TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN TENGKAWANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH
1. R. Esa Pangersa Gusti, S.Hut 2. Ir. Totok K. Waluyo, M.Sc 3. Dra. Zulnely
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, DESEMBER 2014
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN TENGKAWANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH
Bogor, Desember 2014
Mengetahui Koordinator,
Ketua Tim Pelaksana,
Ir. Totok K. Waluyo, M.Si. NIP 19600506 198703 1 004
R. Esa Pangersa Gusti, S.Hut NIP 19880811 201012 1 002
Menyetujui Ketua Kelti,
Mengesahkan Kepala Pusat,
Gunawan T.S. Pasaribu, S.Hut, M.Si
Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc. NIP 19601207 198703 1 005
NIP 19770527 200212 1 003
ii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………. DAFTAR ISI …………………………………………………………… DAFTAR TABEL ……………………………………………………… DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. Abstrak …………………………………………………………………. BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………… A. Latar Belakang ………………………………………………... B. Tujuan dan Sasaran ………………………………………….. C. Luaran ………………………………………………………….. D. Hasil Yang Telah Dicapai ……………………………………. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. BAB III. METODE PENELITIAN …………………………………….. A. Bahan dan Peralatan ...…………………………………………. B. Prosedur Kerja ………………………………………………... C. Analisis Data …………………………………………………… BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. LAMPIRAN …………………………………………………………….
iii
ii iii iv v vi 1 2 2 3 3 3 17 23 23 23 28 29 39 40 43
DAFTAR TABEL Tabel 1. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat…………………………………………………………….
3
Tabel 2. Kandungan komponen kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat…………………………………………….
4
Tabel 3. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Jawa Barat……..
4
Tabel 4. Analisis asam lemak tengkawang dari Jawa Barat…….….
6
Tabel 5. Analisis terhadap komponen kimia lemak tengkawang dari Jawa Barat (%relatif)………………………………………….
6
Tabel 6. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. stenoptera………...……………………………………………
8
Tabel 7. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. pinanga………...……………………………………………….
9
Tabel 8. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. mecisopteryx……...……………………………………………
9
Tabel 9. Analisis asam lemak tengkawang……………………………
10
Tabel 10. Analisis mutu bahan dasar lipstik………….…...………….
11
Tabel 11. Formulasi lipstik...…………………………………………….
11
Tabel 12. Anallisis penampilan lisptik………………………………….
12
Tabel 13. Syarat cemaran mikroba pada lipstik dalam SNI...……….
20
Tabel 14. Komposisi media Nutruent Agar........................................
25
Tabel 15. Komposisi media PDA.......................................................
25
Tabel 16. Komposisi media Lactose Broth........................................
26
Tabel 17. Komposisi media MSA.......................................................
27
Tabel 18. Skoring uji iritasi sederhana..............................................
28
Tabel 19. Responden uji organoleptik lipstik.....................................
29
Tabel 20. Analisis statistik organoleptik lipstik...................................
35
Tabel 21. Analisis cemaran mikroba pada sediaan lisptik.................
36
Tabel 22. Uji iritasi sediaan lipstik......................................................
37
Tabel 23. Analisa biaya produksi lipstik.............................................
38
iv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Histogram nilai tekstur lipstik.……………………………......
13
Gambar 2.
Histogram nilai kilap lipstik………………………………......
14
Gambar 3.
Histogram nilai daya oles lipstik..........................................
15
Gambar 4.
Histogram nilai aroma lipstik...............................................
15
Gambar 5.
Histogram nilai warna lipstik...............................................
16
Gambar 6.
Alur proses kegiatan...........................................................
23
Gambar 7.
Histogram nilai tekstur varian lipstik. ……...…………….....
29
Gambar 8.
Histogram nilai kilap varian lipstik. ……...……………….....
30
Gambar 9.
Histogram nilai warna varian lipstik....................................
31
Gambar 10.
Histogram nilai bau varian lipstik........................................
32
Gambar 11.
Histogram nilai daya oles varian lipstik……........................
33
v
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data uji organoleptik …………………………………… Lampiran 2. Analisis statistik organoleptik...…..………………………
vi
44 49
Abstrak Buah tengkawang dapat diolah menjadi bentuk lemak yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini dikarenakan sifatnya yang hampir menyerupai lemak kakao sehingga banyak digunakan sebagai Coccoa Butter Subtiutes (CBS) pada berbagai produk berbahan baku lemak kakao, salah satunya produk kosmetik berupa lipstik. Pembuatan lipstik dengan bahan dasar lemak tengkawang telah dilakukan. Uji efficacy dan usability terhadap lipstik berbahan lemak tengkawang telah dilakukan. Namun, Untuk memastikan sebuah produk kosmetika aman dalam pemakaian, maka perlu dilakukan uji safety dan stability. Analisis ini mengikuti prosedur Standar Nasional Indonesia salah satunya yaitu uji cemaran mikroba. Keberadaan mikroba dalam sediaan lipstik tidak diinginkan keberadaannya. Selain menyebabkan kerusakan lipstik, juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap penggunanya. Selain itu, dilakukan pula uji iritasi sederhana terhadap mencit dan analisis biaya produksi lipstik. Hasil menujukkan tidak ditemukan adanya keberadaan mikroba dalam sediaan lipstik. Uji iritasi sederhana menunjukkan tidak adanya gejala iritasi yang timbul setelah pengamatan selama 24, 48, 36 dan 168 jam. Analisis biaya produksi lipstik diperoleh harga produksi (hanya dari bahan saja belum termasuk biaya energi, alat dan lain-lain) sebesar Rp. 11.544,35/buah. Kata kunci : lemak tengkawang, lipstik, keamanan, mutu.
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah tengkawang dapat diolah menjadi bentuk lemak melalui proses ekstraksi. Lemak tengkawang ini memiliki karakteristik menyerupai lemak kakao sehingga tergolong kedalam Cocoa Butter Substitues (CBS). Lemak kakao sudah banyak digunakan di industri kosmetik diantaranya digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan lipstik.
Tujuan
ditambahkannya lemak ini adalah untuk memberikan lapisan pada bibir agar mencegah efek kekeringan, memberi kehalusan pada kulit bibir, dan meningkatkan daya dispersi pigmen. Lemak kakao juga ideal digunakan pada lipstik karena tidak mencair pada suhu tubuh dan mudah pemakaiannya. Kegiatan sebelumnya telah dilakukan formulasi lemak tengkawang sebagai bahan dasar pembuatan lipstik. Lemak tengkawang yang digunakan telah melalui proses netralisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dalam proses pembuatan lisptik . Pengujian awal terhadap sediaan lipstik telah dilakukan meliputi uji kekerasan dan titik leleh serta uji organoleptik. Untuk meyakinkan pengguna akan keamanan aplikasi lipstik berbahan dasar lemak tengkawang ini maka perlu dilakukan uji keamanan produk. Untuk menilai tingkat keamanan sebuah produk lipstik, Standar Nasional Indonesia (SNI, 1998) tentang lipstik mensyaratkan mutu sediaan lipstik harus terbebas dari cemaran mikroba. Adanya mikroba dalam jumlah tertentu didalam lipstik selain dapat menimbulkan kerusakan pada lipstik, juga dapat menimbulkan efek yang tidak baik bagi kesehatan manusia. Efek yang ditimbukan diantaranya alergi, asma hingga dapat menimbulkan kanker (Raini et al., 2004). Kegiatan kali ini yaitu menguji keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang meliputi uji cemaran mikroba dan uji iritasi untuk mengetahui efek samping yang terjadi akibat pemakaian sediaan lipstik.
2
Diharapkan dari kegiatan ini diperoleh informasi formulasi lipstik dengan tingkat keamanan yang paling baik. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang. Sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang. C. Luaran 1. Laporan hasil penelitian yang berisi informasi keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang. 2. Draft karya tulis ilmiah. D. Hasil yang Telah Dicapai 1. Ekstraksi (Kegiatan tahun ke-1) Kegiatan ini terdiri dari 2 jenis. Kegiatan ekstraksi yang pertama yaitu ekstraksi buah tengkawang dari Kalimantan Barat (jenis Shorea sp) dengan menggunakan pelarut heksana dan benzene. Tujuannya adalah untuk mengetahui jenis pelarut yang paling baik untuk ekstraksi buah tengkawang. Setelah diketahui jenis pelarut yang paling baik untuk ekstraksi buah tengkawang, maka dilanjutkan dengan kegiatan ekstraksi kedua yaitu ekstraksi buah tengkawang dari empat jenis pohon induk asal Jawa Barat dengan hanya menggunakan pelarut heksana saja. Tujuannya adalah untuk mengetahui jenis pohon induk mana yang menghasilkan lemak tengkawang dengan kualitas paling baik dilihat dari sifat fisiko kimia nya. Buah tengkawang dari Kalimantan Barat Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat hasil ekstraksi dengan pelarut benzene dan heksana tersaji pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pelarut
Parameter Kadar Air (%) Rendemen (%) Bilangan Asam Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%) Bilangan Iod
Benzena 3,75 50,65 8,25 2,94 6,80
Heksana 3,75 50,86 7,68 2,74 6,54
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dar segi rendemen dan sifat fisiko-kimia (bilangan asam, kadar FFA dan bilangan iod) lemak tengkawang dari Kalimantan Barat hasil esktraksi dengan pelarut heksana memiliki mutu yang lebih baik dibanding dengan benzene. Hasil analisis kandungan komponen kimia pada lemak tengkawang dari Kalimantan Barat hasil ekstraksi menggunakan pelarut benzene dan heksana tersaji padaTabel 2. Tabel 2. Kandungan komponen kimia lemak tengkawang dari Kalimantan Barat Komponen kimia (% relatif) METHYL OCTADEC-9-ONEATE 1,6-ANHYDRO-2,4-DIDEOXY-BETA-DRIBO-HEXOPYRANOSE Methyl palmitate Methyl stearate Methyl oleate Palmitic acid Oleic acid Heptadecane ALLYL OCTADECANOATE Muscalure Cetene OCTADENIC ACID ANHYDRIDE CIS-OCTADENAL-9-ENAL 12-Nitro-15-hexadecanolide n-Tridec-1-ene n-Pentadecane Heptadec-8-ene 1H-IMIDAZOLE 1-(1-OXOOCTADECYL) 9-Octadecen-1-ol (Z)- (CAS) cis-9-Octadecen-1-ol n-Hexane chloromethyl 2-chlorododecanoate Eicosanoic acid CIS-OCTADEC-9-ENAL Methyl myristate
4
Pelarut Benzena 30,75
Heksana -
22,63
-
19,07 3,91 3,59 1,12 1,42 <2 <2 <2 2,38 2,19 <2 <2 <2 <2 <2 <2 <2 <2 -
25,59 5,43 34,75 <2 2,65 2,33 <2 <2 <2 8,67 <2 <2 <2 <2
Buah tengkawang dari Jawa Barat Sifat fisiko kimia empat jenis lemak tengkawang dari Jawa Barat hasil ekstraksi dengan pelarut heksana tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari Jawa Barat S. stenoptera
S. pinanga
S. mecisopteryx
S. parvifolia
Kadar air (%) Rendemen (%) Bilangan Asam
64,44 5,71 6,5
31,62 15,72 4,06
46,33 9,13 6,69
7,40 38,41 1,85
Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%)
2,10
1,44
2,39
0,66
Bilangan Iod
35,01
6,62
-
2,39
Parameter
Ekstraksi tengkawang dari Jawa Barat hanya menggunakan pelarut heksana. Diperoleh rendemen 5-38%. Terdapat fenomena bahwa kadar air cenderung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan. Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan sebaliknya. Rendemen tertinggi (38,41%) terdapat pada jenis S. parvifolia dengan KA 7,40%, sedangkan yang terendah (5,71%) terdapat pada S. stenoptera dengan KA 64,44%. Bilangan asam tertinggi (6,18)
lemak tengkawang berkisar 1-6. Bilangan asam
terdapat pada jenis S. stenoptera, sedangkan yang
terendah (1,75) terdapat pada S. parvifolia. Semakin rendah nilai bilangan asam semakin baik mutu suatu lemak. Kadar FFA lemak tengkawang berkisar 0,88-3,09, sedangkan pada lemak kakao maksimal 1,5. Hal ini terkait tujuan penggunaan baik dalam pangan maupun industri kosmetik. Kadar FFA yang tinggi berdampak pada daya simpan lemak. Semakin tinggi kadar FFA maka lemak tersebut mudah menjadi tengik atau semakin pendek daya simpannya. Bilangan iod lemak tengkawang berkisar 0-35. Lemak tengkawang dari jenis S. stenoptera memiliki nilai bilangan iod (35,01) yang paling mendekati dengan lemak kakao (35-40). Dilihat dari segi rendemen dan sifat fisiko kimia (kadar FFA) dapat dikatakan lemak tengkawang dari pohon induk jenis S. parvifolia adalah yang paling baik mutunya (rendemen lemak tertinggi dan FFA terendah). 5
Rendemen lemak tinggi berkaitan dengan kuantitas dan kadar FFA rendah mengindikasikan daya simpannya yang lebih lama. Hasil analisis asam lemak pada lemak tengkawang dari Jawa Barat hasil ekstraksi menggunakan pelarut heksana tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis asam lemak tengkawang dari Jawa Barat Jenis asam lemak (%)
Jenis pohon induk buah tengkawang S. stenoptera
S. pinanga
S. mecisopteryx
14,28 0,51
11,78 1,56
14,51 0,80
59,60 5,53
42,79 22,04
31,28 27,05
Jenuh Palmitat Stearat Tidak jenuh Oleat Linoleat
Hasil
analisis
asam
lemak
tengkawang
dari
Jawa
Barat
menghasilkan asam oleat sebagai kandungan tertinggi dari golongan asam lemak tidak jenuh, sedangkan dari golongan asam lemak jenuh kandungan tertinggi adalah palmitat. Kandungan oleat pada lemak tengkawang tergolong tinggi dibandingkan dengan lemak kakao. Asam oleat banyak digunakan baik untuk pangan maupun kosmetika. Dalam hal kandungan asam oleat, S. stenoptera memiliki kandungan tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya. Hasil analisis kandungan komponen kimia pada lemak tengkawang dari Jawa Barat hasil ekstraksi menggunakan pelarut heksana tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis terhadap komponen kimia lemak tengkawang dari Jawa Barat (% relatif) Jenis pohon induk buah tengkawang Komponen kimia (%) oleic acid methyl oleate methyl palmitate methyl stearate pentadecane, palmitic acid allyl octadecanoate
S. stenopter a
S. pinang a
S. mecisoptery x
S. parvifoli a
16,18 7,48 4,78 1,27 0,80 1,39 2,48
2,26 26,24 15,51 3,17 0,54 2,11 0,93
3,23 17,76 11,96 2,12 1,22 4.78 1,62
13,00 8,68 6,19 0,95 1,53 3,80 4,12
6
1-tricosene 9-octadecen-1-ol Nonadecane cyclopentane heptadec-8-ene muscalure stearaldehyde hexadecane cyclododecene 1-tridecene capric acid 5-undecene 1,2-benzenedicarboxylic acid heptadecane 9-eicosene octadecanoic acid anhydride stearic acid octadec-9-enoic acid cyclohexane tetradecane 3-octadecene dodecanoic acid nonylphenol isomer tricosane 14-.beta.-h-pregna 6-nitro-cylohexadecane-1,3-dione heptyl n,ndimethylphosphoroamidocyanidat e methylene-(4-trimethylsilanylphenyl)-amine butyl 8-methylnonyl ester pentane 3-methyl- (cas) 3-methylpentane cetene octadecane 7,9-di-tert-butyl-1oxaspiro[4.5]deca-6,9-diene-2,8dione butanal 1-tetradecene 2-decenal Unknown component
1,47 1,45 1,73 1,42 0,53 1,04 0,26 0,26 0,22 0,99 0,43 11,78 10,53 5,38 0,26 0,21 0,34 0,66 0,58 1,43 -
1,09 1,52 1,93 0,61 0,70 1,72
1,35 0,80 1,50 1,68 0,98 5,20 2,09 1,92 -
3,75 0,80 4,46 0,83 0,41 0,46 0,55 0,47 1,24 0,43 1,98 4,49 -
-
0,55
-
-
-
-
26,78
-
-
-
5,20 0,61 1,52 1,21
-
-
-
0,69
-
0,35
-
-
12,29 2,89 0,81 8,95
7
2. Pemurnian (Kegiatan tahun ke-2) Lemak tengkawang jenis S.stenoptera Analisis
sifat
fisiko
kimia
lemak
tengkawang
murni
jenis
S.stenoptera tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. stenoptera Lemak tengkawang jenis S. stenoptera Parameter
Setelah ekstraksi
Setelah degumming
Setelah netralisasi
Kuning gelap/pekat
Kuning kehijauhijauan
Kuning terang kehijau-hijauan
Bilangan Asam
15,85
11,59
7,32
Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%)
7,97
8,17
3,68
Titik Leleh (0C)
-
-
38
Titik Cair (0C)
-
-
38
Warna
Buah tengkawang jenis S. stenoptera dari Jawa Barat hasil ekstraksi menghasilkan lemak dengan warna kuning gelap, bilangan asam 15,85 dan kadar FFA 7,97%. Setelah melalui proses degumming, lemak berwarna kuning kehijau-hijauan, bilangan asam 11,59 dan kadar FFA 8,17%. Proses netralisasi menghasilkan lemak tengkawang berwarna kuning terang kehijau-hijauan, bilangan asam 7,32 dan kadar FFA 3,68% dengan titik leleh dan titik cair 38 0C (Tabel 6). Kadar FFA pada lemak murni lebih rendah dibanding pada saat setelah ekstraksi maupun setelah degumming dikarenakan proses netralisasi pada prinsipnya memisahkan asam lemak bebas dengan cara mereaksikannya dengan basa atau pereaksi lain sehingga membentuk sabun. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai bilangan asam dan kadar FFA (Ketaren, 1986). Lemak tengkawang jenis S.pinanga Analisis sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S.pinanga tersaji pada Tabel 7.
8
Tabel 7. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. pinanga Lemak tengkawang jenis S. pinang Parameter
Setelah ekstraksi
Setelah degumming
Setelah netralisasi
Kuning gelap/pekat
Kuning kehijauhijauan
Kuning terang kehijau-hijauan
Bilangan Asam
3,86
3,28
3,44
Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%)
1,94
2,31
1,77
Titik Leleh (0C)
-
-
38
-
-
40
Warna
0
Titik Cair ( C)
Buah tengkawang jenis S. pinanga dari Jawa Barat hasil ekstraksi menghasilkan lemak dengan warna kuning gelap, bilangan asam 3,86 dan kadar FFA 1,94%. Setelah melalui proses degumming, lemak berwarna kuning kehijau-hijauan, bilangan asam 3,28 dan kadar FFA 2,31%. Proses netralisasi menghasilkan lemak tengkawang berwarna kuning terang kehijau-hijauan, bilangan asam 3,44 dan kadar FFA 1,77% dengan titik leleh 38 0C dan titik cair 40 0C (Tabel 7). Lemak tengkawang jenis S. mecisopteryx Analisis sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. mecisopteryx tersaji pada Tabel 8. Tabel 8. Sifat fisiko kimia lemak tengkawang murni jenis S. mecisopteryx Lemak tengkawang jenis S. mecisopteryx Parameter
Setelah ekstraksi
Setelah degumming
Setelah netralisasi
Kuning gelap/pekat
Kuning kehijauhijauan
Kuning terang kehijau-hijauan
Bilangan Asam
6,40
4,70
5,60
Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (%)
3,22
3,32
2,82
Titik Leleh (0C)
-
-
38
Titik Cair (0C)
-
-
40
Warna
9
Buah tengkawang jenis S. mecisopteryx dari Jawa Barat hasil ekstraksi menghasilkan lemak dengan warna kuning gelap diduga karena masih banyak mengandung kotoran/gum, bilangan asam 6,40 dan kadar FFA 3,22%. Setelah melalui proses degumming, lemak berwarna kuning kehijau-hijauan, bilangan asam 4,70 dan kadar FFA 3,32%. Proses netralisasi menghasilkan lemak tengkawang berwarna kuning terang kehijau-hijauan (Gambar 3), bilangan asam 5,60 dan kadar FFA 2,82% dengan titik leleh 38 0C dan titik cair 40 0C (Tabel 8). Analisis asam lemak tengkawang Analisis asam lemak tengkawang sebelum dan setelah dimurnikan tersaji pada Tabel 9. Tabel 9. Analisis asam lemak tengkawang Jenis asam lemak Miristat Palmitat Stearat
S. stenoptera (%) Sebelu Setelah m dimurnika dimurni n kan
S. pinanga (%)
S. mecisopteryx (%)
Sebelum dimurnika n
Setelah dimurnika n
Sebelum dimurnika n
Setelah dimurnik an
0,035
0,032
0,028
0,013
0,036
0,052
14,275
11,709
11,778
15,653
14,512
14,017
Oleat
59,601
Tidak terdeteksi 51,832
Linoleat
5,530
1,250
0,510
1,562
0,048
0,801
0,052
42,786
57,141
31,282
55,948
22,042
1,088
27,052
0,781
Analisis asam lemak tengkawang baik sebelum maupun setelah dimurnikan jenis S. stenoptera, S. pinanga dan S. mecisopteryx menunjukkan dari golongan asam lemak jenuh, kandungan tertinggi adalah palmitat sedangkan terendah adalah miristat. Dari golongan asam lemak tidak jenuh, oleat merupakan yang paling dominan dibanding linoleat (Tabel 9).
10
3. Formulasi lemak tengkawang (Kegiatan tahun ke-3) a. Analisis mutu bahan dasar dan formulasi Analisis mutu dilakukan terlebih dahulu terhadap masing-masing bahan dasar lipstik sebelum dicampurkan menjadi base lipstik. Hasil analisis secara lengkap tersaji pada Tabel 10. Tabel 10. Analisis mutu bahan dasar lipstik jenis Bilangan asam
Parameter Biangan Bil. iod penyabunan
Titik leleh
Lemak tengkawang
0,9073
35,03
74,1133
40
Minyak jarak
1,2876
30
132,4567
-
Malam lebah
15,7139
-
130,57
65
Candelila wax
15,1433
-
76,6933
92
Carnauba wax
7,53
-
96,23
78
Keterangan :
*)
Rata-rata dari tiga kali pengujian
Lipstik dengan mutu bahan dasar tersebut dibuat dengan menggunakan formula seperti tersaji pada Tabel 11. Tabel 11. Formulasi lisptik Formula (konsentrasi bahan), % WB WB WB WB M1 M2 M3 M4 1 2 3 4 PEG 400 3 3 3 3 Air 6 6 6 6 Isopropil miristate 8 7 7 5 Minyak jarak 39 39 40 40 41 40 40 41 Candelila wax 12 12 12 12 10 10 10 10 Lemak tengkawang 2 3 4 5 5 5 2 4 Carnauba wax 4 4 6 6 2 1 1 1 Malam lebah 23 23 21 20 10 13 10 10 Warna 1 0,5 1,5 2 1 1 1 1 BHT 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Parafin liquid 8 8 8 8 Metyl paraben 0,2 0,1 0,1 0.1 Titanium dioksida 1 1 1 1 Parfum Secukupnya Bahan
11
M5 38 10 3 1 10 1 0,5 9 0,1 1
b. Analisa penampilan sediaan lipstik Pada batang lisptik jadi, dilakukan sejumlah uji untuk melihat penampilannya (performance) yaitu uji kekerasan (hardness) dan titik leleh (melting point).
Nilai kekerasan lipstik mengindikasikan kemudahan
pengolesan dan lapisan yang tertinggal di bibir, sedangkan pengukuran titik leleh untuk memperkirakan batas suhu
penyimpanan yang aman,
baik selama pengiriman, pemasaran, pemasaran maupun penggunaan. Hasil analisis mutu lipstik disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis penampilan lipstik Jenis Lipstik komersial WB1 WB2 WB3 WB4 M1 M2 M3 M4 M5
Kekerasan (mm/5 detik) 10,05 2,90 11,20 6,75 7,45 15,40 7,00 9,30 13,90 10,20
Titik leleh (oC) 60 73 61 75 72 58 59 59 74 55
Lipstik yang mempunyai struktur halus dan titik leleh yang tinggi akan memberikan karakteristik penggunaan yang baik (Balsam, 1974). Bila dibandingkan dengan lipstik komersial sebagai control, maka lipstik hasil penelitian dengan formula M3 merupakan yang paling mendekati control. c. Analisa organoleptik sediaan lipstik Lisptik yang baik tidak hanya ditentukan oleh fisik saja tapi juga sifat organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi tekstur, kilap, daya oles, bau dan warna.
12
1) Tekstur Tekstur lipstik mengindikasikan jumlah padatan dalam emulsi (Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik tekstur lipstik disajikan pada Gambar 1.
Keterangan (Remarks) =
1 : Sangat halus (Very soft) 2 : Cukup halus (Quitet Soft ) 3 : Halus (Soft)
4 : Cukup kasar (Quite rough) 5 : Kasar (Rough) 6 : Sangat kasar (Very rough)
Gambar 1. Histogram nilai tekstur lipstik Hasil
analisis
Kruskal-Wallis
menunjukkan
dalam
tekstur,
responden menilai terdapat perbedaan yang sangat nyata antara masingmasing jenis formula dimana lipstik terbaik pilihan responden adalah M5 (Gambar 1). 2) Kilap Kilap suatu lipstik berhubungan dengan indeks pantul terhadap sinar cahaya. Kilap umumnya memiliki hubungan dengan tekstur dimana semakin halus permukaan lipstik maka indeks pantul yang dihasilkan semakin besar (Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik kilap lipstik disajikan pada Gambar 2.
13
Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat kusam (Very pallid) 2 : Cukup kusam (Quite pallid) 3 : Kusam (Pallid)
4 : Cukup kilap (Quite shine) 5 : Kilap (Shine) 6 : Sangat kilap (Very shine)
Gambar 2. Histogram nilai kilap lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden bahwa lipstik formula WB sebagian besar memiliki tingkat kilap yang kurang baik (cukup kusam), sedangkan formula M menghasilkan kilap yang kusam dan cukup kilap. Responden menilai formula M5 memiliki kilap yang paling baik diantara formula-formula lainnya (Gambar 2). 3) Daya oles Uji orgalopetik kilap terhadap lipstik berbahan dasar lemak tengkawang disajikan pada Gambar 3.
14
Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat tidak menempel (Very not adhere) 4 : Cukup menempel (Quite adhere) 2 : Cukup tidak menempel (No quite adhere) 5 : Menempel (Adhere) 3 : Tidak menempel (adhereless) 6 : Sangat menempel (Very adhere)
Gambar 3. Histogram nilai daya oles lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden bahwa sebagian besar lipstik formula M memiliki tingkat daya oles yang lebih baik dibandingkan jenis formula WB. Nilai daya oles tertinggi terdapat pada lipstik denga formula M5 (Gambar 3). 4) Aroma Hasil uji organoleptik bau lisptik disajikan pada Gambar 4.
Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat tidak berbau (Has no odor) 2 : Agak tidak berbau (Quite no odor) 3 : Tidak berbau (Odorless)
4 : Cukup berbau (Qiute odor) 5 : Berbau (Odor) 6 : Sangat berbau (More odor)
Gambar 4. Histogram nilai bau lipstik 15
Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden bahwa baik pada lipstik formula WB maupun M memiliki tingkat keharuman yang cukup. Hal ini menandakan konsentrasi parfum yang digunakan mampu menutupi aroma dari minyak atau lemak (Gambar 4). 5. Warna Pewarna yang baik yaitu jenis pewarna yang dapat larut sempurna pada basis lipstik. Pengujian organoleptik warna disajikan pada Gambar 5.
Keterangan (Remarks) =
1 : Sangat pucat (Very pasty) 2 : Agak pucat (Quite pasty) 3 : Pucat (Pasty)
4 : Cukup terang (Quite bright) 5 : Terang (Bright) 6 : Sangat terang (Very bright)
Gambar 5. Histogram nilai warna lipstik Dalam hal warna, hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pada lipstik formula WB sebagian besar menghasilkan warna yang agak pucat. Pada lipstik formula M, warna yang dihasilkan bervariasi antara pucat dengan cukup terang.Responden menilai hasil warna terbaik pada lipstik terdapat pada formula M5 (Gambar 5).
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tengkawang Tengkawang termasuk family Dipterocarpaceae yang umumnya tumbuh baik di daerah tropis pada hampir semua jenis tanah (tidak berpasir) dengan curah hujan tinggi dan intensitas cahaya matahari yang cukup. Pada umumnya jenis-jenis Shorea adalah pohon-pohon besar dengan tinggi sampai 60 m dan diameter sampai 1,8 m. Di Indonesia jenis Shorea banyak tumbuh di pulau Kalimantan. Beberapa jenis tengkawang dapat berbuah sekali dalam setahun. Tengkawang umumnya berbunga pada bulan September hingga Oktober dan mulai berbuah pada bulan Februari hingga Maret. Ada periode dimana tengkawang mengalami panen raya yaitu terjadi setiap 3-5 tahun sekali.Dalam perdagangan internasional tengkawang dikenal dengan nama illipe nut atau borneo tallow nut (Winarni et al, 2005). Buah tengkawang dibungkus oleh lima segmen kelopak (calyx) yang mana dari segmen ini akan terbentuk lima buah sayap yang mengelilingi buahnya. Sayap buah muda berwarna hijau dan setelah tua akan berwarna coklat. Buah lengkap terdiri dari kelopak, kulit dan biji. Dari buah tersebut terdapat biji yang dapat menghasilkan lemak tengkawang sebesar 43-61 persen (Sumadiwangsa, 1977). Tengkawang selain terkenal akan bijinya sebagai penghasil lemak, bagian lain juga memiliki banyak manfaat terutama kayu nya. Kayu tengkawang didalam dunia perdagangan dikenal dengan nama meranti. Kayu ini telah banyak digunakan industri perkayuan sebagai bahan bangunan, kayu lapis (plywood), pulp dan kertas (Ketaren, 1986). S. pinanga secara komersial dikenal dengan nama meranti merah banyak dijumpai di Kalimantan, memiliki banyak nama daerah seperti engkabang bukit, tengkawang onjeng (Kalimantan Barat), awang buah (Kalimantan Timur), awang lawa, lampung kekawang (Kalimantan Tengah) (Sidik dan Oetja, 1982).
17
S. pinanga merupakan jenis Shorea yang paling mudah dibedakan karena memiliki ciri yang sangat khas diantara jenis Shorea lainnya. Ciri khas tersebut berupa daun penumpu yang panjangnya sampai 6 cm, lebar 1,5 cm berbentuk tombak dan berwarna merah (Sidiyasa, 1986). S. pinanga mulai berbunga pada bulan Juli hingga September dan berbuah mulai bulan Oktober hingga Maret. Sebagian besar periode masaknya buah terjadi pada bulan Desember hingga Maret. Buah yang sudah masak ditandai dengan warna sayap buah menjadi coklat kemerahan dan buahnya keras dan lebih ringan (Bagian Botani Hutan, 1973). B. Lemak Tengkawang Lemak tengkawang diperoleh dengan cara mengekstrak biji tengkawang. Metode ekstraksi yang umum dilakukan yaitu pengempaan, perebusan, dan ekstraksi dengan pelarut kimia (Sumadiwangsa, 1977). Ekstraksi lemak dengan pelarut kimia umumnya menggunakan jenis pelarut
seperti
petroleum
eter,
gasoline
karbondisulfida,
karbon
tetraqklorida, benzene, dan n-heksan (Ketaren, 1986). Kadar lemak tengkawang hasil ektraksi berbeda-beda tergantung dari jenis dan mutu bijinya, biasanya berkisar antara 45-70% (Nesaretnam dan Razak, 1992). Kualitas lemak tengkawang ini dipengaruhi oleh kualitas biji dan cara ekstraksi, sedangkan kualitas biji dipengaruhi oleh lama penyimpanan (Sumadiwangsa,
et.al., 1976). Kualitas lemak
tengkawang ditandai juga dengan kadar asam lemak bebas, bilangan iod dan bilangan asam (Sumadiwangsa dan T. Silitonga, 1974). C. Lipstik Lipstik merupakan salah satu kosmetika yang berbentuk batang yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat
meningkatkan
estetika
dalam
tatarias
wajah
(Departemen
Kesehatan RI, 1985). Selain itu lipstik juga digunakan untuk melindungi bibir dari pengaruh sinar matahari, angina, udara dingin, perubahan cuaca, dan udara kotor (Wasitaatmadja, 1984).
18
Lipstik yang baik harus memenuhi karakteristik sebagai berikut : (1) bentuk dan warna harus menarik, halus dan homogeny, (2) tidak rapuh atau terlalu keras serta terlalu lunak karena pengaruh suhu, (3) tidak berbahaya bagi kulit, (4) mudah digunakan dan dihapus namun membentuk lapisan yang stabil (Wilkinson dan Moore, 1982). Formulasi lipstik terdiri basis, parfum, antioksidan dan zat warna. Basis lipstik merupakan kombinasi antara minyak, lemak, dan malam (wax) (Balsam et al, 1974). Minyak ditambahkan pada lipstik bertujuan untuk melarutkan zat warna, membuat campuran wax mudah dtuangkan. Minyak yang banyak digunakan adalah minyak jarak pagar karena kekentalannya yang tinggi sangat menguntungkan dalam mengatur daya kilap lipstik (Balsam et al, 1974). Lemak disini bertujuan untuk memberikan lapisan pada bibir, menghaluskan dan mencegah efek kekeringan pada permukaan bibir, dan meningkatkan daya dispersi pigmen (Okayani, 1990). Lemak kakao ideal digunakan pada lipstik karena tidak mencair pada suhu tubuh, mudah pemakaiannya namun menimbulkan kerak yang tidak diinginkan sehingga dapat menyebabkan iritasi pada permukaan bibir (Balsam et al, 1974). Komposisi campuran wax yang tepat dapat menghasilkan lipstik yang baik. Lipstik yang hanya mengandung satu jenis wax dengan titik leleh tertentu dan dalam jumlah tertentu akan mempengaruhi kualitas lipstik. Wax yang digunakan dapat berasal dari hewan, tumbuhan maupun sintetis (Howard, 1974). Komponen lain dalam pembuatan lipstik adalah zat aditif. Zat aditif yang digunakan berupa pewangi, pewarna dan antioksidan. Pewangi digunakan untuk menutupi rasa atau bau lemak yang khas serta meberi kesan harum pada produk. Umumnya pewangi yang sering digunakan pada lipstik adalah aroma buah (Wilkinson dan Moore, 1982).. Kriteria pewangi yang baik untuk lipstik yaitu ringan dan segar, stabil,bersifat tidak mengiritasi dan dapat bercampur baik dengan bahan dasar lipstik (Balsam et al, 1974).
19
Bahan pewarna dalam kosmetika harus dapat memberikan intensitas dan sifat yang diinginkan, mempunyai efek pewarnaan cukup kuat sehingga hasil yang dicapai dalam intensitas yang sesedikit mungkin. Pewarna yang digunakan tidak boleh menimbulkan gejala iritasi pada kulit, sifat dan intensitas warna harus stabil, serta tidak berbahaya bagi kesehatan.
United
States
Departement
of
Agriculture
(USDA)
menggolongkan tiga kelas pewarna, yaitu yang diperbolehkan untuk seluruh makanan, obat dan kosmetik (FD &C), yang hanya diperbolehkan untuk obat dan kosmetika (D & C) dan yang hanya untuk kosmetika dibagian luar tubuh (External D & C) (AOAC, 1995). Antioksidan digunakan untuk mencegah minyak dan lemak dari ketengikan. Jenis antioksidan yang umum digunakan yaitu butylated hidroxyanisole (BHA) dan butylated hydrotoluene (BHT) (Belitz dan Grosch, 1999). D. Cemaran Mikroba Sediaan kosmetika khususnya lipstik diharuskan bebas akan cemaran mikroba. Salah satu penyebab kerusakan lipstik adalah pencemaran mikroba. Pencemaran ini dapat berasal dari air, bahan baku yang digunakan, tempat penyimpanan dan kemasan yang digunakan (Raini et al., 2004). Keberadaan mirkoba pada sediaan lipstik dapat menyebabkan perubahan organoleptik seperti bau, rasa, dan dapat menimbulkan bahaya kesehatan (Soraya, 1996). Standar
Nasional
Indonesia
(SNI)
telah
mengatur
batas
keberadaan mikroba yang disyaratkan untuk mutu lipstik. Syarat mutu lipstik berdasarkan SNI (1998) tersaji pada Tabel 13. Tabel 13. Syarat cemaran mikroba pada lipstik dalam SNI Cemaran mikroba Angka lempeng total Jamur Koliform S. aureus
Satuan Koloni/g Koloni/g MPN/g Koloni/g
20
Persyaratan Maks 102 Negatif <3 Negatif
Angka lempeng total merupakan salah satu cara untuk menentukan jumlah mikroorganisme dalam sampel secara tidak langsung dengan metode hitungan cawan. Cara ini lebih akurat dibandingkan dengan cara langsung melalui pengamatan di bawah mikroskop karena cara ini dapat menentukan organisme hidup melalui kemampuannya untuk membentuk koloni pada media agar yang dapat dilihat langsung dengan mata (Fardiaz, 1989). Uji jamur dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya jamur dalam sediaan kosmetika. Lipstik merupakan sediaan kosmetika yang basis dasarnya lemak dan minyak dimana lemak merupakan salah satu media yang baik dan mudah ditumbuhi jamur (Imron, 1985). Adanya jamur dalam sediaan kosmetika merupakan tanda-tanda suatu produk kosmetika mengalami kerusakan. Produk harus disimpan dalam kondisi baik untuk menghindari kerusakan. Kondisi yang baik adalah terhindar dari cahaya matahari langsung dan udara lembab. Angka jamur yang tinggi menandakan bahwa kelembaban suatu kosmetika itu cukup tinggi (Wasitaatmadja 1984). Bakteri koliform adalah golongan bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan manusia, seperti E. aerogenes, Klebsiella sp., Proteus sp. dan E. coli. Bakteri koliform dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung, telinga dan kulit. Pemakaian lipstik yang tercemar koliform dapat mengakibatkan masuknya bakteri koliform masuk ke dalam tubuh. Adanya bakteri koliform di dalam kosmetika menunjukkan adanya mikroorganisme yang bersifat toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Fardiaz 1989). S.
aureus
merupakan
bakteri
yang
dapat
memproduksi
enterotoksin, yang dapat menyebabkan keracunan. Uji S. aureus dilakukan dengan media Mannitol Salt Agar (MSA). Media ini digunakan Karenna mengandung manitol yang dapat difermentasi oleh S. aureus menjadi asam. Suasana asam akan merubah indikator fenol merah menjadi kuning (Fardiaz 1989).
21
E. Uji Iritasi Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Iritasi yang timbul sesaat setelah pelekatan pada kulit disebut iritasi primer, sedangkan iritasi yang timbul beberapa jam setelah pelekatan disebut iritasi sekunder. Gejala iritasi umumnya ditandai dengan kulit panas, memerah bahkan luka. Begitu kontak dengan zat kimia tersebut dihentikan, kulit akan pulih seperti sedia kala (WHO, 2005).
22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Peralatan Bahan utama yang digunakan adalah sediaan lipstik berbahan dasar lemak tengkawang dari jenis S. pinanga. Bahan yang digunakan dalam uji cemaran mikroba adalah media Nutrient Agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA), Lactose Broth (LB), Mannitol Salt Agar (MSA) dan mencit sebagai hewan coba. B. Prosedur Kerja Sediaan Lipstik
Uji Organoleptik
Uji Cemaran mikroba I
Uji iritasi
Uji Cemaran mikroba II
Pilot Produk Lipstik -- Analisis Biaya Produksi Gambar 1. Alur proses kegiatan Lipstik berbahan dasar lemak tengkawang dibuat menggunakan formula hasil penelitian sebelumnya dan modifikasi lain sebagai varian. Kemudian lipstik ini dianalisis melalui beberapa pengujian, diantaranya uji organoleptik untuk mengukur tingkat kesukaan, uji cemaran mikroba dan uji iritasi untuk mengetahui tingkat keamanan produk, serta analisis biaya produksi lipstik. Lipstik komersial dan data SNI masing-masing digunakan sebagai pembanding pada masing-masing pengujian. Tahap-tahap pengujian secara lengkap adalah sebagai berikut :
23
1. Uji organoleptik Lipstik yang dihasilkan dilakukan uji kesukaan (hedonic test) berupa uji organoleptik. Parameter yang diuji meliputi tekstur, kilap, bau, warna dan daya oles lipstik. Uji ini menggunakan sistem skoring dari beberapa responden (Rahayu, 1998). 2. Uji cemaran mikroba Uji cemaran mikroba dilakukan untuk mengukur keberadaan mikroba yang ada pada sediaan lipstik. Keberadaan mikroba dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada lipstik dan memberikan efek negatif kepada pengguna. Produk lipstik yang dihasilkan dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama dilakukan uji cemaran mikroba (I), bagian sisanya disimpan selama 4 bulan kemudian dilakukan uji cemaran mikroba setelah masa penyimpanan (II) untuk melihat ada tidaknya perubahan pada produk. Produk tersebut disimpan dalam kondisi terhindar dari cahaya matahari langsung dan udara panas atau lembab. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil cemaran mikroba antara produk lipstik sebelum dan sesudah penyimpanan selama 4 bulan, lipstik komersial sebagai kontrol serta persyaratan mutu berdasarkan SNI 164769 (1998). Uji cemaran mikroba meliputi Angka Lempeng Total (ALT), jamur, koliform dan S. aureus. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : a. Angka lempeng total (ALT) Sebanyak 1 gr sampel disuspensikan ke dalam 9 ml larutan 0.85% NaCl. Hasil pengenceran tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian dituangkan agar cair steril (Nutrient agar) sebanyak 15 ml yang telah didinginkan (Tabel 14). Cawan diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu 30-32 0C. Jumlah koloni bakteri dihitung dengan metode “Standard Plate Count” (SPC) dengan rumus sebagai berikut : Koloni per ml = Jumlah koloni x (1/factor pengenceran)
24
Tabel 14. Komposisi media Nutrient Agar Komposisi Ekstrak sapi Pepton Agar Sumber : Fardiaz (1989)
g/l 3 5 15
b. Jamur Jumlah koloni jamur dihitung dengan metode Pour Plate dengan media PDA. Produk ditimbang sebanyak 1 gram disuspensikan ke dalam 9 ml larutan 0,85% NaCl. Hasil pengenceran tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke dalam cawan petri. Media PDA (Tabel 15) dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi pengenceran sampel dan diinkubasi pada suhu 30-32 oC selama 2 hari. Tabel 15. Komposisi media PDA Komposisi Infusi kentang Dextrose Agar Sumber : Fardiaz (1989)
g/l 200 20 15
c. Koliform Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari tiga tahap, yaitu uji penduga, uji penguat dan uji lengkap. 1) Uji penduga Uji penduga merupakan uji kualitatif koliform menggunakan metode “Most Probable Number” (MPN). Metode ini menggunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif, yaitu yang ditumbuhi oleh mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Produk yang ditimbang sebanyak 1 gr disuspensikan ke dalam 9 ml larutan 0.85% NaCl. Sebanyak 1 ml hasil pengenceran tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang berisi Lactose Broth
dan tabung Durham. Tabung ini kemudian
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.
25
Pengamatan dilakukan dengan melihat tabung yang positif, yaitu tabung yang ditumbuhi mikroba yang dapat ditandai dengan terbentuknya gas di dalam tabung Durham. Tabung
yang
tidak menunjukkan
pembentukan
gas,
maka
dilakukan perpanjangan masa inkubasi menjadi 48 jam. Apabila tetap tidak terbentuk gas maka dihitung sebagai tabung negative. Namun jika terbentuk gas maka dilanjutkan dengan uji penguat dan uji lengkap. 2) Uji penguat Terbentuknya gas di dalam LB tidak selalu menunjukkan jumlah bakteri koliform. Hal ini bisa terjadi juga karena mikroba lain yang dapat memfermentasikan laktosa dengan membentuk gas, misalnya bakteri asam laktat. Oleh karena itu perlu dilakukan uji penguat pada agar Eosin Methylene Blue (EMB). Dengan menggunakan jarum ose, contoh dari tabung MPN yang menunjukkan uji penduga positif (terbentuk gas) masing-masing diinokulasikan pada suhu 35 oC selama 24 jam. 3) Uji lengkap Dari pertumbuhan koloni pada agar cawan EMB, masing-masing dipilih satu koloni yang mewakili koliform fekal dan non fekal. Masingmasing koloni tersebut dibuat pewarnaan gram dan sisanya masingmasing dilarutkan ke dalam 3 ml larutan pengencer steril (Tabel 16) . Tabel 16. Komposisi media Lactose Broth Komposisi Ekstraks sapi Pepton Laktosa Sumber : Fardiaz (1989)
g/l 3 5 5
d. Uji S. uareus Sampel ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian dihancurkan dan disuspensikan ke dalam larutan 9 ml 0.85 ml NaCl. Hasil pengenceran tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan dituangkan 15 ml media MSA (Tabel 17) yang telah didinginkan. Cawan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 hari.
26
Pengamatan dilakukan dengan melihat koloni yang tumbuh pada MSA. Koloni S. aureus pada MSA dikelilingi oleh areal berwarna kuning. Koloni bakteri non patogenik ditandai dengan adanya areal berwarna merah atau ungu. Tabel 17. Komposisi media MSA Komposisi Ekstraks sapi Proteose pepton No.3 NaCl D-Manitol Agar Phenol red Sumber : Fardiaz (1989)
g/l 1 10 75 10 15 0.025
3. Uji iritasi sederhana Uji iritasi sedehana dilakukan pada mencit dengan metode Draize (1959). Perlakuan yang diberikan yaitu bulu mencit dicukur dengan ukuran luas tertentu. Masing-masing jenis produk lipstik dioleskan pada bagian punggung mencit yang terlah dicukur, lalu ditutup dengan ain kassa steril kemudian direkatkan dengan plester lalu dibungkus dengan perban dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, plester dan perban dibuka lalu diamati. Setelah diamati, bagian tersebut ditutup kembali dan dibiarkan selama 24 jam berikutnya. Setelah 72 jam, plester dan perban dibuka dan diamati kembali. Parameter uji iritasi yang diukur berupa adanya bintik-bintik kemerahan dan pembentukan kerak luka. Sistem penilaian menggunakan skoring (Tabel 18).
27
Tabel 18. Skoring uji iritasi sederhana Nilai + ++ +++
Parameter Tidak mengiritasi Iritasi ringan Iritasi sedang Iritasi berat
4. Analisis biaya produksi Analisis biaya produksi yang diukur yaitu harga pokok produksi (HPP). Biaya ini mencakup bahan baku hingga kemasan (packaging) per satuan produk dilihat berdasarkan formula lipstik yang digunakan. Perhitungannya adalh sebagai berikut : HPP = ∑ harga bahan (Rp) + kemasan (Rp) ∑ kebutuhan bahan per satuan produk C. Analisis Data Analisis data uji organoleptik lipstik diolah menggunakan statistik dengan metode Kruskall-Wallis. Analisis uji cemaran mikroba dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil cemaran mikroba pada lipstik hasil penelitian sebelum dan sesudah masa penyimpanan, lipstik komersial sebagai pembanding dan standar lipstik yang berlaku (SNI 164769, 1998).
28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Organoleptik Lipstik Lisptik yang baik tidak hanya ditentukan oleh fisik saja tapi juga sifat organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi tekstur, kilap, daya oles, bau dan warna. Uji organoleptik kali ini menggunakan formulasi lipstik hasil dari kegiatan sebelumnya ditambah dengan beberapa modifikasi sebagai varian. Responden dalam kegiatan ini berjumlah 34 org dengan umur dan latar belakang pekerjaan yang beragam. Data responden secara lengkap disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Responden uji organoleptik lipstik Kelas Umur 17-24 25-35 >35
Pekerjaan Pelajar / Mahasiswi Profesional Ibu Rumah tangga/Profesional
Jumlah 26 5 3
Formulasi lipstik yang digunakan pada kegiatan ini yaitu dua jenis formulasi terbaik dari kegiatan sebelumnya (M3 dan M5) ditambah dengan modifikasi dari dau jenis formula tersebut (M3i dan M5i) serta lipstik komersial sebagai pembanding (control). Formulasi secara lengkap disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Formulasi varian lipstik Bahan
M3 48 10 10 1 2 5 0,5 0,5 0,1 2
Minyak Jarak Candelila wax Malam lebah Carnauba wax Lemak tengkawang Paraffin liquid BHT Titanium Dioksida Metyl paraben Warna Parfum
29
M5 M3i 50 48 10 8 10 8 1 1 3 3 5 5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,1 0,1 2 2 secukupnya
M5i 50 8 8 1 2 5 0,5 0,5 0,1 2
1. Tekstur Tekstur lipstik mengindikasikan jumlah padatan dalam emulsi (Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik tekstur lipstik disajikan pada Gambar 7.
Keterangan (Remarks) =1 : Sangat halus (Very soft) 2 : Cukup halus (Quitet Soft ) 3 : Halus (Soft)
4 : Cukup kasar (Quite rough) 5 : Kasar (Rough) 6 : Sangat kasar (Very rough)
Gambar 7. Histogram nilai tekstur varian lipstik Hasil analisa menunjukkan bahwa responden menilai tekstur yang dihasilkan oleh lipstik jenis M5, M3 dan M3i lebih baik dibandingkan lipstik komersial sebagai control maupun jenis M5i. Jenis lipstik M5 merupakan yang paling disukai oleh responden dalam hal tekstur (Gambar 7). 2. Kilap Kilap suatu lipstik berhubungan dengan indeks pantul terhadap sinar cahaya. Kilap umumnya memiliki hubungan dengan tekstur dimana semakin halus permukaan lipstik maka indeks pantul yang dihasilkan semakin besar (Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik kilap lipstik disajikan pada Gambar 8.
30
Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat kusam (Very pallid) 4 : Cukup kilap (Quite shine) 2 : Cukup kusam (Quite pallid) 3 : Kusam (Pallid)
5 : Kilap (Shine) 6 : Sangat kilap (Very shine)
Gambar 8. Histogram nilai kilap varian lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa responden menilai kilap paling baik dihasilkan oleh lipstik jenis M5. Meskipun berada pada level yang sama dengan lipstik komersial sebagai control, namun lipstik jenis M5 sedikit lebih disukai dalam hal kilap (Gambar 8).
3. Warna Pewarna yang baik yaitu jenis pewarna yang dapat larut sempurna pada basis lipstik. Warna yang digunakan pada kegiatan ini yaitu merah. Pengujian organoleptik warna secara lengkap disajikan pada Gambar 6.
31
Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat pucat (Very pasty) 2 : Agak pucat (Quite pasty) 3 : Pucat (Pasty)
4 : Cukup terang (Quite bright) 5 : Terang (Bright) 6 : Sangat terang (Very bright)
Gambar 9. Histogram nilai warna varian lipstik Hasil uji organoleptik meunjukkan dalam hal warna, lipstik jenis M5 merupakan yang paling mendekati lipstik komersial. Warna yang dihasilkan lipstik ini dipengaruhi oleh konsentrasi warna yang diberikan. Semakin tinggi konsentrasi warna semakin baik warna yang dihasilkan (Gambar 9). 4. Bau Bau lipstik berasal dari parfum yang berfungsi menutup aroma yang disebabkan oleh kerusakan minyak atau lemak yang timbul akibat pembentukan asam-asam lemak terbang (volatil) hasil hidrolisis minyak atau lemak. Hasil uji organoleptik bau lisptik disajikan pada Gambar 10.
32
Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat tidak berbau (Has no odor) 2 : Agak tidak berbau (Quite no odor) 3 : Tidak berbau (Odorless)
4 : Cukup berbau (Qiute odor) 5 : Berbau (Odor) 6 : Sangat berbau (More odor)
Gambar 10. Histogram nilai varian bau lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden terhadap lipstik berada pada tingkat keharuman (bau) lipstik yang cukup. Hal ini berbeda dengan penilaian terhadap lipstik komersial (control) yang berada pada tingkat keharuman tidak berbau. Dari semua jenis lipstik, responden menilai jenis M5 merupakan jenis dengan tingkat keharuman yang paling disukai. 5. Daya oles Daya oles merupakan salah satu parameter penting bagi konsumen dalam memilih sebuah lipstik (Perdanakusuma, 2003). Uji orgalopetik daya oles terhadap lipstik dengan lemak tengkawang disajikan pada Gambar 11.
33
Keterangan (Remarks) = 1 : Sangat tidak menempel (Very not adhere) 2 : Cukup tidak menempel (No quite adhere) 3 : Tidak menempel (adhereless)
4 : Cukup menempel (Quite adhere) 5 : Menempel (Adhere) 6 : Sangat menempel (Very adhere)
Gambar 11. Histogram nilai daya oles varian lipstik Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian responden bahwa sebagian besar lipstik memiliki tingkat daya oles cukup kecuali formula M3i. Nilai daya oles tertinggi terdapat pada lipstik dengan formula M5i (Gambar 11). Daya oles lipstik dipengaruhi oleh konsentrasi malam dan minyak atau lemak di dalam campuran. Semakin keras suatu lipstik semakin rendah daya olesnya (Perdanakusuma, 2003). Hasil uji organoleptik tersebut kemudian dilakukan analisis lanjutan dengan cara statitstik menggunakan metode Kruskal-Wallis. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah formulasi yang diberikan memberikan perbedaan terhadap parameter organoleptik. Hasil analisis statistik organoleptik lipstik secara lengkap disajikan pada Tabel 20.
34
Tabel 20. Analisis statistik organoleptik lipstik a,b
Test Statistics
parameter Chi-square df Asymp. Sig. Chi-square df Asymp. Sig. Chi-square df Asymp. Sig. Chi-square df Asymp. Sig. Chi-square df Asymp. Sig.
tekstur
kilap
warna
Bau
daya oles
data 17,375 4 ,002 11,484 4 ,022 29,612 4 ,000 2,727 4 ,605 5,594 4 ,232
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: lipstik
Analisis statistik menunjukkan bahwa persepi responden yang menyatakan formulasi lipstik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
beberapa
parameter
seperti
tekstur,
kilap
dan
warna.
Responden juga berpendapat bahwa formulasi yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bau dan daya oles (Tabel 20).
B. Analisa Cemaran Mikroba Pada Sediaan Lipstik Sediaan kosmetika khususnya lipstik diharuskan bebas akan cemaran mikroba. Keberadaan mirkoba pada sediaan lipstik dapat menyebabkan perubahan organoleptik seperti bau, rasa, dan dapat menimbulkan bahaya kesehatan (Soraya, 1996). Hasil analisis cemaran mikroba pada sediaan lipstik disajikan pada Tabel 21.
35
Tabel 21. Analisis cemaran mikroba pada sediaan lipstik Jenis cemaran mikroba Angka lempeng total, Koloni/g Jamur, Koloni/g Koliform, MPN/g S. aureus, Koloni/g
Tahap I
Tahap II SNI
C
M3
M3i
M5
M5i
C
M3
M3i
M5
M5i
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Maks 2 10
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
<3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Negatif
Keterangan : C : Lipstik komersial sebagai kontrol M3 : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M3 M3i : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M3 yang dmodifikasi M5 : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M5 M5i : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M5 yang dimodifikasi
Analisis cemaran mikroba pada sediaan lipstik dilakukan 2 tahap, yaitu lipstik pada kondisi baru hasil produksi (tahap I) dan lipstik pada kondisi setelah proses penyimpanan selama 3 bulan (tahap II). Hasil menunjukkan bahwa baik pada kontrol (lipstik komersial) maupun pada lipstik dengan lemak tengkawang pada berbagai perlakuan tidak terdapat cemaran mikroba baik sebelum maupun setelah penyimpanan. SNI kosmetika mensyaratkan bahwa keberadaan cemaran mikroba diperbolehkan dengan jumlah yang amat sangat kecil. Baik lipstik komersial maupun lipstik dengan lemak tengkawang telah memenuhi persyaratan SNI kosmetika tentang cemaran mikroba (Tabel 21).
C. Uji Iritasi Sediaan Lisptik Uji iritasi sederhana dilakukan terhadap mencit dan dilakukan pengamatan selama 24, 48, 72 dan 168 jam. Hasil analisis iritasi sederhana terhadap sediaan lipstik secara lengkap disajikan pada Tabel 22.
36
Tabel 22. Uji iritasi sediaan lipstik Jenis lipstik C M3 M3i M5 M5i
Lama waktu pengamatan 48 jam 72 jam + -
24 jam -
168 jam -
Keterangan : : tidak terlihat gejala iritasi + : gejala iritasi ringan ++ : gejala iritasi sedang +++ : gejala iritasi berat C : Lipstik komersial sebagai kontrol M3 : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M3 M3i : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M3 yang dmodifikasi M5 : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M5 M5i : Lipstik dengan lemak tengkawang formula M5 yang dimodifikasi
Uji iritasi sederhana dilakukan pada mencit dengan lama waktu pengamatan 24, 48, 72 dan 168 jam. Hasil pengamatan menunjukkan secara umum pada semua jenis perlakuan lipstik tidak ditemukan gejala iritasi pada kulit mencit. Terdapat satu indikasi gejala iritasi yaitu pada jenis lipstik M3i dengan lama waktu pengamatan 48 jam. Bentuk gejala iritasi nya yaitu berbentuk bintik kecil. Namun setelah diamati keesokan harinya, gejala tersebut sudah tidak terlihat lagi (Tabel 22). Berdasarkan hasil pengamatan ini, dapat dinyatakan bahwa lipstik dengan lemak tengkawang memiliki tingkat keamanan dari iritasi tergolong baik.
D. Analisa biaya produksi lipstik Analisa biaya produksi lipstik dilakukan dengan menghitung harga per kebutuhan bahan dalam satu kali proses pembuatan lipstik (9,3 gram) yang secara lengkap disajikan pada Tabel 23.
37
Tabel 23. Analisa biaya produksi lipstik Bahan MInyak Jarak Candelila wax Malam lebah Carnauba wax Lemak tengkawang Parrafin liquid BHT Titanium dioksida Metyl paraben Pewarna Parfum TOTAL
Harga Bahan (Rp) 40.000/l a) 1.500.000/kg 50.000/kg 1.500.000/kg 96.000/kg b) 65.000/l a) 70.000/kg 285.000/kg 85.000/kg 85.000/250 g 50.000/50 ml
Kebutuhan pemakaian (gram) 5 1 1 0,1 0,3 0,5 0,05 0,05 0,01 0,32 1 9.33
Harga sesuai kebutuhan (Rp) 200 1.500 50 150 28,8 32,5 3,5 14,25 0,85 108,8 1.000 3.088,7 a)
Keterangan : Harga bahan diambil berdasarkan penawaran dari CV. ; asumsi 1 liter = 1 b) kg ; Harga lemak tengkawang diasmusikan 20% lebih rendah dari harga lemak kakao Rp. 120.000/kg (www.kakao-indonesia.com)
Hasil analisa biaya produksi menunjukkan bahwa dalam satu kali proses produksi lipstik sebesar 9,33 g diperlukan biaya produksi sebesar Rp. 3.088,7. Dari satu kali proses produksi ini dapat dibuat menjadi 2 buah lipstik dengan harga tiap wadah mencapai Rp.10.000. Sehingga dari satu kali produksi didapatkan 2 buah lipstik (masing-masing 4,5 g) siap pakai dengan harga produksi Rp. 11.544,35/pcs. Analisa biaya ini belum mencakup biaya energi, peralatan dan lain sebagainya.
38
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Lipstik berbahan dasar lemak tengkawang aman digunakan karena tidak mengandung cemaran mikroba sesuai SNI kosmetikadan tidak mengakibatkan iritasi pada kulit. 2. Analisis
organoleptik
menunjukkan
tingkat
kesukaan
responden
terhadap lipstik dengan formulasi M5 lebih tinggi dibandingkan formula lainnya. Formulasi M5 mencakup minyak jarak 50%, candelila wax 10%, carnauba wax 1%, lemak tengkawang 3%, malam lebah 10%, parafin liquid 9%, titanium dioksida 1%, BHT 0,5%, warna 1% dan parfum secukupnya. 3. Analisa biaya produksi menunjukkan bahwa dalam satu kali proses produksi menghabiskan biaya produksi sebesar Rp. 3.088,7. Dari satu kali proses produksi tersebut dapat diperoleh dua buah lipstik siap pakai dengan harga produksi termasuk wadah (packaging) sebesar Rp. 11.544,35 per buah. Analisa biaya ini belum mencakup biaya energi, peralatan dan lain sebagainya.
39
DAFTAR PUSTAKA Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist, Washington DC. Bagian Botani Hutan Dirjen Kehutanan. 1973. Pengenalan Jenis-Jenis Pohon Export Seri V, Laporan No. 175. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Balsam, M.S, S. D. Gershon, M. M. Rieger, E. Sagarin and J. Stiaries. 1974. Cosmetic, Science and Technology. John Willey and Sons. New York. Belitz, H. D dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry, 2 nd Ed. SpringerVerlag Heildelberg, Berlin. Departemen Kesehatan RI. (1985). Formularium kosmetika indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Draize, J.H. 1959. Dermal Toxicity. The Association of Food and Drug Officials of the United States, Bureau of Food and Drugs, Austin, TX. pp. 46-49. Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. Howard, G. M. 1974. Perfumes, Cosmetics and Soaps. Vol III 8 th Ed. Champman and Hall. London. Imron, H.S.S. 1985. Sediaan Kosmetik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UIPress, Jakarta. Nesaretnam, K. dan A. Razak. 1992. Engkabang (Illipe)-An Excellent Component for Cocoa Butter Equivalent Fat. J.Sci. Food Agric. Vol. 60 : hal 15-20. Okayani, M. 1990. Faktor Titik Leleh Campur Malam, Lemak dan Minyak, Zat Warna pada Formulasi Sediaan Lipstik. Skripsi. FarmasiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Jakarta.
40
Perdanakusuma, O. (2003). Karakteristik fisik lipstik dengan penambahan berbagai konsentrasi malam lebah. Skripsi. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB. Tidak diterbitkan. Rahayu, W. P. (1998). Penuntun praktikum penilaian organoleptik. Jurusan
Teknologi
Pangan
dan
Gizi.
Bogor:
Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Raini, M., Rini S.H dan Aini I. 2004. Gambaran Cemaran Jamur Pada Kosmetik Bedak Bayi dan Bayangan Mata. Media Litbang Kesehatan
Vol.XIV
(4).
Puslitbang
Farmasi
dan
Obat
Tradisional. Sidik, Y.J., dan Oetja. 1982. Pengenalan jenis Pohon Penghasil Tengkawang. Balai Penelitian Hutan. Bogor. Sidiyasa, K. 1986. Beberapa Catatan Mengenai Tengkawang di Kalimantan Barat. Sylva Tropika Warta Penelitian dan Pengembangan Kehutanan I (3). Balitbang Kehutanan. Bogor. Soraya. 1996. Studi Cemaran Mikroba Pada Beberapa Sediaan Kosmetik Tradisional. Skripsi. Banadung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung. Standar Nasional Indonesia [SNI] 16-4769. (1998). Lipstik. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Sumadiwangsa, S. Dan T. Silitonga, 1974. Analisa Fisiko-Kimia Tengkawang dari Kalimantan. Laporan No. 31. LPHH, Bogor. Sumadiwangsa, S., H. Roliadi, S. Hasanah. 1976. Pengaruh waktu penyimpanan dan cara pengolahan terhadap kualitas biji tengkawang. Laporan No. 74. LPHH, Bogor. Sumadiwangsa, S. 1977. Biji Tengkawang Sebagai bahan Baku Lemak Nabati. Laporan No. 91. LPHH, Bogor. Wasiatmaja, S. M. 1984. Kosmetika : Penggunaan dan Masalahnya. Warta Konsumen Th. IX no.123. Penebar Swadaya. Jakarta. Wilkinson, J. B. and R. J. Moore. 1982. Harry’s Cosmeticology. 7th Ed. Chemical Publishing Company, Inc. New York.
41
Winarni, I., E.S. Sumadiwangsa, Dendy S. 2005. Beberapa catatan pohon penghasil biji tengkawang. Info Hasil Hutan, Vol. 11, No. 1 Hal : 17-25. Bogor. World Health Organization (WHO). 2005. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Jakarta: EGC. http://www.kakaoindonesia.com/index.php?option=com_content&view=arti cle&id=61:harga-kakao-hari-ini-&catid=37:berita-singkat
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 1. Data uji organoleptik Tekstur Control 3 2 3 3 2 2 1 3 1 1 5 1 3 3 3 2 2 2 1 3 1 3 3 3 3 3 2 3 1 1 1 1 1 1
M3 3 2 2 2 2 2 2 4 1 3 2 3 2 4 3 5 3 3 5 2 3 4 3 2 3 4 4 3 5 5 2 5 2 5
M3i 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 4 3 3 5 3 2 2 2 2 3 4 3 2 5 5 3 5 3 5
44
M5 3 6 2 6 2 2 4 3 3 3 6 3 3 3 2 5 2 2 5 2 3 2 3 3 3 3 3 2 5 3 3 5 3 5
M5i 3 2 3 2 2 2 1 4 3 2 3 2 2 4 3 4 2 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 2 4 4 3 4 3 4
kilap Control 3 6 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 6 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 5 6 5 4 5
M3 3 2 5 2 5 2 4 6 3 5 3 5 3 5 5 3 4 5 2 5 4 3 3 3 2 2 5 5 5 3 5 3 5 3
M3i 3 3 3 2 4 3 4 5 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 2 3 3 3 3 5 4 5 4 4 4 5 4 5 4 5
45
M5 3 4 4 4 4 6 4 5 3 4 3 5 4 4 4 5 3 5 4 5 4 5 3 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5
M5i 3 4 5 2 4 3 4 5 2 5 2 5 4 5 2 3 4 2 5 5 4 4 2 4 2 5 4 2 3 5 3 5 3 5
warna Control 4 6 5 3 4 5 5 5 1 4 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 5 4 6 6 4 5 6 4 5 5 6 4
M3 4 1 4 1 6 1 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 5 4 4 2 4 3 4 3 3 4 2 4 3
M3i 4 2 3 2 3 5 4 4 5 1 5 4 4 4 4 3 4 3 2 3 3 5 3 4 4 3 2 3 3 5 3 3 3 5
46
M5 4 6 4 6 3 4 3 5 4 6 4 5 3 4 5 4 3 4 4 5 4 5 3 4 4 6 4 4 5 6 4 6 4 6
M5i 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5 6 4 5 2 4 4 4 6 6 4 4 2 5 4 2 4 4 3 2 3 2 3 6
Bau Control 4 4 3 3 4 4 4 1 5 6 1 5 4 5 5 5 2 5 4 5 5 5 4 3 5 2 4 5 2 5 5 4 2 4
M3 4 3 3 3 4 3 5 1 3 3 3 5 5 5 5 6 4 5 4 5 4 4 4 3 4 5 5 5 2 5 5 5 5 5
M3i 4 5 3 2 4 2 5 3 5 3 5 5 4 4 5 6 4 5 2 4 4 4 5 3 6 5 3 5 5 5 5 5 5 5
47
M5 4 5 3 5 4 6 4 1 3 4 3 5 4 4 5 6 5 5 4 5 4 5 3 4 5 5 3 5 5 5 5 5 5 6
M5i 4 6 4 5 4 2 5 1 4 4 4 5 5 4 5 5 2 5 2 5 5 5 4 4 5 3 4 5 5 3 5 3 5 5
Daya oles Control 4 6 5 6 5 5 5 6 6 4 5 5 5 4 5 4 2 5 4 4 5 4 5 1 5 4 4 5 4 4 2 5 4 4
M3 3 2 2 2 5 2 4 5 3 2 3 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 3 6 5 5 4 5 5 4 5 4 5
M3i 3 2 2 5 5 2 4 5 5 2 5 5 4 4 5 3 4 5 4 3 4 4 5 4 6 1 4 5 5 1 5 1 5 1
48
M5 3 5 4 5 5 5 4 5 3 5 3 5 4 4 5 4 4 2 4 5 4 4 4 4 5 4 5 2 5 4 2 4 2 5
M5i 3 4 6 4 5 4 2 6 3 6 3 5 2 5 5 3 4 5 5 6 5 4 5 5 2 2 5 5 5 2 5 2 5 6
Lampiran 2. Analisis statistik organoleptik Ranks parameter tekstur
lipstik data
N
control
34
56,74
m3
34
92,76
m3i
34
88,24
m5
34
100,13
m5i
34
89,63
Total kilap
data
170
control
34
97,74
m3
34
78,99
m3i
34
72,26
m5
34
102,53
m5i
34
75,99
Total warna
data
170
control
34
113,81
m3
34
68,72
m3i
34
59,97
m5
34
98,91
m5i
34
86,09
Total Bau
data
170
control
34
77,03
m3
34
81,88
m3i
34
88,49
m5
34
94,37
m5i
34
85,74
Total daya oles
data
Mean Rank
170
control
34
98,15
m3
34
79,44
m3i
34
76,15
m5
34
80,79
m5i
34
92,97
Total
170
Kruskal-Wallis Test
49
a,b
Test Statistics parameter tekstur
data Chi-square
17,375
df
4
Asymp. Sig. kilap
,002
Chi-square
11,484
df
4
Asymp. Sig. warna
,022
Chi-square
29,612
df
Bau
4
Asymp. Sig.
,000
Chi-square
2,727
df
daya oles
4
Asymp. Sig.
,605
Chi-square
5,594
df
4
Asymp. Sig.
,232
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: lipstik
50