39
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Sebagaimana daerah aliran sungai pada umumnya, DAS Bila dipisahkan oleh punggung bukit/pegunungan, sehingga secara geografis berbatasan dengan DAS-DAS lain di sekitarnya seperti ditunjukkan pada peta Gambar 2. Berdasarkan pola aliran yang membentuknya DAS Bila terdiri atas tiga Sub DAS yaitu: (1) Sub DAS Cenrana, (2) Sub DAS Bila, dan (3) Sub DAS Bungin. Luas DAS Bila mencapai 170.727 ha dan meliputi tiga kabupaten, yaitu: (1) Kabupaten Enrekang terdiri atas empat kecamatan, yaitu: Baraka, Bungin, Enrekang, dan Maiwa, (2) Kabupaten Sidenreng Rappang meliputi empat kecamatan, yaitu: Duapitue, Pitu Riase, Pitu Riawa, dan Maritengae, serta (3) Kabupaten Wajo yang terdiri atas tiga kecamatan, yaitu: Maniangpajo, Belawa, dan Tana Sitolo. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Nopember 2003 sampai dengan Agustus 2006, melalui empat tahapan, yaitu (1) penyusunan instrumen, (2) pengumpulan data, (3) pengolahan dan analisis data, serta (4) pembahasan hasil penelitian.
Pengumpulan Data Jenis data Untuk mencapai tujuan sebagaimana dikemukakan pada Bab Pendahuluan, diperlukan data yang terdiri atas data primer dan data sekunder (dokumentasi).
40
Keterangan Batas DAS Batas kabupaten Jalanan
DAS SADDANG
Sungai Danau Pemukimann
D. Sidenreng PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAS Bila
D. Tempe
Gambar 2. Peta lokasi DAS Bila Sulawesi Selatan
41
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, berupa informasi seperti dikemukakan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian Data
Karakteristik Data
Kegunaan Data
Sumber Data
Informasi tentang lembaga-lembaga pemeran dalam pengelolaan lahan kritis
Lembaga lembaga sebagai pemeran dalam implementasi kebijakan pengelolaan lahan kritis menurut posisi: - independent - linkage - dependent - autonomous
Untuk mengidentifikasi lembagalembaga pemeran utama dalam implementasi kebijakan pengelolaan lahan kritis.
Wawancara dengan responden
Informasi tentang kinerja fungsi manajemen dalam pengelolaan lahan kritis
1. Kinerja berdasarkan kewenangan pemerintahan : - pusat - provinsi - kabupaten 2. Fungsi manajemen penyebab ketidakberhasilan program: - perencanaan - pelaksanaan - pengawasan
Untuk menganalisis fungsi manajemen sebagai penyebab ketidakberhasilan program pengelolaan lahan kritis.
Wawancara dengan responden
Kinerja fungsi koordinasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi dalam pengelolaan lahan kritis
1. Inikator lemahnya fungsi koordinasi. berdasarkan : - tugas pokok - kegiatan - sumberdaya 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi pengelolaan lahan kritis menurut posisi - independent - linkage - dependent - autonomous
1. Untuk menganalisis lemahnya fungsi koordinasi
Wawancara dengan responden
Program strategis dalam menunjang pengelolaan lahan kritis berbasis DAS
Program strategis yang dapat penunjang perancanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan lahan kritis menurut posisi: - independent - linkage - dependent - autonomous
Untuk menganalisis dan merumuskan program strategis dalam menunjang perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan lahan kritis.
Wawancara dengan responden
Kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis
Kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis menurut posisi: - independent - linkage - dependent - autonomous
Untuk menganalisis dan merumuskan kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis.
Wawancara dengan responden
2. Untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi dalam pengelolaan lahan kritis.
42
Untuk mendeskripsikan kondisi wilayah DAS Bila sebagai lokasi penelitian, dibutuhkan data-data, yaitu: (1) biofisik, (2) sosial ekonomi, dan (3) kelembagaan, seperti dikemukakan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian Jenis Data
KarakteristikData
Kegunaan Data
Sumber Data
Penggunaan lahan
Jenis dan luas penggunaan lahan/peta penggunaan lahan DAS Bila.
Mendeskrisikan luas dan sebaran geografis jenis penggunaan lahan di DAS Bila.
BP-DAS, BPN
Lahan kritis dan erosi
1. Luas lahan kritis DAS Bila. 2. Hasil pendugaan erosi DAS Bila
Mendeskrisikan luas lahan kritis di DAS Bila. Mendeskripsikan kerusakan lahan di DAS Bila.
BP-DAS Dinashut
Kependudukan
Jumlah penduduk menurut kecamatan dan peta kepadatan penduduk DAS Bila
Mendeskripsikan persebaran penduduk DAS Bila
BP-DAS
Jenis mata pencaharian penduduk DAS Bila
Mendeskripsikan jenis mata pencaharian yang didominasi penduduk DAS Bila.
BP-DAS
Luas lahan garapan penduduk DAS Bila
Mendeskripsikan perbedaan luas lahan garapan penduduk menurut kabupaten.
BP-DAS
Tekanan dan kebergantungan penduduk terhadap lahan
1. Indeks tekanan peduduk terhadap lahan (TP) 2. Indeks kebergantungan penduduk terhadap lahan (LQ)
1. Mendeskripsikan kemampuan lahan guna mendukung kehidupan penduduk DAS Bila. 2. Mendeskripsikan pengaruh sektor pertanian terhadap kehidupan ekonomi penduduk DAS Bila
BP-DAS
Kelembagaan formal
Keberadaan dan kegiatan organisasi pemerintah di DAS Bila.
Mendeskripsikan kegitan instansi pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Bila.
BP-DAS
Kelembagaan masyarakat lokal
Keberadaan dan kegiatan organisasi sosial/kemasyarakatan di DAS Bila.
Mendeskripsikan kegiatan organisasi sosial/kemasyarakatan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Bila.
BP-DAS
Data
Biofisik
Mata pencaharian
Sosial ekonomi
Perangkat kelembagaan
Pengusahaan lahan
Tahapan kegiatan pengumpulan data Tahapan-tahapan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
43
Penetapan elemen dan sub elemen. Elemen adalah unsur penelitian yang ditetapkan dengan mengacu pada tujuan penelitian. Dalam penelitian ini ditetapkan lima elemen, yaitu (1) lembaga-lembaga pemeran dalam implementasi kebijakan, (2) fungsi managemen sebagai penyebab kegagalan program rehabilitasi lahan kritis, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi, (4) program strategis dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, serta (5) kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis. Setiap
elemen
dijabarkan
atas
sejumlah
sub-elemen
berdasarkan
pertimbangan : (1) tujuan penelitian yang ingin dicapai, (2) model analisis yang akan digunakan, dan (3) hasil konsultasi pakar dan/atau pejabat lembaga yang berkaitan dengan penanganan lahan kritis. Untuk mengidentifikasi lembaga pemeran dalam implementasi kebijakan pengelolaan lahan kritis melalui model interpretative structural modelling (ISM), ditetapkan 29 sub-elemen sebagai lembaga dugaan, yang terdiri atas lembaga tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan lembaga lokal, yang terdiri atas: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17)
Balai Pengelolaan (BP)-DAS Jeneberang-Walanae, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) provinsi, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) provinsi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi, Dinas Pertanian propvinsi, Dinas Pekerjaan Umum (PU) provinsi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan provinsi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kabupaten, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) kabupaten, Badan Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten, Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten, Dinas Pekerjaan Umum (PU) kabupaten, Dinas Pertanian kabupaten, Dinas Tata Ruang kabupaten, Penyuluh Pertanian/Kehutanan Lapangan (PPL/PKL), Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) kabupaten, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) kabupaten,
44
18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) 28) 29)
Dinas Kependudukan kabupaten, Dinas Pendapatan Daerah kabupaten, Dinas Pariwisata kabupaten, Perguruan Tinggi, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Perbankan, Unit Usaha/Koperasi, LSM Lingkungan, Tudang sipulung, Kelompok tani, Kepolisian, Kejaksaan..
Untuk menganalisis fungsi managemen dalam pengelolaan lahan kritis melalui model analytical hierarchy process (AHP), ditetapkan 12 sub-elemen yang terdiri atas tiga level, yaitu: Sub-elemen berdasarkan kewenangan pemerintahan yang dalam AHP disebut aktor (pelaku) , terdiri atas: 1) Tingkat pusat, 2) Tingkat provinsi, 3) Tingkat kabupaten. Sub-elemen untuk menilai aktor, yang dalam AHP disebut kriteria yang terdiri atas: 1) Koordinasi antar sektor, 2) Kualitas sumberdaya manusia, 3) Sifat multi sektor, 4) Penegakan hukum, 5) Proses kebijakan top-down, 6) Peran stakeholder. Sub-elemen untuk mengukur kinerja managemen, yang dalam AHP disebut alternatif, yang terdiri atas : 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pengawasan.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi pengelolaan lahan kritis DAS Bila, ditetapkan
18 sub-elemen sebagai faktor
dugaan, yang terdiri atas kebijakan, pengorganisaian, dan lembaga yang terdiri atas:
45
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18)
Adanya kebijakan yang top-down, Lemahnya pengorganisasian, Ketidakterlibatan lembaga dalam perencanaan, Lemahnya fungsi operative institusi, Lemahnya fungsi regulative institusi, Rendahnya kualitas SDM, Adanya sikap sektoralisentris, Konflik vertikal, Konflik horizontal, Sifat multi sektor/multi disiplin, Lemahnya kontrol vertikal, Ketidakjelasan lembaga koordinator, Ketergantungan pada juklak/juknis, Kesenjangan kebijakan RLKT dan kebijakan sektor, Lemahnya dukungan insentif, Lemahnya komitmen aparat pemerintah, Kurangnya pembinaan, Lemahnya kontrol sosial.
Untuk
menganalisis
dan
merumuskan
program
strategis
dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan lahan kritis berbasis DAS, ditetapkan 11 sub-elemen sebagai program dugaan, yang terdiri atas lembaga, kebijakan, dan pengorganisaian yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11)
Pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan DAS, Penyusunan pola perencanaan DAS terpadu, Penguatan komitmen pengelolaan DAS, Penguatan fungsi legislative institusi lintas daerah, Penguatan fungsi regulative institusi lintas daerah, Pengembangan fungsi monitoring dan evaluasi lintas daerah, Kerjasama dalam pendanaan lintas daerah, Pengembangan fungsi kontrol/penegakan hukum lintas daerah, Mengidentifikasi masalah pengelolaan DAS secara holistik, Mengidentifikasi karakteristik sumberdaya alam DAS, Penyamaan visi dan misi pengelolaan DAS lintas daerah.
Untuk menganalisis dan merumuskan kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis DAS Bila, ditetapkan 13 sub-elemen sebagai kegiatan dugaan yang
46
terdiri atas, kegiatan pengembangan teknologi konservasi, pengembangan fungsi sosial dan kemasyarakatan, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 11) 10) 12) 13)
Pengefektifan koordinasi antar sektor, Penerapan teknologi konservasi, Pengefektifan penyuluhan lapangan, Pengembangan kearifan budaya masyarakat, Pengembangan sistem pertanian konservasi, Peningkatan pengetahuan dam keterampilan aparat, Pengefektifan peran lembaga pemerintah, Penguatan fungsi kontrol sosial, Peningkatan partisipasi masyarakat, Pengembangan sistem insentif, Legitimasi dan sosialisasi program, Pengembangan sistem wanatani (agroforestri), Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani.
Penyusunan kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima seri sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, seperti tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah pertanyaan setiap seri kuesioner berdasarkan model analisis yang akan digunakan Seri*)
Jumlah elemen
Jumlah pertanyaan
Analisis yang digunakan
A
29
401
ISM
B
12
66
AHP
C
18
153
ISM
D
11
55
ISM
E
13
78
ISM
Karakteristik data sasaran Informasi tentang lembaga-lembaga pemeran dalam pengelolaan lahan kritis Informasi tentang kinerja fungsi managemen Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi koordinasi Program strategis dalam pengelolaan lahan kritis Kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis
*) Lihat Kuesioner Seri A,B, C, D dan E pada Lampiran 8 Kuesioner Seri A, disusun dengan menggunakan jumlah elemen terbesar (29 elemen), sehingga menghasilkan pertanyaan yang jumlahnya paling besar dibanding yang lainnya (401 pertanyaan). Kuesioner Seri A, C, D, dan E,
47
digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis dengan menggunakan model interpretative structural modelling (ISM). Karena itu struktur pertanyaan keempat seri kuesioner ini adalah sama, yaitu model perbadingan sub-elemen yang satu terhadap yang lainnya. Demikian pula jumlah pertanyaan masing-masing bergantung pada besarnya jumlah sub-elemen (Kuesioner Seri A, C, D, dan E Lampiran 9). Kuesioner seri B digunakan untuk memperoleh data/informasi tentang kinerja fungsi managemen yang akan dianalisis dengan model analitical hierarchy process (AHP). Kuesioner ini disusun dengan menggunakan 12 sub-elemen (lihat uraian penetapan elemen), sehingga membentuk pertanyaan melalui perbandingan sub-elemen yang satu dengan yang lainnya secara berpasangan. Kuesioner seri B seperti ditunjukkan pada Tabel 3 terdiri atas 66 nomor pertanyaan, yaitu: tiga nomor pertanyaan tentang perbandingan peran pelaksana fungsi managemen (level aktor), 45 nomor pertanyaan tentang perbadingan kriteria terhadap level aktor, dan 18 nomor pertanyaan sebagai penilaian terhadap kinerja fungsi managemen (Kuesioner Seri B Lampiran 9). Penetapan sampel/responden. Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan sistem pakar (expert system approach) (Eriyatno 1999) dengan menggunakan metode survey. Penetapan sampel dilakukan melalui teknik purposif sampling dengan ketentuan mewakili personil pada bidang/instansi masing-masing. Penelitian dengan model analisis AHP dan ISM tidak membutuhkan jumlah sampel yang besar (Saaty 1988, dan Eriyatno 1999). Jumlah ahli/praktisi sebagai sampel yang disyaratkan cukup beberapa orang dengan prioritas yang memiliki
48
tingkat pemahaman, penguasaan, dan/atau terlibat langsung dalam bidang tugas penanganan lahan kritis. Untuk memenuhi kebutuhan data yang dapat menunjang pencapaian tujuan penelitian, ditetapkan jumlah sampel sebanyak 24 yang terdiri atas pakar/praktisi yang terdistribusi di sembilan lembaga/instansi, seperti tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi responden menurut lembaga Lembaga
Jabatan
Struktural
Fungsional
Sub Total
BP-DAS
- Kabag. Program DAS - Kabag. Kelembagaan
1 1
-
2
Bappeda
- Kapala Bappeda - Kabid. Perenc. Pembangunan
1 2
-
3
BPN
- Kabid. Pengat.Penguas. Tanah - Kabid. Hak atas Tanah
1 2
-
3
Bapedalda/Bag.LH
- Kabag. Lingkungan Hidup - Kasubag. Andal
1 2
-
3
Dinashutbun.
- Kadishutbun - Kasubdinhut.& Konser. lahan
1 2
-
3
Dinas PU/ Pengairan
- Kasubdin.Pemuk.& Pengwil.
3
-
3
Dinastan.
- Kasubdin. Tanpang. &Horti. - Kadis. Petanian
2 1
-
3
Penyuluh lapangan
- Penyuluh Pertanian Lapangan - Penyuluh Kehut. Lapangan
-
1 2
3
Perguruan Tinggi
- Kapus. Studi Lingk. Hidup
1
-
1
Total
21
3
24
Wawancara. Hubungan yang komunikatif antara pewawancara dengan responden sangat menentukan kualitas data. Karena itu sebelum memulai wawancara, dilakukan sosialisasi baik terhadap pewawancara (enumerator) yang akan membantu di lapangan, maupun terhadap responden. Di samping untuk
49
memberikan pemahaman tentang tujuan penelitian, sosialisasi ini dimaksudkan agar pewawancara dapat memahami cara pengisian kuesioner. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan kunjungan langsung ke alamat responden. Dilihat dari responden yang jumlahnya 24 orang, maka wawancara akan sangat muda dilakukan. Namun dengan besarnya jumlah pertanyaan pada setiap seri kuesioner, maka setiap responden harus dikunjungi berulang kali. Karena itu demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan wawancara dalam penelitian ini, digunakan enumerator berkualifikasi sarjana pertanian sebanyak tiga orang yang ditugaskan masing-masing satu orang setiap kabupaten.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data Pertama, memeriksa (editing) kelengkapan, kejelasan, konsistensi dan kesesuaian jawaban responden, apakah ada kesalapahaman responden atau kesalahan pencatatan oleh enumerator. Kedua, adalah pengkodean (coding) jawaban responden. Dalam penelitian ini, kode jawaban respoden sudah tersedia secara baku sehingga pada tahapan ini penyusunan daftar kode tidak dilakukan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa kedua jenis kuesioner yang digunakan, cara pengisiannya menggunakan skala penilaian yang berbeda. Kuesioner yang datanya akan dianalisis dengan model AHP, menggunakan skala penilaian kualitatif perbandingan elemen berpasangan menurut Saaty (1988), seperti tersaji pada Tabel 5. Skala penilaian kuantitatif seperti pada kolom 3 Tabel 5, digunakan langsung dalam pengisian
50
kuesioner. Sedangkan kuesioner yang datanya akan dianalisis melalui model ISM, menggunakan kode jawaban: V, A, X, dan/atau O, yang bermakna: V, jika eij = 1, dan eji = 0 (elemen i lebih penting daripada j), A, jika eij = 0, dan eji = 1 (elemen i tidak lebih penting daripada j), X, jika eij = 1, dan eji = 1(elemen i dan j sama penting), O, jika eij = 0, dan eji = 0 (elemen i dan j sama tidak penting) (Eriyatno, 1999).
Tabel 5. Skala penilaian perbandingan elemen berpasangan (Saaty 1988) Kategori Perbandingan Ke dua elemen sama berpengaruh (equal).......................... Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya (moderate)………………………… ……………. Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen lainnya (strong) ………………………………………...... Elemen yang satu sangat jelas lebih penting daripada elemen lainnya(very strong)……………………… …….. Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen lainnya (extreme )……………………………………....... Apabila ragu-ragu antara dua nilai elemen berdekatan…... Kebalikan kepentingan……………………………………
Skala Kuantitatif 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8 1/(1-9)
Ketiga, adalah memproses (processing) data, yaitu menghitung sesuai dengan rencana analisis yang akan dilakukan. Hasil proses data dengan analisis model AHP dapat dilihat pada Tabel 1.1 – 1.10 seperti tersaji pada Lampiran 1, sedangkan hasil proses data dengan model analisis ISM dapat ditunjukkan pada Tabel 4.1 – 4.4 seperti tersaji pada Lampiran 4.
Analisis data Analytical hierarchy process (AHP), adalah model analisis yang digunakan untuk menganalisis data/informasi tentang kinerja fungsi managemen, sehingga dapat
51
mengidentifikasi yang mana di antara ketiga fungsi managemen (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan) sebagai penyebab ketidakberhasilan program pengelolaan lahan kritis DAS Bila. Secara operasional penggunaan model AHP ini melalui tahapan-tahapan
seperti diuraikan pada Gambar 3 dengan menggunakan
program komputer (Expert Choice 2000). Gambar ini menunjukkan lima tahapan analisis secara umum sebagai berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan (analisis kebutuhan).
Analisis kebutuhan
Penyusunan hierarki
1. 2. 3. 4. 5.
Pengolahan Horizontal Perkalian sub elemen Perhitungan vektor prioritas Perhitungan nilai eigen Perhitungan indeks konsistensi Perhitungan rasio konsistensi
CI dan CR
Revisi pendapat
Tdk CI, CR memenuhi Ya
Penyus. matriks gabungan Perhit vektor prioritas Gab. Tdk CI, CR memenuhi
Revisi pendapat
Ya Pengolahan vertikal
Perhit vektor prioritas sistem
Gambar 3. Diagram alir proses analitik hierarki (Saaty 1988).
2. Menyusun struktur hierarki berdasarkan urutan mulai dari tujuan utama (fokus), aktor, kriteria, dan solusi (alternatif) seperti tersaji pada Gambar 4.
52
3. Melakukan perbandingnan berpasangan (pairwise comparison). Bila vektor pembobotan sub-elemen operasi A1, A2, A3 …………...An dinyatakan sebagai vektor w = w1, w2, w3 …wn, maka nilai intensitas kepentingan sub-elemen A1 terhadap A2 dapat dinyatakan sebagai bobot perbandingan A1 terhadap A2, yaitu w1/w2 yang sama dengan a12. Matriks perbandingan antar sub-elemen dikemukakan pada Tabel 6, yang disusun dengan menggunakan data yang diperoleh melalui kuesioner yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 sampai dengan 1.10, seperti tersaji pada Lampiran 1.
Kinerja Fungsi Manajemen
Level 1: Fokus
Tk. Pusat
Level 2: Aktor Koordinasi antar Sektor
Level 3: Kriteria Level 4 : Alternatif
Kualitas SDM
PERENCANAAN
Tk. Provinsi
Sifat Multisektor
Penegakan Hukum
PELAKSANAAN
Tk. Kabupaten
Kebijakan top-down
Peran Stakeholde
PENGAWASAN
Gambar 4. Struktur hierarki analisis penyebab kekegagalan program pengelolaan lahan kritis DAS Bila.
Tabel 6. Matriks perbandingan berpasangan antar elemen A1
A2
A3
……….
An
A1
w1/w2
w1/w2
w1/w3
……….
w1/wn
A2
w2/w1
w2/w2
w2/w3
……….
w2/wn
A3
w3/w1
w3/w2
w3/w3
……….
w3/wn
….
………
………
……….
………
………
An
wn/w1
wn/w2
wn/w3
………
wn/wn
53
4. Menyusun matriks perbandingan berpasangan. Matriks ini dimaksudkan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan setingkat yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 sampai dengan 2.10 seperti tersaji pada Lampiran 2. 5. Menghitung matriks pendapat individu dan gabungan, pengolahan horizontal, vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector), akar ciri atau nilai eigen (eigen value) maksimurn, dan pengolahan vertikal. Perhitungan bobot individu dan gabungan dilakukan dengan menggunakan program komputer Expert Choice 2000, yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.1 sampai dengan Tabel 3.3.6 seperti tersaji pada Lampiran 3. Interpretative structural modelling, digunakan untuk menganalisis data/informasi tentang: (1) lembaga-lembaga pemeran dalam perumusan dan implementasi kebijakan pengelolaan lahan kritis, (2) penyebab utama lemahnya fungsi koordinasi pengelolaan lahan kritis, (3) program strategis dalam pengelolaan lahan kritis berbasis DAS, dan (4) kegiatan prioritas dalam pengelolaan lahan kritis DAS Bila. seperti diuraikan pada Gambar 5. Gambar ini menunjukkan empat tahapan utama model analisis ISM, yaitu: 1. Menyusun structural self-interaction matrix (SSIM) dengan menggunakan hasil tabulasi kuesioner (Lampiran 4), seperti ditunjukkan pada Tabel 5.1 sampai dengan Tabel 5.4 seperti tersaji pada Lampiran 5. 2. Menyusun tabel reachability matrix, dengan mengganti simbol-simbol V, A, X, O dengan angka 1 dan 0, seperti ditunjukkan pada Tabel 6.1 sampai dengan Tabel 6.4 seperti tersaji pada Lampiran 6.
54
3.
Menyusun Matrix Driver Power - Dependent (DP - D) yang terdiri dari empat sektor seperti tersaji pada Gambar 6.
4. Menyusun model struktural (tingkat level) setiap sub-elemen.
PROGRAM Uraikan prog. jadi perenc.program Uraikan elemen jadi sub elemen Tentukan hub.kontekstual antar sub elemen Susun SSIM untuk setiap sub elemen Bentuk RM setiap sub elemen Uji matriks dengan aturan transivity Tidak
OK ?
Modifikasi SSIM
Ya Uraikan RM jadi Format Lower Tringular RM
Tentukan Level Melalui Pemilahan
Tetapkan DP dan D setiap sub elemen Tentukan Rank & Hierarki dari Sub elemen
Disusun Diagram dari Lower Tringular RM
Tetapkan DriverDependence Matriks Plot sub elemen pada empat sektor
Susunlah ISM dari setiap elemen
Klasif. sub elemen pada empat peubah kategori
Gambar 5. Diagram alir teknik ISM (Eriyatno, 1999). 12 11 Independent
10
Linkage
Driver power(DP)
9 8 7 6 5 4 Autonomous
3
Dependent
2 1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Dependence (D)
Gambar 6. Matriks driver power – dependence (Eriyatno, 1999).
55
Berdasarkan ke empat sektor yang dimaksudkan pada Gambar 6 dapat ditetapkan kebijakan (sub-elemen) yang perlu diterapkan berdasarkan posisi/bobot driver power – dependent masing-masing. 1. Posisi autonomus, menunjukkan bahwa sub-elemen yang ada di kuadran ini tidak berkaitan dengan sistem, atau hubungannya sangat kecil meskipun keberkaitannya mungkin saja kuat. 2. Posisi dependent, menunjukkan bahwa sub-elemen yang ada di kuadran ini adalah tidak bebas, artinya semua variabel yang ada merupakan akibat dari tindakan terhadap variabel lainnya. 3. Posisi linkage, menunjukkan bahwa sub-elemen yang ada di kuadran ini sangat penting dan harus dikaji secara hati-hati sebab hubungan dengan variabel lainnya tidak stabil. Setiap tindakan terhadap sub-elemen tersebut akan memberikan dampak terhadap sub-elemen lainnya, dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dan/atau menimbulkan dampak yang baru. Dengan kata lain, setiap tindakan pada sub-elemen tersebut akan menghasilkan sukses, sebaliknya lemahnya perhatian terhadap kegiatan tersebut akan menyebabkan kegagalan program. 4. Posisi independent, menunjukkan bahwa sub-elemen di kuadran ini merupakan variabal bebas, artinya merupakan kekuatan penggerak (driver power) yang besar, tetapi kebergantungan terhadap sub-elemen lainnya kecil.