingkan dengan kelompok umur ≥ 45 tahun. Berdasarkan penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa sebagian besar responden berusia lebih dari 45 tahun yang artinya dalam rentang usia tersebut lebih beresiko terkena diabetes mellitus dibandingkan orang yang yang berusia kurang dari 45 tahun. Disamping itu seiring bertambahnya usia maka semakin menurun juga kemampuan organorgan tubuh salah satunya pankreas yang memproduksi insulin sehingga terjadilah resistensi insulin atau terganggunya sekresi insulin dalam tubuh yang menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat. Peneliti menyarankan untuk menjalankan pola hidup sehat dan pemeriksaan gula darah secara rutin seiring bertambahnya usia terutama pada usia diatas 45 tahun agar resiko terkena diabetes mellitus tipe II bisa dicegah.
b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 18 responden (42.9%) berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 24 responden (57.1%) berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2012) yang menunjukkan bahwa frekuensi jenis kelamin yaitu sebagian besar dari responden berjenis kelamin perempuan. Begitu juga dengan penelitian Hasnain dan Sheikh (2009) didapatkan responden perempuan lebih banyak. Hal ini dikarenakan adanya presentase timbunan lemak badan yang lebih besar sehingga dapat menurunkan sesitifitas terhadap kerja insulin. Menurut Levine (2008) perempuan memiliki kecenderungan untuk mengalami penyakit yang berhubungan dengan gangguan endokrin seperti diabetes mellitus dan gestasional diabetes mellitus. Tingginya angka kejadian diabetes mellitus tipe II pada perempuan salah satunya dihubungkan dengan faktor kegemukan yang merupakan faktor pencetus diabetes mellitus tipe II (Soegondo, 2009). Selain itu obesitas berkaitan erat dengan terjadinya retensi insulin, sehingga tidak mengherankan jika peningkatan angka obesitas diikuti dengan peningkatan angka kejadian diabetes mellitus tipe II. Faktor hormonal, terutama estrogen pada wanita memiliki peran penting sebagai faktor protektif untuk diabetes (Indriyanti, 2009). Prevalensi kejadian DM Tipe II pada wanita lebih tinggi daripada lakilaki. Wanita lebih beresiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita beresiko menderita diabetes mellitus tipe II (Irawan, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Setyorogo (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus tipe II, dimana prevalensi wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa wanita memiliki resiko untuk terkena diabetes mellitus tipe II dibandingkan dengan laki-laki karena gaya hidup yang tidak sehat sehingga menyebabkan peningkatan angka obesitas pada wanita dan dari faktor hormonal terutama hormon estrogen pada wanita mempunyai resiko tinggi dengan kejadian diabetes mellitus tipe II. Oleh karena itu peneliti menyarankan untuk wanita agar menjaga pola hidup sehat agar terhindar dari resiko obesitas dan memathi diet yang dianjurkan agar gula darah tetap terkontrol dan terhindar dari komplikasi. c. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 4 responden (9.5%) tidak sekolah, sebanyak 6 responden (14.3%) berpendidikan terakhir SD, sebanyak 15 responden (35.7%) berpendidikan terakhir SMP, sebanyak 10 responden (23.8%) berpendidikan terakhir SMA, dan sebanyak 7 responden (16.7%) berpendidikan perguruan tinggi. Pendidikan adalah suatu usaha menanamkan pengertian dan tujuan agar pada diri manusia (masyarakat) tumbuh pengertian, sikap dan perbuatan positif. Pada dasarnya usaha pendidikan adalah perubahan sikap dan perilaku pada diri manusia menuju arah positif dengan mengurangi faktorfaktor perilaku dan sosial budaya negatif (Notoatmodjo, 2003 dalam Rusimah, 2010). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang rendah akan mempersulit seseorang atau masyarakat menerima dan mengerti pesan-pesan
kesehatan yang disampaikan sedangkan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari (Depkes RI, 2004 dalam Rusimah 2010). Menurut hasil penelitian Rusimah (2010), didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan diet. Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh dengan kepatuhan diet. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk menerima informasi tentang kesehatan, khususnya tentang diet diabetes mellitus tipe II. Dan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Berdasarkan fenomena dilapangan, responden yang berpendidikan SMA dan perguruan tinggi lebih bisa menerima informasi dari peneliti dibandingkan yang berpendidikan lain. Peneliti menyarankan untuk para petugas kesehatan agar selalu memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien diabetes mellitus. Dan hendaknya disesuaikan dengan tingkat pendidikannya agar informasi yang diberikan dapat diserap dengan baik. d.
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 7 responden (16.7%) bekerja sebagai PNS, sebanyak 10 responden (23.8%) bekerja sebagai wiraswasta, sebanyak 6 responden (14.3%) pedagang, sebanyak 5 responden (11.9%) bekerja sebagai buruh dan sebanyak 14 responden (33.3%) sebagai IRT. Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang setiap hari dalam kehidupannya (Arikunto, 2000 dalam Tawi 2008). Menurut hasil penelitian Gabby (2014) didapatkan hasil bahwa orang
yang tidak memiliki pekerjaan beresiko 1.5 kali lebih besar terkena diabetes mellitus tipe II dibandingkan mereka yang mempunyai pekerjaan. Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa jenis pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Pada kelompok tidak bekerja cenderung kurang melakukan aktivitas fisik sehingga proses metabolisme atau pembakaran kalori tidak berjalan dengan baik. Aktivitas fisik memegang peranan penting dalam upaya pencegahan diabetes mellitus. e. Karakteristik responden berdasarkan riwayat keluarga Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31 responden (73.8%) ada riwayat DM dan sebanyak 11 responden (26.2%) tidak ada riwayat DM. Resiko menderita diabetes bila salah satu orang tuanya menderita diabetes mellitus adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki diabetes mellitus maka resiko untuk menderita diabetes mellitus adalah 75% (Diabates UK, 2010). Resiko untuk mendapatkan diabetes mellitus dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu, jika saudara kandung menderita diabetes mellitus maka risiko untuk menderita diabetes mellitus adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Isabella dkk (2014) didapatkan bahwa ada hubungan antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe II. Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa diabetes melitus cenderung diturunkan atau diwariskan tetapi dengan menjaga pola hidup yang baik serta menghindari faktor resiko yang lain akan terhindar dari penyakit diabetes mellitus. Anggota keluarga penderita diabetes mellitus memiliki
kemungkinan lebih besar terserang diabetes mellitus dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes mellitus. Peneliti menyarankan untuk meningkatkan kesadaran dan pencegahan, terhadap kesehatan serta yang rentan menderita DM untuk menjalani pola hidup yang baik seperti melakukan aktifitas fisik dan pola makan yang seimbang serta rutin memeriksa gula dalam darah. f. Motivasi (Variabel Independen) Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 27 responden (64.3%) termotivasi dan sebanyak 15 responden (35.7%) tidak termotivasi. Motivasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah usia, pendidikan, pengalaman dan pengetahuan (Marquis dalam UNPVJ, 2011). Widayatun (2009) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi adalah situasi dan kondisi, berdasarkan keadaan yang terjadi sehingga mendorong atau memaksakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Marquis & Huston, 2006). Motivasi merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap kepatuhan pasien. Motivasi yang tinggi dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien DM tipe II dalam perawatan diri (Da Silva, 2013).
Motivasi dari keluarga mempunyai pengaruh terhadap sikap dan penerimaan pendidikan kesehatan pasien DM. Pasien DM akan bersikap positif untuk mempelajari pengelolaan DM apabila keluarga memberikan motivasi dan ikut berpartisipasi dalam pendidikan kesehatan mengenai DM (Soegondo, 2006).
Hal ini sejalan dengan dengan penelitian Indarwati (2012) yang menyebutkan bahwa sebagian besar respondennya memiliki motivasi yang tinggi untuk menjalankan diet yang dianjurkan. Motivasi adalah suatu proses dalam diri manusia yang menyebabkan bergerak menuju tujuan yang diinginkan atau bergerak menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan (Wade dan Travis 2008). Maka peneliti berasumsi bahwa responden yang termotivasi menjalankan diet yang diberikan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi responden serta juga dipengaruhi oleh motivasi diri dari seseorang untuk berperilaku yang sehat dan menjaga kesehatan. Tanpa motivasi dalam pengaturan diet akan mengalami ketidakpatuhan dalam mengatur pola makan sehari-hari. Responden harus bisa mengatur pola makannya sesuai dengan prinsip diet diabetes mellitus agar bisa mempertahankan gula darah tetap terkontrol. Dan juga benar bahwa motivasi dari keluarga akan mempengaruhi penerimaan pasien diabetes mellitus tipe II terhadap penyakit yang dideritanya dan mau melakukan pengobatan atau terapi diabetes mellitus secara rutin. Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang dapat diderita bertahun-tahun. Ada kalanya pasien akan merasa jenuh melakukan terapi diabetes mellitus terutama pengaturan pola makan atau diet. Ada yang bosan dengan pembatasan makanan dan minuman, merasa program diet tersebut memberatkan pasien. Maka dari itu motivasi dari keluarga sangatlah dibutuhkan baik itu materi atau informasi dan juga penghargaan agar pasien tersebut patuh dalam
menjalankan terapi diabetes mellitus terutama kepatuhan menjalankan diet. g. Kepatuhan diet (Variabel Dependen) Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 26 responden (61.9%) patuh menjalankan diet dan sebanyak 16 responden (38.1%) tidak patuh menjalankan diet. Kepatuhan secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2013). Salah satu wujud kepatuhan pasien adalah dengan cara mengikuti anjuran diet yang disarankan oleh ahli gizi. Sacket dalam Niven (2008), mengemukakan bahwa kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan individu juga dipengaruhi oleh motivasi dari individu untuk berperilaku yang sehat dan menjaga kesehatannya, karena motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, prersepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien diabetes mellitus tipe II yang berobat di Puskesmas Sempaja Samarinda patuh menjalankan diet yang telah dianjurkan oleh petugas kesehatan. Banyaknya pasien diabetes mellitus tipe II yang patuh menjalankan diet menurut analisa peneliti karena motivasi yang ada pada diri pasien tersebut untuk mematuhi diet yang berikan. Kebanyakan dari pasien diabetes mellitus, motivasi melakukan diet yang dianjurkan berasal dari diri mereka sendiri. Mereka mencari tahu sendiri tentang diabetes mellitus khususnya pengaturan diet. Walaupun ada faktor lain yang membuat pasien tersebut patuh akan dietnya, kesadaran diri dari pasien akan mengenai pentingnya menjalankan diet tersebut yang menyebabkan sebagian
besar pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda patuh menjalankan diet yang dianjurkan. Sedangkan pasien yang tidak patuh terhadap dietnya hanya menjalankan dietnya saat kadar gula darah pasien tersebut tinggi, pada saat kadar gula darahnya turun dan kondisi badannya merasa baik, maka pasien tidak lagi mematuhi dietnya. Dan pasien merasa kadar gula darah yang ada pada dirinya telah normal, padahal kenormalan atau stabilitas kadar gula darah pasien diabetes mellitus dipengaruhi oleh pengontrolan diet yang telah ditetapkan oleh ahli gizi. Anggapan yang salah ini yang menyebabkan sebagian responden tidak patuh dalam menjalankan dietnya. Kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II merupakan hal penting untuk diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh akan terjadi ketidakstabilan glukosa darah yang akan memperparah kondisi kesehatan pasien dan dapat memperparah keadaan diabetes yang pasien alami hingga dapat menyebapkan semakin banyak komplikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II terdiri dari faktor internal dan eksternal faktor internal yaitu keadaan fisiologis dan psikologis mencakup umur, jenis kelamin, derajat kesehatan, kepribadian, tingkat ekonomi, dan pengetahuan sedangkan faktor eksternal berupa pengalaman, lingkungan , dukungan keluarga, keterlibatan petugas kesehatan dan lama pengobatan (Niven, 2012). Kepatuhan responden berdasarkan kategori umur diatas 45 tahun sejalan dengan pendapat Gunarso (2012) bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, artinya responden patuh dengan terapi diet yang diberikan karena kematangannya dalam berfikir. Kemampuan untuk memahami faktorfaktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.
Peneliti berasumsi bahwa kepatuhan kepada program diet merupakan modal utama bagi pasien diabetes mellitus untuk dapat pulih atau setidaknya mempertahankan kesehatan diri agar dapat menjadi lebih baik dan lebih sehat dari sebelum diberikan program terapi oleh petugas kesehatan. Namun demikian, semua itu kembali lagi kepada individu pasien masingmasing, ini dikarenakan meskipun petugas maupun keluarga pasien telah berusaha maksimal tetapi pasien itu sendiri tidak mau mematuhi aturanaturan yang telah diberikan maka program diet yang diberikan akan percuma. Saran peneliti kepada pasien adalah untuk berusaha bekerja sama dengan keluarga dan petugas kesehatan agar bisa menjalankan program diet secara benar demi kebaikan pasien sendiri. Dan saran peneliti bagi petugas kesehatan agar dapat lebih meyakinkan pasien diabetes mellitus untuk mau dan bisa berusaha menjalankan aturan diet yang telah diberikan diprogramkan untuk pasien itu sendiri 2. Analisis Bivariat a. Hubungan motivasi dengan kepatuhan diet Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada psien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda. Dari tabel analisa bivariat hubungan motivasi dengan kepatuhan diet dari 42 responden didapatkan 10 orang (23.8%) yang tidak termotivasi dan tidak patuh dalam menjalankan diet karena kurangnya motivasi dan dukungan dari keluarga yang menyebabkan pasien tersebut tidak patuh dalam menjalani diet yang dianjurkan. Kemudian pasien DM tipe II yang tidak termotivasi dan patuh dalam menjalankan diet yaitu sebanyak 5 responden (11.9%). Walaupun keluarga kurang memberikan
motivasi terhadap kepatuhan diet pasien, pasien tersebut memiliki motivasi sendiri dan mempunyai rasa ingin tahu tentang diabetes mellitus sehingga pasien mencari informasi mengenai diabetes mellitus itu sendiri. Sedangkan pasien DM tipe II yang termotivasi dan tidak patuh dalam menjalankan diet yaitu sebanyak 6 responden (14.3%) hal ini dikarenakan walaupun pasien mendapat motivasi dari keluarga dan selalu mengingatkan agar pasien menjaga pola makan, namun dari pasien sendirilah penolakan atas pengobatan tersebut berasal. Sikap acuh tak acuh pasien mungkin disebabkan karena pasien telah bosan menjalankan diet yang monoton selama bertahun-tahun. Ketidakpatuhan pasien mungkin juga sebagai bentuk rasa bosan dengan jenis makanan yang kurang variatif. Pasien DM tipe II yang termotivasi dan patuh manjalankan diet yaitu sebanyak 21 responden (50.0%) hal ini dikarenakan semakin tinggi motivasi pasien maka semakin banyak pasien DM tipe II yang patuh dalam menjalankan diet yang dianjurkan. Pengetahuan tentang diabetes mellitus khususnya diet yang dimiliki pasien dan keluarga juga dapat menyebabkan kepatuhan pasien terbentuk. Berdasarkan hasil uji statistik hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square dengan continuity correction dengan taraf signifikan α 5% dengan nilai P = 0.012 < 0.05 sehingga Ho ditolak artinya ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dewi Indarwati, Riskiana, Aida Rusmariana & Rita Dwi Hartanti (2012) yang menyimpulkan bahwa motivasi dapat meningkatkan kepatuhan diet pada psien diabetes di desa Tangkil wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II kabupaten Pekalongan dengan nilai P = 0.002 < 0.05. Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan oleh Al-Tera (2011) yaitu beberapa faktor penguat ketidakpatuhan dalam menjalankan diet pada penderita diabetes mellitus tipe II adalah adanya anjuran teman untuk mengonsumsi berbagai macam makanan, kurangnya dukungan keluarga dan kurangnya edukasi serta konseling dari petugas kesehatan. Secara teoritis menurut Soegondo (2006), pasien diabetes mellitus akan bersikap positif untuk mempelajari pengelolaan diabetes mellitus apabila keluarga memberikan motivasi dan dukungan serta ikut berpastisipasi dalam pendidikan kesehatan mengenai diabetes mellitus. Sebaliknya apabila keluarga tidak memberikan motivasi dan dukungan, acuh tak acuh bahkan menolak pemberian pendidikan kesehatan mengenai pengelolaan diabetes mellitus, maka pasien akan bersikap negatif terhadap pengelolaan diabetes mellitus tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti berpendapat bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan kepatuhan dalam menjalnkan diet pada pasien diabetes mellitus tipe II, dikarenakan motivasi dari keluarga dan dari diri pasien tersebut membuat pasien untuk patuh dalam menjalankan diet dan melakukan pengobatan. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu pengelolaan diabetes mellitus pun
harus dilakukan seumur hidup. Seringkali pasien mengalami kebosanan terhadap pengelolaan diabetes mellitus khususnya pengelolaan makan. Motivasi sangatlah berperan penting dalam kepatuhan dalam menjalankan diet pasien diabetes mellitus tipe II.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut. 1. Karakteristik responden berdasarkan usia responden dengan kelompok usia yang terbanyak yaitu kelompok usia 45-55 sebanyak 29 orang (68.9%). Berdasarkan jenis kelamin prevalensi terbanyak yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 24 orang (57.1%). Berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMP sebanyak 15 orang (35.7%). Berdasarkan pekerjaan prevalensi terbanyak yaitu IRT sebanyak 14 orang (33.3%). Berdasarkan riwayat keluarga menunjukkan bahwa prevalensi terbanyak yaitu ada riwayat DM sebanyak 31 orang (73.8%). 2. Responden yang termotivasi sebanyak 27 orang (64.3%) dan yang tidak termotivasi sebanyak 15 orang (35.7%). 3. Responden yang mempunyai tingkat kepatuhan diet yang patuh sebanyak 26 orang (61.9%) dan yang tidak patuh sebanyak 16 orang (38.1%). 4. Hasil uji statistik Chi Square dengan taraf signifikasi α 5% dengan nilai P Value = 0.012 < 0.05 artinya ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan diet diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Sempaja Samarinda.
SARAN Setelah menyajikan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah : 1.
Responden Bagi responden diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan dan lebih banyak bertanya serta mencari informasi pada sumber-sumber informasi yang jelas tentang pentingnya pengaturan pola makan (diet) pada pasien diabetes
mellitus tipe II. Bagi pasien dengan umur diatas 45 tahun khususnya para wanita disarankan untuk menjaga pola makan dan melakukan pengecekkan gula darah secara rutin agar resiko diabetes dapat dicegah. 2. Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) Perawat atau petugas kesehatan diharapkan untuk lebih memperhatikan kesehatan pasien-pasien yang berusia lebih dari 40 tahun karena apabila diketahui sejak dini maka pencegahan akan terkena seseorang dengan diabetes dapat diminimalisir sedini mungkin. Kemudian untuk memberikan informasi mengenai pencegahan kepada perempuan yang beresiko tinggi terkena diabetes baik dengan cara penkes maupun pembagian leaflet tentang upaya pencegahan diabetes mellitus. Serta selalu mengingatkan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati khususnya bagi masyarakat yang sehat namun memiliki keluarga dengan riwayat DM. 3. Peneliti Selanjutnya Perlu adanya penelitian yang lebih mendalam mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam menjalankan diet pada psien diabetes mellitus tipe II. Peneliti juga menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian secara kualitatif. Agar didapatkan data dan hasil yang lebih mendalam mengenai motivasi dan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II. Kemudian hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai data atau informasi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut sebagai replikasi pada tingkat fakultas atau universitas dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Adib. M, 2011. Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan Yang Paling Sering Menyerang Kita. Buku Biru. Yogyakarta. Aditama. Tjandra Y. (2012). Diabetes Mellitus Penyebab Kematian Utama Nomor 2 Di Indonesia. Diperoleh dari
http://www.ilunifk83.com/t224p15 -diabetes-melitus (diakses pada tanggal 15 Desember 2015). Altera, B.H. (2011). Determinan Ketidakpatuhan Diet Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Artikel Penelitian Universitas Diponegoro. Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2 Rineka Cipta. Jakarta. Da Silva, J. (2013). Motivation for selfcare in older women with heart disease and diabetes : A balancing act. Diperoleh dari http://proquest.umi.com/pqdweb (diakses pada tanggal 14 Juni 2016). Diabetes UK. (2010). Diabetes in the UK : Key Statistic on Diabetes. Hamalik, O. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. IDF. (2014) International Diabetes Federation Atlas Sixth Edition. Diperoleh dari www.idf.org (diakses tanggal 28 November 2015). Indarwati D, Riskiana, A. R. & Rita D. H. (2012). Hubungan motivasi dengan kepatuhan diet diabetes mellitus di Desa Tangkil wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II kabupaten Pekalongan. Diperoleh dari http://www.digilib.stikesmuhpkj.ac.id(diakses tanggal 28 November 2015). Irawan, D. (2010). Prevalensi dan Faktor Notoatmodjo. S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. Rikesdas (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Diperoleh dari http/www.depkes.go.id. (diakses tanggal 28 November 2015). Saifunurmazah, D. (2013). Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus Dalam Menjalani Terapi
Resiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II Di Daerah Urban Indonesia. Tesis. Depok : FKM UI. Diperoleh dari http://www.digilib.ui.ac.id (diakses pada tanggal 15 Juni 2016). Isabella V, Manangkey, Nova H, Kapantow, Budi T & Ratag (2014). Hubungan antara tingkat pendidikan dan riwayat riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM tipe 2 pada pasien rawat jalan di poliklinik penyakit dalam Ble RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Diperoleh dari http//www.fkm.unsrat.ac.id (diakses pada tanggal 14 Juni 2016). Lanywati, Endang. 2011. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Penerbit Arcan. Marquis, BL & Huston, LJ (2006). Leadership Roles and Fungtions in Nursing : Theory and Application, (3 ed), Philadelphia : Lippicott. Maulana, M. (2009). Mengenal Diabetes Mellitus : Panduan Praktis Menangani Penyakit Kencing Manis. Jogjakarta: Penerbit Kata Hati. Niven. (2008). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional. Jakarta : EGC. Olahraga Dan Diet. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. UNES. Smeltzer, S.C., Bare B.G., Hinkle, JL., & Cheever, K.H. (2010). Brunner & Suddarth’s : Textbook of MedicalSurgical Nursing (12 th ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Soegondo S, Soewondo, P, & Subekti, I. (2006). Diagnosis dan Klasifikasi Mellitus Terkini. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soegondo, S, Soewondo, P, & Subekti, I. (2011). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. (2th ed). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Trisnawati, KS, Setyorogo, Soedjino (2013). Faktor Resiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol 5 No. 1 : 611 Wade, Carole, Carol Travis. (2008). Psikologi, Edisi9.Jakarta: Erlangga. Widayatun, Tri R. (2009). Ilmu Perilaku. Jakarta : 112-116 Zahtamal, Chandra, Suyanto dan Restuastuti, T. (2007). Faktorfaktor Resiko Pasien Diabetes Mellitus. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol 23, No. 3. 142147