MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI DIFFERENTIATED TEACHING
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh Denden P. Sidik NIM: 104017000541
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H./ 2010 M.
ABSTRAK
Denden P. Sidik (104017000541), “Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Melalui Differentiated Teaching” Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, September 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan solusi dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa dalam suatu kelas yang memiliki kemampuan beragam, serta untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dari berbagai tingkat kemampuan. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian tindakan kelas (PTK) yang berlangsung selama dua siklus. Dalam pelaksanaan tindakan penelitian strategi instruksional Differentiated teaching yang digunakan adalah Cooperative learning, dimana subjek penelitian dikelompokan secara heterogen. Pengumpulan data aktivitas belajar matematika siswa menggunakan instrumen aktivitas belajar matematika siswa, catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, dan wawancara terhadap subjek penelitian. Sedangkan pengukuran hasil belajar matematika siswa menggunakan instrumen tes formatif akhir siklus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa dan hasil belajar matematika siswa. Kata kunci: Differentiated teaching, aktivitas belajar matematika.
iii
ABSTRACT
Denden P. Sidik (104017000541), “Improving Students’ Learning Mathematics Activities through Differentiated Teaching” a Paper of Mathematics Education Departement Faculty of Tarbiya and Teaching Science, ‘Syarif Hidayatullah’ State Islamic University Jakarta, September 2010. The purpose of this research are to find a solution in increasing student mathematics learning activities in a diversity classroom, and to increase student mathematics learning outcome in various level. The research have been done October until December 2009 at Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta school year 2009/2010. The methodology of this research was classroom action research (CAR) have been done for two cycles. Instructional strategy used in Differentiated teaching was Cooperative learning, where research subject grouped heterogeneously. The collecting student mathematics learning activities data used mathematics learning activities instrument, observation note of mathematics learning activities, and interview research subject. While measuring student mathematics learning outcome used formative test instrument. The result research reveals that in Differentiated teaching model with Cooperative learning instruction strategy could improve student mathematics learning activities and student mathematics learning outcome. Key words: Differentiated teaching, mathematics learning activities.
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap siswa merupakan individu unik yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Ketika para siswa bersekolah dan ditempatkan pada kelas yang sama, tidak dapat dipungkiri bahwa akan timbul berbagai keragaman karakteristik yang terjadi diantara siswa, baik itu keragaman latar belakang, minat, gaya belajar, ataupun keragaman kemampuan siswa dalam menyerap informasi materi pelajaran. Keragaman yang terjadi dalam suatu kelas merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari bagi guru sebagai fasilitator pembelajaran, terlebih dalam memutuskan strategi apa yang harus digunakan dalam pembelajaran bagi siswanya. Seiring dengan berkembangnya zaman, guru masa kini dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam memilih dan mengembangkan metode pembelajaran. Tujuannya adalah agar pembelajaran yang dihasilkan berlangsung efektif, memenuhi kebutuhan belajar siswa, dan memaksimalkan potensi belajar siswa. “Guru merupakan fasilitator pembelajaran yang membimbing penelusuran siswa, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bisa memperluas pemahaman mereka, dan mendorong siswa untuk menyampaikan pemikiran mereka itu.” 1 Pernyataan tersebut mengisyaratkan sebuah tantangan yang harus dihadapi guru dalam melaksanakan pembelajaran, terlebih subjek pembelajarannya adalah siswa yang
memiliki
kemampuan
beragam.
Hanya
mengandalkan
kegiatan
pembelajaran yang seragam bukanlah merupakan pilihan yang tepat yang harus dipilih guru dalam menghadapi siswanya yang memiliki kemampuan beragam. “Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian peserta didik perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini 1
Laurel Robertson, dkk, Pembelajaran Kooperatif Untuk Mendukung Cara Berfikir, Bernalar dan Berkomunikasi Dalam Matematika, dalam Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Imperium, 2009), h. 346.
2
membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif. Cara berfikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional.” 2 Pernyataan tersebut merupakan salah satu alasan bahwa matematika merupakan mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap siswa sekolah dasar maupun menengah. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN), sehingga turut berpengaruh dalam kelulusan siswa di satuan pendidikannya. Ironisnya, matematika merupakan mata pelajaran yang kurang diminati oleh sebagian siswa. Tidak sedikit siswa yang menyatakan bahwa matematika merupakan mata pelajaran sulit dan susah untuk dipahami. Terlontarnya pernyataan negatif siswa tentang matematika mencerminkan sikap penolakan siswa terhadap matematika. Jika sikapnya saja menolak, maka dapat kita prediksikan prestasi belajar matematikanya pun akan rendah. Hal ini merupakan masalah bagi guru matematika dalam menyampaikan ilmu matematika. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan oleh banyak faktor yang menentukan. Guru disinyalir menjadi salah satu faktor dari sebab tersebut. Misalnya,
guru
dalam
melaksanakan
pembelajaran
matematika
kurang
memberikan makna dalam kehidupan siswa, akibatnya siswa menganggap matematika sebagai pelajaran abstrak yang sulit untuk dipahami, dan tidak ada kaitan
dengan
kehidupannya.
Guru
dalam
melaksanakan
pembelajaran
matematika hanya berorientasi pada latihan/pembahasan soal bukan pada proses pengembangan konsep matematika. Indikatornya jika ada siswa yang dapat mengerjakan latihan soal maka dianggap pembelajaran yang dilakukannya telah berhasil. Faktor lain dari masalah tersebut adalah strategi pembelajaran matematika yang digunakan guru membosankan bagi siswa. Guru kurang kreatif dalam mengembangkan strategi pembelajaran, seringkali pembelajaran tradisional yang menjadi 2
pilihan
guru
dalam
pembelajaran.
“Pembelajaran
tradisional
...................., Standar Kompetensi, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2004), h. 215.
3
mengakibatkan siswa tumbuh dan berkembang menjadi kurang kreatif.” 3 Guru merupakan pengendali dari aktivitas siswa dalam belajarnya. Senada dengan pendapatnya Subekti bahwa “... Proses pembelajaran saat ini kebanyakan masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, upaya guru kearah peningkatan kualitas proses belajar mengajar belum optimal, metode, dan pendekatan dan evaluasi yang dikuasai guru belum beranjak dari pola tradisional, dan hal ini berdampak negatif terhadap daya serap siswa yang ternyata masih tetap lemah.” 4 “Pembelajaran matematika di Indonesia selama ini masih berpusat pada guru. Banyak guru dalam kegiatan mengajar belajar matematika di kelas kurang menekankan pada aspek kemampuan siswa dalam menemukan kembali konsep-konsep dan struktur-struktur matematika berdasar pengalaman siswa sendiri.” Pada bagian lain dalam Rochmad, Ratumanan berpendapat bahwa “... Pembelajaran matematika di Indonesia bersifat behavioristik dengan penekanan pada transfer pengetahuan dan hukum latihan. Guru mendominasi kelas dan menjadi sumber utama pengetahuan, kurang memperhatikan aktivitas aktif siswa, interaksi siswa, negosiasi makna, dan konstruksi pengetahuan. Dengan demikian, pembelajaran matematika beracuan behaviorisme berorientasi pada hasil dan latihan yang diberikan berbasis tujuan. Perancang pembelajaran matematika beracuan behaviorisme mendefinisikan pembelajaran dalam tujuan-tujuan yang berupa tingkah laku dan ukuran penampilan tingkah laku.” 5 Keterlibatan siswa dalam aktivitas pembelajaran berpengaruh juga terhadap prestasi belajarnya.
Melibatkan siswa secara maksimal dalam aktivitas
pembelajaran dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran. Dengan aktivitas belajar pula, siswa dapat terkembangkan potensi belajarnya. Guru yang baik semestinya memprioritaskan aspek keaktifan siswanya dalam belajar. Guru dituntut untuk dapat memancing dan marangsang siswanya aktif dalam pembelajaran. Jadi, selama pembelajaran aktivitas siswa tidak hanya sebatas memperhatikan dan mendengarkan saja, tetapi juga mengemukakan pendapat, menganalisis, menyimpulkan, dan manaruh minat yang tinggi terhadap belajarnya.
3
Kadir, Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open Ended, dalam Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika vol.1 No.1, (Jakarta: CeMED, 2006), h. 3. 4 Kadir, Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open Ended, … , h. 3. 5 Rochmad, Tinjauan Filsafat dan Psikologi Konstruktivisme: Pembelajaran matematika yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif, http://www.rochmadunnes.blogspot.com [19 Januari 2009].
4
Masalahnya adalah dalam setiap kali pembelajaran matematika, siswa datang ke kelas dan siap menerima materi yang akan disampaikan oleh guru. Guru kurang mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Akibatnya aktivitas siswa terbatas hanya mendengarkan, mencatat, latihan soal, dan cenderung menuruti doktrin dari gurunya. Siswa dianggap sebagai objek pasif yang tidak memiliki dasar pengetahuan apa-apa atas materi yang disampaikan, sehinga materi dirasa asing bagi siswa. Siswa kurang dilibatkan secara maksimal dalam aktivitas pembelajaran, interaksi antara guru dan siswa cenderung pasif, akibatnya pembelajaran yang terjadi adalah transfer pengetahuan dari guru kepada siswanya. Berangkat dari masalah tersebut, penulis merasa perlu untuk mengatasi dan memecahkan permasalahan tersebut. Masalah tentang siswa dengan kemampuan beragamnya dan bagaimana meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa, penulis menduga salah satu solusinyanya adalah dengan menggunakan Differentiated teaching dalam pembelajaran matematika. Differentiated teaching (mendiferensiasikan pengajaran) adalah praktik mengadaptasikan pengajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa-siswa tertentu.
Berikut adalah ciri-ciri
Differentiated teaching: •
Perhatian yang cermat terhadap perbedaan-perbedaan siswa.
•
Memodifikasi isi (content), proses, dan produk pembelajaran berdasarkan kesiapan, minat, dan profil belajar siswa.
•
Kegiatan-kegiatan yang dibedakan dan meragamkan tugas-tugas yang disesuaikan dengan kemampuan dan minat siswa yang beragam.
•
Kegiatan dan tugas-tugas pembelajaran dibuat bervariasi dalam segi tingkat kesukaran untuk menantang siswa pada tingkat kesiapan yang berbeda.
•
Tugas dan pekerjaan siswa didiferensiasikan agar pas dengan kebutuhan dan kesiapan siswa-siswa tertentu.
•
Banyak perhatian pada mengajari individu-individu secara sendiri-sendiri atau dalam kelompok-kelompok belajar yang fleksibel (flexible grouping). “Peserta didik adalah manusia identitas insaninya sebagai subjek berkesadaran perlu dibela dan ditegakkan lewat sistem dan model pendidikan yang bersifat bebas dan egaliter. Hal ini hanya dapat dicapai lewat proses pendidikan bebas dan metode pembelajaran aksi dialogal. Karena itu, peserta didik harus diperlakukan dengan amat hati-hati. Teori kognitif konstruktivistik menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena
5
adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar, tetapi sekedar memudahkan belajar. Keaktifan siswa menjadi unsur amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil yang sejati.” 6 Siswa akan berkembang potensi belajarnya jika mereka larut dan menikmati aktivitas belajarnya. Dengan demikian, melibatkan siswa dalam aktivitas pembelajaran berdampak positif terhadap perkembangan potensi belajarnya. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk memecahkan permasalahan tersebut, sehingga penulis memberi judul dalam skripsi ini, yaitu: “MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI DIFFERENTIATED TEACHING”
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana cara mengajarkan matematika pada siswa yang memiliki kemampuan beragam?
2.
Rendahnya prestasi belajar siswa.
3.
Potensi belajar siswa yang belum terkembangkan secara maksimal.
4.
Keterlibatan siswa dalam aktivitas pembelajaran matematika sangat rendah.
5.
Apakah Differentiated teaching dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa? Dan seberapa besar peningkatannya? Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
meningkatkan aktivitas
belajar matematika siswa melalui Differentiated teaching. C. Pembatasan Fokus Penelitian Karena terlalu luasnya cakupan variabel Differentiated teaching dan aktivitas belajar matematika, maka penulis membatasi variabel-variabel yang akan diteliti agar tidak melebarnya permasalahan dan memberi arah yang jelas bagi penulis dalam menguraikan pembahasan selanjutnya. Adapun batasan-batasan tersebut adalah:
6
C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 5.
6
1.
Aktivitas belajar matematika adalah kegiatan pembelajaran matematika yang dilakukan siswa selama dalam proses pembelajaran matematika berlangsung.
2.
Differentiated teaching adalah mendiferensiasikan pengajaran dengan cara memodifikasi proses pembelajaran berdasarkan kesiapan/kemampuan belajar siswa. Strategi instruksional yang digunakan dalam Differentiated teaching ini adalah Cooperative learning. Cooperative learning dibatasi hanya pada konsep-konsep dasar Cooperative learning yaitu siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil sehingga antar anggota kelompok saling berdiskusi, berargumentasi, dan saling membantu.
D. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah utama yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah Differentiated teaching dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa dan seberapa besar peningkatannya, yang diuraikan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1.
Apakah Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa?
2.
Apakah Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Untuk menemukan solusi dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa dalam suatu kelas yang memiliki kemampuan beragam.
b.
Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dari berbagai tingkat kemampuan.
c.
Untuk mendapatkan jawaban secara empiris seberapa besar Differentiated teaching dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
7
d.
Untuk
mengembangkan
Differentiated
teaching
dalam
pembelajaran
matematika.
2.
Manfaat Penelitian
a.
Mengetahui implementasi Differentiated teaching dalam pembelajaran matematika.
b.
Membantu siswa dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika.
c.
Membantu siswa dalam memahami materi pelajaran matematika.
d.
Membantu siswa dalam memenuhi kebutuhan belajar dan memaksimalkan potensi belajarnya.
e.
Sebagai
alternatif
solusi
bagi
guru
dalam
meningkatkan
aktivitas
pembelajaran matematika siswa yang memiliki kemampuan beragam.
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN
A. Kajian Teori 1. Pengertian Differentiated teaching Dalam suatu kelas dimana siswa belajar disadari atau tidak setiap siswa memiliki karakteristik yang pastinya berbeda dengan siswa lainnya, dan sangatlah beragam. Dengan demikian latar belakang, minat, gaya belajar, inteligensi, dan kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran akan sangat beragam, mulai dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, atau pun rendah. Dengan melihat kenyataan seperti itu, guru dituntut mendesain pembelajaran yang memperhatikan keragaman-keragaman siswa, agar pembelajaran yang dihasilkan berhasil memenuhi kebutuhan potensi belajar siswa. Karena mengajar pada hakikatnya adalah mengajarkan bagaimana siswa belajar. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar seluruh siswa yang memiliki kemampuan beragam adalah Differentiated teaching atau mendiferensiasikan pengajaran. Istilah lain dari Differentiated teaching adalah Differentiated instruction atau Differentiated learning yang dicetuskan oleh Carol Ann Tomlinson. Carol Ann Tomlinson mengartikan Diferensiasi (Differentiated) adalah praktik mengadaptasikan pengajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa-siswa tertentu. 1 Pada buku lain, Carol Ann Tomlinson juga mengartikan Differentiated teaching adalah pengajaran atau kurikulum yang telah dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan siswa-siswa tertentu. 2 Tomlinson mengungkapkan: “Ways to Differentiated instruction: Three element of the curriculum can be differentiated: the content, the proses, and product.
1
Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku dua, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 110. 2 Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku satu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 60.
8
9
1.
Differentiating the Content The content refers to the knowledge and skill that students are to learn. 2. Differentiating the Proses The process is the performance task that enables students to practice and make sense of the content. Differentiating the process provides students with alternative paths to explore the concepts. Students may, for example, creat a graphic organizer to illustrate their comprehension of a particular concept. By modifying the complexity of the graphic organizer for certain students, the teacher can provide multiple levels of cognitive processing for those with varying abilities. 3. Differentiating the Product The product is the outcome of the lesson-an assessment or project.” 3 Penulis mengintisarikan dari pendapatnya Tomlinson tersebut bahwa: Dalam
Differentiated
instruction
terdapat
tiga
elemen
yang
dapat
didiferensiasikan yaitu isi (content), proses, dan produk. 1.
Diferensiasi isi (content) Isi (content) merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari siswa.
2.
Diferensiasi proses Proses merupakan tugas yang dapat memungkinkan siswa untuk berlatih dan memahami isi (content) materi. Dalam diferensiasi proses:
•
Menyediakan berbagai alternatif cara dalam mengeksplorasi konsep materi.
•
Mengilustrasikan konsep materi agar mudah dipahami.
•
Memodifikasi kompleksitas pengilustrasian dari berbagai tingkatan kognitif siswa.
3.
Diferensiasi produk Produk merupakan hasil dari suatu pelajaran, dapat berupa sebuah penilaian atau proyek. ASCD (Association of Supervision and Curriculum Development)
mengartikan Differentiated teaching sebagai suatu bentuk pengajaran yang berusaha memaksimalkan pertumbuhan belajar siswa dengan berusaha mengerti siswa itu sampai di tingkat mana kemampuan belajarnya, kemudian membantunya untuk lebih berkembang dan lebih maju. Dalam praktiknya, Differentiated 3
Basia Hall, Differentiated Instruction, http://www.pearsonschool.com/live/assets/200916/ MatMon092625HS2011Hall_20703_1.pdf [5 Oktober 2009]
10
teaching membedakan pengalaman-pengalaman belajar siswa sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Aktivitas belajar dan materi pembelajaran dibuat bervariasi dalam segi kesukaran untuk menantang siswa pada tingkat kesiapan yang berbeda. 4 Siswa akan belajar dengan enjoy jika siswa diberikan pengalaman/aktivitas belajar yang menantang dan tidak merasa tertekan. Menurut Ametembun dalam mendiferensiasikan pengajaran/pembelajaran menghendaki: • Mempelajari diferensi-diferensi (perbedaan-perbedaan) perserta didik dalam pemahaman, gaya-gaya pembelajaran, dan minat-minat. • Merencanakan pembelajaran yang sesuai guna meningkatkan pembelajaran yang berbeda-beda. • Menstruktur tugas-tugas untuk menganekaragamkan kompleksitas. 5 Di bagian lain, Ametembun memandang diferensiasi sebagai solusi atas permasalahan guru-guru yang mengajar siswa-siswa di sebuah kelas yang “mixedability” (kemampuan yang beragam) termasuk yang berbakat dan berabilitas. Dalam praktik diferensiasi, guru seyogyanya harus memberikan suatu varietas opsi-opsi pembelajaran. Guru dapat mendiferensiasikan kurikulum melalui content, proses, dan produk. Diferensiasi content artinya memberikan siswa-siswa bahan-bahan ajaran yang berbeda untuk dipelajari. Diferensiasi proses adalah memadatkan kurikulum, artinya membedah kurikulum ke dalam esensial-esensial, sehingga siswa-siswa berbakat dapat bergerak lebih cepat ke bahan yang lebih sesuai bakat. Diferensiasi produk terjadi bila guru memperbolehkan murid-murid mendemonstrasikan pembelajarannya melalui format-format asesmen yang diferen (berbeda). Dari pengertian-pengertian Differentiated teaching yang telah diuraikan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Differentiated teaching merupakan model pembelajaran yang memperhatikan keragaman karakteristik siswa. Dalam melaksanakan Differentiated teaching content (isi), proses, dan produk pembelajaran dibuat bervariasi sesuai dengan karakteristik siswa. Siswa yang
4
Martha Kaufeldt, Wahai Para Guru, Ubahlah Cara mengajarmu!, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), h. 2. 5 Ametembun, Memahami Diferensi-Diferensi dan Mendiferensiasikan Pembelajaran Peserta Didik, (Bandung: SURI, 2006), h. 82 dan h. 95.
11
memiliki kemampuan tinggi (gifted dan talented) diberikan pengalaman/aktivitas belajar yang menantang sesuai dengan kemampuannya, tujuannya adalah agar proses pembelajaran tidak membosankannya. Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah (disabilitas) diberikan pengalaman/aktivitas belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka, sehingga mereka dapat belajar tanpa merasa tertekan. Dengan strategi pembelajaran Differentiated teaching diharapkan siswa dapat belajar sesuai dengan potensinya, sehingga potensi belajar siswa termaksimalkan dengan baik.
2. Latar belakang Differentiated teaching Sebelum dilakukannya Differentiated teaching dalam pembelajaran, guru semestinya memperhatikan latar belakang yang menyebabkan dilakukannya Differentiated teaching dalam pembelajaran. Diantara latar belakang tersebut adalah: a.
Kemampuan dan inteligensi siswa Secara tidak langsung seorang guru mampu memahami perbedaan
kemampuan siswa dalam belajar di kelasnya. Tentunya terdapat siswa dengan kemampuan belajar tinggi, sedang, atau pun rendah. Namun,
secara ilmiah
terdapat instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam belajar. Salah satu instrumen tersebut adalah dengan tes IQ (Intelligence Quotient). Hasil yang diperoleh dari tes IQ adalah skor IQ yang menggambarkan perbandingan antara umur mental terhadap umur kronologis siswa dikalikan 100. Semakin tinggi skor IQ siswa semakin tinggi pula kemampuan belajarnya. Selain IQ yang dikonsepkan oleh Woolfolk, Howard Gardner juga mengidentifikasi adanya delapan inteligensi yang dimiliki oleh setiap individu manusia, yakni: logical-mathematical, lingusitic, musical, spatial, bodilykinesthetic, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Setiap individu memiliki kekuatan inteligensi yang berbeda dengan individu-individu lainnya. Dengan memperhatikan keragaman siswa dalam kemampuan belajarnya, semestinya guru melakukan pembelajaran yang mengakomodasi inteligensi siswa.
12
b.
Perbedaan dalam gaya kognitif dan gaya belajar Hal lain yang perlu diperhatikan guru adalah keragaman gaya kognitif dan
gaya belajar siswa. Gaya kognitif didasarkan pada perbedaan tiap individu dalam mempersepsi dan memproses informasi. Sebagian siswa bersifat field dependent, karakteristiknya adalah mempersepsi situasi secara keseluruhan dan bukan sebagian-sebagian, people-oriented (hubungan sosial lebih penting bagi mereka, dan dapat bekerja dengan baik dalam kelompok), lebih senang mengerjakan tugastugas jangka panjang dan berbasis masalah. Sebagian siswa yang lain bersifat field independent, karakteristiknya adalah mereka cenderung melihat bagianbagian terpisah dari keseluruhan dan bukan keseluruhan itu sendiri, memiliki kemampuan analitik yang kuat dan lebih banyak memantau pemrosesan informasi dari pada hubungan mereka dengan orang lain, senang bekerja sendirian. Gaya belajar dibedakan atas gaya belajar in-context, artinya siswa memperoleh keterampilan dan pengetahuan pada titik yang keterampilan dan pengetahuan itu dibutuhkan dalam situasi kehidupan nyata. Misalnya siswa belajar mengalikan bilangan bulat, manfaat dalam kehidupan nyatanya adalah untuk menggandakan jumlah barang. Gaya belajar out-of-context, artinya bahwa pembelajaran itu tidak ada hubungannya dengan kebutuhan nyata dan segera/langsung. Misalnya ketika matematika dipecah menjadi algoritmaalgoritma yang diskrit, masing-masing diajarkan secara terpisah sebelum diterapkan pada masalah-masalah nyata/riil. c.
Preferensi/pilihan belajar Siswa berbeda dalam hal preferensi lingkungan dan modalitas belajar.
Preferensi lingkungan belajar meliputi suara, cahaya, pola pengaturan tempat duduk, banyaknya dukungan emosional yang dibutuhkan, dan derajat struktur dan interaksi sebaya. Siswa juga memiliki preferensi dalam hal modalitas belajar, sebagian siswa dalam mendapatkan informasi lebih berorientasi visual, sebagian lain cenderung audio. d.
Keluarbiasaan Keluarbiasaan merupakan penyebab dominan yang melatarbelakangai
diberlakukannya Differentiated teaching. Keluarbiasaan terdiri dari disabilitas atau berkebutuhan khusus dalam belajar, gifted (cerdas), dan talented (berbakat).
13
Siswa yang memiliki disabilitas memiliki karakteristik: (a)
Fungsi mental dan kemampuan kognitif yang secara signifikan berada di bawah rata-rata.
(b)
Disfungsi dalam memproses informasi, intelegensi rata-rata, mengalami masalah dalam belajar membaca, menulis, dan berhitung.
(c)
Kesulitan dibidang sosial, dan emosional; mengalami masalah dibidang sosial. Sedangkan siswa yang gifted dan talented memiliki karakteristik:
(d)
Inteligensi umum di atas rata-rata, dapat menangkap konsep-konsep yang kompleks abstrak secara mudah.
(e)
Memiliki informasi dan keterampilan dalam subjek akademik tertentu yang jauh lebih tinggi dibanding teman sebayanya.
(f)
Memiliki pemikiran yang produktif dan kreatif.
(g)
Memiliki kemampuan dalam memimpin.
3. Perbandingan antara pembelajaran di kelas tradisional/konvensional dengan pembelajaran di kelas Differentiated teaching Di kelas tradisional/konvensional guru mengajarkan materi pelajaran yang sama dengan cara yang sama dan untuk semua siswa. Tetapi di kelas Differentiated teaching guru memulai pembelajaran berdasarkan minat, kebutuhan, dan kesiapan siswa (di mana posisi siswa). Kemudian guru menggunakan banyak model mengajar dan penataan instruksional untuk memastikan bahwa setiap siswa meraih potensinya. Menurut Carol Ann Tomlinson dalam Richard I. Arends 6 terdapat beberapa perbandingan antara pembelajaran di kelas tradisional/konvensional dengan pembelajaran di kelas Differentiated teaching. Berikut adalah tabel perbandingan antara pembelajaran di kelas konvensional/tradisional dengan pembelajaran di kelas Differentiated teaching.
6
Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku dua, ...,
h. 123.
14
Tabel 1 Perbandingan Antara Pembelajaran di Kelas Tradisional/Konvensional Dengan Pembelajaran di Kelas Differentiated Teaching No Kelas tradisional 1 Perbedaan siswa ditutupi. 2
3 4
5 6 7 8 9 10
11
12
13
Kelas Differentiated teaching Perbedaan siswa dikaji sebagai dasar untuk merencanakan. Asesmen paling sering Asesmen dilakukan terus menerus dan dilaksanakan pada akhir episode bersifat diagnostik. pembelajaran. Pengertian yang sempit tentang Fokus pada multiple inteligensi-lah inteligensilah yang berlaku. yang tampak menonjol. Ada definisi tunggal tentang Keunggulan didefinisikan dalam keunggulan. ukuran luas berdasarkan pertumbuhan individu mulai dari sebuah titik awal. Minat siswa jarang diperhatikan. Siswa didorong untuk membuat pilihan-pilihan belajar berbasis minat. Pengajaran seluruh kelas Digunakan banyak penataan mendominasi. instruksional. Cakupan teks dan kurikulum Kesiapan, minat, dan profil belajar memandu pengajaran. siswa menentukan bentuk pengajaran. Norma yang berlaku adalah Tugas-tugas multi-opsi (multitugas) tugas-tugas dengan opsi tunggal. sering digunakan. Waktu relatif tidak fleksibel. Waktu digunakan secara fleksibel sesuai kebutuhan siswa. Disebagian waktu, guru Guru memfasilitasi keterampilan siswa mengarahkan perilaku siswa. agar dapat menjadi pelajar-pelajar yang otonom/mandiri. Guru mengatasi sebagian besar Siswa membantu guru dan siswamasalah. siswa lain dalam mengatasi berbagai masalah. Guru menyediakan standar Siswa bekerja bersama dengan guru pemberian nilai yang berlaku dalam menetapkan tujuan belajar untuk seluruh kelas. seluruh kelas maupun individual. Yang digunakan adalah sebuah Siswa diases/dinilai dengan banyak bentuk asesmen tunggal. cara.
4. Melaksanakan Differentiated teaching Guru
profesional
mempertimbangkan:
Apa
sebelum yang
melaksanakan akan
sebuah
diajarkannya?
pengajarannya,
Bagaimana
cara
mengajarkannya? Siapa yang akan diajarinya? Pertanyan-pertanyaan tersebut menjadi dasar dalam melaksanakan Differentiated teaching. Melaksanakan
Differentiated
teaching
guru
memulainya
dengan
memfokuskan pada hal-hal yang esensial ketika memutuskan apa yang akan
15
diajarkan (memfokuskan pada standar kompetensi dan tujuan pembelajaran), selanjutnya guru memodifikasi apa yang akan diajarkan, dan menggunakan berbagai model pembelajaran dan strategi instruksional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan para siswa. Sebelum melaksanakan Differentiated teaching, guru harus memperhatikan elemen-elemen penting yang terdapat dalam Differentiated teaching. Carol Ann Tomlinson mengidentifikasi beberapa elemen penting dalam Differentiated teaching. Elemen-elemen tersebut adalah: a.
Guru memfokuskan pada hal-hal yang esensial
Guru memfokuskan pada pemahaman dan keterampilan-keterampilan pokok, daripada mencakup banyak materi tetapi hanya sekilas dan sambil lalu. Hal ini bahwa pembelajaran harus sesuai dengan standar kompetensi dan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. b.
Guru memperhatikan perbedaan-perbedaan siswa
Siswa datang ke sekolah dengan kesiapan, minat, kebutuhan yang beragam. Guru senantiasa menyadari keberagaman tersebut dan membantu setiap siswa untuk belajar sesuai potensinya. c.
Guru melihat asesmen dan pengajaran sebagai hal yang tak dapat dipisahkan, siswa dianalisis dengan banyak cara
Agar diferensiasi efektif, asesmen harus menjadi bagian integral dalam pembelajaran. Asesmen memberikan informasi dari hari ke hari tentang apa yang sudah dipelajari oleh siswa, dan kapan beralih ke materi dan ketarampilan baru. d.
Guru berusaha menemukan cara bagi seluruh siswa untuk berpartisipasi dalam pekerjaan yang terhormat
Agar siswa dapat memenuhi tujuan-tujuan pembelajaran yang esensial, guru harus mendiferensiasikan tugas dan pekerjaan siswa sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan siswa. Tujuannya adalah agar siswa merasa tertantang dalam mengerjakan pekerjaannya. e.
Guru dan siswa berkolaborasi dalam pembelajaran
Differentiated teaching merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Oleh karena itu, siswa harus dilibatkan secara maksimal dalam proses pembelajaran.
16
f.
Guru menyeimbangkan antara norma-norma kelompok dan individual
g.
Guru dan siswa bekerja bersama-sama secara fleksibel
h.
Guru memodifikasi isi, proses, dan produk
Guru dapat memodifikasi isi, proses, dan produk berdasarkan kesiapan siswa untuk belajar, minat, dan profil belajar siswa. Isi (content) terdiri atas kemampuan dan keterampilan-keterampilan esensial yang dinginkan oleh guru untuk dipelajari siswa. Proses mendeskripsikan strategi dan kegiatan yang digunakan untuk menuntaskan pembelajaran. Produk merupakan asesmen atau artefak yang dihasilkan siswa untuk mendemonstrasikan hasil pembelajarannya. Kesiapan siswa untuk belajar terdiri atas tingkat pemahaman tentang content materi dan kesiapan siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Minat (interest) timbul dari rasa ingin tahu pada topik materi yang akan dipelajari. Profil belajar mengacu pada multiple intelligences, maupun gaya belajar siswa. Guru dapat memodifikasi pengajarannya pada salah satu atau lebih dari satu elemen kurikulum (isi, proses, dan produk) atau karaktersitik siswa (kesiapan, minat, dan profil belajar siswa). 7
5. Strategi-strategi
instruksional
dalam
melaksanakan
Differentiated
teaching Terdapat berbagai strategi-strategi instruksional dalam melaksanakan Differentiated teaching, diantaranya adalah sebagai berikut: a.
Differentiated teaching yang didasarkan atas multiple-intelligences Penerapan teori multiple-inteligences menjadi dasar dalam Differentiated
teaching. Hal ini dapat membantu dalam mengembangkan kemampuan siswa. Juga membantu guru dalam mempersonalisasikan pendidikan dengan mengenali berbagai macam perbedaan siswa. Menurut Richard I. Arends terdapat strategi instruksional dalam pembelajaran Differentiated teaching atas dasar multiple-
7
Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku dua, ...,
h. 124.
17
intelligences. 8 Berikut adalah tabel strategi instruksional dalam pembelajaran Differentiated teaching atas dasar multiple-intelligences. Tabel 2 Strategi Instruksional Dalam Pembelajaran Differentiated Teaching Atas Dasar Multiple-Intelligences Intelligensi Strategi instruksional Logis-matematis • Memainkan permainan logika. • Memilih situasi-situasi yang menginspirasi siswa untuk memikirkan tentang dan mengkonstruksikan pemahaman tentang angka-angka. • Membawa siswa ke laboratorium komputer, museum sains, dan pameran elektronik. • Mengerjakan kegiatan-kegiatan matematika bersama siswa. Linguistik • Membacakan untuk siswa dan meminta siswa membacakan untuk anda. • Mendiskusikan pengarang-pengarang buku dengan anakanak. • Mengajak siswa ke perpustakaan dan toko buku. • Meminta siswa untuk membuat catatan harian. Musikal • Menyediakan tape recorder bagi siswa. • Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memainkan alat musik. • Menciptakan peluang kepada siswa untuk menggubah musik. • Mengajak siswa ke konser musik. Spasial • Memiliki bahan-bahan kreatif untuk digunakan siswa. • Memerintahkan siswa untuk melacak maze dan membuat grafik. • Mengajak siswa ke museum seni. • Memerintahkan siswa untuk memvisualisasikan tempat mereka berada, menggambar peta berdasarkan pengalamannya. Bodily• Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan kinesthetic kegaitan fisik. • Memberikan area tempat siswa dapat bermain. • Mengajak siswa ke even olahraga atau pertunjukkan balet. • Mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan menari. Interpersonal • Mendorong siswa untuk bekerja berkelompok. • Membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi. 8
Richard I. Arends, Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi ke-7 buku dua, ...,
h. 126.
18
Intrapersonal
Naturalis
b.
• Menyediakan permainan-permainan kelompok untuk dimainkan siswa. • Mendorong siswa untuk memiliki hobi dan minat. • Mendorong siswa untuk menggunakan imajinasinya. • Menyimak perasaan siswa dan memberikan umpan balik sensitif kepada siswa. • Memerintahkan siswa untuk membuat catatan hadiah dan buku tempel untuk menyimpan berbagai ide dan pengalaman. • Mengajak siswa ke museum sains. • Membangun pusat belajar alam di kelas. • Melibatkan siswa dalam kegiatan alam outdoor. • Memerintahkan siswa untuk membuat koleksi flora dan fauna.
Diferensiasi kurikulum Differentiated teaching dapat berjalan efektif jika materi kurikulumnya
didiferensiasikan. Maksudnya, siswa dengan tingkat kemampuan, minat, dan kesiapan belajar yang berbeda materi pelajarannyapun harus dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini dapat berarti memadatkan materi kurikulum bagi sebagian siswa dan memperluas materi kurikulum bagi sebagian siswa lainnya. c.
Memadatkan kurikulum dan pengajaran Guru dapat memadatkan kurikulum bagi siswa yang mempunyai tingkat
pemahaman yang baik tentang pengetahuan dan kemampuan terkait dengan pelajaran tersebut. Hal ini berarti mereview isi pelajaran tersebut dengan cepat kemudian memberikan kesempatan kepada sebagian siswa untuk melanjutkan ke ide, konsep, dan kemampuan yang lebih tinggi dan lebih komplek lagi. d.
Tiered activities Dalam melaksanakan Differentiated teaching, guru dapat menggunakan
Tiered activities (kegiatan yang dibuat bertingkat-tingkat), tujuannya agar seluruh siswa dapat memfokuskan pada pemahaman dan kemampuan yang sama tetapi dengan tingkat abstraksi dan kompleksitas yang berbeda-beda. Dalam Tiered activities penting bagi guru untuk menaikkan tantangan bagi siswa yang memiliki pengetahuan atau kemampuan khusus di bidang-bidang tertentu.
19
e.
Problem-Based learning Problem-Based
learning
menjadikan
siswa
berperan
aktif
dalam
menginvestigasi masalah yang membingungkan mereka, serta masalah-masalah yang tidak jelas penyelesaiannya. Dengan menerapkan Problem-Based learning dalam pembelajaran siswa dapat menyelidiki permasalahan tersebut dan menentukan
solusinya
dengan
banyak
cara.
Problem-Based
learning
memungkinkan siswa kratif dalam memecahkan masalah dengan kemampuan dan bakatnya masing-masing, mengidentifikasi berbagai masalah, maupun merancang proyek yang dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. f.
Cooperative learning Cooperative learning merupakan salah satu strategi penting dalam
Differentiated teaching. Dalam Cooperative learning siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian guru menyediakan tugas-tugas terdiferensi di berbagai kelompok. Kelompok yang tersusun dari berbagai tingkat kemampuan, memungkinkan siswa saling bekerja sama, menggunakan kemampuan belajar siswa yang bervariasi, dan saling memberikan kontribusi kepada kelompok lain secara keseluruhan sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing. “Cooperative learning sangat diperlukan dalam kelas heterogen dengan berbagai tingkat kemampuan.” 9 Pembelajaran Cooperative learning menuntut siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga antar anggota kelompok saling berdiskusi, berargumentasi, dan saling membantu. Tujuannya adalah untuk mengasah kemampuan yang telah dikuasai siswa dan meminimalisir kesenjangan kemampuan diantara anggota kelompoknya.
6. Mengimplementasikan
lingkungan
belajar
yang
kondusif
untuk
Differentiated teaching Salah satu praktik untuk mendiferensiasikan pengajaran adalah penggunaan flexible grouping (pengelompokkan fleksibel). Flexible grouping adalah praktik menempatkan siswa di kelompok-kelompok yang lebih kecil untuk subjek-subjek
9
Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2008), h. 5.
20
tertentu tetapi tetap berada dalam kelas yang sama. Flexible grouping disusun dari berbagai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, maupun rendah. Di
kelas
Differentiated
teaching
guru
menggunakan
beragam
strategi
instruksional dalam pembelajaran, menyesuaikan manajemen kelas, serta menilai dan mengevaluasi pekerjaan siswa. a.
Manajemen kelas Di kelas yang terdiferensiasi penting bagi guru dalam mengelola kelas,
tujuannya adalah untuk menjaga agar pembelajaran berlangsung efektif, dan untuk menangani kegiatan yang tidak diharapkan selama pembelajaran dengan cepat dan tepat. Berikut ini diuraikan pengelolaan/manajemen kelas yang terdiferensiasi: 1.
Mengelola lingkungan multitugas Di kelas yang terdiferensiasi, tugas belajar multitugas akan berjalan secara
simultan. Beberapa kelompok siswa mungkin mengerjakannya di kelas, sementara kelompok lain di perpustakaan, atau menggunakan internet. Siswa mungkin bekerja sendiri, berpasangan, atau dalam kelompok kecil dengan tugas-tugas belajar yang disesuaikan dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan mereka. Agar lingkungan multitugas bekerja, siswa harus diajari cara bekerja secara mandiri dan bekerja bersama orang lain. Siswa harus paham bahwa mereka perlu bertanggung jawab atas pembelajaran sendiri tanpa pengawasan dari guru, dan guru selalu mengharapkan hasil kerja yang berkualitas dari mereka. 2.
Menyesuaikan tingkat penyelesaian yang berbeda Siswa yang mengerjakan berbagai kegiatan pembelajaran kemungkinan
besar akan selesai pada waktu yang berbeda. Sebagian siswa mungkin selesai lebih awal, yang lain mungkin tertinggal dari teman-temannya. Aturan khusus perlu dilakukan dalam menghadapi siswa yang selesai lebih awal dan memiliki kelebihan waktu. Hal ini termasuk kegiatan-kegiatan seperti menyediakan bahanbahan belajar khusus, permainan edukatif yang dapat mereka kerjakan sendiri, mengerjakan tugas/proyek yang lain, atau membantu teman-temannya yang memiliki kesulitan. Siswa yang selesai lebih lambat, guru dapat menyediakan waktu lebih banyak, hal ini berakibat semakin banyaknya waktu bagi yang telah selesai lebih
21
awal. Sebagai alternatifnya, guru memberikan waktu tambahan saat pulang sekolah atau diakhir pekan. Kunci dari semua ini adalah bagaimana merancang tugas dan kegiatan belajar yang dapat memberikan tantangan dengan tingkat yang sesuai masing-masing siswa. 3.
Memantau pekerjaan siswa dan mengelola sumber daya Berbeda dengan metode pembelajaran lain yang semua siswanya
mengerjakan tugas yang sama diwaktu yang sama, di kelas Differentiated teaching menghasilkan banyak tugas, banyak produk, dan seringkali waktu penyelesaiannya beragam. Akibatnya, teknik-teknik yang efektif dibutuhkan untuk memantau dan mengelola pekerjaan siswa. Tiga tugas manajerial penting agar akuntabilitas siswa dapat terjaga dan guru dapat mempertahankan momentum di semua proses pengajaran adalah: (1) persyaratan tugas untuk semua siswa harus diterangkan dengan jelas, (2) pekerjaan siswa harus dipantau dan umpan balik diberikan atas kemajuan pekerjaan, dan (3) catatan yang seksama harus dibuat. Guru dapat mengelola ketiga tugas ini melalui penggunaan student project form, task cards, dan filling system khusus yang dibuat oleh siswa sendiri. b.
Menilai dan mengevaluasi pekerjaan siswa Penilaian dirancang untuk memberikan informasi diagnostik, hal ini penting
bagi guru dalam mengetahui kesiapan siswa dan informasi tentang cara memodifikasi isi dan cara memilih model dan strategi instruksional tertentu. Berbagai bentuk penilaian digunakan untuk memastikan bahwa seluruh aspek belajar siswa dinilai. Dalam kelas Differentiated teaching, siswa diberi pekerjaan dan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya, dalam situasi ini guru tertarik dengan pertumbuhan siswa-siswa tertentu dan bukan perbandingan-perbandingan normatif. Berdasarkan teori-teori dan pembatasan masalah Differentiated teaching maka peneliti menentukan langkah-langkah operasional dalam melaksanakan penelitian ini, yakni: a.
Strategi
instruksional
yang
digunakan
dalam model
pembelajaran
Differentiated teaching adalah Cooperative Learning yang dibatasi hanya pada konsep-konsep dasar Cooperative Learning yaitu siswa bekerja dalam
22
kelompok-kelompok kecil sehingga antar anggota kelompok saling berdiskusi, berargumentasi, dan saling membantu. Berdasarkan tinjauan ini maka kegiatan operasional ini adalah peneliti mengelompokkan subjek penelitian ke dalam beberapa kelompok heterogen. b.
Penelitian ini membatasi Differentiated teaching hanya pada diferensiasi proses, yakni tugas yang dapat memungkinkan siswa untuk berlatih dalam memahami isi (content) materi. Kegiatan operasional diferensiasi proses adalah penyediaan berbagai alternatif cara dalam mengeksplorasi konsep materi, pengilustrasian konsep materi agar mudah dipahami, modifikasi kompleksitas pengilustrasian dari berbagai tingkatan kemampuan kognitif siswa.
c.
Kegiatan dan tugas-tugas pembelajaran dibuat bervariasi dalam segi tingkat kesukaran untuk menantang siswa pada tingkatan kesiapan yang berbeda. Bentuk operasional kegiatan ini adalah peneliti menyediakan lembar tantangan untuk menantang siswa memecahkannya, dan hal-hal minimal yang harus dikuasi siswa.
7. Aktivitas belajar Ahamad Rohani mengungkapkan bahwa belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran. 10 Aktivitas belajar yang dimaksudkan dalam bahasan ini adalah segala kegiatan siswa selama berada di dalam kelas dalam proses pembelajaran. Diedrich menyimpulkan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1.
Visual activities, meliputi aktivitas: membaca, memperhatikan: gambar, demonstrasi, percobaan.
10
Ahamad Rohani HM, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 6.
23
2.
Oral activities, meliputi aktivitas: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi.
3.
Listening activities, meliputi aktivitas: mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4.
Writing activities, meliputi aktivitas: menulis: cerita, karangan, laporan, tes angket, menyalin.
5.
Drawing activities, meliputi aktivitas: menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola.
6.
Motor activities, meliputi aktivitas: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain.
7.
Mental activities, meliputi aktivitas: menganggap, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, mengambil keputusan.
8.
Emotional activities, meliputi aktivitas: menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup. 11 Belajar adalah suatu proses dimana siswa harus aktif dalam pembelajaran,
dengan demikian peran guru hanyalah sebagai fasilitator, merangsang keaktifan siswa dalam belajar dengan cara menyajikan bahan pelajaran, sedangkan yang mengolah dan mencerna adalah siswa itu sendiri sesuai dengan minat, kemampuan, bakat, dan latar belakang masing-masing siswa. Dalam membangkitkan keaktifan siswa dalam belajar, guru perlu: 1.
Mengajukan pertanyaan dan membimbing diskusi siswa.
2.
Memberikan
tugas-tugas
untuk
memecahkan
masalah-masalah,
menganalisis, mengambil keputusan. 3.
Menyelenggarakan berbagai percobaan dalam menyimpulkan keterangan, memberikan pendapat.
Indikator tercapainya aktivitas belajar siswa selama pembelajaran adalah: 1.
Pada kegiatan awal pembelajaran, indikatornya adalah meningkatnya respons siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan apersepsi yang diajukan guru pada siswa diawal pembelajaran, terpusatnya perhatian siswa
11
Ahamad Rohani HM, Pengelolaan Pengajaran,..., h. 9.
24
kepada pelajaran, siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran. 2.
Pada kegiatan inti pembelajaran, indikatornya adalah meningkatnya aktivitas siswa dalam menjawab, merespons, menanggapi pertanyaanpertanyaan guru, aktif mengerjakan tugas/latihan yang diberikan guru baik dalam bentuk inquiry, problem solving, dan mengulang membaca pelajaran, konsentrasi dan penuh perhatian dalam mengikuti penyampaian materi pelajaran, rajin mencatat pelajaran yang diberikan guru.
3.
Pada kegiatan akhir pembelajaran, indikatornya adalah siswa secara aktif membuat rumusan/kesimpulan pelajaran bersama-sama dengan guru, dan mencatatnya dengan bahasa sendiri. Nurdin
membedakan
aktivitas
belajar
siswa
berdasarkan
atas
kemampuannya, yaitu siswa dengan kemampuan tinggi dan kemampuan rendah. Indikator aktivitas belajar siswa dengan kemampuan tinggi ditandai dengan: (1) Aktif dalam mencari bahan/materi pelajaran dari sumber lain yang relevan. (2) Berkembangnya cara belajar self learning ke arah diskusi dan tanya jawab dan pembahasan soal latihan/tugas. (3)
Bebas dan tidak terikatnya siswa dalam
memilih cara belajar yang mereka sukai, misalnya siswa belajar sambil lesehan di karpet. Sedangkan pada kelompok rendah, aktivitas belajar ditandai dengan munculnya rasa senang dan gembira dalam belajar. Indikatornya adalah: (1) Meningkatnya frekuensi keterlibatan siswa dalam merespons tanya jawab yang dikembangkan guru karena sudah memiliki rasa percaya diri. (2) Keseriusan dan kesungguhan dalam mengerjakan latihan/tugas yang diberikan. (3) Tidak canggung lagi untuk ikut bergabung dengan kelompok siswa dengan kemampuan tinggi dalam proses tanya jawab dan diskusi yang dikembangkan guru dalam pembelajaran. 12 Berdasarkan teori aktivitas belajar penulis menyimpulkan indikator aktivitas belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities, mental activities, dan emotional activities.
12
Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 182–186.
25
B. Hasil Penelitian yang Relevan 1.
Menurut penelitian Johnsen dengan judul “Adapting instruction with heterogenous groups. Gifted Child today” tahun 2003
menyimpulkan
bahwa penggunaan teknik differentiated dalam pembelajaran dapat merangsang minat siswa. 13 2.
Menurut penelitian McAdamis dengan judul “Teachers tailor their instruction to meet a variety of student needs” tahun 2001 menyimpulkan bahwa dengan differentiated instruction siswa lebih termotivasi dan lebih antusias dalam belajar. 14
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
2.
Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
13
Pearl Subban, A Research Basis Supporting http://www.aare.edu.au/06pap/sub06080.pdf [13 Oktober 2009]. 14 Pearl Subban, A Research Basis Supporting http://www.aare.edu.au/06pap/sub06080.pdf [13 Oktober 2009].
Differentiated
Instruction,
Differentiated
Instruction,
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta yang beralamat di Komplek dosen UIN Jakarta Jl. Ibnu Taimia IV Ciputat Tangerang kelas XA tahun pelajaran 2009/2010.
B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. 1 PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Istilah kelas dalam PTK mengandung makna sekelompok peserta didik yang sedang belajar. Tujuan PTK adalah untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, mengatasi masalah pembelajaran, meningkatkan profesionalisme, dan menumbuhkan budaya akademik. 2 Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari rangkaian beberapa siklus yang berulang. “Siklus adalah satu putaran kegiatan yang beruntun yang kembali ke langkah semula.” 3 Setiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan/observasi (observation), dan refleksi (reflection). Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai berdasarkan indikator keberhasilan kerja. Keempat tahapan dari suatu siklus dalam sebuah PTK digambarkan dalam sebuah gambar berikut:
1
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research – CAR), dalam Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 3. 2 Suhardjono, Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi Guru, dalam Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 61. 3 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, ..., h. 20.
26
27
Perencanaan Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan Siklus selanjutnya
Gambar 1: Siklus Dalam PTK (Sumber: Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 16) Pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus I yang terdiri dari empat tahap kegiatan. Berikut deskripsi dari empat tahap kegiatan tersebut: a.
Perencanaan (planning) Setelah mengamati kondisi real pembelajaran yang terjadi di kelas, kemudian
peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang terjadi. Selanjutnya peneliti merencanakan tindakan apa yang akan dikenakan terhadap subjek penelitian. Pada tahap perencanaan, meliputi kegiatan: 1.
Mengembangkan perangkat pembelajaran, merancang skenario pembelajaran, merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
2.
Merancang instrumen penelitian.
b.
Pelaksanaan tindakan (action) Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan penelitian
sesuai dengan skenario yang telah direncanakan dalam RPP.
28
c.
Pengamatan/observasi (observation) Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap
ini peneliti bekerja sama dengan guru kolaborator. Guru kolaborator melakukan pengamatan dan mendokumentasikan semua proses yang terjadi dalam tindakan pembelajaran, baik kelemahan metode pembelajarannya, ketidaksesuaian antara tindakan dengan skenario pembelajaran, maupun respon subjek penelitian yang berbeda dengan yang diharapkan. Selain itu guru kolaborator memberikan penilaian terhadap instrumen penelitian (aktivitas belajar matematika). d.
Refleksi (reflection) Peneliti beserta guru kolaborator mengevaluasi tindakan penelitian yang telah
dilakukan, baik itu kelemahan metode pembelajaran, ketidaksesuaian antara tindakan dengan skenario pembelajaran, maupun respon subjek penelitian yang berbeda dengan yang diharapkan. Hasil yang diperoleh dalam siklus ini dibandingkan dengan indikator keberhasilan kinerja, apakah sudah mencapai keberhasilan kinerja yang diharapkan atau belum, jika belum hasil evaluasi ini menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan hal apa saja yang perlu diperbaiki dalam tindakan siklus selanjutnya.
C. Indikator keberhasilan kinerja Terdapat dua indikator keberhasilan kinerja dalam penelitian tindakan ini, yaitu: (1) Persentase aktivitas belajar matematika siswa selama satu siklus mencapai
75%, yang diperoleh dari rata-rata skor aktivitas dalam instrumen
aktivitas belajar matematika siswa. Peneliti mengembangkan kategori-kategori aktivitas belajar matematika siswa sebagai ukuran dalam menggambarkan bagaimana aktivitas belajar matematika siswa yang dicapai. Kategori-kategori tersebut tercantum dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3 Kategori Aktivitas Belajar Siswa Kategori Kurang aktif Cukup aktif Aktif Sangat aktif
Deskripsi Persentase aktivitas belajar siswa mencapai ≤ 60%. Persentase aktivitas belajar siswa mencapai 60% – 74%. Persentase aktivitas belajar siswa mencapai 75% – 99%. Persentase aktivitas belajar siswa mencapai 100%.
29
Indikator keberhasilan kinerja aktivitas belajar matematika siswa yang ditetapkan yakni sebesar
75%. Hal ini jika dibandingkan dengan tabel kategori aktivitas
belajar maka berada pada rentang batas bawah kategori aktif. Panduan penyelenggaraan pembelajaran tuntas (Mastery Learning) Depdiknas menyatakan bahwa skor batas pencapaian ketuntasan belajar (Mastery Learning) adalah 75%. 4 (2) Hasil belajar matematika siswa berupa nilai tes formatif akhir siklus menunjukkan
60% siswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh MA Pembangunan UIN Jakarta yakni 6,5. Jika kedua indikator kinerja tersebut terpenuhi maka penelitian tindakan ini berhasil dan tindakan penelitian dihentikan. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua indikator keberhasilan kinerja belum terpenuhi, maka tindakan penelitian ini harus dilanjutkan ke siklus berikutnya, dan disertai dengan adanya perbaikan-perbaikan yang menjadi kekurangan dari siklus sebelumnya.
D. Subjek/Partisipan yang terlibat dalam Penelitian Partisipan dalam penelitian tindakan ini adalah siswa-siswi kelas XA Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2009/2010, dengan jumlah siswa putra 20 orang dan putri 15 orang sebagai subjek penelitian, dua orang guru kolaborator, dan peneliti.
E. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pelaksana tindakan penelitian dan pewawancara terhadap subjek penelitian. Peneliti bekerja sama dengan dua orang guru kolaborator, guru kolaborator pertama bertugas: (a) Mengamati aktivitas belajar matematika siswa dan menulisnya dalam instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, serta memberikan skor pada instrumen aktivitas belajar matematika siswa. (b) Mengamati pelaksanaan tindakan penelitian dan menuangkannya dalam lembar catatan evaluasi tindakan 4
Akhmad Sudrajat, Pembelajaran Tuntas (Mastery learning) dalam KTSP, http://akhmad sudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/ [13 Oktober 2009].
30
penelitian. (c) Bersama peneliti mengevaluasi tindakan penelitian yang telah dilakukan pada suatu siklus tertentu dalam tahap refleksi. Sedangkan guru kolaborator kedua bertugas mendokumentasikan aktivitas pembelajaran dalam bentuk foto-foto selama penelitian berlangsung.
F. Tahapan Intervensi Tindakan Penelitian ini diawali dengan mengamati kondisi real pembelajaran yang terjadi di kelas, mencari akar masalahnya, kemudian peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang terjadi. Setelah itu, peneliti merencanakan tindakan apa yang akan dikenakan terhadap subjek penelitian tindakan. Hasil perencanaan ini akan dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan tindakan pada siklus I. Setelah semua rangkaian tahapan siklus I dilalui, hasilnya dianalisis dan dibandingkan dengan indikator keberhasilan kinerja. Jika hasil siklus I sudah memenuhi indikator kinerja, maka untuk lebih meyakinkan lagi peneliti akan mengulangi pelaksanaan tindakan siklus I dalam siklus II. Sebaliknya, jika hasil siklus I belum memenuhi indikator kinerja, maka penelitian tindakan dilanjutkan dengan siklus II. Jika hasil siklus II sudah memenuhi indikator kinerja, maka penelitian tindakan ini dihentikan. Sebaliknya, jika hasil siklus II belum memenuhi indikator kinerja, maka penelitian tindakan dilanjutkan dengan siklus III dan seterusnya hingga memenuhi indikator keberhasilan kinerja. G. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dari penelitian ini adalah meningkatnya aktivitas belajar matematika siswa dan hasil belajar matematika siswa sesuai dengan indikator keberhasilan kinerja. H. Data dan Sumber Data Data yang dihasilkan dalam penelitian ini terdiri dari: 1.
Data kuantitatif, data ini berbentuk:
a.
Nilai tes formatif akhir siklus.
b.
Persentase aktivitas belajar matematika siswa pada siklus tertentu.
2.
Data kualitatif, data ini berbentuk:
a.
Catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa.
31
b.
Catatan evaluasi tindakan penelitian.
c.
Catatan tindakan penelitian.
d.
Hasil wawancara terhadap subjek penelitian.
e.
Foto-foto dokumentasi aktivitas belajar matematika siswa yang diambil saat pelaksanaan tindakan berlangsung. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari seluruh siswa kelas XA
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2009/2010 sebagai subjek penelitian, guru kolaborator, dan peneliti.
I.
Instrumen-instrumen Penelitian
Instrumen-instrumen dalam penelitian ini terdiri dari: 1.
Instrumen tes
Instrumen tes berbentuk tes formatif akhir siklus. Tes ini dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Tes formatif akhir siklus ini bertujuan untuk memperoleh data pencapaian hasil belajar subjek penelitian pada siklus tersebut. 2.
Instrumen non tes
Instrumen non tes terdiri dari: a.
Instrumen aktivitas belajar matematika siswa untuk mengukur aktivitas belajar matematika siswa saat tindakan dikenakan terhadap subjek penelitian tindakan. Berikut adalah tabel kisi-kisi penskoran instrumen aktivitas belajar matematika siswa dan kisi-kisi instrumen aktivitas belajar matematika siswa: Tabel 4 Kisi-kisi Penskoran Instrumen Aktivitas Belajar Matematika Siswa Alternatif pengamatan Tidak pernah Kadang-kadang Sering
Skor 1 2 3
32
Tabel 5 Kisi-kisi Instrumen Aktivitas Belajar Matematika Siswa No 1 2
Indikator aktivitas belajar Visual activities Oral activities
3
Writing activities
4 5
Drawing activities Mental activities
b.
Butir-butir pernyataan • Memperhatikan penjelasan teman/guru • Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru • Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru • Terlibat melakukan diskusi kelompok • Merespon/ Menjawab pertanyaan teman/guru • Mengerjakan tugas pembelajaran • Menyalin/mencatat materi pembelajaran • Menggambar grafik • Menganalisis permasalahan/persoalan • Memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan
Nomor butir 1 3 2 4 5 8 6 7 9 10
Instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, berupa data objektif yang tidak tercantum dalam lembar instrumen aktivitas belajar matematika siswa.
c.
Catatan evaluasi tindakan penelitian, bertujuan untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan tindakan penelitian telah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah direncanakan, dan hal-hal lain yang terjadi selama pelaksanaan tindakan penelitian berlangsung. Sehingga dapat memperbaiki tindakan selanjutnya.
d.
Pedoman wawancara, wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui aktivitas belajar matematika siswa pada indikator listening activities dan emotional activities serta hal-hal lain menyangkut Differentiated teaching. Berikut adalah tabel kisi-kisi instrumen pedoman wawancara:
33
Tabel 6 Kisi-kisi Instrumen Pedoman Wawancara Indikator aktivitas belajar Listening activities Emotional activities
Butir-butir pertanyaan Apakah anda mendengarkan penjelasan yang disampaikan teman/guru? Apakah anda antusias dalam mengikuti pembelajaran?
Nomor butir 1 2
Differentited teaching Apakah anda merasa terbebani dengan kemampuan minimal yang harus dikuasai? Apakah dengan adanya lembar tantangan membuat anda merasa lebih bersemangat dalam belajar? Apakah anda merasa terbantu dengan teman anda ketika mengalami kesulitan? Apakah anda selalu membantu teman yang mengalami kesulitan? Apakah hand out yang disediakan oleh guru membantu memudahkan anda dalam belajar? J.
3 4 5 6 7
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian tindakan ini data-data yang dikumpulkan berupa informasi
tentang: 1.
Data aktivitas belajar matematika siswa
Data aktivitas belajar matematika siswa diperoleh dari instrumen aktivitas belajar matematika siswa, instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa yang diisi oleh guru kolaborator, catatan tindakan penelitian yang diisi oleh peneliti, hasil wawancara terhadap subjek penelitian, serta foto-foto aktivitas pembelajaran saat tindakan berlangsung. 2.
Data hasil belajar matematika siswa
Data hasil belajar matematika siswa diperoleh dari tes formatif akhir siklus.
K. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness) Studi Instrumen yang akan mengukur hasil belajar siswa adalah tes formatif akhir siklus, untuk memvalidasi validitas instrumen tes formatif akhir siklus digunakan face validity (validitas muka).
34
Instrumen yang akan mengukur aktivitas belajar matematika siswa adalah instrumen aktivitas belajar matematika siswa, instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa dan pedoman wawancara terhadap subjek penelitian. Teknik pemeriksaan kepercayaan yang digunakan terhadap data aktivitas belajar matematika siswa ini adalah dengan menggunakan metode triangulasi. Triangulasi merupakan proses memastikan sesuatu (getting a fix) dari berbagai sudut pandang. Triangulasi berfungsi untuk meningkatkan ketajaman hasil pengamatan melalui berbagai cara dalam pengumpulan data. Metode triangulasi terhadap data aktivitas belajar matematika siswa diperoleh dari data yang dihasilkan dari instrumen aktivitas belajar matematika siswa, instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, dan hasil wawancara terhadap subjek penelitian. Sehingga hasil dari ketiga data tersebut semuanya mengarah dan memperkuat data aktivitas belajar matematika siswa.
L. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis Setelah data-data penelitian yang dihasilkan terkumpul, peneliti memeriksa kembali kelengkapan dan keabsahan data-data tersebut. Tahap selanjutnya adalah menganalisis data-data tersebut. 1.
Data kuantitatif
Data kuantitatif berupa data skor aktivitas belajar matematika siswa dan nilai tes formatif akhir siklus. Data-data tersebut penulis sajikan ke dalam bentuk tabel, diagram batang (grafik), serta mengelompokkannya ke dalam tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan aturan sturgess. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif berupa nilai persentase, rata-rata (ukuran pemusatan data), nilai tertinggi, nilai terendah, dan standar deviasi (ukuran penyebaran data). Statistik deskriptif merupakan statistik yang berkenaan dengan pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, dan penyajian sebagian atau seluruh data (pengamatan) tanpa pengambilan keputusan. 5
5
Kadir, Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dilengkapi dengan Output Program SPSS, (Jakarta: Rosemata Sempurna, 2010), h. 4.
35
Rumus persentase yang digunakan adalah 6 :
Keterangan: p
= Angka persentase.
f
= Frekuensi yang akan dicari persentasenya.
N
= Number of Cases (Jumlah frekuensi/banyaknya individu).
Menganalisis data dengan standar deviasi bertujuan untuk mengukur sejauh mana variabilitas atau sebaran/penyebaran data-data tersebut. Jika semakin besar nilai standar deviasi maka kualitas data semakin tidak baik. Sebaliknya semakin kecil nilai standar deviasi maka kualitas data semakin baik pula. Rumus standar deviasi yang digunakan adalah 7 :
Keterangan: = Standar deviasi xi
= Data ke-i
f
= Frekuensi
n
= banyaknya individu
Setelah menganalisis data-data, selanjutnya adalah memberikan interpretasi terhadap nilai persentase, rata-rata, dan standar deviasi sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang tepat. 2.
Data kualitatif
Data kualitatif berupa data aktivitas belajar matematika siswa yang diperoleh dari instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, catatan evaluasi tindakan penelitian, catatan tindakan penelitian, dan hasil wawancara peneliti terhadap subjek penelitian. Dianalisis secara kualitatif dengan proses koding untuk mengorganisasi
data,
selanjutnya
6
membuat
interpretasi
data
dan
Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008),
h. 43.
7
Kadir, Statistika..., ..., h. 43.
36
mendeskripsikannya secara jelas atas dasar data sehingga menjadi suatu kesimpulan.
M. Tindak Lanjut atau Pengembangan Perencanaan Tindakan Differentiated teaching merupakan model pembelajaran yang memperhatikan keragaman
siswa,
dan
memiliki
banyak
strategi
instruksional
dalam
melaksanakannya. Berdasarkan teori yang diuraikan bahwa Differentiated teaching merupakan model pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar setiap siswa dan membantu dalam mengembangkan potensi belajar semua siswa. Zaman selalu berubah dan kompetitif berdasarkan perkembangan teknologi informasi, untuk itu guru yang ideal harus merancang model pembelajaran bagi siswanya demi kesuksesan siswa dalam menghadapi perkembangan zaman. Sejalan dengan alasan tersebut penulis mengharapkan bahwa tindak lanjut tindakan penelitian ini tidak berhenti sampai penelitian ini berakhir, tetapi juga dikembangkan secara maksimal sesuai dengan teori Differentiated teaching. Dalam Differentiated teaching terdapat banyak strategi instruksional dalam melaksanakannya, diantaranya tiered activities, cooperative learning, dan problem based learning. Penulis menawarkan kepada pihak lain untuk meneliti/mengembangkan
Differentiated
teaching
berdasarkan
strategi
instruksional yang lainnya dalam aplikasi pembelajaran, demi terciptanya kualitas pembelajaran yang maksimal dan memperhatikan kebutuhan belajar siswa. Sebagai bahan referensi penulis menyediakan contoh format instrumen-instrumen penilaian, rencana pelaksanaan pembelajaran, hand out pembelajaran yang dapat diadopsi atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.
Pemeriksaan Keabsahan Data Data-data yang diperoleh baik data aktivitas belajar matematika siswa
maupun data hasil belajar matematika siswa diperiksa kembali kelengkapan dan keabsahannya dari berbagai instrumen yang dihasilkan. Untuk memperoleh keabsahan data aktivitas belajar matematika siswa maka digunakan metode triangulasi. Metode triangulasi merupakan metode yang dapat meningkatkan tingkat keakuratan hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai sudut pandang/instrumen penelitian sehingga menghasilkan penelitian yang benar-benar valid/absah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga instrumen yang akan menunjang keakuratan data hasil aktivitas belajar matematika siswa. Tiga instrumen tersebut adalah instrumen aktivitas belajar matematika siswa, instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, dan hasil wawancara terhadap subjek penelitian. Selanjutnya data-data tersebut diorganisir dan diklasifikasikan berdasarkan urutan waktu tindakan penelitian, tujuannya adalah untuk memudahkan dalam mendeskripsikan data sehingga diperoleh kesimpulan yang tepat. Selain itu, untuk memperkuat data aktivitas belajar matematika siswa penulis mengambil data lain berupa foto-foto dokumentasi tindakan penelitian, catatan tindakan penelitian, data hasil isian hand out-hand out pembelajaran, hasil isian lembar tantangan, dan data hasil isian tes formatif akhir siklus. Data hasil belajar matematika siswa yang diperoleh dari tes formatif akhir siklus selanjutnya dilakukan penskoran dalam skala 1 – 10. Sebelum dilakukan penskoran penulis terlebih dahulu membuat pedoman penskoran agar hasil skor (nilai) yang diperoleh siswa bersifat objektif. Untuk soal berbentuk pilihan ganda pedoman penskorannya adalah jawaban benar bernilai satu dan jawaban salah bernilai nol. Untuk soal berbentuk essay setiap nomor soal ditentukan terlebih dahulu langkah-langkah kesistematisan jawaban dan skor maksimalnya, kemudian dilakukan proses perhitungan berdasarkan nomor soal. Agar tidak keliru dan untuk meyakinkan lagi penulis mengulang kembali proses penghitungannya.
37
38
B.
Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan
1.
Karakteristik subjek penelitian Subjek penelitian pada penelitian ini adalah siswa kelas XA Madrasah
Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 35 siswa, terdiri dari 20 siswa putra dan 15 putri. Alasan memilih kelas XA sebagai subjek penelitian adalah karena kelas XA merupakan kelas yang memiliki rentang kemampuan akademik antara siswa rendah dan tinggi yang terlalu senjang. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan nilai standar deviasi hasil ulangan matematika sebelum tindakan penelitian yang relatif tinggi (data dilampirkan). Alasan kedua adalah jika membandingkan dengan kelas X lainnya maka kelas XA memiliki jumlah siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah tidak terlalu jauh selisihnya yakni kemampuan akademik tinggi 12 orang, sedang 13 orang dan rendah 10 orang. 2.
Siklus I
a.
Tahap perencanaan Pada tahap perencanaan peneliti menentukan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang akan diukur dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti menyusun indikator kemudian membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Untuk menunjang pembelajaran peneliti membuat slide-slide power point, dan hand out yang akan digunakan pada saat tindakan berlangsung. Selain itu, peneliti juga menyusun berbagai instrumen penelitian. Dengan guru kolaborator peneliti mendiskusikan RPP yang akan dilaksanakan, mendiskusikan penentuan siswa berkemampuan akademik tinggi, sedang, rendah, serta pembagian kelompok untuk pembelajaran siklus I. b.
Tahap pelaksanaan tindakan dan pengamatan/observasi Tahap
pelaksanaan
tindakan
bersamaan
dengan
tahap
pengamatan/observasi. Pengamatan/observasi dilakukan oleh guru kolaborator. Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan RPP yang telah direncanakan dalam pembelajaran. Siklus I terdiri dari enam kali intervensi tindakan pembelajaran dan satu kali tes formatif akhir siklus I. Pelaksanaan tindakan siklus I dimulai tanggal 21 Oktober sampai dengan 11 November 2009,
39
dengan alokasi waktu masing-masing tindakan dan tes adalah 2 x 45 menit (2 jam pembelajaran). Strategi
instruksional
yang
digunakan
pada
model
pembelajaran
Differentiated teaching dalam pelaksanaan tindakan siklus I adalah Cooperative learning. Subjek penelitian/siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing kelompok berjumlah tiga atau empat siswa yang terdiri dari kombinasi siswa dengan kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah, atau juga tinggi dan sedang. Tujuan dari dibentuknya kelompok heterogen ini adalah agar siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat membantu siswa lain yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep materi matematika, sehingga terjadi tutor sebaya diantara siswa anggota kelompok. Pada akhirnya semua anggota kelompok dapat memahami materi dengan baik. Peran peneliti selama siswa mendiskusikan materi yang dipelajari adalah memfasilitasi kelompok yang mengalami kesulitan dan mengarahkannya, serta peneliti lebih banyak perhatian pada mengajari individu-individu secara sendirisendiri atau dalam kelompok-kelompok belajar yang fleksibel (flexible grouping). Selama pembelajaran disiklus I kelompok yang telah terbentuk tidak mengalami perubahan. Berikut adalah deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus I pada setiap pertemuan: 1.
Pertemuan ke-1 (21 Oktober 2009) Materi pembelajaran yang disampaikan pada pertemuan ke-1 adalah
menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan dan melengkapkan
kuadrat
sempurna.
Terdapat
32
siswa
yang
mengikuti
pembelajaran yang tersebar dalam 11 kelompok, sedangkan 3 siswa lainnya tidak hadir. Setiap siswa diberikan hand out untuk memudahkan mereka dalam memahami materi pembelajaran. Pembelajaran diawali dengan memberikan stimulus berbentuk petanyaan kepada siswa mengenai cara memfaktorkan bentuk kuadrat aljabar satu variabel yang telah diketahuinya di SMP/MTs, kemudian guru memberikan informasi mengenai bentuk umum persamaan kuadrat dan metode dalam
menyelesaikan
persamaan
kuadrat.
Secara
berkelompok
siswa
40
mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait materi pembelajaran yang tersedia dalam hand out, mencermati contoh permasalahan dalam menentukan akar-akar persamaan kuadrat, menyelesaikan permasalahan berdasarkan contoh yang telah dipahaminya, menyelesaikan kemampuan minimal yang harus dijawab dengan benar oleh siswa, dan menyelesaikan soal tantangan terkait materi pembelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh dari instrumen catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa bahwa kelompok yang aktif melakukan diskusi adalah kelompok 2, 5, 10, dan 11 mereka turut aktif mendiskusikan hasil jawaban dan memecahkan permasalahan. Sedangkan tujuh kelompok lainnya kurang maksimal dalam berdiskusi. Penyebab kurang aktifnya siswa dalam berdiskusi dikarenakan masing-masing siswa cenderung dapat mengatasi permasalahan dalam hand outnya secara sendiri-sendiri, anggota kelompok yang lainnya tidak hadir, kurang maksimalnya peran tutor sebaya, siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi tidak mau berbagi dalam menjelaskan kepada anggota yang lainnya sehingga anggota yang lain lebih banyak bertanya kepada guru ketimbang mendikusikannya. Data yang diperoleh dari isian siswa dalam hand out pembelajaran penulis deskripsikan berdasarkan kemampuan akademik siswa sebagai berikut: •
Siswa berkemampuan tinggi Siswa berkemampuan tinggi sebagian besar dari mereka dapat mengerjakan
isian hand out dengan baik dan benar. Dalam menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan terdapat 11 siswa yang mengerjakan sesuai dengan contoh yang diberikan, namun terdapat 1 siswa yang mengerjakan dengan caranya sendiri dan berbeda dengan cara pada contoh.
41
Gambar 2 Pemfaktoran Akar-akar Persamaan Kuadrat Siswa Berkemampuan Tinggi Soal tantangan berupa menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara kuadrat sempurna terdapat 2 siswa yang mengerjakan dengan benar, 3 siswa mengerjakan separuh langkah, dan sisanya tidak mengerjakan. Alasan kurang maksimalnya dalam mengerjakan soal tantangan karena alokasi waktu kurang memadai dan sebagian besar waktu pembelajaran dipakai pada saat menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan. •
Siswa berkemampuan sedang Menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan
terdapat 9 siswa dapat mengerjakan dengan baik dan benar dan terdapat 3 siswa yang masih keliru dalam memfaktorkan bentuk persamaan kuadrat dengan koefisien x2 bukan satu. Dalam menyelesaikan soal tantangan, sama halnya dengan siswa berkemampuan tinggi terdapat 2 siswa dapat mengerjakan dengan baik dan benar, 3 siswa mengerjakan separuh langkah, dan sisanya tidak mengerjakan. Hal ini tidak terlepas dari hasil yang mereka diskusikan dengan anggota kelompoknya yang berkemampuan tinggi. •
Siswa berkemampuan rendah Siswa berkemampuan rendah dalam menentukan akar-akar persamaan
kuadrat dengan cara memfaktorkan sebagian ada yang benar dan sebagian lagi masih keliru. Terdapat 3 siswa yang dapat menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan baik dan benar, 1 siswa diantaranya sebelum memfaktorkan terlebih
dahulu
memfaktorkan.
membuat
bagan
yang
dapat
memudahkannya
dalam
42
Gambar 3 Pemfaktoran Akar-akar Persamaan Kuadrat Siswa Berkemampuan Rendah Sementara siswa yang masih keliru, kekeliruannya dalam hal memfaktorkan bentuk persamaan kuadrat dengan koefisen x2 bukan satu, serta persamaan kuadrat dengan koefisien x dan konstantanya bilangan negatif. Dalam menyelesaikan soal tantangan, sama halnya dengan siswa berkemampuan tinggi dan sedang terdapat 1 siswa dapat mengerjakan dengan benar, 2 siswa mengerjakan separuh langkah, dan sisanya tidak mengerjakan. Siswa yang mengerjakan dengan benar hal ini tidak terlepas dari peran tutor sebaya yang mau mengajarkannya dan kegiatan diskusi yang berjalan dengan baik, sementara siswa yang masih keliru dalam menjawab peran tutor sebaya dan kegiatan diskusi yang kurang berjalan dengan baik. 2.
Pertemuan ke-2 (26 Oktober 2009) Pada pertemuan ke-2 materi yang dipelajari adalah penyelesaian persamaan
kuadrat dengan cara kuadrat sempurna, dan jenis-jenis akar persamaan kuadrat. Jumlah siswa yang hadir mengikuti pembelajaran sebanyak 30 siswa, sedangkan 5 siswa lainnya tidak hadir. Pembelajaran diawali dengan guru menyuruh siswa untuk mengkondisikan tempat duduk kelompok yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga siswa duduk berdasarkan kelompoknya. Untuk memudahkan dalam pemahaman materi setiap siswa diberikan hand out terkait materi pembelajaran. Guru memperkenalkan rumus kuadratis kepada siswa, dimana rumus ini merupakan cara lain dalam menentukan akar-akar persamaan kuadrat. Untuk menguji kemampuan siswa, siswa diberikan tantangan untuk membuktikan rumus kuadratis pada lembar tantangan. Setelah siswa mencoba membuktikan rumus kuadratis, siswa mencermati dan mendiskusikan penggunaan rumus kuadratis dalam pemecahan
43
masalah dan selanjutnya siswa mencoba mengaplikasikan rumus kuadratis dalam latihan soal yang diberikan. Setelah siswa menyelesaikan latihannya, guru mensurvey siswa dengan mengajukan pertanyaan: dari ketiga cara dalam menentukan
akar-akar
persamaan
kuadrat
yakni
cara
memfaktorkan,
melengkapkan kuadrat sempurna dan rumus kuadratis, cara mana yang menurut kamu anggap lebih mudah? Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah membedakan jenis-jenis akar persamaan kuadrat. Guru memberikan stimulus terkait konsep jenis-jenis akar persamaan kuadrat. Siswa merespon atas stimulus yang diberikan guru. Siswa menyimpulkan hasil pemahamannya terkait jenis akar-akar persamaan kuadrat dan menyalinnya dalam hand out. Selanjutnya siswa menyelesaikan soal latihan dan soal tantangan yang diberikan terkait materi jenis-jenis akar persamaan kuadrat. Berdasarkan pengamatan guru kolaborator bahwa keaktifan siswa dalam berdiskusi meningkat menjadi lebih aktif daripada pertemuan sebelumnya yang dibuktikan dengan persentase keaktifan siswa dalam diskusi kelompok sebesar 71,1%, catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa yang menyatakan bahwa aktivitas siswa dalam belajar matematika siswa sudah kelihatan tetapi belum maksimal dan menurut pengamatan peneliti bahwa sebagian besar siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran.
Gambar 4 Peran Tutor Sebaya
44
Penulis deskripsikan data yang diperoleh dari isian siswa dalam hand out pembelajaran berdasarkan kemampuan akademik siswa sebagai berikut: •
Siswa berkemampuan tinggi Semua siswa berkemampuan tinggi dapat menyelesaikan latihan soal yang
diberikan dengan baik dan benar, begitu juga dalam menyimpulkan konsep jenisjenis akar-akar persamaan kuadrat. Dalam membuktikan rumus kuadratis, hanya satu orang yang berhasil membuktikannya sedangkan sisanya hanya mencapai tahap 2, 3, 4, 5 dari 10 tahap. Dalam pengisian soal tantangan masih rendah tingkat keberhasilan pengerjaanya dan hanya dua orang yang mencoba mengerjakan yang hasilnya secara konsep benar, tetapi masih keliru dalam proses perhitungannya. •
Siswa berkemampuan sedang Siswa berkemampuan sedang sebagian besar dapat menyelesaikan semua
soal latihan dengan baik dan benar, tetapi ada yang mengerjakan beberapa nomor saja.
Dalam membuktikan rumus kuadratis, tidak ada satu orang pun yang
berhasil
membuktikannya
dan
hanya
sebagian
saja
yang
mencoba
mengerjakannya, dan itu pun hanya mencapai tahap 2, 3, 4 dari 10 tahap. Seperti halnya dengan siswa berkemampuan tinggi, hanya satu orang yang mencoba mengerjakan yang hasilnya secara konsep benar, tetapi masih keliru dalam proses perhitungannya. •
Siswa berkemampuan rendah Siswa perempuan cenderung dapat mengerjakan soal latihan dengan baik
dan benar, tetapi untuk membuktikan rumus kuadratis dan menyelesaikan soal tantangan masih rendah partisipasinya dan cenderung tidak diisi. Sedangkan untuk siswa laki-lakinya cenderung menyalin ulang (mencontek) hasil pekerjaan anggota kelompok yang lain. Hasil survey guru menanyakan kepada siswa cara manakah yang dianggap mudah dalam menentukan akar-akar persamaan kuadrat, 60% siswa menjawab cara rumus kuadratis dengan alasan bahwa dalam menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara rumus kuadratis mereka hanya tinggal menginput konstanta ke dalam rumus kuadratis tersebut, sedangkan 40% lainnya dengan cara memfaktorkan, dan tidak ada yang menjawab dengan cara melengkapkan kuadrat
45
sempurna. Hal ini dikarenakan pada waktu menyampaikan cara melengkapkan kuadrat sempurna alokasi waktunya tidak memadai. Belum maksimalnya partisipasi siswa dalam membuktikan rumus kuadratis dikarenakan sebagian siswa belum memahami benar mengenai konsep melengkapkan kuadrat sempurna dari bentuk persamaan kuadrat ax2 + bx + c = 0, adapun siswa yang hanya mencapai separuh tahapan dikarenakan kurang pahamnya dalam mengoperasikan konstanta a, b, dan c hingga menjadi bentuk sederhana, walaupun konsep melengkapkan kuadrat sempurnanya sudah benar.
Gambar 5 Hasil Pengerjaan Siswa Dalam Membuktikan Rumus Kuadratis 3.
Pertemuan ke-3 (28 Oktober 2009) Pada pertemuan ke-3 materi yang disampaikan adalah rumus jumlah dan
hasil kali akar-akar persamaan kuadrat. Siswa yang hadir mengikuti pembelajaran sebanyak 34 siswa sedangkan 1 siswa yang tidak hadir. Diawal pembelajaran siswa diberikan quiz mengenai menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan masing-masing siswa diberikan soal yang berbeda.
46
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, selanjutnya melalui slide-slide power point siswa diberikan stimulus dalam menentukan rumus jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat. Siswa diberikan persamaan kuadrat selanjutnya siswa menentukan akar-akar persamaan kuadrat, menjumlahkan dan mengkalikan akar-akar persamaan kuadrat tersebut. Guru meminta siswa untuk menentukan rumus hasil jumlah dan kali akar-akar persamaan kuadrat berdasarkan soal yang diberikan sebelumnya. Sebagai pembanding guru memberikan persamaan kuadrat lain untuk mengecek kebenaran rumus yang diungkapkan siswa. Selanjutnya siswa diberikan tantangan untuk membuktikan rumus hasil jumlah dan kali akarakar persamaan kuadrat pada lembar tantangan yang telah disediakan. Siswa berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan soal-soal latihan mengenai penggunaan rumus hasil jumlah dan kali akar-akar persamaan kuadrat pada buku paket. Peneliti mengkategorikan soal-soal latihan menjadi soal yang harus dijawab dengan benar, soal dengan tingkat kesulitan sedang, dan soal tantangan. Menurut catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa bahwa secara keseluruhan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Aktivitas pembelajaran sangat menarik karena ada stimulus yang bertujuan untuk merangsang siswa. Siswa terlihat antusias pada saat guru memberikan tantangan untuk membuktikan rumus serta mencari alternatif rumus. Bahkan, siswa yang minat belajarnya rendah pun menjadi antusias. Dalam diskusi kelompok aktivitas tutorial teman sebaya terlihat aktif, siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi mengajarkan kepada temannya yang belum menguasai materi.
Gambar 6 Aktivitas Diskusi Kelompok
47
Hasil quiz menentukan akar-akar persamaan kuadrat diperoleh rata-rata 9,04, artinya siswa sudah dapat menentukan akar-akar persamaan kuadrat. Dalam membuktikan rumus hasil jumlah dan kali akar-akar persamaan kuadrat separuh siswa berkemampuan tinggi dapat membuktikan rumus tersebut, sisanya hanya mampu mengisi separuh tahap dan terhenti dalam mengoperasikan bentuk aljabarnya. Siswa berkemampuan sedang dan rendah ada yang dapat membuktikannya, ada yang mengisi separuh tahap, dan ada juga yang tidak mengisi.
Gambar 7 Hasil Pengerjaan Siswa Dalam Membuktikan Rumus Hasil Jumlah dan Kali Akar-akar Persamaan Kuadrat 4.
Pertemuan ke-4 (2 November 2009) Materi yang disampaikan pada pertemuan ke-4 adalah menyusun persamaan
kuadrat yang akar-akarnya diketahui dan menyusun persamaan kuadrat yang akarakarnya mempunyai hubungan dengan akar-akar persamaan kuadrat lainnya. Semua siswa hadir dalam pertemuan ke-4 ini yakni sebanyak 35 siswa. Pembelajaran diawali dengan pengkondisian siswa sehingga siswa duduk berdasarkan kelompoknya. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, selanjutnya melalui slide-slide power point siswa diberikan stimulus dalam menemukan konsep menyusun persamaan kuadrat yang akar-akarnya diketahui. Guru meminta siswa untuk menentukan akar-akar persamaan kuadrat yang diberikan dengan cara
48
memfaktorkan. Dengan cara terbalik, siswa diminta untuk menyusun persamaan kuadrat atas akar-akar persamaan kuadrat yang telah diketahuinya. Siswa diminta untuk menemukan cara lain dalam menyusun persamaan kuadrat melalui rumus hasil jumlah dan kali akar-akar persamaan kuadrat yang telah diketahui sebelumnya. Selanjutnya siswa menyimpulkan rumus-rumus dalam menyusun persamaan
kuadrat
yang
akar-akarnya
diketahui.
Siswa
mencoba
dan
mendiskusikan soal latihan yang diberikan. Dengan menggunakan rumus-rumus dalam menyusun persamaan kuadrat yang diketahui sebelumnya, siswa mencoba dan mendiskusikan dalam menyusun persamaan kuadrat yang akar-akarnya mempunyai hubungan dengan akar-akar persamaan kuadrat lainnya melalui soal latihan yang diberikan. Menurut catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa bahwa separuh kelompok aktif melaksanakan diskusi (aktif menjadi totur sebaya bagi anggota yang lain, saling berbagi pemahaman masing-masing anggota kelompok). Sebagian kelompok lagi anggotanya cenderung mengerjakan tugas-tugas pembelajaran secara sendiri-sendiri dan ketika menghadapi kesulitan dalam mengerjakan siswa tersebut lebih memilih bertanya kepada guru daripada mendiskusikannya dengan anggota yang lain, sehingga peran guru cenderung dominan dalam pembelajaran kali ini. 5.
Pertemuan ke-5 (4 November 2009) Menggambar grafik fungsi kuadrat adalah materi yang diajarkan pada
pertemuan ke-5. Pembelajaran dihadiri oleh 33 siswa sedangkan 2 siswa lainnya tidak hadir. Setelah siswa duduk berdasarkan kelompoknya, guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru menyampaikan konsep grafik fungsi kuadrat melalui slide-slide power point. Setelah siswa paham konsep grafik fungsi kuadrat, siswa mencoba dan mendiskusikan dalam menggambar grafik fungsi kuadrat melalui hand out yang diberikan. Kegiatan Diffrentited teaching yang dikembangkan pada pertemuan ke-5 ini adalah menyediakan alternatif cara bagi siswa dalam mengeksplorasi konsep materi. Bentuknya adalah guru memberikan alternatif cara lain dalam menggambar grafik fungsi kuadrat. Jika cara yang pertama adalah dengan menentukan terlebih dahulu koordinat titik potong dengan sumbu x dan sumbu y, menentukan persamaan sumbu simetri, menentukan koordinat titik
49
puncak, baru kemudian menghubungkan titik-titik koordinat tersebut sehingga terbentuk grafik fungsi kuadrat, maka cara alternatif lain yang ditawarkan dalam menggambar grafik fungsi kuadrat adalah dengan cara pergeseran. Menurut catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa bahwa secara garis besar pembelajaran berjalan dengan baik, namun diskusi kelompok kurang berjalan secara maksimal karena dari 11 kelompok hanya 4 kelompok (kelompok 1, 2, 7, 11) yang melaksanakan diskusi secara aktif dan kontinu. Ketidakmaksimalan
dalam
berdiskusi
dikarenakan
masing-masing
siswa
cenderung mengerjakan hand out secara sendiri-sendiri, siswa yang biasa menjadi tutor sebaya tidak hadir, dan posisi tempat duduk siswa berkemampuan sedang dan rendah kurang dapat menjangkau siswa berkemampuan tinggi. Menggambar grafik fungsi kuadrat, hasil yang diperoleh bahwa 27 siswa berhasil menggambar grafik dengan baik berserta langkah-langkahnya, sedangkan 6 siswa (2 berkemampuan sedang, 4 rendah) belum sepenuhnya benar dalam menggambar grafik fungsi kuadrat. 6.
Pertemuan ke-6 (9 November 2009) Pertemuan ke-6 siswa mempelajari materi aplikasi persamaan kuadrat dalam
kehidupan sehari-hari. Semua siswa yang berjumlah 35 siswa hadir dalam pertemuan ke-6 ini. Guru memberikan hand out pembelajaran yang menyajikan permasalahan-permasalahan
terkait
aplikasi
persamaan
kuadrat.
Siswa
mencermati sendiri contoh permasalahan yang diberikan beserta penyelesainnya. Selanjutnya siswa mendiskusikan dengan anggota kelompok yang lain terkait permasalahan aplikasi persamaan kuadrat dalam hand out. Sementara itu, guru memfasilitasi kelompok yang mengalami kesulitan. Dalam diskusi kelompok posisi tempat duduk siswa ditentukan sedemikian rupa sehingga siswa berkemampuan tinggi harus duduk di tengah mengapit siswa berkemampuan sedang dan rendah. Hal ini sebagai solusi dari salah satu penyebab dari ketidakaktifan siswa dalam berdiskusi pada pertemuan sebelumnya. Dengan cara posisi duduk yang ditentukan ini keaktifan diskusi kelompok lebih baik daripada pertemuan sebelumnya, yakni 7 kelompok (kelompok 2, 3, 7, 8, 9, 10, 11) aktif melakukan diskusi.
50
Data isian siswa dalam menyelesaikan permasalahan aplikasi persamaan kuadrat yang terdiri dari 5 soal, total 12 siswa berkemampuan tinggi diantaranya 4 siswa dapat mengerjakan semua soal dengan sistematis dan benar, 6 siswa dapat mengerjakan 4 soal dengan sistematis dan benar, 2 siswa dapat mengerjakan 2 soal dengan sistematis dan benar. Siswa berkemampuan sedang, 4 siswa diantaranya dapat mengerjakan 4 soal dengan sistematis dan benar, 1 siswa dapat mengerjakan semua soal dengan benar tetapi kurang sistematis, sisanya dapat mengerjakan kurang dari 3 soal dengan benar tetapi kurang sistematis. Sedangkan siswa berkemampuan rendah 2 siswa diantaranya dapat mengerjakan 4 soal dengan benar tetapi kurang sistematis, dan sisanya dapat mengerjakan tidak lebih dari 2 soal itupun dengan langkah yang kurang sistematis. 7.
Pertemuan ke-7 (11 November 2009) Pertemuan ke-7 dilaksanakan tes formatif akhir siklus I, tes ini diikuti oleh
35 siswa. Tes formatif akhir siklus I mengukur kemampuan siswa atas kompetensi dasar dalam siklus I. Kisi-kisi soal dan instrumen tes formatif akhir siklus I penulis lampirkan pada halaman lampiran. Hasil yang diperoleh dari tes formatif akhir siklus I bahwa persentase siswa tuntas dan memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 37,14%.
Gambar 8 Tes Formatif Akhir Siklus I Selain deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus I yang telah diuraikan, juga terdapat data aktivitas belajar matematika siklus I yang diperoleh dari instrumen aktivitas belajar matematika siswa. Selama tindakan berlangsung guru kolaborator mengamati aktivitas belajar matematika siswa dan mengisinya dalam instrumen aktivitas belajar matematika siswa. Dalam mengisi instrumen aktivitas
51
belajar matematika siswa, guru kolaborator memberikan skor 1 – 3 terhadap kolom aktivitas belajar matematika siswa. Setiap pernyataan aktivitas belajar matematika siswa dihitung nilai persentasenya. Persentase setiap pernyataan aktivitas belajar matematika siswa merupakan rasio total skor dan jumlah siswa yang hadir dikalikan tiga. Persentase setiap pernyataan aktivitas belajar matematika siswa dirata-ratakan sehingga menjadi rata-rata persentase aktivitas belajar matematika siswa pada pertemuan tersebut. Penulis menghimpun data persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I dan menyajikannya dalam bentuk tabel. Berikut ini adalah data persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I yang tersusun dalam tabel 7: Tabel 7 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus I
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aktivitas belajar matematika siswa Memperhatikan penjelasan teman/guru Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru Terlibat dalam diskusi kelompok Merespon/menjawab pertanyaan teman/guru Menyalin/mencatat materi pembelajaran Menggambar grafik Mengerjakan tugas pembelajaran Menganalisis permasalahan/ persoalan Memecahkan/ menjawab permasalahan/persoalan Rata-rata
Ratarata (%) 80,04 41,60 64,61 62,44 50,51 84,17 73,70 87,40 63,82 67,84 67,61
Dari data tabel 7 tersebut diketahui bahwa persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I sebesar 67,61%. Hasil pencapaian ini jika dibandingkan dengan tabel kategori aktivitas belajar maka berada pada kategori kurang aktif. Dalam siklus I keaktifan belajar siswa didominasi pada aktivitas memperhatikan penjelasan teman/guru, menyalin/mencatat materi pembelajaran, dan mengerjakan tugas pembelajaran. Sedangkan aktivitas selain itu masih kurang aktif. Berdasarkan data pada tabel 7, catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, catatan tindakan penelitian dan data hasil wawancara, penulis
52
mendeskripsikan masing-masing indikator aktivitas belajar matematika siswa pada siklus I sebagai berikut: 1.
Visual activities Aktivitas belajar matematika siswa dalam visual activities adalah
memperhatikan penjelasan teman/guru. Pada siklus I sebagian besar siswa sering memperhatikan saat teman/guru menjelaskan materi pembelajaran. Secara umum, karakteristik
subjek
memperhatikan
penelitian
penjelasan
ini
mudah
teman/guru,
diarahkan
ketika
ada
untuk siswa
senantiasa yang
tidak
memperhatikan penjelasan teman/guru, maka teman/guru menegurnya dan pada akhirnya siswa pun fokus kembali,
sehingga dapat dikatakan bahwa siswa
mempunyai antusias yang tinggi untuk memperhatikan penjelasan teman/guru.
Gambar 9 Aktivitas Memperhatikan Materi Pembelajaran
Gambar 10 Aktivitas Memperhatikan Gambar Grafik Persamaan Kuadrat
53
2.
Oral activities Aktivitas-aktivitas belajar dalam oral activities adalah menanyakan materi
yang belum dipahami teman/guru, menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan
teman/guru,
terlibat
melakukan
diskusi
kelompok,
dan
merespon/menjawab pertanyaan teman/guru. Deskripsi masing-masing aktivitas adalah sebagai berikut: (1) Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru, merupakan aktivitas terendah dan tidak terlalu sering dilakukan siswa. Hal ini dikarenakan ketika guru menyuruh siswa untuk menjelaskan kembali atas materi yang telah disampaikan, siswa cenderung enggan melakukannya dan saling menunjuk siswa yang lain, hanya beberapa siswa saja yang mau menjelaskannya dan berani maju ke depan kelas. Berdasarkan data wawancara pada salah satu subjek penelitian diperoleh keterangan bahwa alur siswa dalam menjelaskan materi dimulai dari siswa berkemampuan tinggi menjelaskan kepada siswa sedang, selanjutnya siswa sedang menjelaskan kepada siswa rendah. Menurutnya dalam segi bahasa penyampaian penjelasan materi yang disampaikan oleh siswa tinggi cenderung lebih mudah dipahami oleh siswa sedang daripada oleh siswa rendah. Dalam keterangan lain bahwa siswa berkemampaun sedang mau berusaha menjelaskan materi ke temannya yang berkemampuan rendah. Tetapi jika hal yang ditanyakannya pada materi yang belum dipahaminya, maka siswa tersebut bertanya kepada siswa berkemampuan tinggi, setelah paham kemudian dijelaskan lagi ke siswa berkemampuan rendah.
Gambar 11 Aktivitas Menjelaskan Materi Pembelajaran
54
(2) Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru cenderung lebih sering dilakukan oleh siswa berkemampaun sedang dan tinggi. Mereka tidak segan dalam bertanya kepada teman/guru ketika menemukan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran. Sedangkan siswa berkemampuan rendah cenderung jarang bertanya kepada teman/guru. Sebagian dari mereka terlihat tidak peduli atas kegiatan pembelajaran, mereka cenderung diam, mengganggu temantemannya, dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Dengan kata lain mereka tidak punya inisiatif untuk aktif bertanya dalam pembelajaran, ketika guru mengecek pemahaman mereka atas materi pembelajaran barulah mereka mau bertanya atas apa yang belum mereka pahami. Hal ini banyak terjadi pada siswa putra, sedangkan pada siswa putri mereka aktif dalam bertanya.
Gambar 12 Aktivitas Bertanya
Gambar 13 Siswa Berkemampuan Tinggi Aktif Bertanya
55
(3) Terlibat dalam diskusi kelompok, lebih dari separuh jumlah kelompok (6 dari 11 kelompok) benar-benar aktif dan kontinu dalam melakukan diskusi. Sementara 5 kelompok lainnya cenderung kurang aktif dalam berdiskusi. Berdasarkan catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa menyatakan bahwa terdapat 6 kelompok yang benar-benar aktif dan secara kontinu aktif melakukan diskusi yaitu kelompok 2, 5, 6, 7, 8, dan 11. Sebagian besar siswa menyatakan bahwa belajar dalam suatu kelompok memudahkan dan membantu mereka dalam memahami materi pembelajaran, dimana mereka dapat saling berbagi dan peduli terhadap teman yang belum paham. Penulis mengamati bahwa faktor-faktor yang dapat membuat siswa aktif dalam berdiskusi diantaranya: (a) Penentuan anggota kelompok cocok bagi mereka, sehingga mereka saling membantu dan peduli terhadap anggota kelompok yang lain. (b) Siswa berkemampuan tinggi sangat peduli terhadap anggota yang lainnya, dan menjadi tutor sebaya bagi anggota yang lain. (c) Posisi tempat duduk dalam berdiskusi, dimana siswa berkemampuan tinggi duduk mengapit anggota lainnya, ketika menjelaskan siswa berkemampuan tinggi dapat dengan mudah menjangkau anggota lainnya. (4) Merespon/menjawab pertanyaan teman/guru merupakan implikasi dari aktivitas bertanya sehingga sering dilakukan oleh siswa berkemampuan tinggi dan sebagian siswa berkemampuan sedang. Dalam aktivitas diskusi kelompok ketika siswa rendah atau sedang bertanya atas materi yang belum dipahaminya maka siswa berkemampuan tinggi yang peduli merespon atas pertanyannya. Tetapi ada juga siswa yang kurang responsif terhadap teman dalam satu kelompok, dia lebih suka mengerjakan permasalahan secara sendiri dan berlomba-lomba menunjukkan hasil yang terbaik atas temannya. Hal ini mengakibatkan siswa lain dalam satu kelompok kurang begitu aktif dalam berdiskusi dan menanyakan hal yang belum dipahaminya, akibatnya siswa ini lebih dominan bertanya pada guru atau kelompok yang lainnya. 3.
Wraiting activities Pernyataan-pernyataan
wraiting
activities
dalam
aktivitas
belajar
matematika adalah menyalin/mencatat materi pembelajaran, dan mengerjakan tugas pembelajaran. Deskripsi masing-masing aktivitas tersebut adalah:
56
(1) Menyalin/mencatat materi pembelajaran. Sebagian besar siswa aktif dalam menyalin/mencatat materi pembelajaran. Ketika guru tidak menyediakan hand out pembelajaran, maka siswa mencatatnya. Pengamatan peneliti bahwa ada siswa yang berkemampuan tinggi dalam menyalin/mencatat materi pembelajaran cenderung mencatat dengan caranya sendiri dan tidak sama dengan yang ditulis guru, mencatat materi pada apa yang dipahaminya dan hal-hal terpentingnya saja. Sedangkan siswa lainnya mencatat persis sama dengan apa yang ditulis guru di white board. (2) Mengerjakan tugas pembelajaran merupakan aktivitas tertinggi dan merupakan aktivitas yang cukup sering dilakukan siswa. Hampir semua siswa dapat mengerjakan setiap tugas yang diberikan, baik dikerjakan secara sendirisendiri maupun mendiskusikannya dengan anggota kelompok yang lain. Faktorfaktor yang menyebabkan aktivitas mengerjakan tugas pembelajaran sangat tinggi diantaranya adalah siswa telah memahami materi yang telah disampaikan dengan baik, arahan/petunjuk yang jelas atas apa yang harus dilakukan siswa (tugas dalam menemukan konsep materi), peran tutor sebaya yang maksimal sehingga membantu siswa lainnya dalam mengerjakan tugas pembelajaran.
Gambar 14 Aktivitas Mengerjakan Tugas Pembelajaran 4.
Drawing activities Aktivitas belajar matematika siswa dalam drawing activities adalah
menggambar grafik fungsi kuadrat. Peneliti menyediakan berbagai alternatif cara dalam mengeksplorasi konsep materi menggambar grafik fungsi kuadrat yakni menggambar grafik fungsi kuadrat dengan cara pergeseran. Cara pergeseran hanya dilakukan oleh siswa berkemampuan akademik tinggi saja. Namun secara
57
umum sebagian besar siswa aktif dalam menggambar grafik fungsi kuadrat dengan baik dan dengan langkah-langkah yang sistematis.
Gambar 15 Gambar Grafik Fungsi Kudrat Hasil Pengerjaan Siswa 5.
Mental activities Aktivitas-aktivitas belajar matematika siswa dalam mental activities adalah
menganalisis
permasalahan/persoalan,
dan
memecahkan/menjawab
permasalahan/persoalan. Deskripsi masing-masing aktivitas tersebut adalah: (1)
Menganalisis
permasalahan/persoalan.
Ketika
siswa
diberikan
permasalahan/persoalan yang menyangkut materi pembelajaran, selanjutnya siswa menganalisis
permasalahan/persoalan
tersebut.
Aktivitas
menganalisis
permasalahan/persoalan sering dilakukan oleh siswa berkemampuan tinggi dan sebagian siswa berkemampuan sedang. Hal ini ditandai dengan mereka sering bertanya atau hanya sekedar meluruskan hasil analisis mereka. Sedangkan siswa berkemampuan rendah umumnya jarang terlihat melakukan aktivitas ini, mereka cenderung melihat hasil pekerjaan teman sekelompoknya tanpa menganalisis terlebih dahulu bagaimana menyelesaikannya. Hal ini merupakan implikasi kebelum pahaman mereka atas materi pembelajaran.
58
(2) Memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan. Aktivitas ini merupakan tindak lanjut dari aktivitas menganalisis permasalahan/persoalan. Setelah mereka menganalisi bagaimana menyelesaikannya dan menggunakan konsep apa, barulah mereka memecahkan/menjawab permasalahan/persolaan tersebut. Sehingga skor antara aktivitas memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan tidak berbeda jauh dengan aktivitas menganalisis permasalahan/persoalan dan dilakukan oleh subjek yang sama. Setelah enam kali tindakan penelitian berlangsung, diakhir siklus I diadakan tes formatif akhir siklus I yang dilaksanakan pada pertemuan ke-7. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) siklus I adalah 6,5 artinya jika siswa memperoleh nilai
6,5 maka siswa tersebut dinyatakan tuntas. Data nilai siswa pada tes
formatif akhir siklus I penulis lampirkan pada bagian lampiran. Dengan menggunakan aturan sturgess, penulis menyajikan data nilai tes formatif akhir siklus I dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 8 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Tes Formatif Akhir Siklus I Nilai 1,7 – 3,0 3,1 – 4,4 4,5 – 5,8 5,9 – 7,2 7,3 – 8,6 8,7 – 10
frekuensi 8 8 4 7 1 7
35 27 19 15 8 7
100 77,1 54,28 42,85 22,85 20
Keterangan: : Frekuensi kumulatif lebih dari : Persentase frekuensi kumulatif lebih dari Dari data nilai tes formatif akhir siklus I diketahui bahwa terdapat 12 siswa tuntas (34,3%), sedangkan 23 siswa belum tuntas (65,7%).
c.
Tahap refleksi Data yang diperoleh dari siklus I bahwa persentase aktivitas belajar
matematika siswa sebesar 67,61% yang berada pada kategori kurang aktif, serta data hasil belajar matematika siswa berupa tes formatif siklus I sebanyak 34,3%
59
siswa tuntas (memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan KKM). Data-data tersebut jika dibandingkan dengan indikator keberhasilan kinerja baik aktivitas belajar matematika siswa maupun hasil belajar matematika siswa, maka penelitian tindakan siklus I belum berhasil memenuhi indikator keberhasilan kinerja. Sehingga, penelitian tindakan ini harus dilanjutkan ke siklus II dan disertai dengan adanya perbaikan-perbaikan tindakan dari siklus I. Peneliti dan guru kolaborator mencermati serta mendiskusikan hal-hal yang menyebabkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa di siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan kinerja, juga hal-hal yang menjadi keberhasilan dan kekurangan tindakan di siklus I. Keberhasilan tindakan di siklus I adalah penggunaan hand out pembelajaran dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran dan memudahkan dalam mengerjakan tugas serta membantu keaktifan mereka dalam belajar. Dalam Differentiated teaching adanya soal tantangan membuat siswa lebih antusias dan tertantang untuk menyelesaikan tantangan tersebut. Pengelompokkan pada siswa putri sudah baik. Kekurangan tindakan di siklus I diantaranya adalah aktivitas diskusi kelompok yang belum berjalan dengan maksimal khususnya pada kelompok siswa putra, hal tersebut disebabkan karena: (1) Penentuan anggota kelompok yang kurang cocok, (2) Sebagian siswa berkemampuan tinggi belum bisa diandalkan menjadi tutor sebaya sehingga diskusi kurang begitu berjalan dengan baik, (3) Pengaturan posisi tempat duduk kelompok yang belum terkondisikan dengan baik. Dari kekurangan-kekurangan tersebut maka perlu adanya perbaikan tindakan untuk siklus II, diantaranya adalah: (1) Penulis bersama guru kolaborator mengelompokkan kembali bagi siswa putra, hal ini dapat dilihat berdasarkan kecenderungan siswa putra dalam memilih teman kelompoknya di siklus I, (2) Mengantisipasi siswa berkemampuan tinggi yang belum bisa diandalkan menjadi tutor sebaya, maka siswa berkemampuan tinggi tersebut dikelompokkan bersama dengan siswa berkemampuan sedang yang dapat diandalkan menjadi tutor teman sebaya, (3) Upaya meningkatkan hasil belajar siswa disetiap awal pertemuan diadakan quiz atas materi pertemuan sebelumnya, nilai quiz ini dicatat secara berkala menjadi sebuah poin kemajuan belajar matematika siswa,
60
(4) Penataan posisi tempat duduk siswa menjadi lebih kondusif untuk berdiskusi, (5) Memberikan reward berupa souvenier bagi kelompok yang aktif dan memperoleh rata-rata poin kemajuan tertinggi, serta reward bagi siswa yang aktif menjadi tutor sebaya. 3.
Siklus II
a.
Tahap perencanaan Pada
tahap
perencanaan
penulis
menentukan
standar
kompetensi,
kompetensi dasar, indikator yang akan dicapai pada siklus II dan menyusunnya menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Selain itu untuk menunjang pembelajaran disusun pula hand out pembelajaran, dan instrumen tes siklus II. Dengan guru kolaborator penulis mendiskusikan RPP, dan merencanakan pelaksanaan yang menjadi perbaikan-perbaikan tindakan untuk siklus II berdasarkan hasil refleksi siklus I. b.
Tahap pelaksanaan tindakan dan pengamatan/observasi Strategi pembelajaran Differentiated teaching yang dikenakan terhadap
subjek penelitian/siswa pada pelaksanaan tindakan disiklus II adalah Cooperative learning dengan perubahan anggota kelompok yang berbeda pada siswa putra. Selain itu pada siklus II dilaksanakan perbaikan-perbaikan berdasarkan hasil refleksi siklus I. Penentuan poin kemajuan belajar kelompok siswa, penulis mengadopsi poin kemajuan Cooperative learning tipe STAD. Poin kemajuan bertujuan untuk memotivasi semua anggota kelompok untuk belajar dan memberikan poin maksimum bagi kelompoknya melalui nilai quiz. Untuk menghindari siswa dalam menyontek hasil pekerjaan quiz dari anggota kelompok yang lain, penulis membedakan soal untuk setiap anggota kelompok. Siklus II ini terdiri dari 5 kali intervensi tindakan pembelajaran dan 1 kali tes diakhir siklus II, pelaksanaan tindakan ini dimulai tanggal 16 November 2009 sampai dengan 2 Desember 2009, dengan alokasi waktu masing-masing tindakan dan tes adalah 2 x 45 menit (2 jam pembelajaran). Berikut adalah deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus II pada setiap pertemuan:
61
1.
Pertemuan ke-8 (16 November 2009) Pertemuan ke-8 yang merupakan pertemuan pertama di siklus II membahas
mengenai materi sistem persamaan linear dua varibel dan tiga variabel. Siswa yang hadir dalam pertemuan ini adalah 32 siswa. Pembelajaran diawali dengan materi sistem persamaan dua variabel, materi ini merupakan materi yang telah dipelajari siswa di SMP/MTs sehingga siswa sudah mengenal mengenai materi ini. Namun, siswa diingatkan kembali mengenai metode-metode penyelesaian sistem persamaan dua varibel, salah satu metode yang belum dikuasai siswa adalah metode grafik. Untuk itu guru menjelaskan mengenai metode grafik dalam menyelesaikan persamaan linear dua variabel. Siswa diberikan latihan soal menyangkut penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel. Hasilnya semua siswa dapat mengerjakan latihan ini dengan baik. Selanjutnya adalah materi sistem persamaan linear tiga varibel, karena siswa sudah memahami dengan baik materi sistem persamaan linear dua variabel, maka untuk materi sistem persamaan linear tiga variabel siswa dapat memahaminya dengan baik pula. Pada pertemuan ini, siswa berkemampuan rendah menunjukkan keaktifan dengan lebih sering memperhatikan dan mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini dikarenakan posisi duduk mereka yang berada di depan kelas sehingga fokus mereka terhadap pembelajaran lebih baik. Sebaliknya, satu kelompok yang berada di paling belakang kelas cenderung kurang fokus. Walaupun demikian mereka tetap mencatat dan mengerjakan tugas yang diberikan. 2.
Pertemuan ke-9 (18 November 2009) Pertemuan ke-9 membahas mengenai materi sistem persamaan linear
kuadrat dan sistem persamaan kuadrat dan kuadrat. Siswa yang hadir adalah 30 orang dan 5 siswa lainnya absen. Pembelajaran diawali dengan quiz atas materi sistem persamaan linear tiga variabel, diperoleh nilai quiz dengan rata-rata 6,48. Siswa diberikan hand out untuk memudahkan mereka dalam memahami materi pembelajaran, guru menjelaskan konsep terkait materi pembelajaran, selanjutnya adalah siswa mendiskusikan dan menyelesaikan tugas dalam hand out terkait materi pembelajaran beserta soal tantangannya.
62
Pembelajaran pada pertemuan ini berjalan efektif dan aktivitas siswa dalam belajar sangat aktif. Hal ini dikarenakan adanya perubahan anggota kelompok sehingga cocok dengan mereka, pembelajaran terletak pada jam pertama, siswa telah mendapat dasar pengetahuan sebelumnya sehingga lebih mudah dalam memahami materi, adanya quiz dan sistem skoring kelompok sehingga memacu siswa lebih giat dalam belajar.
Gambar 16 Siswa Fokus Menyelesaikan Tugas Dalam Hand Out Semua
siswa
berkemampuan
tinggi,
sedang
dan
rendah
dapat
menyelesaikan tugas dalam hand out dengan baik dan benar. Namun untuk soal tantangan hanya 5 orang siswa berkemampuan tinggi, 2 orang siswa berkemampuan sedang, dan 2 orang siswa berkemampuan rendah yang berhasil menyelesaikannya dengan baik. 3.
Pertemuan ke-10 (23 November 2009) Pertemuan ke-10 membahas materi tentang aplikasi sistem persamaan
linear. Siswa yang hadir berjumlah 32 orang dan 3 siswa lainnya tidak hadir. Diawal
pembelajaran
siswa
diberikan
quiz
terkait
materi
pada
pembelajaran sebelumnya, hasil yang diperoleh bahwa nilai rata-rata quiz mencapai 8,57. Siswa diberikan hand out pembelajaran, siswa memahami dua contoh permasalahan berikut penyelesainnya. Selanjutnya adalah siswa diberikan permasalahan mengenai aplikasi sistem persamaan linear beserta soal tantangan dan mendiskusikannya dengan anggota kelompok yang lain. Pada pembelajaran ini beberapa kelompok melaksanakan diskusi dengan baik. Namun ada pula kelompok yang tidak memaksimalkan kegiatan diskusi,
63
mereka
cenderung
menyelesaikan
soal
terlebih
dahulu
dibandingkan
mendiskusikannya. Semua siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah dapat menyelesaikan tugas dalam hand out dengan baik dan benar. Namun untuk soal tantangan hanya 1 orang siswa berkemampuan tinggi saja yang berhasil menyelesaikannya dengan baik. 4.
Pertemuan ke-11 (25 November 2009) Pertidaksamaan kuadrat adalah materi yang disampaikan pada pembelajaran
yang ke-11, pembelajaran ini dihadiri oleh 34 siswa dan 1 siswa absen. Sebelum pembelajaran dimulai siswa diberikan quiz atas materi aplikasi sistem persamaan linear, hasilnya adalah nilai rata-rata quiz mencapai 9,21 dan meningkat dari pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pembelajaran dimulai dengan guru menjelaskan terlebih dahulu mengenai konsep materi pertidaksamaan, kemudian siswa diberikan permasalahan pertidaksamaan serta cara menyelesaikannya. Selanjutnya siswa diberikan permasalahan mengenai pertidaksamaan kuadrat beserta soal tantangan, kemudian menyelesaikannya dengan mendiskusikan bersama anggota kelompok yang lain.
Gambar 17 Siswa Fokus Memperhatikan Penjelasan Siswa-siswa dalam pertemuan ini sangat fokus perhatiannya terhadap pembelajaran. Namun pada aktivitas diskusi kelompok berjalan kurang maksimal hal ini dikarenakan alokasi waktu untuk berdiskusi kurang memadai sehingga siswa cenderung menyelesaikan soal-soal secara sendiri-sendiri.
64
5.
Pertemuan ke-12 (30 November 2009) Pertemuan ke-12 yang merupakan pertemuan terakhir di siklus II ini
membahas materi tentang pertidaksamaan bentuk pecahan. Siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 32 orang. Sebelum pembahasan materi tentang pertidaksamaan bentuk pecahan, siswa diberikan quiz mengenai materi pertidaksamaan kuadrat dan diperoleh nilai ratarata quiz 9,09. Pembelajaran dilanjutkan dengan penjelasan mengenai konsep pertidaksamaan bentuk pecahan. Setelah siswa memahami konsep materinya, siswa bersama guru menyelesaikan soal yang berkaitan dengan pertidaksamaan bentuk pecahan. Untuk mengasah kemampuan siswa atas materi ini, siswa diberikan latihan soal dan soal tantangan yang harus diselesaikan dan didiskusikan bersama anggota kelompoknya. Aktivitas yang sangat menonjol pada pertemuan ini adalah aktivitas mencatat materi pembelajaran, memperhatikan penjelasan, mengerjakan tugas pembelajaran dan memecahkan permasalahan pembelajaran.
Gambar 18 Aktivitas Pembelajaran Pada Pertemuan Ke-12 6.
Pertemuan ke-13 (2 Desember 2009) Pertemuan ke-13 merupakan tes siklus II, tes ini dihadiri oleh 35 siswa. Tes
siklus II mengukur kemampuan siswa atas kompetensi dasar selama siklus II. Kisi-kisi soal dan instrumen soal penulis lampirkan pada halaman lampiran. Hasil yang diperoleh dari tes siklus II, bahwa siswa yang tuntas mencapai 63% dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 6,5. Untuk lebih detailnya mengenai data tes siklus II penulis bahas dalam analisis data.
65
Selama tindakan penelitian berlangsung guru kolaborator mengamati jalannya tindakan, dan mengamati aktivitas belajar matematika siswa pada siklus II. Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama dengan siklus I dalam menentukan skor aktivitas belajar matematika siswa, diperoleh data aktivitas belajar matematika siswa siklus II. Berikut data persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus II dalam tabel 9: Tabel 9 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus II
1
Memperhatikan penjelasan teman/guru
Ratarata (%) 93,40
2
Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru
59,00
3
Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru
80,28
4
Terlibat dalam diskusi kelompok
74,11
5
Merespon/menjawab pertanyaan teman/guru
72,68
6
Menyalin/mencatat materi pembelajaran
80,50
7
Menggambar grafik
90,60
8
Mengerjakan tugas pembelajaran
84,26
9
Menganalisis permasalahan/ persoalan
87,56
10
Memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan
88,70
No
Aktivitas belajar matematika siswa
Rata-rata
81,11
Dari data yang tercantum pada tabel 9 terlihat bahwa persentase aktivitas belajar matematika siswa pada siklus II sebesar 81,11% yang berada pada kategori aktif. Pada siklus II terjadi peningkatan persentase aktivitas belajar sebesar 13,5% dari siklus I. Berdasarkan data pada tabel 9 dan data catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa, penulis deskripsikan aktivitas belajar matematika siswa pada siklus II berdasarkan indikator aktivitas belajar sebagai berikut: 1.
Visual activities Aktivitas belajar matematika siswa dalam indikator visual activities adalah
memperhatikan penjelasan teman/guru. Sama halnya dengan siklus I, aktivitas
66
memperhatikan penjelasan teman/guru merupakan aktivitas yang paling tinggi jika
dibandingkan
dengan
aktivitas
lainnya.
Semua
siswa
baik
yang
berkemampuan akademik tinggi, sedang, maupun rendah cenderung sering dalam memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan teman/guru. Terdapat siswa berkemampuan tinggi aktif memperhatikan penjelasan hanya ketika materi itu baru baginya dan belum diketahui sebelumnya, tetapi jika materi itu sudah diketahui sebelumnya maka dia tidak terlalu memperhatikan penjelasan tersebut. Siswa berkemampuan sedang aktif memperhatikan ketika materi tersebut hal baru baginya, sudah dipelajari sebelumnya, mudah untuk dipahami, dan enak dalam penyampaiannya, tetapi jika materinya sukar untuk dipahami mereka merasa pusing dan lebih senang mengalihkannya pada mengobrol. Siswa berkemampuan rendah aktif memperhatikan penjelasan ketika mereka lagi fresh otaknya, moodnya sedang on, dan materi tersebut mudah dicerna. Alasan mereka tidak memperhatikan penjelasan karena tidak suka dengan pelajaran matematika. Menurut instrumen catatan evaluasi tindakan penelitian salah satu faktor yang menyebabkan siswa memperhatikan penjelasan teman/guru khususnya bagi siswa yang berkemampuan akademik rendah adalah letak posisi duduk mereka berada paling depan kelas sehingga mudah dikontrol, hal inilah yang menjadi salah satu perbaikan pada siklus II. 2.
Oral activities Deskripsi masing-masing aktivitas belajar oral activities adalah sebagai
berikut: (1) Menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru. Sama halnya dengan siklus I aktivitas menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru merupakan aktivitas terendah di siklus II. Namun pada siklus II aktivitas ini sedikit lebih baik daripada siklus I, hal ini dikarenakan akibat dari perubahan anggota kelompok yang lebih cocok dengan siswa, sehingga diantara mereka lebih mudah dalam menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan. Mereka berusaha menjelaskan kembali jika temannya meminta untuk diajarkan. (2) Menanyakan materi yang belum dipahami kepada teman/guru. Pada siklus II aktivitas ini lebih baik dari aktivitas sebelumnya sehingga siswa cenderung sering bertanya atas materi yang belum dipahaminya, hal ini terkait dengan perubahan
67
anggota kelompok yang lebih cocok dengan siswa sehingga siswa lebih terbuka dan tidak sungkan dalam bertanya kepada temannya.
Gambar 19 Aktivitas Bertanya Siklus II (3) Terlibat dalam diskusi kelompok. Setiap kelompok melakukan diskusi kelompok dengan baik untuk memahami materi materi pembelajaran. Menurut catatan guru kolaborator bahwa faktor yang menyebabkan siswa kurang aktif dalam diskusi adalah masih ada siswa yang berperan sebagai tutor tidak membimbing anggota lainnya, untuk kelompok siswa laki-laki ketika menemukan permasalahan pembelajaran yang sulit mereka cenderung menghindarinya daripada mendiskusikannya hal ini berbeda dengan kelompok perempuan. Selain itu mereka cenderung menyelesaikan permasalahan pembelajaran secara sendirisendiri tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu. (4) Merespon/menjawab pertanyaan teman/guru. Sebagian besar siswa cukup sering dalam merespon/menjawab pertanyaan yang diajukan teman atau guru. Mereka berusaha menjawab atas pertanyaan yang diajukan. Namun terdapat siswa yang meninggalkan temannya sewaktu merespon pertanyaan dikarenakan temannya tersebut tidak paham-paham pada apa yang telah dijelaskannya. 3.
Writing activities Writing activities dinyatakan dalam aktivitas-aktivitas belajar yaitu:
(1)
Menyalin/mencatat
materi
pembelajaran.
Siswa
aktif
dalam
menyalin/mencatat materi pembelajaran. Menurut instrumen catatan evaluasi tindakan penelitian bahwa walaupun siswa tidak fokus dalam pembelajaran, namun mereka tetap aktif dalam mencatat materi yang disampaikan.
68
Gambar 20 Menyalin/Mencatat Materi Pembelajaran (2) Mengerjakan tugas pembelajaran. Siswa aktif dalam mengerjakan tugas pembelajaran yang diberikan baik dengan cara mendiskusikannya ataupun mengerjakannya secara sendiri-sendiri.
Gambar 21 Aktivitas Mengerjakan Tugas Pembelajaran 4.
Drawing activities Aktivitas belajar drawing activities dinyatakan dalam menggambar grafik
fungsi linier sebagai salah satu solusi dalam menentukan penyelesaian sistem persamaan dua variabel. Semua siswa dapat melakukan aktivitas ini dengan baik.
69
Gambar 22 Hasil Aktivitas Menggambar Grafik Fungsi Linear Siswa 5.
Mental activities Aktivitas belajar pada indikator mental activities dinyatakan dalam:
(1) Menganalisis permasalahan/persoalan. Siswa secara mental aktif dalam menganalisis permasalahan/persoalan yang diberikan, baik berupa soal-soal atau pemecahan masalah lainnya dalam pembelajaran.
Gambar 23 Aktivitas Menganalisis Permasalahan/Persoalan
70
(2) Memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan. Aktivitas ini merupakan akibat dari aktivitas menganalisis permasalahan/persoalan, sehingga rata-rata persentase keaktifannya tidak terlalu jauh. Sebagian besar siswa dapat memecahkan/menjawab permasalahan/persoalan dengan baik. Pada siklus II upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan mengadakan quiz atas meteri sebelumnya disetiap awal pertemuan pembelajaran, nilai quiz ini dicatat secara berkala menjadi sebuah poin kemajuan belajar matematika siswa. Diakhir siklus II (pertemuan ke-13) siswa diberikan tes formatif akhir siklus II, kriteria ketuntasan minimal (KKM) siklus II adalah 6,5.
Penulis
lampirkan hasil tes formatif akhir siklus II pada bagian lampiran. Dari tabel distribusi frekuensi terlihat bahwa terdapat 22 siswa (63%) tuntas, sedangkan 13 siswa (37%) belum tuntas. Dengan menggunakan aturan sturgess, penulis menyajikan data nilai tes formatif akhir siklus II dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 10 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Tes Formatif Akhir Siklus II
c.
Nilai 3,1 – 4
f 1
34
100
4,1 – 5
5
33
97,05
5,1 – 6
5
28
82,35
6,1 – 7
11
23
67,64
7,1 – 8
5
12
35,29
8,1 – 9
4
7
20,58
9,1 – 10
3
3
8,82
Tahap refleksi Hasil tindakan penelitian siklus II diperoleh data persentase aktivitas belajar
matematika siswa sebesar 81,11% dengan kategori aktif dan ketuntasan tes formatif akhir siklus II mencapai 63%. Hal ini jika dibandingkan dengan indikator keberhasilan kinerja maka tindakan penelitian siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan kinerja, sehingga tindakan penelitian ini dihentikan.
71
Keberhasilan tindakan penelitian ini tidak terlepas dari perbaikan-perbaikan yang diperoleh dari siklus I, yakni upaya dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa peneliti bersama guru kolaborator mengelompokkan kembali bagi siswa putra, hal ini dapat dilihat berdasarkan kecenderungan siswa putra dalam memilih teman kelompoknya di siklus I, penataan posisi tempat duduk siswa menjadi lebih kondusif untuk berdiskusi, dan memberikan reward bagi kelompok yang aktif dan memperoleh rata-rata poin kemajuan tertinggi, serta reward bagi siswa yang aktif menjadi tutor sebaya. Sedangkan upaya dalam meningkatkan hasil belajar siswa disetiap awal pertemuan diadakan quiz atas materi pertemuan sebelumnya, nilai quiz ini dicatat secara berkala menjadi sebuah poin kemajuan belajar matematika siswa. Selain keberhasilan tindakan penelitian yang telah dicapai, namun masih terdapat kekurangan dalam tindakan di siklus II diantaranya adalah belum optimalnya aktivitas menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan teman/guru yang hingga siklus II hanya mencapai 59%. Hal ini disebabkan karena subjek penelitian cenderung tidak berani dan tidak percaya diri dalam menjelaskan kembali, hanya beberapa subjek saja yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang besar yang dapat melakukan aktivitas ini. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan guru kolaborator kelompok yang aktif dan konsisten keaktifannya dalam berdiskusi sehingga memperoleh reward adalah kelompok 12, sedangkan siswa yang aktif menjadi tutor sebaya dan peduli terhadap anggota kelompok lainnya adalah S35.
C.
Analisis Data dan Hasil Temuan Penelitian
1.
Analisis Data
a.
Instrumen aktivitas belajar matematika siswa Data mengenai aktivitas belajar matematika siswa salah satunya diperoleh
dari instrumen aktivitas belajar matematika siswa. Rata-rata persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I dan siklus II, penulis sajikan pada tabel 11 di bawah ini:
72
Tabel 11 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus I dan Siklus II Siklus
Rata-rata (%)
Siklus I
67,61
Siklus II
81,11
Peningkatan (%) 13,5
Data persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I dan siklus II, penulis sajikan juga dalam bentuk diagram batang (grafik) di bawah ini:
85 80 Persentase %
75 70 65 60
Siklus I
67.61
Siklus II
81.11
Grafik 1 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus I dan Siklus II Berdasarkan tabel 11 tersebut diketahui bahwa persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus II mengalami peningkatan sebesar 13,5% dari siklus I, hal ini menunjukkan bahwa tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II dapat memperbaiki dan meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa. b.
Catatan observasi aktivitas belajar matematika siswa Data aktivitas belajar matematika siswa dari catatan observasi aktivitas
belajar matematika siswa pada siklus I lebih memfokuskan pada keaktifan siswa dalam berdiskusi yang belum maksimal. Karena jika aktivitas diskusi dapat berjalan dengan baik, maka aktivitas lainnya pun akan terpengaruhi dengan baik pula. Faktor-faktor yang diuraikan oleh guru kolaborator mengenai ketidak aktifan siswa dalam berdiskusi diantaranya adalah penempatan kelompok belum maksimal, siswa kelihatan lelah dan kurang berkonsentasi karena pembelajaran
73
terletak pada jam ke-5 dan ke-6, dan siswa cenderung mengerjakan soal secara sendiri-sendiri tanpa mendiskusikannya. Secara umum pada siklus I keaktifan siswa dalam pembelajaran sudah kelihatan, tetapi belum maksimal dan perlu diperbaiki lagi dalam siklus selanjutnya. Pada siklus II keaktifan siswa dalam pembelajaran lebih baik dari pada siklus sebelumnya, dimana siswa yang mengalami kesulitan belajar mengalami kemajuan dengan sering memperhatikan dan mengerjakan tugas dengan baik, pembelajaran sangat fokus, sebagian besar siswa aktif dalam memperhatikan penjelasan
dan
mencatat
materi
pembelajaran,
kegiatan
diskusi
sudah
menunjukkan perbaikan dari pada siklus I, namun pada pertemuan tertentu masih saja terdapat kegiatan diskusi kurang maksimal dikarenakan waktu pembelajaran yang kurang terkelola dengan baik. c.
Wawancara Hasil wawancara yang dilakukan terhadap subjek penelitian bahwa pada
siklus I dalam aktivitas mendengarkan siswa cenderung mendengarkan penjelasan yang disampaikan guru/teman dan sering meresponnya. Antusias mereka dalam pembelajaran sangat antusias dan sering bersemangat dalam pembelajaran. Siswa kadang-kadang merasa terbebani dengan kemampuan minimal yang harus mereka kuasai karena sulit, sedangkan lembar tantangan membuat siswa tertantang dalam pembelajaran walaupun tidak jarang mereka belum berhasil menyelesaikannya. Peran tutor sebaya sangat membantu mereka dalam pembelajaran dan membantu teman jika ada kesulitan dalam pembelajaran. Penggunaan hand out sangat membantu mereka dalam pembelajaran, mereka dapat membaca berulang-ulang dan tidak perlu mencatat kembali, karena dalam hand out menurut mereka lebih memudahkan pemahaman, cara penyelesaian dan latihan soal sudah sistematis, terdapat ringkasan-ringkasan materi yang pentingnya saja sehingga dapat dibaca kembali pada waktu menjelang ulangan. Pada siklus II hasil wawancara yang diperoleh bahwa aktivitas mendengarkan pada siswa berkemampuan rendah rata-rata menjawab jarang mendengarkan. Mereka mendengarkan ketika mereka lagi bagus mood nya dan ketika materi yang diajarkan mudah untuk dipahami. Siswa berkemampuan tinggi dan sedang rata-rata mereka menjawab sering mendengarkan penjelasan yang
74
disampaikan teman/guru. Antusiasme mereka dalam pembelajaran rata-rata mereka sangat antusias dengan berbagai alasan diantaranya suka dengan matematika, berencana masuk jurusan IPA, materi mudah untuk dipahami. Sebagian besar siswa tidak merasa terbebani dengan kemampuan minimal yang harus dikuasai karena materi yang diajarkan relatif mudah. Soal tantangan membuat siswa tertantang dalam menyelesaikannya, mereka berusaha menjadi orang pertama yang berhasil mengerjakannya. Peran tutor sebaya sangat membantu mereka dalam memahami materi yang belum dipahaminya. Penggunaan hand out sangat membantu siswa dalam pembelajaran, salah satu alasannya adalah lebih memudahkan untuk memahami materi, dan terdapat pembahasan soal dan latihannya yang tersusun secara sistematis. d.
Hasil belajar matematika siswa Data hasil belajar matematika siswa diperoleh dari nilai tes formatif akhir
siklus. Data-data nilai tes formatif akhir siklus I dan II penulis analisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan analisis statistik deskriptif. Analisis kualitatif penulis menganalisisnya berdasarkan data hasil jawaban tes formatif akhir siklus I dan II. Pada tes formatif akhir siklus I, siswa yang berkemampuan akademik tinggi mendominasi daftar ketuntasan. Penulis menganalisis proses-proses dalam menemukan jawaban, penemuan penulis bahwa terdapat siswa yang dapat mengerjakan semua soal dengan tepat dan disertai langkah-langkah sistematis yang sesuai dengan konsep materi. Ada pula siswa lainnya dalam pengisisan jawaban secara konsep benar namun karena kurang teliti dalam hal operasi aljabar mengakibatkan jawaban akhirnya kurang tepat. Sementara siswa lainnya dalam menemukan jawaban menggunakan cara yang berbeda pada umumnya tetapi menghasilkan jawaban yang benar. Berikut adalah gambar perbandingan ke-2 jawaban siswa: (Soal: Tinggi suatu segitiga adalah 6 cm lebihnya dari alas. Jika luas segitiga tersebut adalah 108 cm2, maka panjang alas segitiga tersebut adalah....)
75
Subjek 2
Subjek 15
Gambar 24 Jawaban Siswa Berbeda Dalam Cara Pengerjaan Pada siswa berkemampuan akademik sedang tidak begitu banyak yang tuntas. Mereka hanya mampu menyelesaikan yang soal-soal dengan tingkat kesukaran mudah dan beberapa yang sedang. Dalam mengisi jawaban mereka dapat menggunakan konsep yang tepat. Namun kendalanya adalah mereka belum bisa mengoperasikan konsep secara aljabar hingga menemukan jawabannya, mereka hanya bisa sebatas menginput angka-angkanya saja. Siswa berkemampuan rendah belum ada yang mencapai tuntas. Berdasarkan isian jawaban mereka baru benar pada soal dengan tingkat kesukaran mudah. Pada soal yang lain mereka berusaha untuk menjawabnya. Isian jawaban menunjukkan bahwa mereka dapat menyebutkan konsep dengan benar namun kendala mereka adalah belum tepat dalam menginput angka-angka ke dalam konsep tersebut dan operasi aljabar yang masih keliru. Pada tes formatif akhir siklus II siswa berkemampuan akademik tinggi hampir semuanya tuntas. Mereka dapat mengerjakan soal-soal dengan baik dan sistematis. Namun masih ada satu siswa yang belum tuntas, dikarenakan dalam menjawab soal masih keliru dalam masalah perhitungan operasi aljabar walaupun
76
secara konsep sudah benar. 10 dari 13 siswa berkemampuan sedang tuntas dalam tes formatif siklus II sebagian besar dapat mengerjakan soal dengan baik pada soal-soal dengan tingkat kesukaran mudah dan sedang. Siswa berkemampuan rendah hanya 1 siswa yang tuntas. Siswa yang lainnya belum mencapai nilai ketuntasan, namun pada sisi lain terjadi peningkatan jumlah soal yang dijawab dengan benar dari pada siklus I, akibatnya nilai yang diperoleh tidak terlalu rendah. Analisis statistik deskriptif pada data nilai tes formatif akhir siklus I dan II meliputi nilai rata-rata, standar deviasi penulis sajikan dalam tabel 12: Tabel 12 Statistik Deskrptif Nilai Tes Formatif Akhir Siklus I dan II Statistik deskrptif
Siklus I
Siklus II
Rata-rata
5,39
6,76
Standar deviasi
2,57
1,50
Data hasil belajar matematika siswa di siklus I bahwa tingkat ketuntasan siswa dalam tes formatif akhir siklus I masih rendah yaitu 34,3% dengan rata-rata 5,39 hal ini menunjukkan bahwa penguasaan materi di siklus I masih rendah. Sedangkan standar deviasi data tes formatif akhir siklus I relatif besar yaitu sebesar 2,57 hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa di siklus I belum merata dan tersebar sepenuhnya diantara siswa berkemampuan rendah, sedang dan tinggi. Hal ini diperkuat dengan jangkauan data yang sangat besar yaitu 8,24 dimana nilai terbesar 10 dan nilai terkecilnya 1,76. Perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada siklus II maka disetiap awal pertemuan diadakan quiz atas materi pertemuan sebelumnya, nilai quiz ini dicatat secara berkala menjadi sebuah poin kemajuan belajar matematika siswa, dan memberikan reward berupa souvenier bagi kelompok yang aktif dan memperoleh rata-rata poin kemajuan tertinggi, serta reward bagi siswa yang aktif menjadi tutor sebaya. Data nilai tes formatif akhir siklus I dan II penulis sajikan dalam diagram batang (grafik) sebagai berikut:
77
7 6 5 4 3 2 1 0 Siklus I
5.39
2.57
Siklus II
6.76
1.5
Grafik 2 Statistik Deskrptif Nilai Tes Formatif Akhir Siklus I dan II Hasil yang diperoleh bahwa terdapat peningkatan hasil belajar matematika siswa pada siklus II. Hal ini berdasarkan nilai rata-rata tes formatif akhir siklus II mencapai 6,76 dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus II sebesar 63% hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menguasai materi-materi di siklus II. Sedangkan standar deviasi data tes formatif akhir siklus II relatif kecil yakni 1,50 dan jangkauan datanya 5,9 (nilai terbesar 9,8 dan nilai terkecil 3,9) artinya sebaran nilai tes formatif akhir siklus II hampir tersebar dan merata diantara siswa berkemampuan akademik rendah, sedang, maupun tinggi.
2.
Hasil Temuan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan deskripsi data-data hasil
penelitian, maka temuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Penggunaan hand out dipembelajaran Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran Pernyataan ini berdasarkan pengamatan peneliti dan hasil wawancara yang
dilakukan terhadap subjek pembelajaran. Menurut hasil wawancara bahwa dengan adanya hand out pembelajaran dapat membantu memudahkan siswa-siswa dalam memahami materi pembelajaran. Dalam hand out terdapat ringkasan-ringkasan materi, pembahasan soal dan latihannya yang tersusun secara sistematis, sehingga mereka tidak perlu mencatat materi kembali, dan dapat membacanya berulang-
78
ulang. Penggunaan hand out dalam pembelajaran Differentiated teaching membuat pembelajaran lebih efektif daripada penggunaan media lain seperti slideslide power point. b.
Peran tutor sebaya dalam Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa Pernyataan ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti maupun guru
kolaborator yang dilakukan terhadap subjek penelitian. Tutor sebaya merupakan motor keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan adanya peranan tutor sebaya akan memunculkan interaksi sesama anggota kelompok dalam sebuah kegiatan diskusi. Akibat dari kegiatan diskusi yang berjalan dengan baik, maka keaktifan siswa dalam pembelajaran akan terpengaruh dengan baik pula. c.
Pemberian reward berupa souvenier dalam Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif Pernyataan ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti di siklus II, dimana
pada siklus II diadakan reward berupa souvenier sebagai upaya untuk perbaikan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Reward ini diberikan kepada siswa yang paling aktif menjadi tutor sebaya dan kelompok yang paling aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan adanya reward ini siswa berusaha menjadi tutor sebaya bagi kelompoknya dan juga masing-masing kelompok berusaha menunjukkan keaktifannya dalam pembelajaran. d.
Penerapan metodologi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam penelitian dapat memperkecil nilai standar deviasi tes formatif akhir siklus Pernyataan ini berdasarkan data statistik deskriptif nilai tes formatif akhir
siklus I dan II pada halaman 74. Nilai standar deviasi tes formatif siklus II lebih kecil dibanding siklus I, artinya pada siklus II sebaran data nilai tes formatif menyebar dan merata diantara siswa berkemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik kegiatan PTK yang berusaha dan berupaya memperbaiki goal/tujuan akhir penelitian yang tercantum dalam indikator keberhasilan kinerja.
79
Dari sisi lain, hal ini dapat diartikan juga bahwa kemampuan subjek penelitian dalam menguasai materi sudak baik dari berbagai tingkatan akademik, sehingga model pembelajaran Differerntiated Teaching dapat terbukti memenuhi kebutuhan belajar siswa dan memaksimalkan potensi belajar siswa.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan deskripsi data yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis menyimpulkan bahwa: 1.
Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa. Aktivitas belajar matematika siswa yang berkembang adalah semua indikator aktivitas belajar matematika siswa (visual activities, oral activities, writing activities, drawing activities, dan mental activities), kecuali pada oral activities pernyataan menjelaskan kembali materi yang disampaikan teman/guru yang hingga akhir siklus II hanya mencapai 59% (kriteria: kurang aktif). Hal ini disebabkan karena subjek penelitian cenderung tidak berani dan tidak percaya diri dalam menjelaskan kembali, hanya beberapa subjek saja yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang besar yang dapat melakukan aktivitas ini. Sebagai solusi untuk meningkatkan aktivitas ini adalah memberikan banyak kesempatan kepada subjek penelitian dalam menjelaskan kembali, menghargai sekecil apapun yang telah dilakukan subjek penelitian sehingga turut menumbuhkan sikap rasa percaya diri siswa.
2.
Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Tingkat ketuntasan siswa dalam tes formatif akhir siklus I masih rendah yaitu 34,3% dengan rata-rata 5,39. Sedangkan standar deviasinya relatif besar yaitu sebesar 2,57 hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa belum merata dan tersebar sepenuhnya diantara siswa berkemampuan rendah, sedang dan tinggi. Terdapat peningkatan hasil belajar matematika siswa pada siklus II. Nilai rata-rata tes formatif akhir siklus II mencapai 6,76 dan tingkat ketuntasan sebesar 63%. Sedangkan standar deviasinya relatif kecil yakni 1,50 mengindikasikan sebaran nilai tes formatif akhir siklus II hampir tersebar
80
81
dan merata diantara siswa berkemampuan akademik rendah, sedang, maupun tinggi. B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka saran-saran penulis adalah: 1.
Bagi para guru yang ingin meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika
pada
siswa
yang
beragam
kemampuan
akademiknya,
seyogyanya menerapkan model pembelajaran Differentiated teaching dengan strategi instruksional Cooperative learning. 2.
Bagi para pembaca yang berminat untuk meneliti agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai Differentiated teaching baik pada strategi instruksional, variabel penelitian, maupun pada jenjang pendidikan yang lainnya. Sehingga turut memperkuat pembuktian teori-teori Differentiated teaching secara empiris.
DAFTAR PUSTAKA .............. Standar Kompetensi. Jakarta: Departemen Agama RI, 2004. Ametembun. Memahami Diferensi-Diferensi dan Pembelajaran Peserta Didik. Bandung: Suri, 2006.
Mendiferensiasikan
Arends, Richard I. Learning to Teach Edisi ke-7 Buku satu. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008. Arends, Richard I. Learning to Teach Edisi ke-7 Buku dua. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008. Arikunto, Suharsimi. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research – CAR), dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008. Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Basia, Hall. Differentiated Instruction, http://www.pearsonschool.com/live/assets/ 200916/MatMon092625HS2011Hall_20703_1.pdf. [5 Oktober 2009]. Slavin, Robert E. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media, 2008. Kadir. Pembelajaran matematika melalui pendekatan open ended, dalam Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika vol.1 No.1. Jakarta: CeMED, 2006. Kadir. Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dilengkapi dengan Output Program SPSS. Jakarta: Rosemata Sempurna, 2010. Kaufeldt, Martha. Wahai Para Guru, Ubahlah Cara Mengajarmu. Jakarta: PT Indeks, 2008. Nurdin, Syafruddin. Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat: Quantum Teaching, 2005. Robertson, Laurel. Pembelajaran Kooperatif Untuk Mendukung Cara Berfikir, Bernalar dan Berkomunikasi Dalam Matematika, dalam Handbook of Cooperative Learning. Yogyakarta: Imperium, 2009. Rochmad. Tinjauan Filsafat dan Psikologi Konstruktivisme: Pembelajaran matematika yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif. http://www.rochmad-unnes.blogspot.com. [19 Januari 2009].
82
83
Rohani HM, Ahamad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Subban, Pearl. A Research Basis Supporting Differentiated Instruction, http://www.aare.edu.au/06pap/sub06080.pdf. [13 Oktober 2009] Sudjiono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008). Sudrajat, Akhmad. Pembelajaran Tuntas (Mastery learning) dalam KTSP, http://akhmad sudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntasmastery-learning-dalam-ktsp/. [13 Oktober 2009] Suhardjono. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi Guru, dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008. Supardi. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta Sistematika Proposal dan Laporannya, dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.