ISSN 1693-7945
MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PERTANIAN DALAM MENUNJANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN WILAYAH PEDESAAN
Oleh: Entus Hikmana, S.Pt.,M.P.*
Abstrak Pelaksanaan pembangunan dewasa ini telah membuktikan bahwa kebutuhan sumberdaya alam semakin banyak dan senantiasa menghadapi berbagai kendala semakin serius, terutama di wilayah pedesaan yang memerlukan penajaman prioritas pemanfaatan sumberdaya alam dan pembinaan wilayah dengan melibatkan secara penuh segenap warga masyarakat setempat. Upaya-upaya untuk mengembangkan akses masyarakat dan menggalang partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembinaan sumberdaya manusia yang ada sangat diperlukan. Upaya tersebut dapat berupa pendidikan, pelatihan ketrampilan penggunaan teknologi tepat guna, pengenalan jenis usaha dan komoditi baru yang lebih bernilai ekonomis, pelatihan ketrampilan dalam pengelolaan dan pengetahuan pemasaran yang disertai dengan penyediaan fasilitas perhubungan, komunikasi serta sarana kesehatan dan sarana kemasyarakatan, perbaikan gizi, pengadaan pasar dan pengembangan jaringan pemasaran. Dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keterampilan tersebut, masyarakat desa diharapkan bisa berperan dan menyumbangkan tenaganya dalam pembangunan wilayah pedesaan.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakekat Pembangunan Nasional di Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan bagi seluruh masyarakat Indonesia secara merata dan berkelanjutan. Oleh karena itu strategi pembangunan nasional selama ini bertumpu kepada Trilogi Pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan stabilitas nasional. Berbagai sarana dan prasarana fisik penunjang perekonomian telah dibangun dan diharapkan akan mampu mendorong akselerasi pencapaian tingkat kesejahteran masyarakat yang lebih baik secara lebih merata dan menyeluruh. Upaya-upaya untuk mengembangkan akses masyarakat dan menggalang partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembinaan sumberdaya manusia yang ada sangat diperlukan. Upaya tersebut dapat berupa pendidikan, pelatihan ketrampilan penggunaan teknologi tepat guna, pengenalan jenis usaha dan komoditi baru yang lebih bernilai ekonomis, pelatihan ketrampilan dalam pengelolaan dan pengetahuan pemasaran yang disertai dengan penyediaan fasilitas perhubungan, komunikasi serta sarana kesehatan dan sarana kemasyarakatan, perbaikan gizi, keluarga berencana, pengadaan pasar dan pengembangan jaringan pemasaran. Dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keterampilan tersebut, masyarakat desa diharapkan bisa berperan dan menyumbangkan tenaganya dalam pembangunan wilayah pedesaan.
1
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
II. PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEDESAAN 2.1.Definisi Pembangunan Banyak definisi mengenai arti pembangunan, salah satunya adalah proses perubahan secara dimensional yang memuat peubahan-perubahan sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi sosia (Wibowo,1997). Disisi lain pembangunan dapat juga perubahan dari suatu kondisi nasional tertentu menuju kondisi nasional lain yang lebih menyejahterakan dan dengan definisi tersebut dapat kita mengartikan pembangunan sebagai proses transformasi yang lebih mengarah pada tujuan yang lebih baik dan kemajuan atau perubahan sosial. Pedesaan adalah perangkat negara yang secara administratif paling kecil dan sederhana. Di seluruh nusantara ini kita mengenal misalnya nagari di Sumatera Barat, Huta di Sumatera Utara, kampung di Kalimantan Barat, kampong di Sulawesi Selatan, Ngata di Sulawesi Tengah, serta desa di Jawa dan Madura. Satuan-satuan sosial yang ada itu terbentuk atas dasar ikatan teritorial, genealogis (keturunan) atau keduanya. Demikian pula luas wilayah mereka beragam ada yang sangat luas ada pula yang tidak. Sangat tampak bahwa membangun desa dengan mengamati masalah yang terdapat pada wilayah pedesaan, masalah yang paling dominan adalah ketergantungan masyarakat akan input-input pertanian, ketergatungan ini telah lama dialami bangsa indonesia dalam hal memajukan pertanian namun telah lama pula belum mengalami pembenahan. Sejak revolusi hijau dan menjadi pilar pembangunan pertanian yang menopang laju rencana pembangunan lima tahun yang dicanangkan orde pembangunan nasional. Masalah lain yang tidak kalah dominannya adalah tidak berpihaknya UUPA pada masyarakat penghuni pedesaan, telah banyak menjadi potret perlawanan masyarakat desa yang dihuni petani atas tanah yang mereka miliki. Jika demikian gambaran pelayanan pembangunan pertanian Indonesia bagaimanakah mungkin pembangunan pertanian bangsa ini dapat berjalan, jika desa sebagai lumbung pertanian; maka bagaimanakah penyelesaiannya, dan ini sungguh menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi kita. Pedesaan sangat identik dan sarat sebagai basis pertanian, sedangkan kondisi pertanian hari ini telah mendapatkan tekanan lebih besar pada persoalan bertambahnya jumlah penduduk yang kian hari kian bertambah, dan belum maksimalnya implementasi dalam pelaksanaan hukum UUPA tahun 1959, hal ini tentunya menggerogoti peluang-peluang usaha pada teritorial pedesaan. Pertanian juga merupakan sektor yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam dan hampir seluruhnya berada di pedesaan, dengan fokus pengembangan yang ada maka secara teritorial pengembangan wilayah pedesaan tercapai dan include pula kesejahteraan bagi masyarakat pedesaan. 2.2.Komponen-Komponen Pembangunan Pendidikan Di Pedesaan Dalam mengelola lingkungan pedesaan ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam mengeksplorasi komponen-komponen yang dapat menjadi alat perhatian dalam membangun pendidikan di pedesaan antara lain jenis pekerjaan, lingkungan alam, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, heterogenitas dan homogenitas penduduk, diferensiasi dan stratifikasi sosial, dan mobilitas sosial serta sistem interaksi sosial.
2
ISSN 1693-7945
Mengamati komponen yang pertama adalah jenis pekerjaan, rata-rata pekerjaan yang digeluti masyarakat pedesaan adalah bertani, berkebun, dan lain-lain dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada seperti hutan, air, dan lahan yang belum terkelola. Pekerjaan mereka rata-rata secara fungsional dalam artian lahan garapan berdekatan dengan rumah tinggal. Komponen desa yang kedua adalah hubungan masyarakat dengan lingkungan alam sekitar dimana ia menetap atau bermukim, sifat dari pekerjaan pertanian yang didominasi secara pelaku oleh penduduk desa berada dalam ruang terbuka. Sedangkan komponen desa yang ketiga adalah besaran ukuran komunitas, jika ditinjau dari besaran komunitas masyarakat pedesaan maka besarannya tidak sepadat jika dibandingkan dengan wilayah perkotaan, hal ini dikarenakan sifat dasar dari sistem pertanian telah menghambat terciptanya konsentrasi penduduk petani dalam komunitas besar dengan ribuan penduduk, dan sifat fundamental lainnya rata-rata petani yang bermukim di pedesaan karena keberadaan lahan mengharuskan petani berada secara permanen dekat lahan pertaniannya. Gambaran penduduk pedesaan juga sangatlah homogen hal ini dapat dimaklumi dikarenakan mereka lahir dan dibesarkan di wilayah tersebut, adapun yang menjadi titik homogenitas mereka pada wilayah pekerjaan, ras, pendidikan dan gaya hidup (life style) dan ditopang kuat oleh sistem interaksi sosial antara komunitas dengan komunitas kurang terjalin sehingga interaksi internal semakin kuat dengan gambaran demikian maka diferensiasi sosial ditingkat pedesaan sangat kurang aktual, dengan kondisi cenderung terkungkung demikian maka mobilitas sosial dari masyarakat semakin mengarah pada alur urbanisasi dengan pengharapan perubahan kehidupan yang lebih dan memberikan masalah tersendiri bagi kehidupan perkotaan. Selain yang demikian diatas kemandirian lokal masyarakat pedesaan perlu pula menjadi sorotan sebagai pilar pembangunan pendidikan di wilayah pedesaan. Dasar kemandirian lokal dapat dijadikan kesimpulan subjek pembangunan yang dapat mencakup orang perorangan, kelompok, daerah, dan kawasan dalam hal pengelolaan potensi dan sumber daya lokal, pemeliharaan akan kelestarian dan fungsi kualitas lingkungan hidup, dan pengembangan kerjasama dengan subjek pembangunan lainnya dalam suatu kesatuan masyarakat. 2.3.Pemberdayaan Pendidikan Masyarakat Sebagai Solusi Telah dimaklumi bahwa pembangunan pendidikan pedesaan telah sedikit mengalami kemajuan namun masih banyak kendala yang menjadi hambatan dan masih perlu mendapat perhatian guna pembenahan. Kendala-kendala tersebut antara lain a). Terbatasnya lapangan pekerjaan diluar sektor pertanian, b). Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi, baik secara sektoral maupun spasial, ataupun hubungan antara pedesaan dan kota, c). Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia di pedesaan, d). Rendahnya kualitas sarana dan prasarana, serta pelayanan di wilayah pedesaan, dan e). Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat, serta f). Lemahnya koordinasi antar bidang dalam pembangunan pedesaan. Hakikat pembangunan masyarakat adalah pembangunan dari bawah (bottom-up), dalam artian membangun dengan menjadikan masyarakat yang dominan masyarakat petani dengan berbasis pada pedesaan. Banyak instrumen yang dapat dijadikan jembatan dalam mencapai pembangunan masyarakat pedesaan antara lain, bahwa sebenarnya masyarakat pedesaan terkadang bukan hanya modal berupa dana segar atau bantuan hibah yang mereka perlukan akan tetapi bagaimana menemukan dan menumbuhkan semangat hidup. Dengan perpaduan elemen organisasi pemberdayaan masyarakat dan sinergi dengan pemerintah diharapakan akan menjadi pemicu
3
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
pembangunan, karena pilar-pilar tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada pembangunan masyarakat pedesaan memadukan pertumbuhan dan pemerataan guna mencapai kesejahteraan dan tercapainya konsep atas bottom-up, dalam artian pemberdayaan yang kita pahami bersama adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Pemberdayaan juga meliputi penguatan individu sebagai anggota masyarakat, tetapi juga pranatapranata yang ada di dalam masyarakat dan demikian pula dengan institusi-institusi sosial yang dimiliki masyarakat pedesaan. Tapi perlu menjadi catatan bahwasanya pemberdayaan masyarakat pedesaan bukan menjadi sebuah ketergantungan pada berbagai program akan tetapi menjadi kemandirian atas diri masyarakat, memampukan, dan membagun kemampuan untuk memajukan diri menuju kehidupan yang lebih baik, bermartabat dan tentunya memiliki jati dirinya sendiri sebagai doktrin membenahi dinamika kehidupan yang terus bergerak menuju perbaikan yang berkelanjutan III.PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN SDM BERBASIS KEUNGGULAN KOMPARATIF WILAYAH 3.1. Model Pembangunan Berbasis Keunggulan Komparatif Percepatan Pembangunan wilayah melalui pengembangan dan pendayagunaan potensi desa bertujuan agar seluruh potensi wilayah/daerah tidak tertinggal dalam persaingan regional maupun global, seraya tetap memperhatikan masalah pengurangan kesenjangan. Karena itu seluruh pelaku pembangunan di wilayah memiliki peran penting dalam mengisi program pembangunan serta harus mampu bekerjasama melalui bentuk pengelolaan keterkaitan antar sektor, antar program, dan antar pelaku pembangunan (stakeholder). Sektor pertanian telah berperan besar dalam pembangunan daerah melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan ketahanan pangan nasional serta penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan sektor lain.Secara umum potensi sumberdaya daerah berupa potensi pertanian tersebut merupakan anugerah dan menjadikan keunggulan komparatif (comparative advantage) yang perlu kita syukuri dan berdayakan serta merupakan landasan yang kuat bagi terbangunnya keunggulan kompetetif (competitive advantage) bagi pengembangan ekonomi wilayah. Apabila potensi tersebut didayagunakan melalui konsep pendidikan yang berbasis keunggulan komparatif wilayah, maka perekonomian yang dibangun akan memiliki landasan yang kokoh pada sumberdaya domestik, dan memiliki kemampuan bersaing serta berdaya guna bagi seluruh masyarakat. Potensi pembangunan pertanian kedepan juga berkaitan dengan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya dan nilai tambah agribisnis seperti ditunjukkan antara lain oleh: (1) Pemanfaatan sumberdaya pertanian masih belum optimal dan masih banyak tersedia lahan potensial yang belum dimanfaatkan, (2) Keanekaragaman hayati yang dimiliki belum dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal dan (3) Masih tingginya tingkat kehilangan hasil/kerusakan pasca panen dan masih rendahnya mutu produk, sehingga sangat dimungkinkan terjadinya peningkatan nilai tambah melalui perbaikan pasca panen dan mutu produk, serta (4) Peningkatan nilai tambah melalui pengembangan pasar dalam bentuk produk olahan akhir, karena selama ini pasar produk pertanian masih didominasi oleh komoditas primer. Untuk itu diperlukan konsep pengembangan pedesaan yang diprioritaskan pada prinsip-prinsip pengembangan wilayah, yaitu meliputi: (1) setiap kawasan harus memiliki spsesialisasi, (2) terdapat 4
ISSN 1693-7945
industri pendorong berdaya saing, (3) mempunyai skenario keterkaitan antar sektor unggulan dengan sektor pendorong, (4) memfokuskan strategi pengembangan produk berdaya saing dan betrorientasi pada pasar regional, (5) memiliki sinergis antar program, (6) perlunya peran pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator. Adapun faktor-faktor kunci untuk mengembangkan kawasan andalan, meliputi: (a) penelitian dan pengembangan, (b) pengembangan pasar, (c) akses terhadap sumber input atau faktor produksi, (d) adanya kataerkaitan, kerja sama/kemitraan, (e) iklim usaha yang kondusif, dan (f) pengembangan produktivitas Sumber Daya Manusia. 3.2. Model Pembangunan Pendidikan Pedesaan Produktivitas yang rendah merupakan suatu masalah dalam peningkatan pembangunan ekonomi. Produktivitas tersebut dapat ditingkatkan dengan meningkatkan investasi di bidang fisik dan non fisik. Peninghkatan investasi di bidang non fisik dapat ditingkatkan dengan meningkatkan tingkat pendidikan dan latihan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan keterampilan di bidang skill dan manajemen. Peningkatan kualitas pendidikan SDM di pedesaan merupakan satu dari mata rantai penting yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak dalam membangun desa maju dan progresif. Demikian krusialnya persoalan yang berkaitan dengan pendidikan dan kualitas, sehingga kita perlu melakukan upaya dan terobosan-terobosan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas SDM. Program Peningkatan kualitas SDM Pedesaan ini didesain dengan program pembelajaran yang berusaha menjawab kebutuhan masyarakat dan pembangunan pada umumnya dalam kemasan pendidikan bermutu tinggi (excellent). Program Peningkatan kualitas SDM Pedesaan ini akan menggali dan mengarahkan potensi peserta didik agar memiliki komitmen yang tinggi terhadap daerah dan lingkungannya. Dengan muatan dan wawasan pendidikan serta latihan yang cukup, diharapkan para lulusannya memiliki daya saing tinggi untuk menghadapi dunia kerja serta mampu mengolah potensi di desanya. Konsep demikian yang seyogyanya dicoba untuk dikembangkan khususnya di wilayah pedesaan pertanian dalam rangka Peningkatan kualitas SDM di Pedesaan. Harapannya, bahwa kelak keberhasilan program ini akan menjadi saksi dan bukti kepedulian yang sangat tinggi Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan masyarakat terhadap Peningkatan produktivitas dan kualitas SDM Pedesaan. Prioritas utama dalam pembangunan pedesaan adalah meningkatkan produktivitas pedesaan, terutama sektor pertanian termasuk peternakan dan perikanan, disamping juga seyogyanya melestarikan fungsi produktif dari sumberdaya alam. Hal ini ditempuh karena biasanya masalahmasalah yang dihadapi adalah pemenuhan kebutuhan pangan, pertumbuhan dan kualitas penduduk, keterbatasan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi yang masih rendah. Kesemua faktor ini pada akhirnya akan tercermin pada tingginya tingkat tekanan penduduk terhadap sumberdaya lahan. Beberapa pendekatan telah dikembangkan untuk mengembangkan peningkatan kualitas pendidikan di wilayah pedesaan antara lain adalah (i) model intervensi rendah, (ii) model intervensi menengah dan (iii) model intervensi tinggi serta model partisipasi (Galtung, 1971).
5
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
3.2.1. Model Intervensi Rendah Dalam model intervensi rendah pembangunan kualitas SDM dengan enclave kecil masyarakat maju yang dikelilingi oleh lautan masyarakat tradisional, dimana dengan meminimalkan campur tangan pemerintah. Model pembangunan intervensi rendah mengarahkan penduduk desa yang memiliki sumber-sumber potensi peningkatan kualitas pendidikan, keterampilan dan motivasi untuk meningkatkan produktiovitas mereka. Dalam model intervensi rendah upaya pemerintah ditujukan untuk meningkatkan kualitas SDM dan produktivitas pertanian tanpa memandang perlu melakukan perubahan-perubahan penting dan substansial terhadap struktur sosial budaya masyarakat. Sehingga masyarakat pedesaan dalam meningkatkan kualitas SDMnya berjalan alamiah berdasarkan kemampuan dan pengalaman yang telah mereka lakukan. Dinamika pendidikan yang diperoleh masyarakat didapat dari pengetahuanpengetahuan praktis yang telah diperoleh selama berinteraksi dalam dinamika kehidupan, terutama yang langsung mempengaruhi kemampuan petani dalam mengelola usaha taninya, sehingga penguasaan dan penerapannya dapat dilaksanakan dengan baik. Karena ilmu pengetahuan yang diperoleh secara otodidak lebih aflikatif dan membumi sehingga dapat memperkaya pengalamanpengalaman petani yang sangat berharga dalam menunjang produktivitas matapencaharian usaha tani. Efektivitas pengalaman merupakan suatu pengetahuan petani yang diperoleh melalui rutinitas kegiatannya sehari-hari yang pernah dialaminya. Pengalaman yang dimiliki merupakan sal;ah satu faktor yang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam usahataninya. Pengalaman seseorang merupakan guru yang terbaik, dalam mengapresiasi dan mempersepsikan sesuatu kegiatan penting, biasanya didasarkan atas pengalamannya.Pengalaman berusahatani tidak terlepas dari pengalaman yang pernah dialami. Jika petani mempunyai perngalaman baik yang berhasil dalam mengusahakan usahataninya, maka biasanya mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang lebih baik, dibanding petani lain yang kurang berpengalaman. Semakin banyak pengalaman dan diiringi kemampuan untuk memanage pengalaman tersebut yang diperoleh petani, maka diharapkan produktivitas usaha tani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakan usahataninya akan lebih baik dibanding para petani yang kurang pengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu pemerintah harus memberi perhatian kepada penduduk desa yang masuk katagori dinamis tersebut, dengan memberikan kemudahan-kemudahan kepada mereka untuk memperoleh input-input bagi produktivitas dan pembaharuan-pembaharuan teknis. Diagnosis utama dari keterbelakangan pedesaan adalah keterbatasan penguasaan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Strategi pembangunan yang ditempuh adalah membantu masyarakat pedesaan yang menguasai kapital, ketrampilan dan mempunyai etos kerja positif serta motivasi besar untuk meningkatkan produktivitas pertaniannya. Prioritas produksi ditentukan oleh kekuatan pasar dan tidak ada perubahan-perubahan struktural seperti land-reform. Penerima manfaat paling besar dari dampak pembangunan adalah lapisan masyarakat yang menguasai sumberdaya lahan, karena mereka mungkin dapat mengerahkan input-input/teknologi produksi yang banyak. Sebagai implementasi dari pendekatan di atas ialah kebijakan penyelenggaraan pembangunan pedesaan dengan memusatkan pada program swasembada pangan. Dampak negatif dari kebijakan
6
ISSN 1693-7945
ini adalah kemungkinan berkembangnya masalah pengangguran dan kemiskinan di kalangan masyarakat pedesaan lapisan bawah yang tidak menguasai sumberdaya lahan. Modernisasi pertanian dapat berdampak kepada distribusi pendapatan dalam masyarakat pedesaan, sesuai dengan tingkat penguasaan asset sumberdaya alam dan modal. 3.2.2. Model Intervensi Menengah Model intervensi menengah merupakan model pendekatan pembangunan pendidikan dengan memperkenalkan intervensi yang terbatas kepada lembaga-lembaga pendidikan di desa dalam meningkatkan peran aktif penduduk desa. Dalam model ini diagnosa utama tentang penyebab pokok keterbelakangan pendidikan adalah adanya kemerosotan dan degenerasi masyarakat desa serta langkanya lembaga-lembaga pendidikan di desa yang dapat meningkatkan peran aktif masyarakat desa. Menurut pandangan model ini, masalah-masalah keterbelakangan masyarakat desa dan lainnya dapat dipecahkan dengan membentuk kelembagaan di desa yang baru, dan memodernisasi tokoh-tokoh di desa serta mendifusikan keterampilan-keterampilan berorganisasi antar anggota masyarakat secara lebih harmonis dalam organisasi yang dibentuknya. Pokok persoalannya adalah karena lembaga yang terbentuk merupakan baru serta dibentuk bukan atas inisiatif rakyat desa dan kadangkala kurang difahami oleh masyarakat lokal bahkan sering dianggap merupakan proyek titipan pemerintah. Sehingga model stimulan yang diberikan oleh pemerintah tersebut cenderung kurang berjalan dan stagnan. Masyarakat banyak yang apriori dan mereka kurang rasa memiliki dengan apa yang dibentuk oleh pemerintah. Lapisan masyarakat desa yang menerima keuntungan dari model pembangunan ini adalah kelas menengah pedesaan yang relatif terdidik dan memiliki pengalaman berorganisasi, sehingga lebih mudah untuk mengetahui sumber-sumber pendanaan pemertintah yang dapat mereka mobilisasi untuk meningkatkan program peningkatan kualitas SDM. Beberapa anggota masyarakat yang hanya melihat dari sisi kepentingan pribadinya sering berbenturan dengan kepentingan anggota lain sehingga menyebabkan timbulnya konflik dan komitmen yang mereka buat kadang sering tidak berwujud. Model ini kurang efektif diterapkan di desa dengan kondisi seperti di ekonomi. 3.2.3. Model Intervensi Tinggi Model intervensi tinggi merupakan upaya pembangunan yang bertujuan mempersempit ketidakmerataan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Model ini mula-mula menyarankan intervensi besar-besaran yang dilakukan oleh aparat negara yang muncul dalam semua aspek kehidupan sosial yang dikuasai oleh organisasi-organisasi yang berorientasi kepada kepentingan lapisan masyarakat lapis bawah Tingkat intervensi ini mungkin dapat dikurangi apabila hubungan-hubungan sosial sudah berubah secara mendasar. Indikasinya yaitu apabila fungsi-fungsi dan kontrol sosial masyarakat telah mampu didesentralisasikan. Tujuan utama dari model intervensi tinggi adalah mempersempit atau menghapuskan ketidakmerataan sosial, ekonomi kelompok penduduk desa yang kaya, yang dapat merugikan kepentingan lapisan penduduk yang tingkat ekonmomi dan penghasilannya masih rendah. 3.2.4. Model Partisipasi Pembangunan partisipatif sebagai halnya pemberdayaan berakar dari paradigma partisipatif yang merupakan kritik terhadap pandangan cartesian (cartesian worldview). Pembangunan partisipatif 7
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
merupakan lawan dari pendekatan linear dan pendekatan dari atas (top dopwn). Pembangunan partisipatif merupakan bentuk pendistribusian kontrol masyarakat terhadap sumber-sumber penghidupan maupun kontrol terhadap kekuasaan yang disetujui oleh mereka yang hidup dengan kerja sendiri.Partisipasi tersebut tidak hanya bersifat teknis tetapi juga politis. Disadari pembangunan pendidikan di pedesaan telah dilakukan secara luas, tetapi hasilnya dianggap belum memuaskan dilihat dari efektivitas, pelibatan kearifan lokal masyarakat dalam peningkatan kualitas pendidikan. Pembangunan pedesaan bersifat multidimensional dan multi aspek, oleh karena itu perlu dilakukan analisis dan pembahasan yang lebih terarah dan dalam kontek serba keterkaitan dengan bidang serta aspek di luar pedesaan. Pembangunan di daerah pedesaan pada hakekatnya menjadi tanggung-jawab bersama antara segenap warga desa dengan pemerintah. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat desa diharapkan sedemikian rupa sehingga mampu menggugah keterlibatan segenap masyarakat desa dalam pemba ngunan. Dengan demikian kepentingan masyarakat perlu mendapatkan prioritas yang utama dalam pelaksanaan pembangunan. Secara etis dan sosiologis, partisipasi masyarakat tersebut sangat penting artinya dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Secara etis, pembangunan pedesaan harus memungkinkan masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi sebagai pelaku pembangunan. Sedangkan secara sosiologis, keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan akan ditentukan oleh keterlibatan masyarakat desa dengan segenap sumberdayanya. Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam sesuatu kegiatan pembangunan. Berdasarkan pengertian ini maka dapat dibayangkan bahwa berbagai faktor akan terlibat dan mempengaruhi partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan. Wawasan ke masa depan inilah yang pada hakekatnya akan mempengaruhi tingkat partisipasinya dalam pembangunan desa yang dianggapnya mampu memperbaiki keadaan di masa mendatang. Komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat desa diperlukan demi kesinambungan pembangunan desa. Komunikasi seperti ini pada prinsipnya dapat terjadi secara langsung dan secara tidak langsung melalui berbagai jenis mediator seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, organisasi-organisasi sosial, dan lainnya. Kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pembangunan menjadi modal dasar yang sangat penting dalam menentukan tingkat partisipasinya. Kepercayaan masyarakat ini bisa timbultenggelam dan berfluktuasi secara temporal. Keper-cayaan masyarakat bisa muncul setelah melakukan observasi atas bukti-bukti nyata, atau karena keyakinan terhadap aparat pelaksana kebijakan atau juga keyakinan atas para pengambil kebijakan pembangunan. Dengan demikian kepercayaan masyarakat desa terhadap segenap aparat Pemerintah desa akan menjadi kunci penting bagi partisipasinya dalam berbagai kegiatan pembangunan. Upaya-upaya untuk mengembangkan akses masyarakat dan menggalang partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembinaan kualitas sumberdaya manusia yang ada sangat diperlukan. Dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keterampilan tersebut, masyarakat desa diharapkan bisa berperan dan menyumbangkan tenaganya dalam pembangunan wilayah pedesaan. Pendidikan merupakan komponen penting dan strategis kontribusinya terhadap proses pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan keberdayaan serta kreatifitas sosial ekonomi yang sangat penting dalam menunjang produktivitas dalam kegiatan produksi pertanian. Dengan demikian hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat adopsi serta inovasi pertanian adalah berjalan secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang inovasi baru tersebut.Melalui pendidikan akan menambah pengetahuan, mengembangkan sikap dan 8
ISSN 1693-7945
menumbuhkan kepentingan petani terutama dalam menghadapi perubahan. Model ini sangat efektif diterapkan di desa dengan kondisi seperti di indonesia. IV. PENUTUP Berdasarkan hasil uraian di atas dalam kerangka upaya pengembangan pendidikan pertanian dalam menunjang pemberdayaan masyarakat dan pembangunan wilayah pedesaan dewasa ini maka harus diperhatikan beberapa hal yang penting sebagai berikut: 1. Bahwa upaya-upaya untuk mengembangkan akses masyarakat dan menggalang partisipasi masyarakat pedesaan diperlukan peningkatan kualitas pendidikan sumberdaya manusia di pedesaan. Upaya tersebut dapat berupa pendidikan dan pelatihan ketrampilan penggunaan teknologi tepat guna, pengenalan jenis usaha dan komoditi baru yang lebih bernilai ekonomis, pelatihan ketrampilan dalam pengelolaan dan pengetahuan pemasaran yang disertai dengan penyediaan fasilitas perhubungan, komunikasi serta sarana kesehatan dan sarana kemasyarakatan, perbaikan gizi, pengadaan pasar dan pengembangan jaringan pemasaran. 2. Dengan kandungan potensi sumberdaya berupa potensi pertanian yang berlimpah merupakan anugerah dan keunggulan komparatif (comparative advantage) yang perlu dioptimalkan dan berdayakan bagi pengembangan ekonomi wilayah. Apabila potensi tersebut didayagunakan melalui konsep pendidikan yang berbasis keunggulan komparatif wilayah, maka perekonomian yang dibangun akan memiliki landasan yang kokoh pada sumberdaya domestik, dan memiliki kemampuan bersaing serta berdaya guna bagi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1.Anonim, Pembangunan Berkelanjutan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi),(http://www.walhi.or.id/kampanye/globalisasi/kttpemblan/ind_pf_rio+10_/) 2.Arief, S., 1995, Neo-Kolonialisme, Makalah pada Seminar Ekonomi Rakyat diselenggarakan Sekretariat Bina Desa, di Jakarta, 3 Agustus 1995.
yang
3.Galtung, J., 1971, A Structural Theory of Imperialism, Journal of Peace Research 8: 81-117. 4.Geertz, C., 1983, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, terjemahan dari: Agriculture Involution: The Process of Ecological Change in Indonesia, Berkeley and Los Angeles: University of California Press, 1963. 5.Wibowo, R., 1997, Strategi Industrialisasi Pertanian dan Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan, Makalah disampaikan pada pelatihan pengkajian sistem usahatani spesifik lokasi dengan pendekatan teknologi terapan adaptif, BPPFP Ciawi-Bogor, 14 Maret -12 April 1
9
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
10