Menghilangnya Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari Tugas Akhir Kuliah Pendidikan Pancasila STMIK ’’AMIKOM” YOGYAKARTA
Nama
: Agus Ardiantoro
NIM
: 11.12.5844
Kelompok
: Nusa
Jurusan
: SI Sistem Informasi
Dosen
: Mohammad Idris. P, DRS, MM
1
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Di era globalisasi sekarang ini banyak terjadi masalah tentang
perbedaan
pemahaman dan cara pandang antar agama yang satu dan lainnya, masing-masing agama beranggapan ajaran mereka yang paling benar, karena mulai menitipisnya rasa toleransi sesama umat beragama. Hal ini didasari oleh kurangnya pemahaman masyarakat akan nilai-nilai dasar Pancasila. Akibatnya antara agama satu dan lainnya terjadi konflik yang salah satunya merupakan peristiwa yang sering terjadi pada beberapa tahun belakangan ini berupa terorisme yang merajalela. Oleh karena itu saya akan membahas masalah terorisme yang menghantui Indonesia dengan kurangnya pemahaman tentang Pancasila.
B.
RUMUSAN MASALAH Dengan adanya beberapa kejadian yang saya himpun atau saya terima mengenai
teroris yang ada di Indonesia, sehingga didapat beberapa masalah pertanyaan yang timbul di benak saya diantaranya: 1.
Apa motif yang melatarbelakangi keberadaan terorisme tersebut ?
2.
Bagaimana peran Pancasila dalam mengatasi terorisme?
C. PENDEKATAN a.
Historis
Berikut ini adalah pengeboman yang dilakukan terorisme di Indonesia sejak tahun 1984 sampai tahun 2009 : 4 Oktober 1984 : Lokasi: Bank Central Asia di Jl. Gajah Mada, Bank Central Asia di Jl. Pacenongan, serta jembatan Glodok Jakarta Korban: 2 tewas dan 7 luka.
2
14 Mei 1986 Lokasi: Wisma Metropolitan di Jl. Sudirman, Hotel President di Jl. Thamrin, Pekan Raya Jakarta Korban: Tak ada laporan Organisasi “Brigade Anti Imperialis Internasional” di Jepang mengaku bertanggungjawab. 18 Januari 1998 Lokasi: Rumah Susun Tanah Tinggi Jakarta Tidak ada korban Pelaku: Agus Priyono Jenis bom: rakitan 11 Desember 1998 Lokasi: Plaza Atrium Senen Jakarta Tidak laporan korban 19 April 1999 Lokasi: Masjid Istiqlal Jakarta Korban: 2 luka-luka Pelaku: Surya Setiawan Jenis bom: potasium klorat, TNT 20 Oktober 1999 Lokasi: Depan Balai Sidang Senayan Jakarta Bundaran Hotel Indonesia Korban: seorang pendukung PDI Perjuangan tewas dan 15 luka-luka Jenis bom: rakitan 28 Mei 2000, bom di GKPI Medan 4 Juli 2000 Lokasi: Gedung Bundar Kejaksaan Agung Jakarta Tidak ada korban Pelaku: Said Adnan (buron) Jenis bom: rakitan dari nitrat, minyak tanah, dan TNT 3
22 Juli 2000, bom Gereja Santa Anna Jakarta. 1 Agustus 2000 Lokasi: kediaman Dubes Filipina Leonides T. Caday, Jl. Imam Bonjol, Menteng Jakarta Korban: 2 tewas, 21 luka-luka Jenis bom: TNT 20 Agustus 2000, bom di depan gereja GKRI Medan 20 Agustus 2000, bom di depan GKII Medan 27 Agustus 2000 Lokasi: halaman Kedubes Malaysia, Jl. Rasuna Said, Kuningan Jakarta Tidak ada korban Pelaku: Iwan Setiawan alias Husen (penjara 6 tahun 4 bulan) dan Saifan Nurdin (penjara 6 tahun 4 bulan), M. Mudin (8 tahun), dan Praka Ibrahim Hasan (seumur hidup) Jenis bom: granat tangan 27 Agustus 2000, bom di rumah pendeta Sitorus Medan 13 September 2000 Lokasi: lantai parkir Gedung Bursa Efek Jakarta, Jl. Sudirman Jakarta Korban: 10 tewas, 90 luka-luka Kerugian: 161 mobil rusak berat dan ringan, sarana gedung rusak Pelaku: Tengku Ismuhadi (penjara seumur hidup), Iwan Setiawan (8 tahun), Saifan Nurdin (8 tahun), dan M. Mudin (8 tahun), Praka Ibrahim Hasan (seumur hidup), Irwan bin Ilyas (seumur hidup), Ibrahim Abdul Wahab Jenis bom: TNT (5 kilogram) 14 Oktober 2000, bom di perusahaan tambang PT New Month, Sumbawa 12 November 2000, bom di gedung ISTP Dharma Agung Medan 24 Desember 2000, tercatat 24 kasus pengeboman mulai dari Medan sampai Mataram, kecuali Jawa Tengah dan DIY yang tersebar dalam 15 kota, antara lain Medan, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bandung, Sukabumi, Pangandaran, Mojokerto, Jawa Timur, dan NTB.
4
Rangkaian ledakan bom pada malam Natal di Jakarta dan berbagai tempat lain yang menyebabkan 17 tewas dan sekitar 100 orang cidera. Khusus Bom Natal Jakarta : Pukul 19.50 : Gereja Koinonia, Jl Matraman Raya , Jakarta Timur; 3 luka Pukul 20.30 : Gereja Anglikan, Jl Arif Rahman Hakim, Jakarta Pusat Pukul 20.45 : Gereja Oikumene, Halim PK, Jakarta Timur Pukul 21.00 : Gereja Katedral, Jakarta Pusat; 5 luka Pukul 21.00 : Gereja Santo Yosef Jl Matraman Raya, Jakarta Timur; 3 meninggal, 8 luka Pukul 21.10 : Jl Menteng Raya,dekat Gereja Kanisius, Jakarta Pusat 25 Desember 2000, bom di rumah pendeta L I Manson, Medan 13 Maret 2001 Lokasi: RS Saint Carolus, Jakarta Pusat Keterangan: Dalam penyelidikan polisi 17 Maret 2001 Lokasi: Jembatan kereta api Cisadane, Serpong, Tangerang 18 April 2001 Lokasi: Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat 10 Mei 2001 Lokasi: Asrama Mahasiswa Aceh Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa Iskandar Muda, Jl. Perahu 1, Manggarai Jakarta Korban: 3 tewas, 18 luka-luka Pelaku: Muslihuddin Muarif (4 tahun penjara), Taufik Abdullah (1 tahun), Mushalli (2 tahun) Jenis bom: rakitan 19 Juni 2001 Lokasi: rumah kos Jl. Cikoko, Pengadegan, Pancoran Jakarta Korban: 5 orang luka Tersangka: Edi Susilo (buron) Jenis bom: rakitan potasium klorat, belerang, amonium nitrat 5
22 Juli 2001 Lokasi: Gereja HKBP Duren Sawit, Jakarta Timur Keterangan: granat tangan 5 luka-luka 22 Juli 2001 Lokasi: Gereja Santa Anna, Pondok Bambu, Jakarta Timur Keterangan: 64 luka-luka, 1 Agustus 2001: Lokasi : Plaza Atrium, Senen, Jakarta Pusat Korban: enam luka-luka 23 September 2001 Lokasi: Plaza Atrium, Senen Jakarta Tersangka: Ramli dkk. (dalam proses pemeriksaan) Jenis bom: rakitan 9 November 2001 Lokasi: Gereja Petra, Jl. Cilincing Raya, Koja Jakarta Tersangka: Ujang Haris, Wahyu Handoko Jenis bom: rakitan dari belerang dengan gotri dan paku 2 Desember 2001, dua kali pengeboman di GKP Pangkalan Kerinci Pekanbaru 1 Januari 2002 Lokasi: Rumah Makan Ayam Bulungan, Kebayoran Baru Jakarta Korban: satu pelaku tewas Tersangka: Hasballah (tewas terkena granat), Tarmizi Jenis bom: granat manggis (K75 buatan Korea) 9 Juni 2002 Lokasi: tempat parkir Hotel Jayakarta, Diskotek Eksotis, Jakarta Korban: 4 orang luka berat Tersangka: Dodi Prayoko alias Buyung Jenis bom: rakitan low explosives
6
1 Juli 2002 Lokasi: Mal Graha Cijantung Jakarta Korban: 7 orang luka-luka Tersangka: Ramli, M. Nur, Mudawali, Muhamad Hasan Irsyadi bin Daud alias Bambang Setiawan, Syahrul, Mudawali, dan Hasan Jenis bom: mercon besar dari belerang, potasium 12 Oktober 2002: Ledakan di Bali menewaskan 202 orang, sebagian besar wisatawan asing, 88 orang berasal dari Australia. 5 Desember 2002: Ledakan di restoran McDonald di Makassar menewaskan 3 orang. 27 April 2003: Lokasi : Terminal F2 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng Jakarta Korban: 10 luka-luka 5 Agustus 2003: Lokasi : depan lobi Hotel JW Marriott di Jalan Lingkar Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Lokasi : 12 orang tewas dan mencederai 152 orang lainnya 10 Januari 2004: 4 Orang tewas akibat ledakan bom di kafe karaoke di Palopo, Sulawesi. 9 September 2004: Lokasi :Kantor Kedutaan Besar Australia Jalan Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan Korban: 6 tewas dan 161 luka-luka. 13 November 2004: Ledakan di dekat kantor polisi di Poso, Sulawesi menewaskan 5 orang. 28 Mei 2005: 2 Bom meledak di Pasar Sentral di Tentena, Poso, menewaskan 22 orang. 2 Oktober 2005: 3 Bom bunuh diri di Bali menewaskan 20 orang termasuk beberapa wisatawan asing. 17 Juli 2009 : Ledakan bom di JW Marriott dan Ritz Charlton Jakarta, Pihak kepolisian merilis jumlah korban ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Jumlah korban tewas sebanyak 9 orang, sedangkan korban luka 53 orang. 7
Seperti dikutip dari TMC Polda Metro Jaya, Sabtu (18/7/2009), dari 53 korban luka, 16 di antaranya adalah warga negara asing (WNA). Sedangkan 37 lainnya warga negara Indonesia (WNI). Untuk WNA, rinciannya adalah 16 warga Amerika, 1 Australia, 2 Belanda, 2 Kanada, 1 India, 2 Korea Selatan, 1 New Zealand, dan 1 Norwegia. b.
Sosiologis Di mata sosiolog, terorisme tumbuh subur ditengah kemiskinan yang kian
merajalela. Peran pemerintah menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat perlu ditingkatkan. Akar persoalannya adalah kemiskinan menjadi sumber masalah yang terbesar. Kesenjangan yang makin mencolok perlu diperketat agar kaum kelas bawah tidak terpuruk. Kalangan bawah yang makin terpuruk mudah disisipi ideologi dan gampang diprovokasi.Kekecewaan masyarakat kepada institusi penegak hukum juga makin nyata. Karena itu, penting sekali peran pemerintah dalam pemberantasan terorisme secara persuasif. Dengan menjamin kesejahteraan rakyat dan menjamin keadilan bagi rakyat, pemerintah telah menutup simpul jaringan teroris berikutnya. Artinya adalah refleksi publik yang luar biasa dimana keadilan masyarakat sangat jauh. Tidak ada upaya lain selain melakukan tindakan radikal. Harus diperhatikan akar masyarakat orang mengambil cara radikal. Harus dibenahi posisi keadilan bagi masyarakat harus dikedepankan," tuturnya. Belakangan ini marak terjadi tindak kekerasan dan perilaku individu maupun kelompok yang menyimpang dari norma sosial. Isu kekerasan menjadi salah satu persoalan yang banyak dibahas oleh berbagai kalangan. Ada hubungan korelatif antara tingginya intensitas kekerasan dengan perkembangan industrialisasi dan urbanisasi. Terbukti, kekerasan yang terjadi di kota-kota besar lebih banyak dibandingkan dengan di desa-desa. Bahkan, di negara-negara maju, maraknya kerkerasan merupakan bentuk reaksi terhadap perubahan
sosial
yang
terjadi
dan
kondisi
yang
ada.
Menurut para sosiolog, kekerasan merupakan bagian atau efek dari dominasi dan subordinasi dalam pola relasi sosial. Sedangkan Sigmund Freud (1856-1939) berpendapat, tindak kekerasan merupakan wujud rasa frustasi. Ada dua dimensi akar kekerasan menurut Ali Shariati: pertama, dimensi kemasyarakatan; kedua, dimensi ideologi kebudayaan modern yang mendominasi dunia. Persoalan sosial ini berasal dari materialisme di masyarakat dan alam pikiran yang mengeliminasi humanisme dan ketuhanan. 8
Sementara itu, Alfin Tofler dalam Future Shock (1970) melihat bahwa manusia sekarang ini mengalami disorientasi mental dengan ciri adanya kecenderungan munculnya penyakit mental di dalam struktur kepribadiannya. Manusia mengalami ketegangan psikologis, di mana ia kemudian mudah stres dan depresi dalam menghadapi realitas kehidupan. Selain itu, relasi sosial dan solidaritas dalam masyarakat yang saat ini semakin renggang juga ikut berpengaruh. Hubungan individu yang semula berdasarkan pada paguyuban yang erat, murni, toleran dan penuh tenggang rasa bergeser ke arah patembayan yang dividualistik, organis, tidak langsung, dan selalu berdasarkan atas kepentingan.
c.
Yuridis Undang-Undang Nomor 15 dan Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme terdapat sejumlah kelemahan di dalam pasal-pasalnya. Dalam penelitian ini, yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui secara mendalam Undang-Undang Nomor 15 dan Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 dan Nomor 2 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam mengatur kejahatan terorisme dan
untuk
mengetahui
upaya
penanggulangan
kejahatan
Terorisme.
Berdasarkan hal tersebut, metode pendekatan yang digunakan peneliti adalah metode yuridis normatif atau doktrinal, yaitu penelitian hukum yang mendasarkan hukum sebagai norma. Bentuk penelitian adalah Legal Opinion, dengan melakukan pendekatan kajian pustaka. Adapun bahan kajian yang digunakan berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder
dan
bahan
hukum
tertier
Berdasarkan ulasan dari bab II dan bab III, menunjukkan adanya kelemahan di dalam Undang-Undang Nomor 15 dan Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, seperti bentuk peraturan perundang-undangan, batasan mengenai terorisme itu sendiri, klasifikasi tindak pidana, ruang lingkup keberlakuan, kaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang lain termasuk alat bukti dan proses hukum. Maka dari itu, yang harus dilakukan adalah menyempurnakan berbagai kelemahan dalam rangka menyelesaikan persoalan terorisme dan harus selalu berpegang pada prinsip, antara lain; perlindungan kebebasan sipil, penghargaan dan perlindungan hak-hak individu, pembatasan dan pencegahan penyalahgunaan kekuasaan oleh negara. 9
Penggunaan sistem peradilan pidana merupakan suatu respon penanggulangan dan penanganan kejahatan. Seperti yang dikemukakan oleh Muladi bahwa penegakan hukum pidana melalui bekerjanya sistem peradilan pidana merupakan prioritas utama yang keberhasilannya tetap diharapkan, lagi pula pada bidang penegakan ini pulalah dipertaruhkan makna negara berdasarkan atas hukum. Penyidikan merupakan bagian awal dari berjalannya sistem peradilan pidana, bilamana penyidikan yang dilakukan berjalan dengan semestinya sesuai dengan peraturan bukan tidak mungkin akan menjamin terwujudnya keadilan terhadap setiap pihak baik itu terhadap tersangka, aparat sebagai alat negara, dan korban kejahatan.Menghadapi kejahatan terorisme yang memiliki karakteristik berbeda dengan kejahatan pada umumnya dan menyadari dampak yang diakibatkan dari kejahatan tersebut sangat besar maka dalam penanganan kejahatan terorisme diberikan aturan-aturan bersifat khusus yang tentunya menyimpang dari aturan umum yang semestinya digunakan baik itu secara materiil ataupun secara formil. Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi mengenai prosedur penyidikan terhadap kejahatan terorisme dan beberapa hal yang terkait dengan penyidikan kejahatan terorisme seperti halnya peraturan yang menjadi pedoman aparat dalam rangka melaksanakan penegakkan hukum terhadap kejahatan ini serta kendala yang dihadapi aparat (kepolisian) dalam melaksanakan penyidikan kejahatan terorisme ini. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian untuk menyusun penulisan hukum ini adalah dengan menggunakan metode yuridis normatif. Metode ini merupakan pendekatan yang mengkhususkan diri pada kaidah-kaidah hukum (pendekatan secara yuridis) dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai aturan khusus dalam menghadapi kejahatan terorisme baik yang bersifat substansial maupun yang bersifat formal. Namun demikian aturan yang berlaku secara umum KUHP dan KUHAP masih berperan signifikan mengingat hal yang diatur dalam aturan khusus tersebut hanyalah yang bersifat penting sebagai respon dari karakteristik yang dimiliki kejahatan terorisme. Kata kunci: Tindak pidana terorisme dan Penyidikan tindak pidana terorisme.
10
BAB II PEMBAHASAN MASALAH Defini Terorisme Menurut Black’s Law Dictionary Terorisme adalah kegiatan yang melibatkanunsur kekerasan atau menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melibatkan unsur kekerasan atau menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana, yang jelas dimaksudkan untuk : a. Mengintimidasi penduduk sipil b. Mempengaruhi kebijakan pemerintah c. Mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau pembunuhan. Menurut Webster’s New World College Dictionary (1996) Terorisme adalah “the use of force or threats to demoralize, intimidate, and subjugate.” Doktrin membedakan Terorisme kedalam dua macam definisi, yaitu definisi tindakan teroris (terrorism act) dan pelaku terorisme (terrorism actor). Disepakati oleh kebanyakan ahli bahwa tindakan yang tergolong kedalam tindakan Terorisme adalah tindakan-tindakan yang memiliki elemen : 1. kekerasan 2. tujuan politik 3. teror/intended audience. Menurut Terrorism Act 2000, UK Terorisme mengandung arti sebagai penggunaan atau ancaman tindakan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, kerugian berat pada harta benda, membahayakan kehidupan seseorang, bukan kehidupan orang yang melakukan tindakan, menciptakan risiko serius bagi kesehatan atau keselamatan 11
publik atau bagian tertentu dari publik atau didesain secara serius untuk campur tangan atau mengganggu sistem elektronik. 2. penggunaan atau ancaman didesain untuk memengaruhi pemerintah atau untuk mengintimidasi publik atau bagian tertentu publik. 3. penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan mencapai tujuan politik, agama atau ideologi. 4. penggunaan atau ancaman yang masuk dalam subseksi 1) yang melibatkan penggunaan senjata api atau bahan peledak. Menurut Muhammad Mustofa Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditujukan kepada sasaran secara acak (tidak ada hubungan langsung dengan pelaku) yang berakibat pada kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan massal . LATAR BELAKANG TERORISME DI INDONESIA Latar belakang terorisme di Indonesia dipengaruhi banyak faktor , yaitu : 1.
Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial Kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan salah satu faktor penyebab tindakan
terorisme di Indonesia. Hal ini didasari ketika penguasa pemeritahan mengeluarkan kebijakan yang justru tidak memihak kepada masyarakat miskin. 2.
Diskriminasi antar Suku atau Etnis Aksi teror muncul karena adanya diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam
masyarakat. Ini terjadi saat ada satu suku diperlakukan tidak sama hanya karena warna kulit, agama, atau lainnya.Etnis yang direndahkan akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain.Sehingga menimbulkan teror di daerah yang terjadi konflik antar etnis atau suku. Menebar teror digunakan sebagai satu alat untuk mencapai tujuan etnis. Sasarannya jelas, yaitu etnis yang sedang diperangi. Bom-bom yang dipasang di keramaian atau tempat umum lain menjadi contoh paling sering. Aksi teror semacam ini bersifat acak, korban yang jatuh pun bisa siapa saja.
12
Kurangnya toleransi antar suku dan etnis menjadi hal utama penyebab perang antar suku . Padahal jelas kita dipersatukan oleh Pancasila yang bersemboyan bhineka tunggal ika, walaupun kita berbeda-beda suku, etnis dan agama tapi tetap satu. Tetapi perbedaan ini lah yang menjadi penyebab pecahnya rasa persatuan Indonesia, sehingga menyebabkan kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab. 3.
Radikalisme Agama Radikalisasi agama bukan merupakan hal baru penyebab terorisme di Indonesia.
Para teroris menjalankan aksi terornya dengan mengatasnamakan agama. Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh perbedaan cara pandang para penganutnya. Kepala Desk Antiteror Kementrian Politik, Hukum, dan Keagamaan Ansyaad Mbai mengatakan, bahwa motif teroris di Indonesia masih sama yaitu untuk mendirikan negara Islam. Mereka menyerang siapapun yang dianggap menghambat motif dan cita-cita mereka. Ansyaad mengatakan, motif para terorisme mendirikan negara Islam akan tetap mereka lancarkan dan siapa pun yang menentang akan dijadikan target penyerangan. Padahal Islam dan terorisme merupakan satu hal yang berbeda. Islam merupakan agama monoteis ketiga dan yang terakhir menuntut kepatuhan total kepada Tuhan. Islam adalah sebuah kata dari bahasa Arab yang terdiri atas tiga konsonan, S-L-M, yang berarti kedamaian (salam), kebaikan, dan keselamatan. Dengan kata lain, Islam memberi seseorang kedamaian jiwa dan kebaikan hidup serta keselamatan dari balasan Tuhan dalam kehidupan sesudah mati.Sedangkan terorisme, meski memiliki banyak definisi, merupakan tindakan kekerasan terencana dan bermotivasi politik yang dilakukan terhadap orang-orang tak bersenjata atau penduduk sipil. Dengan kata lain Islam tidak mengenal kata teroris,semua itu hanya sebuah rekayasa yang bertujuan untuk mempecah belah agama Allah yakni agama Islam yang cinta akan kedamaian, tidak mengenal kekerasan atau tindakan biadab seperti yang mereka lakukan. Terorisme di Indonesia merupakan terorisme di Indonesia yang dilakukan oleh grup teror Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan al-Qaeda. Sejak tahun 1984, beberapa "target negara Barat" telah diserang. Korban yang jatuh adalah turis Barat dan juga penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai tahun 1984 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya. 13
BAB III PERAN PANCASILA DALAM MENGATASI TERORISME Secara umum terorisme sama dengan kejahatan dan bila kita pahami lebih dalam , kejahatan secara umum adalah ulah manusia yang dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk memuaskan nafsunya sehingga sering lalai serta sama sekali tidak peduli dengan kepentingan orang lain. ( Dikutip dari buku teori kriminologi – Drs Moh Kemal Dermawan, M.Si. ) Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia memenuhi hawa nafsunya tanpa mempedulikan orang lain. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah teror bom tersebut wujud dari kepercayaan yang dianutnya yang dilakukan demi langkah Jihad sehingga memunculkan pertikaan antaragama. Permasalahan ini berbanding terbalik dengan isi butir-butir pancasila seperti: Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain. Terorisme di Indonesia muncul saat yang sama dengan saat masyarakat mulai melupakan Pancasila. Pancasila tidak pernah benar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono menyebutkan bahwa terorisme adalah suatu fenomena sosial yang sulit untuk dimengerti, bahkan oleh para teroris sendiri. Tanpa pendidikan yang memadai pun, sesorang dapat melakukan aksi terorisme yang menggetarkan dunia dan berimplikasi sangat luas. Taktik dan teknik teroris terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan 14
teknologi, sedangkan strateginya berkembang seiring dengan keyakinan ontologis atas ideologi atau filsafat yang menjadi motifnya. Para teroris menggunakan pembenaran epistemologis sendiri dan menafsirkan ideologi-ideologi serta ungkapan kebenaran dengan cara melakukan manipulasi makna. Sekarang Pancasila mulai diacuhkan oleh generasi muda. Jika Pancasila tidak diimplementasikan, sikap acuh tersebut membahayakan bagi negara. Kehadiran terorisme seakan menggerus ideologi Pancasila yang selama ini dijadikan landasan hidup bagi masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Terorisme merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila harus diperkuat. Dalam beberapa literatur, sejumlah pakar mengatakan bahwa tidak satupun ajaran agama yang mengajarkan terorisme atau tindakan kekerasan untuk mencapai tujuan politik. Diakui bahwa terjadinya tindakan kekerasan dalam bentuk gerakan terorisme dan radikalisme agama adalah karena pelaku membajak ajaran agama dan menginterpretasikan beberapa ayat-ayat dalam kitab Suci AlQuran berdasarkan keinginan para kelompok terorist itu sendiri. Sebagian juga para pengamat berpendapat bahwa Terorisme itu sendiri timbul akibat adanya ketidak adilan dan perlakuan kebijakan standar ganda yang dilakukan oleh negara-negara maju terhadap negara-negara dunia ketiga termasuk negara-negara Muslim. Yang jelas ada lebih banyak jumlah umat Muslim di seluruh dunia yang menentang gerakan terorisme. Namun, patut disesali tindakan terorisme terus merusak citra Islam dan masyarakat Muslim sering menjadi korban sosial akibat tindakan terorisme yang juga telah menjadikan stigma terhadap ajaran Islam yang sangat mulia dan dihormati penganutnya dan bahkan juga oleh agama di luar Islam itu sendiri. Dalam dekade terakhir ini, Indonesia mengalami ketegangan dan polemik tentang ideologi. Kehadiran paham radikalisme dan gerakan terorisme telah menyita perhatian semua lapisan masyarakat dan bahkan juga perhatian dunia. Maraknya aksi ledakan Bom telah mempengaruhi dan sempat mengancam stabilitas ekonomi politik dan keamanan. Isu terorisme dan dan Negara Islam Indonesia (NII) yang semakin gencar diberitakan oleh media akhir-akhir ini juga membuat masyarakat dan pemerintah semakin prihatin. Mungkin kita bisa berspekulasi bahwa gejala krisis ideologi kelihatan bisa mengancam
15
Indonesia sehingga pemerintah mengusahakan kebijakan untuk menggiatkan kembali dan menghidupkan ajaran Pancasila yang pernah menyatukan bangsa yang majemuk ini. Pancasila sebagai ideologi bangsa, saat ini di hadapkan pada masalah Terorisme yang dapat merusak harmonisasi kehidupan masyarakat ber-Pancasila. Terorisme sebagai bahaya laten dapat dihadapi bersama dengan Pancasila sebagai benteng karakter bangsa. Terorisme dapat berkembang disebabkan kurangnya penguatan pemahaman Pancasila sebagai ideologi bangsa, pasca reformasi, memang keberadaan Pancasila di hadapkan pada berbagai masalah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, namun tidak ada pilihan lain Pancasila adalah tetap ideologi Negara Aksi terorisme di Indonesia dipicu oleh pemahaman terhadap agama yang sempit. Hal ini sangat berbahaya karena menanamkan keyakinan bahwa golongannya sendiri yang benar sedangkan orang di luar golongannya dianggap sebagai musuh. Akar terorisme dan radikalisme adalah pikiran-pikiran yang bermula dari intoleransi dan kemudian berkembang menjadi suatu gerakan yang merupakan ancaman bagi Pancasila. Pemerintah kurang melakukan doktrinisasi Pancasila, cara-cara untuk melakukan doktrin Pancasila yang dijalankan saat ini terkesan membosankan sehingga perlu dilakukan revitalisasi pemahaman Pancasila. Indonesia memiliki empat pilar yang menjadi tonggak dasar negara yaitu Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Kita harus mempelajari dan mengamalkan empat pilar ini sesuai dengan ajaran agama yang kita anut, sehingga pemahaman sempit terhadap agama yang berujung pada perpecahan dapat dihilangkan. Empat pilar kebangsaan ini seharusnya dilakukan oleh politisi maupun tokoh-tokoh partai, namun kepercayaan masyarakat terhadap politisi saat ini mulai luntur karena tindakan mereka yang tidak mencerminkan jiwa Pancasila. Pancasila juga perlu ajarkan di lembaga pendidikan formal maupun nonformal, karena Pancasila itu sangat penting sehingga perlu diaktualisasikan dengan perbuatan. Pentingnya keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi masuknya berbagai ideologi dari luar. Dengan aspek pendidikan yang memadai terhadap Pancasila yang akan melahirkan jati diri bangsa, cinta tanah air, dan semangat nasionalisme kebangsaan, maka masyarakat akan cermat dan tidak mudah dipengaruhi paham-paham ekstrimis dan radikalis. Pemahaman Pancasila yang benar, bisa membuat generasi lebih memahami arti bernegara. Juga, mehamami kehidupan yang saling toleransi dalam kemajemukan 16
berbangsa, membuat warga negara taat kepada Tuhan, Implikasinya semangat kemanusiaan dan persatuan. Selain itu perlu adanya respon yang baik dari pemerintah dan DPR serta masyarakat untuk melembagakan kembali nilai-nilai Pancasila secara sungguhsungguh ditengah masyarakat. Untuk mencegah kekerasan kita harus mengembangkan sikap persaudaraan di antara kita, dan melihat persamaan ajaran agama yaitu cinta kasih. Kekerasan dapat dibatasi dengan cara melemahkan sumber konflik sosial, perbedaan kepentingan, ketidakmerataan distribusi manfaat sosial, dan hakikat keadilan sosial. Kekerasan dapat dibendung dengan memanfaatkan nilai-nilai agama sehingga menekankan nilai-nilai universal, misalnya cinta kasih dan persaudaraan. Berbagai usaha yang dilakukan pemerintahan RI tentang terorisme, maka pemerintah RI membentuk suatu ketentuan undang-undang yang dinamakan “Undangundang Republik Indonesia Nomor.15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor.1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang”. Terlebih Pemerintahan RI membentuk suatu kesatuan khusus yang dinamakan Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom.
17
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Terorisme di Indonesia di latar belekangi karena beberapa faktor yaitu kemiskinan dan kesenjangan sosial, diskriminasi antar suku atau etnis, radikalisme agama. Kemiskinan dan kesenjangan sosial menyebabkan tindakan terorisme karena pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak memihak pada rakyat miskin. Perbedaan warna kulit, pendapat, dan agama menjadikan diskriminasi antar suku atau etnis yang merupakan salah satu faktor terorisme di Indonesia. Radikalisme agama merupakan penyebab terorisme karena pemahaman tentang agama yang sempit sehingga mudah didoktrinasi oleh ajaran redikalisme. Pancasila
sebagai
ideologi
bangsa
yang
seharusnya
kita
pelajari
dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan aspek pendidikan yang memadai terhadap Pancasila yang akan melahirkan jati diri bangsa, cinta tanah air, dan semangat nasionalisme kebangsaan, maka masyarakat akan cermat dan tidak mudah dipengaruhi paham-paham ekstrimis dan radikalis. Merevitalisasi pancasila sebagai dasar negara menuju terwujudnya masyarakat yang demokratis, seluruh lapisan masyarakat harus menyadari bahwa tanpa suatu platform dari format dasar negara atau ideologi maka mustahil bagi suatu bangsa untuk mempertahankan negaranya dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman seperti teroris tersebut.
18
DAFTAR PUSTAKA http://politik.vivanews.com/news/read/82777 isu teroris pembuka pidato agung di dpr http://nasional.vivanews.com/news/read/82805 inilah penyebab aksi teroris menurut sby http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah terorisme http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/mengapa indonesia berkali kali diserang teroris http://yahanublog.blogspot.com/2008/12/sebab sebab terorisme.html http://jakarta45.wordpress.com/2009/07/20/setidaknya ada 5 biang penyebab terjadinya terrorism/ http://news.okezone.com/read/2011/10/19/337/517413/bahasa kuasa pancasila
19