MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN ISLAM DI LINGKUNGAN PROSTITUSI KOPENG KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2011
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: Zakaria 11107066
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011
MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN ISLAM DI LINGKUNGAN PROSTITUSI KOPENG KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2011
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: Zakaria 11107066
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO
اﻛﻤﻞ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ اﯾﻤﺎﻧﺎاﺣﺴﻨﮭﻢ ﺧﻠﻘﺎ “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (H.R. Tirmidzi)
ﺧﯿﺮاﻟﻨﺎس اﻧﻔﻌﮭﻢ ﻟﻨﺎس “Sebaik-baik manusia adalah yang lebih bermanfaat bagi manusia lainya” (AlHadist)
PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan untuk: v Keluarga tercinta Ayahanda dan Ibunda yang
telah
membesarkan
dan
mendidikku dengan penuh kerelaan dan pengorbanan baik secara lahir maupun batin dengan iringan do’a restunya. v Seluruh keluarga dari kakeku sampai adik ponakanku terima kasih atas dorongan dan motivasinya. v Kepada ibu Dra. Siti Asdiqoh M.Si. selaku sebagai
pembimbing motivator
dan
sekaligus
serta
pengarah
sampai selesainya penulisan skripsi ini
v Kepada seluruh sahabat-sahabatku yang selalu segera
memberikan
semangat untuk
menyelesaikan
skripsi
ini.
Kawan-kawan seperjuangan anggakatan 2007 wabil khusus kelas PAI.B yang telah
memberikan
motivasi
dan
semangat belajar. v Jamaah mushola Baitul Taqwa dan jamaah pengajian An Najach yang telah memberikan dorongan do’anya Teruntuk seseorang yang kelak menjadi pendamping dalam hidupku………………
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat, taufik, nikmat dan hidayahnya sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senangtiasa terlimpah curahkan kepada beliau Baginda Nabi Agung Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang selalu istiqomah di jalan-Nya. Yang telah menunjukan kepada kita agama yang hak dan menuntun kita dari zaman kebodohan hingga ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini. Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan, dorongan, motivasi serta bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Namun kebahagiaan yang tiada taranya tidak dapat disembunyikan setelah penulisan skripsi ini selesai. Oleh karena itu tak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih setulustulusnya atas terselesaikanya skripsi ini kepada: 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN Salatiga 2. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam beserta stafnya yang telah membantu penulis selama menjalani kuliah dan ketika penyusunan skripsi ini. 3. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan serta meluangkan waktu dan perhatian dalam penulisan skripsi ini.
ABSTRAK Zakaria. 2011. Model Pembinaan Keagamaan Islam Di LIngkungan Prostitusi Kopeng Kec. Gatasan Kab. Semarang. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Dra. Siti Asdiqoh, M.S.i. Kata Kunci: Model Pembinaan Islam, Lingkungan Prostitusi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui realitas pelaksanaan pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng kec. Getasan kab. Semarang, meliputi; (1) Untuk mengetahui model Pembinaan Keagamaan di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang, (2) Untuk mengetahui Faktorfaktor pendukung dalam Pembinaan Keagamaan di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang, (3) Untuk mengetahui Faktor-faktor penghambat dalam Pembinaan Keagamaan di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang. Pengkajian penelitian ini dilakukan secara kualitatif terhadap informan Pembina keagamaan baik dari petugas kantor urusan agama kec. Getasan atau dari tokoh masyarakat sekitar. Dalam penelitian ini penulis mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau orang-orang dari pelaku yang dapat diamati dengan tujuan untuk mengambarkan keadaan atau status fenomena dari data-data yang diperoleh dari obyek penelitian, yang kemudian dilakukan analisis dengan cara: a. Mendiskripsikan data dari informan b. Memilah-milah sesuai dengan analisis penelitian kemudian dianalisis oleh penulis c. Disimpulkan untuk menjawab tujuan penelitiaan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1).Model pembinaan keagamaan yang dilakukan di lingkungan prostitusi kopeng adalah dengan menyelenggarakan beberapa kegiatan keagamaan seperti ceramahceramah keagamaan, sholat berjamaah dan tadarus. Diantaranya model-model pembinaan keagamaan yang dilakukan di lingkungan prostitusi kopeng adalah sebagai berikut: a. Model pembinaan keagamaan tunasusila pada pengetahuan agama yaitu Orang yang mengaku beragama islam tidak hanya culup menyakini adanya tuhan dan ciptaanya, ia juga dituntut mengetahui berbagai pengetahuan dasar agama tentang keyakinan, tentang ritual peribadatan, kitab suci dan hubungan sosial kemasyarakatan. dengan mengetahui pengetahuan agama maka dapat melakukan berbagai kegiatan agama ataupun kegiatan masyarakat yang benar sesuai ketentuan hukum agama. b. Model pembinaan keagamaan tunasusila pada praktek agama yaitu bahwasanya dalam agama islam melaksanakan praktek ibadah merupakan implementasi terhadap pengetahuan agama, bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan keyakinan menjalankan perintah-perintah agama yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan atau ritual ibadah seperti sholat, puasa, zakat serta ritual-ritual lainya. Sedangkan ritual ibadah juga bisa merupakan kegiatan
sehari-hari yang tidak terikat oleh waktu tertentu seperti mengucapkan salam ketika bertemu dengan sesama muslim dan berdo’a ketiaka akan memulai kegiatan. c. Model pembinaan keagamaan tunasusila pada pengalaman agama yaitu dimensi pengalaman dalam keagamaan sering disebut dengan penghayatan, dan biasanya penghayatan ini tumbuh menyertai pengamalan ajaran agama dan peribadatan yang dilakukan seseorang. Penghayatan ini menunjukan seberapa jauh tingkat seorang muslim merasakan, mengalami perasaan dan pengalamanpengalaman religius, bagi seorang muslim penghayatan terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah SWT. (2). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng adalah sebagai berikut: a. Faktor pendukung, meliputi: a.) Fasilitas yang disediakan oleh masyarakat atau pembinaan keagamaan untuk mendukung keagamaan tuna susila. b.) Berbagai macam kegiatan keagamaan seperti ceramah keagamaan, sholat berjamaah dan tadarus. c.) Kepedulian pembina dan seluruh elemen masyarakat sekitar. d.) Semangat, antusias dan kesadaran tuna susila melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keagamaan. e.) Bekal keagamaan tuna susila yang cukup diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat yang agamis. b. Faktor penghambat a.) Keterbatasan pemahaman pembina terhadap pengetahuan agama pada masalah-masalah tertentu. b.) Masih labilnya kejiwaan tunasusila yang menyebabkan masih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif. c.) Pengetahuan tunasusila yang masih sempit mengenai keagamaan sehingga masih menganggap bahwa agama hanya sebatas ritual peribadatan saja. d.) Kurangnya kesadaran tunasusila akan kebutuhan dan pentingnya kaeagamaan guna menapak di lingkungan yang lebih luas. e.) Lingkungan keluarga dan masyarakat yang acuh terhadap agama sehingga menyebabkan pengalaman yang kurang baik bagi tunasusila.
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO……………………………………………………………..i HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………….i PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………...ii PENGESAHAN KELULUSAN………………………………………………….iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………………………..iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………………...v KATA PENGANTAR…………………………………………………………...vii ABSTRAK………………………………………………………………………..ix DAFTAR ISI……………………………………………………………………...xi DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xiv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….....xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………………....1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………..5 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………...5 D. Kegunaan Penelitian…………………………………………………..6 E. Penegasan Istilah…………………………………………………...…7 F. Metode Penelitian……………………………………………………..9 G. Sistematika Penulisan………………………………………………..17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembinaan Keagamaan 1. Pengertian Keagamaan Islam………………………………..…...19 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan………….25 3. Cara Meningkatkan Pembinaan Keagamaan…….………………30 B. Lingkungan Prostitusi dan Perilaku Sosial 1. Lingkungan Prostitusi……………………………………………32 2. Prilaku Sosial…………………………………………………….34 3. Macam-macam Penyimpangan Prilaku Sosial…………………...36 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1. Sejarah Lingkungan Prostitusi Kopeng…………………………40 2. Kondisi Lingkungan Prostitusi Kopeng…………………………41 3. Gambaran Informan……………………………………………..42 B. Temuan Penelitian 1. Model Pembinaan Keagamaan Islam Yang di Terapkan di Lingkungan Prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011…................................................................................43 2. Faktor-faktor Pendukung dalam Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011…………………………………………………..…..45
3. Faktor-faktor Penghambat dalam Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011……………………………………………………....47 BAB IV PEMBAHASAN A. Model Pembinaan Keagamaan di Lingkungan Prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011………………………………...48 B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan Keagamaan di Lingkungan Prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011…………………………………………………………………..53 1. Faktor Pendukung………………………………………………..53 2. Faktor Penghambat………………………………………………54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………..55 B. Saran ………………………………………………………………....58 C. Penutup ………………………………………………………………60 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………61 DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………………..63 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Tabel I Daftar Nama Pengurus Prostitusi Kopeng……………………41 2. Table II Daftar Nama Informan………………………………………42
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup……………………………………………………63 2. Lembar Konsultasi Skripsi……………………………………………….64 3. Pedoman Wawancara…………………………………………………….67 4. Transkip Wawancara……………………………………………………..75 5. Kategori Data…………………………………………………………….80 6. Proposal Skripsi………………………………………………………….81 7. Proposal Penelitian……………………………………………………….82 8. Surat Ijin/Rekomendasi Penelitian……………………………………….83 9. Surat Keterangan Penelitian……………………………………………..84 10. Laporan SKK…………………………………………………………….85
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat, dimanapun berada, selalu terdapat penyimpangan-penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anggotanya, baik yang dilakukan secara sengaja maupun terpaksa. Fenomena tersebut tidak dapat dihindari dalam sebuah masyarakat. Interaksi sosial yang terjadi diantara anggota masyarakat terkadang menimbulkan gerakan-gerakan yang tidak jarang menimbulkan penyimpangan norma yang berlaku pada masyarakat tersebut (Soekanto, 1989:79). Seperti diketahui, bahwa interaksi manusia tidak saja berwujud interaksi dengan sesamanya tetapi juga interaksi dengan lingkungan, dalam wujud yang luas iteraksi dengan lingkungan bisa terbentuk interaksi anggota masyarakat dengan berbagai budaya, agama, dan kondisi regional yang sedang berlaku disebuah negara dimana masyarakat itu bernaung, bisa berbentuk kondisi perekonomian, kondisi keamanan, kebijakan pemerintah dan sebagainya. Diantara penyimpangan sosial yang banyak terdapat dihampir seluruh negara adalah prostitusi. tak asing kalau prostitusi memang sudah berumur tua, selalu ada dalam kehidupan masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu. Seks dan wanita adalah dua kata kunci yang terkait dengan prostitusi. Seks adalah kebutuhan manusia yang selalu ada dalam diri manusia dan bisa muncul
secara tiba-tiba. Seks juga bisa berarti sebuah ungkapan rasa abstrak manusia yang cinta terhadap keindahan. Sedangkan wanita adalah satu jenis makhluk Tuhan yang memang diciptakan sebagai simbol keindahan. Maka fenomena yang sering terjadi dikalangan masyarakat bahwa seks selalu identik dengan wanita. Namun, celakanya lagi, yang selalu menjadi kabar dari keserakahan seks adalah juga wanita. Dikarenakan wanita sebagai simbol keindahan, maka setiap yang indah biasanya menjadi target pasar yang selalu dijadikan komoditi yang mampu menghasilkan uang. Itulah sebabnya kenapa wanita selalu ada saja yang mengumpulkan dalam suatu tempat dan berusaha “dijual” kepada siapa saja yang membutuhkan “jasa sesaat”nya lelaki, meskipun ada yang menjual dirinya, tapi jarang ditemukan dikumpulkan dalam suatu tempat seperti halnya wanita; atau jika adapun, umumnya para lelaki tersebut berubah wujud menjadi wanita agar diakui keindahannya yang
dengannya mudah untuk
menentukan tarif yang dikehendakinya. Salah satu perubahan tata nilai tersebut adalah dikarenakan lemahnya keyakinan beragama, sikap individualistik dan materialistik. Keadaan ini sangat berlawanan dengan ajaran islam sekaligus tidak mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional mengacu pada undang-undang No.20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka melalui
lembaga formal maupun non formal pendidikan merupakan satu pilar pokok untuk membangun negara agar kokoh dan berkualitas (UU RI No.20, 2003:6). Pendidikan memegang peranan penting dalam menjamin kelangsungan kehidupan suatu negara dan bangsa. Karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Begitu juga dengan pendidikan agama islam yang merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan manusia. Manusia yang siap mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama islam dari sumber kitab suci Al-Qur’an dan Hadits. Pembinaan keagamaan yang dilakukan di lingkungan prostitusi sangatlah penting terutama di daerah kopeng yang terkenal dengan wahana wisata alam yang mempunyai ciri khas tersendiri yaitu dengan iklimnya yang sejuk dan pegunungan yang mengelilinginya, adapun tanaman yang menjadi prioritas bagi petani di kopeng kebanyakan adalah sayuran serta tembakau yang merupakan tanaman yang dihandalkan tiap tahunya, akan tetapi pada perkembanganya masyarakat di sekitar yang dulunya kebanyakan adalah petani kemudian beralih profesi lain menjadi penyewa kamar atau sering disebut “manol” karena menurut mereka perbuatan seperti ini lebih ringan tanpa harus mengeluarkan tenaga yang banyak dengan hasil yang banyak pula, dibanding dengan petani yang harus mengeluarkan modal dan tenaga yang banyak dengan hasilnya yang tidak menentu.
Dari sinilah antara individu satu dengan yang lainnya mulai timbul keinginan untuk membangun penginapan-penginapan atau bisa dikatakan mereka mulai berlomba-lomba untuk membangun perhotelan yang dijadikan tempat penginapan baik yang menginap sudah ada ikatan pernikahan atau belum serta dijadikan pula tempat pelacuran yang ahirnya timbulah prostitusi atau bisa kita katakan penghasilan (haram) yang dianggap sebagai penghasilan pokok bagi mereka, Adapun pembangunan hotel dari tahun ke tahun tidak semakin berkurang akan tetapi malah sebaliknya, makin hari makin bertambah dan tunasusilapun semakin merajalela di lingkungan tersebut mulai dari yang berumur 17-45th dan kebanyakan adalah pedatang dari daerah lain. Dari pemaparan di atas penulis berpendapat bahwa pembinaan keagamaan bagi tuna susila merupakan agenda besar yang tidak saja menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakannya melainkan pekerjaan yang membutuhkan keterlibatan dan partisipasi aktif dari semua elemen. Berangkat dari permasalahan ini maka penulis ingin melakukan penelitian tentang “Model Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011”.
B. Rumusan Masalah Pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana Model Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011?
2. Faktor-faktor pendukung dalam Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011? 3. Faktor-faktor penghambat dalam Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011?
C. Tujuan Penelitian Agar dapat memberikan gambaran konkrit serta arahan yang jelas dalam pelaksanaan penelitian ini maka perlu dirumuskan tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1. Untuk mengetahui model Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011. 2. Untuk mengetahui Faktor-faktor pendukung dalam Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011. 3. Untuk mengetahui Faktor-faktor penghambat dalam
Pembinaan
Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011.
D. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis: a. Memberikan informasi yang jelas ada tidaknya pengaruh antara usaha pembinaan keagamaan Islam terhadap prilaku tunasusila.
b. Memberikan pemahaman kepada tunasusila akan pentingnya nilai-nilai keagamaan Islam yang akan dijadikan bekal baik didunia maupun akhirat. c. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan. 2. Secara praktis: a. Tulisan ini dapat menjadi masukan bagi semua pihak terkait yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran pembinaan keagamaan Islam di lingkungan prostitusi. b. Tulisan ini menjadi sumbangan pemikiran alternatif mengenai gambaran pembinaan keagamaan Islam di lingkungan prostitusi. Dari keterangan diatas Penulis mengharapkan bahwa penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan bagi penulis seberapa penting penbinaan keagamaan Islam bagi tunasusila mengigat semakin bertambahnya praktek-praktek prostitusi dan sebagai bahan evaluasi bagi kantor urusan agama (KUA) dalam memberikan pembinaan keagamaan Islam bagi tunasusila.
E. Penegasan Istilah Untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman yang pasti serta untuk menentukan arah yang jelas dalam menyusun skripsi ini, maka penulis memberikan penegasan dan maksud penulisan judul sebagai berikut:
1. Model Pembinaan Keagamaan Islam Model adalah pola dari sesuatu yang akan dibuat (EM Zul Fajri: 572). Pembinaan berasal dari kata “Bina” yang mendapat awal “pe” dan akhiran “an” yang bisa diartikan membangun, mengusahakan supaya lebih baik. Secara luasnya pembinaan yaitu proses pembuatan, cara membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik (Purwadiminto, 2007: 160). Keagamaan yaitu yang berhubungan dengan agama (Kamus besar bahasa indonesia, 2007:12). Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ajaranya berdasarkan hadis dan alquran (Em Zul Fajri:385). Sedangkan menurut kamus besar Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Berpedoman pada kitab suci Alquran yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah SWT. (Kamus Besar Bahasa Indonesia:444). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembinaan keagamaan Islam adalah suatu usaha atau proses yang dilakukan dalam rangka membangun, membina, dan menyempurnakan serta menanamkan nilai-nilai keagamaan yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhamamad SAW yang berpedoman kepada Alquran dan Al Hadis untuk memperoleh hasil yang optimal dalam menjalankan fikroh serta nilai-nilai keagamaan yang sempurna.
2. Lingkungan Prostitusi Lingkungan di Indonesia sering disebut sebagai “lingkungan hidup” misalnya dalam Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Prostitusi yaitu pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan; pelacuran: sudah banyak tempat perjudian dan-yang ditutup (kamus besar bahasa Indonesia, 2007 : 899). Jadi dapat disimpulkan lingkungan prostitusi merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang melanggar dari norma agama dan negara. Jadi yang dimasud judul penelitian ini adalah model pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng kec. Getasan kab. Semarang.
F. Motode Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis penelitian kualitatif. Yang dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak mengunakan perhitungan. Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahanya (Margono, 2000: 36). Sedangkan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan prilaku yang dapat diamati. (Lexy J.Moloeng, 2002 : 3). Penelitian kualitatif bersifat generating theory bukan hipotesis testing. Sehingga teori yang dihasilkan bukan teori subtantif dan teori-teori yang diangkat dari dasar. Dalam penelitian kualitatif ini penulis hanya mencari gambaran dan data yang bersifat diskriptif yang berada di lingkungan prostitusi Kopeng kec. Getasan kab Semarang 2011. 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumendokumen lainya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian namun berfungsi sebagai instrumen pendukung, oleh karena itu kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainya di sini mutlak diperlukan.
3. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di lingkungan prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Provinsi Jawa Tengah, adapun letak geografis desa Kopeng adalah sebagai berikut, tepatnya dikaki Gunung Merbabu 12km dari Salatiga dan 25km dari Magelang dan letaknya sangat strategis, walaupun medannya dataran tinggi akan tetapi dekat sekali dengan jalan raya sehingga tempat mudah dijangkau baik dengan kendaraan beroda dua maupun empat. Adapun peneliti memilih lokasi prostitusi kopeng karena ada rasa prihatin yang sangat mendalam dengan melihat fenomena yang ada dari hari kehari semakin bertambahnya tempat penginapan yang dibangun oleh masyarakat sekitar. 4. Sumber data Ada dua sumber data yang digunakan oleh peneliti yaitu : a. Data primer Yaitu data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti mengunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang pembinaan keagamaan Islam di lingkungan prostitusi kopeng kec. Getasan kab. Semarang Tahun 2011. Adapun sumber data langsung penulis dapatkan dari pembina keagamaan yaitu petugas dari kantor urusan agama di kecamatan Getasan dan tokoh agama disekitar
sekaligus dari tunasusila di lingkungan prostitusi Kopeng kec. Getasan kab. Semarang Tahun 2011. b. Data sekunder Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat, perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari instansi pemerintah. Data ini dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, hasil-hasil studi, hasil survei, studi historis dan sebagainya. Peneliti mengunakan data skunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan
melalui
wawancara
langsung
dengan
pembina
keagamaan. 5. Prosedur pengumpulan data a. Wawancara Wawancara adalah suatu alat pengumpulan data atau informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula (Margono, 2000:165). Adapun teknik ini penulis gunakan untuk mencari data tentang pembinaan keagamaan Islam di lingkungan prostitusi Kopeng kec. Getasan kab. Semarang Tahun 2011. b. Observasi Bungin (2007:115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu, observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak
terstruktur. Adapun pada teknik ini penulis gunakan untuk mencari data tentang pembinaan keagamaan Islam di lingkungan prostitusi Kopeng kec. Getasan kab. Semarang Tahun 2011. c. Dokumentasi Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi diwaktu silam. Teknik ini penulis gunakan untuk memuat data atau gambar tentang pembinaan keagamaan Islam di lingkungan prostitusi Kopeng kec. Getasan kab. Semarang Tahun 2011. 6.
Analisis Data Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya mengunakan data yang dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya secara teoritis. Sedangkan pengolahan datanya dilakukan secara rasional dengan menggunakan pola induktif. Dalam penelitian ini penulis mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau orang-orang dari pelaku yang dapat diamati dengan tujuan untuk mengambarkan keadaan atau status fenomena
dari data-data yang diperoleh dari obyek penelitian, yang kemudian dilakukan analisis dengan cara: a. Mendiskripsikan data dari informan b. Memilah-milah sesuai dengan analisis penelitian kemudian dianalisis oleh penulis c. Disimpulkan untuk menjawab tujuan penelitiaan 7. Pengecekan Keabsahan Temuan Ada
empat
kriteria
yang
digunakan
yaitu:
kepercayaan
(kreadibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependebility), kepastian (konfermability). (Lexy J. Moleong, 2008 : 324) Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti memakai tiga macam antara lain sebagai berikut: a. Kepercayaan kreadibility Kreadibilitas data dimasudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya, ada beberapa tekhnik untuk mencapai kreadibilitas ini antara lain : tekhnik triangulasi, sumber,
pengecekan
anggota,perpanjangan
kehadiran
peneliti
dilapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecakupan refrensi. b. Ketergantungan depandibility Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya
kemungkinan
kesalahan
dalam
mengumpulkan
dan
menginterprestasikan data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Lebih jelasnya adalah dikarenakan keterbatasan pengalaman, waktu dan pengetahuan dari penulis maka cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit dipandibility oleh auditor independent oleh dosen pembimbing. c. Kepastian konfermability Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interprestasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit. 8. Tahap-tahap penelitian Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu : tahap sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut: a. Tahap sebelum kelapangan Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup observasi lapangan dan permohonan ijin kepada subyek yang diteliti, konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan dengan prilaku kebiasaan keagamaan di lingkungan prostitusi Kopeng
Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011. Data tersebut diperoleh dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. c. Tahap Analisis Data Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan tuna susila dan pembina keagamaan dilingkungan prostitusi kopeng. Kemudian
dilakukan
penafsiran
data
sesuai
dengan
konteks
permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data sehingga data benar-benar valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti d. Tahap Penulisan Laporan Tahap ini meliputi : kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data
sampai pemberian
makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna. Langkah terakhir melakukan penyusunan kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.
G. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka dibuat sistematika penulisan skripsi. Adapun wujud dari sistematika yang dimasud adalah: Bab I
: Pendahuluan Meliputi: Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab II : Kajian Pustaka Meliputi : 1.
2.
Pembinaan keagamaan Islam yang pembahasanya meliputi: a.
pengertian keagamaan Islam.
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keagamaan Islam.
c.
cara meningkatkan pembinaan keagamaan Islam.
Lingkungan prostitusi dan prilaku sosial a. Karakteristik lingkungan prostitusi b. Perilaku sosial dan macam-macam perilaku memyimpang
Bab III : Paparan Data dan Temuan Penelitian A. Paparan Data: 1. Sejarah lingkungan prostitusi kopeng 2. Kondisi lingkungan prostitusi kopeng 3. Gambaran informan
B. Temuan penelitian: 1. Pembinaan Keagamaan Islam Tunasusila di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011. 2. Faktor-faktor pendukung Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011. 3. Faktor-faktor penghambat Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011. Bab IV : Pembahasan yang berisi tentang: A. Model pembinaan keagamaan Islam dilingkungan prostitusi kopeng kec. Getasan kab. Semarang Tahun 2011. B. Faktor-faktor yang mendukung pembinaan keagamaan Islam di lingkungan prostitusi Kopeng kec. Getasan kab. Semarang Tahun 2011. C. Faktor-faktor yang menghambat pembinaan keagamaan Islam tunasusila di lingkungan prostitusi kopeng kec. Getasan kab. Semarang Tahun 2011. Bab V
: Penutup, meliputi: 1.
Kesimpulan
2.
Saran
3.
Penutup
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembinaan Keagamaan Islam 1. Pengertian Keagamaan Islam Menurut etimologi kata agama berarti percaya atau kepercayaan, sedangkan menurut terminologi pendapat Quraish Shihab bahwa agama adalah sebagai hubungan antara makhluk dengan kholiknya, hubungan ini terwujud dalam sikap batin serta tampak pada ibadah yang dilakukanya, dan tercermin pula dalam sikap keseharianya (Quraish Shihab, 1994:210). J. Milton Yinger seorang ahli sosiologi agama berpendapat bahwa agama adalah sistem kepercayaan dan praktek dengan makna, suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga untuk menghadapi masalah terakhir di dunia ini (Hendropuspito, 1983: 35) Keagamaan berasal dari kata agama yaitu kebutuhan jiwa (psikis) manusia yang mengatur dan mengendalikan sikap, pandangan, kelakuan, dan cara menghadapi tiap-tiap masalah (Zakiyah Dzarojat, 1982: 47). Menurut Syaifuddin Anshari, keagamaan adalah suatu sistem crido (tata keyakinan) atas adanya yang mutlak itu, serta sistem norma (tata kaidah) yang mengatur dengan hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan yang dimaksud (Endang Syaifudin Anshari, 1980: 33).
Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ajaranya berdasarkan hadis dan alquran (Em Zul Fajri:385). Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Keagamaan Islam adalah suatu fenomena sosial yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan serta manusia dengan alam sekitar, sesuai dan sejalan ajaran agama Islam berdasarkan Alquran dan Hadis yang mencakup tata keimanan, tata peribadatan dan tata kaidah atau norma serta agama atau religi, yang mempunyai ciri umum seperti adanya keyakinan terhadap tuhan dan adanya aturan tentang perilaku hidup manusia yang terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi. Untuk dapat menilai baik atau tidak keagamaan seseorang, kita dapat melihat dari ekspresi keagamaannya, dari itu pula dapat dilihat kematangan agamanya. Jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseoarang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang baik karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik. Dalam penelitian mengenai religiusitas yang ditinjau dari agama islam mengungkapkan ada lima dimensi yang mencakup keagamaan seseorang:
a. Dimensi akidah Dimensi akidah ini mengungkap masalah keyakinan manusia terhadap rukun iman (iman kepada Allah, malaikat, kitab, nabi, hari pembalasan, serta qadha dan qadar), kebenaran agama dan masalahmasalah ghoib yang diajarkan agama (Fuad Nashori dan Rachmi Diana Muchrom, 2002: 78). Firman Allah Dalam QS Albaqoroh ayat 1-3 yang berbunyi:
tb qãZÏB÷sムtû ïÏ%©!$#ÇËÈ z` ŠÉ)FßJ ù=Ïj9“ W‰ èd ¡Ïm‹Ïù ¡|= ÷ƒu‘ Ÿw Ü= »tGÅ6 ø9$#y7 Ï9ºsŒ ÇÊÈ $O !9# ÇÌÈ tb qà) ÏÿZムöN ßg»uZø%y—u‘ $®ÿÊEur no4qn=¢Á 9$#tb qãK‹É)ãƒur Í= ø‹tóø9$Î/ Artinya: “ Alif laam miin. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka”. (QS. AlBaqoroh : 1-3) Setelah mencapai dimensi akidah diharapkan tuna susila benarbenar mampu meyakini akan kehadiran Tuhan, meyakini segala sesuatu yang terjadi pada diri-sendiri entah itu baik atau buruk merupakan takdir dari tuhan, dan dapat meyakini segala perbuatan baik atau buruk mendapat balasan dari Tuhan sehingga mereka senantiasa melakukan hal yang baik. b. Dimensi Ibadah Ibadah atau praktek agama (syariah) merupakan peraturanperaturan yang mengatur hubungan langsung seorang hamba dengan khaliknya dan sesama manusia, yang menunjukkan seberapa patuh tingkat ketaatan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual
keagamaan yang diperintahkan dan dianjurkan. Dimensi ibadah (ritual) berkaitan dengan frekuensi, intensitas, pelaksanaan ibadah seseorang (Fuad Nashori dan Rachmi Diana Muchrom, 2002: 78). Dimensi Ini mencakup shalat, puasa, zakat dan haji. Firman Allah SWT tentang tujuan hidup manusia dan jin dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:
ÇÎÏÈ Èb r߉ ç7÷èu‹Ï9 žw Î)}§ RM} $#ur £` Ågø:$#àM ø)n=yz Ï$tBur Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56) Ibadah adalah penghambaan diri kepada Allah SWT dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW. Pada dimensi ini tuna susila diharapkan melaksanakan ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah bukan yang lain, misalkan mereka beribadah bukan karena diawasi oleh pembina keagamaan atau teman melainkan mereka melaksanakan ibadah hanya karena Allah. c. Dimensi Ikhsan Yaitu mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dan kehidupan, ketenangan hidup, takut melanggar larangan Tuhan, keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan, dan dorongan melaksanakan perintah agama (Fuad Nashori dan Rachmi Diana Muchrom, 2002: 81). Adapun ikhsan adalah cara agar tunasusila bisa khusyu’ dalam beribadah kepada Allah. Ikhsan ini harus diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika kita berbuat baik, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Q.S Yasin ayat 65 yang berbunyi:
($yJ Î/ Nßgè=ã_ ö‘r&߉ pkô¶ s?ur öN Ík‰É‰ ÷ƒr&!$uZßJ Ïk=s3 è?ur öN ÎgÏd ºuqøùr’n?tã ÞO ÏFøƒwU tPöqu‹ø9$# ÇÏÎÈ tb qç6Å¡ õ3 tƒ #qçR%x. Artinya: “Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”. (QS. Yasin:65). d. Dimensi Ilmu Yaitu tingkat sampai seberapa jauh pengetahuan seseorang tentang ajara-ajaran agamanya. Dimensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya (Fuad Nashori dan Rachmi Diana Muchrom, 2002: 91). Allah berfirman dalam Q.S Az-Zumar ayat 9 yang berbunyi:
3¾ÏmÎn/u‘ spuH÷q u‘ (#qã_ ötƒur notÅz Fy $#â‘x‹ øts† $VJ ͬ!$s%ur #Y‰ É` $y™ È@ ø‹©9$#uä!$tR#uä ìM ÏZ»s% uqèd ô` ¨Br& ÇÒÈ É= »t7ø9F{ $#(#qä9'ré&ã©.x‹ tGtƒ $yJ ¯RÎ)3tb qßJ n=ôètƒ Ÿw tûïÏ%©!$#ur tb qçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#“ ÈqtGó¡ o„ö@ yd ö@ è% Artinya: “(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar: 9).
Dari ayat di atas sangatlah jelas bahwa Dengan ilmu mereka akan mengetahui apakah amalan yang dikerjakan benar atau salah misalnya shalat merupakan ibadah wajib, jadi mereka harus mempelajarinya yaitu segala macam yang berkaitan dengan sahnya shalat seperti wudhu dan mandi junub juga harus dipelajari. Sebab jika junub dan tidak tau cara mandi junub sehingga kita berhadas besar maka segala shalat yang dilakukan sia-sia karena bersih dari segala najis dan hadas itu adalah syarat syahya shalat. e. Dimensi Amal Yaitu
meliputi pengalaman
keempat
dimensi
yang
telah
disebutkan, serta dilakukan dalam tingkah laku seseorang, misalnya melihat norma-norma islam dan perilaku seksual. Dimensi amal ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk merealisasikan ajaranajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama (Fuad Nashori dan Rachmi Diana Muchrom, 2002: 79). Firman Allah SWT dalam Q.S Al-An’am yang berbunyi:
ÇÊÌËÈ šc
qè=yJ ÷ètƒ $£J tã @ Ïÿ »tóÎ/ š•/u‘ $tBur 4(#qè=ÏJ tã $£J ÏiB ×M »y_ u‘yŠ 9e@ à6 Ï9ur
Artinya:“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS. Al-An’am: 132). Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menulis bahwa orang yang beriman dan beramal baik akan masuk surga dan orang yang tidak beramal baik diumpamakan seperti orang yang punya ilmu tapi tidak
mengamalkanya itu seperti pohon yang tidak berbuah, tidak ada manfaatnya. Kaitannya dengan pengetahuan agama islam, dimensi pengetahuan atau ilmu menunjukkan pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya. 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan Adapun faktor yang mempengarui sikap keagamaan ada 2 yaitu intern dan ekstern, a. Faktor intern meliputi: 1. Faktor hiriditas (keturunan) 2. Tingkat usia 3. Kepribadian b. Faktor ekstern yang meliputi: 1. Keluarga 2. Institusi 3. Masyarakat 4. Kondisi kejiwaan (Jalaludin, 2000: 211-220). Dari keterangan di atas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keagamaan seseorang dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya kedua faktor internal dan eksternal saling berhubungan dimana faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri seperti faktor keturunan (nasab), faktor usia yang tidak bisa di tambah dan di kurangi, faktor kepribadian yang sudah ada dalam diri individu baik itu
yang bersifat positif maupun negatif. Adapun faktor eksternal sendiri adalah faktor yang timbul atau datang dari luar individu, diantaranya adalah keluarga (orang tua), institusi (lembaga, adat, kebiasaan), masyarakat dan kondisi kejiwaan individu tersebut. Karena itu maka keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Menurut Glack dan Stark dalam bukunya Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashari yang berjudul “Psikologi Agama” menjabarkan ada lima macam dimensi keberagamaan seseorang, yaitu: 1.
Dimensi keyakinan Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrinnya.
2.
Dimensi praktek agama Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan halhal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
3.
Dimensi pengalaman Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif
dan
langsung mengenai kenyataan terakhir, yaitu kenyataan bahwa ia akan mencapai suatu konteks dengan kekuatan supranatural.
4.
Dimensi pengamalan atau konsekuensi Dengan ini konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang ada. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengamalan dan pengetahuan seseorang dari hari kehari.
5.
Dimensi pengetahuan keagamaan Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisitradisi (Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori, 2001:76-78). Kaitannya
dengan
pengetahuan
agama
islam,
dimesi
pengetahuan atau ilmu menunjukkan pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman Muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama mengenai termuat dalam kitab sucinya. Dalam keberislaman, dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi AlQur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun islam rukun iman), hukum-hukum islam, sejarah islam dan sebagainya. Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah SWT. Dan tidak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat,
shaum dan haji,
tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim
dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah. Dari segi lain dapat dilihat, betapa pentingnya peran agama dalam kehidupan manusia. Bisa diakui adanya dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan oleh tiap individu. Orang ingin punya harta, punya pangkat untuk menjamin rasa aman dan rasa harga dirinya, bahkan yang terpenting menjamin makan dan minum. Namun dalam memenuhi semua kebutuhan itu ada ketentuan-ketentuan agama yang akan memelihara orang agar jangan sampai jatuh kepada kesusahan dan kegelisahan yang mengganggu ketentraman batin. Pendek kata agama memberikan bimbingan hidup dari yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesarbesarnya. Mulai dari hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan hubungan kepada Allah, bahkan dengan alam semesta dan makhluk hidup yang lain. Jika bimbingan tersebut dijalankan betul-betul akan terjaminlah kebahagiaan dan ketentraman batin dalam hidup ini (Zakiyah Daradjat, 1984:58-59). Dari keterangan diatas sangatlah jelas bahwasannya salah satu segi pergeseran moral tersebut disebabkan karena rendahnya nilai-nilai moral yang mengalami pergeseran, sehingga apa yang dahulu dianggap dapat diterima, kini belum tentu demikian, dan begitu sebaliknya. Salah satu segi pergeseran moral tersebut ialah pergeseran dalam nilai moral seksual yang terjadi pertama dikalangan para remaja. Nilai-nilai moral seksual yang dulu dianggap tabu atau bertentangan dengan norma-norma agama,
akan tetapi pada zaman sekarang hal ini menurut mereka dianggap sesuatu yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Dengan demikian memberikan bimbingan dan penerangan keagamaan kepada perilaku seks dilingkungan prostitusi merupakan sesuatu yang sangat penting dan perlu. Namun
demikian
seringkali
orang
tua
dihadapkan
pada
pertanyaan-pertanyaan, siapakah yang seharusnya atau sebaliknya memberikan bimbingan dan penerangan tentang seksual? Apakah orang tua yang dekat dengan anak, guru disekolah, psikolog, dokter atau para ahli yang dianggap lebih menguasai persoalannya? Kiranya, orang tua yang dekat kepada anak berkewajiban untuk memberikan pendidikan seksual. Oleh karena itu, orang tua harus siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anaknya berkaitan dengan masalah seksual dengan bijaksana, dan dalam mengajarkan pendidikan seksual kepada anak-anaknya harus disesuaikan dengan caracara yang setaraf dengan usia pertumbuhannya, baik itu dirumah maupun dimanapun berada. Sedangkan KH.Mukti Al-muhdi berpendapat bahwa pendidikan seksual ini harus diberikan dan dipahami oleh setiap muslim dan diajarkan sejak ia lahir dan adapun orang yang pertama bertanggung jawab penuh atas pendidikan seksual ini adalah orang tua baik bapak maupun ibu serta tempat pendidikan seksual yang didalamnya mengandung unsur-unsur keagamaan.
Beliau beralasan dengan firman Allah SWT dalam QS. At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
äou‘$yf Ïtø:$#ur ⨠$¨Z9$#$yd ߊqè%ur #Y‘$tR ö/ä3 ‹Î=÷d r&ur ö/ä3 |¡ àÿRr&(#þqè% (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#$pkš‰r'¯»tƒ ÇÏÈ tb râsD÷sム$tB tb qè=yèøÿtƒur öN èd ttBr&!$tB ©! $#tb qÝÁ ÷ètƒ žw ׊#y‰ Ï© Ôâ Ÿx Ïî îps3 Í´¯»n=tB $pköŽn=tæ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. Attahrim:6)
Dengan ayat Al-Qur’an di atas jelaslah, bahwa orang tualah yang berkewajiban memberikan pendidikan pertama kali kepada anaknya supaya hidupnya berkembang secara wajar, bahagia dunia dan akherat. Untuk itu orang tua berkewajiban mendidik dan membina serta mengajar dalam segala bidang baik mengenai pendidikan keimanan, pendidikan akhlak maupun pendidikan seksual. 3.
Cara meningkatkan pembinaan keagamaan Pendidikan adalah salah satu proses yang bertujuan membentuk pola perilaku salah satunya adalah pendidikan agama. Proses itu biasanya membutuhkan peran pendidik, tetapi juga bisa mendidik diri sendiri setelah berjumpa dengan pengalaman mendidik. Oleh karena itu pendidikn agama lebih menekankan pada pemberian kesempatan agar seseorang mengalami sendiri atau pengalaman agama. Seorang pembina atau pendidik, mempunyai tanggung jawab sangat berat dalam membina agar selalu melaksanakan perbuatan-
perbutan yang baik, bersikap sopan, menghargai orang lain dan lain sebagainya. Cara meningkatkan pembinaan keagaman tunasusila menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagai berikut: a.
Pedidikan dengan keteladanan
b.
Pendidikan dengan adat kebiasaan
c.
Pendidikan dengan nasihat
d.
Pendidikan dengan memberikan perhatian
e.
Pendidikan dengan memberikan hukuman (Abdullah Nashih Ulwan,
1993:2) Dari kelima poin di atas sangatlah jelas bahwasanya dalam rangka meningkatkan keagamaan tunasusila meliputi beberapa hal diantaranya, Pertama, dengan pendidikan keteladanan, masudnya sosok seorang Pembina harus bisa memberikan contoh yang baik bagi tunasusila baik itu dalam segi perkataan maupun tindakan. Kedua, adalah pendidikan dengan adat kebiasaan, masud dari adat kebiasaan disini adalah adat kebiasaan yang baik dan tidak melanggar norma yang telah di tetapkan. Ketiga, adalah pendidikan dengan nasihat, bagi seorang Pembina harus mempunyai performance serta retorika bahasa yang bagus dengan tujuan agar nasihat yang disampaikan kepada tunasusila dapat di terima dengan baik tanpa adanya penolakan. Keempat, pendidikan dengan memberikan perhatian, bagi seorang Pembina tidak boleh fokus pada satu pandangan karena dengan fokus kepada satu pandangan akan menimbulkan
kecemburuan
antara
tunasusila
satu
dengan
yang
lain
yang
mengakibatkan rasa acuh karena mereka merasa kurang di perhatikan oleh Pembina keagamaan. Kelima, pendidikan dengan memberikan hukuman, bagi seorang pembimbing yang akan memberikan hukuman kepada tunasusila karena melakukan kesalahan hendaknya memberikan hukuman yang bersifat mendidik.
B. Lingkungan Prostitusi dan Prilaku Sosial 1.
lingkungan Prostitusi Berbicara masalah lingkungan prostitusi tentunya tidak merupakan suatu hal yang asing lagi di telinga kita, siapa yang menyangka di tengah caci maki masyarakat terhadap maraknya tempat-tempat penginapan yang pada ujungnya dijadikan tempat prostitusi ini kebanyakan orang malah mencari untung dan membela mati-matian keberadaanya, malah yang lebih memperihatinkan lagi mereka berlomba-lomba membuat tempattempat penginapan demi kebutuhan hidup mereka. Menurut Hotman M. Siahaan penanganan masalah pelacuran atau prostitusi ini mengunakan prinsip ‘daripada-daripada’ Ia mengatakan: bukankah lokalisasi disahkan dengan pertimbangan dari pada makhluk tunasusila itu berkeliaran di jalanan? Bukankah pusat-pusat bisnis seks elite di rumah-rumah mewah itu ada dari pada pergi ke lokalisasi? Bukankah itu berbeda gengsi saja?.
Dengan demikian pemecahan masalah
dengan pendekatan
multidisipliner ilmu adalah sangat diperlukan, mengigat setiap orang memiliki karakter, latar belakang dan problema yang berbeda meski mereka sama-sama tunasusila. Tetapi yang lebih utama lagi adalah menghapuskan rangkaian yang menjadi pemicu kenapa mereka bisa menjadi seperti itu. Ada beberapa penyebab mengapa wanita menenggelamkan diri menjadi tunasusila, diantaranya: a. Hubungan keluarga yang berantakan, terlalu menekan dan juga adanya penyiksaan seksual yang dialami dalam keluarga. b. Jauhnya seseorang dari kemungkinan hidup secara normal akibat rendahnya pendidikan yang dimiliki, kemiskinan dan gambaran jaminan pekerjaan dan masa depan yang tidak jelas. c. Hasrat berpetualang dan kemudahan meraih uang juga mendorong kearah melacur d. Hubungan seks terlalu dini, keterlibatan pada satu pergaulan yang selalu merongrongnya dan mungkin dikombinasikan oleh pengaruh obat dan alkohol e. Ada juga yang memandang, perasaan benci terhadap ayah yang diletupkan dengan cara melacur diri dari satu pelukan lelaki ke pelukan lelaki lain f. Panduan antara kemiskinan, kebodohan, kekerasan dan tekanan penguasa
g. Tentunya, keluarga yang menimbulkan anak bermasalah seperti itu merupakan keluarga yang gagal mengfungsikan perannya sebagai Pembina nilai-nilai keagamaan, atau nilai-nilai agama yang dianut tidak memberikan dasar untuk menolak pelacuran. 2.
Prilaku Sosial Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai dengan berbagai aktivitas tertentu, baik aktivitas yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata atau justru melalui proses pembelajaran tertentu.
Berbagai aktivitas
individu dalam
relasi
interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial. Sejak masa kanak-kanak, seorang individu mulai belajar dari lingkungan keluarga. Ia belajar menyerap nilai-nilai dan unsur-unsur budaya orang tua, dimana budaya orang tua pun bersumber dari budaya komunitas yang lebih luas, kemudian ketika menginjak masa remaja, seorang akan memperluas pergaulan sosialnya, seperti dengan teman sebaya, orang dewasa maupun lembaga sosial yang lain. Sedangkan Skinner (1976) membedakan prilaku manusia menjadi dua yaitu: a. Perilaku yang alami (innate behavior) Yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yaitu yang berupa refleks-refleks dan insting-insting.
b. Perilaku operan (operan behavior) Yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar (Skinner, 1976:17). Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut Skinner perilaku manusia ada dua yaitu alami dan operan, alami dalam artian bahwasanya perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan, misal reaksi kedip mata bila mata kena sinar yang kuat, gerak lutut bila lutut kena palu, menarik jari bila jari terkena api dan lain sebagainya, reaksi atau perilaku ini terjadi secara dengan sendirinya, secara otomatis tidak diperintah oleh pusat susunan syaraf atau otak karena dalam perilaku yang refleksif respons langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain begitu stimulus diterima oleh reseptor, langsung timbul respons melalui afektor tanpa melalui pusat kesadaran otak sedangkan dalam perilaku operan dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak karena prilaku ini terbentuk melalui proses belajar. 3.
Macam-macam penyimpangan perilaku sosial Sebelum berbicara mengenai macam-macam perilaku menyimpang kita harus mengetahui dulu apakah definisi dari perilaku menyimpang itu, Berikut ini merupakan beberapa pendapat dari beberapa tokoh mengenai perilaku menyimpang.
a. Robert M.Z. Lawang berpendapat bahwa penyimpangan adalah tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang atau abnormal tersebut. b. James Vander Zarden berpendapat bahwa penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi. c. Kartini Kartono berpendapat bahwa perilaku menyimpang merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tedensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan. Dari keterangan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang dapat didefinisikan sebagai sesuatu perilaku yang diekspresikan oleh seorang atau beberapa orang anggota masyarakat yang secara disadari atau tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan telah diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat. Dengan kata lain semua bentuk perilaku warga masyarakat yang tidak sesuai dengan norma dinamakan perilaku menyimpang. Adapun macam-macam perilaku menyimpangan adalah sebagi berikut: a. Penyimpangan primer Penyimpangan primer
adalah penyimpangan
yang bersifat
temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang.
Ciri-ciri penyimpangan primer antara lain: 1. Bersifat sementara 2. Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku penyimpangan 3. Masyarakat masih mentolerir atau meneriama Contoh penyimpangan primer, misalnya pegawai yang membolos kerja, banyak minum alkohol pada waktu pesta, siswa yang membolos atau menyontek saat ujian, memalsukan pembukuan, mengurangi besarnya pajak pendapatan, dan pelanggaran peraturan lalu lintas. b. Penyimpangan sekunder Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas dengan memperlihatkan perilaku menyimpang. Ciri-ciri penyimpangan sekunder antara lain: 1. Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang. 2. Masyarakat tidak bisa mentolerir perilaku menyimpang tersebut. Contoh penyimpangan sekunder, misalnya pembunuhan, perjudian dan pemerkosaan. c. Penyimpangan Individu Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang individu dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Contohnya, pencurian yang dilakukan sendiri.
d. Penyimpangan Kelompok Penyimpangan
kelompok
adalah
penyimpangan
yang
dilakukan secara berkelompok dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat yang berlaku. Pada umumnya, penyimpangan kelompok terjadi dalam subkebudayaan yang menyimpang yang ada dalam masyarakat. Contohnya, geng kejahatan atau mafia. e. Penyimpangan Situasional Penyimpangan jenis ini disebabkan oleh pengaruh bermacammacam kekuatan situasional atau sosial diluar individu dan memaksa individu tersebut untuk berbuat menyimpang. Contohnya, seseorang suami yang terpaksa mencuri karena melihat anak dan istrinya kelaparan. f. Penyimpangan sistematik Penyimpangan sistematik adalah sesuatu sistem yang disertai organisasi sosial khusus, status formal, peranan-peranan, nilai-nilai, norma-norma, dan moral tertentu yang semuanya berbeda dengan situasi umum. Segala pikiran dan perbuatan yang meyimpang itu kemudian dibenarkan oleh semua anggota kelompok.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data 1. Sejarah Lingkungan Prostitusi Kopeng Lingkungan prostitusi kopeng terletak di desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Berada 12 km dari kota Salatiga dan 25 km dari kota Magelang. Terletak di ketinggian 1.450 m dari permukan laut. Diapit oleh gunung Telomoyo, Andong dan Merbabu. Menyajikan panorama yang memikat dalam nuansa alam pedesaan dipadu dengan keindahan hamparan tanaman bunga dan sayuran membentuk suasana asri nan menyejukkan sehingga tidak heran kalau disana dibangun vila-vila penginapan yang kebanyakan digunakan untuk melakukan praktek prostitusi. Berdirinya lingkungan prostitusi di daerah kopeng tidak terlepas dari beberapa faktor, diantaranya faktor yang paling dominan adalah kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak sehingga masyarakat dikopeng mulai membangun tempat-tempat penginapan, karena menurut mereka rezeki yang mudah dan menghasilkan uang banyak tanpa harus mengeluarkan keringat adalah dengan membuat vila atau penginapan. dari situlah kemudian timbulah praktek-praktek prostitusi yang kian hari makin bertambah.
2. Kondisi Lingkungan Prostitusi Kopeng Ketika berbicara masalah prostitusi sebenarnya pengatasanya dimulai dari lingkup terkecil yakni keluarga. Dengan pondasi rumah tangga yang kuat berupa pendidikan, baik pendidikan formal (pengetahuan ilmiah dan teknologi) maupun pendidikan budi pekerti dan keagamaan bagi suatu keluarga merupakan dasar yang kuat untuk dapat menghindari agar tidak terjerumus dalam lembah prostitusi. Karenanya permasalahan prostitusi bukan hanya merupakan permasalahan pemerintah kota khususnya Dinas atau instansi terkait, tetapi juga permasalahan masyarakat secara umum. Agar dampak prostitusi tidak menyebar dan menular ke lingkungan sekitar, maka diperlukan berbagai pembatasan dalam prakteknya demikian dengan kondisi lingkungan prostitusi kopeng yang dari hari ke hari semakin tambah vila atau penginapan yang sebagian besar di jadikan tempat prostitusi. TABEL I DAFTAR NAMA PEMBINA PROSTITUSI KOPENG N o
Nama
Jenis klamin
Jabatan
Umur
Lulusan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
S Ss Ls Aw A KPA R Y
L L L L L P P
Kepala Desa Ketua Paguyuban Sekretatis Sie Keamanan Sie Kesehatan Sie Humas Pembantu Umum
45 th 40 th 41 th 42 th 50 th 32 th 34 th
SI SMA SMP SMA SMA SMP SMP
3. Gambaran Informan Untuk mengetahui pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng, dapat didasarkan pada beberapa pendapat tokoh masyarakat atau
petugas pembina keagamaan yaitu dari kantor urusan agama (KUA) yang membina di lingkungan tersebut dan dari tunasusila. Setidaknya, pendapat itu dapat menjadi bentuk perwakilan informasi tentang lingkungan prostitusi kopeng secara umum. TABEL II DAFTAR NAMA INFORMAN No
Jenis klamin
Umur
Lulusan
1.
Kode Informan Aa
L
50 th
SMA
2.
M
L
42 th
SI
3.
S
L
45 th
SI
4.
D
P
23 th
SMP
5.
N
P
27 th
SD
B. Temuan Penelitian 1. Model pembinaan keagamaan Islam yang diterapkan di lingkungan prostitusi kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang. Temuan data penelitian di lapangan menunjukan bahwa model pembinaan keagamaan yang diterapkan di lingkungan prostitusi kopeng oleh informan dari kantor
urusan agama yang memiliki kemampuan
dalam mengemban misi pembinaan tersebut menerapkan berbagai pilihan atau model yang digunakan dalam melakukan pembinaan keagamaan. Pilihan model pembinaan disesuaikan dengan kajian materi keagamaan, maupun orientasi kedalaman penyampaian misi pembinaan keagamaan tunasusila di lingkunagan prostitusi kopeng.
Seperti yang dialami M, Model pembinaan yang dipilih dalam rangka pembinaan keagamaan Tunasusila di Lingkungan Prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011 adalah mencakup dimensi-dimensi keagamaan sebagai berikut: 1. Pembinaan tunasusila pada pengetahuan agama 2. Pembinaan keagamaan tunasusila pada praktek agama 3. Pembinaan keagamaaan tunasusila pada pengalaman agama Dalam misi pembinaan keagamaan yang dilakukan secara intensif yang mencakup tiga dimensi keagamaan di atas, peneliti memulai pertayaan kepada M, Untuk memperdalam pengetahuan tunasusila terhadap pengetahuan agama guna tujuan pembinaan keagamaan tuna susila maka langkah-langkah apa yang diambil oleh Pembina keagamaan, guna memperdalam pengetahuan tuna susila terhadap pengetahuan agama maka pihak pembinaan keagamaan dari kantor urusan agama melakukan beberapa kegiatan keagamaan diantaranya adalah mendukung tuna susila untuk berbuat baik dan bertanggung jawab dalam segala sesuatu serta merangsang kemauan tuna susila agar selalu merasa butuh akan ilmu serta dapat menyesali dan berfikir bahwa yang menjadi pekerjaanya adalah sesuatu yang dilarang oleh agama karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain,tutur M ketika menjelaskan pembinaan tunasusila pada pengetahuan agama Setelah dirasa cukup untuk mengali informasi tentang pembinaan keagamaan pada dimensi ilmu maka selanjutnya pertanyaan peneliti bertujuan untuk mengetahui informasi tentang pembinaan keagamaan tuna susila pada dimensi praktik ibadah. Pada saat informan ditanya, guna mendukung tuna susila mempraktekan pengetahuan agama yang telah diperoleh di pembinaan keagamaan langkah-langkah apa saja yang diambil, untuk mendukung tuna susila agar dapat mempraktekan pengetahuan agama yang telah diperoleh, pihak keagamaan bekerja sama dengan masyarakat sekitar menyediakan fasilitas seperti masjid yang digunakan untuk melaksanakan ibadah sholat, jadi misalkan tuna susila memperoleh pengetahuan tentang bagaimana adab dan cara melaksanakan ibadah sholat maka tuna susila dapat mempraktekan pengetahuan yang telah diperoleh,tutur M ketika ditanya tentang pembinaan keagamaan pada dimensi praktek ibadah. Guna lebih mengetahui mendalam tentang pembinaan keagamaan tuna susila pada praktek agama maka peneliti memberikan pertanyaan untuk informan pada saat wawancara berlangsung, tentang bagaimana upaya anda untuk dapat menciptakan suasana agar tetap kondusif,
sehingga tuna susila dapat dengan tenang dan selalu khusyuk dalam menjalankan ajaran-ajaran agama, upaya untuk menciptakan suasana yang kondusif salah satunya adalah dengan cara menciptakan suasana yang aman di lingkungan prostitusi serta menumbuhkan rasa saling menghormati antara pembina dengan tuna susila dan sebaliknya, setelah timbul rasa saling menghormati maka di harapkan secara otomatis ketika ada salah satu dari tuna susila yang sedang menjalankan ibadah maka tuna susila yang lain tidak melakukan kegiatan yang dapat menganggu temanya yang sedang melaksanakan ajaran agama ,jelas M dalam menjawab pertanyaan dari peneliti pada dimensi praktek agama. Untuk lebih memperjelas gambaran bagaimana Pembinaan di Lingkungan prostitusi kopeng melakukan pembinaan keagamaan tunasusila pada pengalaman agama maka peneliti melontarkan beberapa pertanyaan, tentang apakah ada usaha atau pendekatan tertentu yang anda ambil guna mengubah pengalaman dari tuna susila yang anda bina, misal pada suatu saat bertemu sebuah kasus dimana ada salah satu tuna susila yang memperoleh pengalaman buruk dari lingkungan sehingga engan melaksanakan ibadah. M menjawab, “tidak ada kebijakan khusus yang digunakan, hanya saja pada saat menemui kasus tersebut dilakukan pendekatan persuasif kepada tuna susila dengan penekanan arti penting dan kewajiban melaksanakan ibadah”. Tegas M ketika memberikan keterangan mengenai pembinaan keagamaan pada dimensi pengalaman agama. Selanjutnya, Aa menambahkan bahwa dalam realitas kehidupan di lingkungan prostitusi kopeng sering kali ditemui berbagai pelanggaran norma sebagai bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan oleh tunasusila yang moralitasnya perlu diluruskan. Aa juga menceritakan mengenai model yang digunakan dalam mencegah pelanggaran yang biasa terjadi pada tunasusila, menurutnya “model yang sesuai adalah keteladanan yaitu dari segi perilaku yang beliau gunakan ketika mendatangi tempat tersebut, mulai dari cara berpakaian, bertindak sampai berbicara”. Menurut S, Model yang diterapkan M dan Aa tersebut di atas kiranya telah sejalan dengan dirinya dalam hal pilihan model pembinaan. Misi penanaman model pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng pada dasarnya adalah pencegahan perilaku menyimpang yang dilakukan tunasusila dan pengetahuan kesehatan bagi tunasusila.
2. Faktor-faktor pendukung dalam Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011. Faktor-faktor pendukung dalam pembinaan keagamaan sebenarnya sangat penting sekali karena dengan adanya faktor pendukung yang ada pembinaan keagamaan bisa berjalan sesuai dengan misi pembinaan yang diharapkan. Dalam hal ini sudah pasti Pembina keagamaan dalam menyediakan faktor pendukung tidak lepas dari kerjasama baik itu dari perangkat desa maupun elemen masyarakat.
Temuan data penelitian menunjukan bahwa faktor pendukung pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng sangat memberikan peluang untuk dilaksanakanya pembinaan. Seperti yang S tuturkan selaku perangkat desa, sebenarnya untuk faktor pendukung pembinaan WABIN sudah banyak mas yang diberikan, kita sudah fasilitasi mereka dengan tempat pembinaan dan masjid yang ada di dekat parkiran bunton sebagai salah satu sarana berjalanya pembinaan tersebut. Pengakuan S diatas dikuatkan oleh Aa, yang juga merasakan pentingnya fator-faktor pendukung sebagai sarana berjalanya pembinaan bagi WABIN. menurut penuturanya, “saya selaku tokoh masyarakat disini memberikan dukungan secara maksimal dengan adanya pembinaan yang dilakukan oleh petugas Pembina dari kec. Getasan”. Dari penuturan Aa diatas Nampak bahwa ia selaku tokoh masyarakat mewakili bahwa adanya pembinaan tersebut seluruh elemen masyarakat benar-benar memberikan dukungan atas terselenggaranya wanita binaan (WABIN) di lingkungan prostitusi kopeng. Menurut M, pandangan S dan Aa diatas telah menempatkan atau memberikan peluang yang besar kepada M untuk melaksanakan berbagai macam kegiatan keagamaan. “memang dengan fasilitas yang telah disediakan oleh pihak perangkat desa dan elemen masyarakat memudahkan kita untuk melakukan kegiatan disana seperti ceramah
keagamaan/santapan rohani, sholat jamaah dan tadarus”. tutur M kepada peneliti mengenai fasilitas yang telah disediakan. Lebih lanjut M menuturkan, “bahwasanya target dari kita untuk melakukan pembinaan adalah biar mereka mau berubah dan berhenti kearah yang lebih baik dari melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik”. Senada dengan pandangan S, Aa dan M, D dan N juga sangat memahami eksistenti misi penanaman keagamaan bagi wanita binaan (WABIN) maka mereka juga bisa menghargai dan menghormati kepada penyelenggara sekaligus Pembina keagamaan. Penuturan mereka, “ ya mas kami tetap semangat dan rutin dalam mengikuti pembinaan asalkan pembinaanya tidak membosankan bagi kita”. jelas D dan N kepada peneliti mengenai antusias dalam mengikuti pembinaan keagamaan. 3. Faktor-faktor penghambat dalam Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011. Setelah dikira cukup dalam menggali tentang faktor pendukung maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pembinaan keagamaan, S sebagai kepala desa Kopeng yang sudah dua periode ini beliau menjabat memberikan penjelasan bahwa faktor penghambat yang dialami adalah sulitnya dari tunasusila sendiri untuk bisa datang semua dalam waktu pembinaan dan masih belum ada kesadaran yang tertanam dalam diri tunasusila akan arti penting dari manfaat adanya pembinaan tersebut. tegas S kepada peneliti tentang faktor penghambat dalam pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng. Pada sisi lain, Aa menegaskan bahwa “salah satu faktor penghambat yang muncul belakangan ini adalah dari lingkungan yang sebagian banyak acuh atau leleh luweh terhadap agama”…tegas Aa seolah-olah seperti memberikan laporan kepada peneliti mengenai partisipasi dari masyarakat sekitar. Berbeda halnya dengan penuturan M selaku ketua kantor urusan agama dan petugas Pembina keagamaan, beliau menjelaskan kepada peneliti, diantara faktor penghambat yang saya alami ketika memberikan pembinaan keagamaan adalah karena keterbatasan pengetahuan pembina terhadap pengetahuan agama dalam masalah-masalah tertentu selain itu juga adanya faktor yang timbul dari tunasusila sendiri yang masih labil kejiwaanya sehinga menyebabkan masih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dan hal yang melangar norma agama sehingga itu semua masih sulit untuk kita kendalikan. jelas M saat menceritakan faktor penghambat pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng.
BAB IV PEMBAHASAN
A.
Model Pembinaan Keagamaaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011. Pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng bagi tunasusila yang telah dilakukan oleh pembina keagamaan melalui bermacam-macam kegiatan keagamaan seperti sholat berjamaah, tadarus alQur’an, ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan hari-hari keagamaan untuk memperingati hari-hari besar agama. Konsep dalam pembinaan keagamaan yang dilakukan di lingkungan prostitusi ini adalah bagaimana menambahkan serta mengembangkan keimanan dan ketaqwaan tunasusila kepada Allah SWT, karena masalah keimanan adalah hak masing-masing orang maka pelaksanaan pembinaan keagamaan dilakukan bukan dengan cara doktrin kepada tuna susila dengan ajaran tertentu. Keagamaan tunasusila sangat di pengaruhi oleh model pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh pihak pembina, selain itu juga keagamaan tuna susila dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik itu faktor intern yang ada dalam individu tunasusila seperti bagaimana pemahaman mereka terhadap agama, maupun faktor ekstern seperti keluarga dan masyarakat. tuna susila yang dikatakan memiliki keagamaan
yang baik
tidak sekedar hanya melakukan hubungan dengan Tuhan akan tetapi juga harus memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia. Untuk
merealisasikan kedua hubungan tersebut maka dari pembina melaksanakan model pembinaan keagamaan tunasusila yang mencakup beberapa aspek, yaitu: 1. Model pembinaan keagamaan tunasusila pada pengetahuan agama Orang yang mengaku beragama islam tidak hanya culup menyakini adanya tuhan dan ciptaanya, ia juga dituntut mengetahui berbagai pengetahuan dasar agama tentang keyakinan, tentang ritual peribadatan, kitab suci dan hubungan sosial kemasyarakatan. Dengan mengetahui pengetahuan agama maka dapat melakukan berbagai kegiatan agama ataupun kegiatan masyarakat yang benar sesuai ketentuan hukum agama. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti dilingkugan prostitusi kopeng ternyata pengetahuan agama islam tunasusila bervariasi, ini dikarenakan berbagai macam faktor seperti latar belakang agama, keluarga maupun lingkungan masyarakat sekitar tunasusila tinggal. Beberapa dari mereka sudah memiliki landasan kuat dan wawasan yang cukup luas tentang pengetahuan agama yang diperoleh dari keluarga atau masyarakat, tetapi sebaliknya beberapa dari tunasusila masih kurang terhadap pemahaman tentang pengetahuan agama. D dan N mengakui, “bahwasanya kami masih perlu lebih diarahkan dan dibimbing guna tujuan memperluas pengetahuan agama, di karenakan kami belum mempunyai bekal yang cukup diperoleh dari keluarga maupun lingkungan sekitar tentang pengetahuan agama”. Tegas D dan N kepada peneliti seolah-olah dengan nada permohonan yang menandai bahwa informan sebenarya masih sangat butuh sekali dengan pembinaan keagamaan. Seperti penuturan D, “Walaupun pengetahuan saya terhadap agama islam tidak begitu mendalam, saya secara pribadi selalu berusaha dan berupaya meningkatkan pengetahuan tentang agama
islam dengan membaca buku-buku agama islam” pernyataan D diatas juaga di kuatkan oleh N yang menyatakan bahwa “selain membaca buku-buku keagamaan saya juga rutin mengikuti kegiatan keagamaan yang dibina oleh pihak KUA Kec. Getasan”.tegas D dan N saat diwawancarai. Tampak bahwa informan D dan N memiliki kemauan untuk mengetahui dan memahami sekaligus ingin mempelajari agama walaupun mereka belum bisa secara keseluruhan melaksanakan hukumhukum agama. Pada dasarnya para tunasusila telah mengetahui tentang kewajiban melaksanakan sholat lima waktu, dan puasa di bulan Ramadhan, namun kebanyakan pengetahuan
dari
mereka
agama
tidak
masih
kurang
hanya
paham
terletak
pada
akan
cakupan
pengetahuan
melaksanakan ibadah saja tetapi mempunyai cakupan yang sangat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan lain yang dapat lebih digali potensinya. Sebenarnya banyak cara yang bisa digunakan sebagai model pembinaan keagamaan tunasusila pada pengetahuan agama, misalnya dengan cara memberikan tugas untuk mempelajari hukum fikih dan lain sebagainya, M menjelaskan, secara umum setiap pendamping di lingkungan prostitusi mempunyai berbagai model pembinaan keagamaan pada pengetahuan agama yang diterapkan pada tunasusila, dari macam-macam model yang digunakan mengacu kepada satu hal yaitu disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat penalaran tunasusila yang pada saat itu dihadapi. Tegas M kepada peneliti Mengenai model keagamaan yang diterapkan. 2. Model pembinaan tunasusila pada praktek agama Dalam agama islam melaksanakan praktek ibadah merupakan implementasi terhadap pengetahuan agama, bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan keyakinan menjalankan perintah-perintah agama yang
diwujudkan dalam bentuk perbuatan atau ritual ibadah seperti sholat, puasa, zakat serta ritual-ritual lainya. Sedangkan ritual ibadah juga bisa merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak terikat oleh waktu tertentu seperti mengucapkan salam ketika bertemu dengan sesama muslim dan berdo’a ketiaka akan memulai kegiatan. Wawancara dan observasi yang dilakukan penulis pada pembina keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng, mengantarkan penulis untuk mengetahui seberapa besar upaya pihak pembina untuk melakukan pembinaan terhadap tunasusila pada praktek ibadah, karena ibadah bisa dijadikan tolak ukur seberapa besar tingkat keagamaan tuna susila. Senada dengan penjelasan M dan Aa, S juga menegaskan bahwa, Dari pembinaan keagamaan dan tokoh masyarakat telah melakukan berbagai upaya guna mendukung tunasusila mempraktekan pengetahuan agama yang mereka peroleh di lingkungan pembinaan dengan jalan menyediakan berbagai macam fasilitas seperti masjid yang digunakan untuk melaksanakan ibadah sholat, jadi misalkan tuna susila memperoleh pengetahuan bagaimana adab dan cara melaksanakan ibadah sholat maka tunasusila dapat mempraktekan pengetahuan yang diperoleh di dalam masjid. Jelas S kepada peneliti. Selain itu masjid juga digunakan untuk berbagai kegiatan rutin keagamaan seperti, melaksanakan ibadah sholat berjamaah dan tadarus yang dilakukan masyarakat sekitar dan tunasusila. M sebagai Pembina sekaligus petugas dari Kecamatan sendiri juga menyatakan Dukunganya bagi para tunasusila guna melaksanakan praktek ibadah juga ditunjukan oleh pembina keagamaan dengan cara menerapkan peraturan-peraturan yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah agama yang berlaku sehingga dapat tercipta suasana yang kondusif yang bertujuan agar tunasusila dapat tenang dan khusuk ketika melaksanakan praktek ibadah di lingkungan prostitusi. Jelas M saat menceritakan kepada peneliti guna melaksanakan praktek ibadah. Pembinaan keagamaan tunasusila pada praktek ibadah lebih condong pada bentuk dukungan dan pengawasan, dukungan yang dilakukan guna lebih menanamkan pemahaman tentang pengetahuan
agama yang mereka peroleh ketika berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. sedangkan pengawasan dilakukan bukan untuk memaksa atau menekan tunasusila melainkan bertujuan untuk sedini mungkin mengantisipasi kesalahan praktek ibadah yang mereka lakukan di karenakan tingkat pemahaman tunasusila terhadap pengetahuan agama yang diperoleh. Konsekuensi umat beragama ketika sudah mengetahui pengetahuan tentang agama kemudian mempraktekan pengetahuan tersebut kemudian secara sadar dan konsisten dengan penuh penghayatan terhadap ajaran agama islam hanya untuk mengharap ridho dari Allah SWT. M mengakui bahwa Berbagai usaha telah dilakukan oleh pembina keagamaan guna membina keagamaan tunasusila pada praktek agama dengan cara mendidik dan membentuk akhlak tunasusila sehingga mereka senangtiasa mempraktekan ajaran agama yang telah mereka peroleh secara konsisten walaupun tidak ada yang mengawasi mereka. Jelas M saat ditanya peneliti pada dimensi praktek agama. 3. Model pembinaan keagamaan tunasusila pada pengalaman agama Dimensi pengalaman dalam keagamaan sering disebut dengan penghayatan,
dan
biasanya
penghayatan
ini
tumbuh
menyertai
pengamalan ajaran agama dan peribadatan yang dilakukan seseorang. Penghayatan ini menunjukan seberapa jauh tingkat seorang muslim merasakan, mengalami perasaan dan pengalaman-pengalaman religius, bagi seorang muslim penghayatan terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah SWT. Adapun beberapa pengalaman yang dihadapi oleh D dan N pada saat menemui salah satu temanya yang enggan melaksanakan ibadah sholat di karenakan pengalaman yang buruk diakibatkan pengaruh
lingkungan ataupun pengaruh pergaulan yang acuh terhadap ajaran beragama, “maka mereka sebagai teman melakukan pendekatan dengan cara memberi perhatian dan berusaha menasehati sebisa mungkin agar segera sadar akan kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah”. Tutur D dan N seakan-akan meberikan simpati karena hal tersebut menunjukan akan peningkatan keagamaan tuna susila dilihat dari segi kepedulian dengan sesama teman atau muslim.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng Kec. Getasan Kab. Semarang Tahun 2011. Berbagai upaya yang dilakukan baik dari pihak pembinaan keagamaan ataupun masyarakat sekitar melalui berbagai macam kebijakan untuk mengadakan berbagai kegiatan keagamaan, upaya yang dilakukan oleh pembina untuk terus memompa dan memberikan pemahaman kepada tunasusila dan usaha tunasusila sendiri guna terus meningkatkan keagamaan individu, tidak mungkin akan terlepas dari faktor-faktor yang mendukung ataupun faktor-faktor yang menghambat keagamaan tunasusila. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di lingkungan prostitusi kopeng memperoleh gambaran sebagai berikut: 1. Faktor pendukung, meliputi: a.)
Fasilitas
yang
disediakan
oleh
masyarakat
atau
pembinaan
keagamaan untuk mendukung keagamaan tuna susila. b.)
Berbagai macam kegiatan keagamaan seperti ceramah keagamaan, sholat berjamaah dan tadarus.
c.)
Kepedulian pembina dan seluruh elemen masyarakat sekitar.
d.)
Semangat, antusias dan kesadaran tuna susila melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keagamaan.
e.)
Bekal keagamaan tuna susila yang cukup diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat yang agamis.
2. Faktor penghambat a.)
Keterbatasan pemahaman pembina terhadap pengetahuan agama pada masalah-masalah tertentu.
b.)
Masih labilnya kejiwaan tunasusila yang menyebabkan masih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif.
c.)
Pengetahuan tunasusila yang masih sempit mengenai keagamaan sehingga masih menganggap bahwa agama hanya sebatas ritual peribadatan saja.
d.)
Kurangnya kesadaran tunasusila akan kebutuhan dan pentingnya keagamaan guna menapak di lingkungan yang lebih luas.
e.)
Lingkungan keluarga dan masyarakat yang acuh terhadap agama sehingga tunasusila.
menyebabkan
pengalaman
yang
kurang
baik
bagi
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap hasil penelitian pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng melalui tiga dimensi keagamaan, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dari penelitian tersebut, yaitu: 1. Model pembinaan keagamaan Islam yang dilakukan di lingkungan prostitusi kopeng adalah dengan menyelenggarakan beberapa kegiatan keagamaan seperti ceramah-ceramah keagamaan, sholat berjamaah dan tadarus. Diantaranya model-model pembinaan keagamaan yang dilakukan di lingkungan prostitusi kopeng adalah sebagai berikut: a. Model pembinaan keagamaan tunasusila pada pengetahuan agama Orang yang mengaku beragama islam tidak hanya culup menyakini adanya tuhan dan ciptaanya, ia juga dituntut mengetahui berbagai pengetahuan
dasar
agama
tentang
keyakinan,
tentang
ritual
peribadatan, kitab suci dan hubungan sosial kemasyarakatan. Dengan mengetahui pengetahuan agama maka dapat melakukan berbagai kegiatan agama ataupun kegiatan masyarakat yang benar sesuai ketentuan hukum agama.
b. Model pembinaan keagamaan tunasusila pada praktek agama Dalam agama islam melaksanakan praktek ibadah merupakan implementasi terhadap pengetahuan agama, bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan keyakinan menjalankan perintah-perintah agama yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan atau ritual ibadah seperti sholat, puasa, zakat serta ritual-ritual lainya. Sedangkan ritual ibadah juga bisa merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak terikat oleh waktu tertentu seperti mengucapkan salam ketika bertemu dengan sesama muslim dan berdo’a ketiaka akan memulai kegiatan. c. Model pembinaan keagamaan tunasusila pada pengalaman agama Dimensi pengalaman dalam keagamaan sering disebut dengan penghayatan, dan biasanya penghayatan ini tumbuh menyertai pengamalan ajaran agama dan peribadatan yang dilakukan seseorang. Penghayatan ini menunjukan seberapa jauh tingkat seorang muslim merasakan, mengalami perasaan dan pengalaman-pengalaman religius, bagi seorang muslim penghayatan terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah SWT. 2. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng adalah sebagai berikut: c. Faktor pendukung, meliputi: a) Fasilitas yang disediakan oleh masyarakat atau pembinaan keagamaan untuk mendukung keagamaan tuna susila. b) Berbagai macam kegiatan keagamaan seperti ceramah keagamaan, sholat berjamaah dan tadarus.
c) Kepedulian pembina dan seluruh elemen masyarakat sekitar. d) Semangat, antusias dan kesadaran tuna susila melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keagamaan. e) Bekal keagamaan tuna susila yang cukup diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat yang agamis.
d. Faktor penghambat a) Keterbatasan pemahaman pembina terhadap pengetahuan agama pada masalah-masalah tertentu. b) Masih labilnya kejiwaan tunasusila yang menyebabkan masih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif. c) Pengetahuan tunasusila yang masih sempit mengenai keagamaan sehingga masih menganggap bahwa agama hanya sebatas ritual peribadatan saja. d) Kurangnya kesadaran tunasusila akan kebutuhan dan pentingnya kaeagamaan guna menapak di lingkungan yang lebih luas. e) Lingkungan keluarga dan masyarakat yang acuh terhadap agama sehingga menyebabkan pengalaman yang kurang baik bagi tunasusila.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan diatas, maka penulis mengajukan beberapa saran guna perkembangan selanjutnya kearah yang lebih baik kepada : 1. Pembina dari Kantor Urusan Agama Kec. Getasan. Karena Melihat begitu pentingnya dan keterbatasan waktu yang dimiliki pihak kantor urusan agama (KUA) untuk melaksanakan pembinaan keagamaan pada tunasusila, serta begitu besarnya pengaruh
lingkungan prostitusi dan lingkungan masyarakat maka pihak pembina perlu mengadakan pendekatan yang lebih intens bukan hanya kepada tunasusila melainkan juga perlu dilakukan pendekatan dengan sekitar lingkungan prostitusi mengenai pentingnya pembinaan keagamaan bagi tunasusila untuk bekal mereka melakukan interaksi dengan dunia luar. 2. Tokoh Masyarakat Perlu adanya kerja sama yang baik antara pembina keagamaan dengan tokoh masyarakat dan warga sekitar agar ketika ditanya oleh tunasusila dapat bisa menyatukan persepsi. 3. Tunasusila Bagaimanapun upaya yang dilakukan oleh pembina keagamaan tidak akan pernah berhasil jika dari individu sendiri tidak sadar dan aktif bergerak untuk memperdalam pemahaman mereka tentang keagamaan. Oleh karena itu untuk menyadarkan tunasusila tentang pentingnya keagamaan disarankan mereka mau mencari secara individu pemahaman keagamaan melalui buku agama ataupun berbagai kegiatan agama, dan pada saat tunasusila menemui suatu hal dalam buku agama atau kegiatan keagamaan yang tidak dipahami, mereka akan aktif untuk bertanya kepada pembina ketika ada dilingkungan binaan atau bertanya dengan orang yang lebih paham ketika mereka berada dilingkungan luar.
C. Penutup Alhamdulillahirobbil’alamin, tiada kata yang pantas dituturkan karena rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia telah membuka jalan pikiran penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Model Pembinaan Keagamaan Islam di Lingkungan Prostitusi Kopeng kec.Getasan kab.Semarang Tahun 2011”. ini dengan baik dan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang syafaatnya akan dinantikan diakhir kelak. Penulisan karya ilmiah atau skripsi ini tidak luput dari keterbatasan pengetahuan dan kekhilafan penulis, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan terdapat kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan baik bagi individu maupun lingkungan prostitusi dalam upaya meningkatkan keimanan tuna susila sehingga dapat memajukan agama islam secara keseluruhan. Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan, bantuan dan dorongan dari semua pihak, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat, Zakiyah. 1982. Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental. _____________. 1984. Ilmu jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang. Jakarta : Bulan Bintang Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang, 1989. Dhohiri Taufik Rahman, Wartono Tarsisius, Soemarno, Santoso Agus, Zuhro, Mulyati Sri, Effendi, Soebiyanto Anoek, Soegiyono, Purwanto Akhmad Asyhari, Ngadiati, Suhartini Tini, Wiraatmadja Didi & Mulyadi Yad. 2006. Sosiologi Suatu Kajian Masyarakat. Ghalia Indonesia. Fajri, Em Zul, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Fuad Nashori dan Rahmi Diana Muhram. 2002. Mengembangkan Kreatifitas dalam Perspektif Psikilogi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus. Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Reseach. Bandung: Mizan. Hotman M. Siahaan. 1994. Gonjang-ganjing Bisnis Seks. Dalam Marzuki Umar Sa’abah (Ed.), Prilaku Seks Menyimpang Dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam (hlm. 73-74) UII Press Yogyakarta (Anggota IKAPI) Jalaludin . 2002.Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Junus, Mahmud.1986. Terjamah Al quran Al karim.Bandung: PT Al maarif Margono. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta ; PT. Rienika Cipta. Moeloeng J. Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nashori Fuad & Djamaludinn Ancok.2001. Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Shihab, Quraish. 1994. Membumikan Al- Quran. Bandung : Mizan. Ulwan, Abdullah Nashih.1992. Kaidah-kaidah Dasar, Jakarta : Remaja Rosdakarya.
____________________1992. Pedoman Semarang : CV Asy Syifa.
Pendidikan
Anak
Dalam
Islam,
Undang-undang No. 20 tahun 2003. Tentang System Pendidikan Nasional (SIKDIKNAS) dan Penjelasanya. Yogyakarta : Media Wacana. Walgito, Bimo. 1994. Psikologi Sosial. Yogyakarta : Andi Offset
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertanda tangan dibawah ini , menerangkan bahwa: Nama Tempat tanggal lahir Jenis klamin Agama Jurusan/Progd Alamat Pendidikan
: Zakaria : Semarang, 29 Maret 1988 : Laki-laki : Islam : Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam : Plalar Kopeng Rt 01 Rw 04 Kec. Getasan Kab. Semarang : 1. MI Ma’had Islam Kopeng Lulus Tahun 2001 2. Madrasah Tsanawiyah Sudirman Kopeng Lulus Tahun 2004 3. Madrasah Aliyah Negeri MAN 1 Salatiga Lulus Tahun 2007
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebagaimana mestinya.
Salatiga, 8 Agustus 2011
Zakaria 11107066
PEDOMAN WAWANCARA I.
II.
III.
Identitas Informan 1. Nama 2. Usia 3. Pekerjaan 4. Wawancara hari/tanggal 5. Waktu
: : : : :
Sasaran Wawancara 1. Model yang dipilih tokoh masyarakat dan Petugas dari kantor urusan agama dalam melakukan pembinaan bagi tunasusila. 2. Faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan. 3. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan.
Butir-butir Pertanyaan Daftar pertanyaan wawancara kepala KUA, Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat 1. Menurut saudara apa peran serta pemerintah dalam pembinaan WABIN (wanita binaan)? 2. Apa yang mendorong saudara melaksanakan tugas pembinaan keagamaan tunasusila? 3. Apakah saudara memahami bahwa pembinaan keagamaan tunasusila dilakukan dengan model-model tertentu? 4. model pembinaan keagamaan seperti apa yang saudara pilih dalam melaksanakan pembinaan? 5. Bagimana efektifitas model yang saudara pilih dalam pengembangan pembinaan keagamaan bagi tunasusila yang saudara lakukan? 6. Adakah kemungkinan menerapkan berbagai model secara bersamaan dalam melakukan pembinaan? 7. Kesulitan apakah yang saudara rasakan untuk menentukan pilihan model dalam mengembangkan pembinaan tunasusila? 8. Bagaimana solusi yang saudara pilih untuk mengatasi kesulitan dalam menerapkan model yang tepat dalam mengemban misi pembinaan keagamaan bagi tunasusila melalui pembinaan? 9. Apakah ada perubahan yang dirasakan anda selaku pembina (dari negatif ke positif) setelah memberikan pembinaan? Jika iya/tidak, bagaimana?
10. Adakah partisipasi masyarakat sekitar dalam ikut serta mensukseskan pembinaan? Jika iya/tidak, bagaimana? 11. Faktor-faktor apa yang mendukung pembinaan keagamaan bagi tuna susila di lingkungan prostitusi kopeng? 12. Faktor-faktor apa yang menghambat pembinaan keagamaan bagi tuna susila di lingkungan prostitusi kopeng?
PEDOMAN WAWANCARA I.
II.
Identitas Informan 1. Nama 2. Usia 3. Pekerjaan 4. Wawancara hari/tanggal 5. Waktu
: : : : :
Sasaran Wawancara 1. Model yang dipilih tokoh masyarakat dan Petugas dari kantor urusan agama dalam melakukan pembinaan bagi tunasusila 2. Faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan 3. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan
III. Butir-butir Pertanyaan Daftar pertanyaan wawancara Tunasusila 1. Menurut saudara apa peran serta pemerintah dalam pembinaan WABIN (wanita binaan)? 2. Bagaimana tanggapan saudara tentang pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng? 3. Bagaimana model pembinaan keagamaan yang diberikan oleh tokoh masyarakat atau pembina dari kantor urusan agama (KUA)? 4. Bagaimana perasaan saudara setelah mengikuti pembinaan? 5. Apa yang dilakukan saudara untuk meningkatkan pengetahuan keagamaan? 6. Apa yang akan saudara lakukan bila salah satu dari teman saudara enggan melakukan ajaran agama? 7. Apakah ada perubahan yang dirasakan saudara selaku yang dibina(dari negatif ke positif) setelah memperoleh pembinaan? Jika iya/tidak, bagaimana? 8. Adakah partisipasi masyarakat sekitar dalam ikut serta mensukseskan pembinaan? Jika iya/tidak, bagaimana? 9. Faktor-faktor apa yang mendukung pembinaan keagamaan bagi tuna susila di lingkungan prostitusi kopeng? 10. Faktor-faktor apa yang menghambat pembinaan keagamaan bagi tuna susila di lingkungan prostitusi kopeng?
Transkip Wawancara Nomer Data : 01 Hari, tanggal : Senin, 8-8-2011 Nama Informan : Abah Ali Kode Informan : AA Tempat Wawancara : Rumah AA Bukti : Catatan Wawancara P I P I P I
P I P
I P I P
I
P I P I
P I
: Sudah berapa lama bapak tinggal di kopeng? : sudah lama mas, saya asli pribumi sini : kira-kira berapa tahun pak? : Ya seumuranya saya sekitar 50 th : Mulai masuk sebagai penasehat di umbulsongo sudah berapa tahun? : Sebenarnya tidak hanya di umbulsongo mas, tapi sebagai penasehat dikelurahan kopeng , jenengan bisa Tanya, mungkin ditingkat lurah sampai bupati kalau sama saya pasti banyak yang tau : kok bisa seperti itu pak : Yak karena kalau ada pertemuan apa saja di daerah kopeng pasti ada saya (Abah Ali) : O seperti itu , mau Tanya lagi pak bagaimana tanggapan bapak sebagi tokoh masyarakat terhadap lingkunga di sekitar bapak yang semakin banyak penginapan? : kalau saya nafsi-nafsi mas, masalahnya kalau kita mau melarang mereka padahal kita juga tidak bisa menyukupi keseharian mereka : masudnya nafsi-nafsi itu bagaimana pak? : Ya masalah dia biarlah dia yang penting mereka tidak menyakiti kita : Lha terus kalau menurut bapak sendiri model seperti apa yang paling sesuai untuk mengantisipasi atau membina mereka agar mereka mau berbuat baik? : model yang sesuai adalah keteladanan yaitu dari segi perilaku yang saya gunakan ketika mendatangi tempat tersebut, mulai dari cara berpakaian, bertindak sampai berbicara . : Masudnya cara berpakaian bagaimana pak? : Mas tahu sendirikan kalau Saya berpakaian seperti apa pasti saya pake pakain Jobah dan Sorban : Bagaimana tanggapan dari bapak serta masyarakat sendiri dengan adanya pembinaan untuk WABIN itu? : saya selaku tokoh masyarakat disini memberikan dukungan secara maksimal dengan adanya pembinaan yang dilakukan oleh petugas Pembina dari kec. Getasan. : Kalau dari masyarakat sendiri pak dukunganya bagaimana? : seluruh elemen masyarakat benar-benar memberikan dukungan atas terselenggaranya wanita binaan (WABIN) di lingkungan prostitusi kopeng.
P I P I
: Kalau kita lihat dari kekuranganya pak sebenarnya apa yang masih menjadi penghalang bagi keberhasilan pembinaan itu sendiri? : salah satu faktor penghambat yang muncul belakangan ini adalah dari lingkungan yang sebagian banyak acuh atau leleh luweh terhadap agama : Kok bisa seperti itu pak, apakah ada penyebabnya? : Saya juga kurang tahu mas apa penyebabnya, yang pasti mereka beragama islam tapi tidak mau menjalankan hukum islam atau bisa dikatakan islam KTP
Transkip Wawancara Nomer Data : 02 Hari, tanggal : Selasa, 9-8-2011 Nama Informan : Mulyoko Kode Informan :M Tempat Wawancara : Kantor KUA Bukti : Catatan Wawancara -
-
-
-
Mulai menjabat keapla dari tahun 2008 Alumni STAIN Salatiga Sebagai kepala sekaligus petugas pembinaan disana Materi yang diberikan berupa santapan rohani 1. Ceramah keagamaan 2. Diskusi bersama 3. Praktek keagamaan, seperti sholat 4. Serta tadarus bersama walaupun cuma satu sampai dua ayat Cara penyampaian materi disesuaikan dengan masing-masing bahasan atau sesuai dengan audiens Biasanya mereka suka dengan cerita-cerita keagamaan yang banyak humornya Model pembinaan yang dipilih dalam rangka pembinaan keagamaan adalah mencakup dimensi-dimensi keagamaan sebagai berikut: 1. Pembinaan tuna susila pada pengetahuan agama 2. Pembinaan keagamaan tuna susila pada praktek agama 3. Pembinaan keagamaan tuna susila pada pengamalan agama 4. Pembinaan keagamaaan tuna susila pada pengalaman agama guna memperdalam pengetahuan tuna susila terhadap pengetahuan agama maka pihak pembinaan keagamaan dari kantor urusan agama melakukan beberapa kegiatan keagamaan diantaranya adalah mendukung tuna susila untuk berbuat baik dan bertanggung jawab dalam segala sesuatu serta merangsang kemauan tuna susila agar selalu merasa butuh akan ilmu serta dapat menyesali dan berfikir bahwa yang menjadi pekerjaanya adalah sesuatu yang dilarang oleh agama karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. untuk mendukung tuna susila agar dapat mempraktekan pengetahuan agama yang telah diperoleh, pihak keagamaan bekerja sama dengan masyarakat sekitar menyediakan fasilitas seperti masjid yang digunakan untuk melaksanakan ibadah sholat, jadi misalkan tuna susila memperoleh pengetahuan tentang bagaimana adab dan cara melaksanakan ibadah sholat maka tuna susila dapat mempraktekan pengetahuan yang telah diperoleh,
-
-
-
-
-
upaya untuk menciptakan suasana yang kondusif salah satunya adalah dengan cara menciptakan suasana yang aman di lingkungan prostitusi serta menumbuhkan rasa saling menghormati antara pembina dengan tuna susila dan sebaliknya, setelah timbul rasa saling menghormati maka di harapkan secara otomatis ketika ada salah satu dari tuna susila yang sedang menjalankan ibadah maka tuna susila yang lain tidak melakukan kegiatan yang dapat menganggu temanya yang sedang melaksanakan ajaran agama tidak ada kebijakan khusus yang digunakan, hanya saja pada saat menemui kasus tersebut dilakukan pendekatan persuasif kepada tuna susila dengan penekanan arti penting dan kewajiban melaksanakan ibadah. Faktor pendukung yaitu dengan fasilitas yang telah disediakan oleh pihak perangkat desa dan elemen masyarakat memudahkan kita untuk melakukan kegiatan disana seperti ceramah keagamaan/santapan rohani, sholat jamaah dan tadarus. bahwasanya target dari kita untuk melakukan pembinaan adalah biar mereka mau berubah dan berhenti kearah yang lebih baik dari melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. diantara faktor penghambat yang saya alami ketika memberikan pembinaan keagamaan adalah karena keterbatasan pengetahuan pembina terhadap pengetahuan agama dalam masalah-masalah tertentu selain itu juga adanya faktor yang timbul dari tunasusila sendiri yang masih labil kejiwaanya sehinga menyebabkan masih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dan hal yang melangar norma agama sehingga itu semua masih sulit untuk kita kendalikan.
Transkip Wawancara Nomer Data : 03 Hari, tanggal : Senin, 8-8-2011 Nama Informan : Sumadi Kode Informan :S Tempat Wawancara : kantor Kepala Desa Kopeng Bukti : Catatan Wawancara -
-
-
Mulai menjabat dari tahun 2002 Ya dua periode Pembinaanya masih berjalan mas tapi bersifat kontemporer Ya dari KUA Misi penanaman model pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng pada dasarnya adalah pencegahan perilaku menyimpang yang dilakukan tunasusila dan pengetahuan kesehatan bagi tunasusila. sebenarnya untuk faktor pendukung pembinaan WABIN sudah banyak mas yang diberikan, kita sudah fasilitasi mereka dengan tempat pembinaan dan masjid yang ada di dekat parkiran bunton sebagai salah satu sarana berjalanya pembinaan tersebut. faktor penghambat yang dialami adalah sulitnya dari tunasusila sendiri untuk bisa datang semua dalam waktu pembinaan dan masih belum ada kesadaran yang tertanam dalam diri tunasusila akan arti penting dari manfaat adanya pembinaan tersebut.
Transkip Wawancara Nomer Data : 04 Hari, tanggal : Rabu, 10-8-2011 Nama Informan : Dewi Kode Informan :D Tempat Wawancara : Umbulsongo Bukti : Catatan Wawancara P I P I P I P I P I
: sudah berapa lama disini mbak? : sudah 3 thunan mas : aslinya mana mbak? : Daerah A (tidak disebutkan) : Kok bisa sampai sini? : banyak masalah mas yang menyebabkan saya seperti ini : Apa masalahnya? : Mulai dari kelas dua SMP saya sudah ditinggal pergi bapak : Emangya pergi kemana mbak? : Pergi dengan wanita lain dan ibuku diceraikan, setelah itu ibu menikah dengan orang yang aku kira baik, tapi ternyata sama bejat kelakuanya dengan bapaku. P : Lha kok bisa sama bejatnya mbak, emangnya kenapa? I : Dia mau perkosa saya dan akhirnya saya kabur dari rumah, jadinya ya seperti ini mas P : Lha sekarang tanggapan mbak sendiri tentang pembinaan (WABIN) bagimana? I :ya mas kami tetap semangat dan rutin dalam mengikuti pembinaan asalkan pembinaanya tidak membosankan bagi kita. P : Biasanya pembinaan yang diberikan seperti apa mbak? I : Kalau dari pembinaan keagamaan ya ceramah-ceramah keagamaan kalau dari dinas kesehatan paling ya pengetahuan tentang keamanan melakukan hubungan yang baik dengan alat kontrasepsi seperti pemakaian kondom dan lain sebagainya P : apa yang dilakukan mbak untuk meningkatkan pengetahuan tentang agama? I : Walaupun pengetahuan saya terhadap agama islam tidak begitu mendalam, saya secara pribadi selalu berusaha dan berupaya meningkatkan pengetahuan tentang agama islam dengan membaca bukubuku agama islam mas P : Kalau seumpamanya mbak ada teman yang enggan melakukan ajaran agama maka apa yang akan mbak lakukan? I : ya sebagai teman mungkin melakukan pendekatan dengan cara memberi perhatian dan berusaha menasehati sebisa mungkin agar segera sadar akan kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah P : faktor pendukung seperti apa yang dirasakan dalam pembinaan?
I
P I
: Fasilitas yang disediakan dari petugas yang berupa pengetahuan keagamaan dan dari desa atau tokoh masyarakat yang berupa tempat pelaksanaan : Kalau faktor penghambatnya mbak? : Males Mas
Transkip Wawancara Nomer Data : 05 Hari, tanggal : Rabu, 10-8-2011 Nama Informan : Niken Kode Informan :N Tempat Wawancara : Umbulsongo Bukti : Catatan Wawancara -
-
-
-
-
Sudah 5 th mas Asli dari temanggung Biasa mas kebutuhan ekonomi Dari keluarga yang tidak mampu dan saudara saya banyak (masih kecil semua) Pernah punya suami tapi sudah meninggal Jatuh dari bangunan Punya anak satu cewek tapi sekarang ikut neneknya Baru kelas tiga SD mas Mengikuti Pembinaan mas Kita diberi ceramah-ceramah atau pengertian tentang agama kemudian biasanya disuruh mempraktekan seperti suruh membaca al- Quran didepan Pembina, mempraktekan gerakan-gerakan sholat dan masih banyak lagi mas Faktor mendukung pembinaan yaitu adanya fasilitas yang memperlancar pembinaan seperti tempat pembinaan, masjid dan al-Quran yang telah disediakan Faktor penghambatnya kurangnya kesadaran dari masing-masing kita untuk ikut rutin dalam acara pembinaan karena keperluan atau kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan masih perlu lebih diarahkan dan dibimbing guna tujuan memperluas pengetahuan agama, di karenakan saya belum mempunyai bekal yang cukup diperoleh dari keluarga maupun lingkungan sekitar tentang pengetahuan agama selain membaca buku-buku keagamaan saya juga rutin mengikuti kegiatan keagamaan yang dibina oleh pihak KUA Kec Getasan melakukan pendekatan dengan cara memberi perhatian dan berusaha menasehati sebisa mungkin agar segera sadar akan kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah.
KATEGORI DATA Nomor Data : 01/W/AA/8-8-2011/CW 1. Model Pembinaan - model pembinaan yang sesuai adalah keteladanan - yaitu dari segi perilaku yang meliputi a. cara berpakain b. cara bertindak c. cara berbicara 2. Faktor Pendukung - seluruh elemen masyarakat benar-benar memberikan dukungan atas terselenggaranya wanita binaan (WABIN) di lingkungan prostitusi kopeng. 3. Faktor Penghambat - salah satu faktor penghambat yang muncul belakangan ini adalah dari lingkungan yang sebagian banyak acuh atau leleh luweh terhadap agama
Nomor Data : 02/W/M/9-8-2011/CW 1. Model Pembinaan - Model pembinaan yang dipilih dalam rangka pembinaan keagamaan adalah mencakup dimensi-dimensi keagamaan sebagai berikut: 1. Pembinaan tuna susila pada pengetahuan agama 2. Pembinaan keagamaan tuna susila pada praktek agama 3. Pembinaan keagamaan tuna susila pada pengamalan agama 4. Pembinaan keagamaaan tuna susila pada pengalaman agama - Materi yang diberikan berupa santapan rohani 1. Ceramah keagamaan 2. Diskusi bersama 3. Praktek keagamaan, seperti sholat 4. Serta tadarus bersama walaupun cuma satu sampai dua ayat - Cara penyampaian materi disesuaikan dengan masing-masing bahasan atau sesuai dengan audiens - Biasanya mereka suka dengan cerita-cerita keagamaan yang banyak humornya 2. Faktor Pendukung - fasilitas yang telah disediakan oleh pihak perangkat desa dan elemen masyarakat memudahkan kita untuk melakukan kegiatan disana seperti: a. Ceramah keagamaan/santapan rohani, b. Sholat jamaah c. dan tadarus. 3. Faktor penghambat a. Keterbatasan pengetahuan pembina terhadap pengetahuan agama dalam masalah-masalah tertentu b. Adanya faktor yang timbul dari tunasusila sendiri yang masih labil kejiwaanya sehinga menyebabkan masih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dan hal yang melangar norma agama sehingga itu semua masih sulit untuk kita kendalikan
Kode Data : 03/W/S/8-8-2011/CW 1. Model Pembinaan - Misi penanaman model pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng pada dasarnya adalah pencegahan perilaku menyimpang yang dilakukan tunasusila dan pengetahuan kesehatan bagi tunasusila. 2.
Faktor pendukung - Kita sudah menyediakan fasilitasi berupa tempat pembinaan dan masjid yang ada di dekat parkiran bunton sebagai salah satu sarana berjalanya pembinaan tersebut.
. 3. -
Faktor penghambat faktor penghambat yang dialami adalah sulitnya dari tunasusila sendiri untuk bisa datang semua dalam waktu pembinaan dan masih belum ada kesadaran yang tertanam dalam diri tunasusila akan arti penting dari manfaat adanya pembinaan tersebut.
Kode Data : 04/W/D/10-8-2011/CW 1. Model Pembinaan - Kalau dari pembinaan keagamaan ya ceramah-ceramah keagamaan kalau dari dinas kesehatan paling ya pengetahuan tentang keamanan melakukan hubungan yang baik dengan alat kontrasepsi seperti pemakaian kondom dan lain sebagainya 2. Faktor Pendukung - Fasilitas yang disediakan dari petugas yang berupa pengetahuan keagamaan dan dari desa atau tokoh masyarakat yang berupa tempat pelaksanaan 3. Faktor penghambat - Kesadaran dari tunasusila karena banyak yang malas
Kode Data : 05/W/N/10-8-2011/CW 1. Model Pembinaan - Kita diberi ceramah-ceramah atau pengertian tentang agama kemudian biasanya disuruh mempraktekan seperti suruh membaca al- Quran didepan Pembina, mempraktekan gerakan sholat. 2. Faktor Pendukung - Faktor mendukung pembinaan yaitu adanya fasilitas yang memperlancar pembinaan seperti tempat pembinaan, masjid dan al-Quran yang telah disediakan. 3. Faktor Penghambat - Faktor penghambatnya kurangnya kesadaran dari masing-masing kita untuk ikut rutin dalam acara pembinaan karena keperluan atau kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan.
Transkip Wawancara Nomer Data Hari, tanggal Nama Informan Kode Informan Tempat Wawancara Bukti
: 01 : Senin, 8-8-2011 : Abah Ali : AA : Rumah AA : Catatan Wawancara
P : Sudah berapa lama bapak tinggal di kopeng? I : sudah lama mas, saya asli pribumi sini P: kira-kira berapa tahun pak? I : Ya seumuranya saya sekitar 50 th P : Mulai masuk sebagai penasehat di umbulsongo sudah berapa tahun? I : Sebenarnya tidak hanya di umbulsongo mas, tapi sebagai penasehat dikelurahan kopeng , jenengan bisa Tanya, mungkin ditingkat lurah sampai bupati kalau sama saya pasti banyak yang tau P : kok bisa seperti itu pak I : Yak karena kalau ada pertemuan apa saja di daerah kopeng pasti ada saya (Abah Ali) P : O seperti itu , mau Tanya lagi pak bagaimana tanggapan bapak sebagi tokoh masyarakat terhadap lingkunga di sekitar bapak yang semakin banyak penginapan? I : kalau saya nafsi-nafsi mas, masalahnya kalau kita mau melarang mereka padahal kita juga tidak bisa menyukupi keseharian mereka P : masudnya nafsi-nafsi itu bagaimana pak? I : Ya masalah dia biarlah dia yang penting mereka tidak menyakiti kita P : Lha terus kalau menurut bapak sendiri model seperti apa yang paling sesuai untuk mengantisipasi atau membina mereka agar mereka mau berbuat baik? I : model yang sesuai adalah keteladanan yaitu dari segi perilaku yang saya gunakan ketika mendatangi tempat tersebut, mulai dari cara berpakaian, bertindak sampai berbicara . P : Masudnya cara berpakaian bagaimana pak? I : Mas tahu sendirikan kalau Saya berpakaian seperti apa pasti saya pake pakain Jobah dan Sorban P : Bagaimana tanggapan dari bapak serta masyarakat sendiri dengan adanya pembinaan untuk WABIN itu? I : , saya selaku tokoh masyarakat disini memberikan dukungan secara maksimal dengan adanya pembinaan yang dilakukan oleh petugas Pembina dari kec. Getasan. P : Kalau dari masyarakat sendiri pak dukunganya bagaimana? I : seluruh elemen masyarakat benar-benar memberikan dukungan atas terselenggaranya wanita binaan (WABIN) di lingkungan prostitusi kopeng. P : Kalau kita lihat dari kekuranganya pak sebenarnya apa yang masih menjadi penghalang bagi keberhasilan pembinaan itu sendiri?
I : salah satu faktor penghambat yang muncul belakangan ini adalah dari lingkungan yang sebagian banyak acuh atau leleh luweh terhadap agama P : Kok bisa seperti itu pak, apakah ada penyebabnya? I : Saya juga kurang tahu mas apa penyebabnya, yang pasti mereka beragama islam tapi tidak mau menjalankan hukum islam atau bisa dikatakan islam KTP
Transkip Wawancara Nomer Data Hari, tanggal Nama Informan Kode Informan Tempat Wawancara Bukti -
-
-
-
: 02 : Selasa, 9-8-2011 : Mulyoko :M : Kantor KUA : Catatan Wawancara
Mulai menjabat keapla dari tahun 2008 Alumni STAIN Salatiga Sebagai kepala sekaligus petugas pembinaan disana Materi yang diberikan berupa santapan rohani 5. Ceramah keagamaan 6. Diskusi bersama 7. Praktek keagamaan, seperti sholat 8. Serta tadarus bersama walaupun cuma satu sampai dua ayat Cara penyampaian materi disesuaikan dengan masing-masing bahasan atau sesuai dengan audiens Biasanya mereka suka dengan cerita-cerita keagamaan yang banyak humornya Model pembinaan yang dipilih dalam rangka pembinaan keagamaan adalah mencakup dimensi-dimensi keagamaan sebagai berikut: 5. Pembinaan tuna susila pada pengetahuan agama 6. Pembinaan keagamaan tuna susila pada praktek agama 7. Pembinaan keagamaan tuna susila pada pengamalan agama 8. Pembinaan keagamaaan tuna susila pada pengalaman agama guna memperdalam pengetahuan tuna susila terhadap pengetahuan agama maka pihak pembinaan keagamaan dari kantor urusan agama melakukan beberapa kegiatan keagamaan diantaranya adalah mendukung tuna susila untuk berbuat baik dan bertanggung jawab dalam segala sesuatu serta merangsang kemauan tuna susila agar selalu merasa butuh akan ilmu serta dapat menyesali dan berfikir bahwa yang menjadi pekerjaanya adalah sesuatu yang dilarang oleh agama karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. untuk mendukung tuna susila agar dapat mempraktekan pengetahuan agama yang telah diperoleh, pihak keagamaan bekerja sama dengan masyarakat sekitar menyediakan fasilitas seperti masjid yang digunakan untuk melaksanakan ibadah sholat, jadi misalkan tuna susila memperoleh pengetahuan tentang bagaimana adab dan cara melaksanakan ibadah sholat maka tuna susila dapat mempraktekan pengetahuan yang telah diperoleh,
-
-
-
-
-
upaya untuk menciptakan suasana yang kondusif salah satunya adalah dengan cara menciptakan suasana yang aman di lingkungan prostitusi serta menumbuhkan rasa saling menghormati antara pembina dengan tuna susila dan sebaliknya, setelah timbul rasa saling menghormati maka di harapkan secara otomatis ketika ada salah satu dari tuna susila yang sedang menjalankan ibadah maka tuna susila yang lain tidak melakukan kegiatan yang dapat menganggu temanya yang sedang melaksanakan ajaran agama tidak ada kebijakan khusus yang digunakan, hanya saja pada saat menemui kasus tersebut dilakukan pendekatan persuasif kepada tuna susila dengan penekanan arti penting dan kewajiban melaksanakan ibadah. memang dengan fasilitas yang telah disediakan oleh pihak perangkat desa dan elemen masyarakat memudahkan kita untuk melakukan kegiatan disana seperti ceramah keagamaan/santapan rohani, sholat jamaah dan tadarus. bahwasanya target dari kita untuk melakukan pembinaan adalah biar mereka mau berubah dan berhenti kearah yang lebih baik dari melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. diantara faktor penghambat yang saya alami ketika memberikan pembinaan keagamaan adalah karena keterbatasan pengetahuan pembina terhadap pengetahuan agama dalam masalah-masalah tertentu selain itu juga adanya faktor yang timbul dari tunasusila sendiri yang masih labil kejiwaanya sehinga menyebabkan masih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dan hal yang melangar norma agama sehingga itu semua masih sulit untuk kita kendalikan.
Transkip Wawancara Nomer Data Hari, tanggal Nama Informan Kode Informan Tempat Wawancara Bukti -
-
-
: 03 : Senin, 8-8-2011 : Sumadi :S : kantor Kepala Desa Kopeng : Catatan Wawancara
Mulai menjabat dari tahun 2002 Ya dua periode Pembinaanya masih berjalan mas tapi bersifat kontemporer Ya dari KUA Misi penanaman model pembinaan keagamaan di lingkungan prostitusi kopeng pada dasarnya adalah pencegahan perilaku menyimpang yang dilakukan tunasusila dan pengetahuan kesehatan bagi tunasusila. sebenarnya untuk faktor pendukung pembinaan WABIN sudah banyak mas yang diberikan, kita sudah fasilitasi mereka dengan tempat pembinaan dan masjid yang ada di dekat parkiran bunton sebagai salah satu sarana berjalanya pembinaan tersebut. faktor penghambat yang dialami adalah sulitnya dari tunasusila sendiri untuk bisa datang semua dalam waktu pembinaan dan masih belum ada kesadaran yang tertanam dalam diri tunasusila akan arti penting dari manfaat adanya pembinaan tersebut.
Transkip Wawancara Nomer Data Hari, tanggal Nama Informan Kode Informan Tempat Wawancara Bukti
: 04 : Rabu, 10-8-2011 : Dewi :D : Umbulsongo : Catatan Wawancara
P : sudah berapa lama disini mbak? I : sudah 3 thunan mas P : aslinya mana mbak? I : Daerah A (tidak disebutkan) P : Kok bisa sampai sini? I : banyak masalah mas yang menyebabkan saya seperti ini P : Apa masalahnya? I : Mulai dari kelas dua SMP saya sudah ditinggal pergi bapak P : Emangya pergi kemana mbak? I : Pergi dengan wanita lain dan ibuku diceraikan, setelah itu ibu menikah dengan orang yang aku kira baik, tapi ternyata sama bejat kelakuanya dengan bapaku. P : Lha kok bisa sama bejatnya mbak, emangnya kenapa? I : Dia mau perkosa saya dan akhirnya saya kabur dari rumah, jadinya ya seperti ini mas P : Lha sekarang tanggapan mbak sendiri tentang pembinaan (WABIN) bagimana? I :ya mas kami tetap semangat dan rutin dalam mengikuti pembinaan asalkan pembinaanya tidak membosankan bagi kita. P : Biasanya pembinaan yang diberikan seperti apa mbak? I : Kalau dari pembinaan keagamaan ya ceramah-ceramah keagamaan kalau dari dinas kesehatan paling ya pengetahuan tentang keamanan melakukan hubungan yang baik dengan alat kontrasepsi seperti pemakaian kondom dan lain sebagainya P : apa yang dilakukan mbak Untk meningkatkan pengetahuan tentang agama? I : Walaupun pengetahuan saya terhadap agama islam tidak begitu mendalam, saya secara pribadi selalu berusaha dan berupaya meningkatkan pengetahuan tentang agama islam dengan membaca buku-buku agama islam mas P : Kalau seumpamanya mbak ada teman yang enggan melakukan ajaran agama maka apa yang akan mbak lakukan? I : ya sebagai teman mungkin melakukan pendekatan dengan cara memberi perhatian dan berusaha menasehati sebisa mungkin agar segera sadar akan kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah
Nomer Data Hari, tanggal Nama Informan Kode Informan Tempat Wawancara Bukti -
-
Transkip Wawancara : 05 : Rabu, 10-8-2011 : Niken :N : Umbulsongo : Catatan Wawancara
Sudah 5 th mas Asli dari temanggung Biasa mas kebutuhan ekonomi Dari keluarga yang tidak mampu dan saudara saya banyak (masih kecil semua) Pernah punya suami tapi sudah meninggal Jatuh dari bangunan Punya anak satu cewek tapi sekarang ikut neneknya Baru kelas tiga SD mas Mengikuti Pembinaan mas masih perlu lebih diarahkan dan dibimbing guna tujuan memperluas pengetahuan agama, di karenakan saya belum mempunyai bekal yang cukup diperoleh dari keluarga maupun lingkungan sekitar tentang pengetahuan agama selain membaca buku-buku keagamaan saya juga rutin mengikuti kegiatan keagamaan yang dibina oleh pihak KUA Kec Getasan melakukan pendekatan dengan cara memberi perhatian dan berusaha menasehati sebisa mungkin agar segera sadar akan kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah.
LAPORAN SKK Nama : Zakaria NIM : 111 07 066 Jurusan/Progdi : Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam No Jenis Kegiatan Keterangan Pelaksanaan
1.
OPSPEK
Peserta
2.
Pelatihan Dakwah Mahasiswa (PDM) Workshop Komputer
Peserta
Bedah Buku “Buktikan Cintamu”. Serasehan MILAD VI LDK “Mengharap Barokah Dalam Melangkah”. Seminar CEC “Method of English Teaching”. Training Kader II LDK “Membentuk Kader Organisatoris Berbasis Kompetensi”. Bedah Buku HMJ Tarbiyah “Pendidikan Multikultural”. Pesantren Kilat (PESKIL)
3.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
Nilai
28-31 Agustus 2007 8 September 2007 11 September 2007
3
Peserta
22 Maret 2008
2
Panitia
6 Mei 2008
3
Peserta
31 Mei 2008
2
Peserta
31 Mei - 1 Juni 2008
3
Peserta
30 Juni 2008
2
Pemateri
September 2008
4
Peserta
3 2
10.
Buka Bersama & Bedah Film “Perjumpaan Indah Dengan Ramadhan Penuh Berkah”.
Panitia
15 September 2008
3
11.
Seminar Nasional (KSEI) “Memberdayakan Ekonomi
Peserta
17 Oktober 2008
6
12.
13. 14.
Syari’ah Di Jawa Tengah”. Workshop ESIQ
Pelatihan Dakwah Mahasiswa (PDM) LDK Bimbingan Baca Tulis Al Qur’an
Peserta
6-8 November 2008
3
Panitia
8-9 November 2008 18 November 2008
3
16-17 Januari 2009 10 Pebruari 2009
3
Peserta
9-14 pebruari 2009
4
Panitia
14 Maret 2009
3
Peserta
25 Maret 2009
3
Peserta
4 April 2009
2
Peserta
2
15.
Training Kader I LDK
Panitia
16.
Kuliah Umum dan Dialog “Perkembangan Kerja Sama ASEAN Bersama Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia”. Kursus Pembina Mahir Tingkat Dasar (KMD) Kwartir Cabang Kota Salatiga Islamic Public Speaking Training LDK Seminar DEMA “Efektifitas Dalam Mengaplikasikan Anggaran Pendidikan Dari APBD Kota Salatiga”. Bedah Film DEMA “Laskar Pelangi Dan Pengalangan Dana untuk Korban Situ Gintung”. MILAD VII LDK
Peserta
Panitia
14 April 2009
3
Seminar Nasional DEMA “Demokrasi kepemimpinan Nasional Dan Masa Depan Indonesia”. Bedah Buku “Metode Studi Islam:Aplikasi Sosiologi Pengetahuan Sebagai Cara
Peserta
22 April 2009
6
Peserta
26 Mei 2009
2
17.
18. 19.
20.
21. 22.
23.
3
24.
25.
26.
Pandang”. UPT Seminar LPM DINAMIKA “Mencetak Wirausaha Handal Melalui Inkubator Kampus”. SK Pengurus Lembaga Dakwah Kampus STAIN Salatiga 2009/2010 Pelatihan Kendaraan Roda Dua
Peserta
03 Juni 2009
3
Pengurus
29 Juni 2009
6
Peserta
30 Juli – 4 Agustus 2009
3
7 September 2009 9 September 2009
3
11 September 2009 16-18 November 2009 22 November 2009
2
Pemateri
November 2009-2010
4
Panitia
14 Desember 2009
3
Peserta
16 Desember 2009
4
27.
Pra PDM KAMMI
Peserta
28.
Serasehan Pendidikan Keagamaan SEMA “Peran Pendidikan Keagamaan Dalam Meningkatkan Spiritualitas, Intelektual & Moralitas Bangsa”. Tasqif Spesial Ramadhan KAMMI Workshop ESIQ LDK
Peserta
Masa Penerimaan Anggota Baru PMII “Optimalisasi Gerak Kader Dalam Menciptakan Gerak Kolektif”. Pesantren Kilat Ramadhan 1430H di SMP N 3, SMK PGRI 2 Dan SMP N 9 Salatiga TEKAD I LDK “Perbaiki Diri, Tumbuhkan Ghiroh, Raih, Da’I Sejati, Gapai Ridho Ilahi”. Seminar Regional “Modernisasi Pendidikan Islam Berbasis IPTEK”.
Peserta
29. 30 31
32.
33.
34.
Peserta Panitia
3
3 3
35. 36.
37.
38. 39.
40.
41.
SK Madrasah Diniyah Al Hikmah Sleker Kopeng SK Pengurus Lembaga Dakwah Kampus STAIN Salatiga 2010/2011 Pesantren Kilat Ramadhan 1430H di SMP N 3 & SMP N 10 Salatiga Pratikum Metodologi Pembelajaran PAI Pratikum Pelatihan Ikhtibar al-Lughah al-Arabiyah Ka lughah Ajnabiyah Seminar Nasional HMJ Syariah “Pilar-pilar Penaggulangan Korupsi di Indonesia Perspektif Agama,Budaya dan Negara”. Pesantren Kilat di SMP 10 Salatiga Jumlah
Pengajar
02 Pebruari 2010 04 Juni 2010
6
Pemateri
11 Agustus 2010
4
Peserta
20 Agustus 2010 28 Pebruari 2011
3
Peserta
22 Juni 2011
6
Pemateri
18-20 Agustus 2011
4
Pengurus
Peserta
6
2
138
Salatiga , 8 Agustus 2010 Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan
H. Agus Waluyo, M.Ag Nip. 19750211 2000 03 1 001