MEWUJUDKAN PERKOTAAN LAYAK HUNI DAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA
Keynote Speech oleh: Dr. (HC) Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Disampaikan dalam: Kongres Diaspora Indonesia II Jakarta, 18 Agustus 2013 Yang terhormat,
Menteri Luar Negeri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Wakil Gubernur DKI Jakarta,
MEWUJUDKAN PERKOTAAN LAYAK HUNI DAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA
Keynote Speech oleh: Dr. (HC) Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Disampaikan dalam: Kongres Diaspora Indonesia II Jakarta, 18 Agustus 2013 Yang terhormat,
Menteri Luar Negeri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Wakil Gubernur DKI Jakarta,
Bupati dan Walikota dari berbagai daerah, Para Pembicara dan Praktisi Perkotaan, Para Anggota Indonesia Diaspora Network, Bapak, Ibu, dan Hadirin Sekalian. Assalamu’alakum Wr. Wb., Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita semua dapat menghadiri Kongres Diaspora Indonesia pada hari yang berbahagia ini. Perkenankan kami mengucapkan selamat datang kepada Bapak, Ibu, anggota Indonesia Diaspora Network yang datang dari seluruh penjuru dunia. Sesuai tema acara ini, “Diaspora Pulang Kampung”, kami berharap Bapak dan Ibu sekalian dapat melepas rindu terhadap kampung halaman, dan melihat pertumbuhan perkotaan di Indonesia saat ini. Saya berharap melalui diskusi panel pada task force livable cities ini, dapat dihasilkan beberapa masukan positif yang dapat mendorong pembangunan kota-kota Indonesia menjadi lebih layak huni dan berkelanjutan.
Bapak, Ibu Sekalian, Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia kini telah memasuki „era perkotaan‟, separuh lebih dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia kini tinggal di
1
kawasan perkotaan (Penduduk perkotaan saat ini sebesar 52,03% dibandingkan penduduk perdesaan). Urbanisasi akan terus berlanjut, dan diperkirakan proporsi penduduk perkotaan di Indonesia akan mencapai 68% pada tahun 2025. Di samping itu, Indonesia memiliki struktur piramida penduduk yang muda atau ekspansif, dimana 60% penduduk Indonesia saat ini berumur kurang dari 30 tahun. Hal ini berarti bahwa kebutuhan ruang kota untuk bermukim dan beraktivitas akan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Banyaknya penduduk muda (usia produktif) merupakan bonus demografi yang akan mendukung upaya pemerintah dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi wilayah. Dalam mewujudkan visi sebagai negara maju dan sejahtera pada tahun 2025 dengan pendapatan sebesar US$ 13.000/kapita, peran kota sangatlah penting. Kota sebagai pusat konsentrasi penduduk, kegiatan ekonomi dan sosial, merupakan mesin pertumbuhan ekonomi nasional (engine of growth ) sekaligus pusat inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem perkotaan yang baik, tidak hanya penting dalam mewujudkan kesejahteraan penduduk kota, akan tetapi juga dapat mendorong aktivitas ekonomi di perdesaan. Oleh sebab itu, kota perlu dikelola dengan baik sehingga layak huni, 2
berkelanjutan, serta berkeadilan untuk semua lapisan masyarakat, dengan tetap memberikan perhatian terhadap fungsi dan kelestarian lingkungan serta tetap memperhatikan perkuatan ekonomi perdesaan. Meskipun demikian, kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan, seperti relatif masih luasnya permukiman kumuh dan belum optimalnya penyediaan infrastruktur perkotaan dan lain-lainnya. Kita menyadari bahwa saat ini kapasitas pendanaan pemerintah sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan seluruh pembangunan infrastruktur perkotaan. Hasil survey IAP tahun 2011 mengenai Most Livability City Index (MLCI) menunjukkan bahwa 15 kota besar di Indonesia memiliki nilai MLC Index rata-rata sebesar 54,26% dari nilai kebutuhan/persyaratan kota untuk dapat digolongan sebagai livable (layak huni). Hal ini menunjukkan bahwa kota-kota besar di Indonesia secara umum belum memberikan kenyaman yang diperlukan kepada penghuninya secara memadai. Meskipun ada sedikit peningkatan kenyamanan dibandingkan hasil survey sebelumnya (2009). Kenyamanan suatu kota nampaknya tidak berbanding lurus dengan peningkatan ekonominya. Kenyamanan suatu kota pada prinsipnya tidak dapat dilepaskan diantaranya dari pemenuhan kebutuhan infrastruktur, mobilitas atau transportasi kota, fasilitas 3
pendidikan, kesehatan maupun fasilitas sosial - budaya, kebutuhan lingkungan yang nyaman serta keamanan (safety). Lebih jauh suatu kota harus memiliki kemampuan untuk membuka lapangan kerja dan memiliki produktivitas ekonomi yang memadai. Selain itu, suatu kota harus dibangun dan dikembangkan berbasis penataan ruang serta memiliki pola dan struktur ruang yang mampu mendukung pengembangan wilayah secara produktif dan berkelanjutan. Tidak kalah penting juga diperlukan fasilitas ruang terbuka hijau yang memadai agar kota lebih sehat. Salah satu tantangan dalam pembangunan infrastruktur perkotaan saat ini adalah terbatasnya cakupan pelayanan air minum dan sanitasi. Saat ini baru 55,04% penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap air minum yang layak, dan 55,5% yang baru memiliki akses sanitasi yang sehat. Kondisi cakupan tersebut masih relatif rendah bila dibandingkan dengan target MDGs yang perlu dicapai pada tahun 2015, yakni pelayanan air minum sebesar 68,87% dan pelayanan sanitasi sebesar 62,41%. Semakin padatnya penduduk dan berkembangnya ekonomi di daerah perkotaan di Indonesia akan menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas di kotakota yang akhirnya dapat mempengaruhi produktivitas kota-kota tersebut. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah kendaraan yang cepat yang 4
kurang diimbangi dengan penambahan jalan dan public transport/angkutan massal yang memadai sehingga banyak yang tergantung pada penggunaan kendaraan pribadi dan akhirnya dapat menjadikan masalah kemacetan ini semakin menjadi-jadi. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengatasi berbagai kemacetan diantaranya melalui pembangunan pertemuan lintasan tidak sebidang seperti pembangunan fly over, underpass dan lain-lainya. Selain itu juga telah dilakukan upaya peningkatan jumlah dan frequensi angkutan umum dan lain-lain, namun semuanya itu belumlah cukup memadai. Diperlukan penataan transportasi yang lebih baik dan sistemik serta pemenuhan prasarana dan sarana transportasi yang memadai karena laju urbanisasi yang relatif masih tinggi. Disamping itu, adanya migrasi dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan terutama pasca lebaran setiap tahun perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam mengatasi masalah perkotaan. Tantangan lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah banjir baik banjir akibat curah hujan, rob air laut, juga kurangnya disiplin masyarakat dalam membuang sampah. Hal ini merupakan persoalan bersama yang harus dilakukan secara tepat dan teritegrasi. Program-program penanggulangan banjir selama ini dilakukan melalui rehabilitasi sistem drainase kota, perbaikan penanganan sampah perkotaan, 5
rehabilitasi situ-situ, serta konservasi daerah aliran sungai. Persoalan banjir tidak bisa hanya ditangani secara lokal/setempat tetapi harus terintegrasi dengan baik dengan wilayah sekitarnya terutama penataan daerah hulu sungai. Tantangan selanjutnya adalah masalah kemiskinan, sebagai akibat dari bebagai faktor antara lain; terjadi proses marjinalisasi kelompok-kelompok tertentu yang kalah bersaing sehingga terpinggirkan akibat adanya perbedaan tingkat kemampuan, pendidikan, akses lapangan kerja dan akses terhadap sumber-sumber ekonomi serta aspek penghidupan lainnya. Saat ini masih ada penduduk miskin sejumlah 28 juta jiwa (BPS,2012) dan sekitar 10,51 juta jiwa berada di perkotaan. Sebagian dari mereka tinggal di kampungkampung kumuh di perkotaan dan kurang memiliki akses terhadap infrastruktur dan lapangan kerja yang ada. Tantangan lainnya terkait dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau di perkotaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang agar besarnya minimum 30% dari luas kota. Amanat ini belum mampu dipenuhi kota-kota besar di Indonesia, misalnya Jakarta yang memiliki luas RTH publik baru 9,8% dari luas kota atau 65 Km2. Ini artinya setiap penduduk Jakarta baru dilayani oleh 6,38 m2 RTH. Angka ini lebih rendah dibandingkan proporsi RTH di kota besar lainnya di dunia, seperti Singapura yang
6
luas RTH-nya 66 m2/orang atau Tokyo dengan RTH 46 m2/orang. Saat ini sudah disusun rencana tata ruang di 304 kabupaten/kota. Sedangkan diperkotaan telah disusun di 93 kota dan sebanyak 61 kota telah diperda-kan dan sisanya masih dalam proses. Oleh karena itu, penyusunan rencana tata ruang daerah dan proses legalisasinya perlu terus didorong penyelesaiannya secepat mungkin.
Hadirin yang saya hormati, Kementerian Pekerjaan Umum berkomitmen kuat untuk mewujudkan perkotaan layak huni (livable) dan berkelanjutan. Untuk itu, Kementerian PU berupaya bekerja seefektif mungkin dengan memperhatikan amanat undang-undang dan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional, mengamanatkan terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada tahun 2020. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengamanatkan Pemerintah bersama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib mengalokasikan dana dan memfasilitasi permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
7
Disamping itu, upaya pembangunan perkotaan dalam mewujudkan permukiman layak huni dan berkelanjutan perlu memperhatikan amanat peraturan perundangundangan sektoral. Misalnya, UU. No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan yang mengamanatkan pengembangan TPA dengan sistem controlled atau sanitary landfill untuk menjaga kelestarian lingkungan. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mengamanatkan konservasi sumber daya air baku untuk menjaga keberlanjutan penyediaan air minum bagi masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka pemanfaatan ruang kota harus dilakukan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Aturan ini sangat penting untuk ditaati agar investasi maupun pembangunan suatu wilayah betul-betul terarah sesuai dengan kaidah dan prinsipprinsip penataan ruang dalam menciptakan stabilitas, pertumbuhan, pemerataan, keadilan, kesejahteraan, keselarasan. Undang-Undang Penataan Ruang juga mengamanatkan terwujudnya ruang yang nyaman dengan mensyaratkan luas RTH di perkotaan minimum sebesar 30%, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Dalam hal ini, perlu saya garis bawahi pentingnya semua amanat undang-undang tersebut untuk menjadi acuan bagi Kementerian PU dan seluruh stakeholder terkait 8
dalam mewujudkan kawasan perkotaan yang layak huni dan berkelanjutan.
Bapak, Ibu, dan Hadirin yang berbahagia, Dukungan pembangunan perkotaan yang dilakukan Kementerian PU harus berbasis penataan ruang dan keterpaduan sektor pada setiap aras spasial kewilayahan. Pada entitas spasial regional, pembangunan infrastruktur permukiman berskala regional didorong pada kota metropolitan dan kota besar. Misalnya, pada periode 2010-2013 dibangun TPA Sampah Regional di 14 wilayah disertai Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) regional di 9 wilayah di tanah air. Pada entitas spasial kabupaten/kota, dilaksanakan program non-fisik dan fisik seperti penyusunan kebijakan dan dokumen rencana infrastruktur seperti Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM), dan Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) atau urban design guidelines. Kebijakan dan rencana ini disusun berdasarkan arahan RTRW Kabupaten/Kota dan menjadi acuan operasional dalam pembangunan infrastruktur perkotaan yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
9
Kementerian PU selalu berkerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kapasitas dan kemandirian mengelola perkotaan untuk meningkatkan inisiatif dan inovasi daerah, misalnya melalui program reformasi pembangunan sektor perkotaan (USDRP), pembangunan jalan di perkotaan (Urban Road Projects), Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). USDRP mendorong agar pemerintah kota dapat lebih meningkatkan pelayanannya secara lebih mandiri dengan membangun daya saing ekonominya. Pembangunan jalan di perkotaan diarahkan untuk dapat mengurangi kemacetan dan mempertahankan waktu tempuh konektivitas antar kota misalnya dengan pembangunan jalan lingkar. P2KH merupakan program kolaboratif antara pemerintah kota/kabupaten dengan komunitas hijaunya, yang difasilitasi oleh pemerintah pusat, dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan berdasarkan rencana aksi kota hijau. Sejak inisiasi pada tahun 2011, terdapat 112 kabupaten/kota yang telah berkomitmen sebagai peserta aktif dalam P2KH. Program ini juga didukung kegiatan peningkatan kualitas Ruang Terbuka Hijau secara terpadu yang dalam tiga tahun terakhir berhasil meningkatkan kualitas RTH sebesar 194 Ha. Diharapkan
10
melalui program tersebut, target perluasan RTH kota sebesar 30% akan semakin dapat tercapai. P3KP merupakan upaya bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melestarikan aset budaya dan mengelola ruang kota yang memiliki nilai-nilai pusaka untuk menciptakan Kota Pusaka Indonesia dan Kota Pusaka Dunia. Pada inisiasi awal telah dilakukan kampanye publik dan peningkatan kapasitas Pemda di 28 kabupaten/ kota peserta P3KP. Langkah berikutnya adalah penetapan rencana aksi kota pusaka sekaligus penanda-tanganan komitmen kepala daerah untuk melestarikan kawasan bersejarah. Selain itu, Kementerian PU juga telah melakukan dukungan revitalisasi bangunan/kawasan bersejarah dan tradisional di 377 lokasi pada periode 2010-2013.
Bapak, Ibu, Hadirin yang Saya Hormati, Dukungan Kementerian PU pada skala kawasan di perkotaan pada periode 2010-2013, telah dilakukan pembangunan 225 twin block Rusunawa dan peningkatan kualitas permukiman di 671 kawasan permukiman kumuh. Pelaksanaan kedua program tersebut ditujukan untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh pada tahun 2020. Upaya penanganan kumuh pada entitas kawasan juga didukung dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
11
(SPAM) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di kawasan kumuh perkotaan. Pada entitas lingkungan/komunitas, Kementerian PU telah melibatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan infrastruktur permukiman, misalnya melalui Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), serta Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP). Selama kurun waktu tahun 2010-2013, telah dilaksanakan program P2KP di 10.950 kelurahan, PAMSIMAS di 4.836 desa, SANIMAS di 486 kawasan dan, PPIP di 21.994 desa. Dalam program-program tersebut, masyarakat dapat membangun sendiri infrastruktur dengan memanfaatkan material lokal sesuai kearifan setempat. Program pemberdayaan masyarakat tersebut selain dapat meningkatkan kualitas fisik lingkungan, juga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat.
Bapak, Ibu, dan Hadirin sekalian,
Kedepan, kebijakan pembangunan perkotaan dalam kaitannya dengan pemenuhan livable cities perlu diarahkan diantaranya dengan: pertama, meningkatkan peran kota sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi lokal, regional dan nasional yang berketahanan iklim. Kedua, menyebarkan pusat-pusat pertumbuhan perkotaan untuk mengatasi ketimpangan pembangunan 12
antar-wilayah (decentralized concentration). Ketiga, mengedepankan pembangunan manusia dan sosialbudaya dalam pembangunan perkotaan. Keempat, mendorong kota dan wilayah sekitarnya agar mampu mengembangkan ekonomi lokal dan meningkatkan kapasitas fiskal. Kelima, memacu pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana umum kota serta penyediaan perumahan dan permukiman yang layak. Keenam, mendorong terwujudnya kota-kota padatlahan (compact city) yang didukung oleh pemanfaatan ruang perkotaan yang efisien serta penatagunaan tanah perkotaan yang berkeadilan. Ketujuh, mendorong kotakota dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dan siap menghadapi perubahan iklim serta adaptif terhadap kemungkinan bencana. Terakhir kedelapan, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan, dan menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), serta mendorong munculnya kepemimpinan daerah perkotaan yang visioner dan mau melayani masyakatnya dengan baik.
Bapak, Ibu, dan Hadirin sekalian,
Demikian kiranya yang dapat kami sampaikan pada acara Kongres Diaspora Indonesia. Kita menyadari masih diperlukan peningkatan upaya dalam rangka mewujudkan perkotaan layak huni dan berkelanjutan. 13
Kami berharap Bapak dan Ibu anggota Indonesia Diaspora Network dan peserta Kongres ini dapat berbagi pengalaman kerja dan penelitian yang dilakukan di luar negeri sebagai masukan positif dalam mewujudkan kota yang lebih layak huni dan berkelanjutan di Indonesia. Akhir kata, perkenankan saya mengutip sebuah kalimat yang pernah diucapkan John F. Kennedy, “ask not
what your country can do for you, but ask what you can do for your country”. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua untuk membangun keberlanjutan tanah air yang kita cintai ini. Terima Kasih,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto
14
Bupati dan Walikota dari berbagai daerah, Para Pembicara dan Praktisi Perkotaan, Para Anggota Indonesia Diaspora Network, Bapak, Ibu, dan Hadirin Sekalian. Assalamu’alakum Wr. Wb., Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita semua dapat menghadiri Kongres Diaspora Indonesia pada hari yang berbahagia ini. Perkenankan kami mengucapkan selamat datang kepada Bapak, Ibu, anggota Indonesia Diaspora Network yang datang dari seluruh penjuru dunia. Sesuai tema acara ini, “Diaspora Pulang Kampung”, kami berharap Bapak dan Ibu sekalian dapat melepas rindu terhadap kampung halaman, dan melihat pertumbuhan perkotaan di Indonesia saat ini. Saya berharap melalui diskusi panel pada task force livable cities ini, dapat dihasilkan beberapa masukan positif yang dapat mendorong pembangunan kota-kota Indonesia menjadi lebih layak huni dan berkelanjutan.
Bapak, Ibu Sekalian, Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia kini telah memasuki „era perkotaan‟, separuh lebih dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia kini tinggal di
1