Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
Melipat Riset Untuk Nilai Tambah Perekonomian Jajang Yanuar Habib
[email protected]
Abstrak Anggaran penelitian dalam pemerintahan Jokowi akan dilipatkan. Hasil-hasil riset seharusnya mendasari format kebijakan. Tantangannya adalah bentuk relasi kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan kapital yang saling meniadakan.
Kata Kunci: Ekonomi, Riset dan Teknologi
LATAR BELAKANG Pertengahan September lalu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kedatangan Presiden terpilih Joko Widodo. Ia disambut hangat para peneliti ketika menyampaikan anggaran penelitian akan ditingkatkan. “Saya akan melipatkan anggaran untuk penelitian,” ucap Jokowi dalam ceramahnya. Signifikasi kenaikan anggaran berkenaan dengan keinginan Jokowi untuk merubah pola pengambilan kebijakan yang cenderung parsial di masing-masing kementerian menjadi lebih terkoordinasi. "Saya harus ngomong apa adanya, padahal kita punya LIPI, badan penelitian bisa dipergunakan kementerian untuk membantu program mereka. Riset sosial juga sangat diperlukan tapi saya lihat tidak berjalan optimal," lanjut Jokowi. Jokowi mengkritisi jika selama ini kementerian selalu membuat penelitian terpisah. Padahal, terdapat badan penelitian yang secara khusus kerjanya untuk penelitian. Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengaku dirinya baru mengetahui LIPI berada langsung di bawah presiden. Hal itu dilontarkannya secara terbuka di hadapan para peneliti.
ASUMSI MAKRO RISET Menebak arah pernyataan Jokowi berkaitan dengan akan diformat-ulangnya pos-pos kementerian pada pemerintahan ke depan. Pada acara itu ia memang terlihat belum mengetahui bagaimana memberdayakan LIPI dalam pemerintahan. Sehingga Kepala LIPI Lukman Hakim harus memastikan bahwa lembaganya sanggup untuk mendukung segala
Publikasi oleh WDSP
1
Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
kebijakan pemerintah. Namun hal itu bukan tanpa konsekuensi, terutama berkenaan dengan anggaran. Lukman mengatakan anggaran yang diterima LIPI selama ini sekitar Rp10,4 triliun atau sekitar 1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sedangkan angka anggaran yang ideal sebesar Rp80 triliun. Ketua dewan pakar Seknas Jokowi, Hilmar Farid, sangat mendukung format kebijakan berbasis riset. Menurutnya relasi intelektual di dalam pemerintahan otoritarian selama Orde Baru hanya bersifat simbolik. Pemerintah hanya membentuknya tanpa memberdayakan secara optimal. Ia mencontohkan lembaga penelitian Chines Academy of Social Science yang digunakan pemerintah Tiongkok. Bahkan Jurnal Foreign Policy menempatkan lembaga tersebut sebagai top think tank Asia. Riset parsial tidak akan mampu menjawab tantangan strategis. Padahal syarat dari kebijakan yang komprehensif memerlukan tipologi pemikiran yang sama di antara berbagai pengambil kebijakan. Dalam penentuan ekonomi makro, riset dan pengembangan seharusnya dimasukkan ke dalam perekonomian. Secara mendasar misalnya pada tahun 1961 Irma Adelman menyatakan bahwa semestinya dalam persamaan fungsi produksi terdapat faktor pengetahuan. Sehingga akan membedakannya dari persamaa tradisional yang hanya menggunakan variabel kapital, labor, dan natural resources dengan persamaan tradisional: Yt : Output ekonomi Kt : Modal (capital) Lt : Tenaga kerja (labor) Nt : Ketersediaan natural resources pada waktu tertentu Dalam suatu perekonomian, ketiga variabel memberikan dampak paradigma para pelaku ekonomi yang kaku. Padahal penggunaan teknologi yang perubahannya demikian cepat, persamaan tersebut tidak dapat menjelaskannya. Akhirnya, jalan pintas bagi perekonomian untuk menggunakan teknologi baru diterjemahkan dengan membeli teknologi yang diwakili oleh variabel kapital. Membeli teknologi tentu saja berbeda dengan mengembangkan teknologi yang di dalamnya terkandung proses penelitian dan pengembangan. Sehingga dalam pandangan Irma Adelman apabila persamaan fungsi produksi menambahjan inovasi akan berubah menjadi: . St : Society’s fund of applied knowledge atau inovasi melalui riset dan pengembangan Dalam persamaan inovasi di atas terlihat bahwa unsur pengembangan menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam satu sistem produksi. Meski riset dan pengembangan memerlukan Publikasi oleh WDSP
2
Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
investasi yang tidak sedikit, namun persamaan ini mencoba untuk arif terhadap potensi pengembangan lahir dari penemuan-penemuan kecil, yang mungkin bisa tidak disengaja dan tidak memerlukan biaya. Mengapa dikatakan lebih arif? Sebab ide dasar dari riset adalah keingintahuan (curiosity) yang sifatnya mengandalkan unsur kreatif. Namun, integrasi riset dalam sistem persamaan jelas membedakan bagaimana riset akan ditempatkan sebagai bagian penting dalam kebijakan. Meskipun selama ini pemerintah sudah meletakkan riset dalam berbagai kebijakan, namun penempatannya yang parsial merupakan koreksi besar. Meskipun hal yang mustahil untuk membangun riset terpadu, paling tidak terdapat potensi yang mengarah ke situ. Dalam pertemuan dengan LIPI, Jokowi meminta agar hasil riset langsung disampaikan kepada presiden. Sebab tata hubungan LIPI dalam pemerintahan adalah langsung di bawah presiden. Dalam hubungan kelembagaan hal ini penting untuk ditegaskan kembali, dari pelaksanaan yang sudah kehilangan arah. Secara tidak langsung, hubungan lembaga riset dan presiden dapat mendukung rencana Jokowi untuk menempatkan kelompok profesional menduduki jabatan menteri.
REVOLUSI TATA KEBIJAKAN? Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sepertinya semakin tumbuh terlebih Joko Widodo melakukan gebrakan visi pemerintahannya dengan jargon revolusi mental. Istilah ini layaknya segelas air dingin yang disodorkan kepada setiap orang yang dilanda dahaga. Sehingga setiap harinya selalu ada saja ruang-ruang diskusi yang mencoba menafsirkannya. Penafsiran itu tidak terkecuali lahir dari para peneliti LIPI. Revolusi mental dalam pandangan para peneliti adalah membingkai rasionalitas berdasarkan pengetahuan. Di mana, pengetahuan hanya akan terus begulir apabila terdapat riset yang melingkupinya. Implementasi riset terpadu seharusnya linier dengan sistem kerja koordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintah. Mengikuti format kementerian koordinator, yakni pertahanan, koordinasi ekonomi, koordinasi kesejahteraan, dan koordinasi politik, hukum, dan keamanan maka seharusnya terdapat riset berdasarkan empat domain utama tersebut. Kebijakan pertahanan mencakup fungsi organisasi TNI dengan tugas pertahanan negara. Kebijakan koordinasi ekonomi melingkupi 16 kementerian dan lembaga terkait minus Bank Indonesia yang sudah berstatus independen dari pemerintahan. Koordinasi kebijakan politik, hukum, dan keamanan mencakup 9 kementerian dan lembaga yang merupakan aparatur sipil dalam mendukung stabilitas. Adapun koordinasi kebijakan kesejahteraan meliputi 9 kementerian dan lembaga yang sejatinya aparatur fungsi pemerataan hasil-hasil pembangunan yang terinternalisasi dalam aspek kehidupan masyarakat sehari-hari. Publikasi oleh WDSP
3
Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
Ketiga cakupan koordinasi sebenarnya telah merepresentasikan istilah Trisakti yang digulirkan selama pemerintahan Orde Lama, mencakup kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan keperibadian dalam kebudayaan. Atau Trilogi Pembangunan dalam pemerintahan Orde Baru yang meliputi pertumbuhan ekonomi, stabilitas pembangunan, dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Jadi, sebenarnya tidak ada perubahan yang begitu signifikan dalam tata kelembagaan pemerintahan. Namun yang senantiasa mengalami perubahan adalah cara kerja dan berbagai kebijakan yang dihasilkannya. Termasuk di dalamnya adalah menafsirkan relasi antara kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan kapital. Di antara irisan yang begitu lekat ketiga aspek tersebut terdapat motif individu (man behind).
Persentase Keperluan Riset Berdasarkan Jumlah Koordinasi Kementerian Perekonomian
Polhukam
Kesra
26,47 47,06
26,47
Dalam konteks bagaimana politik dibentuk hingga saat ini professor bidang politik dan masyarakat Asia dari Murdoch University Australia Vedi Hadiz meragukan jargon profesionalisme dalam pemerintahan. “Menteri dari kalangan profesional hanya sebuah mimpi”, ujar Vedi singkat. Dijelaskan peneliti LIPI Riefqi Muna, bahwa di profesionalisme mengandung keinginan untuk mengawali langkah kebijakan dengan penelitian. Untuk memberi contoh dari berbagai kebijakan, Riefqi memberi contoh berkenaan dengan Publikasi oleh WDSP
4
Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
pengembangan industri pertahanan. Produk pertahanan hanya dikonsumsi oleh negara, dalam hal ini TNI, sehingga biaya riset akan sangat mahal. Ketika pemerintah membuat aturan melalui UU No. 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan, di mana diharuskan pembelian impor melalui model akuisisi, maka pemerintah jangan ragu untuk memberi kepercayaan bagi industri pertahanan dalam negeri dalam menjadi jembatan akuisisi tersebut. Karena industri pertahanan dalam negeri belum satu tingkat dengan industri di negara-negara Eropa, maka pemerintah harus mendukung sepenuhnya riset dan pengembangan di internal industri. Pada akhirnya, pengembangan di dalam negeri akan memacu industri turunan di sektor swasta bisa berkembang. Rantai industri ini lebih jauh memiliki prasyarat yang hidup dalam bingkai penelitian bawaan. Maka mekanisme natural dari penelitian di tingkat swasta akan mengikuti keseriusan pemerintah dalam mendukung penelitian inti di lembaga riset pemerintah mencakup LIPI, BBPT, Lapan, dan Batan. Sejalan dengan itu maka pemerintah sudah seharusnya memberikan proporsi yang tepat atas pembagian koordinasi kinerja kementerian. Dengan jumlah cakupan koordinasi, paling tidak perhatian yang paling besar diberikan kepada sektor ekonomi sebesar 47,06%, dan secara masing-masing 26,47% untuk koordinasi polhukam, dan koordinasi kesra. Menjawab tantangan yang ada, Jokowi hanya mampu menjawab anggaran riset akan dilipatkan. *Tulisan ini pernah dimuat pada majalah Warta Ekonomi edisi WE/18/XXVI/2014
NOTES -
REFERENCES -
Publikasi oleh WDSP
5