37
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan mengenai bentuk dan dimensi guludan tanaman keprasan, tahanan penetrasi dan tahanan geser tanah, gaya cabut satu rumpun tunggul tebu sisa pemanenan, dan pengambilan tunggul tebu untuk bahan percobaan dilakukan di perkebunan tebu milik PG Jatitujuh, Cirebon, Jawa Barat. Pengembangan model matematika untuk menduga torsi pengeprasan tebu, pembuatan alat uji pengeprasan, percobaan pengukuran torsi pengeprasan, dan pengamatan pertunasan dan pertumbuhan tebu hasil uji pengeprasan dilakukan di Laboratorium Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rangkaian kegiatan penelitian tersebut diselesaikan selama sembilan bulan yakni dari Juni 2005 sampai Maret 2006. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tersebut terdiri atas (1) alat dan bahan untuk penelitian pendahuluan, (2) alat dan bahan untuk percobaan pengeprasan tunggul tebu skala laboratorium. Alat dan Bahan untuk Penelitian Pendahuluan Peralatan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan antara lain: (1) Penetrometer SR-2 untuk mengukur tahanan penetrasi dan tahanan geser tanah, (2) traktor 4 roda, (3) load cell (Type: U2 F.Nr 34181, 2 ton), (4) bridge box (Kyowa, DB-350), (5)
handy strain meter, (Kyowa, UCAM-1A), (6) kawat
penarik (7) garpu pencabut, dan (8) alat-alat pendukung lainnya seperti meteran, kamera dan multitester. Bahan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan tersebut adalah lahan dan tunggul tebu di PG. Jatitujuh setelah penebangan yang nantinya akan diteruskan untuk tanaman keprasan pertama (R1), kedua (R2), dan ketiga (R3). Lahan tebu tersebut memiliki jenis tanah mediteran (alfisol) dengan kadar air ratarata saat pengukuran sebesar 27.40%. Alat dan Bahan untuk Percobaan Pengeprasan 1. Alat uji pengeprasan tunggul tebu (stublle bin test apparatus) yang dilengkapi dengan transduser torsi dan instrumen perekaman data.
38
2. Piring pengolah tanah yang terdiri atas bajak piring dan garu piring (Gambar 30). Lebar tiap coakan untuk mata piring bentuk coak (garu piring) sebesar 7.4 cm, lebar tiap mata garu piring 8 cm, dan kedalaman coakan 5 cm. Kedua jenis piring pengolah tanah tersebut memiliki sudut mata piring sebesar 34o, jari-jari kelengkungan 50.75 cm, diameter piring 60.5 cm, dan massa 11.8 kg. (a)
(b)
Gambar 30 Piring pengolah tanah dengan mata piring bentuk rata atau bajak piring (a) dan bentuk coak atau garu piring (b). 3. Traktor 4 roda (Yanmar 330 MT) digunakan untuk menarik aparatus uji pengeprasan sesuai dengan parameter kecepatan maju yang diiginkan. 4. Instrumen pengukuran dan perekaman data yang terdiri atas transducer torsi menggunakan sensor strain gages (Kyowa, KFG-1-120-D16-11N15C2), slip ring (Michigan Scientific, S4), bridge box (Kyowa, DB-120), dynamic strain amplifier (Kyowa, DPM-603A), analog to digital converter (ADC), handy strain meter (Kyowa, UCAM-1A), seperangkat komputer (NEC, PC-9801), kamera, dan alat-alat bantu lainnya seperti: tachometer digital (Shimpo, DT205B), multimeter digital (CE, DT830D), stop watch, tool kit, solder, dan jangka sorong. 5. Alat-alat perkakas untuk pembuatan alat uji pengeprasan tunggul tebu seperti: mesin bubut, mesin gergaji, mesin bor, las listrik, dan mesin gerinda. Bahan percobaan untuk menentukan gaya potong satu tunggul tebu digunakan 4 varietas paling dominan dari 26 varietas yang dibudidayakan di areal kebun tebu milik PG Jatitujuh (Lampiran 3), yakni PA 198 (56.08%), PA 183 (10.23%), Triton (7.60%), dan PA 022 (7.46%). Rumpun tunggul tebu sisa penebangan dari tanaman keprasan ketiga (R3) varietas PA 198 dipilih sebagai bahan percobaan untuk pengukuran torsi pengeprasan tebu dengan masing-masing rumpun terdiri atas 2-6 tunggul. Penentuan varietas PA 198
sebagai bahan
39
percobaan dilakukan dengan pertimbangan bahwa varietas tersebut memiliki luas tanam terbesar (56.08%) di areal kebun tebu PG Jatitujuh, sehingga kemungkinan penerapan dari alat kepras yang dikembangkan akan lebih banyak dimanfaatkan untuk varietas tersebut. Selanjutnya penentuan rumpun tunggul tebu sisa penebangan dari tanaman keprasan ketiga (R3) dilakukan karena setelah keprasan ketiga (R3) tunggul-tunggul tebu tersebut dibongkar dan diganti dengan tanaman pertama sehingga penelitian yang dilakukan tidak banyak menganggu kegiatan budidaya di pabrik gula tersebut. Rumpun tunggul tebu tersebut diambil dari lahan PG Jatitujuh dengan kondisi 3 hari setelah dibakar, hal ini disebabkan PG Jatitujuh tidak melakukan kegiatan pengeprasan namun menerapkan metode cut and go yakni sistem bakar setelah penebangan. Selanjutnya rumpun tersebut disimpan di Laboratorium Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyiraman dilakukan tiap dua hari sekali untuk menjaga agar rumpun tebu tersebut tidak kering pada saat akan digunakan untuk percobaan pengeprasan. Bagian yang dipotong pada percobaan pemotongan adalah ruas kelima dari pangkal tunggul tebu (Gambar 31) dengan kadar air rata-rata pada saat percobaan pemotongan sebesar 20.28%.
Gambar 31 Bagian ruas tunggul tebu yang dilakukan uji pemotongan. Metode Penelitian Peubah Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang berkaitan dengan karakteristik pengeprasan tunggul tebu. Peubah yang diamati dalam studi pendahuluan tersebut antara lain adalah jumlah tunggul tebu dalam satu rumpun, diameter rata-rata tunggul tebu, tinggi tunggul dari permukaan tanah setelah ditebang, bentuk dan dimensi guludan tanaman keprasan
40
(R1, R2, dan R3), tahanan penetrasi dan tahanan geser tanah, dan gaya cabut satu rumpun tunggul tebu. Data peubah-peubah tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar pijakan dalam perancangan alat uji pengeprasan dan pelaksanaan percobaan pengeprasan di Laboratorium. Beberapa peubah yang divariasikan dalam pelaksanaan percobaan pengeprasan tebu di laboratorium terdiri atas: 1. Jenis piring pengolah tanah (JP1 = bajak piring dan JP2 = garu piring) 2. Kecepatan maju alat (V1= 15 cm s-1 dan V2=30 cm s-1) 3. Kecepatan putar piring (N1 = 500 rpm, N2= 1000 rpm) 4. Disk angle (DA1 =35o, DA 2=40o, dan DA3 = 45o) 5. Tilt angle (TA1 =15o, TA2 =20o, dan TA3 =25o) Metode Pengukuran Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Gaya cabut tunggul tebu diukur dengan cara menarik satu rumpun tunggul tebu menggunakan garpu pencabut yang diikat dengan
kawat penarik yang
dihubungkan dengan load cell dan handy strain meter. Salah satu ujung kawat penarik diikatkan pada draw bar traktor, sedangkan ujung yang lainnya diikatkan pada load cell yang telah disambungkan dengan garpu pencabut (Gambar 32).
Gambar 32 Metode pengukuran gaya cabut rumpun tebu setelah penebangan. Gaya cabut maksimum diperoleh
dengan cara mensubstitusikan nilai
regangan ( μ s) maksimum yang diindera oleh handy strain meter ke dalam persamaan regresi hasil kalibrasi load cell (Lampiran 4) yang menghubungkan antara regangan (X) dan beban (Y) yakni: Y = 0.209 X + 2.537
(14)
Pengukuran dimensi guludan lahan tebu R1, R2, dan R3 dilakukan menggunakan meteran, sedangkan tahanan penetrasi tanah diukur secara acak menggunakan penetrometer SR-2 pada kedalaman 5, 10, dan 15 cm.
41
Metode Analisis Kinematika Mekanisme Pengeprasan Tunggul Tebu Analisis kinematika mekanisme pengeprasan tebu terdiri atas analisis gerakan dan lintasan (locus) bajak piring dan garu piring dalam proses pemotongan. Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis mekanisme pengeprasan tunggul tebu menggunakan bajak piring yang diputar antara lain adalah: 1) kecepatan putar piring pada saat pemotongan konstan, 2) kecepatan maju pemotongan konstan, 3) kadar air tunggul tebu pada saat percobaan pemotongan seragam, dan 4) pengeprasan dilakukan pada ketinggian yang seragam serta pada permukaan tanah yang rata atau datar. Gerakan dari sebuah benda kaku dapat didefinisikan sebagai gerakan dari satu atau lebih titik-titik yang terdapat pada benda tersebut. Gerakan dari bajak piring dan garu piring yang digunakan dalam mekanisme pengeprasan tersebut memiliki bentuk gerak rotasi yang diperoleh dari putaran motor listrik dan gerak translasi yang dihasilkan dari tarikan traktor. Gerak rotasi tersebut diperlukan untuk variasi parameter kecepatan sudut ( ω ), sedangkan gerak translasi diperlukan untuk variasi parameter kecepatan maju (V). Gambar 33 menunjukkan skema dari mekanisme pengeprasan tunggul tebu menggunakan bajak piring yang diputar dan beberapa paremeter yang relevan. Z GARIS TENGAH VERTIKAL DARI LINGKARAN MATA BAJAK PIRING
TA Y
ω
GARIS TENGAH MENDATAR DARI LINGKARAN MATA BAJAK PIRING
V DA POROS PIRING
0
X TUNGGUL TEBU SEBELUM DIUJI KEPRAS
TUNGGUL TEBU SETELAH DIUJI KEPRAS
Gambar 33 Mekanisme pengeprasan tunggul tebu menggunakan bajak piring yang diputar dan beberapa parameter yang relevan.
42
Posisi sebuah titik P pada mata bajak piring dianalisis menggunakan bidang tiga dimensi (XYZ). Titik yang digunakan sebagai referensi dalam analisis gerakan bajak piring adalah titik P yang terdapat pada sumbu Y positif. Sebelum parameter kemiringan bajak piring dimasukkan yakni D A = 90 o dan T A = 0 o (Gambar 34), titik P memiliki koordinat P = [0, R,0] . Selanjutnya apabila poros bajak piring tersebut diputar searah jarum jam sebesar θ , maka posisi titik P bergeser menjadi P1 = [0, R cos θ ,− R sin θ ] .
Z
Z
Y P
θ O
X
P1
O R
X
Gambar 34 Gerakan titik referensi P pada mata bajak piring saat D A = 90 o dan T A = 0 o dengan sudut putar θ . Tilt angle (TA) merupakan sudut kemiringan bajak piring terhadap sumbu Z yang diperoleh dengan cara memutar piringan tersebut pada sumbu Y sebesar α (Gambar 35). Pada kondisi tersebut yakni D A = 90 o dan T A = α titik P tidak berubah dari posisi awalnya yakni P = [0, R,0] , namun setelah poros bajak piring tersebut diputar searah jarum jam sebesar θ , posisi titik P1 yang awalnya P1 = [0, R cos θ ,− R sin θ ] berubah menjadi P1 = [R sin α sin θ , R cos θ ,− R cos α sin θ ] .
Perubahan posisi titik P1 tersebut hanya terjadi untuk X dan Z, sedangkan untuk Y = R cos θ tidak mengalami perubahan dikarenakan piringan tersebut dimiringkan
atau diputar terhadap sumbu Y. Posisi titik-titik P pada mata bajak piring untuk kasus tersebut apabila digambarkan dalam bidang XY (dilihat dari sumbu Z) akan menghasilkan garis untuk mata bajak piring yang berbentuk elips.
43
(a)
(b)
(c)
Gambar 35 Gerakan titik referensi P pada mata bajak piring saat D A = 90 o dan T A = α pada bidang XYZ (a), bidang XZ (b), dan bidang XY (c). Disk angle (DA) merupakan sudut kemiringan bajak piring terhadap sumbu X yang diperoleh dengan cara memutar sumbu XY terhadap sumbu Z sebesar φ . Garis mata bajak piring dengan penampang berbentuk elips tersebut digunakan sebagai acuan dalam menentukan sudut pemutaran aksis Z ( φ ) yang nilainya memiliki hubungan langsung terhadap besarnya DA yang diinginkan. Gambar 36 mengilustrasikan sistem pemutaran aksis dan munculnya sudut baru ( β ) yang menentukan posisi titik-titik pada mata bajak piring dalam dua peubah sudut kemiringan yakni D A = δ dan T A = α . Y
y
P
φ P1
P’
β
y
DA=δ
x P1’ Y
X
X
φ
x
Gambar 36 Sistem pemutaran sumbu Z untuk menentukan disk ( D A = 90 o − φ ) mata bajak piring pada D A = δ dan T A = α .
angle
44
Pemutaran sumbu XY sebesar φ (Gambar 36) menghasilkan koordinat baru (x,y) dan sudut baru ( β ) yang terbentuk antara titik P1’ dan sumbu y. Titik P1’ tersebut sekarang memiliki koordinat P1’ (x,y) dan P1’ (X,Y) yakni x = R sin β dan y = R cos β , sedangkan X = R sin( β + φ ) dan Y = R cos( β + φ ) . Nilai sudut β dapat
ditentukan dengan cara memasukkan persamaan posisi titik P1’ (x,y) tersebut ke dalam persamaan posisi sembarang titik P1 (XY) sebelum posisi bajak piring digeser sebesar φ , yakni P1 = [R sin α sin θ , R cos θ ] . Substitusi persamaan posisi titik P1’ (x,y) dan P1 (XY) dapat diuraikan sebagai berikut: P1 = [R sin β , R cos β ] , x = R sin β dan y = R cos β '
P1 = [R sin α sin θ , R cos θ ] , X = R sin α sin θ dan Y = R cos θ
Substitusi nilai x dan X dari kedua titik tersebut adalah: R sin β = R sin α sin θ
sin β =
R sin α sin θ = sin α sin θ R
sin β = (sin α sin θ )
β = sin −1 (sin α sin θ ) , sedangkan substitusi untuk y dan Y adalah: R cos β = R cos θ
cos β =
R cosθ = cosθ R
cos β = cosθ
β = cos −1 (cosθ )
Selanjutnya nilai β tersebut digunakan sebagai parameter dalam formulasi pemutaran aksis Z untuk bidang XY mata bajak piring yang berbentuk elips yakni: x = R sin β
y = R cos β
X = R sin( β + φ )
Y = R cos( β + φ )
Penjumlahan cosinus tersebut dapat diselesaikan sebagai berikut: X = R sin( β + φ ) = R (sin β cos φ + cos β sin φ ) = (R sin β ) cos φ + (R cos β ) sin φ
= x cos φ + y sin φ X = R sin α sin θ cos φ + R cos θ sin φ
(15)
45
Y = R cos( β + φ ) = R (cos β cos φ − sin β sin φ ) = (R cos β ) cos φ − (R sin β ) sin φ
= y cos φ − x sin φ Y = R cos θ cos φ − R sin α sin θ sin φ
(16)
Pemutaran aksis Z tersebut tidak mengakibatkan perubahan nilai Z pada titik P1’, sehingga persamaan untuk Z adalah:
Z = − R cos α sin θ
(17)
Persamaan (15), (16), dan (17) selanjutnya disimulasikan menggunakan excel untuk menggambarkan posisi pergeseran garis mata bajak piring atau garu piring yang memiliki bentuk elips. Metode Pendugaan Gaya Pemotongan Spesifik Satu Tunggul Tebu Gaya pemotongan spesifik tunggul tebu (σ) diduga berdasarkan hubungan antara luas pemotongan (AT) atau panjang pemotongan (LT) dan gaya hasil pengukuran pada pemotongan satu tunggul tebu (FUT). Nilai AT dihitung berdasarkan pendekatan integrasi yang dibatasi oleh titik potong antara kurva mata bajak piring atau garu piring dengan kurva penampang tunggul tebu, sedangkan FUT diperoleh dari torsi pengukuran pada pemotongan satu tunggul tebu (TPT) dibagi dengan radius (R) mata bajak piring yang digunakan. Prinsip least squares diterapkan untuk mengepas garis (fitting a line) antara data AT (x) dan FUT (y). Persamaan linier untuk garis tersebut umumnya dinyatakan dengan ∧
y = β 0 + β1 x
(18)
∧
Dalam hal ini y merupakan gaya hasil pendugaan pada pemotongan satu tunggul tebu (FMT), β1 adalah gaya pemotongan spesifik tunggul tebu (σ), x adalah luas lintasan pemotongan (AT) atau panjang mata bajak piring atau garu piring yang memotong tunggul tebu (LT) , dan β0 adalah intersep garis tersebut yang dinyatakan dengan konstanta (C). Dari persamaan (18), model pendugaan untuk σ dan C dapat dituliskan sebagai berikut: FMT (t ) = C + σAT (t )
(19)
FMT (t ) = C + σLT (t )
(20)
46
Metode Penghitungan Luas dan Panjang Pemotongan Satu Tunggul Tebu Luas pemotongan tunggul tebu (AT) pada persamaan (19) dihitung menggunakan pendekatan integrasi numerik kaidah Simpson, sedangkan panjang mata bajak piring dan garu piring yang memotong tunggul tebu (LT) pada persamaan (20) ditentukan secara grafis dengan bantuan CAD. Sistem koordinat polar digunakan untuk menentukan titik potong antara kurva mata piring yang berbentuk elips dan kurva tunggul tebu berbentuk lingkaran yang digeser. Persamaan koordinat polar untuk mendeskripsikan radius kurva mata piring (RP) yang memiliki bentuk elips dapat dituliskan sebagai berikut: ( R P cos θ ) 2 ( R P sin θ ) 2 + =1 a2 b2
(21)
Persamaan yang digunakan untuk menentukan radius penampang satu tunggul tebu (RT) yang digeser adalah: ( x − h) 2 + ( y − k ) 2 = r 2
(22)
Gambar 37 menunjukkan beberapa parameter yang terkait dalam penentuan persamaan radius (R) kurva tunggul tebu menggunakan sistem koordinat polar. x = R cos θ dan y = R sin θ
β = θ1 + α 1 ; tan β = sin α 1 =
(h
r 2
+k
)
2 1/ 2
k ⎛k⎞ ; β = tan −1 ⎜ ⎟ h ⎝h⎠
⎛ r ; sehingga α 1 = sin −1 ⎜ ⎜ h2 + k 2 ⎝
(
)
1/ 2
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
θ1 = β − α 1 dan θ 2 = β + α 2 Y X
O
α1
β
θ2 θ1
α2 q
k
p
y
r R
s
t
h x
Gambar 37 Parameter yang terkait dalam penentuan persamaan radius (R) kurva satu tunggul tebu yang digeser menggunakan sistem koordinat polar.
47
Metode Pendugaan Gaya Pengeprasan Rumpun Tunggul Tebu
Persamaan (19 dan 20) merupakan model linier untuk pendugaan gaya pemotongan pada satu tunggul tebu. Model tersebut kemudian digunakan untuk pendugaan gaya pemotongan pada pengeprasan rumpun tebu (FMR) yang terdiri atas beberapa tunggul tebu dengan diameter dan posisi tunggul yang berbeda. Luas pemotongan (AT) dan panjang pemotongan (LT) pada model tersebut digantikan dengan luas pemotongan rumpun tebu (AR) dan panjang mata piring yang memotong rumpun tebu (LR). AR dan LR merupakan penjumlahan dari luas dan panjang pemotongan pada tiap-tiap tunggul tebu yang secara bersamaan terpotong oleh garis mata piring, sehingga model matematika untuk pendugaan gaya pengeprasaan rumpun tunggul tebu dinyatakan dengan: FMR (t ) = C + σAR (t )
(23)
FMR (t ) = C + σL R (t )
(24)
Metode Percobaan Pengeprasan Tebu
Pengeprasan tebu merupakan pemotongan sisa-sisa tunggul tebu setelah penebangan yang dilakukan pada posisi tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan. Gaya yang diperlukan oleh alat potong atau piring untuk pengeprasan tersebut meliputi gaya untuk menggerakkan piring, gaya untuk mengatasi tahanan potong tunggul tebu, dan gaya untuk mengatasi tahanan potong tanah jika pengeprasan dilakukan pada posisi lebih rendah dari permukaan guludan. Percobaan pengeprasan tebu dilakukan pada bak uji tanah (soil bin) dengan ketinggian potong pada posisi tepat atau rata dengan permukaan tanah. Penggunaan bak uji tanah dimaksudkan agar data hasil pengukuran memiliki akurasi yang tinggi, variasi terhadap peubah percobaan dapat dilakukan lebih mudah, instrumentasi untuk sistem pengukuran dan perekaman data dapat dikerjakan lebih aman, dan asumsi-asumsi yang digunakan untuk pengembangan model matematik dapat terpenuhi. Percobaan pengeprasan atau pemotongan tunggul tebu dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1. Menyiapkan bahan percobaan berupa rumpun tunggul tebu yang akan ditempatkan pada alur tanam pada bak uji (Gambar 38). Penempatan rumpun tunggul tebu dilakukan dengan cara menanam rumpun tersebut ke dalam
48
lubang yang terdapat pada alur tanam bak uji. Alur tanam tersebut memiliki panjang 125 cm, jumlah rumpun empat buah, jarak antara pusat ke pusat rumpun 30 cm, dan tiap satu rumpun terdiri atas 2-6 tunggul tebu. Selanjutnya rumpun tunggul tebu tersebut diikat atau dijepit menggunakan besi beton berdiameter 10 mm berbentuk U agar rumpun tebu tersebut tidak bergeser dari posisinya atau tidak tercabut pada saat dilakukan uji pemotongan. Tahanan cabut rumpun tebu pada bak uji dibuat lebih rendah dibandingkan dengan tahanan cabut rumpun tebu di lapangan.
Gambar 38 Penempatan dan penyusunan rumpun tunggul tebu untuk percobaan pengeprasan pada bak uji. 2. Setelah pemasangan dan penyusunan bahan percobaan tersebut selesai maka diperoleh susunan rumpun tunggul tebu yang siap digunakan untuk uji pengeprasan. Gambar 39 memperlihatkan salah satu contoh susunan tunggul tebu yang digunakan dalam uji pengeprasan dalam bak uji. Sebelum diuji kepras
Gambar 39 Contoh susunan rumpun tunggul tebu pada saat uji pengeprasan. 3. Setting alat uji kepras dan melakukan variasi peubah percobaan sesuai dengan nomor urut pengujian. Terdapat 72 kombinasi perlakuan yang tersusun dari lima peubah percobaan pemotongan (Lampiran 5).
49
4. Setelah persiapan bahan uji dan setting alat percobaan tersebut selesai, uji pengeprasan dilakukan dengan cara menghidupkan motor listrik yang digunakan untuk memutar bajak atau garu piring pada alat uji. Berikutnya piring tersebut digerakkan maju sesuai dengan peubah kecepatan maju yang diinginkan dengan cara menarik rangka alat uji tersebut menggunakan traktor 4 roda.
Gambar 40 mengilustrasikan alat uji pengeprasan tunggul tebu skala
laboratorium
menggunakan
piring
yang
diputar
dengan
seperangkat
instrumentasi dan komputer untuk sistem perekaman dan peragaan data.
Gambar 40 Alat uji pengeprasan tunggul tebu menggunakan piring yang diputar skala laboratorium beserta seperangkat instrumentasinya. 5. Metode pengukuran tahanan potong tunggul tebu untuk beberapa varietas uji yakni PA 198, PA 183, Triton, dan PA 022 dilakukan dengan prinsip yang hampir sama dengan metode percobaan pengeprasan, namun pemotongan dilakukan hanya pada satu tunggul tebu. Metode Pengukuran Torsi dan Sistem Perekaman Data
Pengukuran torsi pemotongan dilakukan menggunakan alat uji pengeprasan tunggul tebu yang dilengkapi dengan sistem perekaman data. Pada poros penggerak yang terdapat pada alat tersebut dipasang 4 buah sensor berupa strain gages (Gambar 41) untuk mengindra torsi yang terjadi pada saat proses
pengeprasan berlangsung. Sebelum alat tersebut digunakan untuk pemotongan, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi transduser torsi dan kalibrasi alat (strain amplifier) agar data hasil pengukuran tidak bias dan dapat dikonversi untuk
keperluan analisis data.
50
SLIP RING
POROS
SPROKET
BEARING
STRAIN GAGES (SENSOR TORSI)
D R2
R1 R4 R1
R2
R3
D C B A
A
C
Vo
R3 R4
B VS
Gambar 41 Pemasangan strain gages (sensor torsi) yang disusun dalam bentuk rangkaian jembatan wheatstone pada poros bajak piring. Kalibrasi sensor torsi menggunakan handy strain meter (Lampiran 6) menghasilkan persamaan regresi yang menghubungkan antara torsi (T) dan strain atau regangan ( ε ) sebagai berikut:
ε = 3.8373T − 3.4794
(25)
3.8373T = ε + 3.4794 T =
ε 3.8373
+
3.4794 3.8373
T = 0.2606ε + 0.9067
(26)
Kalibrasi strain amplifier dilakukan pada setiap saat akan melakukan percobaan pengeprasan. Persamaan regresi yang menghubungkan antara tegangan (v) dan regangan ( ε ) dari kalibrasi tersebut adalah:
v = 0.0097 ε + 0.0244 0.0097 ε = v − 0.0244
ε=
v 0.0244 − 0.0097 0.0097
(27)
51
ε = 103.093v − 2.5155
(28)
Data pengukuran yang dihasilkan dari sistem perekaman data tersebut adalah sinyal listrik dalam bentuk tegangan (v), sehingga perlu dilakukan konversi nilai tegangan menjadi nilai torsi. Persamaan untuk konversi tersebut dapat diperoleh melalui substitusi persamaan (28) ke dalam persamaan (26) yang dapat diuraikan sebagai berikut:
T = 0.2606ε + 0.9067
T = 0.2606[103.093v − 2.5155] + 0.9067
T = 26 .866 v − 0.656 + 0.9067 T = 26 .866 v + 0.2507
(29)
Persamaan (29) tersebut digunakan sebagai persamaan untuk konversi data tegangan hasil pengukuran menjadi torsi percobaan pengepasan tunggul tebu. Proses pengukuran torsi dimulai dengan menghidupkan motor listrik untuk menggerakkan bajak piring atau garu piring. Setelah piring berputar stabil ( ± 3 detik), traktor sebagai sumber tenaga tarik dijalankan untuk menarik rangka piring tersebut dengan kecepatan maju yang telah ditetapkan. Pemotongan terjadi pada saat mata bajak piring atau garu piring tersebut mulai menyentuh tunggul tebu pada bak uji. Pengukuran torsi dilakukan secara berkelanjutan mulai sebelum pemotongan, selama pemo-tongan, dan setelah pemotongan dengan periode perekaman data setiap 0.01 detik. Pada saat piring mulai berputar maka terjadi perubahan secara mekanik pada poros piring. Perubahan sifat mekanik poros tersebut selanjutnya diindera oleh sensor strain gages yang kemudian diubah dalam bentuk sinyal listrik. Proses transmisi sinyal dilakukan melalui penggunaan slip ring yang berfungsi untuk menjaga agar kabel dari sensor tidak terlilit pada saat poros bajak piring berputar. Berikutnya, melalui bridge box sinyal tersebut diteruskan ke strain amplifier yang digunakan untuk membesarkan atau menguatkan sinyal dari sensor yang relatif masih kecil. Sinyal tersebut kemudian dikonversi ke dalam bentuk data digital oleh analog to digital converter (ADC). Akhirnya data yang terekam tersebut dapat diperagakan dan disimpan menggunakan seperangkat komputer untuk keperluan analisis data. Gambar 42 menunjukkan skema metode pengukuran torsi pada uji pengeprasan tunggul tebu menggunakan piring pengolah tanah yang diputar beserta diagram blok sistem penginderaan dan perekaman data.
52
STRAIN AMPLIFIER
SEPERANGKAT KOMPUTER
ANALOG TO DIGITAL CONVERTER
MOTOR LISTRIK
BRIDGE BOX PENGATUR DISK ANGLE
KERANGKA
TRAKTOR PENARIK
SLIP RING
STRAIN GAGES
BAJAK PIRING
DONGKRAK ULIR
TUNGGUL TEBU
RODA PENAHAN
RODA BESI
PONDASI DUDUKAN REL
REL RODA
GROUND
Gambar 42 Skema metode pengukuran torsi pada uji pengeprasan tunggul tebu menggunakan piring pengolah tanah yang diputar beserta diagram blok sistem penginderaan dan perekaman data.
53
Metode Pengamatan Hasil Potongan
Setiap uji pemotongan selesai dilakukan, berikutnya diamati mengenai jumlah dan posisi tunggul yang terpotong, diameter tungul, dan pecah tidaknya permukaan hasil potongan. Metode pengamatan jumlah dan posisi tunggul yang terpotong dilakukan dengan cara menggambarkan posisinya pada alur tanam dalam bak uji. Pengukuran diameter tunggul yang terpotong dilakukan menggunakan jangka sorong, sedangkan pengamatan pecah tidaknya hasil potongan dilakukan secara manual dan dengan kamera. Rumpun tebu tersebut kemudian dicabut dari posisinya dan diganti dengan rumpun tebu lainnya untuk uji pengeprasan berikutnya. Penggantian rumpun tebu dilakukan dengan cara mencabut penjepit tunggul tebu tersebut menggunakan pengait yang digerakkan oleh hidrolik traktor (Gambar 43). Rumpun tunggul tebu yang sudah tercabut selanjutnya ditanam pada lahan yang telah disiapkan.
Gambar 43 Pencabutan penjepit rumpun tunggul tebu dari bak uji menggunakan tenaga hidrolik traktor. Penanaman rumpun tebu yang telah dipotong dilakukan dengan cara menempatkan bagian akar rumpun tersebut dalam alur tanam pada lahan percobaan dengan kedalaman ± 20 cm. Rumpun tebu tersebut kemudian ditimbun atau ditutup dengan tanah hingga rata dengan permukaan tunggul tebu hasil uji pemotongan. Lahan yang digunakan terletak di Laboratorium lapang Leuwikopo, Darmaga dengan ukuran 6 x 10 m (60 m2). Penanaman dilakukan mengarah ke barat dan timur dengan jarak tanam antar rumpun 25-30 cm dan jarak pusat ke pusat 60 cm.
54
Perawatan dilakukan mengikuti perawatan standar yang diberikan di lahan PG Jatitujuh untuk tanaman keprasan, yakni sekali pemupukan pada saat tanaman setelah berumur satu bulan. Pembumbunan dilakukan hanya satu kali saat tebu berumur 1.5 bulan. Penyiangan sebanyak dua kali saat tanaman berumur satu bulan dan 2.5 bulan. Dosis pupuk standar yang digunakan untuk tanaman keprasan di PG Jatitujuh Cirebon adalah 8 kw per ha (0.08 kg m-2) dengan komposisi sebagai berikut: Urea 3 kw per ha, Za=1 kw per ha, Sp-36= 1.5 kw per ha, dan ZK+=2.5 kw per ha. Oleh karena lahan yang digunakan dalam percobaan memiliki luas sebesar 60 m2, maka dosis pupuk yang digunakan adalah 4.8 kg dengan komposisi Urea = 1.8 kg, Za = 0.6 kg, Sp-36 = 0.9 kg, ZK+ = 1.5 kg. Dalam pelaksanaannya, jenis ZK+ digantikan oleh pupuk KCL, hal tersebut disebabkan sulitnya mendapatkan jenis pupuk ZK+ di toko pertanian sekitar Darmaga. Jenis KCL dipilih dikarenakan antara kedua jenis pupuk tersebut memiliki bahan aktif yang sama, namun KCL memiliki unsur K yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ZK+. Pengamatan pertunasan dan pertumbuhan tunggul tebu yang mencakup jumlah tunas, tinggi tanaman dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi, panjang daun, dan lebar daun dilakukan pada saat tanaman keprasan berumur 4, 8, 12, dan 16 minggu setelah tanam (MST). Teknik Analisis Data Torsi
Data torsi pengeprasan diperoleh melalui susbstitusi tegangan keluaran hasil pengukuran ke dalam persamaan kalibrasi (persamaan 29). Torsi pemotongan satu tunggul tebu (TPT) adalah torsi keseluruhan pada saat pemotongan berlangsung (TKP) dikurangi torsi untuk mengatasi gesekan dan beban pemutaran piring sebelum pemotongan (TSP). Hal yang sama juga berlaku untuk
torsi
pengeprasan rumpun tunggul tebu (TPR), yakni: TPR = TKP − TSP
(30)
Gaya hasil pengukuran pada pengeprasan rumpun tunggul tebu (FUR) diperoleh dari TPR dibagi dengan radius (R) bajak piring yang digunakan. FUR tersebut kemudian digunakan sebagai pembanding (validasi) terhadap gaya
55
pengeprasan rumpun tunggul tebu yang diperoleh dari pendugaan menggunakan model matematika. Data torsi pemotongan untuk tiap kombinasi perlakuan ditentukan dengan cara merata-ratakan nilai torsi pemotongan maksimum yang terjadi pada tiap percobaan pengeprasan rumpun tunggul tebu yang terdiri atas empat rumpun. Rataan dari torsi maksimum tersebut kemudian digunakan sebagai data untuk menjelaskan efek parameter pemotongan terhadap torsi pengeprasan rumpun tunggul tebu menggunakan piring pengolah tanah yang diputar.