Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
Volume I, No. 02, Oktober 2014
MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN ANTIKORUPSI MELALUI PENDIDIKAN SUMBERDAYA MANUSIA YANG KOMPETEN Tukhas Shilul Imaroh Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia
[email protected] Abstract. Indonesian government through a phase of political reform era and the democratic constitutional period, have also managed through the crisis well. One of the conditions that led to Indonesia to survive because of the natural resources that can sustain resistance to the crisis. The Indonesian economy is felt both in the macro, not the micro level to the immediate estate in the community. The challenge for the Indonesian people to think and find solutions, that Indonesia become a better, cleaner and anti-corruption to the future. Anti-corruption culture needs to be echoed at all levels of society, considering that human resources are the backbone of the nation that will determine the progress of the Indonesian nation to compete globally. As an authorized capital ahead and compete globally needed revitalization and competent human resources. As the capital of global competition, the Indonesian people established through education to become competent human resources, clean, transparent, profesinal, cultured shy, independent, intelligent, polite, confident, superior, has a spirit of leadership, entrepreneurial, productive, responsive, kompetilif , tough, and resilient, with through great challenges. Keywords: clean government, anti-corruption, competent human resources, and Education Abstrak. Indonesia mengalami fase pemerintahan era reformasi politik dan periode ketatanegaraan yang demokratik, juga telah berhasil melalui krisis dengan baik. Salah satu kondisi yang menyebabkan Indonesia bertahan karena adanya sumber daya alam yang mampu menopang daya tahan terhadap krisis. Perekonomian Indonesia dirasakan baik secara makro, belum sampai pada level mikro yang langsung real di tengah masyarakat. Tantangan bagi bangsa Indonesia untuk memikirkan dan mencari solusi, agar Indonesia menjadi lebih baik, bersih dan anti korupsi sampai masa yang akan datang. Budaya anti korupsi perlu dikumandangkan pada semua jenjang masyarakat, mengingat sumber daya manusia merupakan penopang kemajuan bangsa yang akan menentukan bangsa Indonesia bersaing secara global. Sebagai modal dasar maju dan bersaing secara global diperlukan revitalisasi dan sumberdaya manusia yang kompeten. Sebagai modal persaingan secara global, manusia Indonesia dibentuk melalui pendidikan untuk menjadi sumberdaya manusia yang kompeten, bersih, transparan, profesinal, berbudaya malu, mandiri, cerdas, santun, percaya diri, unggul, memiliki jiwa kepemimpinan, berjiwa entrepreneur, produktif, responsif, kompetilif, tangguh, dan tahan uji, dengan melalui tantangan yang besar. Keywords: Pemerintahan bersih, anti korupsi, SDM kompeten, dan Pendidikan Pemerintah dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk melindungi suatu bangsa, tentu saja diperlukan pemerintahan yang kuat, bersih dan berwibawa. Apalagi mengingat era globalisasi yang merambah seluruh segi kehidupan, naungan pemerintah terhadap bangsa harus semakin kokoh. Pemerintahan yang bersih merupakan tujuan dan harapan yang selalu diinginkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, untuk
menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa sangat perlu peranan penting dan kerja sama oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan antikorupsi dapat terlaksana apabila aparatur negara termasuk aparatur pemerintah di dalamnya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, profesional, transparan, akuntabel, taat pada aturan hukum, responsif dan proaktif, serta mengutamakan 63
Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
kepentingan bangsa dan negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan tertentu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Secara sederhana, pemerintahan yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi pemerintahan yang para pelaku di dalamnya menjaga diri dari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, Pemerintahan yang penuh dengan gejala korupsi biasanya tergolong ke dalam pemerintahan yang tidak bersih, dan demikian pula sebaliknya. Pemerintahan bersih memerlukan kompetensi sumber daya manusia, kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Karakteristik dasar dalam kompetensi, yaitu bagian kepribadian yang dimiliki seseorang dan prilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Kompetensi dapat juga dikatakan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan bidang pekerjaannya. Pendidikan antikorupsi diperlukan sebagai bekal pembentukan karakter masyarakat dalam rangka meningkatan kompetensi sumber daya manusia pada setiap aktivitas. Begitu juda dengan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan institusi atau lembaga akan membentuk aparatur pemerintah dan institusi menjadi berkompeten. Kompetensi setiap diri sangat diperlukan untuk pemerintahan yang bersih dan tidak ada korupsi. Pemerintahan Yang Bersih Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan demokratis mensyaratkan kinerja, akuntabilitas aparatur dan partisipasi masyarakat yang makin meningkat. Karena itu, reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik dan kemasyarakatan. Pemerintahan (governance) dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan pengarahan atau pembinaan, atau dapat juga dikatakan sebagai praktik penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam 64
Volume I, No. 02, Oktober 2014
pengelolaan urusan pemerintahan secara umum, dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Sehingga secara bebas good governance dikatakan sebagai pemerintahan yang bersih dan berwibawa atau pemerintahan yang amanah. Pemerintahan yang bersih terwujud dalam implementasi dan penegakan dari sistem dan struktur yang telah tersusun dengan baik. Implementasi dan penegakan tersebut bertumpu pada lima prinsip yang universal, yaitu: responsibility, accountability, fairness, independency, dan transparency. Responsibility merupakan kesesuaian di dalam pengelolaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Accountability: kejelasan fungsi, struktur, sistem dan prosedur pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaannya terlaksana secara efektif. Fairness: perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangan yang berlaku. Independency: pengelolaan secara profesional, menghindari benturan kepentingan dan tekanan pihak manapun sesuai peraturan perundangan yang berlaku, Transparency: keterbukaan informasi di dalam proses pengambilan keputusan dan di dalam mengungkapkan informasi material dan relevan. Dalam menerapkan dan menegakkan good governance kelima prinsip tersebut disesuaikan dengan budaya dan problem masing-masing institusi yang akan menjalankannya, juga sesuai kebutuhan dan dinamika masyarakat yang menerapkan dan menegakkannya. Good governance dalam penerapan sangat memerlukan kesungguhan, waktu yang panjang, memerlukan sosialisasi dalam segala aspek, terutama pada aspek mental dan budaya masyarakat yang akan menerapkan dan menegakkan good governance. Mengembangkan kapasitas dan mewujudkan good governance merupakan faktor utama dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Tantangan bagi semua masyarakat sekarang ini adalah upaya mewujudkan sistem governance yang mampu merealisasikan terwujudnya kemakmuran semua orang serta mengantisipasi dampak negatif dari perbuatan
Tukhas Shilul Imaroh, Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih dan Antikorupsi Melalui Pendidikan …
korupsi yang diduga kuat melibatkan berbagai pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah. Perwujudan good governance bukan hanya dipandang cocok untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, tetapi juga sangat relevan dengan kebutuhan untuk proses pemulihan, stabilitas ekonomi dan krisis politik serta rendahnya kinerja dan pelayanan publik. Prinsip pada good governance meletakkan urgensi untuk menempatkan kekuasaan di tangan rakyat yang tentunya tidak perlu ada rasa takut untuk memasuki suatu perkumpulan atau serikat sesuai dengan kebutuhan hati nurani, dan terakhir dihargainya moral perbedaan pendapat. Sebagai ujung tombak penyelenggaraan good governance yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme perlu ditelusuri sampai sejauh mana bahaya perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Menegakkan pemerintahan yang bersih diperlukan; nilai-nilai moral bagi setiap pejabat pemerintah, untuk dapat diteladani bagi pengikut/masyarakat, kejujuran pada diri sendiri dan orang lain, bertindak sesuai aturan dan tidak melanggar hukum, serta mensosialisasikan pesan-pesan moral kepada semua pihak. Hal ini merupakan faktor utama dalam memulai pemerintahan yang bersih. Selain hal tersebut perlu adanya system politik dan hukum yang adil. serta mekanisme hubungan yang berpotensi menopang pertumbuhan moralitas politik, sehingga budaya demokrasi perlu dikembangkan sehingga terwujud pemerintahan yang demokratis. Peran pemerintah memang sangat besar dan mencangkup seluruh dimensi kehidupan masyarakat. Meskipun pemerintah memiliki berbagai sumber daya untuk menunaikan kewajibannya, tetap saja tuntutan masyarakat selalu lebih tinggi tuntutannya dibanding dengan kemampuan pemerintah untuk memenuhinya. Untuk itu pemerintahan bersih menjadi tanggung jawab bersama pada semua pihak Sumber daya manusia termasuk aparatur pemerintah secara fungsional mempunyai tugas terpenting di masa yang akan datang antara lain mewujudkan masyarakat yang sejahtera, melalui peningkatan kinerja birokrasi pemerintahan dan peningkatan kualitas
pelayanan publik. Selain itu, negara harus mampu mewujudkan pembangunan manusia yang memiliki kompetensi seraya melakukan penataan ulang terhadap berbagai sektor yang mendukung terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia. Berbagai sektor yang dimaksud antara lain; sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pertahanan, insfrastruktur, penguatan demokrasi, desentralisasi, dan lain-lain. Pemerintah memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam melakukan penataan dan mengintegrasikan berbagai sektor sebagaimana dijelaskan di atas, selain itu, pemerintah juga harus mampu mengupayakan perlindungan terhadap masalah lingkungan terhadap masalah lingkungan, yang selama ini masih terabaikan. Penanganan pelaksanaan good governance pemerintah tidak dapat berjalan sendiri, tetapi harus melibatkan berbagai pihak dengan penuh kebersamaan dan kesamaan tujuan untuk bangsa. Aparat Antikorupsi Korupsi merupakan sebuah perbuatan kriminal dan kejahatan sebenarnya tidak perlu di perdebatkan lagi. Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa korupsi bersifat fungsional karena disebut dapat meningkatkan derajat ekonomi seseorang, pendapat yang melihat korupsi bersifat fungsional pada saat sekarang semakin tidak relevan, meskipun dalam dunia nyata bahwa korupsi sudah sedemikian sistemik dan kian terstruktur yang dapat di dengar pada semua instansi dengan banyak bukti yang bisa diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari pagi hingga tengah malam, dari mulai soal pengurusan akta kelahiran, kartu tanda penduduk, hingga kelak nanti pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan, dari mulai pedagang kaki lima hingga promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan. Melihat praktik korupsi yang terus membudaya, maka diperlukan upaya strategis dalam mencegah dan mengatasinya. Upaya dilakukan oleh penegak hukum seperti POLRI, Kejaksaan, Pengadilan, Panitera, Pengacara, bahkan dibentuk komisi pemberantasan korupsi (KPK) dengan berbagai cara dengan pembuktian65
Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
pembuktian. Namun demikian upaya kelembagaan itu belum mampu secara efektif mencegah dan memberantas praktik korupsi, karena semua kelembagaan itu sendiri sudah dimasuki oleh korupsi terutama pada aspek politik dan hukum. Korupsi dapat terjadi karena kekuasaan yang besar tanpa ada pengawasan yang baik dari institusi. Pandangan yang harus diluruskan selama ini yaitu korupsi identik dengan hal-hal yang berkaitan dengan kerugian negara, jika tidak ada kerugian negara ini bukan korupsi. Hal ini perlu disosialisasikan pandangan penyalahgunaan termasuk korupsi. Lebih lanjut dijelaskan berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, tindak pidana korupsi dibagi dalam 7 kolompok besar, yaitu korupsi yang berkaitan dengan keuangan negara, korupsi dalam bentuk suap, korupsi dalam bentuk penggelapan dalam jabatan, korupsi dalam bentuk pemerasan, korupsi dalam bentuk perbuatan curang, korupsi dalam bentuk kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Banyak hal yang harus diperbaiki dalam hal pemberantasan korupsi seperti reformasi birokrasi, perundangundangan, perbaikan sistem perpolitikan dan lain sebagainya. Selain itu banyak kelemahan juga yang dihadapi pemerintah dalam memberantas praktik korupsi. Kelemahan mental dan moral aparat penegak hukum, apatisme masyarakat, hukuman tidak memberikan efek jera, control social yang kurang, dan keteladanan nasional yang tidak kondusif bagi pemberantasan korupsi. Berdasarkan kondisi yang ada, aparat pemerintah selalu berusaha untuk mengantisipasi korupsi yang telah menjadi warna tatanan kehidupan instansi di pemrintahan ini dan berusaha mengembalikan kepada tatanan yang bersih dan sejahtaera. Untuk itu salah satu cara dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah melalui peningkatan integritas aparatur pemerintah sehingga tertanam suatu komitmen dalam diri setiap aparatur dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya sebagai abdi negara. Selain itu, integritas aparatur yang meningkat dapat mewujudkan wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani. Upaya lain dalam mewujudkan harapan pemerintahan bersih ini dilakukan juga mulai dari penerbitan peraturan perundangan66
Volume I, No. 02, Oktober 2014
undangan, perubahan sistem ketatanegaraan maupun pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi, serta peradilan khusus yaitu pengadilan tipikor. Aparat merupakan pihak sebagai panutan dalam pelaksanaan tatanan kehidupan bernegara, sehingga perlu komitmen yang tinggi dalam mematuhi peraturan yang telah diberlakukan dalam pemerintahan. Untuk itu penegakan hukum dimulai dari lembaga pemerintahan yang diikuti oleh semua pihak yang ada dimasyarakat termasuk didalamnya adalah pihak swasta. Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan good governance secara konsisten, jajaran birokrasi pemerintahan harus memahami esensi birokrasi itu sendiri dikatkan dengan penciptaan good governance yang dimaksud. Dalam konteks ini David Obsorn dan Gaebler dalam Agus Dwiyanto, 2005 menyampaikan 10 konsep birokrasi sebagai berikut: (1) Catalytic Government: Steering rather than rowing. Aparatur dan birokrasi berperan sebagai katalisator, yang tidak harus melaksanakan sendiri pembangunan tetapi cukup mengendalikan sumber-sumber yang ada di masyarakat. Dengan demikian aparatur dan birokrasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik. (2) Community-owned government: empower communities to solve their own problems, rather than marely deliver service. Aparatur dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam pemberian dalam pelayanannya. Organisasi-organisasi kemasyarakatan sepeti koperasi, LSM dan sebagainya, perlu diajak untuk memecahkan permasalahannya sendiri, seperti masalah keamanan, kebersihan, kebutuhan sekolah, pemukiman murah dan lain-lain. (3) Competitive government: promote and encourrage competition, rather than monopolies”. Aparatur dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan. Dengan adanya persaingan maka sektor usaha swasta dan pemerintah bersaing dan terpaksa bekerja secara lebih profesional dan efisien. (4) Mission-driven government: be driven by mission rather than rules”. Aparatur dan birokrasi harus melakukan aktivitas yang menekankan kepada pencapaian apa yang
Tukhas Shilul Imaroh, Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih dan Antikorupsi Melalui Pendidikan …
merupakan “misinya” daripada menekankan pada peraturan-peraturan. Setiap organisasi diberi kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan misinya. (5) Result-oriented government: result oriented by funding outcomes rather than inputs. Aparatur dan birokrasihendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik. Instansi yang demikian harus diberi kesempatan yang lebih besar dibanding instansi yang kinerjanya kurang. (6) Cuntomer-driver government : meet the needs of the customer rather than the bureaucracy. Aparatur dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan mayarakat bukan kebutuhan dirinya sendiri. (7) “ente prising government : concretrate on earning money rather than just speding it. Aparatur birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat dengan menghasilkan uang untuk organisainya, disamping pandai menghemat biaya. Dengan demikian para pegawai akan terbiasa hidup hemat. (8) Anticipatory government : invest in preventing problems rather than curing crises. Aparatur dan birokrasi yang antisipasif. Lebih baik mencegah dari pada memadamkan kebakaran. Lebih baik mencegah epidemi daripada mengobati penyakit. Dengan demikian akan terjadi “mental swich” dalam aparat daerah. (9) Decentralilazed government : decentralized authority rahter than build hierarcy. Diperlukan desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan, dari berorientasi hirarki menjadi partisipasif dengan pengembangan kerja sama tim. Dengan demikian organisasi bawahan akan lebih leluasa untuk berkreasi dan mengambil inisiatif yang diperlukan. (10) Market-oriented government : solve problemby influencing market forces rather than by treating public programs. Aparatur dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar. Pasokan didasarkan pada kebutuhan atau permintaan pasar dan bukan sebaliknya. Untuk itu kebijakan harus berdasarkan pada kebutuhan pasar. Agar lembaga pemerintah lebih mampu melaksanakan fungsi kepemerintahan yang baik (good governance), perlu diciptakan suatu sistem borikrasi dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Memiliki struktur yang sederhana, dengan sunber daya manusia yang memiliki kompetensi melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan (pengembangan kebijakan dan
pelayanan) secara arif, efesien dan efektif; b) Mengembangkan hubungan kemitraan (partnership) antara pemerintah dan setiap unsur dalam masyarakat yang bersangkutan (tidak sekadar kemitraan internal di antara sesama jajaran instansi pemerintahan saja); c) Memahami dan komit akan manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan; d) Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai utuk mendorong terciptanya motivasi, kemampuan dan keberanian menanggung risiko (risk taking) berinisiatif, partisipatif, yang telah diperhitungkan secara realistik dan rasional; dan e) Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik) administrasi publik, juga terhadap nilai-nilai etika dan moralitas yang diakui dengan junjungan tinggi secara sama dengan masyarakat yang dilayabi. Pendidikan Sumberdaya Manusia Yang Kompeten Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia baik dilihat dari aspek jasmani maupun rohani. Manusia yang berakhlak mulia, yang memiliki moralitas tinggi sangat dituntut untuk dibentuk atau dibangun. Bangsa Indonesia tidak hanya sekedar memancarkan kemilau pentingnya pendidikan, melainkan bagaimana bangsa Indonesia mampu merealisasikan konsep pendidikan dengan cara pembinaan, pelatihan dan pemberdayaan sumberdaya manusia Indonesia secara berkelanjutan dan merata. Ini sejalan dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah “… agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Pendidikan berperan penting untuk memajukan peradaban manusia. Mengingat tujuan pendidikan pada intinya ada dua, yaitu menjadikan peserta didik menjadi orang yang 67
Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
pandai sekaligus juga orang baik. Bila tujuan tersebut dapat dicapai, peradaban manusia akan cenderung menjadi lebih maju dibanding sebelumnya. Sebaliknya, bila kedua atau salah satu tujuan tersebut dikesampingkan, yang terjadi adalah hancurnya peradaban bangsa. Pendidikan merupakan salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan antikorupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia. Pendidikan antikorupsi merupakan dasar awal pembekalan sumberdaya manusia yang unggul, mengingat mulai dari kejujuran akan membentuk mental dan kepribadian berani. Mental jujur sebagai soft competency yang perlu dimiliki setiap diri dan pemimpin. Pelajaran tentang perilaku/akhlak penting juga untuk mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Namun sisi korupsi dapat merambah dalam segala hal bidang kehidupan. Misalnya tenaga, jasa, materi, dan sebagainya. Seperti yang dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika hal tersebut dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa depan kasus korupsi bisa diminimalisasi. Melalui pendidikan anti korupsi sebagai bekal pembentukan karakter masyarakat dalam rangka meningkatan kompetensi sumber daya manusia pada setiap unit aktivitas. Pembangunan sumber daya manusia aparatur 68
Volume I, No. 02, Oktober 2014
pemerintah diarahkan agar profesional, netral dari kegiatan politik, berwawasan global, bermoral tinggi, berkemampuan sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian dapat memenuhi tujuan antara lain: 1) Mengantisipasi perubahan strategik pemerintah koalisi; 2) Meningkatkan profesionalisme untuk bersaing dengan pegawai swasta; 3) Mempertahankan asas keahlian (merit system) dan netralitas; 4) Mengantisipasi teknologi informasi dan persaingan global5) Mendukung terselenggaranya otonomi daerah; dan 6) Menciptakan pemerintah yang bersih bertanggung jawab. Melalui kebijakan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang perlu dicermati dalam mengantisipasi perubahan startegik yang terjadi adalah adanya pergeseran fungsi aparatur pemerintah dari abdi negara menjadi abdi masyarakat yang diharapakan dapat menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat. Dari Undang-Undang No.43 Tahun 1999 tersebut terlihat bahwa antisipasi pertama adalah untuk menghadapi globalisasi yang membawa dampak pada semua tatanan dan pengaturan lokal/nasioanal. Dengan implementasi yang tepat dan penuh dengan komitmen, akan terlaksana sesuai yang diharapkan. Persiapan implementasi diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi. Melalui peningkatan pengetahuan, sikap kerja dan keterampilan akan diperoleh sumberdaya yang berkualitas. Peningkatan kompetensi sumberdaya manusia yang sesuai dengan harapan setiap instansi dapat dilaksanakan dengan pelatihan-pelatihan. Dengan meningkatnya pengetahuan, sikap kerja dan keterampilan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas kerja pegawai. Kompetensi mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang dapat diprediksikan pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Kompetensi sesuai kebutuhan pada masing-masing instansi. Berdasarkan standar kompetensi kerja khusus aparatur pemerintahan dalam negeri yang merupakan rumusan kemampuan kerja aparatur yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan keahlian
Tukhas Shilul Imaroh, Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih dan Antikorupsi Melalui Pendidikan …
serta sikap perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan syarat jabatan secara professional di bidang urusan pemerintahan. Pemerintah memerlukan pegawai atau aparaturnya yang berkompeten dan berkualitas agar tujuan yang telah ditetapkan dapat terwujud atau tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan pegawai merupakan sumber daya yang ampuh dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaran instansi. Disamping itu, keberadaan pegawai merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah instansi, karena dengan adanya pegawai yang berkualitas akan berpengaruh terhadap kualitas kerja pegawai tersebut dan pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja instansi. Pegawai yang berkompeten dan berkualitas dapat diperoleh dengan melakukan pengembangan terhadap sumber daya manusia yang ada di dalam instansi. Kegiatan pengembangan tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Melalui diklat diharapkan dapat meningkatkan kerja (performance) aparatur pemerintah, sehingga mampu menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang terjadi. Aktifitas kerja aparatur pemerintah yang terkait dengan etos kerja, merupakan determinan utama setiap orang dan berupa upaya peningkatan kualitas kerja atau peningkatan sumberdaya manusia secara individual, organisasional, dan sosial. Etos Kerja manusia ditandai oleh pemahaman kerja secara tulus, kerja penuh tanggungjawab, kerja sebagai panggilan dengan penuh integritas, kerja sebagai aktualisasi diri dengan penuh semangat kerja, kerja kreatif, kerja dengan penuh keunggulan, kerja dengan melayani atau dengan penuh kerendahan hati. Untuk itu berarti manusia Indonesia secara umum di masa depan yang ingin diwujudkan adalah manusia yang jujur, komitmen pada aturan, berbudaya maju, mengubah paradigma ke paradigma baru, berbasis iptek, landasan budaya yang kokoh dan tangguh, dan paradigma pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Begitu juga aparatur pemerintah harus menjiwai etos kerja masing-masing. Sumberdaya manusia merupakan penopang kemajuan sebuah bangsa. Bangsa yang maju
secara ekonomi akan simetris dengan kemajuan tingkat pendidikan dan indeks sumberdayanya. Jika negara secara ekonomi maju, tetapi tingkat pendidikannya rendah, dapat dipastikan aset kekayaan tersebut banyak dikuasai oleh orang luar. Karena itu, upaya meningkatkan kualitas dan kompetensi sumberdaya manusia telah menjadi kebijakan strategik yang harus diupayakan secara nasional. Upaya secara nasional yang dimaksudkan juga menyangkut keterlibatan semua aparatur pemerintah dari daerah tingkat kabupaten/kota dan provinsi di seluruh Indonesia. Sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, keterlibatan daerah dalam upaya membangun dan meningkatkan sumberdaya manusia Indonesia. Oleh karena itu, masing-masing daerah dapat bertindak lokal dengan berwawasan nasional dan global untuk merespons perkembangan dan perubahan kearah perbaikan. Melihat uraian tersebut di atas, maka kualitas sumber daya manusia yang berkompeten sangat diperlukan dalam membangun bangsa, karena dengan adanya manusia-manusia yang bermutu, berintelektual, memiliki keterampilan serta memiliki komitmen akan mempengaruhi diri dan masyarakat secara keseluruhan, memberikan ciri bangsa, dan mampu bersaing. PENUTUP Pemerintahan yang bersih merupakan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya, pelayanan dikatakan baik apabila pelayanan yang efesian artinya, adalah perbandingan yang terbalik antara input dan output yang di capai dengan input yang menimal maka tingkat efesiansi menjadi lebih baik. Input pelayanan dapat berupa uang, tenaga dan waktu dan materi yang di gunakan untuk mencapai output. Harga pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Kedua; pelayanan yang non-partisipan. Artinya adalah, sistem pelayanan yang memberlakukan penguna pelayan secara adil tanpa membedakan dan berdasarkan status sosial ekonomi, kesekuan etnik, agama kepartaian, latar belakang 69
Prosiding Seminar STIAMI ISSN 2355-2883
pengunaan pelayanan tidak boleh di jadikan pertimbangan dalam memberikan pelayanan. Pemerintahan yang bersih melalui upaya pembinaan, penyempumaan, penertiban, pengawasan, dan pengendalian manajemen secara berencana, sistemik, bertahap, komprehensif, dan berkelanjutan agar terwujudnya tatanan pemerintahan dan birokrasi yang bersih, efisien, efektif, profesional, dan kompetitif sehingga terwujud pemerintahan yang bersih dan baik (good governance). Reformasi birokrasi pemerintah merupakan upaya melakukan perubahan secara signifikan melalui tindakan atau rangkaian kegiatan pembaharuan secara sistematis dan upaya penataan, peninjauan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan dan pembaharuan sistem, kebijakan dan peraturan perundangundangan bidang aparatur, termasuk perbaikan komitmen atas peraturan. Pembentukan sumber daya manusia yang berkompeten dalam pemerintahan yang bersih yaitu sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai kompetitif dan inovatif. Sumber daya manusia yang kompeten terbentuk melalui kegiatan pendidikan baik secara formal maupun non formal. Selain itu kompetensi sumber daya manusia menjadi lebih berkualitas juga melalui pelatihan-pelatihan, jadi fungsi pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia. Dalam pemerintahan pendidikan dan pelatihan dilakukan secara periodik dengan tujuan meningkatkan etos kerja. Begitu juga aparatur pemerintah, kegiatan diklat menjadi ketentuan termasuk digunakan dalam kenaikan jabatan.
70
Volume I, No. 02, Oktober 2014
DAFTAR PUSTAKA Dwiyanto Agus. 2005, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press. Handoko Hani, 2007, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPEE UGM, Winata IN, Jurnal Toddopuliwordpress.com Mei 2011 Jurnal Diklat Aparatur Volume 3 Nomor 1 Tahun 2007, Jakarta: Pusat Kajian dan Diklat LAN Huda Samsul, jurnal Media Akademika, Vol. 26, No. 3, Juli 2011 Suparman, R., 2010, Model Program Pengembangan Karir Pegawai Berbasis Diklat pada PKP2A1 LAN, Jurnal Diklat Aparatur. Volume 6: Nomor 2 : 2010, PKP2A I LAN, Bandung http://avriegovril.blogspot.com/2012/01/.Good Governance.html UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS