REORIENTASI RISET UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKSI -
DAN RANTAI NILAI HORTIKULTURA
Dipublikasi Oleh PERHORTI ~.~ " . ... ~
ISBN 978-979-25-1263-2
68
- PERBANYAKAN MENTENG BESAR (Baccaurea dulcis (JACK) MUELL ARG.) DENGAN CARA SAMBUNG PUCUK SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN JENIS Reni Lestari dan Popi Aprilianti Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI JI. Ir. H. Ojuanda 13, Bogor 16122 ABSTRAK Baccaurea dulcis atau pohon "menteng besar" merupakan penghas.il buah yang endemik . Sumatera bagian selatan, dan sudah dibudidayakan seeara lokal hanya di Sumatera dan sebagian keeil wilayah Bogor. Karena pemanfaatan buahnya sangat terbatas dan bersifat tokal, jenis ini menjadi semakin teraneam keberadaannya. Upaya pelestarian jenis ini sangat perlu dilakukan diantaranya adalah dengan melakukan perbanyakan dan budidaya tanaman. Dikarenakan jenis ini memiliki karakteristik berumah dua, upaya perbanyakan tanaman akan lebih efisien dilakukan deng,an eara vegetatif. 'Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan pertumbuhan bibit I hasil perbanyakan B. du1cis dengan teknik sambung pueuk sejenis dengan menggunakan batang atas dari pohon yang telah terseleksi kualitas buahnya di Bogor. Oi samping itu tujuan penelitian lainnya , adalah mengetahui keberhasilan dan pertumbuhan bib it hasil perbanyakan sambung pueuk dengan . batang bawah B. duleis dan batang bawah dari jenis lain, B. retieulata Pada penyambungan sejenis terdapat 3 perJakuan batang atas yaitu 7 em bagian pertama dari ujung ranting (A), 7 erp. bagian kedua dari ujung ranting (B) dan tidak disambung (KontroI/K). Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap bulan sampai dengan bulan ke-8. Tanaman hasil penyambungan sejenis tumbuh dengan baik. Tidak ada beda nyata tinggi tanaman antara ketiga perJakuan sambungan. Pertumbuhan eabang pada tanaman B lebih besar dibanding tanaman A dan K secara nyata, sedangkan jumlah daun tanaman perlakuan B mulai bulan ke-2 sesudah penyambungan lebih banyak secara nyata dibandingkan t tanaman A. Pada penyambungan beda jenis dengan batang bawah B. retieulata dan batang atas B. i dulcis, hasil pengamatannya menunjukkan bahwa penyambungan pada semua perlakuan (pangkal : batang atas dieelup IBA 0, 100, 200 dan 400 ppm) tidak kompatibel. Pada bulan ke-4, 100 % tanaman perJakuan 0, 50 % tanaman perlakuan 100, 62,5 % tanaman perlakuan 200 dan 43,8 % tariaman perlakuan 400 ppm IBA, bagian batangnya mengering atau membusuk mulai I em di bawah daerah sambungan sampai pueuk batang. Pengamatan pada bulan-bulan berikutnya menunjukkan bahwa batang atas yang mengering makin banyak dan akhimya keseluruhan tanaman sambungannya mati.
. I
Kata Kunci : Baccaurea dulcis, B. reticulata, perbanyakan vegetatif, sambung pueuk PENDAHULUAN Baccaurea dulcis (Jack) Mull. Arg. yang merupakan tumbuhan endemik Sumatera bagian selatan dikenal juga dengan nama ketupa (Inggris), eupa, tupa, kapul, menteng besar (Indonesia), ijupa, tupa (Malaysia) (Latifah, et ai., 2000; Heyne, 1987). Tumbuhan berupa pohon setinggi 5-15 m dengan batang biasanya berbentuk siku-siku serta berdiameter mencapai 50 cm. Daun berbentuk bundar melonjong atau melonjong, dengan panjang 14-18 em dan lebar 8-13 em, permukaan daun licin mengkilap. Perbungaan berbentuk tandan, terletak pada eabang atau ranting dengan panjang tandan jantan 6-11 em dan tandan betina 5-14 em. Bunganya berwama kekuning-kuningan dan Prosiding Seminar Nasional Hortikultura - Indonesia 20J() Perhimpunan Hortikultura Indonesia .' Universitas Udayana
69
'-
berbau harum. Buah berbentuk bulat dengan diameter 3.5 - 4 em dan berwama kuning keeoklatan (Haegens, 2000). Buah B. dulcis sangat melimpah pada saat musim berbuah dan dijadikan buah segar dengan rasanya yang manis-asam, digunakan sebagai bumbu masakan serta rebusan daunnya dapat digunakan untuk melanearkan datang bulan pada kaum perempuan (Munawaroh, 2000). Karakteristik jenis tanaman ini adalah berumah dua dan penentuan jenis kelamin pohon dari kerabat ini yang tumbuh dari biji hanya dapat ditentukan setelah pohon memasuki masa reproduktif yang memakan waktu beberapa tahun setelah tanam (Abdullah et. ai., 2005). Tanaman B. dulcis sudah dibudidayakan seeara lokal hanya di Sumatera dan sebagian keeil daerah Bogor, Jawa Barat. Pemanfaatan buahnya sangaLterbat~ daJ4>ersifat lokal, di samping itu masyarakat juga memanfaatkan kayu dari jenis ini sebagai bahan bangunan rumah. Sementara habitat asli jenis tersebut juga semakin terbatas seiring dengan semakin menyempitnya kawasan hutan di Sumatera. Dikarenakan alasan-alasan tersebut di atas, keberadaan jenis ini menjadi semakin teraneam. Upaya pelestarian jenis ini sangat perlu dilakukan diantaranya adalah dengan melakukan perbanyakan dan pembudidayaan tanaman. Perbanyakan umumnya dilakukan dengan biji dan teknik menyambung. Sifat tanaman yang berumah dua menyebabkan perbanyakan dengan biji jarang dilakukan karen a tidak efisien dari faktor waktu, biaya, dan ruang yang dibutuhkan untuk budidayanya. Teknik menyambung merupakan salah satu pilihan yang baik dalam memperbanyak tanaman ini. Keuntungan yang didapatkan dari teknik ini diantaranya adalah dapat memperpendek masa juvenil, menghasilkan tanaman yang sarna dengan induknya, dan bentuk serta ukuran tanaman dapat dikontrol (Adams & Early, 2007; Hartmann et. ai., 2002). Kendala yang umunya ditemui pada teknik penyambungan adalah kegagalan penyambungan yang bisa disebabkan oleh ketidaksesuaian seeara anatomi, kondisi lingkungan tumbuh, hama penyakit dan inkompatibilitas . .lnkompatibilitas antara batang atas dan bawah bisa disebabkan oleh respon fisiologi yang berlawa an antara batang atas dan bawah, virus atau transmisi fitoplasma dan abnonnalnya seeara anatomi dari jaringan pembuluh pada sambungan kalus (Hartmann et. ai., 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan pertumbuhan bibit hasil perbanyakan B. dulcis dengan teknik sam bung pueuk sejenis dengan menggunakan batang atas dari pohon yang telah terseleksi kualitas buahnya di Bogor. Oi samping itu tujuan penelitian lainnya adalah mengetahui keberhasilan dan pertumbuhan bibit j)asil perbanyakan sambung pueuk dengan batang bawah B. reticulata dan batang atas dari jenis B. dulcis.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di lokasi pembibitan, Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI dengan ketinggian tempat 250 m dpl. Teknik penyambungan menggunakan rnetode sambung pueuk. Bagian sambungan disungkup dengan plastik untuk menghindari penguapan. Tanaman sambungan diletakkan pada rumah paranet dengan pengurangan eahaya 45 % serta diberi atap palstik. Bibit sambungan ditanam dalam polibag ukuran 25 em x 30 em, dengan media tanah: pupuk kandang: sekam = 2: 1: 1. Bibit sambungan disiram seeara manual setiap hari.
Penyambungan dengan batang atas dan batang bawah jenis Baccaurea dulcis Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan April 2009. Suhu udara pada saat penelitian berkisar an tara 21,7 °C dan 32,8 °C, kelembaban udara berkisar antara 78 % - 88 % serta eurah hujan an tara 166 mm - 612 mm per bulan. Material untuk batang atas berupa entris dewasa didapatkan dari pohon yang terseleksi buahnya di kawasan Bogor, sedangkan tanaman untuk batang bawah didapatkan dari hasil semaian biji B. ci.1!-lcis yang telah berY.,mur 6 bulan. Raneangan penelitian yang digunakan adalah Raneangan Aeak Lengkap dengan dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan dengan masing-masing ulangan sebanyak 10 tanaman sehingga total tanaman untuk penelitian ini sebanyak 90 bibit. Perlakuan sambung pueuk sejenis tersebut berupa maeam batang Prosiding Seminar Nasinnal Hnrtikultura· Indnne.~ia 20W ?erhimpunan Horlikllltura Indonesia .. Universitas Udayana
.
70
atas yaitu berupa 7 em_bagian pertama dari ujung ranting (A), 7 em bagian kedua dari ujtmg ranting (8) dan tidak disambung (KontroIlK) (Tabel 1). Pengamatan pertumbuhan vegetatif dilakukan setiap bulan sampai dengan bulan ke-8 kecuali pada bulan ke-4. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun batang atas, pertambahan panjang batang dan cabang batang atas dan jumlah daun cabang batang atas. Hasil pengamatan kemudian diolah dengan analisa ANOVA dan uji lanjut Tukey dengan menggunakan program statistika MINITAB 14. Tabel 1.
Perl~kuan penyambungan sejenis dengan batang bawah dan batang atas Baccaurea. aulcis .
• P'pn\rambungan dengan batang atas Baccaurea dulcis dan batang bawa B. reticulata Penelitian dilakukan mulai bulan April 2008 sampai dengan November 2008. Suhu adara saat penelitian berkisar antara 20,6 °C dan 31,7 °C, kelembaban udara berkisar antara 78 % % dan eurah hujan antara 20 mm-- 372 mm per bulan. Material tanaman yang dijadikan batang atau entris dewasa berasal dari pohon B. dulcis dari pohon terseleksi kualitas buahnya di .~,i1a1vah Bogor. Sedangkan tanaman untuk batang bawah didapatkan dari hasil semaian biji B. "'~~ticula.ta koleksi Kebun Raya Bogor yang telah berumur 6 bulan. Raneangan penelitian yang a1liguna}(atl adalah Rancangan Aeak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan dengan masing_[lasing ulangan sebanyak 6 tanaman, sehingga total bibit untuk penelitian sebanyak 120 tanaman . • P'erlaLkuc:m penyambungan dilakukan dengan pemberian ZPT berupa larutan I BA 0 (kontrol), 100, dan 400 ppm, yang dieelupkan selama 5 detik tepat sebelum penyambungan dilakukan (Tabel Pengamatan pertumbuhan vegetatif dilakukan setiap bulan selama 7 bulan. Parameter yang ~lianlati' .adalah tinggi tanaman, jumlah daun batang atas, panjang dan jumlah daun batang atas, serta tun~ueuk batang atas maupun batang bawah. ;~)
abel l~. Perlakuan penyambungan dengan batang bawah Baccaurea reticulata dan batang atas atau ji. .
entris B. dulcis
-
HASIL DAN PEMBAHASAN r;elllyalmbiungan dengan batang atas dan batang bawah jenis Baccaurea dulcis
~::: Tanaman hasil penyambungan pueuk sejenis pada Baccaurea dulcis yaitu tanaman A dan B
~--,- ....L·"'.dengan baik (Gambar I sampai dengan 4), hal ini menunjukkan bahwa sambung pueuk ~tersebut bisa berhasil. Dengan eara penyambungan ini, diharapkan untuk waktu yang akan
menghasilkan pohon yang berkualitas buah tinggi sesuai dengan batang atasnya, lebih uksi serta merrriiiki karakter pohon yang tidak terlalu tinggi sesuai dengan yang ",asamp;ai~lll oleh Adams -dan Early (2007) serta Hartmann et. al. (2002) mengenai keuntungan daTi vegetatif dengan eara sambung pueuk. Keberhasilan penyambungan sejenis B. dulcis ~~a{aDkall1 bisa menjadi tahap awal untuk mendorong upaya budidaya dan pelestarian jenis.
WIDU"lo"'h ; .....
Nasional Hortikufiiira. Indonesia)O 10 Indonesia · Universitas Udayana
71
100
E u
-. c: til
E til
C
.... til
·SD b.O C
90 80 .Sambung ujung ke-l
70 60 SO
rnSambung ujung ke-2
40 30
OTidak disambung
i= 20 10 0 Bulan ke-O
Bulan ke-1
Bulan ke-2
Bulan ke-3
Bulan ke-S
Bulan ke-6
Bulan ke-7
Bulan ke-8
Waktu sesudah~amb~~~ _______._______
Gambar I. Tinggi tanaman bibit sambungan sejenis Baccaurea dulcis. Huruf yang berbeda di atas grafik sesuai umur tanaman menunjukkan perbedaan yang nyata pada tarafP ~0,05 Tidak ada perbedaan tinggi tanaman A, B dan K sejak dilakukan penyambungan (bulan ke0) sampai dengan bulan ke-8 (Gambar I). Sedangkan jumlah eabang pada batang atas tahaman B lebih banyak seeara nyata dibanding tanaman A dan K sejak dilakukannya penyamb 19an hingga bulan ke-8 sesudah penyambungan (Gam bar 2). Jumlah daun tanaman K sampai dengan bulan ke-I sesudah penyambungan lebih banyak seeara nyata dibandingkan jumlah daun batang atas tanaman A dan B. Namun pada bulan ke-2, jumlah daun tanaman K hanya lebih banyak seeara nyata dibandingkan dengan jumlah daun batang atas tanaman A, sedangkan jika dibandingkan dengan jumlah daun batang atas tanaman B tidak ada perbedaan nyata. Mulai bulan ke-3 hingga bulan ke-8 sesudah penyambungan, jumlah daun total tanaman K tidak ada perbedaan dibandingkan dengan jumlah daun batang atas tanaman A dan B. Sem.entara itu, mulai bulan ke-2 sesudah penyambungan, jumlah daun batang atas tanaman B lebih banyak seeara nyata dibandingkan dengan tanaman A namun tidak berbeda dibandingkan jumlah daun tanaman K (Gambar 3). Seperti terlihat pada gambar 4, sampai dengan bulan ke-I sesudah penyambungan, tidak ada perbedaan pertambahan panjang batang dan eabang pada tanaman B. dulcis baik yang A, B maupun K. Namun sesudah bulan ke-2 sampai bulan ke-6, pertambahan panjang batang dan eabang tanaman B seeara nyata lebih besar dibandingkan tanaman A dan K. Selanjutnya pada bulan ke-7 dan ke-8, tanaman B juga eenderung lebih besar pertambahan panjang batang dan eabangnya dibandingkan pada tanaman A dan K. Sementara itu, tidak ada beda nyata an tara tanaman A dan K sampai dengan bulan ke-8 untuk parameter pertambahan panjang batang dan cabang (Gambar 4). Secara Ulllum dapat disampaikan bahwa tanaman B tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan tanam~n A dan K khususnya pada pertumbuhan eabang, daun dan batang. Hal ini mungkin disebabkan pengaruh sumber bibit pada tanaman B yang berasal dari bibit sambungan pucuk tan am an sejenis B. dulcis dengan entris dewasa berupa 7 em bagian kedua dari ujung ranting. Entris yang dipotong bagian pucuknya menyebabkan hilangnya zat pengatur tumbuh auks in yang konsentrasinya cukup tinggi atau menumpuk pada tunas apikal. Hal tersebut menyebabkan dominasi
Prosiding Seminar Nasional Hortikultura - Indonesia 2010 Perhimpunan Hortikultura Indonesia ·- Universitas Udayana
72
2.5 c.o
c
~
2.0
.0 ~
.Sambung ujung ke-l
U
s:::. ~
E ::s -,
1.5
--::>:
I:;~ Samb'ung
1.0
ujung ke-2
'.
O Tidak disambung
0.5 0.0 Bulan ke- Bulan ke- Bulan ke- Bulan ke- Bulan ke- Bulan ke- Bulan ke235 678 1
Waktu sesudah penyambungan
"Gambar 2. lumlah cabang batang atas tanaman Baccaurea dulcis disambung dan jumlah cabang tanaman untuk tanaman yang tidak disambung. Huruf yang berbeda di atas grafik sesuai umur tanaman menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P ~0,05 25.0 22.5
c 20.0 ::s ~ 17.5
.Sambung ujung ke-l
s:::. 15.0 ~
Mi Sambung
0
E::s 12.5 -, 10.0 7.5 5.0 2.5
ujung ke-2
b
O Tidak disambung a aa
a
Bulan ke-O
Bulan ke-l
0.0 Bulan ke-2
Bulan ke-3
Bulan ke-S
Bulan ke-6
Bulan ke-7
Bulan ke-8
Waktu sesudah penyambungan
3. Jumlah daun batang atas tan am an Baccaurea dulcis disambung dan jumlah cabang tan am an untuk tanaman yang tidak disambung. Huruf yang berbeda di atas grafik sesuai umur tanaman menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf P ~0,05 ~pikalnya dipatahkan atau dihilangkan. Auksin memiliki_ kapasitas untuk mendorong
p!lrprurijrung,m pada sel-sel tunas, dan menghambat pertumbuhan tunas samping. Hilangnya tunas
akan merangsang pertumbuhan tunas-tunas srumping tanaman dan menekan pertumbuhan vertikal tanaman (Arteca, 1996; Brickell and Joyce, 1996; Adams and Early, 2004).
..u.a II~-ILlln!::tc:!
Seminar Nasional Ho rtikultura _ Indonesia 2010 .-er'lllltlJr1UnllnHortikultura Indonesia "" Universitas Udayana
E
35
a
~ tl.O
c
30
u
25 ·
a b
RI .0 RI
c
a
a
RI
"0 tl.O
c
RI +' RI .0 tl.O
. Sambung ujung ke-1
b 20 ~
a
c
15
'2 RI c..
10
fU
RI
c RI .c.
RI .0
E RI t
QJ Q.
Sambung ujung ke-2
OTidak disambung
5 0 Bulan ke-1
Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan ke-2 ke-3 ke-5 ke-6 ke-7 Waktu sesudah penyambungan
Bulan ke-8
Gambar 4. Pertambahan tinggi batang dan panjang eabang batang atas tanaman untuk Baccaurea dulcis disambung dan pertambahan tinggi batang dan eabang tanaman untuk yang tidak disambung. Huruf yang berbeda di atas grafik sesuai um ur tanaman menunjukkan perbedaan yangnyata pada tarafP ~0,05
Penyambungan dengan batang atas Baccaurea dulcis dan batang bawah B. reticulate Hasil pengamatan penyambungan batang atas Baccaurea dulcis dan batang bawah B. reticulata menunjukkan bahwa pada bulan pertama setelah penyambungan telap terjadi pertambahan tinggi tanaman yang berkisar antara 4,91 em sampai 6,91 em untuk keseluruhan perlakuan IBA 0, 100,200 dan IBA 400 ppm (TabeI3). Pada bulan kedua sesudah penyambungan, tanaman perlakuan IBA 0 ppm, sudah tidak menunjukkan pertambahan tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sedangkan pada bulan ketiga, tanaman perlakuan IBA 200 ppm juga tidak lagi bertambah tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Pada bulan keempat sesudah penyambungan keseluruhan tanaman tidak lagi bertambah tinggi (Tabel 3). Tidak adanya pertumbuhan lebih lanjut menurut Mansyah et al. (1998) bisa disebabkan karena jaringan bidang sambung masih berupa kalus sehingga tidak terjadi kontinuitas vaskular pada bidang sam bung tersebut. Prosentase tanaman sambungan yang mati sampai dengan bulan keempat sesudah penyambungan bisa dilihat pada tabel 4. Pada bulan ke-4, 100 % tanaman perlakuaii 0, 50 % tanaman perlakuan 100, 62,5 % tanaman perlakuan 200 dan 43,8 % tanaman perlakuan 400 ppm IBA mati. Pengamatan pada bulan-bulan berikutnya menunjukkan bahwa batang atas yang mengering makin ban yak dan akhimya keseluruhan tanaman sambungannya mati. Gejala kematian sambungan yang diperlihatkan adalah bagian batang berwarna eoklat, mengeras dan mengering atau membusuk mulai dari 1 em di bawah daerah sambungan sampai dengan pueuk batang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa an tara batang atas (B. dulcis) dan batang bawah (B. reticulata) tidak kompatibel. Menurut Hartmann et al. (2002) besarnya persentase sambungan yang mati menunjukkan inkompatibilitas antar jenis tersebyt. Kompatibilitas berhubungan erat dengan perbedaan genetik an tara batang atas dan batang bawah. Keberhasilan penyambungan antarjenis dalam marga yang sarna tidak selalu berhasil. Hal tersebut bergantung kepada kombinasi genotip tertentu dari batang atas dan batang bawah. Hasil penelitian sam bung beda jenis yang lainnya yang Prosiding Seminar Na.l'ional Hortikultura - Indonesia 20UtPerhimpunan Hortikultura Indonesia Universitas Udayana
74
tidak kompatibel yaitu pada Tectona grandis dan T. hamiltoniana yang ditunjukkan dengan ,kematian secara bertahap namun terjadi pada umur tanaman yang jauh lebih lama yaitu antara 25 sampai 32 tahun (Sharma and Uniyal, 2002). Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan yang terlalu cepat pada batang bawah sambungan yang mungkin disebabkan faktor fisiologi, genetika atau interaksi antara batang atas dan bawah. , Gejala lain yang ditunjukkan pada saat pengamatan sambung pucuk beda jenis pada marga IB4'JCcaw"ea ini adalah pertumbuhan cabang-cabang dan daun pada batang bawah yang lebih dominan IdibaIlLOingkan dengan pada batang atas tanaman untuk seluruh perlakuan IBA (detail data tidak itampilkan). Hartmann et al. (2002) menyebutkan bahwa pertumbuhan yang pesat pada bagian sambungan merupakan ciri yang lain dari inkompatibilitas.
II'L_•••• _, ...·
3. Pertambahan tinggi tanaman sambungan pada tiap perlakuan mulai bulan -kesatu sampai keempat sesudah penyambungan
KESIMPULAN Perbanyakan Baccaurea dulcis dengan teknik samblmg pucuk sejenis dengan menggunakan dari pohon yang telah terseleksi kualitas buahnya bisa berhasil dengan baik. penyambungan sejenis B. dulcis ini diharapkan bisa menjadi tahap awal untuk upaya budidaya dan pelestarian jenis, dikarenakan keuntungannya dengan tanaman yang ilkan buah berkualitas tinggi sesuai dengan batang atasnya, lebih cepat berproduksi Iiki karakter pohon yang tidak terlalu tinggi. anaman B yang berasal dari bibit sambung pucuk tanaman sejenis B. dulcis dengan entris 7 em bagian kedua dari ujung ranting, tingkat pertumbuhannya lebih tinggi Ilj!~mnjdam tanaman yang disambung dengan entris bagian pertama dari ujung ranting (A) dan tidak disambung (K) khususnya pada pertumbuhan cabang, daun dan batang sampai kedelapan sesudah penyambungan. n:roanLVaJean vegetatif dengan sambung pucuk beda jenis dengan batang atas jenis B. dulcis bawah B. reticulata tidak kompatibel. Pada bulan ketujuh, seluruh batang atas dan .;;'!l~';:"~?P~.~: ,u(lU4J.ll~ bawah tanaman sambungan menjadi kering dan mati untuk seluruh perlakuan yaitu larutan zat pengatur tumbuh IBA dengan konsentrasi 0, 100,200 dan 400 ppm
NasionaJ Hortilcultura. Indone.~ia 2010 Indonesia - Universitas Udayana
1 75
DAFfAR PUSTA~ Abdullah, A.T.M., M.A. Hossain, & M.K. Bhuiyan. 2005. Propagation of latkan (Baccaurea sapida MueII.Arg.) by mature stem cutting. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences 1(2), 129-134. Adams, C.R., & M.P. Early. 2007. Principles of horticulture. 4th ed. Elsevier, Amsterdam. p 230 Arteca, R.N. 1996. Plant growth substances, principles and applications. Chapman & Hall. New York. pp 332 Brickell, C. and Joyce, D. 2006. Pruning and Training.The Royal Horticultural Society. Dorling Kindersley Limited. London. p 336 Haegens, R.M.A.P. 2000. Taxonomy, phylogeny and biogeography of Baccaurea, Distichirhops and Nothobaccaurea (Euphorbiaceae). Blumea suppl, 12, 1 - 218 Hartman, H.T., D.E. Kester, F.T. Davis Jr., & R.L. Geneve. 2002. Hartmann and Kester's plant propagation: Principles and practices. i h ed. Pearson Education, New Jersey. p 880 Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia, Jilid II (Edisi terjemahan). Yayasan Sarana Wana J aya. Jakarta. p 1247 Latifah, D., Sudarmono, Sutrisno dan Handayani, T, (Eds.). 2000. Tanaman buah Kebun Raya Bogor. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. p 82 Mansyah, E., MJ.A. Syah, A. Susiloadi, & I. Muas. Kompatibilitas manggis dengan tiga spesies kerbatanya sebagai batang bawah. Jurnal Hortikultura 8(3), 1163-1169. Munawaroh, E. 2000. Potensi Baccaurea spp. sebagai penghasil buah-buahan dan usaha pelestariannya di Kebun Raya Bogor. Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Bogor. hal 81-88 Sharma, V.K. and Uniyal, D.P. 2003. Short note: delayed graft incompatibility in heteroplastic interspecific graft between Tectona grandis f.L. and Tectona hamiltoniana Wall. After three decades. Silvae Genetica 52 (1), 24-25 Uji, T. 1992. Baccaurea Lour. in Verheij, E.W.M. and Cornel, R.E. (Eds.). Plant Resources of South East Asia No.2. Edible fruit and nuts. PROSEA. Bogor. p 98-100 Tirtawinata, M.R. 2003. Kajian anatomi dan fisiologi sambungan bibit manggis dengan beberapa ~ anggota kerabat Clusiaceae. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. p 171
Prosiding Seminar Nasiona/ Hortiku/tura - Indonesia 20J() Perhimpunan Hortiku/tura Indonesia .. Universitas Udoyana