MINAPOLITAN DAN DESA LIMBANGAN, KETIKA KONSEP sdPEMBANGUNAN DAN POTENSI KAWASAN DISATUKANcd ( oleh : Adi Wibowo)
Minapolitan
mungkin
merupakan
istilah
yang
asing
bagi
masyarakat umum, namun bagi pelaku aktif bidang perikanan istilah minapolitan bukan lagi menjadi hal asing semenjak tahun 2009 seiring dengan digulirkannya Program Minapolitan oleh Kementrian Kelautan Dan Perikanan. Pengguliran Program Minapolitan ini bukannya tanpa latar belakang. Adanya pergeseran kerangka berpikir untuk melakukan perimbangan pemanfaatan sumberdaya alam di Indonesia, melahirkan kebijakan yang berorientasi dari pembangunan darat ke pembangunan maritim atau perairan. Reorietansi kerangka berpikir dalam konsep pembangunan inilah yang akhirnya mendorong suatu bentuk terobosan dan
inovasi
yang
pengoptimalisasian
bernama
Revolusi
pemanfaatan
Biru
sumberdaya
dengan
tujuan
perairan
tanpa
meninggalkan kegiatan pelestariannya. Pada tataran implementasi, Revolusi Biru akan dilaksanakan melalui sistem pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan menggunakan konsep yang dinamakan Minapolitan. Dari sudut etimologisnya minapolitan terdiri dari dua kata yaitu mina yang berarti ikan dan politan yang berarti kota, yang jika disatukan memiliki arti sebagai kota perikanan. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/MEN/2010, yang juga berfungsi sebagai dasar hukum Minapolitan, Minapolitan memilik pengertian sebagai konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan
prinsip-prinsip
terintegrasi,
efisiensi,
berkualitas
dan
percepatan. Sebagai bentuk pengejawantahan dari Revolusi Biru, Minapolitan diharapkan dapat mempercepat pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Percepatan ini utamanya adalah di daerah pedesaan, karena pengalaman menunjukan bahwa kegiatan ekonomi kelautan perikanan di 1
wilayah pedesaan amat lambat perkembangannya. Ini bisa dimaklumi jika melihat pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kurangnya kemudahan-kemudahan, sarana prasarana, dan fasilitas umum di wilayah pedesaan. Keterbatasan-keterbatasan di wilayah pedesaan tersebut tidak lantas membuat suatu desa bisa ditetapkan sebagai sasaran Minapolitan, karena setidaknya suatu desa harus memiliki karakteristik dan persyaratan tertentu untuk ditetapkan sebagai desa sasaran program Minapolitan. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/MEN/2010, Suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan minapolitan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan/atau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
(RZWP-3-K)
kabupaten/kota,
serta
Rencana
Pengembangan Investasi Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan; b. memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomi tinggi; c. letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan; d. terdapat unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang terkonsentrasi di suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, dan/atau pemasaran yang saling terkait; e. tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran,
keberadaan
lembaga-lembaga
usaha,
dan
fasilitas
penyuluhan dan pelatihan; f. kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di lokasi di masa depan;
2
g. komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan minapolitan; h. keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan; dan i.
ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan. Kabupaten Cilacap sendiri, adalah salah satu kabupaten/kota di
Indonesia yang turut berperan aktif mensukseskan Minapolitan. Penetapan Kabupaten Cilacap sebagai Kawasan Minapolitan tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor: 32/MEN/2010, tgl 14 Mei 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Cilacap No. 556/274/19/Th. 2010 tgl 25 Agustus 2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan Tangkap dan Budidaya
di Kabupaten Cilacap. Penetapan
Kabupaten Cilacap sebagai Kawasan Minapolitan tentunya bukan tanpa pertimbangan. Luasan lahan potensial yang dimiliki, sumberdaya manusia yang ada, dan keseriusan pemerintah daerah setempat dalam mengelola sumber daya perikanan, berperan penting dalam penetapan Kabupaten Cilacap sebagai Kawasan Minapolitan. Ada sekitar 12.000 Ha lahan air payau, 21.866.321 Ha perairan laut, 2535 Ha perairan tawar dan 1488 Ha perairan umum yang menunggu sentuhan Program Minapolitan untuk dapat dikelola dengan optimal. Lebih jauh lagi, Kawasan Minapolitan di Kabupaten Cilacap terbagi ke bebarapa wilayah dengan rincian sebagai berikut : 1. Minapolitan Perikanan Tangkap, sebagai zona inti adalah Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap dan sebagai zona pengembangan dan pendukung adalah Kecamatan Cilacap Selatan dengan komoditi unggulan ikan tuna, cakalang dan udang. 2. Minapolitan Perikanan Budidaya, yang tersebar atas beberapa kecamatan:
3
a. Kecamatan Dayeuhluhur, terdiri dari Desa Dayeuhluhur, Desa Hanum, dan Desa Bolang dengan komoditi unggulan ikan mas, nilem dan tawes. b. Kecamatan Wanareja, terdiri dari Desa Wanareja, Desa Limbangan, Desa Tarisi, dan Desa Madura dengan komoditi unggulan ikan mas, nila dan tawes. c. Kecamatan Majenang, terdiri dari Desa Jenang, Desa Pahonjean, Desa Cibening, dan Desa Salebu dengan komoditi unggulan ikan mas, nilem dan tawes. d. Kecamatan Maos, terdiri dari Desa Maos Lor, Desa Maos Kidul, Desa Kalijaran, Desa Panisihan, dan Desa Glempang dengan komoditi unggulan ikan gurami. e. Kecamatan
Sampang,
terdiri
dari
Desa
Karangjati,
Desa
Karangasem, dan Desa Karangtengah dengan komoditi unggulan ikan gurami. Dari sekian banyak wilayah desa yang ditetapkan sebagai kawasan minapolitan diatas, penulis ingin mencermati salah satu desa yang memiliki potensi kawasan diatas rata-rata. Adalah Desa Limbangan, desa terluas di Kecamatan Wanareja ini ternyata menyimpan segudang potensi yang belum optimal pengelolaanya. Tidak hanya di bidang perikanan saja potensi yang tersimpan disana, tetapi ada potensi di bidang pertanian, perkebunan dan pariwisata. Pada Bidang perikanan sendiri, Desa Limbangan memiliki potensi luasan kolam budidaya kurang lebih seluas 175.423 Ha, produksi ikan konsumsi yang lebih dari 60 ton/th dan produksi benih yang mencapai lebih dari 10 juta benih/th. Pada bidang pertanian dan perkebunan, Desa Limbangan sudah memiliki satu kawasan yang dijadikan rintisan konsep pembangunan mixfarming atau pertanian terintegrasi. Jenis tanaman pangan, hortikultura, hutan produksi, dan peternakan mulai tertata sangat apik. Kontur dan karakteristik wilayah Desa Limbangan yang berbukit dan memiliki sumber mata air sangat mendukung apiknya penataan dan pemanfaatan setiap jengkal lahan di
4
sana. Kontur dan karakteristik wilayah ini pula yang membuat Desa Limbangan memiliki potensi bidang pariwisata dengan didapatinya air terjun di desa ini. Setidaknya ada tiga buah air terjun yang ada di Desa Limbangan. Namun sementara ini, air terjun yang berpotensi dikelola adalah air terjun bandung atau yang lebih dikenal dengan curug bandung. Curug bandung diutamakan pengelolaannya karena selain lokasinya lebih mudah dijangkau dibanding air terjun lainnya, juga memiliki keunikan tersendiri karena memiliki dua terjunan air yang berdampingan. Dengan semua potensi tersebut, sepertinya tidak salah jika memiliki pendapat bahwa Desa Limbangan adalah wilayah dengan potensi kawasan di atas rata-rata. Namun demikian, semua potensi yang dimiliki ini kurang diimbangi dengan keberadaan infrastruktur, sarana dan prasaran, serta fasilitas-fasilitas umum . Atas dasar hal-hal tersebut, pada tahun ini, Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap, sebagai SKPD teknis terkait dan sebagai penggerak Minapolitan di tingkat Kabupaten/Kota, memfokuskan untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Minapolitan Budidaya di Desa Limbangan Kecamatan Wanareja. Sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan Minapolitan, terutama prinsip integrasi, pelaksanaan Minapolitan di Desa Limbangan bukan menjadi hal yang mustahil untuk diwujudkan apabila dalam pelaksanaanya mendapat
dukungan pemangku kepentingan, baik instansi sektoral,
pemerintah pusat dan daerah, kalangan dunia usaha maupun masyarakat. Dengan mulai adanya embrio konsep pembangunan terintegrasi di Desa Limbangan, yaitu mixfarming, implementasi percepatan Minapolitan di desa ini tentunya akan lebih mudah. DKP2SKSA Kabupaten Cilacap yang utamanya adalah SKPD yang memotori Minapolitan, hanya perlu mensinkronkan konsep Minapolitan dengan program-program yang dimiliki SKPD-SKPD lain untuk bisa menunjang keberhasilan Minapolitan. Salah satu contohnya adalah pembangunan infrastruktur berupa perbaikan jalanjalan sebagai akses perkonomian, saluran-saluran air, jaringan listrik, dan
5
lainnya, yang merupakan kewenangan dari instansi lain, tentunya akan makin meningkatkan pemberdayaan
kawasan
secara
keseluruhan,
termasuk masyarakatnya. Lebih mendalam lagi, apabila implementasi Minapolitan yang disinergikan dengan segala potensi yang ada di Desa Limbangan, tidak hanya perikanannya saja, tentunya ini bisa menjadi suatu konsep pembangunan
multisektoral.
Misalnya
Minapolitan
Wisata
yang
merupakan penggabungan antara Minapolitan, pariwisata dan pertanian terintegrasi. Sudah barang tentu hal ini akan membuat lebih banyak lagi penyerapan program-program pembangunan lainnya. Desa Limbangan yang tadinya “hanya” sebuah desa biasa, nantinya akan menjadi desa yang luar biasa dengan penggerak perekonomiannya dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan pariwisata. Hasil akhir dari kesemuanya tentu adalah meningkatnya taraf kehidupan dari masyarakat di desa tersebut, dan bukan hal mustahil akan memiliki efek yang sama bagi wilayahwilayah sekitarnya. Dari semua pemaparan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa sebagus apapun konsep pembangunan, tidak akan berhasil jika tidak dilaksanakan di tempat yang tepat. Dan tidak akan berhasil pula apabila para pemangku kepentingan kurang berkomitmen dalam pelaksanaanya. Minapolitan sebagai salah satu konsep pembangunan bidang perikanan, dan Desa Limbangan sebagai tempat yang memiliki segudang potensi kawasan,
bisa dipastikan merupakan perpaduan yang tepat untuk
mencapai keberhasilan suatu konsep pembangunan. Hanya tinggal menunggu komitmen dari para pemangku kepentingan dalam tataran implementasinya, sehingga konsep tidak hanya tinggal sekedar konsep, dan potensi tidak hanya tinggal sekedar potensi. Semoga.
6