METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan 1, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan 2, Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan 3, dan Laboratorium Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu alat untuk pembuatan bakso belut dan analisis fisik dan kandungan gizi. Pembuatan bakso memerlukan alat, antara lain food processor dan panci. Alat-alat yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia adalah timbangan analitik, cawan, oven vakum, desikator, cawan alumunium, cawan porselin, tanur, gelas ukur, labu kjeldahl, buret, labu soxhlet, dan alat bantu lainnya. Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama, bahan pendukung, dan bahan kimia. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging belut yang diperoleh dari Pasar Anyar Kota Bogor. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka, tepung sagu, bawang putih, lada, garam dapur, dan es batu. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, air bebas ion, HCl, NaOH, H2SO4, Na2SO3, HNO3, buffer fosfat pH 6, enzim termamyl, pepsin, dan pankreatin. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi penelitian untuk menentukan persentase es yang paling tepat, sedangkan penelitian utama terdiri dari dua tahap. Tahap pertama terdiri dari analisis fisik dan kimia daging belut, penentuan formula bakso, dan pembuatan bakso. Tahap kedua terdiri dari uji organoleptik bakso yang dihasilkan serta analisis fisik dan kimia formula bakso terpilih. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan persentase es yang akan ditambahkan ke dalam adonan. Persentase penambahan es yang
13
digunakan pada penelitian pendahuluan ini adalah 10% (F1), 15% (F2), dan 20% (F3) dari berat daging. Penentuan jumlah es yang ditambahkan didasarkan pada penambahan es pada adonan bakso domba hasil penelitian Nurhayati (2009) dengan mempertimbangkan daya mengikat air pada masing-masing daging yang digunakan. Nilai daya mengikat air ditentukan melalui pengukuran kandungan air daging yang dinyatakan dalam persen air yang terikat (% mg H2O). Semakin besar persentase mg H2O, semakin rendah kemampuan daging untuk mengikat air (Soeparno 2005). Berdasarkan hasil penelitian Nurhayati (2009), untuk daging domba dengan persentase mg H2O sebesar 38,66 ± 2,95% dibutuhkan penambahan es sebanyak 30% dari berat daging yang digunakan. Oleh karena itu, untuk daging belut dengan persentase mg H2O sebesar 63,11% atau hampir dua kali lipat daging domba, maka dibutuhkan es sebanyak setengah dari penambahan es pada daging domba atau kurang lebih 15%. Formula bakso belut dengan persentase penambahan es yang berbeda kemudian diuji secara organoleptik terhadap parameter tekstur. Formula yang menghasilkan bakso dengan tekstur yang paling disukai panelis dinyatakan sebagai komposisi terbaik, kemudian digunakan dalam penelitian selanjutnya. Formulasi awal bakso belut dengan taraf penambahan es yang berbeda disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Formulasi bakso belut pada berbagai taraf penambahan es Bahan Daging belut Tepung tapioka Es batu Garam dapur Bawang putih Lada
Persentase es yang ditambahkan 10% 15% 20% 100 100 100 20 20 20 10 15 20 5 5 0,5 1 1 1 0,5 0,5 0,5
Penelitian Utama Penelitian utama terdiri dari dua tahap. Tahap pertama terdiri dari analisis fisik dan kandungan gizi serta daya cerna daging belut, penentuan formula bakso, dan pembuatan bakso. Tahap kedua terdiri dari uji organoleptik bakso yang dihasilkan dan analisis fisik, kandungan gizi, serta daya cerna protein formula bakso terpilih. Penelitian tahap pertama Pada penelitian tahap pertama dilakukan analisis fisik dan kandungan gizi serta daya cerna protein belut. Analisis fisik meliputi pH dan Daya Mengikat Air
14
(DMA). Nilai pH suatu makanan menunjukkan derajat keasaman makanan. Nilai pH dapat dijadikan sebagai indikator kualitas daging karena berkaitan dengan warna, keempukan, cita rasa, daya ikat air, dan masa simpan (Lukman et al. 2007). Menurut Aberle et al. (2001), pH daging akan mempengaruhi daya mengikat air yang dihasilkan. Daya mengikat air diartikan sebagai kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan, penggilingan, pemanasan, dan pengolahan (Soeparno 2005). Daya mengikat air pada daging merupakan faktor yang berperan terhadap kualitas bakso yang dibuat (Buckle et al. 1987). Analisis kandungan gizi, meliputi analisis proksimat, analisis kadar kalsium, besi, dan fosfor daging belut. Selain itu juga dilakukan analisis daya cerna protein dari daging belut. Prosedur analisis fisik dan kandungan gizi secara lengkap disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Setelah dilakukan analisis fisik dan kandungan gizi belut, kemudian dilakukan penentuan formula bakso. Formula bakso tersebut diperoleh secara trial and error, yaitu untuk mencari perbandingan komposisi yang optimal dari adonan. Perlakuan yang diberikan pada masing-masing formula adalah penambahan jenis tepung yang berbeda dan taraf penambahan tepung. Terdapat dua jenis tepung yang digunakan pada penelitian ini yaitu tepung tapioka dan tepung sagu. Penambahan masing-masing tepung terdiri dari empat taraf, yaitu 10%, 20%, dan 30%, dan 40% dari berat daging belut pada masingmasing formula. Berikut adalah formula bahan dalam pembuatan bakso secara lengkap (Tabel 6). Tabel 6 Formula bahan dalam pembuatan bakso belut Formula A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4
Daging belut (g) 100 100 100 100 100 100 100 100
Tapioka (g) 10 20 30 40 -
Sagu (g) 10 20 30 40
Es batu (g) 20 20 20 20 20 20 20 20
Garam (g) 3,85 4,2 4,55 4,9 3,85 4,2 4,55 4,9
Bawang putih (g) 1,1 1,2 1,3 1,4 1,1 1,2 1,3 1,4
Lada (g) 0,44 0,48 0,52 0,56 0,44 0,48 0,52 0,56
Setelah diperoleh formula bakso belut yang tepat, kemudian dilakukan pembuatan bakso. Pembuatan bakso ini menggunakan proses pengolahan bakso modifikasi Nurhayati (2009). Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti penggunaan daging domba sebagai bahan utama dengan daging belut, komposisi bahan-bahan dan es, tahap perendaman bakso setangah matang di
15
dalam air es, serta lamanya waktu yang dibutuhkan pada masing-masing tahapan. Pembuatan bakso diawali dengan penentuan jenis belut yang akan digunakan. Belut yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut segar dengan ukuran kurang lebih 40-55 cm dengan berat antara 75-125 gram. Pemilihan ukuran belut ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam proses pengulitan. Belut segar ini kemudian dimatikan dengan cara membungkus belut didalam kantong plastik dan membantingnya kuat-kuat ke lantai. Belut yang sudah mati kemudian dibersihkan isi perutnya dengan cara memotong belut pada bagian leher. Apabila leher belut sudah setengah terbuka, maka isi perut dikeluarkan dengan membuka tubuh belut mengikuti bentuk tubuh belut dari leher hingga ekornya. Setelah semua isi perut terlihat, isi perut belut kemudian dikeluarkan. Untuk memisahkan daging belut dengan tulangnya, pengirisan dilanjutkan dengan cara mengikuti tulang belakang pada belut. Kepala dan ekor sebaiknya tidak dibuang terlebih dahulu untuk memudahkan dalam memisahkan daging dan tulang belakang. Apabila tulang belakang belut sudah terpisah dari dagingnya, ekor dan kepala kemudian dipotong bersamaan dengan tulang belakang. Pemisahan daging dan tulang dengan cara menghancurkan tulangnya terlebih dahulu sebaiknya dihindari karena selain menghasilkan rendemen yang lebih sedikit, akan terdapat sisa hancuran tulang belakang yang menempel di daging dan sulit dipisahkan. Daging belut yang sudah terlepas dari tulang, kepala, dan ekor kemudian dikuliti dengan cara membentangkannya secara vertikal disebuah papan, kemudian menyayat dagingnya dengan pisau tajam. Cara ini akan menghasilkan rendemen yang lebih banyak dibandingkan apabila menarik kulitnya. Selain itu, daging fillet belut yang dihasilkan dengan cara ini juga lebih utuh dan rapi. Daging fillet belut yang diperoleh kemudian dibersihkan dengan air mengalir dari kotoran yang melekat. Agar bau amis dari belut berkurang, fillet belut kemudian direndam dalam air jeruk nipis selama 15 menit. Perendaman sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama karena dapat menyebabkan rasa daging sedikit asam. Tahap berikutnya yaitu penggilingan belut yang telah difillet dan ditambahkan es serta garam dapur. Penggilingan daging belut dilakukan dengan menggunakan food processor selama
3 menit. Daging yang sudah halus
kemudian ditambah tepung dan bumbu-bumbu lainnya dan digiling selama 5 menit. Adonan yang terbentuk kemudian didiamkan selama 3 menit dan dicetak
16
berbentuk
bulatan-bulatan.
Bulatan-bulatan
bakso
tersebut
kemudian
dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas (80°C) hingga melayang di permukaan air. Bakso yang sudah melayang kemudian diambil dan direndam di dalam air es selama 3 menit. Bakso yang telah mengeras selanjutnya dimasak dalam air mendidih (100°C) selama 3 menit. Setelah masak, bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit selanjutnya siap diuji. Berikut adalah diagram proses pembuatan bakso belut secara lengkap (Gambar 3). 100 g daging belut yang telah difillet dimasukkan ke dalam penggilingan daging * Ditambahkan 20% es, 3,5% NaCl* Digiling halus selama 3 menit* Ditambahkan 0,4% lada, 10,20,30, 40% tepung, 1% bawang putih* Digiling kembali selama 5 menit*
Adonan yang terbentuk didiamkan selama 3 menit*
Adonan dicetak berbentuk bulatan-bulatan bakso kemudian dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas (80°C) hingga mengapung*
Bulatan-bulatan bakso dimasukkan ke dalam air es selama 3 menit*
Bulatan-bulatan bakso dimasak dalam air mendidih (100°C) selama 3 menit*
Bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit
Bakso siap diuji organoleptik serta dianalisa Keterangan : * yang modifikasi
Gambar 3 Diagram alir pembuatan bakso belut (Nurhayati 2009 dengan beberapa modifikasi) Penelitian tahap kedua Penelitian tahap kedua diawali dengan uji organoleptik. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik. Panelis yang
17
digunakan sebanyak 30 orang dengan dua kali ulangan. Parameter yang diuji meliputi rasa, aroma, warna, tekstur, dan keseluruhan. Pada uji hedonik, panelis diminta untuk menyatakan tingkat kesukaannya terhadap bakso yang diberikan. Penilaian uji hedonik menggunakan tujuh skala. Skala yang diberikan untuk parameter yang diuji, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) suka, (4) biasa, (5) agak suka, (6) suka, (7) sangat suka. Penilaian uji mutu hedonik menggunakan tujuh skala. Skala untuk kecerahan warna, yaitu (1) sangat gelap, (2) gelap (3) agak gelap, (4) biasa, (5) agak cerah, (6) cerah, (7) sangat cerah. Skala untuk aroma belut, yaitu (1) sangat kuat, (2) kuat, (3) agak kuat, (4) biasa, (5) agak lemah, (6) lemah, (7) sangat lemah. Skala untuk aroma bumbu, yaitu (1) sangat lemah, (2) lemah, (3) agak lemah, (4) biasa, (5) agak kuat, (6) kuat, (7), sangat kuat. Skala untuk tekstur, yaitu (1) sangat alot, (2) alot, (3) agak alot, (4) biasa, (5) agak kenyal dan renyah, (6) kenyal dan renyah, (7) sangat kenyal dan renyah. Skala untuk rasa belut, yaitu (1) sangat kuat, (2) kuat, (3) agak kuat, (4) sedang, (5) agak lemah, (6) lemah, (7) sangat lemah. Setelah diperoleh formula bakso terpilih berdasarkan uji organoleptik, penelitian tahap kedua dilanjutkan dengan melakukan analisis sifat fisik dan kandungan gizi serta daya cerna protein dari formula bakso yang terpilih tersebut. Analisis sifat fisik meliputi tekstur (kekerasan dan kekenyalan), Aw, dan pH. Analisis kandungan gizi meliputi analisis proksimat, kadar kalsium, besi, dan fosfor, serta daya cerna protein bakso belut terpilih.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor yang digunakan dalam rancangan percobaan ini adalah faktor A yaitu jenis tepung (tepung tapioka dan tepung sagu) dan faktor B yaitu taraf penambahan tepung (10%, 20%, 30%, 40%). Unit percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging belut yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jenis tepung dan taraf penambahan tepung yang berbeda terhadap sifat organoleptik bakso belut. Model matematika dari rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut: 𝑌𝑖𝑗k = μ + A𝑖 + B𝑗 + AB𝑖𝑗 + ŋ𝑖𝑗k Keterangan : 𝑌𝑖𝑗k = Peubah respon akibat pengaruh faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j pada ulangan ke-k
18
μ
= nilai rata-rata umum
A𝑖
= pengaruh faktor A (jenis tepung) pada taraf ke-i
B𝑗
= pengaruh fator B (taraf penambahan tepung) pada taraf ke-j
AB𝑖𝑗 = interaksi antara faktor A dan faktor B pada taraf ke-i dan ke-j ŋ𝑖𝑗k = galat dari setiap perlakuan pada taraf ke-i, ke-j dan ulangan ke-k Pengolahan dan Analisis Data Data hasil uji organoleptik baik hedonik maupun mutu hedonik diolah menggunakan Microsoft Excel 2007. Data selanjutnya dianalisis dengan SPSS 16.0 for Windows melalui uji one way ANOVA untuk mengetahui produk terbaik. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan (Andi 2010). Untuk mengetahui pengaruh faktor A dan faktor B serta interaksinya, digunakan uji General Linear Model.
19