PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MAGELANG TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Nur’aini Solikhah NIM : 111 10 156 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2014
MOTTO
ان من خياركم احسنكم اخالقا “Sesungguhnya termasuk orang-orang pilihan diantara kalian adalah yang terbaik budi pekertinya” (HR. Bukhari)
PERSEMBAHAN Kubingkiskan karya sederhana ini untuk: & Almamaterku tercinta STAIN Salatiga. &
Bapak & Ibu tercinta yang selalu menyayangiku, mendukung, dan
menyemangatiku. Terima kasih atas untaian do‟a yang tiada henti terucap dari bibir dan hati Bapak & Ibu untuk kebaikan Ananda. &
Adikku, Abdul Kholiq Muhamad, semoga kamu meraih cita-cita yang kamu impikan. &
&
Teman kos yang penuh kehangatan: Jayanti, Umatul dan Mbak Yani.
Mbak Upla, dik Ana, Zaty, Henni, Amie, Vita, Lilis, dan Aye terima kasih karena kalian telah membuatku mengerti arti persahabatan.
&
Teman-teman D-paSta „10 yang seperjuangan. Makasih atas segala dukungan teman-teman selama ini. One all them.. best friends forever.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Dr. Rahmad Haryadi, M.Pd., selaku Ketua STAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
2.
Bapak Mubarok dan Ibu Hartini tercinta yang telah mencurahkan pengorbanan dan do‟a restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.
3.
Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan nasehat, arahan, serta masukan-masukan yang sangat membangun dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4.
Bapak Rasimin, M.Pd selaku Kepala Prodi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga.
5.
Seluruh dosen dan petugas admin Prodi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung.
6.
Lembaga
Pemasyarakatan
Magelang,
Bapak
I
Made
Darmajaya,
Bc.Ip.S.Sos.SH.MM selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Magelang, Bapak Drs.Triyoga Nugroho, Ibu Siti Badriyatun, Bapak Hananta B, SH., dan Bapak Dididk Budi, A.Ks yang telah memberikan informasi dan data yang diperlukan dalam penelitian ini. 7.
Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Amin ya robbal ‟alamin Salatiga, 25 Agustus 2014 Penulis
Nur‟aini Solikhah NIM: 111 10 156
ABSTRAK Solikhah, Nur‟aini. 2014. Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S.Ag., M.Phil. Kata Kunci: Pembinaan Keagamaan dan Narapidana Wanita Penelitian ini membahas Pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014. Fokus Penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyaakatan Magelang tahun 2014; 2. Metode apa saja yang diterapkan dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahn 2014; 3. Faktor apa saja yang menghambat pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lemabaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting. Peneliti bertindak langsung sebagai instrument dan sebagai pengumpul data hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diperoleh dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu melakukan reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini mengadakan keabsahan data dengan menggunakan ketekunan pengamatan triangulasi. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang dilaksanakan secara intensif setiap hari dan terus menerus, seperti Sholat Dhuhur Berjama‟ah. Metode yang digunakan adalah Metode Pembinaan berdasar Situasi, Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment), Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment), Metode Belajar dan Pengalaman (Experiental Learning) dan Auto Sugesti. Faktor yang menhambat pembinaan kegamaan: a). Latar belakang narapidana wanita yang tidak sama. b).Perbedaan masa hukuman serta masuknya yang tidak bersamaan. c). Minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang. d). Kemampuan narapidana dalam mencerna materi disampaikan tidak sama. e). Tidak adanya kurikulum khusus untuk pembinaan keagamaan.
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO ..................................................................................
i
JUDUL ..........................................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
ABSTRAK .................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Fokus Penelitian .........................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
9
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................
9
E. Penegasan Istilah ........................................................................
10
F. Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian ..........................................
12
2.
Kehadiran Peneliti ...............................................................
13
3.
Lokasi Penelitian .................................................................
13
4.
Sumber Data ........................................................................
13
5.
Prosedur Pengumpulan Data ...............................................
14
6.
Analisis Data .......................................................................
17
7.
Pengecekan Keabsahan Data ...............................................
18
8.
Tahap-tahap Penelitian ........................................................
18
G. Sistematika Penulisan .................................................................
19
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembinaan Keagamaan 1.
Pengertian Keagamaan .........................................................
21
2.
Dasar dan Tujuan Pembinaan Keagamaan ..........................
26
3.
Unsur-unsur dalam Pembinaan Keagamaan .......................
29
4.
Metode Pembinaan Keagamaan ..........................................
31
B. Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan 1.
Pengertian Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan .......
37
2.
Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan ....................
40
C. Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ................
45
1.
Pembinaan Narapidana ........................................................
41
2.
Tahap-tahap Pembinaan Narapidana ...................................
44
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Magelang 1.
Diskripsi Lokasi LP Magelang ............................................
48
2.
Visi, Misi dan Tujuan Berdirinya LP Magelang .................
48
3.
Struktur Organisasi dan Tugas Staf ....................................
49
4.
Proses Pembinaan ...............................................................
54
5.
Sarana dan Fasilitas .............................................................
57
6.
Klasifikasi Narapidana Wanita di LP Magelang .................
58
7.
Program Pembinaan Narapidana dalam Rangka Pemasyarakatan ..............................................................................................
61
B. Temuan Penelitian 1.
Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan ...................................................
2.
Metode Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan ..................................
3.
67
69
Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan ..................................
70
BAB IV PEMBAHASAN A. Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita ......................
72
B. Metode Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita ........
78
C. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita .....................................................................................................
84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..................................................................................
85
B. Saran-saran .................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenjang Pendidikan Tabel 3.2 : Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Tempat Tinggal Tabel 3.3 : Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenis Perkara Tabel 3.4 : Klasifikasi Narapidana Wanita berdasarkan Masa Pidana
DAFTAR LAMPIRAN
Lamp. 1
: Pedoman Wawancara
Lamp. 2
: Kode Penelitian
Lamp. 3
: Transkip Wawancara
Lamp. 4
: Lembar Konsultasi Skripsi
Lamp. 5
: Surat Penunjukkan Pembimbing
Lamp. 6
: Surat Permohonan Izin Penelitian
Lamp. 7
: Bukti Penelitian
Lamp. 8
: Surat Keterangan Kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar. Daradjat (1982: 56) menyebutkan ada tiga fungsi agama terhadap mereka yang meyakini kebenarannya, yaitu: a). Memberikan bimbingan dalam hidup. b). Menolong dalam menghadapi kesukaran. c). Menentramkan batin. Realitanya jalan yang ditunjukkan agama tidak seluruhnya diikuti oleh manusia, bahkan sebagian besar mengingkarinya. Pengingkarannya terhadap agama ini tidak hanya terjadi pada zaman jahiliyah saja, tetapi terjadi pula pada zaman modern ini. Proses modernisasi telah membawa perubahan pola hidup manusia. Terutama dalam cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari yang pada gilirannya perubahan tersebut akan membawa dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari medernisasi antara lain: adanya perubahan tata nilai dan tata kehidupan yang serba keras, bahkan tradisi nenek moyang yang dikenal beradab telah terkikis oleh budaya baru yang serba modern. Perubahan tata nilai tersebut dikarenakan lemahnya keyakinan beragama, sikap individual dan matrealis. Hal ini karena tuntutan hidup yang semakin tinggi dan semakin banyak yang kurang terpenuhi. Akibatnya persaingan hidup semakin tajam dan penuh ketegangan. Sikap kebersamaan sukar didapatkan, apalagi dalam lingkungan masyarakat yang tidak
menjadikan agama sebagai way of life. Rasa keterkaitan antar kelompok, keluarga, dan sesama tetangga terasa semakin longgar. Salah satu keprihatinannya adalah munculnya pergaulan bebas di kalangan remaja, longgarnya pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya dan tuntutan pemenuhan ekonomi ditambah lagi krisis ekonomi yang berkepanjangan, mengakibatkan terjadinya penyelewengan moral yang mengarah kepada perbuatan yang dilarang agama dan norma masyarakat. Hasan (1974: 82), mengatakan bahwa: “salah satu ciri kehidupan masyarakat modern dewasa ini adalah kegoyahan norma-norma, termasuk norma-norma yang kita pergunakan dalam menilai problema manusia sebagai anggota masyarakat”. Kondisi yang demikian merupakan faktor yang dapat mengganggu keseimbangan jiwa bagi mereka yang tidak kuat mental agamanya. Pada tingkat permulaan mungkin berupa ketegangan (stress), frustasi, dan sampai melakukan tindak kejahatan. Di sisi lain, agama digunakan sebagai pendekatan memberikan terapi melalui pembinaan, bimbingan dan latihan. Karena hanya agamalah yang dapat memuaskan jiwa, yang dapat menghilangkan konflik atau pertentangan, perasaan berdosa dan kekecewaan. Dalam al-Qur‟an surat Yunus ayat 57, Allah Swt berfirman:
Artinya: “Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Yunus:57)
Menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10, pembinaan adalah usaha yang ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan akhlak (budi pekerti). Keterangan tersebut, hubungan antara perihal itu sangat lazim dimaknai dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Tujuan pembinaan keagamaan tidak lain adalah untuk mengarahkan agar orang yang dibina dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama sehingga diharapkan dapat mensucikan jiwa mereka dan membentuk akhlak mulia, dapat mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Selain itu juga, perlu ditambah adanya praktekpraktek langsung yaitu melakukan amal perbuatan yang diperintahkan oleh agama secara nyata. Peran agama dalam kehidupan masyarakat sangat penting. Tanpa atau dengan penelitian, cukup berdasarkan pengalaman sehari-hari, dapat dipastikan bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan, baik dalam hidup sekarang maupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita tertinggi (yang tumbuh dari naluri sendiri) itu tidak boleh dianggap ringan begitu saja. Jaminan untuk itu mereka menemukan dalam agama. Terutama karena agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan yang “terakhir”, yang pencapaiannya mengatasi kemampuan manusia secara mutlak, karena kebahagian itu berada di luar batas kekuatan manusia (breaking point). Orang berpendapat bahwa
hanya manusia agama (homo religius) yang dapat mencapi titik itu, entah itu manusia yang hidup dalam masyarakat primitif, entah dalam masyarakat modern (Puspito, 1983: 39-40). Oleh sebab itu setiap orang, baik yang berstatus sosial tinggi atau berstatus sosial rendah dapat menemui kesukaran dalam berbagai bentuk. Hanya satu mungkin yang sama-sama diinginkan, yaitu ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa ini dibutuhkan bagi setiap orang, baik di desa maupun di kota, baik kaya maupun miskin. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat, semakin banyak komplikasi hidup yang dialaminya. Banyak persaingan, perlombaan dan pertentangan karena semakin banyak kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi. Akibat semakin sulitnya memenuhi kebutuhan hidup itu, sebagian orang wanita melakukan tindak kejahatan. Di sisi lain, permasalahan tindak kejahatan yang dilakukan wanita adalah masalah yang sangat kompleks karena merupakan pelanggaran hukum, sosial dan agama, merugikan masyarakat sekitar, dan menjadi cela dalam kehidupan sosial ini. Orang (wanita) yang melakukan perbuatan salah atau tindak kejahatan secara umum dikenal oleh masyarakat dengan panggilan narapidana wanita. Perilaku tersebut, dapat menyebabkan seseorang masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana. Dapat dikatakan juga bahwa LAPAS adalah merupakan sarana pembinaan
narapidana dalam sitem pemasyarakatan (Setiady, 2010: 137). Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu tempat bagi penampungan dan pembinaan narapidana yang karena perbuatannya dinyatakan bersalah dan diputuskan oleh hakim pidana penjara. Salah satu Lembaga Pemasyarakatan yang berada di Jawa Tengah adalah Lembaga Pemasyarakatan Magelang. Pembinaan keagamaan untuk memberi bekal bagi narapidana agar kelak setelah bebas menjalani masa pidana menjadi orang yang lebih baik, maka pihak Lembaga Pemasyarakatan Magelang menyelenggarakan program pembinaan bagi narapidana, yang meliputi pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian. Pembinaan kemandirian meliputi: pembinaan keterampilan dan pembinaan fisik, sedangkan untuk pembinaan kepribadian antara lain meliputi: pembinaan kesadaran beragama dan pembinaan intelektual. Dan pembinaan keagamaan termasuk dalam pembinaan kesadaran beragama. Dalam
pelaksanaan
pembinaan
kemandirian
dan
kepribadian,
pembinaan kemandirian dan kepribadian yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Magelang diantaranya yang terpenting adalah pembinaan keagamaan, yang tentunya berupa bimbingan dan penyuluhan agama Islam. Bimbingan penyuluhan Islam adalah proses pemberian bantuan yang terarah, continue dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an, Al-Hadits sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Al-Hadits (Hallen, 2002:17). Melihat teori di atas bahwa al-Qur‟an dan al-Hadits bukan saja merupakan landasan hidup manusia dalam bentuk hubungan antara manusia
dengan Allah SWT, akan tetapi sebagai landasan kehidupan timbal balik antara sesama manusia dan alam semesta. Hal ini memberikan makna fungsional
dan
sekaligus
membuktikan
bahwa
Islam
tidak
hanya
memfokuskan pada keselamatan individual saja, namun juga mencakup masalah-masalah sosial demi terciptanya kesejahteraan umat. Pembinaan keagamaan yang baik, secara teoretis akan melahirkan hasil binaan yang baik untuk manusia. Begitu pula pembinaan keagamaan pada narapidana wanita yang baik, juga akan melahirkan karakter narapidana wanita baik bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Akan tetapi, fenomena yang ditemukan masih ada juga sebagian dari mereka yang terjaring dalam kasus yang sama beberapa kali, yang nyata-nyata dilarang oleh norma-norma agama dan masyarakat berbagai alasan mereka kembali ke tindak kejahatan tersebut dikarenakan sebagai berikut: 1.
Gangguan Psikis
:
(balas dendam, frustasi, petualangan, broken home, dll.)
2.
Gangguan Ekonomi
:
(tekanan ekonomi keluarga, krisis moneter, dll.)
3.
Gangguan Budaya
:
(lingkungan tempat tinggal, pelanggaran norma sosial atau budaya, pelanggaran norma agama, dll.) (Kartono, 1982: 222).
Untuk mengembalikan dan memulihkan kepercayaan diri, harga diri, harkat dan martabat mereka ke kehidupan masyarakat kelak dan layak, serta secara normatif sesuai dengan norma ajaran Islam, maka perlu didekati
dengan sentuhan nilai-nilai agama Islam. Sejalan dengan ini, maka pembinaan keagamaan sangat berperan dalam rangka mempercepat proses rehabilitasi tersebut. Inti pelaksanaan pembinaan keagamaan adalah penjiwaan agama dalam hidupnya, Ia dibina sesuai dengan tingkat dan situasi psikologisnya (Arifin, 1977: 25). Kaitannya dengan hal tersebut, maka perlu kiranya untuk dikaji secara mendalam pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana yang selama ini dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Magelang maupun pada pihak yang ikut terkait. Namun, keberhasilan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Magelang, apakah mungkin ditentukan oleh pelaksanaan dan faktor metode atau materi binaan dalam pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang.Sebab, kedua komponen keberhasilan itu menimbulkan tanggapan bagi masing-masing narapidana di Lembaga Masyarakat tersebut. Inilah yang akan dilakukan lebih lanjut dalam penelitian skripsi ini. Peneliti akan meneliti yang berkaitan dengan pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita, metode yang diterapkan dalam pembinaan keagamaan pada narapidana wanita, dan faktor penghambat pembinaan narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang. Lembaga Permasyarakatan Magelang merupakan Lembaga Permasyarakatan di bawah naungan Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Semarang yang terletak di Jalan Dr. Cipto No. 64 Semarang. Lembaga Pemasyarakatan
Magelang terletak pada kawasan kota Magelang tepatnya di Jalan Sutopo No. 2 Magelang. Sebenarnya nama Lembaga Permasyarakatan Magelang adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Magelang. Secara keseluruhan, hingga saat ini jumlah narapidana dan tahanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan tersebut adalah 450 orang. Sedangkan narapidana dan tahanan wanita berjumlah 13 orang, 10 orang dinyatakan sebagai narapidana dan 3 orang sebagai tahanan. Karena hemat penulis lokasi sangat strategis mudah dijangkau karena berada di pusat kota dan objek mudah untuk dijangkau untuk penelitian. Setelah melihat beberapa pokok pikiran di atas, penulis merasa tergugah untuk meneliti dan mengangkat sebuah tema topik penelitian yang berjudul: “PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA NARAPIDANA WANITA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MAGELANG TAHUN 2014”
B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan maslah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014?
2.
Metode apa saja yang diterapkan dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014?
3.
Faktor-faktor apa saja yang menghambat pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah: 1.
Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014.
2.
Untuk mengetahui metode yang diterapkan dalam pelaksanaan pembinaan
keagamaan
pada
narapidana
wanita
di
Lembaga
Pemasyarakatan Magelang tahun 2014. 3.
Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
menghambat
pembinaan
keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang tahun 2014.
D. Kegunaan Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis dan praktis: 1.
Manfaat praktis : a.
Bagi Lembaga: dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pola pembinaan yang selama ini telah dilakukan dan juga sebagai acuan untuk perkembangan pembinaan di masa yang akan datang.
b.
Bagi Penulis: sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang nantinya dapat digunakan sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat yang sebenarnya terutama yang ada kaitannya dengan dunia pendidikan.
c.
Bagi
Narapidana
Wanita:
dapat
dijadikan
tambahan
ilmu
pengetahuan dan acuan dalam menjalani pembinaan keagamaan sehingga ketika sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak melakukan tindak pidana lagi. 2.
Manfaat teoretis Dapat memperkaya kepustakaan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
E. Penegasan Istilah Agar mempermudah pemahaman serta untuk menentukan arah yang jelas dalam menyusun penelitian ini, maka penulis memberikan penegasan dan maksud penulisan judul sebagai berikut: 1.
Pembinaan Keagamaan Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik (Alwi, 2007: 152). Sedangkan keagamaan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan agama (Alwi, 2007: 12).
Jadi pembinaan keagamaan dalam penelitian ini adalah segala aktifitas keagamaan, khususnya agama Islam yang dilakukan di Lembaga PemasyarakatanMagelang
yang
bertujuan
untuk
membina
para
narapidana melalui pendekatan religius. 2.
Narapidana Wanita Narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana (Alwi, 2007: 774). Sedangkan wanita adalah perempuan dewasa (Alwi, 2007: 1268). Jadi narapidana wanita dalam penelitian ini adalah seorang perempuan
dewasa yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana. 3.
Lembaga Pemasyarakatan Magelang Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat orang menjalani hukuman pidana (Alwi, 2007: 655). Dapat dikatakan juga bahwa LAPAS adalah merupakan sarana pembinaan narapidana dalam sistem pemasyarakatan (Setiady, 2010: 137). Lembaga pemasyarakatan (Lapas) adalah suatu tempat bagi penampungan dan pembinaan manusia yang karena perbuatannya dinyatakan bersalah dan diputuskan oleh hakim dengan pidana penjara. Adapun letak Lembaga Pemasyarakatan Magelang berada di Jalan Sutopo No. 2 Magelang. Berdasarkan penjelasan istilah di atas, maka maksud dari judul
“Pembinaan
Keagamaan
pada
Narapidana
Wanita
di
Lembaga
Pemasyarakatan Magelang” adalah untuk mengetahui potret pelaksanaan
pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang. Sehingga, nantinya setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan narapidana wanita sudah tidak lagi mengulang kesalahan dan tidak canggung ketika mereka berhubungan kembali dengan masyarakat sekitarnya, serta senantiasa mentaati perintah agama dan menjauhi larangannya.
F. Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Setiap penelitian memerlukan pendekatan dan jenis penelitian yang sesuai
dengan
masalah
yang
dihadapi.
Jenis
penelitian
yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan multi strategi. Strategi-strategi yang bersifat interaktif, seperti observasi, langsung, observasi partisipan, wawancara mendalam, dokumendokumen, teknik-teknik perlengkapan seperti foto, rekaman, dan lain-lain (Zuriah, 2009: 95). Melalui metode kualitatif penulis dapat mengenal orang (subjek) secara pribadi dan melihat perkembangan definisi mereka sendiri tentang dunia ini. Penulis dapat merasakan apa yang mereka alami dalam pergaulan
dengan
masyarakat
mereka
sehari-hari,
mempelajari
kelompok-kelompok dan pengalaman-pengalaman yang mungkin belum penulis
ketahui
sama
sekali.
Yang
terakhir
metode
kualitatif
memungkinkan
penulis
menyelidiki
konsep-konsep
yang
dalam
penelitian lainnya intinya akan hilang. Konsep-konsep seperti keindahan, rasa sakit, keimanan, penderitaan, frustasi, harapan, dan kasih sayang dapat diselidiki sebagaimana orang-orang yang sesungguhnya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Sugiyono, 2007: 30). 2.
Kehadiran Peneliti Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data. Peneliti datang dan secara langsung berinteraksi di tengah-tengah objek penelitian dan melakukan pengamatan, wawancara mendalam dan aktivitas-aktivitas lainnya demi memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini. Peneliti turun langsung ke kancah penelitian, tanpa mewakilkan pada orang lain, agar kegiatan yang berkaitan dalam menggali, mengidentifikasi data informasi dan fenomena yang muncul di lapangan dapat diperoleh secara akurat.
3.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Magelang yang berlokasi di Jln. Sutopo No. 2 Magelang pada bulan Mei 2014 sampai dengan selesai.
4.
Sumber Data Sumber data yaitu subjek dari mana data diperoleh, sehingga peneliti memperoleh sumber data yang dipandang paling mengetahui dan berhubungan langsung dengan masalah yang diteliti.
Responden
adalah
orang
yang
merespon
atau
menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti baik pertanyaan tertulis maupun lisan (Arikunto, 2010: 107). Sedangkan informan adalah orang yang menjadi sumber data dalam penelitian (Alwi, 2007: 794). Subyek penelitian adalah keseluruhan dari informan atau sumber yang hendak diteliti dalam hal ini subyeknya adalah: 1) Koordinator Keagamaan Lembaga Pemasyarakan Magelang. 2) Petugas Lembaga Pemasyarakatan Magelang. 3) Narapidana wanita yang muslim. 5.
Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview (wawancara), observasi, dan dokumentasi. a.
Interview (Wawancara) Interview atau wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi (Nasution, 1996: 113). Wawancara ialah percakapan dua orang atau lebih (Usman dan Akbar, 1996: 57). Jadi dari hasil wawancara ini diharapkan penulis dapat memperoleh data yang diperlukan
untuk
kaitannya
dengan
pelaksanaan
pembinaan
keagamaan, metode yang diterapkan dalam pembinaan keagamaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan itu. Penelitian ini menggunakan wawancara tidak struktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan
ditanyakan
(Arikunto,
2010:
197).
Dimana
pewawancara
berpedoman pada pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. Penulis mengajukan pertanyaan yang dijawab oleh responden dengan bebas, jika jawaban dari responden mulai menyimpang dari arah pertanyaan, pewawancara mengalihkan pada alur yang telah ditentukan. Metode ini penulis memperoleh keterangan dengan responden dengan cara berdialog langsung saling bertatap muka. Hal ini mengambil responden yang dianggap dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain adalah: 1) Para Pembina yang diwakili oleh: a) Bapak TN b) Ibu SBY 2) Narapidana Wanita yang diwakili oleh: a) TR b) TT c) WD d) KR e) NR Kenapa peneliti hanya mengambil lima perwakilan responden dari narapidana wanita karena narapidana wanita yang lebih dari satu tahun dan berpendidikan SMA keatas, selain itu satu diantara mereka merupakan tamping, atau yang mengomando dalam kegiatan
pembinaan keagamaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Magelang. b.
Observasi Observasi
adalah
pengamatan
dan
pencatatan
yang
sistematisterhadap gejala-gejala yang diteliti (Arikunto, 2010: 54). Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan. Observasi dilakukan untuk memperoleh data yang belum diperoleh waktu wawancara dan dokumentasi. Dimana kondisi narapidana wanita dalam pembinaan dan bagaimana hasil atau respon narapidana wanita terhadap pembinaan itu. c.
Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen (Arikunto, 2010: 73). Metode ini untuk memperoleh data dari beberapa dokumen sebagai pelengkap, yang dapat memperjelas dari metode interview atau wawancara seperti: 1) Deskripsi Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Magelang 2) Visi, Misi dan Tujuan berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Magelang 3) Struktur Organisasi dan Tugas Staf Proses Pembinaan 4) Sarana dan Fasilitas yang digunakan dalam pembinaan 5) Klasifikasi Narapidana Wanita
6) Program Pembinaan Narapidana dalam Rangka Pemasyarakatan 6.
Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2008: 244) Penelitian ini akan di analisis secara kualitatif untuk mengolah data dari lapangan: a.
Pengumpulan data Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh data yang diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik, seperti wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan dokumentasi yang diperoleh dari penelitian.
b.
Reduksi data Dilakukan
dengan
jalan
membuat
abstraksi,
abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga dalam penelitian ini. c.
Penyajian data Dengan menggambarkan fenomena-fenomena atau keadaan sesuai dengan data yang telah di reduksi terlebih dahulu.
d.
Kesimpulan Yaitu permasalahan penelitian yang menjadi pokok pemikiran terhadap apa yang akan diteliti.
7.
Pengecekan Keabsahan Data Sebagai upaya membuktikan bahwa data yang diperoleh adalah benar-benar valid, maka peneliti menggunakan cara triangulasi, yakni data atau informasi yang diperoleh dari satu pihak di cek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga, keempat dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar terhindar dari subyektivitas.
8.
Tahap-tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut: a.
Tahap pra lapangan 1) Mengajukan judul penelitian 2) Menyusun proposal penelitian 3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing
b.
Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi: 1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan penelitian 2) Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian 3) Pencatatan data yang telah dikumpulkan
c.
Tahap analisa data, meliputi kegiatan: 1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian 2) Pengecekan keabsahan data
d.
Tahap peneliti laporan penelitian 1) Penulisan hasil penelitian 2) Konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing 3) Perbaikan hasil konsultasi 4) Pengurusan kelengkapan persyaratan ujian 5) Ujian munaqosah skripsi
G. Sistematika Penulisan Agar suatu penelitian dapat dengan mudah dipahami oleh orang yang membacanya, maka selayaknya dapat sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah: Bab I merupakan kerangka dasar yang berisi Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian (Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi dan Waktu Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, dan Tahap-tahap Penelitian), dan Sitematika Penulisan. Bab II berisi tentang kajian pustaka,merupakan bagian yang menjelaskan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian yang memuat pengertian pembinaan keagamaan, dasar dan tujuan pembinaan
keagamaan, metode dan materi pembinaan keagamaan, pelaksanaan pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan, pengertian Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan, tujuan dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan, pembinaan narapidana, dan tahap-tahap pembinaan narapidana. Bab III berisi paparan data dan temuan peneliti menjelaskan tentang gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Magelang (deskripsi lokasi LP Magelang, visi, misi, dan tujuan LP Magelang, struktur organisasi dan Tugas Staf, Sarana dan Fasilitas, klasifikasi narapidana wanita, program pembinaan narapidana dalam rangka pemasyarakatan), dan Temuan Penelitian. Bab IV merupakan pembahasan hasil penelitian di lapangan yang dipaparkan dalam bab III. Pembahasan dilakukan untuk menjawab masalah penelitian yang diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan jalan menjelaskan temuan penelitian dalam konteks khasanah ilmu. Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran-saran dari penulis sebagai sumbangan pemikiran berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah diperoleh dan daftar pustaka.
BAB II KAJIAN TEORI A. Pembinaan Keagamaan 1.
Pengertian Pembinaan Keagamaan Sebelum dibahas lebih lanjut tentang pembinaan keagamaan, maka perlu
kiranya
dikemukakan
pengertian
pembinaan
itu
sendiri,
diantaranya: a.
Menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10 Pembinaan adalah usaha yang ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan akhlak (budi pekerti).
b.
Menurut PP RI Nomor 31 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1 Kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, Sikap dan Perilaku, Profesional, kesehatan jasmani dan rohani.
c.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 152) Pembinaan berasal dari kata dasar “bina” yang mendapatkan awalan “pe” dan akhiran “an” yang mempunyai arti perbuatan, cara. Pembinaan berarti “kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik”. Sedangkan pengertian dari keagamaan itu sendiri ialah, bahwa
keagamaan berasal dari kata agama yang kemudian mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Sehingga membentuk kata baru yaitu “keagamaan”. Jadi keagamaan di sini mempunyai arti “segenap
kepercayaan (kepada Tuhan) serta dengan ajaran kebaikan dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu” (Alwi, 2007: 12). Dari rumusan di atas, yang dimaksud dengan pembinaan keagamaan adalah suatu usaha untuk membimbing dan mempertahankan serta mengembangkan atau menyempurnakan dalam segala seginya, baik segi akidah, segi ibadah dan segi akhlak. Seperti diterangkan dalam )Hadist sebagaimana dalam kitab Arba‟in Nawawi (Mustofa, 1375 H: 7-9
هللا س ِع ْندَ َرسُ ْو ِل ِ ً هللا ُ َع ْنه ُ أٌَْضا ً قَا َل َ :ب ٌْ َن َما ن َْح ُن ُجل ُ ْو ٌ َ ع ْن عُ َم َر َر ِ ض َ ت ٌَ ْو ٍم ِإ ْذ َ س َوا ِد الش ْع ِر الَ بَ ، علَ ٌْنَا َر ُج ٌل َ هْيَلَع ُهللا ىَّلَصََُِْ ذَا َ اض ال ِث ّ ٌَا ِ ش ِد ٌْد ُ َب ٌَ ِ طلَ َع َ ش ِد ٌْد ُ َ ً ِ صلى هللا ٌ ُ َرى َ علَ ٌْ ِه أَث َ ُر السف َِر َوالَ ٌَ ْع ِرفُه ُ ِمنا أ َ َحد ٌ َحتى َج َل َ س ِإلَى الن ِب ّ علَى فَ ِخذَ ٌْ ِه َوقَا َلٌَ :ا علٌه وسلم فَأ َ ْسنَدَ ُر ْك َبتَ ٌْ ِه ِإلَى ُر ْكبَتَ ٌْ ِه َو َو َ ض َع كَف ٌْ ِه َ هللا هْيَلَع ُهللا ىَّلَص :اْ ِإل ِسالَ ُم أ َ ْن ت َ ْش َهدَ أ َ ْن الَ ع ِن اْ ِإل ْسالَ ِم ،فَقَا َل َرسُ ْو ُل ِ مَحُمَُ أ َ ْخ ِب ْر ِنً َ ص ْو َم ِإلَهَ ِإال هللا ُ َوأَن مَحُمًَُا َرسُ ْو ُل ِ ً الزكاَة َ َوت َ ُ هللا َوت ُ ِقٌ َْم الصالَة َ َوتُؤْ ِت َ ضانَ َر َم َ
ْت ِإ ِن ا ْست َ َ ت ،فَ َع ِج ْبن ُا صدَ ْق َ ط ْع َ َوتَ ُحج ْال َبٌ َ ت ِإلَ ٌْ ِه َ س ِب ٌْالً قَا َل َ :
هلل ان قَا َل :أ َ ْن تُؤْ ِمنَ ِبا ِ منه ٌَ ْسأَلُه ُ َوٌ ُ َ ص ِد ّقُه ُ ،قَا َل :فَأ َ ْخ ِب ْر ِنً َع ِن اْ ِإل ٌْ َم ِ اآلخ ِر َوتُؤْ ِمنَ ِب ْالقَدَ ِر َخٌ ِْر ِه َوش ِ َّر ِه .قَا َل َو َمالَ ِئ َك ِت ِه َوكُت ُ ِب ِه َو ُرسُ ِل ِه َو ْالٌَ ْو ِم ِ هللا َكأَن َك ت ََراه ُ فَإِ ْن َل ْم صدَ ْق َ ت ،قَا َل فَأ َ ْخ ِب ْر ِنً َع ِن اْ ِإل ْح َ َ س ِ ان ،قَا َل :أ َ ْن ت َ ْعبُدَ َ ع ِة ،قَا َلَ :ما ْال َم ْسؤ ُْو ُل َع ْن َها تَكُ ْن ت ََراه ُ فَإِنه ُ ٌَ َر َ ع ِن السا َ اك .قَا َل :فَأ َ ْخ ِب ْر ِنً َ
قَا َل أ َ ْن ت َ ِلدَ اْأل َ َمة ُ َربت َ َها،ارا ِت َها َ ً قَا َل َفأ َ ْخ ِب ْر ِن.ِبأ َ ْعلَ َم ِمنَ السا ِئ ِل َ ع ْن أ َ َم َ َ اء ٌَت ثُم،ان ِ عا َء الش َ َوأ َ ْن ت ََرى ْال ُحفَاة َ ْالع ُ َراة َ ْالعَالَةَ ِر ِ ٌَط َاول ُ ْونَ ِفً ْالبُ ْن َ ا ْن ُ هللا: ُ ٌَا عُ َم َر أَتَد ِْري َم ِن السا ِئ ِل ؟ ق ُ ْلت: ثُم َقا َل،طلَقَ فَلَ ِبثْتُ َم ِلًٌّا قَا َل فَإِنه ُ ِجب ِْر ٌْ ُل أَتـَاكُ ْم ٌُ َع ِلّ ُمكُ ْم ِد ٌْ َنكُم رواه مسلم. َو َرسُ ْولُه ُ أ َ ْعلَ َم
Artinya: ”Dari Umar ra. juga dia berkata Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekasbekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan“. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”. Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“,
kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (Riwayat Muslim) Penjelasan hadist di atas mengenai pembinaan keagamaan dalam bidang akidah. Bahwa dalam Islam akidah adalah iman atau kepercayaan. Kepercayaan pokok itu adalah kalimat “Laa Ilaha Ilallah”, artinya tidak ada Tuhan selain Allah. Akidah itu seharusnya menjadi kepercayaan mutlak dan bulat artinya keyakinan yang mutlak kepada Allah. Pokok akidah di sini adalah Allah swt itu sendiri, sebab dengan kepercayaan kepada Allah itu dengan sendirinya mencakup Malaikat-malaikat-Nya, Rosul-rosulnya, Kitab-kitab-Nya, hari kemudian dan ketentuan takdirNya. Unsur tersebut dinamakan Arkanul Islam (Rozak, 1997: 157) Selanjutnya pengertian ibadah dalam arti luas maupun sempit, merupakan manifestasi murni dari akidah. Yaitu suatu sistim praktis untuk menguatkan hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan antar individu atau hubungan pribadi dengan masyarakat dari seorang insan yang berdaya dan berhasil guna seperti yang dijelaskan dari hadist tersebut bahwa ibadah bisa dikatakan keseluruhan amal sholeh yang lahir, dengan arti mentaati perintah-perintah Allah yang dipraktekkan dalam perbuatan dan menjauhi dari segala larangannya (Ahmad, 1985: 132). Sedangkan pengertian akhlak yang tertuang dalam hadist tersebut adalah sama dengan pengertian ihsan, yaitu ikhlas beramal karena Allah
semata dan harus berkeyakinan bahwa Allah akan selalu melihat dan mengawasi dalam ibadahnya. Karena akhlak di sini merupakan bagian dari diri manusia dan menempati tempat yang paling tinggi sebagai individu maupun sebagai masyarakat luas seperti dalam pernyataan bahwa kejayaan seseorang, masyarakat dan bangsa disebabkan akhlaknya yang baik, dan kejatuhan nasib seseorang, masyarakat dan bangsa disebabkan hilangnya
akhlak
yang baik
atau jatuh akhlaknya
(Jatniko,1996: 11). Dari keterangan di atas hubungan antara ketiga bidang tersebut sangat berkaitan erat bagi kehidupan manusia untuk kelangsungan hidup dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, tujuan pembinaan keagamaan tidak lain adalah untuk mengarahkan seseorang agar memliki iman serta akhlak yang mulia, serta selalu senantiasa memelihara dan mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh agama. Selain itu juga, perlu ditambahkan adanya praktek-praktek langsung yaitu melakukan amal perbuatan yang diperintahkan oleh agama secara nyata, mengenal hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang memerlukan pengertian dan pemahaman. Dan perlu diketahui juga dalam pembinaan agama (Islam) yaitu : a.
Mendorong agar taat beribadah dan bertaqwa
b.
Agar berpengetahuan tentang hukum Islam
c.
Membina agar suka beramal
2.
Dasar dan Tujuan Pembinaan Keagamaan a.
Dasar-dasar Pembinaan Keagamaan Dasar atau landasan pembinaan keagamaan telah dijelaskan dalam ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Dalam buku M. Quraisy Syihab (2005: 63) Allah Swt menjelaskan hal tersebut dalam Surat Ali Imran: 104 yang berbunyi:
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyeru (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran: 104). Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdillah bin Amr disebutkan:
: قال رسول هللا صلى هللا علٌه و سلم:عن عبد هللا بن عمر و قال )بلغوا عنً ولو اٌة (رواه الترمذى Artinya: “Dari Abdillah bin Amr, Rasulullah Saw bersabda: Sampaikanlah ajaranku kepada orang lain, walaupun hanya satu ayat”. (HR. At Tirmidzi)
b.
Tujuan Pembinaan Keagamaan Sebagaimana dikutip oleh Mujib, dkk., (2006: 82) tujuan pembinaan keagamaan antara lain adalah: 1) Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam. 2) Membekali anak muda dengan berbagai pengetahuan dan kebaikan. 3) Membantu peserta didik yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan membimbing proses pemikirannya. 4) Mengembangkan
wawasan
relasional
dan
lingkungan
sebagaimana yang dicita-citakan dalam Islam, dengan melatih kebiasaan dengan baik. Armai Arief mengutip pendapat Mohammad Al Toumy Al Syaibani (2002: 25-26) tentang tujuan pembinaan keagamaan mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Tujuan individual Tujuan ini berkaitan dengan masing-masing individu dalam mewujudkan perubahan yang dicapai pada tingkah laku dan aktifitasnya. 2) Tujuan sosial Tujuan ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan dan tingkah laku mereka secara umum. 3) Tujuan profesional
Tujuan ini berkaitan dengan pembinaan dan pengajaran sebagai sebuah ilmu. Dalam konteks kehidupan beragama, pembinaan keagamaan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan memelihara norma agama secara terus-menerus agar perilaku hidup manusia senantiasa berada pada tatanan. Namun secara garis besar, arah atau tujuan dari pembinaan keagamaan adalah meliputi dua hal, yaitu: a) Tujuan yang berorientasi pada kehidupan akhirat, yaitu membentuk seorang hamba yang bertakwa kepada Allah Swt; b) Tujuan yang berorientasi pada kehidupan dunia, yaitu membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kebutuhan dan tantangan kehidupan agar hidupnya lebih layak dan bermanfaat bagi orang lain (Arief, 2002: 23). Allah Swt berfirman dalam Al Qur‟an surat Al Qashash: 77, yang berbunyi:
... Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia” (QS. Al Qashash: 77) Ayat di atas mengandung pengertian bahwa Allah Swt menyuruh kepada semua hamba-Nya agar mencari kebahagiaan
akhirat dengan cara beribadah kepada Allah Swt. Tetapi manusia tidak boleh melupakan kebahagiaan dunia, oleh sebab itu manusia disuruh untuk bekerja guna memenuhi kehidupan selama masih hidup di dunia. 3.
Unsur-unsur dalam Pembinaan Keagamaan a.
Subyek Subyek adalah pelaku pekerjaan, atau dalam hal ini adalah orang yang melakukan pembinaan keagamaan atau orang yang mempunyai kemampuan dalam memnyampaikan maksud dan tujuan pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang. Menurut Gunarsa (1992: 64) untuk menjadi konselor, pembimbing atau pembina harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Menaruh minat mendalam terhadap orang lain dan penyebaran 2) Peka terhadap sikap dan tidakan orang lain 3) Memiliki kehidupan emosi yang stabil dan obyektif 4) Memiliki kemampuan dan dipercaya orang lain 5) Menghargai fakta
b.
Obyek Obyek yaitu menjadi sasaran atau yang dibina (yang mendapat pembinaan), dalam hal ini yaitu narapidana wanita yang sekarang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan Magelang.
c.
Materi Yang dimaksud dengan materi adalah semua bahan-bahan yang akan disampaikan kepada terbina. Jadi dimaksud materi disini adalah semua bahan yang dapat dipakai untuk pembinaan keagamaan. Materi dalam pembinaan keagamaan adalah semua yang terkandung dalam al-Qur‟an yaitu akidah, syariah dan akhlak (Syihab, 2007: 303). 1) Akidah Secara etimologi (bahasa) akidah adalah ikatan, sangkutan. Sedangkan menurut terminologi (istilah) makna akidah adalah iman, keyakinan (Ali, 2000: 134). Oleh karena itu, akidah ditautkan dengan rukun iman yang merupakan asas dari seluruh ajaran Islam, yaitu terdiri dari: a) Iman kepada Allah Swt, b) Iman kepada Malaikat, c) Iman kepada kitab suci, d) Iman kepada Nabi dan Rasul, e) Iman kepada hari akhir, dan f) Iman kepada qadha‟ dan qadar. 2) Syari‟ah Secara bahasa syari‟ah adalah jalan (ke sumber mata air) yang harus ditempuh (oleh setiap umat Islam). Sedangkan menurut istilah makna syari‟ah adalah sistem norma (kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial dan hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya (Ali,
2000: 134). Kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah disebut kaidah ibadah atau kaidah ubudiah atau juga yang disebut dengan ibadah mahdah (murni). Sedangkan kaidah hubungan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial dan hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya di sebut dengan kaidah muamalah. 3) Akhlak Akhlak berasal dari kata khuluk yang berarti perangai, sikap perilaku, watak, budi pekerti. Akhlak ialah sikap yang menimbulkan kelakuan baik dan buruk (Ali, 2000: 135). Akhlak manusia terhadap Allah Swt dibahas dalam ilmu tasawuf sedangkan ilmu yang membahas tentang akhlak manusia terhadap sesama ciptaan Allah (makhluk) disebut ilmu akhlak. 4.
Metode Pembinaan Keagamaan Metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan (Arief, 2002: 40). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah: “Cara yang teratur dan terpikir baikbaik untuk mencapai maksud”.Dalam bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah “Tharîqat” yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan (Ramayulis, 2005: 2).
Dengan kata lain, metode dapat dipahami sebagai cara yang ditempuh agar hal yang akan disampaikan dapat diterima atau dicerna dengan baik, mudah dan efisien sehingga dapat mewujudkan tujuan tertentu. Metode pembinaan keagamaan merupakan jalan yang dapat ditempuh untuk memudahkan pembina dalam membentuk pribadi muslim yang berkepribadian Islam dan sesuai dengan ketentuanketentuan yang digariskan oleh Al-Qur‟an dan Hadits. Oleh karena itu penggunaan metode dalam pembinaan keagamaan tidak harus terfokus pada
satu
bentuk
metode.
Akan
tetapi,
dapat
memilih
atau
mengkombinasikan di antara metode-metode yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga dapat memudahkan pendidik dalam mencapai tujuan yang direncanakan (Arief, 2002: 88). Pembinaan keagamaan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan Pendidikan Agama Islam. Oleh sebab itu, metode yang dipakai dalam pembinaan keagamaan tidak jauh berbeda dengan metode Pendidikan Agama Islam. Menurut
Omar
Muhammad
At-Toumy
Al-Syaibani
yang
dikutipoleh Arief (2002: 93), ada beberapa prinsip yang harus dipegang dalam metodologi pendidikan Islam: 1) Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat peserta didik. 2) Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelumnya. 3) Mengetahui tahap kematangan, perkembangan dan perubahan pesertadidik.
4) Mengetahui perbedaan-perbedaan individu peserta didik. 5) Memperhatikan kepahaman dan mengetahui hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutannya, keaslian, pembaharuan dankebebasan berpikir. 6) Menjadikan
proses
pendidikan
sebagai
pengalaman
yangmenggembirakan. 7) Menegakkan uswatun hasanah. Adapun metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan ini adalah sebagai berikut: (Harsono, 1995: 342-377): 1) Metode Pembinaan berdasar Situasi Metode ini digunakan untuk merubah cara berfikir narapidana untuk tidak bergantung pada situasi yang menyertai, tetapi menguasai situasi tersebut. Dalam hal ini, digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dari atas (top down approach) dan pendekatan dari bawah (bottom down approach). 2) Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment) Metode ini diberikan kepada narapidana secara perorangan oleh petugas pembina Lembaga Pemasyarakatan. 3) Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment) Dalam Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode ceramah, peragaan/demonstrasi, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas.
Adapun metode tersebut, adalah sebagai berikut: a) Metode Ceramah Metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh petugas pembina keagamaan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan
maupun
pembina
Pemasyaraktan.
Pembina
keagamaan
dari
luar
Lembaga
menerangkan
atau
menjelaskan apa yang akan disampaikan dengan lisan di depan narapidana wanita. Metode ceramah merupakan metode yang sudah lama dipakai dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, metode ini digolongkan sebagai metode tradisional. Dalam prakteknya, metode ini sering dibarengi dengan metode tanya jawab. b) Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah cara penyajian pembinaan dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Cara yang ditempuh biasanya pembina keagamaan mengajukan pertanyaan kepada narapidana tentang materi yang telah diajarkan. Pembina keagamaan mengharapkan jawaban yang diberikan narapidana wanita terhadap fakta. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan biasanya bukan hanya sebatas dari pembina keagamaan dan narapidana wanita menjawab, akan tetapi pertanyaan ini biasa muncul
dari
narapidana
kemudian
pembina
keagamaan
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh narapidana tersebut.
Ada kalanya jawaban itu juga bisa berasal dari narapidana yang lain dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung tersebut. c) Metode Demonstrasi/Peragaan Yang dimaksud dengan metode demonstrasi yaitu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana suatu proses pembentukan tertentu kepada narapidana wanita. Pada metode demonstrasi, titik tekannya adalah memperagakan tentang jalannya suatu proses tertentu. Biasanya pembina keagamaan
memperagakan
terlebih
dahulu,
kemudian
narapidana wanita mengikutinya. d) Metode Diskusi Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan materi
melalui
pengajuan
masalah
yang
pemecahannya
dilakukan secara terbuka. Dalam sebuah diskusi semua anggota narapidana wanita ikut terlibat. Di antara prinsip-prinsip diskusi antara lain: adanya ketua dan anggota, topik yang diangkat jelas dan menarik, narapidana wanita saling memberi dan menerima serta suasana berjalan tanpa tekanan. e) Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas diterapkan dalam materi tertentu setelah disampaikan oleh pembina keagamaan, kemudian
narapidana wanita diminta untuk meringkas kembali di dalam blok sel masing-masing. Pemberian tugas ini biasanya juga digunakan juga dalam penugasan untuk shalat sunah. Metode ini diterapkan agar narapidana wanita dapat bertanggung jawab. 4) Metode Belajar dari Pengalaman (Experiental Learning) Dalam metode ini, narapidana diminta untuk mengajar berdasar pengalaman mereka. Dalam pelaksanaan pembinaan pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Magelang, metode tersebut digunakan pada waktu pembina menyampaikan materi berupa keterampilan menjahit, tata cara sholat, pengajaran iqro‟ dan alQur‟an, dan keterampilan-keterampilan yang lain. 5) Auto Sugesti Auto Sugesti adalah sarana atau alat untuk mempengaruhi alam bawah
sadar
manusia,
dengan
cara
memasukkan
saran-
saran/pengaruh/perintah, untuk melakukan tindakan sesuai saransaran/pengaruh/perintah tersebut. Auto sugesti adalah bagian dari motivasi. Dalam pelaksanaan pembinaan pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Magelang, metode tersebut digunakan untuk memberi motivasi dan pengaruh-pengaruh yang baik. Agar mereka mau dan mampu menyadari kesalahannya dan tidak kembali melakukan tindakan pelanggaran yang pernah dilakukannya, sehingga setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan nanti dapat berintegrasi dan diterima dengan baik oleh masyarakat.
Metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan tidak jauh berbeda dengan metode Pendidikan secara umum, hanya saja perlu ada perbedaan tekanan variasi dan teknik yang disesuaikan dengan kondisi Lembaga Pemasyarakatan.
B. Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan 1.
Pengertian Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan a.
Narapidana Narapidana
yang
dimaksudkan
disini
adalah
anggota
masyarakat yang sementara waktu diasingkan berdasarkan putusan hakim dengan tujuan untuk melindungi masyarakat. Menurut Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 2 tentang Pemasyarakatan, Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana merupakan orang yang memiliki cacat hukum karena telah melanggar norma-norma hukum yang berlaku. Adapun hukuman yang diterima adalah berupa kurungan atau penjara. Hukuman kurungan diberikan tidak semata-mata untuk mengasingkan agar tidak melakukan kejahatan lagi. Akan tetapi selama menjalani hukuman, narapidana juga harus diberi pembinaan dengan baik. b.
Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelakasana teknis pemsyarakatan
yang
menampung,
merawat
dan
membina
narapidana. Dapat dikatakan juga bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah merupakan sarana pembinaan narapidana dalam sistem pemasyarakatan (Setiady, 2010: 137). Lembaga pemasyarakatan adalah suatu tempat bagi penampungan dan pembinaan manusia yang karena perbuatannya dinyatakan bersalah dan diputuskan oleh hakim dengan pidana penjara. Menurut Undang-undang RI No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan
pembinaan
Narapidana
dan
Anak
Didik
Pemasyarakatan. Dalam pelaksanaan proses pembinaan atau pemasyarakatan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, setidaknya harus mengacu pada 10 prinsip pokok, yaitu: 1) Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalani peranan sebagai warga negara masyarakat yang baik dan berguna. 2) Penjatuhan pidana bukan merupakan tindakan balas dendam oleh negara. Hal ini berarti tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana baik berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan, ataupun penempatan. Satu-satunya derita yang dialami oleh narapidana hanyalah dihilangkannya kemerdekaan untuk bergerak di dalam masyarakat.
3) Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat. Berikan kepada mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan. 4) Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana. Untuk itu diadakan pemisahan antara lain: a) residivis dan bukan residivis b) tindak pidana berat dan ringan c) macam tindak pidana yang dilakukan d) dewasa, remaja dan anak e) laki-laki dan perempuan f)
orang tahanan/titipan dan terpidana
5) Selama kehilangan kemerdekaan bergerak para barapidana harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakatnya. 6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh hanya untuk mengisi waktu belaka, dan juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi keperluan jawatan (instansi) pada waktu-waktu tertentu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu pekerjaan dengan pekerjaan yang terdapat di masyarakat dan dapat menunjang pembangunan. 7) Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila, antara lain bahwa kepada mereka harus ditanamkan jiwa kegotongroyongan
jiwa toleransi dan jika kekeluargaan. Disamping pendidikan kerohanian dan kesempatan untuk menenuaikan ibadah agar memperoleh kekuatan spiritual. 8) Narapidana sebagai orang yang tersesat adalah manusia dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia juga. Martabat perasaannya sebagai manusia harus dihormati. 9) Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai atu-satunya derita yang dialaminya. 10) Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang mendukung fungsi rehabilitatif,
korektif,
dan
edukatif
dalam
sistem
pemasyarakatan (Setiady, 2010: 135-136). 2.
Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Menurut
UU
nomor
12
tahun
1995
pasal
2
tentang
Pemasyarakatan, tujuan pemasyarakatan adalah: “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Masyarakat agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana sehingga dapat kembali diterima di masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab”. Sedangkan menurut pasal 3 UU Nomor 12 tahun1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa fungsi pemasayarakatan adalah: “Menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan (Narapidana, anak didik, dan klien pemasyarakatan) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab”.
Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang berbudi pekerti yang baik. Dan salah satu tujuannya yaitu berusaha ke arah memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami konflik sosial, menjadi seseorang yang benar-benar sesuai dengan jati dirinya. Sehingga dapat dipahami bahwa tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan
adalah
memulihkan
kesatuan
hubungan
sosial
(reintegrasi sosial) Warga Binaan Pemasyarakatan dengan atau ke dalam masyarakat. Khususnya masyarakat di tempat tinggal asal mereka melalui
suatu
proses
(proses
pemasyarakatan/pembinaan)
yang
melibatkan unsur-unsur atau elemen-elemen, petugas pemasyarakatan, narapidana dan masyarakat.
C. Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan 1.
Pembinaan Narapidana Yang dimaksud dengan pembinaan narapidana adalah usaha yang dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini Dirjen Pemasyarakatan) untuk memperbaiki kembali tingkah laku pelanggaran hukum yang dilakukan. Adapun tujuannya adalah agar narapidana itu menjadi bertobat sehingga setelah selesai menjalani masa pidananya ia tidak lagi mengulangi perbuatannya dan dapat menjadi warga negara yang taat kepada normanorma hukum yang berlaku (Setiady, 2010: 138).
Secara umum pembinaan narapidana bertujuan agar mereka dapat menjadi manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional melalui jalur pendekatan a. Memantapkan iman (ketahanan mental) mereka. b. Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan kelompok selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya (Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990, 1990: 5). Secara khusus pembinaan narapidana ditujukan agar selama masa pembinaan dan sesudah selesai menjalankan masa pidananya: a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan diinya serta bersikap optimis akan masa depannya. b. Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional. c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib, disiplin serta mampu menggalang rasa kedetiakawanan sosial. d. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengapdian terhadap bangsa dan negara (Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990, 1990: 5). Pembinaan itu khususnya memberikan bimbingan atau didikan kepada
narapidana
agar
sekembalinya
mereka
dari
lembaga
Pemasyarakatan tidak akan menjadi pelanggar hukum lagi menjadi anggota masyarakat yang berguna, aktif, produktif, dan berbahagia di dunia dan akhirat. Adapun unsur-unsur pokok pembinaan narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan, antara lain: a.
Unsur narapidana itu sendiri Lembaga pemasyarakatan merupakan wadah pertama untuk melaksanakan pembinaan narapidana.
b.
Unsur petugas Lapas Dengan tidak membeda-bedakan narapidana penghuni Lapas atau klasifikasinya, petugas harus melayani secara wajar. Persiapanpersiapan untuk menjadi petugas dari Lapas sangat menuntut keuletan, hal ini dikarenakan petugas harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1) Sebagai guru, berarti harus tahu tentang pengetahuan sistem pemasyarakatan, ilmu jiwa, dan budi pekerti (tingkah laku sehari-hari). 2) Sebagai orang tua, berarti harus memberikan perlindungan, memberikan pengayoman, bertindak tenang dalam menghadapi persoalan,
bertindak
adil
terhadap
narapidana,
menjaga
kewibawaan, dan lain-lain. 3) Sebagai pembina, berarti harus dapat bertindak menimbulkan semangat kerja dan kemampuan melihat hari depan pada diri narapidana (sehingga lahirlah kesadaran atas kekurangankekurangan dan kekeliruannya), kesadaran atas tugas sucinya walaupun berat harus sealalu didasarkan pada rasa pengabdian. 4) Sebagai penjaga, harus mempunyai fisik sehat serta memiliki kemampuan sekedar kemampuan bela diri yang sempurna dan berguna, selain untuk mengatasi kejadian-kejadian fisik di Lembaga Pemasyarakatan juga untuk menanamkan rasa harga diri yang tinggi sehingga senantiasa bermental tinggi.
c.
Unsur Masyarakat Narapidana adalah merupakan anggota masayarakat yang dikarenakan telah melakukan tindak pidana dan dijatuhi hukuman, maka untuk sementara waktu dipisahkan dari masyarakat dan ditempatkan di bawah asuhan, didikan dan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan. Oleh karena mereka adalah anggota masyarakat maka sudah barang tentu pada suatu saat manakala telah selesai menjalani hukuman harus kembali ke masyarakat lagi. Tercapai
atau
tidaknya
misi
petugas
negara
untuk
mengembalikan ex narapidana ke lingkungan masyarakat tergantung dari berhasil atau tidaknya usaha-usaha pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri dan termasuk pula dari kita semua. Untuk itu, dalam mempersiapkan masyarakat agar supaya dapat menerima ex narapidana yang telah menjalani masa hukumannya maka masyarakat seyogyanya diberikan pengertian mengenai makna yang terkandung dari Lembaga Pemasyarakatan melalui penyuluhan-penyuluhan hukum yang berkesinambungan (Setiady, 2010: 138-140). 2.
Tahap-tahap Pembinaan Narapidana Berlandaskan kepada Surat Edaran Nomor K.P.10.13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang “Pemasyarakatan Sebagai Proses di Indonesia” maka metode yang dipergunakan dalam proses pemasyarakatan ini
meliputi empat tahap yang merupakan suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu sebagaimana dibawah ini : a.
Tahap Orientasi/ Pengenalan Setiap Narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk segala hak ihkwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab ia melakukan kejahatan, dimana ia tinggal, bagaimana keadaan ekonominya, latar belakang pendidikan dan sebagainya.
b.
Tahap Asimilasi dalam arti sempit Jika pembinaan diri narapidana dan antara hubungan dengan masyarakat telah berjalan kurang dari1/3 masa pidana sebenarnya menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan dalam proses antara lain, bahwa narapidana telah cukup menunjukkan perbaikan-perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan dan lain-lain. Maka tempat atau wadah utama dari proses pembinaannya adalah gedung lembaga pemasyarakatan terbuka dengan maksud memberikan kebebasan bergerak lebih banyak lagi atau para narapidana yang sudah ada pada tahap ini dapat dipindahkan dari lembaga pemasyarakatan terbuka. Pada tahap ini program keamanannya adalah medium. Ditempat baru ini narapidana diberi tanggung jawab terhadap masyarakat. Bersamaan dengan ini pula dipupuk rasa harga diri, tata krama, sehingga dalam masyarakat luas timbul kepercayaan dan berubah sikapnya terhadap narapidana.
kontak
dengan
unsur-unsur
masyarakat
frekuensinya
lebih
diperbanyak lagi misalnya kerja bakti dengan masyarakat luas. Pada saat ini dilakukan kegiatan bersama-sama dengan unsur masyarakat. Masa tahanan yang harus dijalani pada tahap ini adalah sampai berkisar ½ dari masa pidana yang sebenarnya. c.
Tahap asimilasi dalam arti luas Jika narapidana sudah menjalani kurang dari ½ masa pidana yang
sebenarnya
menurut
Dewan
Pembina
Pemasyarakatan
dinyatakan proses pembinaannya telah mencapai kemajuan yang lebih baik lagi, maka mengenai diri narapidana maupun unsur-unsur masyarakat, maka wadah proses pembinaan diperluas ialah dimulai dengan usaha asimilasi para narapidana dengan penghidupan masyarakat luar yaitu seperti kegiatan mengikutsertakan pada sekolah umum, bekerja pada badan swasta atau instansi lainnya, cuti pulang beribadah dan berolahraga dengan masyarakat dan kegiatankegiatan lainnya. Pada saat berlangsungnya kegiatan segala sesuatu masih dalam pengawasan dan bimbingan petugas lembaga pemasyarakatan. Pada tingkat asimilasi ini tingkat keamanannya sudah minimum sedangkan masa tahanan yang harus dijalani adalah sampai 2/3-nya. d.
Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat Tahap ini adalah tahap terakhir pada proses pembinaan dikenal dengan istilah integrasi. Bila proses pembinaan dari tahap observasi,
asimilasi dalam arti sempit, asimilasi dalam arti luas dan integrasi dapat berjalan dengan lancar dan baik serta masa pidana yang sebenarnya telah dijalani 2/3-nya atau sedikitnya 9 bulan, maka kepada narapidana dapat diberikan pelepasan bersyarat atau cuti bersyarat dalam tahap ini proses pembinaannya adalah berupa masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang sehingga narapidaba akhirnya dapat hidup dengan masyarakat (Priyatno, 2009: 99-100). Untuk mencapai sistem pembinaan yang baik partisipasinya bukan hanya datang dari petugas, tetapi juga datang dari masyarakat disamping narapidana itu sendiri. Dalam usaha memberikan partisipasinya, seorang petugas pemasyarakatan senantiasa bertindak sesuai dengan prinsipprinsip pemasyarakatan. Seorang petugas pemasyarakatan barulah dapat dianggap berpartisipasi jika ia sanggup menunjukkan sikap, tindakan, dan kebijaksanaannya dalam mencerminkan pengayoman baik terhadap masyarakat maupun terhadap narapidana (Priyatno, 2009: 101-102).
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Magelang 1.
Deskripsi Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Magelang Lembaga
Pemasyarakatan
Magelang
merupakan
Lembaga
Pemasyarakatan di bawah naungan Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Semarang yang terletak di Jalan Dr. Cipto No. 64 Semarang. Lembaga Pemasyarakatan Magelang terletak di kawasan kota Magelang tepatnya di Jalan Sutopo No. 2 Magelang. Sebenarnya nama Lembaga Permasyarakatan Magelang adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Magelang. Lembaga Pemasyarakatan Magelang dibangun pada tahun 1872, di atas tanah seluas 15.710 m² dan luas bangunan 5.340 m². Secara lokasi mudah dijangkau dengan berbagai alat transportasi maupun angkutan umum karena letak Lembaga Pemasyarkatan berada di pusat kota. Lembaga Pemasyarakatan Magelang memiliki fungsi dan tugas untuk menampung, merawat, dan membina para narapidana. 2.
Visi, Misi dan Tujuan berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Magelang a.
Visi Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME (Membangun Manusia Mandiri).
b.
Misi Melaksanakan
perawatan
tahanan,
pembinaaan
dan
pembimbingan warga binaan pemasyarakatan serta pengelolaan benda sitaan negara dalam kerangka penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. c.
Tujuan 1) Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, mandiri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 2) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di rumah tahanan negara dan cabang rumah tahanan dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
3.
Struktur Organisasi dan Tugas Staf Struktur organisasi adalah suatu kerangka yang terdiri dari satuansatuan organisasi beserta segenap pejabat dengan tugas dan wewenang yang berhubungan antara satu dengan yang lainnyadalam rangka mencapai
tujuan.
Struktur
organisasi
Lembaga
Pemasyarakatan
Magelang mengacu pada SK. Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, yaitu sebagai berikut: Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Magelang
KALAPAS MAGELANG I Made Darmajaya.Bc.Ip.S.Sos.SH.MM
Ka. KPLP
Ka. Subag TU
Herliadi,Bc.IP,S.Sos
Sutriman, S.Pd
Petugas Keamanan
Kaur. Umum Kaur. Kepeg & Keuangan
Didik Budi K, A.Ks
Sopar Marpaung
Kasi Bimbingan Napi/Anak didik
Kasi Kegiatan Kerja
Kasi Adm Keamanan
Hananta Basuki, SH
Komarul Rodadi, SH S.Pd
Slamet Priyono, SH
Kasubsie Bimkeswat Drs. Triyoga Nugroho
Kasubsie Registrasi
Kasubsie Keamanan
Kasubsie Pelaporan
Cahyo Sunarko, Bc.IP.S.Sos
Yudi Winardi, S.Sos
Tukimin
Kasubsie Bimker
Kasubsie Sarana Kerja
Aonur Rofiq, SH Tri Doso Purwoto, SH Sumber: Dikutip dari dokumen Lembaga Pemasyarakatan Magelang, tanggal 10 Juni 2014.
Adapun tugas dan fungsi dari organ-organ dalam struktur Lembaga Pemasyarakatan Magelang adalah sebagai berikut: a.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Magelang Bertanggungjawab
kepada
Kepala
Kantor
Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Semarang dalam perencanaan, administrasi keamanan dan tata tertib keuangan, perlengkapan, sumber daya manusia (SDM), pembinaan warga binaan pemasyarakatan (WBP), perawatan, pembinaan keterampilan sehingga
terselenggaranya
pembinaan
terhadap
narapidana,
terselenggaranya program pembinaan keterampilan, kesehatan napi, tertib administrasi lapas, terkendalinya tingkat keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan Magelang. b.
Kepala Sub. Bagian Tata Usaha Sub. bagian tata usaha mempunyai tugas melakukan tugas urusan tata usaha dan rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan. Sub. bagian tata usaha terdiri dari: 1) Kepala Urusan Kepegawaian dan Keuangan yang bertugas melakukan urusan kepegawaian dan keuangan. 2) Kepala Urusan Umum mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.
c.
Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) langsung bertanggung jawab kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Magelang, dan Kepala Kesatuan Pengamanan dalam menjalankan tugasnya tidak mempunyai seksi, akan tetapi mepunyai Regu Jaga yang bertugas melakukan penjagaan dan pengamanan Lembaga Pemasyarakatan. Secara khusus Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas: 1) Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana. 2) Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban. 3) Melakukan pengawalan dan penerimaan, penempatan, dan pengeluaran narapidana. 4) Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan. 5) Membuat
laporan harian dan berita acara
pelaksanaan
pengamanan. d.
Kepala Seksi Pembinaan Narapidana/Anak Didik Seksi pembinaan narapidana mempunyai tugas memberikan bimbingan
pemasyarakatan
narapidana
dengan
sistem
pemasyarakatan, dalam melaksanakan tugasnya seksi pembinaan narapidana/anak didik dibantu oleh beberapa Sub seksi, yaitu: 1) Sub Seksi Registrasi yang bertugas melakukan pencatatan dan membuat statistik serta dokumentasi, sidik jari narapidana/anak didik.
2) Sub
Seksi
Bimbingan
Kemasyarakatan
dan
Perawatan
mempunyai tugas memberikan bimbingan dan penyuluhan rohani serta memberikan latihan olah raga, peningkatan pengetahuan, asimilasi dan memberikan perawatan bagi narapidana/ anak didik. e.
Kepala Seksi Kegiatan Kerja Seksi Kegiatan Kerja bertugas memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil kerja. Seksi Kegiatan Kerja terdiri dari: 1) Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja mempunyai tugas memberikan petunjuk dan bimbingan latihan kerja bagi narapidana/anak didik serta mengelola hasil kerja. 2) Sub Seksi Sarana Kerja mempunyai tugas mempersiapkan fasilitas sarana kerja.
f.
Kepala Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban Seksi
Administrasi Keamanan dan Ketertiban bertugas
mengatur jadwal tugas, perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan, menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib. Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban terdiri dari: 1) Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib mempunyai tugas menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengaman
yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib. 2) Sub Seksi Keamanan mempunyai tugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan. 4.
Proses Pembinaan Narapidana bukan hanya sebagai objek, akan tetapi mereka juga sebagai subjek yang sama dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan-kesalahan atau kekhilafan-kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga manusia tersebut jangan dikucilkan apalagi diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan manusia tersebut bertentangan dengan hukum, norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara petugas pemasyarakatan dengan Warga Binaan Pemasyarakatan serta masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Masyarakat agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima lagi oleh masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab. Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak bagi pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, juga merupakan tempat untuk
mencapai tujuan tersebut di atas. Lembaga Pemasyarakatan mengadakan kegiatan-kegiatan pembinaan, rehabilitasi, dan reintegrasi. Berlandaskan kepada Surat Edaran Nomor K.P.10.13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang “Pemasyarakatan Sebagai Proses di Indonesia” maka metode yang dipergunakan dalam proses pemasyarakatan ini meliputi empat tahap yang merupakan suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu sebagaimana dibawah ini : e.
Tahap Orientasi/ Pengenalan Setiap Narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk segala hak ihkwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab ia melakukan kejahatan, dimana ia tinggal, bagaimana keadaan ekonominya, latar belakang pendidikan dan sebagainya.
f.
Tahap Asimilasi dalam arti sempit Jika pembinaan diri narapidana dan antara hubungan dengan masyarakat telah berjalan kurang dari1/3 masa pidana sebenarnya menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan dalam proses antara lain, bahwa narapidana telah cukup menunjukkan perbaikan-perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan dan lain-lain. Maka tempat atau wadah utama dari proses pembinaannya adalah gedung lembaga pemasyarakatan terbuka dengan maksud memberikan kebebasan bergerak lebih banyak lagi atau para narapidana yang sudah ada pada tahap ini dapat
dipindahkan dari lembaga pemasyarakatan terbuka. Pada tahap ini program keamanannya adalah medium. Ditempat baru ini narapidana diberi tanggung jawab terhadap masyarakat. Bersamaan dengan ini pula dipupuk rasa harga diri, tata krama, sehingga dalam masyarakat luas timbul kepercayaan dan berubah sikapnya terhadap narapidana. kontak
dengan
unsur-unsur
masyarakat
frekuensinya
lebih
diperbanyak lagi misalnya kerja bakti dengan masyarakat luas. Pada saat ini dilakukan kegiatan bersama-sama dengan unsur masyarakat. Masa tahanan yang harus dijalani pada tahap ini adalah sampai berkisar ½ dari masa pidana yang sebenarnya. g.
Tahap asimilasi dalam arti luas Jika narapidana sudah menjalani kurang dari ½ masa pidana yang
sebenarnya
menurut
Dewan
Pembina
Pemasyarakatan
dinyatakan proses pembinaannya telah mencapai kemajuan yang lebih baik lagi, maka mengenai diri narapidana maupun unsur-unsur masyarakat, maka wadah proses pembinaan diperluas ialah dimulai dengan usaha asimilasi para narapidana dengan penghidupan masyarakat luar yaitu seperti kegiatan mengikutsertakan pada sekolah umum, bekerja pada badan swasta atau instansi lainnya, cuti pulang beribadah dan berolahraga dengan masyarakat dan kegiatankegiatan lainnya. Pada saat berlangsungnya kegiatan segala sesuatu masih dalam pengawasan dan bimbingan petugas lembaga pemasyarakatan. Pada tingkat asimilasi ini tingkat keamanannya
sudah minimum sedangkan masa tahanan yang harus dijalani adalah sampai 2/3-nya. h.
Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat Tahap ini adalah tahap terakhir pada proses pembinaan dikenal dengan istilah integrasi. Bila proses pembinaan dari tahap observasi, asimilasi dalam arti sempit, asimilasi dalam arti luas dan integrasi dapat berjalan dengan lancar dan baik serta masa pidana yang sebenarnya telah dijalani 2/3-nya atau sedikitnya 9 bulan, maka kepada narapidana dapat diberikan pelepasan bersyarat atau cuti bersyarat dalam tahap ini proses pembinaannya adalah berupa masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang sehingga narapidaba akhirnya dapat hidup dengan masyarakat.
5.
Sarana dan Fasilitas Sarana dan fasilitas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Magelang terdiri dari sarana umum, sarana pembinaan, dan sarana pengamanan. Untuk sarana umum dan pengamanan terlampir. Untuk sarana pembinaan adalah sebagai berikut: a.
Pembinaan Agama Dalam pembinaan keagamaan sarana yang disediakan adalah Masjid, Gereja, buku Iqra‟, Al-Qur‟an, mukena, serta gambar tata cara wudhu dan tata cara sholat.
b.
Pembinaan Olahraga dan Kesenian Untuk pembinaan Olahraga dan Kesenian sarana yang disediakan adalah bola voli, net, bola pigpong, raket, bola kaki, catur, dan alat-alat musik.
c.
Pembinaan Pendidikan Wajib Belajar Untuk memfasilitasi narapidana dalam pendidikan, maka pihak Lembaga Pemasyarakatan Magelang bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Magelang untuk melaksanakan program kejar paket A dan B. Tahun pelajaran 2013/2014 ini narapidana yang mengikuti ujian nasional sebanyak 20 orang. Yang mengikuti kejar paket A sebanyak 8 orang dan paket B sebanyak 12 orang.
d.
Pembinaan Kerja Dalam pembinaan kerja fasilitas yang disediakan adalah bengkel kerajinan tangan, bengkel penjahitan, bengkel pertukangan, bengkel otomotif, tempat untuk pertanian, salon potong rambut, dan bengkel cuci motor dan mobil.
6.
Klasifikasi Narapidana Wanita Dalam rangka menunjang keamanan dan ketertiban dalam mengelola dan melakukan pelayanan kepada narapidana, maka Lembaga Pemasyarakatan golongan:
mengklasifikasikan
Narapidana
dalam
beberapa
a.
Klasifikasi
Narapidana/Tahanan
Wanita
berdasarkan
Jenjang
Pendidikan. Tabel 3.1 Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenjang Pendidikan No.
Jenis Pendidikan
Jumlah (Orang)
Prosentase
1.
SD
4
30,77 %
2.
SMP
4
30,77 %
3.
SMA
3
23,08 %
4.
S1
2
15,38 %
13
100 %
Jumlah
Sumber: Dikutip dari dokumen Lembaga Pemasyarakatan Magelang, tanggal 10 Juni 2014.
b.
Klasifikasi
Narapidana/Tahanan
Wanita
berdasarkan
Tempat
Tinggal. Tabel 3.2 Klasifikasi Narapidanan/Tahanan Wanita berdasarkan Tempat Tinggal No.
Tempat Tinggal
Jumlah (Orang)
Prosentase
1.
Kabupaten Magelang
6
46,15 %
2.
Kota Magelang
2
15,39 %
3.
Luar Magelang
5
38,46 %
13
100 %
Jumlah Sumber:
Dikutip
dari
dokumen
Lembaga
Pemasyarakatan
Magelang, tanggal 10 Juni 2014.
c.
Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenis Perkara.
Tabel 3.3 Klasifikasi Narapidana/Tahanan Wanita berdasarkan Jenis Perkara No.
Jenis Perkara
Pasal/KUHP
Jumlah
Prosentase
(orang) 1.
Pencurian
362-364
3
23,08 %
2.
Penipuan
378-395
3
23,08 %
3.
Penggelapan
372-375
4
30,77 %
4.
Pembunuhan
338-350
1
7,69 %
5.
Narkotika
22/97
1
7,69 %
6.
Penadahan
480-481
1
7,69 %
13
100 %
Jumlah Sumber:
Dikutip
dari
dokumen
Lembaga
Pemasyarakatan
Magelang, tanggal 10 Juni 2014. d.
Klasifikasi Narapidana Wanita berdasarkan Masa Pidana. Tabel 3.4 Klasifikasi Narapidana Wanita berdasarkan Masa Pidana Masa Pidana Klasifikasi Usia BI BIIA BIIB BIIIA Dewasa 9 1 Remaja Anak Jumlah 9 1 Sumber: Dikutip dari dokumen Lembaga Magelang, tanggal 10 Juni 2014.
BIIIB Jumlah 10 10 Pemasyarakatan
Keterangan: BI : Lebih dari 1 tahun Masa Pidana BIIA : 3 bulan sampai 1 tahun Masa Pidana BIIB : 0 sampai 3 bulan Masa Pidana BIIIA : Subsider atau Pengganti denda BIIIB : Tindak Pidana Ringan 7.
Program Pembinaan Narapidana dalam rangka Pemasyarakatan
Fungsi dan Tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (narapidana, anak negara, klien pemasyarakatan dan tahanan) dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar mereka setelah menjalani pidananya, pembinaan dan bimbingannya dapat menjadi warga negara yang baik. Petugas pemasyarakatan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat wajib menghayati serta mengamalkan tugastugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Untuk melaksanakan kegiatan pembinaan pemasyarakatan yang berdaya guna, tepat guna, dan berhasil guna, petugas harus memiliki kemampuan professional dan integritas moral (Sujatno, 2006:19). Pada dasarnya arah pelayanan, pembinaan dan bimbingan yang perlu dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah laku warga binaan pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat dicapai. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan Magelang pembinaan yang diberikan kepada narapidana adalah pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian. a.
Pembinaan kepribadian meliputi: 1)
Pembinaan kesadaran beragama Usaha pembinaan kesadaran beragama diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama memberi pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbuatan-perbuatan yang salah. Pembinaan kesadaran beragama ini misalnya: a) Agama Islam
(1) Pengajian umum setiap Hari Sabtu pertama di Aula Sasana Tama (20 m x 15 m) diikuti oleh semua narapidana dan tahanan yang beragama islam. (2) Pengajian anak-anak setiap Hari Selasa dan Kamis di Ruang Pendidikan (16 m x 8,5 m) diikuti oleh semua narapidana anak dengan pembicara dari Kementrian Agama Kabupaten Magelang. (3) Pengajian wanita setiap Hari Senin dan Kamis di Ruang Pendidikan (16 m x 8,5 m) diikuti oleh semua narapidana wanita sebanyak 10 orang dan tahanan 3 orang dengan pembicara dari Departemen Agama Kota Magelang. (4) Yasinan setiap hari Jumat pagi di Masjid dalam Lapas Magelang (10 m x 18 m) diikuti oleh sebagian narapidana dan tahanan, dan sebagian lagi tinggal di wisma. (5) Jum‟atan setiap hari Jum‟at di Masjid dalam Lapas Magelang (10 m x 18 m) diikuti oleh semua narapidana yang beragama islam, tahanan Magelang.
b) Non Islam
dan petugas Lapas
Doa bersama dan kebaktian setiap Hari Senin sampai Hari Minggu di Gereja dalam Lapas Magelang (7 m x 7 m) diikuti oleh semua narapidana dan tahanan yang beragama non islam yang berjumlah 33 orang yang terdiri dari 7 (tujuh) orang beragama Katolik, 25 orang beragama Kristen, dan 1 (satu) orang beragama Hindu. 2) Pembinaan Berbangsa dan Bernegara Usaha ini dilaksanakan melalui Pendidikan Pancasila termasuk menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga negara yang baik yang dapat berbakti bagi bangsa dan negaranya. Perlu disadarkan bahwa berbakti untuk bangsa dan negara adalah sebagian dari iman. Contohnya melakukan Upacara 17 Agustus dan Pengarahan mengenai kesadaran berbangsa dan bernegara yang diikuti oleh semua narapidana dan tahanan di Lapangan dalam Lapas Magelang (20m x 65m). 3) Pembinaan Kemampuan Intelektual (kecerdasan) Usaha ini diperlukan agar pengetahuan serta kemampuan berpikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang yang diperlukan selama masa pembinaan. Pembinaan intelektual dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Pendidikan formal diselenggarakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah agar dapat ditingkatkan kualitas warga binaan pemasarakatan. Contohnya, melalui program kejar paket A dan B. Program kejar paket A dilaksanakan di ruang pendidikan (16m x 8,5m) setiap hari Senin sampai Kamis dari pukul 08.0009.30. Program paket A diberikan kepada narapidana yang tidak lulus SD. Selain itu, program Paket B dilaksanakan setiap hari Senin sampai Kamis dari pukul 14.00-15.00. Program paket B diberikan narapidana yang memiliki ijazah SD dan tidak lulus SMP.
Guru yang mengajar program paket A yaitu dari
narapidana yang memiliki pendidikan tinggi. Biasanya mereka yang sudah lulus SLTA. Namun untuk program paket B, sebagai pengajar yakni guru dari Lapas Magelang atau dari Departemen Pendidikan Nasional. Pendidikan nonformal diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kemauan narapidana melalui kursus-kursus (kursus membuat roti, penetasan lele, pembuatan tempe, dan pembuatan pupuk). Kegiatan kursus tersebut dilakukan secara berkala, biasanya sebulan sekali. Selain itu, kegiatan ceramah umum dan membuka
kesempatan yang
seluas-luasnya untuk memperoleh informasi dari luar misalnya membaca majalah di perpustakaan Lapas Magelang setiap hari Selasa, Rabu, dan Sabtu untuk narapidana sedangkan setiap hari Senin dan Kamis untuk tahanan, menonton televisi setiap sore
(melihat
dari
dalam
kamar),
dan
mendengarkan
radio
(mendengarkan dari dalam kamar). 4) Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat Pembinaan dibidang ini dapat dikatakan juga pembinaan kehidupan sosial kemasyarakatan yang bertujuan agar bekas narapidana
dapat
lingkungannya.
diterima
kembali
oleh
Pembinaan mengintegrasikan
masyarakat diri
dengan
masyarakat diberikan kepada narapidana yang memperoleh program asimilasi dan pembebasan bersyarat. Untuk narapidana yang memperoleh program asimilasi, mereka dipercaya untuk melakukan kegiatan pembinaan yang berada di luar (di parkiran, cucian mobil/motor, pembuatan paving blok, perikanan, dan pertanian). Selain itu, narapidana yang memperoleh program pembebasan bersyarat wajib apel setiap satu bulan sekali di BAPAS Magelang. 5) Pembinaan Kesehatan Narapidana Pembinaan kesehatan narapidana ini dilakukan untuk menjaga kondisi jasmani para narapidana. Contohnya, setiap hari Sabtu kedua, ketiga dan keempat dilakukan senam aerobic di lapangan dalam lapas khusus untuk narapidana dan tahanan laki-laki, sedangkan di aula sasana tama untuk tahanan dan narapidana wanita. Melakukan olah raga pagi setiap hari di lapangan dalam Lapas. Periksa kesehatan oleh dokter maupun
perawat setiap hari bagi narapidana yang mempunyai keluhan sakit. Pemeriksaan kesehatan jiwa bagi narapidana yang stress setiap sebulan sekali di RSJ Magelang. Selain itu, di Lembaga Pemasyarakatan Magelang juga sering diadakan penyuluhan kesehatan setiap hari Kamis kedua di aula Sasana Tama yang diikuti oleh semua narapidana dan tahanan. b.
Pembinaan Kemandirian meliputi: 1) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, potong rambut, industri rumah tangga, reparasi mesin, dan alat-alat elektronik. 2) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, misalnya pengolahan bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi (contohnya mengolah rotan menjadi perabotan rumah tangga). 3) Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing. Dalam hal ini bagi mereka yang memiliki bakat tertentu diusahakan pengembangan bakat itu. 4) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian (perkebunan).
B. Penyajian Data berdasarkan Hasil Penelitian
1.
Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di LP Temuan penelitian yang ada di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang oleh informan dari tempat tersebut maka menetapkan berbagai macam program pembinaan keagamaan yang dilakukan. Seperti yang diturkan bapak TN, progam pembinaan yang diterapkan dalam rangka pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Magelang adalah Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan Keagamaan. Pembinaan Kepribadian meliputi: Pembinaan Kesadaran Beragama, Pembinaan
Berbangsa
dan
Bernegara,
Pembinaan
Kemampuan
Intelektual (Kecerdasan, Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Lingkungan,
dan
Pembinaan
Kesehatan
Narapidana.
Sedangkan
Pembinaan Kemandirian meliputi: Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil, dan Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing. Dalam pembinaan yang dilakukan secara intensif, pembinaan keagaman masuk dalam pembinaan kesadaran beragama. Peneliti memulai pertanyaan kepada Bapak TN, untuk memperdalam program pembinaan keagamaan yang dilakukan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan
Lembaga
pembinaan keagamaan antara lain:
Pemasyarakatan
untuk
melakukan
“Untuk membina narapidana dalam memperbaiki mental mereka, sehingga diharapkan setelah mereka keluar dari LP menjadi anggota masyarakat yang baik dan dapat hidup mandiri mbak. Untuk menyadarkan dari perbuatan yang salah yang telah mereka lakukan, dan untuk membimbing narapidana dalam mempelajari ajaran agama Islam dan mampu mengendalikan sikap setelah menjalani masa pidanya” ( W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB). Setelah dirasa cukup untuk menggali informasi tentang tujuan pelaksanaan
pembinaan
keagamaan
maka
untuk
memperdalam
pelaksanaan pembinaan keagamaan maka Lembaga Pemasyarakatan melakukan pembinaan keagamaan antara lain: “Melakukan upaya shalat dhuhur berjamaah, pengajian umum, pengajian khusus wanita, pengajaran iqro’ dan al-Qur’an, hafalan surat pendek, pesantern qilat (Ramadhan), shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Adha” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
Pertanyaan selanjutnya bertujuan untuk mengetahui siapa pembina serta materi yang diberikan dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan, sehingga pembinaan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. “Pembina keagamaan yang mengisi pembinaan pada narapidana yaitu koordinator keagamaan Lembaga Pemasyarakan Magelang dan bekerjasama dengan luar LP: Departemen Agama Magelang, LSM Salimah Magelang, dan mendatangkan Guru Agama dari SMA N 5 Magelang yaitu Bapak KH. Drs. Slamet Biyantara” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB). Untuk memperjelas bagaimana pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang melakukan pembinaan keagamaan, narapidana pada pengalaman agama. “Pengalamannya setelah mengikuti pembinaan adalah mendapatkan ketenangan jiwa, menghilangkan rasa iri dan dengki” (W/N/NR/12-06-2014/10.00WIB).
“Meningkatnya kesadaran akan (W/N/TR/12-06-2014/10.00WIB).
pentingnya
beribadah”
“Meningkatnya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan shalat wajib dan sunnat” (W/N/TT/12-06-2014/10.00WIB). “Meningkatnya kedisiplinan dalam melakukan sholat dhuhur berjamaah di blok sel” (W/N/WD/12-06-2014/10.00WIB). “Meningkatnya kedisiplinan dalam (W/N/KR/12-06-2014/10.00WIB)
mengikuti
pengajian”
Dari penuturan ke lima narapidana yang mereka sampaikan, dapat disimpulkan
bahwa
pengalaman
agama
mereka
adalah
dapat
meningkatkan kedisiplan dalam menjalankan ibadah, mempunyai tanggung jawab terhadap aa yang dilakukan, dan dapat menghilankan prasangka-prasangka buruk. 2.
Metode Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di LP Temuan penelitian di lapangan yang membahas tentang metode yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Magelang antara lain: Ceramah, diskusi, tanya jawab, dll. Hasil wawancara kepada informan mengenai metode pembinaan keagamaan antara lain: “Metode yang diberikan kepada naraidana wanita antara lain ceramah keagamaan, diskusi kelompok, terkadang saya beri selebaran. Metodenya saya buat bergantian agar narapidana tidak jenuh dan ada metode khusus untuk pembinaan disini yaitu pembinaan berdasar situasi, individu, dan kelompok” (WW/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
Menurut ibu SB metode yang diterapkan oleh pembina dari Depag Magelang antara lain:
“Metode yang digunakan itu kebanyakan ceramah, dan diselingi dengan tanya jawab serta humor agar narapidana tidak jenuh. Jika ceramah terus menerus mereka jenuh dan ngantuk. Dan ada metode peragaan seperti pada materi tata cara wudhu dan sholat. Metode yang khusus, ada metode belajara dari pengalaman untuk membaca iqro’ dan al-quran, dan metode auto sugesti untuk memberikan motivasi” (W/P/SB/11-06-2014/10.15WIB). Penuturan ke dua pembina, metode yang mereka sampaikan sama. Metode tersebut yaitu ceramah, diskusi, tanya jawab, peragaan dan pemberian tugas. Sedangkan metode khusus yang mereka terapkan adalah metode pembinaan berdasar situasi, metode pembinaan individu, metode pembinaan kelompok, metode belajar dari pengalaman, dan auto sugesti. 3.
Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Faktor penghambat pembinaan keagamaan sangat penting untuk diketahui,
karena dengan adanya
faktor pengambat pembinaan
keagamaan bisa ditanggulangi dan bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Temuan data penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat pembinaan mental keagamaan seperti bapak TN tuturkan seaku pelaksana dan pembina, sebenarnya untuk pelaksanaannya sudah saya fasilitasi mbak apapun itu. “Untuk faktor penghambat antara lain yaitu latar belakang narapidana yang tidak sama. Hal ini sangat mempengaruhi kelancaran dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan, terutama dalam menyerap materi yang diberikan. Dan perbedaan masa hukuman serta masuknya dalam LP yang tidak sama sehingga akan mepersulit dalam keruntutan pemberian materi pembinaan
serta tidak ada 2014/10.45WIB).
kurikulum
khusus”
(W/P/TN/10-06-
Ibu SB menjelaskan terkait faktor penghambat dari pembinaan keagamaan: “Untuk penghambatnya minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang dibandingkan dengan keikutsertaan pada pembinaan kemandirian. Dan latar pendidikan yang tidak sama” (W/P/SB/11-06-2014/10.15WIB). Dengan keterangan di atas dari hasil wawancara kepada informan, maka dapat disimpulkan antara lain: a.
Latar belakang narapidana wanita yang tidak sama.
b.
Perbedaan masa hukuman serta masuknya yang tidak bersamaan.
c.
Minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang.
d.
Kemampuan narapidana dalam mencerna materi disampaikan tidak sama.
e.
Pendidikan yang berbeda tingkatannya.
f.
Tidak adanya kurikulum khusus untuk pembinaan keagamaan.
BAB IV PEMBAHASAN A. Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita Dari hasil observasi dan wawancara di Lembaga Pemasyarakatan Magelang, ditemukan beberapa macam kegiatan pembinaan keagamaan, yaitu sebagai berikut: 1.
Shalat Dhuhur Berjamaah a.
Subjek Subjek Shalat Dhuhur Berjamaah adalah para petugas Lembaga Pemasyarakatan Magelang serta para petugas yang didatangkan dari luar Lembaga Pemasyarakatan, yaitu Departemen Agama Kota Magelang.
b.
Objek Objek pembinaan shalat adalah seluruh Narapidana yang beragama Islam.
c.
Waktu dan Sarana Sholat Dhuhur berjamaah dilakukan setiap hari. Lokasi Shalat Dhuhur Berjamaah untuk narapidana wanita di depan blok sel wanita Lembaga Pemasyarakatan Magelang (O/9-6-2014/09.30 WIB).
2.
Pengajian/Siraman Rohani Umum
a.
Subjek Subjek pengajian/ siraman rohani umum menurut penuturan bapak TN adalah: “Para Petugas Lembaga Pemasyarakatan serta para Petugas Pembina yang didatangkan dari luar Lembaga Pemasyarakatan Magelang, yaitu dari Departemen Agama kota Magelang dan bapak KH. Drs. Slamet Biyantora dari SMA Negeri 5 Magelang. Tugas untuk mengisi pengajian ini secara bergiliran sesuai dengan jadwal yang ditentukan” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB). Menurut penuturan Bapak TN ini dapat disimpulkan bahwa subjek pengajian/ siraman rohani umum tidak hanya berasal dari dalam Lembaga Pemasyarakatan tetapi juga berasal dari luar Lembaga Pemasyarakatan.
b.
Objek Objek dalam kegiatan pengajian/siraman rohani umum adalah semua Narapidana yang beragama Islam.
c.
Materi Pengajian Umum Kegiatan pengajian/siraman rohani umum ini, materi yang diberikan adalah: “Masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, seperti cara menjadi muslim yang baik, cara menempuh hidup agar mendapat berkah dari Allah Swt. dan muamalah” (W/P/TN/10-6-2014/10.45WIB). Jadi seperti yang disampaikan oleh bapak TN, materi yang disampaikan disini yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
d.
Waktu dan Sarana
Pengajian/siraman rohani umum diadakan setiap sebulan sekali pada hari Sabtu minggu pertama. Sarana yang digunakan adalah Aula Sasana Tama Lembaga Pemasyarakatan Magelang. 3.
Pengajian/ Siraman Rohani Wanita a.
Subjek Subjek pengajian wanita adalah petugas pembina dari luar Lembaga Pemasyarakatan, yaitu dari Departemen Agama Kota Magelang dan Salimah Magelang.
b.
Objek Objek pengajian wanita adalah seluruh narapidana wanita yang beragama islam sebanyak 10 orang narapidana dan 3 orang tahanan.
c.
Materi Kegiatan pengajian/siraman rohani wanita ini, materi yang diberikan adalah: “Tentang masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, seperti cara menjadi muslimah yang baik, cara menempuh hidup agar mendapat berkah dari Allah Swt., dan muamalah” (W/P/TN/10-6-2014/10.45WIB).
d.
Waktu dan Sarana Pengajian/siraman rohani wanita diadakan setiap hari Senin dan Kamis pukul 08.00-09.00 WIB di ruang Pendidikan Lembaga pemasyarakatan Magelang.
4.
Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an
Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an diadakan setiap hari Senin dan Rabu, pada pukul 10.00-11.30 WIB (O/9-6-2014/09.30 WIB). Karena dengan membaca ayat-ayat yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan mendalami kandungan dari Kitab akan dapat mendatangkan hati yang tenteram dan diharapkan akan menambah keimanan kepada Allah. a.
Subjek Subjek pengajaran Iqro‟ dan al-Quran adalah Petugas Pembina dari
Lembaga
Pemasyarakatan
dan
dari
luar
Lembaga
Pemasyarakatan. Namun adakalanya: “Narapidana yang sudah pandai dan berpengalaman membaca al-Qur’an diminta untuk mengajar teman-temannya sesama narapidana” (W/N/TR/12-6-2014/10.00WIB). b.
Objek Objek pengajaran adalah semua narapidana yang beragama Islam, baik mereka yang belum bisa membaca maupu yang sudah bisa.
c.
Materi Materi ini mengajarkan tentang membaca al-Qur‟an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid, sedangkan Kitab nya untuk dipelajari dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan hafalan surat pendek.
d.
Sarana
Sarana yang digunakan dalam pengajaran Iqra‟ dan al-Qur‟an adalah buku panduan iqro‟, al-Qur‟an, Kitab, spidol, white board, buku dan bulpen. Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an ini dilaksanakan di Masjid dalam Lembaga Pemasyarakatan (untuk naraidana laki-laki) dan di blok sel wanita (untuk narapidana wanita). 5.
Peringatan Hari Besar agama Islam Tujuan dari Peringatan hari Besar Agama Islam (PHBI) di Lembaga Pemasyarakatan Magelang yaitu: “Peringatan Hari Besar Agama Islam (PHBI) dimaksudkan agar narapidana dapat mengambil hikmah yang terkandung dalam peringatan tersebut” (W/P/TN/10-6-2014/10.45WIB). Peringatan ini dilaksanakan pada waktu tertentu saja yaitu berdasarkan hari peringatan tersebut ditetapkan dalam setiap tahunnya. Meskipun peringatan dilaksanakan pada waktu tertentu saja, akan tetapi tetap dijadikan ajang untuk membangkitkan kembali nilai-nilai ajaran Islam dan pemahaman lebih jauh tentang ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Pelaksanakan kegiatan ini, menyesuaikan situasi, kondisi, dan kemampuan Lembaga Pemasyarakatan. Hari-hari besar yang selalu diperingati adalah Idul Fitri, Idul Adha, Isra‟ Mi‟raj dan Maulid Nabi. 1) Subjek Subjek dalam kegiatan PHBI adalah para tokoh masyarakat/ da‟i yang sengaja dihadirkan sebagai pembicara. Sedangkan petugas
Lembaga
Pemasyarakatan
bertugas
mengkoordinir
dalam
kepanitiaan hari besar yang diperingati. 2) Objek Objek dalam kegiatan PHBI adalah semua narapidana yang beragama Islam. 3) Materi Materi yang diberikan dalam kegiatan PHBI disesuaikan dengan hari besar yang diperingati. 4) Sarana Sarana yang digunakan adala Masjid dan Aula Sasana Tama Lembaga pemasyarakatan Magelang. Membaca temuan di atas kaitannya yang dengan pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita. Pada dasarnya dilakukan secara intensif setiap hari dan terus menerus. Hal ini dibuktikan dengan dilaksanakannya kegiatan shalat Dhuhur berjama‟ah yang merupakan bagian dari pembinaan keagamaan itu sendiri. Kegiatan ini dilakukan setiap hari dengan disisipi Kultum setelah selesai shalat. Pemberian materi keagamaan dua kali dalam satu minggu oleh para pembina dari Lembaga Pemasyarakatan Magelang dan bekerja sama dengan pihak ke tiga yakni dengan Departemen Agama Kota Magelang dan LSM Salimah Magelang.
B. Metode Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita Hasil observasi dan wawancara di Lembaga Pemasyarakatan Magelang, ditemukan beberapa metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan, yaitu sebagai berikut: 1.
Metode Pembinaan berdasar Situasi Dalam menyampaikan materi pembinaan keagamaan salah satunya menggunakan metode pembinaan berdasar situasi, supaya narapidana dapat menguasai situasi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Magelang. Dalam hal ini, digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dari atas (top down approach) dan pendekatan dari bawah (bottom down approach). “Metode ini belum sepenuhnya diterapkan oleh Petugas Pembina. Pelaksanaan pembinaan lebih mengarah kepada pendekatan dari atas (top down approach), yaitu materi pembinaan berasal dari pembina dan narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para pembina” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
2.
Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment) Penggunaan metode ini membutuhkan persiapan yang lebih dibandingkan dengan metode yang lain, karena pembina harus menjawab secara tepat berbagai pertanyaan yang mungkin dikemukakan oleh narapidana yang kadang-kadang tidak terduga. Jawaban yang kurang tepat bisa-bisa justru akan berakibat fatal dan menyebabkan kurangnya kepercayaan narapidana kepada diri sendiri bahkan berbalik tidak percaya terhadap Agama Islam itu sendiri. Hal ini berarti, kegagalan dalam melakukan pembinaan keagamaan terhadap narapidana. Hal-hal
yang perlu dipersiapkan antara lain pengetahuan agama secara populer, pengetahuan yang cukup tentang kondisi psikologis narapidana, latihan sabar, dan telaten. “Hati mengalami kondisi yang lemah sehingga akan mudah menerima sebuah nasehat atau anjuran dari orang lain, dalam hal ini adalah internalisasi nilai-nilai keagamaan oleh bagian Pembinaan Kemasyarakatan dan Perawatan (Bimkeswat) yaitu saya sendiri mbak” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB). 3.
Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment) Dalam menyampaikan materi pembinaan keagamaan salah satunya menggunakan metode pembinaan kelompok, supaya narapidana dapat menguasai materi yang disampaikan. “Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode ceramah, peragaan/demonstrasi, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas. Metode tersebut tidak harus berdiri sendiri tergantung materi yang disampaikan” (W/P/TN/10-062014/10.45WIB). Metode yang dapat dilakukan dalam metode pembinaan kelompok adalah sebagai berikut: a.
Metode Ceramah Dalam menyampaikan informasi atau kegiatan pembinaan keagamaan, para pembina keagamaan salah satunya menggunakan metode ceramah, supaya para pendengar/narapidana wanita lebih mudah untuk memahami materi dari ceramah tersebut. “Kebanyakan narapidana wanita yang mengikuti kegiatan pembinaan keagamaan di LP, rata-rata menyukai metode ceramah. Karena ceramah lebih mengena dalam hati” (W/N/TR/12-06-2014/10.00WIB).
b.
Metode Peragaan/Demonstrasi Selain
metode
ceramah
dalam
pembinaan
keagamaan
digunakan juga metode peragaan/demonstrasi. Metode pembinaan dengan jalan memberikan peragaan/contoh kepada narapidana. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam menangkap suatu materi yang diberikan. “Saya lebih menyukai metode peragaan, karena dengan peragaan lebih mengena untuk langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti wudhu dan sholat” (W/N/KR/12-06-2014/10.00WIB). c.
Metode Tanya Jawab Metode ini biasa digunakan sebelum penyampaian materi akan berakhir yaitu dengan memberikan kesempatan kepada semua narapidana wanita untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas mengenai materi yang disampaikan. “Setiap dua kali seminggu ada kegiatan rutin pengajian khusus wanita yang berisi tentang masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari serta ada tanya jawab yang belum paham” (W/N/NR/12-06-2014/10.00WIB).
d.
Metode Diskusi Penyampaian
materi
dalam
metode
ini
dengan
jalan
memberikan kesempatan kepada narapidana untuk mengadakan perbincangan dan mengemukakan pendapat
serta menyusun
kesimpulan. “Diskusi dengan teman narapidana dapat pengetahuan” (W/N/KR/12-06-2014/10.00WIB).
menambah
e.
Metode Pemberian Tugas Metode ini diterapkan dengan tujuan untuk melatih narapidana agar dapat bertanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. “Setiap setelah materi diberi tugas oleh pembina untuk meringkas kembali dan dikumpulkan dikemudian hari” (W/N/TT/12-06-2014/10.00WIB).
4.
Metode Belajar dan Pengalaman (Experiental Learning) Dalam metode ini, narapidana diminta untuk mengajar berdasarkan pengalaman mereka. pelaksanaan seperti ini membawa dampak kepada narapidana yaitu mereka lebih percaya diri karena merasa dihargai dan dihormati. “Narapidana yang sudah pandai dan berpengalaman membaca alQur’an diminta untuk mengajar teman-temannya sesama narapidana” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB).
5.
Auto Sugesti Metode ini digunakan untuk mempengaruhi alam bawah sadar manusia. Auto sugesti merupakan bagian dari motivasi. “Meskipun banyak metode yang ada, metode ini menjadikan saya lebih sabar dalam menjalani masa pidana ini” (W/N/TR/12-062014/10.00WIB) Metode yang digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan tidak jauh berbeda dengan metode Pendidikan secara umum, hanya saja perlu ada perbedaan tekanan variasi dan teknik yang disesuaikan dengan kondisi Lembaga Pemasyarakatan. Terkait dengan metode yang
digunakan dalam pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan ini adalah sebagai berikut: (Harsono, 1995:342-377): 6) Metode Pembinaan berdasar Situasi Metode ini digunakan untuk merubah cara berfikir narapidana untuk tidak bergantung pada situasi yang menyertai, tetapi menguasai situasi tersebut. Dalam hal ini, digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dari atas (top down approach) dan pendekatan dari bawah (bottom down approach). 7) Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment) Metode ini diberikan kepada narapidana secara perorangan oleh petugas pembina Lembaga Pemasyarakatan. 8) Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment) Dalam Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode ceramah, peragaan/demonstrasi, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas. Adapun metode tersebut, adalah sebagai berikut: f)
Metode Ceramah Metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh
petugas
Pemasyarakatan Pemasyaraktan.
pembina maupun
keagamaan
dari
dalam
Lembaga
pembina
dari
luar
Lembaga
g) Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah cara penyajian pembinaan dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Cara yang ditempuh biasanya pembina keagamaan mengajukan pertanyaan kepada narapidana tentang materi yang telah diajarkan. h) Metode Demonstrasi/Peragaan Yang dimaksud dengan metode demonstrasi yaitu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana suatu proses pembentukan tertentu kepada narapidana wanita. i)
Metode Diskusi Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya dilakukan secara terbuka. Dalam sebuah diskusi semua anggota narapidana wanita ikut terlibat.
j)
Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas diterapkan dalam materi tertentu setelah disampaikan oleh pembina keagamaan, kemudian narapidana wanita diminta untuk meringkas kembali.
9) Metode Belajar dari Pengalaman (Experiental Learning) Dalam metode ini, narapidana diminta untuk mengajar berdasar pengalaman mereka.
10) Auto Sugesti Auto Sugesti adalah sarana atau alat untuk mempengaruhi alam bawah
sadar
manusia,
dengan
cara
memasukkan
saran-
saran/pengaruh/perintah, untuk melakukan tindakan sesuai saransaran/pengaruh/perintah tersebut. Auto sugesti adalah bagian dari motivasi.
C. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita Faktor penghambat menurut Bapak TN diantaranya: “Untuk faktor penghambat antara lain yaitu latar belakang narapidana yang tidak sama, sehingga dalam menyerap materi yang diberikankurang. Adanya perbedaan masa hukuman serta masuknya dalam LP yang tidak sama” (W/P/TN/10-06-2014/10.45WIB). Kemudian Ibu SB menjelaskan terkait faktor penghambat dari pembinaan keagamaan: “Untuk penghambatnya minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang dibandingkan dengan keikutsertaan pada pembinaan kemandirian. Serta tidak adanya kurikulum khusus untuk pembinaan” (W/P/SB/11-06-2014/10.15WIB). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan faktor penghambat sebagai berikut: 1.
Latar belakang narapidana wanita yang tidak sama.
2.
Perbedaan masa hukuman serta masuknya yang tidak bersamaan.
3.
Minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang.
4.
Kemampuan narapidana dalam mencerna materi disampaikan tidak sama.
5.
Tidak adanya kurikulum khusus untuk pembinaan keagamaan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dan data-data penulis sajikan dalam laporan skripsi ini, maka penulis mengambil kesimpulan: 1.
Pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang a.
Shalat Dhuhur Berjamaah: Dilaksanakan setiap hari pada waktu shalat dhuhur.
b.
Pengajian/Siraman Rohani Umum: Dilaksanakan pada hari Sabtu minggu pertama.
c.
Pengajian/Siraman Rohani Wanita: Dilaksanakan seminggu dua kali yaitu hari Senin dan Kamis.
d.
Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an: Dilaksanakan seminggu dua kali yaitu pada hari Senin dan Kamis.
e.
Peringatan Hari Besar agama Islam: Dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu peringatan hari-hari besar agama Islam.
2.
Metode pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014 a.
Metode Pembinaan berdasar Situasi: Metode ini digunakan untuk merubah cara berfikir narapidana untuk tidak bergantung pada situasi yang menyertai, tetapi menguasai situasi tersebut.
Pelaksanaannya metode ini digunakan untuk menyampaikan materi yang bersifat umum, seperti pembinaan keagamaan dan pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. b.
Metode Pembinaan Perorangan (Individual Treatment): Metode ini diberikan kepada narapidana secara perorangan oleh petugas pembina Lembaga Pemasyarakatan. Pelaksanaannya untuk memberikan konseling atau bimbingan sehingga diharapkan narapidana lebih terbuka menyampaikan permasalahannya.
c.
Metode Pembinaan Kelompok (Classical Treatment) 1) Metode Ceramah: yaitu teknik yang dititik beratkan pada penyampaian informai, keterangan, penjelasan suatu masalah yang disampaikan secara formal dan lisan. Pelaksanaannya untuk menyampaikan materi yang bersifat teoretis, seperti tata cara sholat yang benar, rukun sholat, dll. 2) Metode Demonstrasi/Peragaan: yaitu teknik yang dititik beratkan pada bagaimana memperagakan tentang jalannya suatu proses tertentu. Biasanya pembina keagamaan memperagakan terlebih dahulu, kemudian narapidana wanita mengikutinya. Pelaksanaannya untuk memberikan contoh langsung tentang tata cara wudhu yang benar, gerakan-gerakan solat, dll. 3) Metode Tanya Jawab: yaitu teknik yang dititik beratkan pada pengalaman butir-butir penting yang diceramahkan.
Pelaksanaannya menanyakan hal-hal yang dianggap belum jelas, sehingga dapat disimpulkan dengan adanya keinginan bertanya ada kemauan untuk mengerti dan memahami, selanjutnya mempunyai niat untuk menerapkan dalam kehidupan seharihari. 4) Metode Diskusi: yaitu teknik yang dititik beratkan pada pendalaman masalah dan kasus, dengan maksud mendorong narapidana mendayagunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk merumuskan konsep memecahan. Pelaksanaanya digunakan pada saat pembina menyampaikan materi umum yang menyangkut masalah kehidupan. 5) Metode Pemberian Tugas: yaitu teknik yang dititk beratkan pada pendalaman materi dan narapidana wanita diberikan tanggung jawab atas apa yang harus mereka kerjakan. Pelaksanaannya
digunakan
untuk
menugaskan
kepada
narapidana agar mempelajari kembali materi yang telah disampaikan. d.
Metode Belajar dari Pengalaman (Experiental Learning): Dalam metode ini, narapidana diminta untuk mengajar berdasar pengalaman mereka. Pelaksanaanya digunakan pada waktu pembina mengajarakan membaca iqro‟ dan al-Qur‟an dan berupa keterampilan.
e.
Auto Sugesti: Metode ini digunakan untuk mempengaruhi alam bawah
sadar
manusia,
dengan
cara
memasukkan
saran-
saran/pengaruh/perintah, untuk melakukan tindakan sesuai saransaran/pengaruh/perintah tersebut. Auto sugesti adalah bagian dari motivasi Pelaksanaanya untuk memberikan motivasi dan pengaruh-pengaruh baik. Agar mau bertobat dan setelah keluar dari LP nanti dapat berintegrasi dan diterima baik oleh masyarakat. 3.
Faktor-faktor penghambat dalam pembinaan keagamaan pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang a.
Latar belakang narapidana wanita yang tidak sama.
b.
Perbedaan masa hukuman serta masuknya yang tidak bersamaan.
c.
Minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang.
d.
Kemampuan narapidana dalam mencerna materi disampaikan tidak sama.
e.
Tidak adanya kurikulum khusus untuk pembinaan keagamaan.
B. Saran 1.
Kepada Lembaga Pemasyarakatan a.
Dalam
pelaksanaan
pembinaan
agama
sebaiknya
dibentuk
kelompok-kelompok kecil agar penyampaian materi pembinaan bisa lebih efektif dan dapat lebih mudah diterima.
b.
Perlu
diadakan
pengelompokan
narapidana
menurut
tingkat
pendidikan, supaya pemberian materi penyuluhan dapat disesuaikan dengan kondisi narapidana atau dengan jalan memilih para narapidana yang dianggap mempunyai kelebihan untuk dapat membantu para narapidana yang tertinggal dengan penguasaan materi yaitu dengan jalan memberikan bimbingan di luar jam kegiatan, seperti di dalam sel/ waktu senggang lainnya. c. 2.
Memperbanyak buku-buku yang bernafaskan Islam di Perpustakaan.
Kepada Para Petugas Pembina Agama Islam a.
Perlu disusun kurikulum pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan, sehingga pembinaan agama dapat lebih terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan.
b.
Untuk menambah kepercayaan diri narapidana dan menambah keakraban antara narapidana dan petugas, hendaknya sering diadakan sarasehan bersama antara narapidana dan petugas Lembaga Pemasyarakatan maupun petugas Pembina Agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Muhammad Daud. 2000. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Al Tirmidzi, Al Imam Al Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa ibn Saurah. Sunan At Tirmidzi, Juz II, Libanon: Darul Kutub Al Ilmiyyah, t. th. Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pres. Arifin, H.M. 1977. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama. Jakarta : Bulan Bintang. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. C.I. Harsono. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan. Dwija, Priyatno. 2009. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama. Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia. Hasan, Fuad. 1974. Pola Pendidikan Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hellen. 2002. Bimbingan Dan Konseling, Jakarta: Ciputat Press.
Jatniko, Rachmad. 1996. Sistem Etika Islam (Ahlak Mulia). Jakarta : Pustaka Panji Mas. Kartono, Kartini. 1982. Psikologi Anak. Bandung: Alumni. Mujib, Abdul,et. al.,2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Mustofa, Bisri. 1375 H. Arba‟in Nawawi. Rembang: Menara Kudus. Nasution.1996. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Ramayulis. 2005. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Rozak, Nasrudin. 1997. Dinul Islam. Bandung: PT. Al-Ma‟arif. Setiady, Tolib. 2010. Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia. Bandung: Alfabeta. Shihab, M. Quraish, et. Al., 2006. Menabur Pesan Ilahi: Al Qur’an dan DinamikaKehidupan Masyarakat. Jakarta: Lentera Hati. ________________________ 2007. Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: PT. Mizan Pustaka. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sutopo, Hedyat. 1993. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. 1996. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Pendidikan Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Sinar Grafika.
Peraturan Perundang-undangan: Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Lampiran 1 Pedoman Wawancara A. Identitas Informan Kode Responden : Kode Data : Pekerjaan : Hari/tanggal Waktu
: :
B. Sasaran Wawancara Pelaksanaan pembinaan keagamaan pada narapidana wanita Metode pembinaan keagamaan pada narapidana wanita Faktor penghambat pembinaan keagamaan pada narapidana wanita C. Butir-butir Pertanyaan Daftar pertanyaan wawancara Pembina 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Secara umum apa saja pembinaan yang diselenggarakan di LP ini? (maksudnya pembinaan bagi narapidana wanita) Dalam hal ini, Bapak/Ibu bertugas sebagai apa? Adakah cara tertentu agar pembinaan keagamaan itu berhasil di terapkan untuk pembinaan keagamaan pada narapidana wanita? Bagaimana pembagian materi pembinaan? Apakah disesuaikan dengan jenjang pendidikan? Atau sama rata? Bagaimana metode yang dilakukan? Pernahkah metode-metode ini mengalami perubahan? Jika pernah mengapa? Kapan pembinaan keagamaan ini dilaksanakan? (seminggu sekali, satu bulan sekali, dll) Sejauh ini apakah ada pengaruhnya terhadap narapidana? Apa hambatan dari pelaksanaan pembinaan keagamaan ini? Bagaimana mengatasi hambatan-hambatan itu? Di samping pembina dari dalam LP, apakah pernah mendatangkan dari luar? Jika pernah, apa pertimbangannya? (mengapa memilih ustad itu, bukan yang ini) Apa saja isi pembinaan yang Bapak/Ibu sampaikan ketika mebgisi pembinaan keagamaan?
Pedoman Wawancara A. Identitas Informan Kode Responden : Kode Data : Pekerjaan : Hari/tanggal Waktu
: :
B. Sasaran Wawancara Pembinaan keagamaan yang diikuti narapidana wanita Metode penyampaian pembinaan keagamaan Faktor penghambat pembinaan keagamaan pada narapidana wanita C. Butir-butir Pertanyaan Daftar pertanyaan wawancara Narapidana Wanita 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan? Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti? Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan? Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok “ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)? Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah dilakukan oleh para pembina? Menurut Anda, metode apa yang paling sesuai untuk penyampaian pembinaan keagamaan di LP? Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP? Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai? Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait dengan status Anda sekarang ini?
Lampiran 2
Kode Penelitian Pembinaan Keagamaan pada Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Magelang Tahun 2014 A. Responden Kode TN SB TR TT WD KR NR
Nama Triyogo Nugroho Siti Badriyatun Turasmi Titik Widatun Karomah Nur
B. Metode Kode W O P
Metode Penelitian Wawancara Observasi Dokumentasi
C. Kategori Sumber Responden Kode P N
Keterangan Pembina Narapidana
Lampiran 3 Transkip Wawancara Identitas Informan Kode Responden Kode Data Hari/tanggal Waktu
: TN : W/P/TN : Selasa, 10-06-2014 : 10.45 WIB-selesai
P
: Secara umum apa saja pembinaan yang diselenggarakan di LP ini? (maksudnya pembinaan bagi narapidana wanita)
I
: Jenis pembinaan ada 2 mbak, yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian. Pembinaan kemandirian: keterampilan usaha mandiri, sedangkan pembinaan kepribadian meliputi: pembinaan keagamaan, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan intelektual, pembinaan mengintegrasikan diri dengan lingkungan, dan pembinaan kesehatan.
P
: Dalam hal ini, Bapak/Ibu bertugas sebagai apa?
I
: Kasubsie Bimkeswat yaitu pada bagian bimbingan kemasyarakatan dan perawatan, bertugas memberikan bimbingan dan penyuluhan rohani.
P
: Adakah cara tertentu agar pembinaan keagamaan itu berhasil di terapkan untuk pembinaan keagamaan pada narapidana wanita?
I
: Ada, dengan melakukan upaya shalat dhuhur berjamaah, pengajian umum, pengajian khusus wanita, pengajaran iqro‟ dan al-Qur‟an, hafalan surat pendek, pesantern qilat (Ramadhan), shalat Tarawih, shalat Idul Fitri dan Adha.
P
: Bagaimana pembagian materi pembinaan? Apakah disesuaikan dengan jenjang pendidikan? Atau sama rata?
I
: Pembagian materi yang ada di sini tidak membeda-bedakan jenjang pendidikannya, sama-sama diberikan binaan.
P
: Bagaimana metode yang dilakukan?
I
: Metode yang diberikan antara lain ceramah keagamaan, diskusi kelompok, terkadang saya beri selebaran. Metodenya saya buat bergantian agar narapidana tidak jenuh dan ada metode khusus untuk pembinaan disini yaitu pembinaan berdasar situasi, individu, dan kelompok.
P
: Pernahkah metode-metode ini mengalami perubahan? Jika pernah mengapa?
I
: Tidak ada perubahan, hanya saja kita sesuaikan dengan kondisi yang ada.
P
: Kapan pembinaan keagamaan ini dilaksanakan? (seminggu sekali, satu bulan sekali, dll)
I
: Shalat Dhuhur Berjamaah: Dilaksanakan setiap hari pada waktu shalat dhuhur. Pengajian/Siraman Rohani Umum: hari Sabtu minggu pertama. Pengajian/Siraman Rohani Wanita: seminggu dua kali yaitu hari Senin dan Kamis. Pengajaran Iqro‟ dan al-Qur‟an: seminggu dua kali yaitu pada hari Senin dan Kamis. Peringatan Hari Besar agama Islam: pada waktu-waktu tertentu peringatan hari-hari besar agama Islam.
P
: Sejauh ini apakah ada pengaruhnya terhadap narapidana?
I
: Pastinya ada mbak, dan sangat berpengaruh sekali.
P
: Apa hambatan dari pelaksanaan pembinaan keagamaan ini?
I
: Untuk hambatannya antara lain yaitu latar belakang narapidana yang tidak sama. Hal ini sangat mempengaruhi kelancaran dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan, terutama dalam menyerap materi yang diberikan. Dan perbedaan masa hukuman serta masuknya dalam LP yang tidak sama sehingga akan mepersulit dalam keruntutan pemberian materi pembinaan serta tidak ada kurikulum khusus.
P
: Bagaimana mengatasi hambatan-hambatan itu?
I
: Dengan mengulang-ulang materi menggunakan metode yang berbeda.
P
: Di samping pembina dari dalam LP, apakah pernah mendatangkan dari luar?
I
: Pernah mbak, Pembina keagamaan yang mengisi pembinaan pada narapidana yaitu koordinator keagamaan Lembaga Pemasyarakan Magelang dan bekerjasama dengan luar LP: Departemen Agama Magelang, LSM Salimah Magelang, dan mendatangkan Guru Agama dari SMA N 5 Magelang yaitu Bapak KH. Drs. Slamet Biyantara.
P
: Jika pernah, apa pertimbangannya? (mengapa memilih ustad itu, bukan yang ini)
I
: Ada mbak, yaitu agar dapat mewujudkan tujuan pembinaan. Maka kita harus bekerja sama dengan instansi pemerintah yang terkait. Tujuannya untuk membina narapidana dalam memperbaiki mental mereka, sehingga diharapkan setelah mereka keluar dari LP menjadi anggota masyarakat yang baik dan dapat hidup mandiri mbak. Untuk menyadarkan dari perbuatan yang salah yang telah mereka lakukan, dan untuk membimbing narapidana dalam mempelajari ajaran agama Islam dan mampu mengendalikan sikap setelah menjalani masa pidanya
yang
pernah
diberikan
dengan
P
: Apa saja isi pembinaan yang Bapak/Ibu sampaikan ketika mebgisi pembinaan keagamaan?
I
: Untuk materi tentang masalah yang berhubungan dengan kehidupan seharihari, seperti cara menjadi muslim yang baik, cara menempuh hidup agar mendapat berkah dari Allah Swt. dan muamalah
Transkip Wawancara
Identitas Informan Kode Responden Kode Data Hari/tanggal Waktu
: SB : W/P/SB : Rabu, 11-06-2014 : 10.15 WIB-selesai
P
: Secara umum apa saja pembinaan yang diselenggarakan di LP ini? (maksudnya pembinaan bagi narapidana wanita)
I
: Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian mbak.
P
: Dalam hal ini, Bapak/Ibu bertugas sebagai apa?
I
: Saya petugas di blok sel wanita.
P
: Bagaimana pembagian materi pembinaan? Apakah disesuaikan dengan jenjang pendidikan? Atau sama rata?
I
: Tidak, untuk kegiatan pembinaan keagamaan di LP ini sama rata.
P
: Bagaimana metode yang dilakukan?
I
: Metode yang digunakan itu kebanyakan ceramah, dan diselingi dengan tanya jawab serta humor agar narapidana tidak jenuh. Jika ceramah terus menerus mereka jenuh dan ngantuk. Dan ada metode peragaan seperti pada materi tata cara wudhu dan sholat. Metode yang khusus, ada metode belajara dari pengalaman untuk membaca iqro‟ dan al-quran, dan metode auto sugesti untuk memberikan motivasi.
P
: Pernahkah metode-metode ini mengalami perubahan? Jika pernah mengapa?
I
: Jarang mbak, tergantung pada pembina.
P
: Kapan pembinaan keagamaan ini dilaksanakan? (seminggu sekali, satu bulan sekali, dll)
I
: Ada yang sebulan sekali, seminggu dua kali, bahkan ada juga yang setiap hari seperti sholat dhuhur berjamaah.
P
: Sejauh ini apakah ada pengaruhnya terhadap narapidana?
I
: Ada sekali mbak, kelihatan setelah selesai pembinaan, narapidana kelihatan lebih tenang jiwanya.
P
: Apa hambatan dari pelaksanaan pembinaan keagamaan ini?
I
: Untuk penghambatnya minat narapidana wanita mengikuti pembinaan keagamaan kurang dibandingkan dengan keikutsertaan pada pembinaan kemandirian. Dan latar pendidikan yang tidak sama.
P
: Apa saja isi pembinaan yang Bapak/Ibu sampaikan ketika mebgisi pembinaan keagamaan?
I
: Yang disamaikan yaitu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti tata cara shalat, gerakan-gerakan shalat yang benar, memperingati hari-hari besar agama islam
Transkip Wawancara
Identitas Informan Kode Responden Kode Data Hari/tanggal Waktu
: TR : W/N/TR : Kamis, 12-06-2014 : 10.00 WIB-selesai
P
: Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I
: Sejak saya masuk LP mbak.
P
: Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I
: Ada pengajian wanita, mengaji al-qur‟an, yasinan, dan masih banyak mbak.
P
: Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I
: Bapak dan ibu pembina dari LP dan dari luar.
P
: Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok “ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I
: Ceramah, Tanya Jawab, kadang-kadang diskusi, ada konsultasi juga dan diberi motivasi mbak.
P
: Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah dilakukan oleh para pembina?
I
: Senang mbak, rata-rata menyukai metode ceramah. Karena ceramah lebih mengena dalam hati.
P
: Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I
: Semua saya suka.
P
: Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I
: Suka semua mbak yang tidak menjenuhkan.
P
: Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait dengan status Anda sekarang ini?
I
: Ya, bermanfaat sekali, dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya beribadah
Transkip Wawancara Identitas Informan
Kode Responden Kode Data Hari/tanggal Waktu
: TT : W/N/TR : Kamis, 12-06-2014 : 10.00 WIB-selesai
P
: Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I
: Sejak saya masuk LP mbak.
P
: Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I
: Sholat dhuhur jamaah, mendengarkan ceramah agama, mengaji. Semua yang ada saya ikuti.
P
: Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I
: Bapak dan ibu pembina dari LP
P
: Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok “ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I
: Ceramah mbak, setelah itu ada tanya jawab dan diberi tugas.
P
: Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah dilakukan oleh para pembina?
I
: Senang dan baik mbak.
P
: Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I
: Kedisiplinan, gerakan-gerakan sholat yang benar, cara wudhu yang benar.
P
: Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I
: Suka diberi tugas mbak.
P
: Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait dengan status Anda sekarang ini?
I
: Meningkatnya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan shalat wajib dan sunnat.
Transkip Wawancara Identitas Informan
Kode Responden Kode Data Hari/tanggal Waktu
: WD : W/N/WD : Kamis, 12-06-2014 : 10.00 WIB-selesai
P
: Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I
: Sejak saya masuk LP.
P
: Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I
: Sholat, mengaji, ceramah agama, yasinan, dll.
P
: Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I
: Bapak dan ibu pembina dari LP dan dari luar.
P
: Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok “ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I
: Metodenya melalui belajar dari teman misal mengaji mbak.
P
: Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah dilakukan oleh para pembina?
I
: Kesan saya cukup baik.
P
: Menurut Anda, metode apa yang paling sesuai untuk penyampaian pembinaan keagamaan di LP?
I
: Ceramah dari kyai kemudian dipraktekkan.
P
: Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I
: Materi tentang ibadah dan keluarga.
P
: Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I
: Materi tentang ibadah.
P
: Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait dengan status Anda sekarang ini?
I
: Meningkatnya kedisiplinan dalam melakukan sholat dhuhur berjamaah di blok sel.
Transkip Wawancara Identitas Informan
Kode Responden Kode Data Hari/tanggal Waktu
: KR : W/N/KR : Kamis, 12-06-2014 : 10.00 WIB-selesai
P
: Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I
: Sejak saya masuk LP mbak.
P
: Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I
: Pembinaan kesehatan, agama, berbangsa dan bernegara.
P
: Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I
: Bapak dan ibu pembina dari LP dan dari luar.
P
: Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok “ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I
: Ceramah kemudian dilanjutkan tanya jawab dan diberi motivasi.
P
: Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah dilakukan oleh para pembina?
I
: Senang.
P
: Menurut Anda, metode apa yang paling sesuai untuk penyampaian pembinaan keagamaan di LP?
I
: Pemberian motivasi.
P
: Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I
: Tentang meningkatkan iman dan bertobat.
P
: Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I
: Semua saya suka.
P
: Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait dengan status Anda sekarang ini?
I
: Meningkatnya kedisiplinan dalam mengikuti pengajian.
Transkip Wawancara
Identitas Informan Kode Responden Kode Data Hari/tanggal Waktu
: NR : W/N/NR : Kamis, 12-06-2014 : 10.00 WIB-selesai
P
: Sejak mulai kapan Anda mengikuti pembinaan keagamaan?
I
: Sejak saya masuk LP mbak.
P
: Pembinaan keagamaan apa saja Anda ikuti?
I
: Pengajian, mengaji, yasinan, hafalan surat pendek.
P
: Siapa saja yang mengisi kegiatan pembinaan keagamaan?
I
: Bapak dan ibu pembina dari LP dan dari luar.
P
: Bagaimana metode yang dilakukan? (berdasar situasi, individu, kelompok “ceramah, diskusi, brosur, majalah”, dari pengalaman)?
I
: Diskusi, ceramah, tanya jawab, pemberian motivasi.
P
: Sejauh ini, bagaimana kesan Anda tentang metode penyampaian yang telah dilakukan oleh para pembina?
I
: Baik.
P
: Menurut Anda, metode apa yang paling sesuai untuk penyampaian pembinaan keagamaan di LP?
I
: Semua dipakai.
P
: Materi apa saja yang disampaikan oleh pembina keagamaan di LP?
I
: Materi tentang ibadah dan kehidupan sehari-hari.
P
: Diantara materi itu, materi apa yang paling Anda sukai?
I
: Semua suka.
P
: Bagaimana manfaat yang Anda rasakan dari pembinaan keagamaan terkait dengan status Anda sekarang ini?
I
: Pengalamannya setelah mengikuti pembinaan adalah ketenangan jiwa, menghilangkan rasa iri dan dengki.
mendapatkan
SURAT KETERANGAN KEGIATAN (SKK)
Nama
: NUR’AINI SOLIKHAH
NIM
: 111 10 156
Jurusan/ Progdi
: Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen PA
: Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.
No 1. 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. 10.
Jenis Kegiatan OPAK 2010 diselenggarakan oleh DEMA STAIN Salatiga USER EDUCATION diselenggarakan oleh UPT Perpustakaan STAIN Salatiga CERDIG Muslimah “Muslimah 24 Karat” diselenggarakan oleh Silmi Community (DMS) “Let’s be a SMILE moslemah” diselenggarakan oleh LDK STAIN Salatiga NATIONAL WORKSHOP OF ENTREPRENEURSHIP AND BASIC COOPERATION 2010 diselenggarakan oleh KOPMA “FATAWA” Bedah Buku “Ijinkan Aku Menikah Tanpa Pacaran” diselenggarakan oleh LDK STAIN Salatiga Seminar “Berani Kaya Berani Taqwa” diselenggarakan oleh LDK STAIN Salatiga SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN “REALISASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL” diselenggarakan oleh HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga Praktikum Mata Kuliah Baca Tulis Al Qur’an (BTQ) Public Hearing “Meningkatkan Tatatnan Birokrasi Kampus Yang Berbasis Pada Prinsip-Prinsip
Waktu Pelaksanaan
Keterangan
Point
25-27 Agustus 2010
Peserta
3
20-25 September 2010
Peserta
3
3 Desember 2010
Peserta
3
18 Desember 2010
Peserta
3
19 Desember 2010
Peserta
6
13 Mei 2011
Peserta
2
21 Mei 2011
Peserta
3
20 Juni 2011
Peserta
6
22 Juni 2011
Peserta
2
25 Juni 2011
Peserta
3
11.
12.
13.
14. 15.
16.
17.
18.
Integritas” didelenggrakan oleh SEMA STAIN Salatiga Praktikum Kepramukaan Jurusan Tarbiyah Seminar Nasional Entrepreneur “Membangun Jiwa Entrepreneurship Menuju Kemandirian Ekonomi Kader Muhammadiyah” diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Majlis Doa Mawar Allah “Pelatihan Sholat Khusyu’” diselenggarakan oleh Biro Konsultasi Psikologi “TAZKIA” Praktikum Mata Kuliah ETIKA PROFESI KEGURUAN Praktikum Mata Kuliah KOMPUTER MULTIMEDIA Public Hearing “Meningkatkan Kepekaan dan Transparasi Kinerja Lembaga Menuju Kampus yang Amanah” diselenggarakan oleh SEMA STAIN Salatiga Seminar Nasional Entrepreneurship 2012 “Tren Bisnis Berbasis Multimedia dan Teknologi Informatika sebagai Wujud Pasar Modern” diselenggarakan oleh KOPMA “FATAWA” STAIN Salatiga Seminar Regional “Peran Mahasiswa Dalam Mengawal BLSM (BLT) Tepat Sasaran diselenggarakan oleh DEMA STAIN Salatiga
22-27 Juli 2011
Peserta
2
28 Desember 2011
Peserta
6
29 Januari 2012
Peserta
3
10 Februari 2012
Peserta
2
14-15 Februari 2012
Peserta
2
27 Maret 2012
Peserta
3
21 April 2012
Peserta
6
3 Mei 2012
Peserta
4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: : Nur‟aini Solikhah
Nama Tempat/Tanggal Lahir
: Magelang, 8 Juni 1991
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
: Dsn. Krajan RT 003/RW 001, Ds. Sutopati, Kec. Kajoran, Kab. Magelang 56163
Riwayat Pendidikan
:
1.
SD Negeri Sutopati 2, Kajoran, Kab. Magelang, lulus Tahun 2003.
2.
SMP Negeri 1 Kajoran, Kab. Magelang, lulus Tahun 2006.
3.
SMA Negeri 1 Salaman, Kab. Magelang, lulus Tahun 2009.
4.
STAIN Salatiga, lulus Tahun 2014. Demikian data ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, 25 Agustus 2014 Penulis
Nur‟aini Solikhah NIM: 111 10 156