PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEP SAPTA MARGA DI LINGKUNGAN TNI YONIF 411 KOSTRAD SALATIGA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Hasan Maftuh NIM : 111 10 143 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2015
PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEP SAPTA MARGA DI LINGKUNGAN TNI YONIF 411 KOSTRAD SALATIGA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Hasan Maftuh NIM : 111 10 143 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2015
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) SALATIGA JL. Tentara Pelajar 02 Telp.( 0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721 Website : www. Stainsalatiga. ac. Id E-mail : administrasi@stainsalatiga. ac. Id
NOTA PEMBIMBING Hal
: Skripsi Sdr. Hasan Maftuh NIM: 111 10 143 Kepada : Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah STAIN Salatiga Di Tempat
Assalamu‟alaikum Wr. Wb Setelah membaca dan memberikan arahan dan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi sdr. Nama
: Hasan Maftuh
NIM
: 11110143
Judul
: Pembinaan Keagamaan Dalam Konsep Sapta
Marga di Lingkungan TNI Yonif 411 Kostrad Salatiga tahun 2014. Telah memenuhi syarat untuk diajukan pada sidang munaqosyah skripsi guna memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Pendidikan Agam Islam. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih Wassalamu‟alaikum Wr.Wb Salatiga, 11 Desember 2014 Pembimbing
Maslikhah, S. Ag., M.Si. NIP. 19700529200003 2 001
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan judul PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEP SAPTA MARGA DI LINGKUNGAN TNI YONIF 411 KOSTRAD SALATIGA TAHUN 2014 yang disusun oleh Hasan Maftuh telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga pada hari ........, tanggal ........... dan dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Pendidikan Agama Islam Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
:
______________
Sekretaris Penguji
:
______________
Penguji I
:
______________
Penguji II
:
______________
Penguji III
:
______________
Salatiga, 2015 Rektor STAIN Salatiga
Dr. Rahmad Hariyadi, M. pd. NIP. 19670112 199203 1 005
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) SALATIGA JL. Tentara Pelajar 02 Telp.( 0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721 Website : www. Stainsalatiga. ac. Id E-mail : administrasi@stainsalatiga. ac. Id.
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Hasan Maftuh
NIM
: 111 10 143
Program Studi : Pendidikan Agama Islam Fakultas
: Tarbiyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar- benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 06 Januari 2015 Yang menyatakan,
Hasan Maftuh NIM: 111 10 143
HALAMAN PERSEMBAHAN Dengan Iklas dan Ungkapan Syukur Alhamdulillah, Skripsi ini telah tersusun untuk dipersembahkan kepada: 1. Ayahanda Bapak Jupriyadi (Alm) dan Ibunda tercinta Siti Wafiroh yang telah berjuang mendidik, membimbing dan membesarkan ananda dengan penuh kesabaran, keiklasan serta doa dan harapan beliau. Doa dan harapan kepada ibu adalah selalu diberi kesehatan dan panjang umur. Bapak Jupriyadi (Alm) agar diampuni dosanya dan diterima disisi-Nya. 2. Adikku tercinta, M. Rizal Baihaqi dan Faqih Yusuf serta keluarga Besarku yang selalu mendorongku dengan penuh keceriaan dan semangat sehingga ananda terstimulus untuk berjuang keras segera menyelesaikan skripsi ini. Doa dan harapan, agar adikku selalu berbakti kepada orang tua, dan bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
MOTTO
Artinya : Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya..."
)Al-Imron - 54 )
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat, taufik, nikmat serta hidayahnya sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad saw beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang selalu istiqomah di jalan-Nya. Yang telah menunjukan kepada kita agama yang benar dan menuntun kita dari zaman kebodohan hingga ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini. Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan, dorongan, motivasi serta bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Namun kebahagiaan yang tiada taranya tidak dapat disembunyikan setelah penulisan skripsi ini selesai. Oleh karena itu, tidak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih setulus-tulusnya atas terselesaikanya skripsi ini kepada: 1. Dr. H.Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku ketua STAIN Salatiga 2. Rasimin, S.Pd.I., M.Pd selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam beserta stafnya yang telah membantu penulis selama menjalani kuliah dan ketika penyusunan skripsi ini. 3. DANYONIF 411 yang telah membatu mengizinkan kami untuk melakukan penelitian di Yonif 411 Salatiga 4. Maslikhah, S.Ag.,M.Si selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan serta meluangkan waktu dan perhatian dalam penulisan skripsi ini. 5. Dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan penuh kesungguhan dan kesabaran, serta bagian
akademik STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan kepada penulis dan Seluruh Staff di STAIN Salatiga. 6. Teman-teman seperjuangan organisasi/Instasi selama kuliahku yakni Staff Guru di MI Sukorejo 01 Kec. Suruh, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Salatiga , Racana STAIN Salatiga, SMC Stain Salatiga, Pusat Informasi Konseling (PIK), Kelas D PAI 2010 dan Karang Taruna yang memberikan motivasi untuk selalu berjuang menjadi insan yang melayani dan pengabdi. 7. Semua pihak yang telah membantu demi lancarnya skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Hanya rasa syukur yang dapat penulis haturkan kepada Allah Swt yang telah memberikan anugrah-Nya dalam penyusunan skripsi ini, dengan demikian, akhirnya penulis mengucapakan banyak terimakasih dan tentunya dalam penulisan atau penyusunana skripsi ini masih banyak kekurangan. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang dermawan, serta bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Amin Salatiga, 13 januari 2015 Penulis
Hasan Maftuh NIM : 111 10 143
ABSTRAK Hasan Maftuh. 2014. Pembinaan Keagamaan Dalam Konsep Sapta Marga di Lingkungan TNI Yonif 411 Kostrad Salatiga Tahun 2014. Skripsi Jurusan
Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negei Salatiga. Pembimbing : Maslikhah, S.Ag., M.Si. Kata Kunci: Pembinaan Keagamaan, Konsep Sapta Marga Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Sebuah kepercayaan itu sering dikenal dengan yang nama agama. Sebuah negara tidak lepas dengan apa yang namanya agama. Selain agama, negara juga membutuhkan sebuah pertahanan militer yang kuat. Islam dan militer apabila dikorelasikan pasti akan saling terkait di negara Indonesia. Sapta Marga merupakan pondasi prajurit dalam mengemban tugasnya. Pembinaan keagamaan dan penanaman nilai Sapta Marga peneliti rasa perlu diterapkan dalam diri seorang prajurit. Penelitian di lakukan di Yonif 411 Kostrad Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui realitas pelaksanaan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Kostrad Salatiga. Rumusan masalahnya adalah bagaimana pembinaan keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014? Bagaimana pembinaan keagamaan Islam dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014? Apa Makna Konsep Sapta Marga dalam pembinaan keagamaan bagi Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014? Dengan tujuan meliputi; (1) Pembinaan Keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014. (2) Pembinaan Keagamaan Islam dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014. (3) Makna Konsep Sapta Marga Bagi Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014. Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, yakni deskriptif kualitatif maka kehadiran peneliti di kancah penelitian menjadi mutlak adanya. Penelitian ini dilakukan di lingkungan Militer Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Prosedur pengumpulan data meliputi, observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan bentuk observasi, yaitu observasi partisipasi dan observasi terus terang. Penelitian ini menggunakan dua macam triangulasi yaitu triangulasi sumber dan waktu. Kesimpulannya yaitu tujuan pembinaan keagamaan di yonif 411 Salatiga, berpegang teguh pada kualitas mental kejuangan, ideologi, rohani dan keilmuan. Hal itu dilakukan kegiatan keagamaan antara lain: Shalat Dhuhur-Isya‟ berjamaah, Kegiatan Yasinan, Khutbah hari Jum‟at, Pengajaran Iqro‟ dan alQur‟an, PHBI. Pembinaan Keagamaan dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 di paparkan dengan dua jenis model dan sejumlah metode yang digunakan. Diakhiri dengan sebuah makna yang dapat diambil melalui rumusan masalah korelasi antara pembinaan keagamaan dan Sapta Marga yang melahirkan sebuah pedoman dalam menjalankan tugas sebagai seorang militer sesuai Sapta Marga.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................
i
Lembar Berlogo ................................................................................................
ii
Nota Pembimbing .............................................................................................
iii
Lembar Pengesahan ..........................................................................................
iv
Pernyataan Keaslian............................................................................................
v
Halaman Persembahan .....................................................................................
vi
Motto ................................................................................................................
vii
Kata Pengantar .................................................................................................
viii
Abstrak .............................................................................................................
x
Daftar Isi ..........................................................................................................
xi
Daftar Tabel .....................................................................................................
xv
Daftar Lampiran ...............................................................................................
xvi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Fokus Penelitian ...........................................................................
8
C. Tujuan Penelitian .........................................................................
8
D. Kegunaan Penelitian ....................................................................
9
E. Kajian Teori .................................................................................
10
F. Metode Penelitian ........................................................................
12
G. Sistematika Penulisan ..................................................................
19
BAB II: KAJIAN TEORI A. Pembinaan Keagamaan Islam 1. Pengertian Pembinaan Keagamaan Islam ................................. 21 2. Dasar Pembinaan Keagamaan Islam ........................................ 22 3. Tujuan dan Metode Pembinaan Keagamaan Islam ................... 29
4. Dimensi-Dimensi Pembinaan Keagamaan Islam ...................... 39 B. Sapta Marga 1. Pengertian Sapta Marga ............................................................. 46 2. Butir-Butir Sapta Marga ............................................................ 47 C. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Sapta Marga 1. Nilai-Nilai Sapta Marga ..........................................................
48
a. Toleransi (Pluraslisme) ....................................................
48
b. Patriotisme (Cinta tanah Air) ...........................................
54
c. Ketakwaan, Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan .............
55
d. Kesiapsiagaan (Bhayangkari) ...........................................
56
e. Kedisiplinan ......................................................................
57
f. Keperwiraan dan Sedia Berbakti ......................................
57
g. Tepat Janji .........................................................................
58
D. Makna Sapta Marga dalam Pembinaan Keagamaan .....................
58
1. Pengertian Makna .....................................................................
59
2. Tipe-Tipe Makna ......................................................................
59
BAB III: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1. Yonif 411 Salatiga a. Sejarah Berdirinya Yonif 411 ............................................
61
b. Letak Geografis Yonif 411 ................................................
61
c. Visi dan Misi Yonif 411 .....................................................
62
d. Struktur Organisasi BINTAL Yonif 411 ...........................
63
e. Sarana Dan Prasarana .........................................................
63
f. Kondisi Keagamaan Yonif 411 Salatiga ............................
64
g. Gambaran Informan ...........................................................
64
h. Materi Pembinaan Mental Yonif 411 Salatiga ..................
65
2. Pembinaan Keagamaan a. Kegiatan Yasinan Yonif 411 Salatiga ................................
66
b. Sholat Berjama‟ah ..............................................................
67
c. Kegiatan PHBI ...................................................................
67
B. Temuan Penelitian 1. Pembinaan Keagamaan Yonif 411 Salatiga a. Sejarah singkat Pembinaan Keagamaan ................................. 68 b. Tujuan Pembinaan Keagamaan ........................................... 70 c. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan ................................... 72 d. Metode Pembinaan Keagamaan
......................................... 74
e. Hambatan Pembinaan Keagamaan ...................................... 76 2. Pembinaan Keagamaan Dalam Konsep Sapta Marga a. Model Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga ....................... 77 b. Metode Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga .....................
78
3. Makna Sapta Marga Bagi Prajurit di yonif 411 Salatiga a. Makna Sapta Marga Bagi Prajurit di yonif 411 .................. 80 BAB IV: PEMBAHASAN A. Pembianaan Keagamaan Di Yonif 411 Salatiga 1. Sejarah singkat terbentuknya Pembinaan ...............................
82
2. Tujuan Pembinaan ...................................................................
84
3. Pelaksanaan pembinaan
..........................................................
86
.................................................................
92
4. Metode Pembinaan
5. Penghambat pembinaan
..........................................................
97
B. Pembinaan Keagamaan Dalam Konsep Sapta Marga 1. Model Penanaman Nilai Sapta Marga ....................................... 98 2. Metode Penanaman Nilai Sapta Marga ..................................... 99 C. Makna Konsep Sapta Marga ..........................................................
100
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................
102
B. Saran ............................................................................................
104
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
106
LAMPIRAN – LAMPIRAN ...........................................................................
108
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Letak Geografis Yonif 411 Salatiga ...........................................
62
Tabel 2
Daftar Struktur Organisasi Yonif 411 Salatiga ........................
63
Tabel 3
Daftar Sarana dan Prasarana Yonif 411 Salatiga ....................
63
Tabel 4
Daftar Keagamaan Prajurit Yonif 411 Salatiga ........................
64
Tabel 5
Daftar Informan Yonif 411 Salatiga ........................................
65
Tabel 6
Daftar Materi Pembinaan di Yonif 411 Salatiga ......................
66
Tabel 7
Contoh Jadwal Yasinan Bulan Oktober ...................................
66
Tabel 8
Contoh Jadwal Sholat Berjama‟ah ...........................................
67
Tabel 9
Jadwal Kegiatan PHBI .............................................................
67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I tetang Daftar Riwayat Hidup
...............................................
109
Lampiran II tetang Pedoman Wawancara ................................................
110
Lampiran III tetang Dokumentasi ............................................................
111
Lampiran IV tetang Surat Keterangan Penelitian .....................................
113
Lampiran V tetang Surat Keterangan Kegiatan .......................................
114
Lampiran VI tetang Lembar Konsultasi Skripsi
.....................................
115
Lampiran VII tetang Surat Tugas Pembimbing .......................................
117
Lampiran IX tetang Kode Penelitian ........................................................
118
Lampiran VIII tetang Transkip Wawacara ...............................................
119
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban dunia dari dulu hingga sekarang telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Hal tersebut bisa dilihat dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini umat manusia memasuki kehidupan era globalisasi. Sebuah istilah yang merujuk kepada suatu keadaan di mana antara bangsa-bangsa di dunia sudah saling berinteraksi dan menyatu dalam berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan dan sebagainya. Keadaan ini terjadi berkat penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi di bidang informasi. Realita dalam era globalisasi ini, menunjukkan bahwa batas-batas geografis, budaya, agama, dan lain sebagainya, sudah tidak lagi menjadi halangan untuk melakukan hubungan antara satu dan lainnya. Merujuk pada era globalisasi ini, masyarakat (manusia) membentuk sebuah perkampungan besar dan menyatu yang selanjutnya disebut dengan global village (Saridjo, 2009: 89). Memasuki kehidupan era globalisasi yang ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkuasanya ideologi-ideologi modern seperti marxisme, sosialisme atau nasionalisme, beberapa kalangan merasa pesimis akan masa depan agama. Begitu pula pada saat budaya modern yang bertumpu pada kemampuan manusia semakin merebak, tidak sedikit yang
mempercayakan akan datangnya masa akhir perjalanan agama (Saridjo, 2009: 74). Namun demikian, sejarah membuktikan bahwa agama tetap bertahan, sekalipun dalam masa pasca modern yang dikenal sebagai puncak pencapaian peradapan manusia. Agama kini semakin diminati oleh kalangan seniman, artis, olahragawan, politisi, diplomat, ilmuwan, hingga biarawati dan pendeta banyak yang masuk agama Islam (Saridjo, 2009: 46). Fenomena tersebut membuat optimis bahwa ketertarikan masyarakat (manusia) akan eksistensi agama masih menjadi kajian penting dalam tatanan kehidupan manusia. Fenomena lain, dalam Saridjo, (2009: 47) mengatakan bahwa dikalangan ahli-ahli ilmu sosial dan humaniora tercatat nama-nama besar yang tertarik mempelajari agama, seperti Robert N. Bellah, Robert Wathnow, B. Malinowski dan Clifford Geertz. Disiplin ilmu lainnya, seperti psikologi, sejarah, dan politik juga digunakan sebagai pendekatan untuk mengkaji agama. Islam menurut penganutnya, merupakan agama yang lengkap dan sempurna, dan merupakan rahmat bagi seluruh alam atau bersifat universal, bahasa lain yaitu “rahmatan lil-„alamin” (Urbaningrum, 2004: 72). Islam membahas seluruh aspek kehidupan, termasuk didalam persoalan-persoalan yang berkaitan dengan dimensi dasar kehidupan manusia. Dimensi dasar yang dibahas oleh agama Islam bukan lain adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan manusia yaitu akhlak, kemudian dihidupkan
dengan kekuatan “Ruh Tauhid” dan ibadah dengan Allah Swt sebagai kewajiban dan tujuan hidup dari perputaran roda sejarah manusia di bumi ini. Sejalan dengan dasar itu dapat disimpulkan bahwa dimensi dasar ajaran Islam yang dimaksud adalah Tauhid, Ibadah dan Akhlak. Ketiga dimensi dasar ini merupakan hal pokok yang harus ditanamkan dalam diri manusia sejak lahir. Mengingat pentingnya dari ketiga hal pokok tersebut, perlu diketahui bersama salah satu kelebihan manusia sebagai mahluk Allah Swt adalah dia dianugerahi fitrah sejak lahir. Istilah fitrah dalam kalimat sederhana dapat diartikan sebagai potensi manusia untuk mengimani Allah Swt dan mengamalkan ajarannya. Makna dari “fitrah” yang lebih eksplisit adalah sebuah panggilan sebagai mahluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah Swt. Berangkat dari hal inilah kemudian manusia dijuluki “Homo Religius” mahluk beragama. Namun, fitrah itu baru berfungsi dikemudian hari melalui proses pembinaan, bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan psikologis. Helmy, (2012: 31) mengatakan bahwa pembinaan adalah mencakup segala ikhtiar (usaha-usaha), tindakan dan kegiatan yang ditunjukan untuk meningkatkan kualitas beragama baik dalam bidang tauhid, bidang peribadatan, bidang ahlak dan bidang kemasyarakatan. Kesimpulan di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan antara ketiga perihal itu sangat lazim dimaknai dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Tujuan pembinaan keagamaan tidak lain adalah untuk mengarahkan seseorang agar memiliki
iman serta ahlak yang mulia, serta selalu senantiasa memelihara dan mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh agama. Selain itu juga, perlu ditambah adanya praktek-praktek langsung yaitu melakukan amal perbuatan yang diperintahkan oleh agama secara nyata. Peran agama dalam sebuah negara merupakan komponen yang tidak dapat terpisahkan. Selain agama, jika pandang dari sisi lain sebuah negara tidak akan lepas pula dengan yang dinamakan kemiliteran. Pertahanan sebuah negara tanpa didukung kekuatan militer tentu akan lemah dalam mempertahankan wilayah kekuasaan negaranya. Substansi logis yang harus dibangun adalah kekuatan dalam dunia militer terletak kepada personil yang ditugasi dalam menjaga negara. Bahasa atau istilah sehari-hari personil militer tersebut dinamakan Tentara Nasional Indonesia (TNI). TNI diharuskan cakap dalam membidangi tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Hal lain harus ditunjang dalam segi kualitas, kuantitas dan profesionalitas yang dimiliki untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai pembela bangsa dan negara. Berangkat dari hal tersebut, tidak akan jauh hubungannya yaitu antara dunia militer apabila didekatkan dengan konsep agama Islam. Gambaran umumnya adalah masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, tentu konsekuensi logisnya adalah nilai-nilai agama Islam akan merasuk dalam dunia kemiliteran yang mana anggota militer juga banyak yang beragam Islam. Realitas masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam tentu akan mempengaruhi tradisi kemiliteran yang selama ini telah di bangun. Secara langsung dan tidak
langsung dunia militer akan mendapat suntikan ruh Islam (intervensi Islam). Suntikan ruh islam tersebut akan berpengaruh dalam pembinaan-pembinaan atau metode yang sudah diterapkan dalam dunia kemiliteran. Istilah (pembinaan), apabila diteropong dari konteks militer, menunjukkan bahwa pembinaan personal TNI atau personnel management merupakan cara untuk membina personil meliputi beberapa aspek, yaitu seleksi personil baru, pembinaan karier yang terdiri dari pembinaan jabatan dan pembinaan kepangkatan, pengurusan kesejahteraan dan gaji serta pendidikan pembinaan personel bertujuan untuk memperoleh personil yang cocok dalam melaksanakan fungsi di TNI, memelihara personil itu sebaikbaiknya agar terus memenuhi kecocokan dan meningkatkan mutu personilnya agar dapat menjalankan pekerjaan lebih baik. Pembinaan personil merupakan salah satu fungsi staf dalam kepemimpinan TNI (Suryohadiprojo, 1996: 43). Seleksi warga negara untuk masuk TNI adalah suatu proses yang meliputi penelitian terhadap kondisi mental, fisik dan intelektual. Pembinaan di dalam dunia pendidikan, seorang prajurit akan dilatih baik itu secara fisik dan ada juga pembekalan suatu pedoman untuk eksistensi dalam tugas kemiliteran. Kehidupan TNI perlu diadakan satu etik yang selanjutnya menjadi pegangan hidup bagi seluruh anggota TNI, baik itu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) maupun Angkatan Udara (AU). Lebih rinci dapat dilihat bahwa prajurit TNI terdiri berbagai macam suku dan perbedaan aliran (agama). Agar terjadi satu ideologi pada era tahun 1950 melalui persamaan persepsi antar perwira AD, AL dan AU disusunlah
satu konsep Sapta Marga lalu disetujui oleh Presiden Soekarno dan disebar luaskan melalui latihan Chandradimuka. Konsekuensi logis yang muncul jika belajar bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat, sering kali ditemukan perilaku menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Begitu juga dalam lingkungan prajurit TNI, sudah barang tentu menjalani kehidupan layaknya masyarakat yang lainnya, ada yang berperilaku salah dan taat akan perintah. Dasar utama yang harus dibangun adalah diperlukan berbagai usaha agar seluruh lapisan masyarakat, baik dalam masyarakat biasa maupun dalam lingkungan TNI agar tetap dalam koridor yang telah berlaku seperti usaha preventif untuk mencegah seluruh elemen masyarakat tidak terjerumus kedalam tindakan yang melanggar norma dan etika yang berlaku. Langkah pasti dari usaha kuratif yang dilakukan yaitu dengan jalan menyembuhkan mental orang bersangkutan terlebih dahulu, sehingga tercapai mental yang sehat dan normal kembali seperti yang diharapakan teks Sapta Marga. Teks Sapta Marga tersebut rutin dibaca pada setiap senin pagi dan pada hari jadi TNI tanggal 5 Oktober. Adapun bunyi Sapta Marga ialah: (1) Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bersendikan Pancasila; (2) Kami Patriot Indonesia, Pendukung Serta Pembela Idiologi Negara yang Bertanggung Jawab dan Tidak Mengenal Menyerah; (3) Kami Ksatria Indonesia yang Bertaqwa Kepada Tuhan yang Maha Esa Serta Membela Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan; (4) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Adalah Bhayangkari
Negar dan Bangsa Indonesia; (5) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Memegang Teguh Disiplin, Patuh dan Taat Kepada Pemimpin Serta Menjunjung Tinggi Sikap dan Kehormatan Prajurit; (6) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Mengutamakan Keperwiraan Didalam Melaksanakan Tugas Serta Senantiasa Siap Sedia Berbakti Kepada Negara dan Bangsa; (7) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Setia dan Menepati Janji Serta Sumpah Prajurit (Buku Saku Bintara dan Tamtama Korps Marinir, 2007: 4). Apabila usaha menormalisir mental telah berhasil maka akan mudah untuk melakukan usaha-usaha selanjutnya. Tujuan Sapta Marga merupakan rambu-rambu yang harus dipatuhi bagi segenap prajurit TNI dan harus dilaksanakan norma-norma yang terkandung dalam teks Sapta Marga. Prajurit yang mengklasifikasikan nilainilai kandungan Sapta Marga akan berpengaruh terhadap mental yang terdapat jiwa besar untuk takwa kepada Allah Swt, Prajurit TNI juga akan disiplin selalu tepat waktu, menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas dan loyal terhadap kepentingan Negara. Pembinaan keagamaan yang baik, secara teoretis akan melahirkan hasil binaan yang baik untuk manusia. Begitu pula pembinaan dalam konsep Sapta Marga yang baik, juga akan menghasilkan karakter militer yang baik bagi anggotanya. Akan tetapi fenomena yang ditemukan masih ada juga anggota militer yang menyalahi kode etik kemiliteran (Sapta Marga). Padahal dalam pembinaan keagamaan Islam diajarkan kepada umatnya
untuk berbuat kebaikan dan menaati peraturan agama. Sehingga bagi peneliti permasalahan yang muncul menarik untuk dilakukan. Peneliti akan meneliti di lingkungan TNI Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga sebagai objek penelitian. Karena hemat peneliti lokasi sangat strategis dan objek mudah untuk dijangkau untuk penelitian. Dari latar belakang masalah dan paparan pendek tersebut peneliti mengambil judul sebagai berikut: “PEMBINAAN KEAGAMAAN DALAM KONSEP SAPTA MARGA DI LINGKUNGAN TNI YONIF 411 KOSTRAD SALATIGA TAHUN 2014”.
B.
Fokus Penelitian Latar belakang dalam penelitian ini antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pembinaan keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014? 2. Bagaimana pembinaan keagamaan Islam dalam konsep Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014? 3. Apa makna konsep Sapta Marga dalam pembinaan keagamaan bagi Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014?
C.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui : 1. Pembinaan keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014.
2. Pembinaan keagamaan Islam dalam konsep Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014. 3. Makna konsep Sapta Marga dalam pembinaan keagamaan bagi Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tahun 2014.
D.
Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoretis a. Memberikan kejelasan secara teoritis tentang pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta Marga di lingkungan militer. b. Menambah dan memperkaya khasanah keilmuan dalam dunia pendidikan untuk hal pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta Marga dilingkungan militer. c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas Tarbiyah Pendidikan Agama Islam di IAIN Salatiga. 2. Secara Praktis a. Untuk menambah wawasan bagi peneliti mengenai kegiatan pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta Marga dilingkungan militer. b. Untuk memberikan saran dan rekomendasi hasil penelitian bagi TNI Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga tentang pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta Marga di lingkungan militer.
E.
Kajian Teori Untuk menghindari kesalah pahaman dan kekeliruan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis akan mengemukakan beberapa istilah pokok, yakni: 1. Pembinaan Keagamaan Pembinaan keagamaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan membina. Pembinaan merujuk pada suatu kegiatan mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada, dan keagamaan sendiri adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama, segala sesuatu
mengenai
agama
(Poerwadarminta,
2006: 11).
Makna
keagamaan tidak sekadar mengarah pada hubungan manusia dengan Tuhan secara pribadi, tapi mencakup hal-hal yang melingkupi agama itu sendiri. Termasuk hubungan manusia dengan manusia, ibadah dan ritualritual keagamaan. Jadi, pembinaan keagamaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk kegiatan yang mengarah pada proses membangun dan memandirikan manusia dalam hal-hal yang berhubungan dengan agama dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah Swt, sehingga tercapai kedamaian dalam diri. Kedamaian dalam diri tersebut terkait erat dengan kualitas pembinaan tentang akidah, ibadah dan akhlak. 2. Konsep Sapta Marga a. Sapta Marga Sapta Marga diambil dari bahasa sansekerta (Puspen TNI, 2005: 59). Yang memiliki arti Sapta tujuh, Marga jalan. Bagi
segenap prajurit tujuh pedoman yang menuntun menjadi prajurit Sapta Marganis. b. Butir-butir Sapta Marga 1) Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bersendikan Pancasila. 2) Kami Patriot Indonesia, Pendukung Serta Pembela Idiologi Negara
yang
Bertanggung
Jawab
dan
Tidak
Mengenal
Menyerah. 3) Kami Ksatria Indonesia yang Bertaqwa Kepada Tuhan yang Maha Esa Serta Membela Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan. 4) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Adalah Bhayangkari Negar dan Bangsa Indonesia. 5) Kami
Prajurit
Angkatan
Bersenjata
Republik
Indonesia
Memegang Teguh Disiplin, Patuh dan Taat Kepada Pemimpin Serta Menjunjung Tinggi Sikap Dan Kehormatan Prajurit. 6) Kami
Prajurit
Angkatan
Bersenjata
Republik
Indonesia
Mengutamakan Keperwiraan didalam Melaksanakan Tugas Serta Senantiasa Siap Sedia Berbakti Kepada Negara dan Bangsa. 7) Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Setia dan Menepati Janji Serta Sumpah Prajurit (Buku Saku Bintara dan Tamtama Korps Marinir, 2007: 4).
F.
Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Jenis metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011: 4). Laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan secara jelas. Peneliti akan mengkaji permasalahan secara langsung dengan sepenuhnya melibatkan diri pada situasi yang diteliti dan mengkaji buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan tersebut. 2. Kehadiran Peneliti Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, yakni deskriptif kualitatif maka kehadiran peneliti di kancah penelitian menjadi mutlak adanya. Relevansi dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi “key instrumen” atau alat peneliti utama. Peneliti mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara tak berstruktur, sering hanya menggunakan buku catatan. Selain itu guna menunjang perolehan informasi yang valid, peneliti akan menggunakan alat rekam atau kamera, dan peniliti tetap memegang peranan utama sebagai alat penelitian.
3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkungan Militer Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga dengan tanpa alasan. Alasan logisnya adalah meskipun penelitian sudah pernah ada peneliti sebelumnya dengan topik yang berbeda. Alasan lainnya adalah ketertarikan peneliti terhadap fenomena keagamaan yang terjadi pada prajurit TNI yang nota bene bergerak dalam dibidang militer dan bukan fokus dalam bidang keagamaan, tetapi memiliki variasi dan intensitas yang baik dalam melaksanakan kegiatan keagamaan bagi prajurit. 4. Sumber Data Sumber data adalah situasi yang wajar atau “natural setting”. Peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Berdasarkan pada penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data, yakni: a. Sumber Data Primer Sumber data utama adalah sumber informasi yang langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan dan penyimpanan data (Ali, 1993: 42). Merupakan sumber pokok yang memuat ide-ide awal tentang suatu bahan kajian. Sumber data utama yang akan dihimpun adalah prajurit yang mengikuti pembinaan, pembina dan beberapa anggota Militer yang lain di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga, untuk menggali data tentang
kegiatan pembinaan keagamaan bagi Prajurit Yonif 411 dalam konsep Sapta Marga. Data pembinaan keagamaan meliputi pada aspek aqidah, ibadah, dan akhlak dalam konsep nilai-nilai Sapta Marga. b. Sumber Data Sekunder Sumber
data
pendukung
merupakan
data-data
yang
digunakan untuk memperkuat sumber data utama atau data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai sumber lainnya. Sumber data pendukung di sini adalah buku-buku yang terkait dengan pembinaaan keagamaan, Sapta Marga dan Militer. 5. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. a. Observasi Observasi adalah peninjauan secara cermat (Alwi, 2007: 794). Sebagai metode ilmiah observasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomena-fenomena yang diselidiki yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung (Hadi, 1980:136). Peneliti melakukan pengamatan-pengamatan terhadap gejala-gejala subjek yang diteliti antara lain kegiatan-kegiatan dan fasilitas yang tersedia dalam rangka menunjang proses pembinaan keagamaan di lingkungan militer. Observasi ini digunakan sebagai langkah awal
untuk menemukan permasalahan yang ada hubungannya dengan pembinaan keagamaan bagi parajurit Yonif 411 Salatiga dalam konsep Sapta Marga. b. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186). Teknik ini digunakan untuk memperoleh data langsung secara lebih mendalam dan akurat tentang permasalahan yang diteliti. Dalam pelaksanaannya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak yang mengetahui permasalahan seputar proses pelaksanaan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga. Permasalahan yang akan dicari dan diteliti dengan metode wawancara
antara lain: (1)
Bagaimana
Pembinaan
Keagamaan Islam di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014? (2) Bagaimana Pembinaan Keagamaan Islam dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014? (3) Apa Makna Konsep Sapta Marga Dalam Pembinaan Keagamaan Bagi Prajurit di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014? Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara: (Arikunto, 2010: 270)
1) Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya membuat garis besar yeng akan ditanyakan. Tentu saja kreatifitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. 2) Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda v (check) pada nomor yang sesuai. Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara tidak terstruktur. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya membuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreatifitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung dari pewawancara.
Pewawancaralah
sebagai
pengemudi
jawaban
responden. c. Dokumentasi Arikunto (2010: 274) menyatakan metode dokumentasi sebagai cara untuk mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mencari data yang berupa dokumen yang berhubungan dengan
pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta Marga di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga Tahun 2014. Antara lain tentang sejarah singkat satuan yonif 411 salatiga, letak geografis yonif 411 salatiga, visi misi, struktur organisasi kabintal, sarana dan prasarana, kondisi keagamaan prajurit, materi pembinaan mental prajurit dan daftar kegiatan keagamaan prajurit di Yonif 411 Salatiga. 6. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2008: 244). Penelitian ini akan di analisis secara kualitatif untuk mengolah data dari lapangan: a. Pengumpulan data Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh data yang diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik, seperti wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan dokumentasi yang diperoleh dari penelitian. b. Reduksi Data Reduksi data dilakukan dengan jalan membuat abstraksi, abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga dalam penelitian ini. c. Penyajian data
Penyajian data merupakan kegiatan untuk menggambarkan fenomena-fenomena atau keadaan sesuai dengan data yang telah di reduksi terlebih dahulu. d. Kesimpulan Kesimpulan yaitu permasalahan penelitian yang menjadi pokok pemikiran terhadap apa yang akan diteliti, sehingga mendapatkan gambaran dari apa yang sesungguhnya menjadi tujuan penelitian. 7. Validitas Data Validitas data adalah suatu instrumen yang telah memiliki ketepatan. Validitas data digunakan dalam teknik triangulasi. Menurut moleong (2007: 330), triangulasi adalah “teknik pemeriksaan data yang bermanfaat”. Menurut Sugiono (2005: 127), jenis-jenis triangulasi antara lain: a. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas dan dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. b. Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. c. Triangulasi Waktu
Waktu mempengaruhi kredibilitas suatun data. Dalam pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan melalui wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan dua macam triangulasi yaitu teriangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu data diperoleh dari informasi yaitu pembina, prajurit yang dibina, dan tempat. Triangulasi waktu dalam penelitian ini berupa wawancara pembina dan observasi prajurit yang dibina selama proses pembinaan.
G.
Sistematika Penulisan Sistematika di sini adalah gambaran umum tentang skripsi ini. Skripsi ini terbagi ke dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal berisikan sampul, lembar berlogo, judul, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar table, daftar lampiran; adapun bagian inti berisi pendahuluan sampai dengan penutup; dan bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran, riwayat hidup peneliti. Adapun sistematik bagian isi adalah sebagai berikut: BAB I
: Berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian Teori, Metode Penelitian (Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi dan Waktu
Penelitian, Sumber Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, dan Tahap-tahap Penelitian), dan Sitematika Penulisan. BAB II : Berisi tentang kajian teori, merupakan bagian yang menjelaskan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian yang memuat pengertian pembinaan keagamaan, dasar pembinaan keagamaan, tujuan dan metode pembinaan keagamaan, dimensi-dimensi pembinaan keagamaan, pengertian Sapta Marga, Butir Sapta Marga, nilai nilai agama yang terkandung dalam Sapta Marga, dan Makna Sapta Marga. BAB III : Berisi paparan data dan temuan peneliti menjelaskan tentang sejarah Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga, Letak Geografis Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga, visi dan misi, struktur organisasi dan Tugas Staf, Sarana dan Prasarana Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga , program pembinaan keagamaan di Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga, Gambaran informan, materi pembinaan dan Temuan Penelitian. BAB IV : Merupakan pembahasan hasil penelitian di lapangan yang dipaparkan dalam bab III. Pembahasan dilakukan untuk menjawab masalah penelitian yang diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan jalan menjelaskan temuan penelitian dalam konteks khasanah ilmu. BAB V : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran-saran dari penulis sebagai sumbangan pemikiran berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah diperoleh dan daftar pustaka.
BAB II KAJIAN TEORI A.
Pembinaan Keagamaan Islam 1. Pengertian Pembinaan Keagamaan Islam Pembinaan berarti “pembaharuan atau penyempurnaan” dan “usaha” tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Menurut Hendiyat Soetopo dan Westy Soemanto, Pembinaan adalah menunjuk pada suatu kegiatan yang memperthankan dan menyempurnakan apa yang telah ada (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 152-153). Keagamaan berasal dari kata agama yang berarti “segenap kepercayaan terhadap Tuhan”. Jadi, keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat di dalam agama (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 154). Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Keagamaan yaitu “kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 12). Frezer dalam Aslam Hadi menuliskan agama yaitu menyembah atau menghormati kekuatan yang lebih agung dari manusia yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya peri kehidupan manusia (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 11-13). Menurut Nasution agama adalah perilaku bagi umat manusia yang sudah di tentukan dan dikomunikasikan oleh Allah Swt melalui
utusan-utusan, rasul-rasul atau nabi-nabi (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 14). Kesimpulan dari paparan di atas menunjukkan bahwa agama adalah aturan-aturan yang bersumber dari Allah Swt yang berfungsi mengatur kehidupan manusia, baik hubungan manusia dengan Allah Swt maupun hubungan manusia dengan manusia sendiri dan hubungan manusia dengan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia. Pengertian Islam sendiri adalah Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, yang berpedoman kitab suci Al-Qur‟an yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah Swt. (Syafaat, Sahrani, dan Muslih, 2008: 15). Merujuk dari istilah di atas, pembinaan keagamaan Islam adalah suatu usaha atau proses yang dilakukan dalam rangka membangun, membina,
dan
menyempurnakan
serta
menanamkan
nilai-nilai
keagamaan yang sesuai ajaran Nabi Muhammad Saw. yang berpedoman pada Al-Qur‟an dan Hadits untuk memperoleh hasil yang optimal dalam menjalankan fitrah serta nilai-nilai keagamaan yang sempurna. 2. Dasar Pembinaan Keagamaan Islam Fungsi dasar ialah memberikan arahan kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu (Ramayulis, 2004: 53).
Dasar ideal pembinaan Islam adalah identik dengan ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Al-Qur‟an dan Hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama. Pemahaman apapun ulama dalam menjalani proses kehidupan manusia tidak lepas dengan dasar Al-Qur‟an dan Hadits. Dasar Pembinaan Keagamaan Islam diwujudkan dalam bentuk: a. Al-Qur‟an Al-Qur‟an adalah kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagai pedoman hidup manusia, bagi yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala (Chalik, 2007: 15). Pengertian Al-Qur‟an dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantara Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk untuk pedoman hidup bagi umat manusia (Moeliono, 1986: 33). Sebagian ulama menyebutkan bahwa penamaan kitab ini dengan nama Al-Qur‟an diantara kitab-kitab Allah Swt itu karena kitab ini mencakup inti dari kitab-kitabnya (Qattan, 2000: 56). Hal ini diisyaratkan dalam firman-Nya:
Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu.(QS An-Nahl: 89). Setiap mukmin yang mempercayai Al-Qur‟an, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap kitab sucinya itu. Di antara kewajiban dan tanggung jawabnya itu, ia mempelajari Al-Qur‟an dan mengajarkannya. Umat Islam yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab suci AlQur‟an yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal, sudah barang tentu dasar pendidikan mereka adalah bersumber kepada filsafat hidup yang berdasar kepada Al-Qur‟an. Nabi Muhammad Saw, sebagai pendidik pertama, pada masa awal pertumbuhan Islam telah menjadikan AlQur‟an sebagai dasar pendidikan Islam disamping sunnah beliau sendiri. Al-Qur‟an merupakan firman Allah Swt
yang telah
diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw Untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur‟an merupakan petunjuk yang lengkap dan juga merupakan pedoman bagi kehidupan manusia, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang bersifat universal. Al-Qur‟an merupakan sumber pembinaan yang lengkap berupa
pembinaan
sosial,
akidah,
akhlak,
ibadah,
dan
muamalat.
Sebagaimana yang diungkapkan Azra, (1998: 9) bahwa “Al-Qur‟an mempunyai kedudukan yang paling depan dalam pengambilan sumber-sumber pembinaan lainnya. Segala kegiatan dan proses pembinaan harus berorietasi kepada prisnsip nilai-nilai Al-Qur‟an. b. Sunnah (Hadits) Dasar
yang kedua
selain
Al-Qur‟an
adalah
Sunnah
Rasuluallah Saw. Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw dalam proses perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama pembinaan Islam karena Allah Swt menjadikan Muhammad Saw sebagai teladan bagi umatnya.
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik. (Al-Ahzab: 21). Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasulullah Saw, yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah Saw dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu bejalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur‟an. Seperti AlQur‟an, Sunnah juga berisi akidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia seutuhnya
atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasulullah Saw menjadi guru dan pembina utama (Daradjat, 2004: 35). Sunnah mencerminkan prinsip manifestasi wahyu dalam segala perbuatan, perkataan, dan taqriri Nabi. Beliau menjadi teladan yang harus diikuti. Keteladanan Nabi, terkadang unsur-unsur pembinaan
yang
diberikan
sangat
besar
artinya.
Substansi
pendidikan Islam, dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu (1) sebagai acuan syariah yang meliputi muatan pokok ajaran Islam secara teoretis; (2) acuan operasional-aplikatif yang meliputi cara Nabi memainkan peranannya sebagai pembina dan sekaligus sebagai evaluator yang professional, adil, dan tetap menunjang nilai-nilai ajaran Islam. Semuanya dapat dilihat dari bagaimana cara Nabi melaksanakan proses pembinaan, metode yang digunakan, sehingga dalam waktu singkat mampu diserap oleh para sahabat. Evaluasi yang dilaksanakan sangat intensif, sehingga bernilai efektif dan efisien. Kharisma dan syarat pribadi yang harus ada pada diri seorang pendidik yang telah contohkan oleh Nabi harus sesuai. Tentang bagaimana cara Nabi dalam memilih materi, alat peraga, dan kondisi yang begitu adaptik, maupun cara Nabi dalam menempatkan posisi yang dibina, dan lain sebagainya (Nizar, 2001: 98-99). Konsep dasar pembinaan yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Menurut Ramayulis, sebagai berikut:
1) Disampaikan sebagai rahmatal lil‟alamin (QS Al-Anbiya: 107). 2) Disampaikan secara universal. 3) Apa yang disampaikan adalah kebenaran mutlak (QS Al-Hijr: 9). 4) Kehadiran Nabi sebagai evaluator atau segal aktivitas pembinaan (QS AL-Syura: 48). 5) Perilaku nabi sebagai figur identitas (uswah hasanah) bagi umatnya (QS-Al-Ahdzab) (Ramayulis, 2004: 67). Ada tiga fungsi Sunnah terhadap Al-Qur‟an dalam pandangan ahli-ahli usul, sebagaimana dijelaskan Muhammad Ajjad al-Khatib dalam Muhammad Alim sebagai berikut: 1. Sunnah berfungsi mendukung atau mengesahkan sesuatu ketentuan yang dibawa Al-Qur‟an. 2. Sunnah berfungsi memperjelas atau merinci (menafsirkan) apa yang telah digariskan dalam Al-Qur‟an. 3. Sunnah berfungsi menetapkan hukum yang tidak terdapat didalam Al-Quran (M. Halim, 2006: 190). c. Ijtihad Salah satu sumber hukum Islam yang valid (muktamad) adalah ijtihad. Ijtihad ini dilakukan untuk menetapakan hukum atau tuntutan suatu perkara yang adakalanya tidak terdapat didalam AlQur‟an maupun Sunnah. Ijtihad ini dilakukan untuk menjelaskan suatu perkara dan ditetapkan hukumnya bila tidak terdapat keterangan dari Al-Qur‟an maupun Sunnah.
Ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar fikih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara‟ (agama). Dalam Istilah inilah, ijtihad lebih banyak dikenal dan digunakan, bahkan banyak para fuqaha (Para pakar hukum Islam) yang menegasakan bahwa ijtihad itu bisa dilakukan dibidang fiqh (Syafe‟i, 1999: 99). Daradjat, (2004: 87) mendefinisikan ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk menentukan sesuatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Quran dan Sunnah. Apabila pada masa Nabi saja ijtihad sudah bisa dilakukan, maka sepeninggalan Nabi, tentu jauh lebih mungkin dan diperlukan. Kalangan umat Islam mana pun, tidak pernah ada perintah yang sungguh-sungguh menyatakan ijtihad haram, dan harus dihindari. Dalam kitab Al-Radd „ ala Man Afsad fi al-Ardh, sebuah kitab “sangat kuning”, al-Suyuthi dengan tandas menyimpulkan, pada periode (ashr), harus ada seorang, atau beberapa orang yang mampu berperan sebagai mujtahid (Mahfudz, 2004: 37). Dengan kata lain, ijtihad berarti usaha keras dan bersungguh-sungguh yang dilakukan oleh para ulama untuk menetapkan hukum suatu perkara atau suatu perkara atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu.
3. Tujuan dan Metode Pembinaan Keagamaan a. Tujuan Pembinaan Agama Islam Tujuan pembinaan keagamaan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pembinaan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pembinaan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya (Daradjad, 2004: 56). Tujuan Pembinaan keagamaan, menurut hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia, tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung Bogor, adalah menanamkan takwa dan ahlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam. Tujuan tersebut didasarkan kepada proposisi bahwa pembinaan keagamaan adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam (Baihaqi, 2000: 13). Pembinaan
keagamaan
bertujuan
menumbuhkan
pola
kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indera. Pembinaan ini harus melayani pertumbuhan manusia dalam
semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah maupun bahasannya (secara perorangan maupun secara berkelompok). Dan, pembinaan ini mendorong semua aspek tersebut kearah keutamaan serta pencapaian kesempurnaan hidup. Dasar untuk semua itu adalah firman Allah dalam QS AlAn‟am:
Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al-An‟am: 162). Jadi tujuan akhir pembinaan keagamaan adalah membimbing manusia agar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt., baik secara individual maupun komunal dan sebagai umat seluruhnya. Setiap orang semestinya menyerahkan diri kepada Allah Swt karena penciptaan jin dan manusia oleh Allah Swt adalah untuk menjadi hamba-Nya yang memperhambakan diri (beribadah) kepada-Nya. Allah Swt menjelaskan hal ini melalui firman-Nya dalam QS. AlDzariat :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS-Al-Dzariat: 56). Dengan demikian, jika disimpulkan dari penjelasan disebut diatas tujuan pembinaan keagamaan adalah agar setiap muslim
memiliki kepribadian seperti Nabi Muhammad Saw, yaitu melalui uswatun hasanan yang diajarkannya. b. Metode Pembinaan Keagamaan Metode berasal dari bahasa latin meta yang berarti melalui, dan hodos yang berarti jalan (ke) atau (cara ke). Dalam bahasa arab, metode disebut tariqah, artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban dalam mengerjalakan sesuatu. Menurut istilah, metode ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita. Pembinaan Keagamaan adalah bimbingan secara sadar dari pendidik (orang dewasa) kepada anak-anak yang masih dalam proses pertumbuhannya berdasarkan norma-norma yang Islami agar terbentuk kepribadiannya menjadi kepribadian muslim. Selanjutnya yang dimaksud dengan metode pembinaan keagamaan disini adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pembinaan keagamaan kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim (Syafaat, Sahrani dan Muslih, 2008: 152-153).
Abdullah Nashih Ulwan menyatakan bahwa teknik atau metode pembinaan Islam itu ada lima macam, yaitu: 1) Pembinaan dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pembinaan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak dalam moral, spiritual, dan sosial. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dat tata santunnya, disadari ataupun tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam ucapan atau perbuatan, baik materi atau spiritual, diketahui atau tidak diketahui (Ulwan, 1993: 2). Allah Swt menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad Saw mengandung nilai pedagogis bagi manusia (para pengikutnya). Seperti ayat yang menyatakan:
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS Al-Ahzab: 21). Demikianlah metode pendidikan Rasulullah Saw., ketika membina ahlak manusia dengan contoh teladan beliau langsung. Bentuk pembinaan seperti inilah yang merupakan sebaik-baiknya metode yang dapat diterapkan pada setiap insan. Bapak yang merokok dituntut untuk berhenti merokok apabila ingin anaknya benar-benar tidak merokok, sehingga sang
anak bisa belajar tentang pentingnya keinginan yang kuat untuk suatu perubahan. Bapak malas melakukan shalat jama‟ah harus berubah menjadi rajin melakukannya kalau ingin benar-benar ingin anak-anaknya rajin ke masjid. Ibu yang menginginkan putrinya memakai jilbab sesuai syariah, ia harus terlebih dahulu memberi contoh dengan memakainya. Demikian seterusnya. Teladan yang baik adalah menyelaraskan perkataan dan perbuatan dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Seseorang ayah tidak cukup hanya memiliki wawasan keislaman yang bagus untuk mengarahkan anak-anaknya. Orang tua juga tidak bisa
hanya
sekedar
memerintahkan
anak-anaknya
untuk
merealisasikan apa yang telah diperintahkan kepada mereka (Zuhaili, 2004: 84). 2) Pembinaan dengan Adat Kebiasaan. Masalah-masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam syariat Islam bahwa manusia diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah Swt. Ini sesuai dengan apa yang Allah Swt firmankan:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Al-Ruum: 30). Fitrah Allah Swt bahwa manusia diciptakan Allah Swt mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid, hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Sesuatu perbuatan, kalau sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di lapangan lain seperti untuk bekerja, memproduksi dan mencipta. Bila pembawaan seperti ini tidak diberikan Tuhan kepada manusia, maka tentu mereka akan menghabiskan hidup mereka hanya untuk belajar berjalan, berbicara, dan berhitung. Tetapi, di samping itu kebiasaan juga merupakan faktor penghalang, terutama apabila tidak ada penggeraknya
dan
berubah
menjadi
kelambanan
yang
memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa. Jadi, kebiasaan adalah suatu sikap yang harus diasah terus demi mendapatkan substansi hidup yang baik. 3) Pembinaan dengan Nasihat Metode
lain
yang
penting
dalam
pembinaan,
pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual, dan
sosial manusia adalah pembinaan dengan pemberian nasihat. Sebab, nasihat itu dapat membukakan mata dalam diri untuk mengenal hakikat sesuatu, mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan ahlak yang mulia, dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Maka tak heran kita mendapatkan Al-Qur‟an memakai metode ini, yang bicara kepada jiwa, dan mengulang-ngulangnya dalam beberapa ayat dan ditempat (Ulwan, 1993: 64). Setiap orang memiliki kecenderungan untuk meniru dan terpengaruh
oleh
kata-kata
yang didengarnya,
kemudian
direspons ke dalam tingkah lakunya. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasihat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Ia menggerakkannya dan menggoncangkan isinya selama waktu tertentu, tak ubahnya seperti seorang peminta-minta yang berusaha membangkitbangkitkan kenistaannya sehingga menyelebungi seluruh dirinya. Tetapi, bila tidak dibangkit-bangkitkannya, maka kenistaan itu terbenam lagi. Nasihat yang jelas dan dapat diperangi adalah nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak membiarkan perasaan itu jatuh ke dasar bawah dan mati tak bergerak (Ubhiyati, 1998: 134).
Al-Quran sendiri penuh berisi nasihat-nasihat dan tuntunan-tuntunan, seperti surat Luqman ayat 13:
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS Luqman: 13). 4) Pembinaan dengan Memberikan Perhatian Pembinaan dengan perhatian artinya mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pembinaan jasmani dan daya hasil ilmiahnya. Tidak diragukan bahwa pembinaan dianggap sebagai asas terkuat dalam pembentukan manusia secara utuh, yang menunaikan hak setiap orang dalam kehidupa, termasuk mendorongnya
untuk
menunaikan
tenggung
jawab
dan
kewajiban secara sempurna. Melalui upaya tersebut akan tercipta kewajiban secara sempurna. Melalui upaya tersebut akan tercipta muslim hakiki, sebagai batu pertama untuk membangun fondasi Islam, dan dengan mengandalkan dirinya, akan berdiri Daulah Islamiyah yang kuat dan kokoh. Dengan kultur, posisi dan
eksisitensi, maka bangsa lain akan tunduk kepadanya (Ulwan, 1993: 123). Metode pembinaan dengan cara memberikan perhatian kepada anak didik akan memberikan dampak positif, karena dengan metode ini anak didik merasa dilindungi, diberi kasih sayang karena ada tempat untuk mengadu baik suka maupun duka. Sehingga anak didik tersebut menjadi berani untuk mengutarakan isi hatinya/permasalahan yang ia hadapi kepada orang tua/pendidiknya. 5) Pembinaan dengan Memberikan Hukuman Pada dasarnya, hukum-hukum syariat Islam yang lurus dan adil, prinsip-prinsipnya yang universal, berkisar di sekitar penjagaan berbagai keharusan asasi yang tidak bisa dilepas oleh umat manusia. Manusia tak bisa hidup tanpa hukuman. Dalam hal ini, para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh membatasi pada lima perkara. Mereka menamakannya sebagai al-kulliyat alkhamsah (lima prinsip universal), yakni menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal, dan menjaga harta benda (Ulwan, 1993: 146-147). M. Athiyah Al-Abrasyi dalam Uhbiyati (Uhbiyati, 1998: 135) mengemukakan tiga syarat apabila seorang pendidik ingin menghukum dengan hukuman badan (jasmani), yaitu: a) Sebelum usia 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul.
b) Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali. Dimaksud dengan pukulan di sini ialah dengan lidi atau tongkat kecil bukan dengan tongkat besar. c) Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk taubat untuk apa yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya tanpa perlu menggunakan pukulan atau merusak nama baiknya “ menjadikan ia malu ” . Hukuman itu harus adil (sesuai dengan kesalahan), seseorang harus mengetahui mengapa ia harus dihukum. Selanjutnya, hukuman itu harus membawa seseorang kepada kesadaran akan kesalahannya. Hukuman jangan meninggalkan dendamnya pada seorang manusia (Tafsir, 2001: 186). Dalam kondisi tertentu kadang-kadang orang tua merasa perlu memberikan hukuman fisik kepada anak.Dan harus diperhatikan
tujuan
memberikan
hukuman
adalah
untuk
mendidik anak. Hukuman harus diberikan dengan cara-cara yang baik.
4. Dimensi-Dimensi Pembinaan Keagamaan Pada kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber pembinaan keagamaan yang utama adalah Al-Qur‟an dan Sunnah, sedangkan penalaran atau akan pikiran hanya sebagai alat untuk
memahami Al-Qur‟an dan Sunnah. Pikiran kreatif dari penjabaran AlQur‟an dan Sunnah dalam bahasa Islam dinamakan Ijtihad. Ketentuan ini sesuai dengan eksistensi Islam sebagai wahyu yang berasal dari Allah Swt. yang penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Menurut Daradjat, (2001: 292-293) dikutip dalam Abuddin Nata, bahwa dari segi aspek materi didikannya, pendidikan Islam sekurangkurangnya mencakup pendidikan fisik, akal, agama (akidah dan agama), akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan. Selanjutnya
Abuddin Nata
mengemukakan bahwa aspek
kandungan materi dari pembinaan Islam, secara garis besarnya mencakup aspek akidah, ibadah, dan akhlak (Nata, 2001: 84). Aspekaspek tersebut yaitu akidah, ibadah, dan akhlak. a. Dimensi Akidah Akidah menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut, sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh. Ikatan ini berbeda dengan arti ribath yang artinya juga ikatan, tetapi ikatan yang mudah dibuka, karena akan mengandung unsur yang membahayakan (Nata, 2001: 84). Dalam hal lain, para ulama menyebutkan akidah dengan term tauhid, yang berarti mengesakan Allah Swt. Akidah dalam syariat Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah Swt., Tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat, yaitu menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad Saw. sebagai
utusan-Nya; dan perbuatan dengan amal saleh. Akidah demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada dalam hati atau ucapan di mulut dan perbuatan, melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah Swt. Tidak ada niat, ucapan, dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yang beriman kecuali yang sejalan dengan kehendak dan perintah Allah Swt. serta atas dasar kepatuhan kepada-Nya. Pembinaan akidah terdiri dari pengesaan Allah Swt., tidak ada menyekutukan-Nya, dan mensyukuri segala nikmat-Nya (Arief 2007: 184). Larangan menyekutukan Allah Swt, termuat dalam ayat yang berbunyi:
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Luqman:13). Pada ayat ini, Luqman memberikan pembinaan dan pengajaran kepada anaknya berupa akidah yang mantap, agar tidak menyekutukan Allah Swt Itulah akidah tauhid, karena tidak ada tuhan selain Allah Swt, karena yang selain Allah Swt adalah mahluk. Allah Swt tidak berserikat di dalam menciptakan alam ini (Arief, 2007: 185).
Pengajaran agama selama ini kebanyakan mengisi pengertian. Hasilnya ialah siswa mengerti bahwa Tuhan itu Maha mengetahui, tetapi mereka tetap saja berani berbohong. Siswa tahu apa iman, tetapi mereka belum beriman. Ini tragedi pembinaan agama di sekolah. Memang, pembinaan keagamaan itu adalah pembinaan agar manusia menjadi beriman. Artinya membina hatinya, bukan membina
mati-matian
akalnya.
Pembinaan
di
rumah
yang
sesungguhnya paling dapat diandalkan untuk membina hati, membina rasa bertuhan, juga banyak yang gagal membina hati. Iman itu dihati, bukan di kepala (Tafsir, 2001: 188). Asmuni, (2000: 5) menyatakan bahwa “akidah (tauhid) tidak sekedar diketahui dan dimiliki seseorang, tetapi lebih dari itu. Akidah harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila akidah telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah Swt. akan muncul dengan sendirinya (Asmuni, 2000: 5). Selanjutnya, akidah dalam Islam harus berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia, sehingga aktivitas tersebut bernilai Ibadah. Dengan demikian, akidah Islam bukan sekadar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku serta berbuat, yang akhirnya menimbulkan amal saleh. b. Dimensi Ibadah
Secara harfiah berarti bakti manusia kepad Allah Swt, karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah atau tauhid (Nata, 2001:82). Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, ibadah adalah “upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan menaati segala perintahNya, menjauhi segala larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya (Nata, 2001:82). Ibadah dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ibadah umum dan khusus. Ibadah umum adalah segala sesuatu yang diizinkan Allah Swt, sedangkan ibadah khusus adalah segala sesuatu yang diizinkan Allah Swt, sedangkan ibadah khusus adalah segala sesuatu yang ditetapkan Allah Swt lengkap dengan segala rinciannya, tingkat, dan cara-caranya yang tertentu. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Dzariyat ayat 56, yang berbunyi:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS Al Dzariat: 56). Pembinaan
ibadah
mencakup
segala
tindakan
dalam
kehidupan sehari-hari, baik yang berhubungan dengan Allah Swt seperti shalat, maupun dengan sesama manusia (Arief, 2007: 189). Hukum Islam menetapkan dalam urusan Islam tidak boleh ada „kreativitas tambahan‟, sebab kreativitas tambahan dinilai sebagai perbuatan bid‟ah, yang dilarang oleh Rasulullah Saw dan
dicap sebagai suatu kesesatan. Sebagai contoh, shalat lima waktu dan haji, merupakan bentuk ibadah yang secara jelas telah ditetapkan Allah Swt dan Rasul-Nya tentang tata cara mengerjakannya. Ketentuan ibadah demikian itu termasuk salah satu bidang ajaran agama Islam, di mana akal itu perlu campur tangan, melainkan hak dan otoritas Allah Swt sepenuhnya. Kedudukan manusia dalam hal ini adalah mematuhi, menaati, melaksanakan, dan menjalankan dengan penuh kepatuhan kepada Allah Swt, juga sebagai bukti pengabdian serta rasa terima kasih kepada-Nya. Hal demikian dilakukan sebagai arti dan pengisian dari makna Islam, yaitu berserah diri, patuh, dan tunduk guna mendapatkan kedamaian dan keselamatan. Hal inilah yang selanjutnya akan membawa manusia menjadi hamba yang saleh, sebagaimana dinyatakan Allah Swt dalam QS Al-Furqan ayat 63:
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orangorang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS Al-Furqan: 63) Iman adalah potensi rohani, sedangkan takwa adalah prestasi rohani. Supaya iman dapat mencapai prestasi rohani yang disebut takwa, diperlukan aktualisasi-aktualisasi iman yang terdiri dari beberapa macam dan jenis kegiatan yang dalam istilah Al-Qur‟an
diformulasikan dengan kalimat “amilus-shalihat” (amal-amal saleh). Kalau diterjemahkan dalam bahasa yang lain, amal-amal saleh adalah kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai-nilai Ibadah. Logikanya, kalau seseorang ingin menjadi orang yang beriman dan bertakwa, secara tidak tertulis di samping harus memiliki keimanan yang baik, juga bias mengaktualisasikan iman itu dengan amal-amal saleh atau ibadah sehingga bisa mencapai prestasi rohani yang disebut ketakwaan. Pemaknaan seperti ini, tidak mungkin orang bisa mencapai prestasi takwa begitu saja tanpa ada proses aktualisasi. Gampangnya, tidak mungkin orang yang beriman mendadak menjadi muttaqin tanpa ada proses aktualisasi yang berupa amal-amal saleh atau ibadah (Hasan, 2007: 21-22). c. Dimensi Akhlak Perkataan “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dan khuluk yang megandung arti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at watak. Selain istilah-istilah tersebut, biasa dipergunakan istilah lain seperti kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia, moral, ethic dalam bahasa Inggris dan dalam bahasa Yunani dikenal dengan ethos, ethikos. Kata “Akhlak” bersumber dari kalimat yang tercantum dalam Al-Quran:
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS Al-Qalam: 4). Akhlak berarti pula suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa seseorang hingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan direnungan lagi. Pengertian akhlak menurut Darraz dalam Mustofa, bahwa akhlak merupakan “suatu dalam kehendak yang mantap.Kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam akhlak jahat)” (Mustofa, 1999: 14). Pengertian Akhlak yang dikemukakan oleh para ulama diatas dapat disimpulkan, segala perbuatan yang dilakukan dengan tanpa disengaja dengan kata lain secara spontan, tidak mengada-ngada, atau tidak dengan paksaan. Menurut
Darraz,
perbuatan-perbuatan
manusia
dapat
dianggap sebagai manifestasi dari akhlak apabila dipenuhi dua syarat, yaitu: 1) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulangkali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. 2) Perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah, dan sebagainya (Mustofa, 1999: 14).
Baik buruknya akhlak seseorang menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan orang tersebut. Karena, seseorang dikatakan sempurna imannya kalau akhlaknya sudah baik, antara ucapan dan perbuatannya telah sesuai dengan tuntunan yang diajarkan agama.
B.
Sapta Marga 1. Pengertian Sapta Marga Sapta Marga diambil dari bahasa jawa Sansekerta (Puspen TNI, 2005: 59). Yang memiliki arti Sapta Tujuh, Marga jalan. Bagi segenap prajurit tujuh pedoman yang menuntun menjadi prajurit Sapta Marganis. Terlepas dari pengertian tersebut, Sapta Marga dapat disimpulkan Tujuh pedoman atau jalan yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh Segenap prajurit militer. Selaku bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 prajurit TNI yang memegang Sapta Marga dan 8 Wajib TNI yang harus diamalkan dalam berkehidupan sehari-hari. Adapun Sapta Marga terdiri dari tujuh alinea, yang harus sudah hafal diluar kepala serta diamalkan oleh para prajurit TNI AD dan para anggota TNI AD harus juga memahami apa saja isi dan makna yang terkandung di dalam Sapta Marga tersebut. 2. Butir-butir Sapta Marga
a. Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bersendikan Pancasila. b. Kami Patriot Indonesia, Pendukung serta Pembela Idiologi Negara yang Bertanggung Jawab dan Tidak Mengenal Menyerah. c. Kami Ksatria Indonesia yang Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa Serta Membela Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan. d. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Adalah Bhayangkari Negar dan Bangsa Indonesia. e. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Memegang Teguh Disiplin, Patuh dan Taat Kepada Pemimpin Serta Menjunjung Tinggi Sikap dan Kehormatan Prajurit. f. Kami
Prajurit
Angkatan
Bersenjata
Republik
Indonesia
Mengutamakan Keperwiraan didalam Melaksanakan Tugas Serta Senantiasa Siap Sedia Berbakti Kepada Negara dan Bangsa. g. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Setia dan Menepati Janji Serta Sumpah Prajurit (Buku Saku Bintara dan Tamtama Korps Marinir, 2007: 4).
C.
Nilai-nilai Keagamaan yang Terdapat dalam Sapta Marga 1. Toleransi (Pluraslisme) Kami warga negara Indonesia yang bersendikan Pancasila. Di negara Indonesia terdiri dari berbagai satu dan kesatuan yang berbedabeda karakteristik. Etnis, warna kulit dan berbeda kepercayaan aliran
agama adalah menunjukkan bahwa Indonesia dikategorikan dalam wacana negara beragam (Majemuk). Sehingga dengan perbedaan yang terdapat di tanah air ini para pendahulu menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara (Ideologi) hingga sekarang. Pancasila sebagai dasar bangsa Indonesia, merupakan satu pokok istilah untuk memberi nama kepada dasar falsafah, dasar kerohanian dan dasar negara Indonesia. Pancasila merupakan asas persatuan, kesatuan, damai dan kerjasama hidup bersama dari bangsa Indonesia. Yang secara rinci warga-warganya mempunyai bawaan kesamaan dan perbedaan. Akan tetapi harus bersama-sama dalam membangun negara Indonesia walaupun berangkat dari karakteristik yang berbeda. Hal ini dapat ditinjau dalam Al-Quran yang berbunyi:
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujarat: 13) Teks Pancasila itu sendiri merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Butir-butir pancasila itu adalah : a. Ketuhanan yang maha esa. b. Kamanusiaan yang adil dan beradab. c. Persatuan Indonesia.
d. Kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ketuhanan yang Maha Esa merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya dengan sila-sila yang lain. Dari sila-sila yang terdapat dalam Pancasila mengajarkan tentang ketuhanan dan segala kebaikan yang dilakukan manusia. Implementasi nilai-nilai Pancasila apabila dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab tentu dalam menjalankannya akan terasa ringan. Artinya, tanpa merasakan tekanan yang berarti.Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam konsep Islam menunjukkan bahwa kebenaran yang harus disembah hanyalah Allah Swt.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karibkerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (Annisa: 36). Agama mengingatkan bahwa hidup harus menjaga hubungan baik antar sesama manusia. Pertama hubungan baik dengan Sang Kholik dan setelah itu kepada sesama. Pancasila merupakan sebuah ideologi
negara Indonesia yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Pancasila itu sendiri justru padat dengan muatan-muatan agama. Kajian tentang kandungan falsafah Pancasila dapat ditelusuri sebagai berikut: 1) Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” Sila pertama ini sama dengan konsep Islam bahwa Allah Swt. itu Esa. Dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa Allah Swt. maha Esa:
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Dari ungkapan diatas dapat dikembangkan bahwa Allah Swt. yang maha penyayang dan adil dalam segala tindakan bahkan yang mempersatukan ideologi-ideologi manusia yang ingin merdeka menjadi satu ideologi. Seluruh alam ini dan seisinya diatur tiada lengah sedikitpun oleh Allah Swt. 2) Sila “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” Sila kedua ini menunjukkan letak intisarinya yaitu kata adil dan beradab. Kedua hal tersebut dalam konsep Islam sangat dijunjung tinggi. Prinsip-prinsip keadilan disebutkan dalam AlQur‟an :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Meliha. (An-Nissa: 58). Terlepas pada analisis diatas, konsep Pancasila dan Al-Quran dalam memaknai kata adil adalah sama-sama dijunjung tinggikan. Begitu pentingnya sikap adil dalam kehidupan, sehingga dimuat dalam ideologi besar Pancasila dan dimuat dalam pedoman umat Islam (Al-Qur‟an). 3) Sila “Persatuan Indonesia” Butir ketiga dalam Pancasila tidak akan lepas jika dihubungkan dengan butir Pancasila sila pertama. Membangun sebuah negara yang besar itu sangat dibutuhkan tenaga yang kuat. Dalam membangun tenaga yang kuat, tentu terlebih dahulu harus melakukan persiapan yang sangat matang dengan beraneka ragama persiapan. Bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah membutuhkan himpunan kelompok-kelompok yang memiliki visi dan misi yang sama dalam mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Makna yang lain, sesungguhnya bersatu padu adalah rahmat dan bercerai berai akan
mendapatkan kesukaran (azab) Allah Swt. Mengingat dalam Surah Ali Imran:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (Ali-Imran: 103). Sifat persatuan bangsa Indonesia yang nasionalis kesatuan dalam dinamika, dalam teks Proklamasi kemerdekaan menjadi sifat mutlak kebangsaan, demi keutuhan wilayah NKRI. Sikap dan sifat nasionalisme memang harus dipertahankan. 4) Sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan” Sila keempat bermakna, dari negara yang besar bukan tergantung kepada kekuatan persenjataan. Musyawarah adalah sesuatu yang harus dikedepankan untuk menyelesaikan sesuatu yang terjadi. Misalnya, memecahkan masalah perselisihan antara satu suku dengan suku yang lain. Dalam Islam sendiri apabila terjadi perselisihan antar muslim maka damaikanlah. Hal ini dapat dilihat
ketika Rasulullah memberikan persamaan hak dan kewajiban antar suku di Arab dalam meletakkan Hajar Aswwad dengan musyawarah supaya pertumpahan darah tidak terjadi (Sayamsuri, 2004: 251). 5) Sila “Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia” Keadilan
merupakan
dambaan
bagi
semua
bangsa.
Kehidupan saling membantu, gotong royong antara rakyat dan pemerintah dalam mensuksesakan pembangunan. Kemudian aparatur negara (TNI/POLRI) beserta rakyat sipil juga saling bekerja sama. Antar lain contohnya: Saling bekerjasama dalam pembangunan jalan desa, pembuatan saluran irigasi dan dalam misi kemanusiaan. Misi kemanusiaan yang dimaksud contohnya adalah menolong saudara kita yang terkena musibah bencana alam. Seperti bencana gempa dan tsunami di Nias dan Aceh tahun 2004 yang lalu. Hubungan sosial antar sesama merupakan sifat naluriah manusia, karena manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan dari orang lain.
2. Patriotisme (Cinta tanah Air) Kami patriot indonesia pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah. Pengertian “Kami Patriot Indonesia”, ini bukanlah menyombongkan diri atau menepuk dada mengakui diri patriot. Akan tetapi hakikat “Kami” disini adalah sangat cinta kepada tanah air. Konsekuensi dari kecintaan
terhadap kemerdekaan tanah air adalah kesiagaan mengatasi, merintangi dan membendung siapa saja yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Analisis tentang membela
ideologi negara
yang diakui
kebenarannya, maka sikap yang harus dilaksanakan antar lain: tidak pantang mundur, tidak pantang menyerah dan putus asa dan bertekat tidak akan pernah menyerah dan mundur. Karena tanggung jawab dan kelangsungan hidup serta cita-cita rakyat Indonesia hanyalah dapat dicapai dengan semangat Pancasila. Rasulullah sendiri pernah bersabda yang berkaitan dengan mempertahankan serta berkorban demi bangsa dan orang banyak merupakan sebagian dari ibadah. Dalam hadistnya mengatakan yang artinya: “Cinta tanah air merupakan sebagian dari iman”. Rasulullah memberikan suri tauladan kepada umatnya dalam doktrin haditsnya sehingga cinta tanah air merupakan bagian yang penting kepada orangorang beriman. Banyak ayat-ayat Al Qur'an yang menganjurkan untuk mencintai tanah air atau sebuah negeri. Bahkan Nabi Ibrahim di Al Qur'an berdoa kepada Allah Swt. untuk memberkahi negeri yang didiaminya sebagai wujud cinta kepada bangsa dan negaranya. Kutipan ayat dalam Surat AlBaqarah 126 tersebut adalah:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, Kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali" (Al-Baqarah: 126). 3. Ketakwaan, Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan Kami kesatria indonesia yang bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, serta membela kejujuran kebenaran dan keadilan. Pengertian dari Ksatria Indonesia, adalah menjadi sifat dasar seorang prajurit.Ksatria itu sendiri yang berarti memiliki sikap dan budi luhur. Kemudian selalu menjaga kehormatan diri dan berani. Selalu mawas diri dan berjiwa besar serta sportifitas. Sedangkan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa merupakan kesadaran mengakui kebenaran bahwa tuhan itu ada.Allah memiliki sifat kasih sayang, ditangan-Nya terletak kekuasaan didunia dan akhirat. Hal ini menunjukkan bahwa selaku hamba Allah Swt. harus memiliki budi yang luhur dan patuh kepada perintah Allah Swt. 4. Kesiap Siagaan (Bhayangkari) Kami Prajurit Tentara Indonesia Adalah Bayangkari Negara Dan Bangsa Indonesia. Prajurit merupakan asal kata dari kata djurit, maju tanpa mengirit-irit waktu. Maju dengan cekatan dan ketepatan waktu
dengan secara professional dalam menjalankan tugas.Baik itu dalam misi pertahanan negara dan misi kemanusiaan. “Kami prajurit tentara Indonesia” kalimat ini melambangkan bahwa setiap prajurit itu sendiri terlahir dari kekuatan rakyat itu sendiri. Dipilih dan diseleksi dari putra putri negeri, dilatih dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.Setiap dari personil prajurit merupakan bagian dari unsur kekuatan fisik rakyat Indonesia.Yaitu terdiri dari pertahanan lingkup darat, laut dan udara. Rasulullah Saw pernah menganjurkan kepada umat Islam bahwa beliau sangat menginginkan bahwa umat Islam itu harus kuat dalam segi fisik, ekonomi dan imannya. Hal ini merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Dengan fisik yang kuat akan mudah untuk mencari nafkah dan mempertahankan diri serta beramal mencari ridho Allah Swt. Rasulullah pernah menganjurkan bahwa setiap orang mukmin harus mampu untuk bertahan secara fisik yang tangguh.”Didiklah anakanak mu menunggang kuda, memanah dan berenang” (BukhoriMuslim). Bayangkari negara itu bertugas untuk menolak dan mengahalau bahaya yang datang dari luar ataupun yang datang dari dalam negeri sendiri. 5. Kedisiplinan Kami prajurit tentara nasional indonesia, memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan, serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit. Setiap prajurit TNI wajib taat kepada
pimpinannya dan diwajibkan memegang teguh disiplin pada bagian hidupnya.Disiplin merupakan tiang utama dalam nafas kehidupan seorang prajurit.Tepat waktu merupakan anjuran dalam Islam yang bisa dimisalkan seperti: Pelaksanaan Sholat tepat pada waktunya (Assholatu ala waktiha), pelaksanaan puasa sesuai dengan waktunya dari terbit matahari diufuk timur dan tenggelam diufuk barat. Kemudian yang memiliki kelebihan harta segera mengeluarkan zakat dan bagi yang mampu segera menunaikan haji kebaitullah. Disiplin dalam kehidupan para prajurit akan menghantarkan kearah tujuan yang direncanakan. Berdisiplin dan patuh kepada pemimpin dalam tugas keprajuritan sejalan dengan pandangan Islam untuk mematuhi pemimpin.Hal itu merupakan suatu keharusan dalam Islam dalam mematuhi perintah Allah dan rasulnya (Pemimpin). 6. Keperwiraan dan Sedia Berbakti Kami
prajurit
tentara
nasional
indonesia
mengutamakan
keperwiraan didalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa. Seorang prajurit harus mempunyai sifat perwira, artinya sikap wira yaitu berani, benar, jujur dan bertindak adil. Dalam agama sendiri dijelaskan bahwa manusia dimuka bumi ini ditunjuk oleh Allah Swt. sebagai kholifah (pemimpin).Mulai pemimpin dari yang terkecil sampai ke yang besar sekalipun.Seorang pemimpin dituntut harus mahir dalam membawa diri sendiri serta yang dipimpinnya.
Keperwiraan itu sendiri harus berani mengambil suatu keputusan, serta tanggap dengan keadaan dan perkembangan lingkungan sekitarnya. Keperwiraan tersebut dituntut berani, mahir, percaya diri, tidak sombong, ramah, rendah diri tetapi tidak lemah, sederhana dalam sikap dan penampilan, senantiasa siap berbakti kepada negara dan bangsa. Seorang prajurit selalu siap siaga tempur tanpa menghitung untung dan ruginya. Haruslah berkorban bagi kepentingan negara dan bangsa, sebagai baktinya sebagai prajurit yang patriot, sopan dan kesatria. 7. Tepat Janji Kami prajurit tentara nasional indonesia setia dan menepati janji serta sumpah prajurit. Kesetiaan adalah manifestasi dari pada rasa kesatuan yang mendalam antar sesama. Sifat yang demikian adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang prajurit.Kesetiaan atas rasa senasip dan sepenanggungan serta satu tujuan dengan satu kesetiaan adalah wujud kecintaan kepada tanah air. Sesungguhnya cinta terhadap tanah air merupakan sebagian dari Iman. Kesetiaan dan menepati janji merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh setiap prajurit. Sesungguhnya janji merupakan hutang bagi orang yang berjanji. Rasulullah menyatakan bahwa tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu: jika berjanji maka diingkari, jika dipercaya maka dikhiyanati, dan jika berbicara maka selalu bohong. D.
Makna Sapta Marga 1. Pengertian Makna
Pengertian makna (sense) dibedakan dengan arti (meaning). Menurut Djajasudarma (1999:5) makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata) sedangkan arti adalah pengertian suatu kata sebagai unsur yang dihubungkan. Lyons (1977:204) berpendapat bahwa mengkaji makna suatu kata adalah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubunganhubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata lain. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2005: 619) menyebutkan kata makna diartikan: (i) arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu, (ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. 2. Tipe-tipe Makna Chaer (2003: 289) pembagian tipe makna berdasarkan beberapa kriterianya antara lain: a. Berdasarkan ada tidaknya referensi pada sebuah kata, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna non referensial. b. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata, dapat dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif. c. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah. d. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan menjadi makna asosiatif, idiomatik, kolokatif dan sebagainya.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A.
Paparan Data 1. Yonif 411 Salatiga a. Sejarah Berdirinya Yonif 411 Batalyon Infanteri 411/Pandawa adalah salah satu kesatuan dalam TNI AD. Yonif 411/Pandawa didirikan pada 1 Juni 1967 dengan markas di Salatiga setelah sebelumnya bermarkas di Klaten. Satuan ini merupakan organik Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya, Divisi Infanteri 2/Kostrad. Pada tahun 1974 berdasarkan ST Danbrigif 6, markas besar Yonif 411 dipindahkan dari Klaten ke Salatiga (kecuali satu kompi senapan) dan pada tahun 1978 berdasarkan Surat Keputusan Pangdam VII/Diponegoro, status organik Yonif 411 Brigif 6 beralih dari Kodam VII Diponegoro ke kostrad dan pada tahun 1986 secara keseluruhan 1 Batalyon penuh berada di salatiga. Sampai sekarang penamaan menjadi Yonif 411 Raider Kostrad Salatiga. b. Letak Geografis Yonif 411 Yonif 411/Pandawa terletak di dua kelurahan (kelurahan Tegalrejo dan kelurahan Kalicacing) dan dua kecamatan (Argomulyo dan kecamatan Sidomukti) di Salatiga dan bermukim dalam satu kompleks, tidak mengisolasi diri sebagai komplek yang tertutup.
Batas wilayah Yonif 411 sebagai berikut: Tabel. 3.1 Batas Wilayah Yonif 411 Salatiga
NO
BATAS
WILAYAH
1.
Sebelah Utara
Jl. Ahmad Yani
2.
Sebelah Selatan
Jl. Veteran
3.
Sebelah Timur
Jl. Jendral Sudirman
4.
Sebelah Barat
Gang Ngeblok
Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 411. c. Visi dan Misi Yonif 411 Batalyon
Infanteri
411/R/6/2
Kostrad
memiliki
visi
menyelenggarakan pembinaan mental dan rohani bagi seluruh prajurit dan keluarga Yonif 411/R/6/2 Kostrad guna menciptakan suasana tenteram dan damai dilingkungan satuan Yonif 411/R/6/2 Kostrad. Sedangkan misi dari satuan Yonif
411/R/6/2 Kostrad
adalah memberikan bimbingan dan pembinaan mental bagi seluruh anggota dan keluarga dilingkungan Asrama, yang akan berangkat tugas maupun di daerah penugasan. Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 41
d. Struktur Organisasi Kepemimpinan Kabintal Yonif 411 Kostrad Salatiga Tabel. 3.2 Daftar Struktur Organisasi Yonif 411 Salatiga KABINTAL
BINTAL ISLAM ISLAM
PAUROHKAT
PAUROHINBUD
PAUROHPROT
PAURDOKLISK ATARA BAMIN BINTAL TUR AGENDA OPERATOR
Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 411. e. Sarana dan Prasarana Tabel 3.3 Daftar Sarana dan Prasarana Yonif 411 Salatiga No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Sarana dan Prasarana AGENDA Masjid Tempat ibadah Kristen Aula serba guna Batalyon Aula serba guna Kompi Gedung Batalyon Gedung TPA Perpustakaan Lemari Buku, Alqur‟an Alat Transportasi Komputer Sound System White board Lapangan
Jumlah 2 1 1 5 1 1 1 6 6 17 2 set 3 set 10
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
14. Mukena 10 15. MCK 12 16. Kotak amal 5 17. Mimbar 4 18. Jam dinding 15 19. Sajadah 54 20. Lemari penitipan sepatu 3 21. Baju kokoh 2 22. Sarung 2 23. Tempat Parkir 4 Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 411.
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
f. Kondisi Keagamaan Masyarakat Yonif 411 Tabel. 3.4 Daftar Keagamaan Prajurit Yonif 411 Salatiga No 1. 2. 3. 4. 5.
Agama Perwira Bintara Tamtara Islam 18 96 252 Katholik 4 58 112 Protestan 15 16 43 Hindu 3 19 Budha 6 2 11 43 123 413 Jumlah Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 411.
Jumlah 360 174 74 22 19 657
g. Gambaran Informan Untuk
mengetahui
pembinaan
keagamaan
Islam
di
lingkungan Yonif 411, dapat didasarkan pada beberapa pendapat tokoh masyarakat dan petugas pembinaan keagamaan yaitu petugas yang membina di lingkungan tersebut. Untuk itu terlebih dahulu akan disampaikan beberapa data petugas dan pemateri yang telah dimintai bantuan untuk bimbingan antara lain:
Tabel 3.5 Daftar Informan Yonif 411 Salatiga NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
NAMA Bpk. Sofyan Bpk. Abdillah Bpk. Supriyono Bpk. Saiful Bpk. Arwani Serda Amirul Serda Sutono Praka Robiyan Praka Yudi Pratu Sri
STATUS Kepala Staf 3 Dansi Yonif Pa Bintal Prajurit, Takmir Masjid Prajurit, Takmir Masjid Sersan Dua Sersan Dua Prajurit Kepala PrajuritKepala Prajurit Satu
h. Materi Pembinaan Mental di Yonif 411 Temuan data yang ada di lapangan menunjukkan bahwa model pembinaan mental keagamaan Islam yang diterapkan di lingkungan yonif 411 Salatiga dari TNI yang memiliki kemampuan dalam mengembangkan misi pembinaan tersebut menerapkan berbagai pilihan atau model pembinaan mental yang digunakan dalam melakukan pembinaan keagamaan. Pilihan model di sesuaikan dengan materi pembinaan mental keagamaan islam, maupun yang berorientasi kedalam penyampaian misi pembinaan keagamaan prajurit di lingkungan Yonif 411 Salatiga. Untuk mengetahui model pembinaan mental keagamaan terbagi menjadi 3 yaitu: pembinaan mental rohani, pembinaan mental ideologi, dan pembinaan mental kejuangan.
Tabel. 3.6 Daftar Materi Pembinaan di Yonif 411 Salatiga NO NAMA 1. Pembinaan mental rohani
2.
Pembinaan mental ideology
3.
Pembinaan mental kejuangan
TUJUAN A. Untuk memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan mempertinggi akhlak yang luhur, baik dalam hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan sesama, maupun dengan diri pribadi dan lingkungannya. B. Untuk membina ideologi pancasila dalam kehidupan anggota TNI AD dan PNS sebagai insan Pancasila yang berjiwa Sapta Marga dan memegang teguh Sumpah Prajurit serta Panca Prasetya Korpri.
C. Untuk membangkitkan dan memelihara semangat juang, pengabdian, pengorbanan dan kepahlawanan berdasarkan nilai-nilai kejuangan serta tradisi TNI AD dalam rangka memelihara identitas/ jati dirinya (Bintal Fungsi Komando, 2009:10).
Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 411. 2. Pembinaan Keagamaan a. Pembinaan Kegiatan Yasinan Kompi Tabel 3.7 Contoh Jadwal Yasinan Bulan Oktober No 1.
Pemateri Materi Metode Waktu Bpk Yasinan Berkelompok Jum‟at, 3/10/2014 Supriyono Kompi A 2. Bpk Yasinan Berkelompok Jum‟at, 10/10/2014 Amirul Kompi B 3. Bpk Yasinan Berkelompok Jum‟at, 17/10/2014 Supriyono Kompi C 4. Bpk Yasinan Berkelompok Jum‟at, 24/10/2014 Sofyan batalyon 5. Bapak Yasinan Berkelompok Jum‟at, 31/10/2014 Saiful Kompi A Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 411.
Ket 2 Izin 3 Izin 1 Izin 5 Izin Nihil
b. Sholat Dzuhur- Isya‟ Berjama‟ah Tabel 3.8 Contoh Jadwal Sholat Berjama’ah No 1. 2. 3.
Kompi Waktu Pembina/Imam Kompi A Senin, 20/10/2014 Bpk Anwari Kompi B Selasa, 21/10/2014 Bpk Saiful Kompi C Rabu, 22/10/2014 Bpk Supriyono Kompi A, 4. Kamis, 23/10/2014 Bpk Abdullah B, C Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 411.
Ket 4 Izin Nihil 1 Izin 6 izin
c. Kegiatan PHBI Table 3.9 Jadwal Kegiatan PHBI No 1.
Kegiatan Waktu Pemateri Peringatan Hari 1 Juni 2014 Ust. KH Fatkhurrohman. Isro‟ Mi‟roj 2. Peringatan 2 Feb 2014 Ust. KH. Mahasin Maulid Nabi 3. Halal Bihalal 3 Agust Ust. KH Nur Salim Batalyon 2014 Sumber: Laporan Satuan Setiap Bulan Yonif 411. B.
Temuan Penelitian 1. Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Peneliti ingin mencari gambaran keseluruhan tentang bagaimana pembinaan keagamaan dilaksanakan di Yonif 411 Salatiga. Hemat peneliti, harus dirumuskan gambaran dasar tentang bagaimana awal pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga dilaksanakan. Tahap Selanjutnya yaitu berbicara tentang proses pelaksanaan pembinaan keagamaan yang diterapkan Yonif 411 dalam membina prajuritnya dan yang terakhir adalah hasil akhir pembinaan tersebut. Peneliti mulai
Ket Lancar Lancar Lancar
mengkaji tentang gambaran penuh bagaimana pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga diselenggarakan. Wawancara dengan informan dirasa perlu untuk menggali data sebanyak-banyaknya dalam konteks pembinaan keagamaan. a. Sejarah Singkat terbentuknya Pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga Langkah awal yang dilakukan adalah ingin mengetahui gambaran bagaimana awal terbentuknya pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. Maka peneliti merasa harus mewawancarai salah satu dari pengelola pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. Temuan penelitian dilapangan setelah melakukan wawancara dengan dengan Bpk SP yang menjabat sebagai Kepala BINTAL di yonif 411 Salatiga. “Sebenarnya sejak awal menjadi seorang prajurit proses pembinaan keagamaan sudah didapatkan sejak masuk pendidikan prajurit, jadi pembinaan keagamaan disini tinggal melanjutkan program dari batalyon pusat.”(W/P/SP/28-10-2014/14.00WIB). Merasa belum cukup informasi tentang awal terbentuknya pembinaan keagamaan disini maka peneliti mewawancarai beberapa informan yang menjadi subjek penelitian di Yonif 411 Salatiga. Diharapkan dapat mengetahui gambaran penuh tentang awal terbentuknya pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga setelah proses wawancara ini. Selanjutnya wawancara dengan Bpk SN yaitu pembina yang membina di lingkungan Yonif 411 Salatiga.
“Ketika saya disini pembinaan keagamaan sudah hanya melanjutkan gitu mas. Jadi saya adalah pembinaan keagamaan di Yonif 411 ini mas. Dan tunaikan sebagai amanah yang harus mas.”(W/P/SN/28-10-2014/14.00WIB).
ada dan saya aktor penerus ini harus saya saya seriusi
Dilanjutkan wawancara dengan Bpk SL, SO dan AL yaitu prajurit yang dibina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Saya tidak tau kapan terbentuknya pembinaan keagamaan disini, awal saya masuk dibatalyon ini pembinaan keagamaan memang sudah ada jauh sebelum kami masuk kesini. Disini kami tinggal meneruskan dan mengembangkan. ”(W/PR/SL/28-102014/14.00WIB). “Ketika saya disini pembinaan keagamaan sudah hanya melanjutkan gitu mas. Jadi saya adalah pembinaan keagamaan di Yonif 411 ini mas. Dan tunaikan sebagai amanah yang harus saya (W/PR/SO/30/10/2014/14.10WIB).
ada dan saya actor penerus ini harus saya seriusi mas.”
“Iya mas, saya tidak tau saya kapan terbentuknya pembinaan keagamaan disini, awal saya masuk dibatalyon ini pembinaan keagamaan memang sudah ada jauh sebelum kami masuk kesini. Disini kami tinggal meneruskan dan mengembangkan dan belajar disini mas.” (W/PR/AL/01-11-2014/14.30WIB). Ditambah wawancara dengan Bpk A dan AM yaitu prajurit yang dibina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Terus terang saya tidak tahu mas, semenjak saya masuk di Batalyon ini saya suda mendapatkan pembinaan keagamaan dari para senior. Tapi pembinaan keagamaan di dunia militer saya dapatkan ketika saya masuk pendidikan di TNI. Jadi pembinaan disini saya, saya kira lanjutan dari pembinaan keagamaan yang saya dapatkan pas waktu saya menjalani proses pendidikan.”(W/PR/A/28-10-2014/14.00WIB). “Iya mas, saya tidak tau saya kapan terbentuknya pembinaan keagamaan disini, awal saya masuk dibatalyon ini pembinaan keagamaan memang sudah ada jauh sebelum kami masuk kesini. Disini kami tinggal meneruskan dan mengembangkan dan belajar disini mas.” (W/PR/AM/01/11/2014/14.30WIB).
Setelah dirasa cukup dalam menggali informasi tentang bagaimana awal terbentuknya pembinaan keagamaan maka dapat disimpulkan
dengan
sederhana
oleh peneliti
bahwa
proses
terbentuknya pembinaan keagamaan di Yonif 411 adalah komando dari batalyon pusat. Artinya, pembinaan keagamaan adalah program dari batalyon pusat dan harus dijalankan oleh semua batalyon setiap daerah. Prajurit juga sudah mendapatkan pembinaan keagamaan ketika menempuh pendidikan awal masuk TNI. Ketika pembina ditanya tentang awal terbentukkan pembinaan keagamaan di Yonif 411 kebanyakan pembina tidak tahu menahu tentang kapan pembinaan keagamaan dibentuk. Para pembina hanya meneruskan program pembinaan keagamaan dari pembina yang sebelumnya. b. Tujuan Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga Menyoal tentang tujuan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga, maka peneliti memberikan beberapa pertanyaan kembali kepada informan tentang tujuan pembinaan keagamaan disini. Wawancara pertama dilakukan dengan Bpk SP yang menjabat sebagai PABINTAL di Yonif 411 Salatiga. “Pembinaan keagamaan disini tentu melahirkan suatu tujuan. Tujuan itu diharapkan mencapai sasaran-sasaran yang diharapkan. Ada tiga sasaran yang diharapakan dari proses pembinaan keagamaan, yaitu mental kejuangan, mental ideology, dan mental rohani.” (W/P/SP/28-10-2014/14.00WIB). Selanjutnya wawancara dengan Bpk SN yaitu pembina yang membina di lingkungan Yonif 411 Salatiga.
“Tujuannya untuk lebih dekat dengan allah, bersikap selalu baik. Saya kira itu saja mas.” .”(W/P/SN/28-10-2014/14.00WIB). Dilanjutkan wawancara dengan Bpk SL yaitu prajurit yang dibina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Pembinaan keagamaan disini saya peroleh dari proses melihat, mendengar, akan tetapi dari pembinaan keagamaan tersebut saya memiliki tujuan agar lebih dekat dengan Allah Swt.” (W/PR/SL/2810-2014/14.00WIB). Dilanjutkan wawancara dengan Bpk A dan AM yaitu prajurit yang dibina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Tujuan pembinaan keagamaan menurut sepengetahuan saya, untuk menambah ketakwaan prajurit. Serta untuk menambahkan kualitas Iman, ibadah dan ahlak. Yang lebih penting lagi bagaimana pengamalan dalam hal ini diterapkan dengan baik mas.” (W/PR/A/28-10-2014/14.00WIB). “Seperti ini mas, Tujuan pembinaan keagamaan menurut sepengetahuan saya, untuk menambah ketakwaan prajurit. Serta untuk menambahkan kualitas ibadah dan ahlak. Serta menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari mas” (W/PR/AM/01/11/2014/14.30WIB).
Selanjutnya yang terakhir wawancara dengan Bpk AH yaitu pembina yang membina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. Beliau menjabat sebagai DANSI Yonif 411 Salatiga. “Tujuan pembinaan keagamaan menurut sepengetahuan saya, untuk menambah ketakwaan prajurit. Serta untuk menambahkan kualitas Iman, ibadah dan ahlak. Yang lebih penting lagi bagaimana pengamalan dalam hal ini diterapkan dengan baik mas. Jadi sematamata untuk menambah ketakwaan kepada tuhan mas.” (W/P/AH//28-10-2014/14.00WIB). Dari proses wawancara dengan pembina dan prajurit yang dibina diatas maka dapat ditarik kesimpulan tentang tujuan
pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. Ada dua sudut pandang yang berbeda antara pembinaan dan prajurit yang dibina dalam memaknai pembinaan keagamaan. Maka peneliti rasa harus disimpulkan menjadi satu persepsi karena tujuan dari informan adalah tujuan yang baik semua. Peneliti menyimpulkan bahwa tujuan pembinaan keagamaan disini adalah mengarahkan prajurit untuk mencapai sasaran-sasaran yang diharapkan. Ada tiga sasaran yang diharapakan dari proses pembinaan keagamaan, yaitu mental kejuangan, mental ideology, dan mental rohani. Tujuan yang lain yakni untuk menambah kualitas keilmuan keagamaan bagi para prajurit agar senantiasa dekat dengan sang pencipta. Serta meningkatkan kualitas iman, ibadah dan akhlak yang baik. c. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga Peneliti ingin mendapatkan keterangan tentang pelaksanaan pembinaan keagamaan yang ditunaikan di Yonif 411 Salatiga. Hal ini sangat penting mengingat kegiatan-kegiatan yang disajikan dalam hal pembinaan keagamaan merupakan pokok persoalan yang sedang dibahas. Adapun program kegiatan yang diselenggarakan oleh Yonif 411 Salatiga akan terpapar dalam hasil kegiatan wawancara. Kegiatan wawancara dengan para informan menghasilkan beberapa apersepsi akurat tentang program pembinaan keagamaan yang diselenggarakan di Yonif 411 Salatiga.
“Disini ada program wajib sholat berjamaah mas dari dzuhur sampai isyak, yasinan kompi dari kompi a,b,c di masjid. Yasinan batalyon, Pengajian ibu-ibu persit juga ada, setiap kamis sore, anakanak TNI, kegiatan TPA setiap sore mas, terus pada hari besar islam mengadakan pengajian dan mendatangkan ustad dari luar, gitu mas.” (W/P/SP/28-10-2014/14.00WIB). Wawancara dilanjutkan dengan bapak SN yang menjabat sebagai Kepala Staf 3 yang membawahi BINTAL. “Untuk anggota diwajibkan melakukan sholat dzuhur berjamaah, setiap malam jum‟at laksanakan sholat maghrib dan dilanjutkan baca yasin sampai sholat isya‟.” (W/P/SN/28-10-2014/14.00WIB). Wawancara dilanjutkan dengan anggota TNI yang ikut ditempa dalam program pembinaan keagamaan, yaitu bapak SL. “Programnya yaitu shalat dzuhur, asyar, magrib, isyak berjamaah mas. Yasinan setiap kompi A,B,C dimasjid, Kutbah juma‟at yang diambilkan penceramah dari luar, dan PHBI mas.” (W/PR/SL/2810-2014/14.00WIB). Wawancara dilanjutkan dengan bapak AH dan Y mengenai program yang dilakukan dalam hal pembinaan keagamaan. “Disini ada beberapa program pembinaan keagamaan mas, Ada kegiatan wajib sholat berjamaah dari dzuhur sampai isya‟, kemudian yasinan kompi. Ada kompi A,B,C di masjid, yasinan batalyon, Pengajian ibu-ibu perit setiap sore, anak-anak TNI TPA setiap sore, Ada TNI yang saling memberi pelajaran kepada temannya yang belum bisa membaca al-quran, Qutbah hari jumat diambilkan dari luar, dan mendatangkan ustat dari luar ketika PHBI mas.” (W/PR/AH/28-10-2014/14.00WIB). “Program pembinaan disini itu mas, sholat jama‟ah, yasinan dan peringatan PHBI mas. Dengan mengadakan pengjian, dan kami merasa mendapatkan ilmu dan wawasan agama baru yang belum pernah kami dapatkan.” (W/PR/Y/30/10/2014/14.10WIB). Dari paparan informan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembinaan keagamaan yang dilakukan diyonif 411 salatiga
adalah Sholat berjamaah dari dzuhur sampai isya‟ yang dilakukan oleh anggota Yonif 411 Salatiga. Kemudian kegiatan yasinan malam jumat yang dilakukan kompi A,B,C dengan rutin. Kegiatan selanjunya adalah pengajian ibu-ibu persit setiap kamis sore dan TPA anak-anak dari anggota TNI di yoni 411 Salatiga. Peringatan PHBI biasanya dilaksanakan untuk pengetahuan keagamaan terhadap anggota TNI dan mendatangkan ustat dari luar lingkungan militer. d. Metode Pembinaan Keagamaan Yonif 411 Salatiga Untuk mengetahui lebih dalam tentang pembinaan kegamaan yang dilakukan di Yonif 411 Salatiga maka peneliti bertanya tentang metode atau cara-cara yang digunakan dalam melaksanakan pembinaan keagamaan yang dilakukan di Yonif 411 Salatiga. Peneliti mulai bertanya tentang metode apa yang digunakan dalam melaksanakan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. “Saya tidak begitu hafal tentang metode pembinaan keagamaan, tapi yang jelas pembinaan keagamaan disini dilaksanakan salah satunya dengan penekanan-penekanan berupa intruksi langsung atau ceramah langsung mas. Berarti memberikan nasihat-nasihat lansung kepada para prajurit Entah itu pada saat Apel, atau waktu pengajian. Dan metode selanjutnya dengan penekanan pada aspek kebiasaan, walaupun sedikit dengan menggunakan paksaan. Tapi yang penting demi kebaikan, misalnya dipaksa untuk sholat berjamaah. Tapi yang jelas kami sebagai senior juga memberi contoh, kami selalu aktif dalam kegiatan praktik-praktik keagamaan, tujuannya agar tidak hanya menyuruh tapi juga memberi suri tauladan kepada yunior mas.” (W/P/SP/28/10/2014/14.00 WIB). Tutur bapak SP menjawab pertanyaan dari peneliti tentang metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga.
Untuk mencari informasi lebih rinci, peneliti bertanya kepada sumber informan yang lain tentang metode pembinaan keagamaan yang diterapkan di Yonif 411. “Dalam tradisi kemiliteran itu sarat dengan hukuman-hukuman mas, disini dalam pembinaan keagamaan kadang juga menggunakan unsur paksaan. Apabila paksaan tersebut tidak juga di indahkan maka ada tindakan khusus untuk menangani prajurit yang kurang disiplin seperti itu mas. Contoh hukumannya yaitu yang tidak ikut yasinan nanti disuruh membaca yasin sendiri dimasjid dan didampingi oleh senior. Hukumannya bermacam-macam dan diterapkan secara kondisional.” (W/P/A/28/10/2014/14.00). Tutur bapak A menjawab pertanyaan dari peneliti tentang metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. Tambahan dari bapak SL, Y dan AM dalam menanggapi metode pembinaan keagamaan yang diterapkan di Yonif 411 Salatiga. “Kalau boleh menambahkan mas, bahwa disini pembinaan keagamaan tidak hanya pengetahuan keagamaan saja yang wajib diperoleh. Tapi juga harus diamalkan secara rutin. Maka diambil langkah untuk mempraktikkan secara langsung walaupun kadang ada sedikit paksaan, tapi semua itu memiliki tujuan agar para prajurit menjadi biasa melakukannya. Dan juga memberi sedikit perhatian dengan berkata “Kamu pura-pura aja kemasjid, entah nanti kamu sholat apa tidak” tapi saya lihat pasti dia akan sholat juga mas.” (W/PR/SL/28/10/2014/14.00). “Hukuman pasti ada mas, kemudian sebelum hukuman itu berlaku pasti ada nasihat terlebih dahulu kepada yang melanggar kegiatan pembinaan mas. Jadi mungkin setahu saya mas, dari metode pembinaan yang diterapkan disini mas.” (W/PR/SL/30/10/2014/14.10). “Paling kalau tidak melakukan pembinaan nanti dihukum mas, itu mungkin. Cara hukuman berarti mas. Dengan sedikit perhatian juga bisa. pura-pura ke masjid saja, dan saya melihat nanti akhirnya
akan sholat juga kok mas.Untuk yang tidak melakukan nanti akan mendapatkan hukuman. Hukuman contohnya: yang tidak ikut yasinan, nanti disuruh untuk membaca yasin sendiri bersama yang tidak mengikuti kegiatan itu mas.” (W/PR/AM/01/11/2014/14.30). Hasil wawancara tentang metode yang diterapkan untuk melaksanakan pembinaan keagamaan yang diterapkan di Yonif 411 Salatiga dapat peneliti simpulkan yaitu : Metode pembinaan dengan keteladanan. 1) Metode pembinaan dengan adat kebiasaan. 2) Metode pembinaan dengan memberikan nasihat. 3) Metode pembinaan dengan memberikan perhatian. 4) Metode pembinaan dengan memberikan hukuman. e. Hambatan Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga. Agar peneliti mendapatkan data tentang gambaran kelancaran pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga, maka pada saat wawancara peneliti bertanya tentang dukungan dan hambatan dalam hal pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. “Kalau dukungan, saya kira medapat dukungan dari seluruh elemen masyarakat mas. Tapi kalau hambatan mungkin malah datang dari internal sendiri mas. Mungkin kurang disiplin dari prajurit sendiri, ada yang kadang sulit disuruh untuk berjamaah, dan masih ada kendala lain mas. Ditambah kalau sedang ada latihan keluar. Semua TNI pasti ikut dan disini sepi, jadi tidak ada yang mau dibina disini mas.” (W/P/SP/28/10/2014/14.00). Dilanjutkan wawancara kepada bapak AM, Y, AB, dan SF agar mendapatkan gambaran penuh. Sesungguhnya apakah ada hambatan dalam pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. “Saya kira semua berjalanan baik-baik saja tidak da hambatan dalam melaksakannya mas. Kalaupun ada hambatan paling disebabkan oleh tidak aktifnya prajurit dalam mengikuti kegiatan tersebut.” (W/P/AM/01/11/2014/14.30).
“Masalah intern mungkin mas, selebihnya berjalan dengan normal dan wajar mas. Masalah inten adalah dari prajurit yang mungkin ada kepentingan atau tanpa keterangan.” (W/P/Y/30/10/2014/14.10). “Saya kira semua berjalanan baik-baik saja tidak da hambatan dalam melaksakannya mas.” (W/P/AB/30/10/2014/14.20). “Masalah intern saja kendalanya saya kira mas, mungkin ada yang malas-malasan ada juga yang saat jadwal kegiatan ada yang sedang latihan luar, jadi tidak ada personel disini mas.” (W/P/SF/29/10/2014/14.00). Dapat disimpulkan oleh peneliti, sejauh ini di Yonif 411 Salatiga
dalam
melaksanakan
pembinaan
keagamaan
belum
menemukan hambatan yang begitu serius karena pembinaan disini sudah tertata rapi dan melajutkan program pembinaan pada saat pendidikan sebagai TNI. Hanya saja mungkin masalah-masalah internal yang kecil yang sedikit menghambat proses pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. 2. Pembinaan Keagamaan dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga a. Model Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga Peneliti dalam mengkaji tentang makna Sapta Marga di Yonif 411 harus melakukan wawancara dengan informan. Mengawali proses pengetahuan wawasan tentang gambaran penerapan Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga maka peneliti bertanya tentang penanaman nilai-nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga. “Yang pertama didikan keras untuk prajurit yaitu harus hafal apa yang disebut dengan Sapta Marga TNI. Jadi anggota TNI harus wajib hafal teks Sapta Marga. Kemudian pengetahuan tentang
pemaknaan butir-butir Sapta Marga diperoleh dari ceramahceramah komandan saat terjadi apel. Intruksi penekanan, wawasan, himbauan hanya diberikan melalui penekanan-penekanan pada saat apel atau ada forum bertemu atasan dan bawahan. (W/P/SP/28/10/2014/14.00). Tutur bapak SP menjawab pertanyaan dari peneliti tentang penerapan nilai-nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga. Wawancara selanjutnya kepada Bapak A, yang menjelaskan tentang gambaran penerapan Sapta Marga di Yonif 411. “Pengetahuan tentang makna butir-butir Sapta Marga selain dari ceramah pada waktu apel yang dari buku-buku tentang Sapta Marga mas, tapi yang terpenting bagi saya selain harus hafal. TNI wajib mengamalkannya sesuai dengan isi Sapta Marga TNI. Dan TNI tentu akan berfikir dua kali apabila ingin melanggar isi dari Sapta Marga TNI”. (W/PR/A/28/10/2014/14.00). Kesimpulan dari hasil wawancara tentang model penanaman nilai-nilai Sapta marga adalah melalui model hafalan. Jadi Prajurit diwajibkan hafal Sapta Marga. Setelah hafal maka TNI dalam menjalankan tugasnya aka selalu menggunakan pedoman Sapta Marga Selama bertindak. Selain itu, penanaman Sapta Marga dilakukan melalui penekanan-penekanan ketika apel. Komandan memberikan penekanan-penekanan langsung kepada anggotanya terkait nilai-nilai Sapta Marga yang harus dijalankan selama masa tugasnya. b. Metode Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga di yonif 411 Salatiga Dalam memotret gambaran ringkas penanaman Sapta Marga di Yonif 411 maka kiraya harus mengetahui metode dalam menerapkan konsep Sapta marga di Yonif 411 Salatiga.
Adapun wawancara dengan Bapak SL tentang metode penanaman nilai-nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga. Disini dalam menanamkan nilai-nilai Sapta Marga yang pertama semua TNI wajib hafal mas, kemudian dengan cara mengingatkan kepada prajurit melalui penekanan-penekanan lisan kok mas, entah itu pas apel, atau kesempatan berkumpul atasan bersama bawahan. Atasan memberikan nasehat langsung kepada para anggota dengan pengertian-pengertian, agar anggota melaksanakan tugasnya sesuai dengan Sapta Marga. Dan setiap apel pasti semua TNI membaca sapta marga mas, biar tambah hafal dan keingat terus dalam TNI menjalankan tugasnya mas. (SL/28/10/2014/14.00). Agar memperoleh data yang lebih rinci, peneliti bertanya kepada informan lain. Supaya realitas informasi dapat digali dari sumber yang berbeda-beda maka perlu bertanya kepada informan yang lainnya. Masih bertanya seputar metode dalam menerapkan konsep Sapta marga di Yonif 411 Salatiga. “Gini mas, tentu atasan juga berbuat yang baik sebelum banyak berceramah dengan para anggota. Jangan dibilang nanti “Jarkoni” Biso ngajar ora biso nggklakoni. Jadi intinya kami berusaha untuk meberikan keteladanan sebaik-baiknya agar sineggisitas antar atasan dan bawahan dalam menjalankan Sapta marga dapat terpupuk dengan baik (W/P/SP/28/10/2014/14.00). Tutur bapak SP menjawab pertanyaan dari peneliti tentang metode penerapan nilai-nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga. Tambahan dari bapak A, Y dan SF dalam menanggapi pertanyaan peneliti tentang masalah ini. “Dan juga gini mas, Konsekuensi kalau melanggar Sapta Marga disini diberlakukan hukuman TNI. Kalau yang dilanggar ringan, seperti tidak hafal Sapta Marga, pasti akan mendapatkan tindakan. Entah itu lari, push-up, set-up dan lain-lain. Kalau melanggar Sapta Marga terlalu berat maka TNI itu akan di Sel. Disini ada sel khusus TNI yang melanggar Sapta Marga. Kalau mau saya antarkan mas. (W/PR/A/28/10/2014/14.00).
“Proses pembinaan hanya dilakukan melalui nasihat langsung ketika apel mas yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan mas, atau bahkan ketika langsung ada arahan-arahan agar prajurit selalu mengingat janji Sapta Marga yang sudah dihafalkan ketika mengikuti pendidikan wajib TNI mas. Intinya harus diamalkan ketika bertugas menjadi TNI. Dimanapun seorang TNI itu berada.” (W/PR/Y/30/10/2014/14.10). “Cara batalyon sini dalam menerapkan Sapta Marga adalah dengan ceramah-ceramah ketika apel. Apel disini dilakukan semala tiga kali mas. Yaitu pagi, siang dan sore. Nah, lewat kegiatan itu penekananpenekanan atasan untuk menerapkan konsep Sapta Marga kepada prajurit.” (W/P/SF/29/10/2014/14.00). Metode yang digunakan yonif 411 Salatiga dalam penanaman nilai-nilai Sapta Marga kepada anggota TNI adalah dengan: 1) Metode pembinaan dengan keteladanan. 2) Metode pembinaan dengan adat kebiasaan. 3) Metode pembinaan dengan memberikan nasihat. 4) Metode pembinaan dengan memberikan perhatian. 5) Metode pembinaan dengan memberikan hukuman. 3. Makna Konsep Sapta Marga dalam Pembinaan Keagamaan bagi Prajurit di Yonif 411 Salatiga Makna Sapta Marga bagi Prajurit di Yonif 411 Salatiga menunjukkan hasil. Proses penggalian informasi kepada informan dilaksanakan untuk mengetahui makna Sapta Marga bagi prajurit di Yoni 411 Salatiga tahun 2014. Wawancara kepada bapak SP, SN, A, SL, AH. dilakukan untuk menggali informasi makna Sapta Marga untuk prajurit 411 Salatiga. “Makna Sapta marga bagi prajurit itu mas, agar apapun tanggung jawab yang kita jalankan sebagai seorang prajuit bisa dikontrol dengan
pedoman sapta marga. Jadi niatan untuk berbuat negative bisa dibendung dengan butir-butir sapta marga.” (W/P/SP/28-102014/14.00WIB). “Kalau menurut saya, sapta marga adalah pedoman seorang prajurit dalam menjalankan tugasnya mas. Kalau menguasai isi sapta marga, tentu langkahnya akan selalu tercermin dengan isi butir sapta marga mas, gitu kira-kira mas.” (W/P/SN/28-10-2014/14.00WIB). “Kalau menurut saya, sapta marga adalah pedoman seorang prajurit dalam menjalankan tugasnya mas. Kalau menguasai isi sapta marga, tentu langkahnya akan selalu tercermin dengan isi butir sapta marga mas, gitu kira-kira mas. (W/PR/SL/28-10-2014/14.00WIB). “Makna Sapta marga adalah sebagai pedoman seorang prajurit dalam menjalankan tugas mas, jadi memang harus memperdalam apa yang dimaksud dengan sapta marga mas. (W/PR/A/28-10-2014/14.00WIB). “Makna Sapta marga adalah sebagai pedoman seorang prajurit dalam menjalankan tugas mas, jadi memang harus memperdalam apa yang dimaksud dengan sapta marga mas.” (W/P/AH//28-102014/14.00WIB). Makna Sapta Marga bagi prajurit TNI 411 Salatiga adalah sebagai pedoman para anggota TNI dalam menjalankan tugasnya. Nilainilai yang terkandung dalam Sapta Marga dalam tradisi militer harus dihafalkan ketika menempuh pendidikan militer. Setelah itu maka di dalam latihan-latihan dan ketika apel, ditekankan melalui lisan dengan nasihat langsung seorang komandan, kemudian nilai-nilai tersebut ditekankan untuk diamalkan. Artinya, dalam setiap aktivitas dan tugas TNI selalu berpedoman dengan nilai-nilai Sapta Marga yang diwajibkan untuk diamalkan dalam dunia militer.
BAB IV PEMBAHASAN A.
Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga 1. Sejarah Singkat Terbentuknya Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga Titik dimulainya perencaaan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga dirasa semuanya menyatakan belum mengetahui secara pasti bagaimana awal terbentuknya pembinaan keagamaan di Yonif 411 salatiga..
Dari
menunjukkan
beberapa bahwa
proses
segenap
wawancara
prajurit
tidak
yang
dilakukan,
mengetahui
awal
terbentuknya pembinaan keagamaan di Yonif 411 salatiga. Temuan penelitian dilapangan setelah melakukan wawancara dengan dengan Bpk SP yang menjabat sebagai Kepala BINTAL di yonif 411 Salatiga. “Sebenarnya sejak awal menjadi seorang prajurit proses pembinaan keagamaan sudah didapatkan sejak masuk pendidikan prajurit, jadi pembinaan keagamaan disini tinggal melanjutkan program dari batalyon pusat.”(W/P/SP/28-10-2014/14.00WIB). Merasa belum cukup informasi tentang awal terbentuknya pembinaan keagamaan disini maka peneliti mewawancarai beberapa informan yang menjadi subjek penelitian di Yonif 411 Salatiga. Diharapkan
dapat
mengetahui
gambaran
penuh
tentang
awal
terbentuknya pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga setelah proses wawancara ini. Selanjutnya wawancara dengan Bpk SN yaitu pembina yang membina di lingkungan Yonif 411 Salatiga.
“Ketika saya disini pembinaan keagamaan sudah ada dan saya hanya melanjutkan gitu mas. Jadi saya adalah aktor penerus pembinaan keagamaan di Yonif 411 ini mas. Dan ini harus saya tunaikan sebagai amanah yang harus saya seriusi mas.”(W/P/SN/28-10-2014/14.00WIB). Dilanjutkan wawancara dengan Bpk SL, SO dan AL yaitu prajurit yang dibina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Saya tidak tau kapan terbentuknya pembinaan keagamaan disini, awal saya masuk dibatalyon ini pembinaan keagamaan memang sudah ada jauh sebelum kami masuk kesini. Disini kami tinggal meneruskan dan mengembangkan.”(W/PR/SL/28-10-2014/14.00WIB). “Ketika saya disini pembinaan keagamaan sudah ada dan saya hanya melanjutkan gitu mas. Jadi saya adalah actor penerus pembinaan keagamaan di Yonif 411 ini mas. Dan ini harus saya tunaikan sebagai amanah yang harus saya seriusi mas.” (W/PR/SO/30/10/2014/14.10WIB). “Iya mas, saya tidak tau saya kapan terbentuknya pembinaan keagamaan disini, awal saya masuk dibatalyon ini pembinaan keagamaan memang sudah ada jauh sebelum kami masuk kesini. Disini kami tinggal meneruskan dan mengembangkan dan belajar disini mas.” (W/PR/AL/01-11-2014/14.30WIB). Ditambah wawancara dengan Bpk A dan AM yaitu prajurit yang dibina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Terus terang saya tidak tahu mas, semenjak saya masuk di Batalyon ini saya suda mendapatkan pembinaan keagamaan dari para senior. Tapi pembinaan keagamaan di dunia militer saya dapatkan ketika saya masuk pendidikan di TNI. Jadi pembinaan disini saya, saya kira lanjutan dari pembinaan keagamaan yang saya dapatkan pas waktu saya menjalani proses pendidikan.”(W/PR/A/28-10-2014/14.00WIB). “Iya mas, saya tidak tau saya kapan terbentuknya pembinaan keagamaan disini, awal saya masuk dibatalyon ini pembinaan keagamaan memang sudah ada jauh sebelum kami masuk kesini. Disini kami tinggal meneruskan dan mengembangkan dan belajar disini mas.” (W/PR/AM/01/11/2014/14.30WIB). Dirasa cukup dalam menggali informasi tentang bagaimana awal terbentuknya pembinaan keagamaan maka dapat disimpulkan dengan
sederhana oleh peneliti bahwa proses terbentuknya pembinaan keagamaan di Yonif 411 adalah komando dari batalyon pusat. Artinya, pembinaan keagamaan adalah program dari batalyon pusat dan harus dijalankan oleh semua batalyon setiap daerah. Prajurit juga sudah mendapatkan pembinaan keagamaan ketika menempuh pendidikan awal masuk TNI. Ketika pembina ditanya tentang awal terbentukkan pembinaan keagamaan di Yonif 411 kebanyakan pembina tidak tahu menahu tentang kapan pembinaan keagamaan dibentuk. Para pembina hanya meneruskan program pembinaan keagamaan dari pembina yang sebelumnya. 2. Tujuan Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga Tujuan pembinaan keagamaan dilakukan untuk mengetahui realitas konteks yang ingin dicapai. Sebuah pembinaan dilaksanakan tentu ingin sekali mencapai target yang dikehendaki. Maka harus dirumuskan peta jalan yang baik dalam mencapai target yang sudah direncaakan. Menyoal tentang tujuan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga, maka peneliti memberikan beberapa pertanyaan kembali kepada informan tentang tujuan pembinaan keagamaan disini. Wawancara pertama dilakukan dengan Bpk SP yang menjabat sebagai PABINTAL di Yonif 411 Salatiga. “Pembinaan keagamaan disini tentu melahirkan suatu tujuan. Tujuan itu diharapkan mencapai sasaran-sasaran yang diharapkan. Ada tiga sasaran yang diharapakan dari proses pembinaan keagamaan, yaitu
mental kejuangan, mental ideology, dan mental rohani.” (W/P/SP/2810-2014/14.00WIB). Selanjutnya wawancara dengan Bpk SN yaitu pembina yang membina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Tujuannya untuk lebih dekat dengan allah, bersikap selalu baik. Saya kira itu saja mas.” .”(W/P/SN/28-10-2014/14.00WIB). Dilanjutkan wawancara dengan Bpk SL yaitu prajurit yang dibina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Pembinaan keagamaan disini saya peroleh dari proses melihat, mendengar, akan tetapi dari pembinaan keagamaan tersebut saya memiliki tujuan agar lebih dekat dengan Allah Swt.” (W/PR/SL/28-102014/14.00WIB). Dilanjutkan wawancara dengan Bpk A dan AM yaitu prajurit yang dibina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. “Tujuan pembinaan keagamaan menurut sepengetahuan saya, untuk menambah ketakwaan prajurit. Serta untuk menambahkan kualitas Iman, ibadah dan ahlak. Yang lebih penting lagi bagaimana pengamalan dalam hal ini diterapkan dengan baik mas.” (W/PR/A/2810-2014/14.00WIB). “Seperti ini mas, Tujuan pembinaan keagamaan menurut sepengetahuan saya, untuk menambah ketakwaan prajurit. Serta untuk menambahkan kualitas ibadah dan ahlak. Serta menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari mas” (W/PR/AM/01/11/2014/14.30WIB). Selanjutnya yang terakhir wawancara dengan Bpk AH yaitu pembina yang membina di lingkungan Yonif 411 Salatiga. Beliau menjabat sebagai DANSI Yonif 411 Salatiga. “Tujuan pembinaan keagamaan menurut sepengetahuan saya, untuk menambah ketakwaan prajurit. Serta untuk menambahkan kualitas Iman, ibadah dan ahlak. Yang lebih penting lagi bagaimana pengamalan dalam hal ini diterapkan dengan baik mas. Jadi sematamata untuk menambah ketakwaan kepada tuhan mas.” .” (W/P/AH//2810-2014/14.00WIB).
Dari proses wawancara dengan pembina dan prajurit yang dibina diatas maka dapat ditarik kesimpulan tentang tujuan pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga. Ada dua sudut pandang yang berbeda antara pembinaan dan prajurit yang dibina dalam memaknai pembinaan keagamaan. Maka peneliti rasa harus disimpulkan menjadi satu persepsi karena tujuan dari informan adalah tujuan yang baik semua. Peneliti menyimpulkan bahwa tujuan pembinaan keagamaan disini adalah mengarahkan prajurit untuk mencapai sasaran-sasaran yang diharapkan. Ada tiga sasaran yang diharapakan dari proses pembinaan keagamaan, yaitu mental kejuangan, mental ideology, dan mental rohani. Tujuan yang lain yakni untuk menambah kualitas keilmuan keagamaan bagi para prajurit agar senantiasa dekat dengan sang pencipta. Serta meningkatkan kualitas iman, ibadah dan akhlak yang baik. 3. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga Dari hasil observasi dan wawancara di Yonif Kostrad 411 Salatiga, ditemukan beberapa macam kegiatan pembinaan keagamaan, yaitu sebagai berikut: a. Shalat Dhuhur-Isya‟ Berjamaah 1) Subjek Subjek Shalat Dhuhur-Isya‟ berjamaah adalah para pembina BINTAL dan Pengurus Staf 3 di Yonif Kostrad 411 Salatiga.
2) Objek Objek pembinaan shalat berjamaah adalah seluruh anggota TNI Yonif 411 yang beragama Islam. 3) Waktu dan Sarana Sholat Dhuhur berjamaah dilakukan setiap hari. Lokasi Shalat Dhuhur Berjamaah untuk seluruh Anggota Yonif 411 Masjid Al-Iklas di dekat pintu masuk belakang Yonif 411 Salatiga (O/29-10-2014/12.00 WIB). b. Kegiatan Yasinan Kompi dan Batalyon 1) Subjek Subjek yasinan kompi menurut penuturan bapak SP adalah: “Kegiatan yasinan dibina oleh para pengrus BINTAL di yonif 411 sekaligus para pembina langsung dan pembina memberikan contoh langsung kepada para anggota TNI yonif 411 Salatiga ini mas. Itu maksud kami juga terlibat dalam kegiatan tersebut” (W/P/SP/28-10-2014/14.00WIB). Menurut penuturan Bapak SP ini dapat disimpulkan bahwa subjek kegiatan yasinan kompi ini berasal dari pembina intern yonif dan di ikuti dari seluruh prajurit dari kompi A, B, C. Kegiatan ini bergiliran setiap minggunya oleh setiap kompi bergantian. 2) Objek Objek dalam kegiatan yasinan kompi ini adalah anggota TNI yang beragama Islam.
3) Materi Pengajian Umum Kegiatan yasinan kompi ini, hal yang dilakukan adalah: “Dalam kegiatan yasinan kompi ini, kolompok per kompi membaca surat yasin secara bersama-sama. Misalnya minggu pertama kompi A, minggu kedua kompi B dan begitu seterusnya, minggu ketika bisa saja serentak bersama-sama dan begitu seterusnya. Kegiatan ini rutin dilaksanakan.” (W/PR/SL/28-102014/14.00WIB). Jadi seperti yang disampaikan oleh bapak SL, kegiatan yang dilaksanakan dalam yasinan kompi disini adalah membaca surah yasin secara bersama-sama. 4) Waktu dan Sarana Yasinan kompi dan batalyon ini dilakukan hari kamis setelah sholat maghrib sampai waktunya sholat isyak. Sarana yang digunakan adalah Masjid Al-Iklas di yonif 411 Salatiga. c. Khutbah Hari Jum‟at 1) Subjek Subjek pada waktu khutbah jum‟at, adalah pembina dari dalam lingkungan militer itu sendiri. Pengisi Khutbah juga diambilkan ustat dari luar anggota militer. 2) Objek Objek khutbah jum‟at adalah para anggota TNI yang mengikuti sholat jum‟at berjamaah. Agar mendapat pengetahuan agama dari ustat yang ditunjuk sebagai pemateri.
3) Materi Kegiatan Khutbah jum‟at ini, materi yang diberikan adalah: “Tentang masalah yang berhubungan dengan kehidupan seharihari, seperti ibadah sholat, puasa, zakat, dan tema-tema tentang kegiatan keagamaan. Kemudian tema khutbah juga disesuaikan dengan hari islam waktu itu. Pemateri khutbah juga diambilkan dari luar untuk menambah pengetahuan keagamaan anggota TNI di sini” (W/PR/AH/28-10-2014/14.00WIB). 4) Waktu dan Sarana Kegiatan khutbah jum‟at ini diadakan setiap hari jum‟at pukul 11.300-12.30 WIB di Masjid Al-Iklas di yonif 411 Salatiga. d. Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an diadakan setiap hari Senin dan Rabu, pada pukul 18.30-19.00 WIB (O/30-10-2014/18.30 WIB). Karena dengan membaca ayat-ayat yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan mendalami kandungan dari Kitab akan dapat mendatangkan hati yang tenteram dan diharapkan akan menambah keimanan kepada Allah. 1) Subjek Subjek pengajaran Iqro‟ dan Al-Quran adalah Petugas Pembina dari yonif 411 Salatiga. Namun adakalanya: “Prajurit yang sudah pandai dan berpengalaman membaca alQur‟an diminta untuk mengajar teman-temannya sesama Prajurit” (W/PR/AH/28-10-2014/18.30WIB).
2) Objek Objek pengajaran adalah prajurit yang beragama Islam, baik mereka yang belum bisa membaca maupun yang sudah bisa. 3) Materi Materi ini mengajarkan tentang membaca al-Qur‟an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid, sedangkan Kitab nya untuk dipelajari dan dapat diamalkan dalam kehidupan seharihari dan hafalan surat pendek. 4) Sarana Sarana yang digunakan dalam pengajaran Iqra‟ dan alQur‟an adalah buku panduan iqro‟, al-Qur‟an, Kitab, spidol, white board, buku dan bulpen. Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an ini dilaksanakan di Masjid di yonif 411 Salatiga. e. Peringatan Hari Besar Agama Islam (PHBI) Tujuan dari Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) di Yonif 411 Salatiga yaitu: “Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) dimaksudkan agar anggota TNI dapat mengambil hikmah yang terkandung dalam peringatan tersebut, kemudian prajurit mendapatkan tambahan pengetahuan agama dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari agar kedekatan kepada sang pencipta menjadi bertambah.” (W/P/SP/30-10-2014/14.50WIB). Peringatan ini dilaksanakan pada waktu tertentu saja yaitu berdasarkan hari peringatan tersebut ditetapkan dalam setiap tahunnya. Meskipun peringatan dilaksanakan pada waktu tertentu saja, tapi tetap dijadikan ajang untuk membangkitkan kembali nilai-
nilai ajaran Islam dan pemahaman lebih jauh tentang ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Pelaksanakan kegiatan ini, menyesuaikan situasi, kondisi, dan kemampuan Yonif 411 Salatiga. Hari-hari besar yang selalu diperingati adalah Idul Fitri, Idul Adha, Isra‟ Mi‟raj dan Maulid Nabi. 1) Subjek Subjek dalam kegiatan PHBI adalah para tokoh masyarakat/ da‟i yang sengaja dihadirkan sebagai pembicara. Sedangkan petugas BINTAL dan Staf 3 bertugas mengkoordinir dalam kepanitiaan hari besar yang diperingati. 2) Objek Objek dalam kegiatan PHBI adalah semua anggota TNI yang beragama Islam. 3) Materi Materi yang diberikan dalam kegiatan PHBI disesuaikan dengan hari besar yang diperingati. 4) Sarana Sarana yang digunakan adala Masjid dan Aula Yonif 411 Salatiga. Membaca temuan di atas kaitannya dengan pelaksanaan pembinaan keagamaan pada anggota yonif 411 Salatiga. Pada dasarnya dilakukan secara intensif setiap hari dan terus menerus. Hal ini
dibuktikan dengan dilaksanakannya kegiatan shalat Dhuhur-Isya‟ berjama‟ah yang merupakan bagian dari pembinaan keagamaan itu sendiri. Membaca surah yasin yang merupakan salah satu ayat dari AlQuran juga dijadikan rutinitas untuk menambah iman anggota TNI. Hal pengetahuan agama, dari yonif mendatangkan ustat dari luar untuk mengisi khutbah jumat dan PHBI. Agar dimaksudkan anggota TNI mendapat pengalaman ilmu keagamaan agar dapat bermanfaat untuk bekal kehidupannya kelak. 4. Metode Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga Hasil observasi dan wawancara di Yonif 411 Salatiga, ditemukan beberapa metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan, yaitu sebagai berikut: 5) Metode pembinaan dengan keteladanan. Yonif 411 Salatiga dalam melaksanakan pembinaan kepada anggota TNI salah satu metodeyang digunakan adalah metode dengan memberikan keteladanan kepada anggotanya. Artinya, para pembina, atau dapat dikatakan sebagai atasan, memberikan ketauladanan langsung kepada objek yang dibinanya. Sebagai contoh, ketika pelaksanaan agenda rutin sholat berjama‟ah. Para pembina ikut dalam kegiatan rutinan tersebut dengan rajin meneladani memberi contoh dalam sholat berjama‟ah. “Saya tidak begitu hafal tentang metode pembinaan keagamaan, tapi yang jelas pembinaan keagamaan disini dilaksanakan salah satunya dengan penekanan-penekanan berupa intruksi langsung atau
ceramah langsung mas. Berarti memberikan nasihat-nasihat lansung kepada para prajurit Entah itu pada saat Apel, atau waktu pengajian. Dan metode selanjutnya dengan penekanan pada aspek kebiasaan, walaupun sedikit dengan menggunakan paksaan. Tapi yang penting demi kebaikan, misalnya dipaksa untuk sholat berjamaah. Tapi yang jelas kami sebagai senior juga memberi contoh, kami selalu aktif dalam kegiatan praktik-praktik keagamaan, tujuannya agar tidak hanya menyuruh tapi juga memberi suri tauladan kepada yunior mas.” (W/P/SP/28/10/2014/14.00 WIB). Jadi kesimpulan dari paparan diatas adalah, pembinaan menggunakan metode keteladanan adalah salah satu metode yang digunakan yonif 411 Salatiga dalam hal pembinaan keagamaan. 6) Metode pembinaan dengan adat kebiasaan. Kedua, dapat digambarkan secara komprehensif bagaimana pembinaan keagamaan di Yonif 411 Salatiga memberlakukan adat kebiasaan kepada para anggota dalam hal pembinaan keagamaan. Kata lain, Yonif 411 Salatiga memberikan agenda pembinaan secara rutin. Runtinitas tersebut akan menjadikan tradisi rutinitas, sehingga kebiasaan tersebut akan mengarahkan anggota TNI untuk selalu mengikuti kegiatan keagamaan. Sholat berjama‟ah misalnya, rutinitas mengikuti kegiatan sholat berjama‟ah akan menjadikan adat kebiasaan kepada anggota TNI. Jadi pembinaan sudah terbentuk sesuai dengan adat kebiasaan tersebut. “Disini ada beberapa program pembinaan keagamaan mas, Ada kegiatan wajib sholat berjamaah dari dzuhur sampai isya‟, kemudian yasinan kompi. Ada kompi A,B,C di masjid, yasinan batalyon, Pengajian ibu-ibu perit setiap sore, anak-anak TNI TPA setiap sore, Ada TNI yang saling memberi pelajaran kepada temannya yang belum bisa membaca al-quran, Qutbah hari jumat diambilkan dari luar, dan mendatangkan ustat dari luar ketika PHBI mas.” (W/PR/AH/28-10-2014/14.00WIB).
Kegiatan diatas adalah kegiatan rutin yang dilakukan untuk menciptakan adat kebiasaan dalam hal pembinaan keagamaan di lingkungan militer Yonif 411 Salatiga. 7) Metode pembinaan dengan memberikan nasihat. Metode yang ketiga adalah metode dengan memberikan nasihat kepada anggota militer yang dibina. Para pembina di Yonif 411 Salatiga memberikan nasihat kepada anggota TNI ketika dalam pembinaan keagamaan intensitasnya agak rendah. Nasihat itu diberlakukan secara intensif, sampai prajurit melakukan kegiatan pembinaan yang diselenggarakan. “Saya tidak begitu hafal tentang metode pembinaan keagamaan, tapi yang jelas pembinaan keagamaan disini dilaksanakan salah satunya dengan penekanan-penekanan berupa intruksi langsung atau ceramah langsung mas. Berarti memberikan nasihat-nasihat lansung kepada para prajurit Entah itu pada saat Apel, atau waktu pengajian. (W/P/SP/28/10/2014/14.00 WIB). Metode
dengan
memberikan
nasihat
lebih
sering
diberlakukan pada waktu mengikuti kegiatan apel. Atasan memberi nasihat kepada bawahannya untuk melakukan kebiasaan yang baik atau sikap baik. Kegiatan apel dilakukan sehari sebanyak tiga kali rutin. Maka ketika apel itu, metode dengan memberi nasihat dilangsungkan. Bisa juga pada saat ceramah keagamaan yang dilaksanalan di lingkungan militer. Nasihat langsung diberlakukan kepada anggota TNI di Yonif 411 Salatiga.
8) Metode pembinaan dengan memberikan perhatian. Keempat, gambaran pembinaan yang dapat disajikan yaitu mengacu tentang metode dengan memberikan perhatian kepada objek yang dibina. Metode pembinaan tersebut yaitu mengaitkan antara pembina memberikan perhatian kepada objek yang dibina. Salah satu contohnya adalah pembina memberikan perhatian kepada anggota TNI. Hal ini anggota TNI merupakan objek yang selama ini dibina. Metode utuk memberikan pembinaan sangat bermacammacam. Ketika hendak sholat berjama‟ah misalnya, hambatan utama yang muncul adalah ada saja anggota TNI yang tidak mengikuti kegiatan sholat berjama‟ah. Maka setelah dilakukan survey oleh pembina ada yang tidak mengikuti sholat berjama‟ah. TNI yang tidak ikut itulah kemudian diberikan pengertian dan perhatian agara mereka mengikuti kegiatan pembinaan sholat berjama‟ah. “Kalau boleh menambahkan mas, bahwa disini pembinaan keagamaan tidak hanya pengetahuan keagamaan saja yang wajib diperoleh. Tapi juga harus diamalkan secara rutin. Maka diambil langkah untuk mempraktikkan secara langsung walaupun kadang ada sedikit paksaan, tapi semua itu memiliki tujuan agar para prajurit menjadi biasa melakukannya. Dan juga memberi sedikit perhatian dengan berkata “Kamu pura-pura aja kemasjid, entah nanti kamu sholat apa tidak” tapi saya lihat pasti dia akan sholat juga mas.” (W/PR/SL/28/10/2014/14.00). Memberikan perhatian dengan nasihat adalah yang selama ini diterapkan dalam lingkungan Yonif 411 Salatiga. Prajurit dipaksa untuk pergi kemasjid dengan santun dan lembut, tidak menggunakan cara-cara yang kasar. Bahkan, disuruh untuk pura-pura kemasjid
dalam pembinaan keagamaan. Walaupun begitu anggota TNI ternyata juga melakukan sholat berjama‟ah. Metode memberikan perhatian dengan baik inilah yang dinamakan metode dengan memberikan perhatian 9) Metode pembinaan dengan memberikan hukuman. Metode yang terakhir adalah metode dengan memberika hukuman kepada anggota TNI yang tidak disiplin pada hal pembinaan
keagamaan.
Mengingat
pembinaan
keagamaan
merupakan hal penting yang harus dijalani oleh anggota TNI. Dikarenakan TNI identik dengan hukuman, maka dalam hal pembinaan keagamaan di yonif 411 Salatiga juga menggunakan metode dengan memberikan hukuman. Hukuman diberikak kepada anggota TNI yang melanggar pembinaan keagamaan yang sudah diprogramkan di Yonif 411 Salatiga. “Dalam tradisi kemiliteran itu sarat dengan hukuman-hukuman mas, disini dalam pembinaan keagamaan kadang juga menggunakan unsur paksaan. Apabila paksaan tersebut tidak juga di indahkan maka ada tindakan khusus untuk menangani prajurit yang kurang disiplin seperti itu mas. Contoh hukumannya yaitu yang tidak ikut yasinan nanti disuruh membaca yasin sendiri dimasjid dan didampingi oleh senior. Hukumannya bermacam-macam dan diterapkan secara kondisional.” (W/P/A/28/10/2014/14.00). Hasil wawancara diatas menunjukkan metode dengan memberikan hukuman adalah metode yang diterapkan di lingkungan militer Yonif 411 Salatiga dalam penerapannya untuk hal pembinaan keagamaan kepada anggota TNI.
5. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga Membahas
tentang
faktor
penghmbat
dalam
pembinaan
keagamaan di Yonif 411 Salatiga. Faktor penghambat menurut Bapak SP diantaranya: “Kalau dukungan, saya kira medapat dukungan dari seluruh elemen masyarakat mas. Tapi kalau hambatan mungkin malah datang dari internal sendiri mas. Mungkin kurang disiplin dari prajurit sendiri, ada yang kadang sulit disuruh untuk berjamaah, dan masih ada kendala lain mas. Ditambah kalau sedang ada latihan keluar. Semua TNI pasti ikut dan disini sepi, jadi tidak ada yang mau dibina disini mas.” (W/P/SP/28/10/2014/14.00). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan faktor penghambat sebagai berikut: a. Prajurit ada yang kurang aktif dalam mengikuti pembinaan keagamaan. b. Adanya latihan keluar yang menunda kegiatan pembinan kegamaan. c. Program pembinaan keagamaan yang belum teradministrasikan. d. Pedoman pembinaan yang belum terkonsep. e. Belum ada kurikulum pembinaan keagamaan.
B.
Pembinaan Keagamaan dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 Pembinaan keagamaan dalam konsep Sapta Marga menggambarkan proses penerapan nilai-nilai Sapta Marga kepada prajurit di Yonif 411 Salatiga. Dapat diambil pembahasan tentang pembinaan Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Penerapan nilainilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga dapat dipahami bahwa disana
menggunakan cara-cara pemberian nasehat langsung ketika apel dan wajib hafal Sapta Marga kepada Anggotanya. 1. Model Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga di Yonif 411 Peneliti dalam mengkaji tentang makna Sapta Marga di Yonif 411 harus melakukan wawancara dengan informan. Mengawali proses pengetahuan wawasan tentang gambaran penerapan Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga maka peneliti bertanya tentang penanaman nilai-nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga. “Yang pertama didikan keras untuk prajurit yaitu harus hafal apa yang disebut dengan Sapta Marga TNI. Jadi anggota TNI harus wajib hafal teks Sapta Marga. Kemudian pengetahuan tentang pemaknaan butirbutir Sapta Marga diperoleh dari ceramah-ceramah komandan saat terjadi apel. Intruksi penekanan, wawasan, himbauan hanya diberikan melalui penekanan-penekanan pada saat apel atau ada forum bertemu atasan dan bawahan. (W/P/SP/28/10/2014/14.00). Tutur bapak SP menjawab pertanyaan dari peneliti tentang penerapan nilai-nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga. Wawancara selanjutnya kepada Bapak A, yang menjelaskan tentang gambaran penerapan Sapta Marga di Yonif 411. “Pengetahuan tentang makna butir-butir Sapta Marga selain dari ceramah pada waktu apel yang dari buku-buku tentang Sapta Marga mas, tapi yang terpenting bagi saya selain harus hafal. TNI wajib mengamalkannya sesuai dengan isi Sapta Marga TNI. Dan TNI tentu akan berfikir dua kali apabila ingin melanggar isi dari Sapta Marga TNI”. (W/PR/A/28/10/2014/14.00). Kesimpulan dari hasil wawancara tentang model penanaman nilai-nilai Sapta marga adalah melalui model hafalan. Jadi Prajurit diwajibkan hafal Sapta Marga. Setelah hafal maka TNI dalam menjalankan tugasnya aka selalu menggunakan pedoman Sapta Marga
Selama bertindak. Selain itu, penanaman Sapta Marga dilakukan melalui penekanan-penekanan ketika apel. Komandan memberikan penekananpenekanan langsung kepada anggotanya terkait nilai-nilai Sapta Marga yang harus dijalankan selama masa tugasnya. 2. Metode Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga di yonif 411 Dalam memotret gambaran ringkas penanaman Sapta Marga di Yonif 411 maka kiraya harus mengetahui metode dalam menerapkan konsep Sapta marga di Yonif 411 Salatiga. Adapun
wawancara
dengan
Bapak
SL tentang
metode
penanaman nilai-nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga. “Disini dalam menanamkan nilai-nilai Sapta Marga yang pertama semua TNI wajib hafal mas, kemudian dengan cara mengingatkan kepada prajurit melalui penekanan-penekanan lisan kok mas, entah itu pas apel, atau kesempatan berkumpul atasan bersama bawahan. Atasan memberikan nasehat langsung kepada para anggota dengan pengertianpengertian, agar anggota melaksanakan tugasnya sesuai dengan Sapta Marga. Dan setiap apel pasti semua TNI membaca sapta marga mas, biar tambah hafal dan keingat terus dalam TNI menjalankan tugasnya mas”. (SL/28/10/2014/14.00). Agar memperoleh data yang lebih rinci, peneliti bertanya kepada informan lain. Supaya realitas informasi dapat digali dari sumber yang berbeda-beda maka perlu bertanya kepada informan yang lainnya. Masih bertanya seputar metode dalam menerapkan konsep Sapta marga di Yonif 411 Salatiga. “Gini mas, tentu atasan juga berbuat yang baik sebelum banyak berceramah dengan para anggota. Jangan dibilang nanti “Jarkoni” Biso ngajar ora biso nggklakoni. Jadi intinya kami berusaha untuk meberikan keteladanan sebaik-baiknya agar sineggisitas antar atasan dan bawahan dalam menjalankan Sapta marga dapat terpupuk dengan baik (W/P/SP/28/10/2014/14.00).
Tutur bapak SP menjawab pertanyaan dari peneliti tentang metode penerapan nilai-nilai Sapta Marga di Yonif 411 Salatiga. Tambahan dari bapak A dalam menanggapi pertanyaan peneliti tentang masalah ini. “Dan juga gini mas, Konsekuensi kalau melanggar Sapta Marga disini diberlakukan hukuman TNI. Kalau yang dilanggar ringan, seperti tidak hafal Sapta Marga, pasti akan mendapatkan tindakan. Entah itu lari, push-up, set-up dan lain-lain. Kalau melanggar Sapta Marga terlalu berat maka TNI itu akan di Sel. Disini ada sel khusus TNI yang melanggar Sapta Marga. Kalau mau saya antarkan mas. (W/PR/A/28/10/2014/14.00). Metode yang digunakan yonif 411 Salatiga dalam penanaman nilai-nilai Sapta Marga kepada anggota TNI adalah dengan: a. Metode pembinaan dengan keteladanan. b. Metode pembinaan dengan adat kebiasaan. c. Metode pembinaan dengan memberikan nasihat. d. Metode pembinaan dengan memberikan perhatian. e. Metode pembinaan dengan memberikan hukuman. 3. Makna Konsep Sapta Marga dalam pembinaan keagamaan bagi Prajurit di Yonif 411 Makna Sapta Marga bagi Prajurit di Yonif 411 Salatiga menunjukkan hasil. Proses penggalian informasi kepada informan dilaksanakan untuk mengetahui makna Sapta Marga bagi prajurit di Yoni 411 Salatiga tahun 2014. Wawancara kepada bapak SP, SN, A, SL, AH. dilakukan untuk menggali informasi makna Sapta Marga untuk prajurit 411 Salatiga. “Makna Sapta marga bagi prajurit itu mas, agar apapun tanggung jawab yang kita jalankan sebagai seorang prajuit bisa dikontrol dengan pedoman sapta marga. Jadi niatan untuk berbuat negative bisa
dibendung dengan 2014/14.00WIB).
butir-butir
sapta
marga.”
(W/P/SP/28-10-
“Kalau menurut saya, sapta marga adalah pedoman seorang prajurit dalam menjalankan tugasnya mas. Kalau menguasai isi sapta marga, tentu langkahnya akan selalu tercermin dengan isi butir sapta marga mas, gitu kira-kira mas.” (W/P/SN/28-10-2014/14.00WIB). “Kalau menurut saya, sapta marga adalah pedoman seorang prajurit dalam menjalankan tugasnya mas. Kalau menguasai isi sapta marga, tentu langkahnya akan selalu tercermin dengan isi butir sapta marga mas, gitu kira-kira mas. (W/PR/SL/28-10-2014/14.00WIB). “Makna Sapta marga adalah sebagai pedoman seorang prajurit dalam menjalankan tugas mas, jadi memang harus memperdalam apa yang dimaksud dengan sapta marga mas. (W/PR/A/28-10-2014/14.00WIB). Makna Sapta Marga bagi prajurit TNI 411 Salatiga adalah sebagai pedoman para anggota TNI dalam menjalankan tugasnya. Nilainilai yang terkandung dalam Sapta Marga dalam tradisi militer harus dihafalkan ketika menempuh pendidikan militer. Setelah itu maka di dalam latihan-latihan dan ketika apel, ditekankan melalui lisan dengan nasihat langsung seorang komandan, kemudian nilai-nilai tersebut ditekankan untuk diamalkan. Artinya, dalam setiap aktivitas dan tugas TNI selalu berpedoman dengan nilai-nilai Sapta Marga yang diwajibkan untuk diamalkan dalam dunia militer. Peneliti melihat bahwa terkesan berdiri sendiri tanpa ada hubungan antara pembinaan keagamaan. Artinya, pembinaan keagamaan di yonif 411 Salatiga berdiri sendiri tanpa interfensi penanaman Sapta marga. Maka, makna yang dapat dipetik dalam konteks ini adalah pengumpulan pengetahuan tentang pembinaan keagamaan dan nilai Sapta marga.
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan 1. Pembinaan Keagamaan di Yonif 411 Salatiga Peneliti menyimpulkan bahwa tujuan pembinaan keagamaan disini adalah mengarahkan prajurit untuk mencapai sasaran-sasaran yang diharapkan. Sasaran yang diharapakan dari proses pembinaan mental keagamaan, yaitu mental kejuangan, mental ideologi, mental rohani dan mental keilmuan. Sasaran itu agar tercapai dengan baik, maka dilakukan kegiatan keagamaan antara lain: Shalat Dhuhur-Isya‟ berjamaah, Kegiatan Yasinan, Khutbah hari Jum‟at, Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an, PHBI. Metode Pembinaan yang dilakukan dalam melaksanakan pembinaan keagamaan adalah: Metode pembinaan dengan keteladanan, metode pembinaan dengan adat kebiasaan, metode pembinaan dengan memberikan nasihat, metode pembinaan dengan memberikan perhatian, metode pembinaan dengan memberikan hukuman. 2. Pembinaan Keagamaan dalam Konsep Sapta Marga di Yonif 411 Model Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga. Model Hafalan dilaksanakan dengan ditekankan kepada prajurit agar hafal butir-butir Sapta Marga. Kemudian cara mengukur apakah nilai-nilai Sapta Marga ini diimplementasikan atau tidak terlihat dalam keaktifan prajurit dalam menjalakan tugas sebagai seorang TNI. Metode Penanaman Nilai-Nilai Sapta Marga. Metode pembinaan dengan keteladanan, metode
pembinaan dengan adat
kebiasaan, metode
pembinaan dengan
memberikan nasihat, metode pembinaan dengan memberikan perhatian, metode pembinaan dengan memberikan hukuman. 3. Makna Konsep Sapta Marga dalam Pembinaan Keagamaan Bagi Prajurit di Yonif 411 Makna Sapta Marga bagi prajurit TNI 411 Salatiga adalah sebagai pedoman para anggota TNI dalam menjalankan tugasnya. Nilainilai yang terkandung dalam Sapta Marga dalam tradisi militer harus dihafalkan ketika menempuh pendidikan militer. Setelah itu maka di dalam latihan-latihan dan ketika apel, ditekankan melalui lisan dengan nasihat langsung seorang komandan, kemudian nilai-nilai tersebut ditekankan untuk diamalkan. Artinya, dalam setiap aktivitas dan tugas TNI selalu berpedoman dengan nilai-nilai Sapta Marga yang diwajibkan untuk diamalkan dalam dunia militer. Nilai yang terkandung dalam Sapta Marga adalah Pluralisme, Patriotisme, Ketakwaan, Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan, Kesiap Siagaan (Bhayangkari), Kedisiplinan, Keperwiraan dan Sedia Berbakti, Tepat Janji. Nilai-nilai tersebut harus dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan pengetahuan masingmasing Prajurit tentang Sapta Marga.
B.
Saran 1. DANYONIF a. DANYONIF selalu memantau dan mengecek kegiatan pembinaan yang telah berjalan, agar kegiatan selalu terpantau dengan baik baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. b. Selalu
berkoordinasi
dengan
Staf
3
dan
BINTAL
dalam
mengembangkan kegiatan pembinaan di Yonif 411 Salatiga. c. Memberikan intruksi langsung kepada pembina untuk lebih memberikan penekanan-penakanan nilai Sapta Marga kepada prajurit di yonif 411 Salatiga. 2. Pembina (Staf 3 dan BINTAL) a. Melihat begitu pentingnya pelaksanaan pembinaan keagamaan pada Prajurit, serta begitu besarnya peran Sapta Marga bagi pedoman sebagai anggota TNI, maka pihak pembina perlu melakukan pendekatan kepada para anggota TNI dengan memaksimalkan pembinaan yang sudah dilakukan. b. Pembina juga perlu untuk belajar tertib administrasi sejak pembinaan direncanakan, dilaksanakan dan tahap evaluasi. Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan keagamaan ada bukti yang sah dan bisa dipertanggung jawabkan. c. Memaksimalkan pembinaan Sapta Marga kepada para anggota TNI agar intensitas mengamalkan butir-butir Sapta Marga bisa terealisasi
dengan baik. Sehingga anggota TNI menjadi Prajurit yang berjiwa Sapta marganis. d. Membuat Kurikulum yang bagus, sehingga tahap menejemen pembinaan keagamaan terangkum dalam kerangka yang sistematis sehingga pembinaan dapat berjalan dengan baik 3. Prajurit a. Mengingat pembinaan keagamaan tergolong dalam pembinaan mental
prajurit,
maka
prajurit
harus
mengikuti
pembinaan
keagamaan yang telah diselenggarakan oleh Yonif 411 Salatiga dengan sungguh-sungguh. b. Prajurit perlu untuk memahami butir-butir Sapta Marga yang berjumlah tujuh butir, dan mengamalkan apa yang terdapat dalam butir Sapta Marga.
DAFTAR PUSTAKA
Alim. 2006. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Cet. Ke-1. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arief, Armai. 2007. Reformulasi Pendidikan Islam. Cet. Ke-2. Ciputat: CRSD Press. Azra, Azyumadi. 1998. Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Cet. Ke-1. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Baihaqi. 2000. Mendidik Anak dalam kandungan menurut ajaran pedagogis Islam. Cet. Ke-1. Jakarta: Darul Ulum Press. Chalik, Abdul. 2007. Ulum Al-Qur‟an. Cet. Ke-1. Jakarta: Diadit Media. Daradjat, Zakiah. 2004. Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung. Hadi, Aslam. 1980. Pengantar Filsafat Islam. Cet. Ke-1. Jakarta: Rajawali. Hasan, Abdul, Ali. 1993. Empat Sendi Agama Islam. Cet.Ke-1. Jakarta: Rineka Cipta. Hasan, Tholchah. 2007. Dinamika Kehidupan Religius. Cet. Ke-4. Jakarta: PT Listafariska Putra. Mahfudz, Syaikh. 2004. Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Cet. Ke-3. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Moeloeng. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muslih, Syafaat & Sohari. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinguency), Jakarta: Rajawali Pers. Mustofa. 1999. Ahlak Tasawuf, Untuk Fakultas Tarbiyah. Cet. Ke-2. Bandung: CV Pustaka Setia. Nashih, Abdullah. 1993. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Jilid 2. Semarang. CV Asy-Syifa. Nata, Abudin. 2001. Metodologi Studi Islam. Cet. Ke-6. Jakarta: PT RajaGrafindo.
Nizar, Samsul. 2001. Pengatar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Cet. Ke-1. Jakarta: Gaya Media Pratama. Ramayulis. 2009. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Cet.Ke-2. Jakarta: Kalam Mulia. Saridjo, Marwan. 2009. Bunga rampai pendidikan Islam. Jakarta: Amisco. Suharsini, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Suryohadiprojo. 1996. Kepemimpinan ABRI dalam sejarah dan perjuangannya. Jakarta: Intermasa. Syafe‟i, Rachmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqh. Cet. Ke-1. Bandung: Pustaka Setia. Poerwadarminta. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke 3. Jakarta: Balai Pustaka. Puspen TNI. 2005. Buku Saku Prajurit Mengungkap Sapta Marga. Jakarta: Tentara Nasional Indonesia. Qattan. 2000. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an. Cet. Ke-5. Jakarta: PT Pustaka Litera Antar Nusa Tafsir, Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam. Cet. Ke-4. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tentara Nasional Indonesia. 2007. Buku Saku Bintara dan Tamtama Korps Marinir. Jakarta: Tentara Nasional Indonesia. Ubhiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2. Bandung. Pustaka Setia. Urbaningrum, Anas. 2004. Islamo Demokrasi: Pemikiran Nur Kholis Madjid. Cet.Ke-1. Jakarta: Republika. Zuhaili. 2004. Menciptakan Remaja Dambaan Allah Panduan Bagi Orang Tua Muslim. Cet. Ke-1. Bandung: PT Mizan Pustaka.
DOKUMENTASI
Gambar Kegiatan Apel Pagi Apel Pagi
Gambar Kegiatan Ceramah Keagamaan Keagamaan
Gambar Kegiatan
Gambar Kegiatan Ceramah
Gambar Kegiatan Pembinaan Sapta Marga Sapta Marga
Gambar Kegiatan Pembinaan
Gambar Kegiatan Apel Siang
Gambar Kegiatan Apel Siang
Gambar Kegiatan Ibu Persit
Gambar Kegiatan Ibu Persit
Gambar Kegiatan Wawancara
Gambar Kegiatan Wawancara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: Hasan Maftuh
Tempat/Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 4 Desember 1991
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
: Dsn. Kepundung Rt 01/04, Ds. Reksosari Kec.Suruh, kab. Semarang (50776)
Riwayat Pendidikan
:
1.
SD Negeri Reksosari 01, lulus Tahun 2003.
2.
SMP Negeri 3 Suruh, Kab. Semarang, lulus Tahun 2006.
3.
SMA Negeri 1 Suruh, Kab. Semarang, lulus Tahun 2009.
4.
STAIN Salatiga, lulus Tahun 2015. Demikian data ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, 02 Maret 2015
Penulis
Hasan Maftuh NIM: 111 10 143