NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI DAGING SAPI Vagar Basma Laksagenta¹ Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Riantin Hikmah Widi² Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Enok Sumarsih³ Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai tambah pengolahan daging sapi menjadi abon dan dendeng. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Studi Kasus yang dilakukan pada Agroindustri abon dan dendeng sapi di desa Rancapetir Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis. Nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen. Hasil penelitian dan pembahasan menujukkan bahwa Nilai tambah industri abon sapi dari pengolahan satu kilogram bahan baku daging sapi adalah Rp. 43.201,00 atau 30, 86 % dan Nilai tambah industri dendeng sapi dari pengolahan satu kilogram bahan baku daging sapi adalah Rp. 51.780,00 atau 36,99 %.
Kata Kunci : Nilai Tambah, pangsa tenaga kerja, keuntungan.
1
ABSTRACT This study aims to determine the value-added processing and the shredded beef into jerky. The method used is the method of Case Studies conducted in Agroindustrial and shredded beef jerky in the village of Kudat Kudat District Rancapetir District. Value added is the difference between commodity treated at some stage with the value of sacrifices that are used throughout the process. The sources of these is the use of value-added factors such as labor, capital, human resources, and management. The results and discussion shows that the value-added shredded beef industry from raw material processing one kilogram of beef is Rp. 43201,00 or 30,86% and value-added beef jerky industry of processing one kilogram of beef raw material is Rp. 51780,00 or 36.99%. Keywords: Value Added, the labor share, profit. PENDAHULUAN Konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan konsumsi daging sapi perkapita di luar negeri. Konsumsi daging sapi perkapita pertahun di Indonesia baru mencapai
2,2 kilogram. Sementara itu,
konsumsi daging sapi per kapita di Eropa mencapai 45 kilogram setiap tahun atau sekitar 20 kali lipat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia (Sindonews.com, 2013). Namun demikian perkembangan konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2007 sampai dengan 2011 pertumbuhannya mencapai 4,69 persen Gambar 1, hal ini didorong oleh meningkatnya pengetahuan serta peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga diduga kebutuhan daging sapi setiap tahunnya akan mengalami peningkatan. Peningkatan permintaan akan daging sapi akan berdampak positif terhadap peningkatan industri olahan daging sapi seperti agroindustri penggilingan, dendeng, sosis, baso dan lain-lain, sehingga peluang usaha dibidang agroindustri daging sapi ini masih berpeluang untuk terus berkembang.
2
rata rata pertumbuhan/kapita / tahun
0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 Series 1
2007
2008
2009
2010
2011
0,417
0,365
0,313
0,365
0,469
Sumber :Badan Pusat Statistik. 2012 Gambar 1 Konsumsi daging sapi/kapita/tahun Peningkatan permintaan akan daging sapi akan berdampak positif terhadap peningkatan industri olahan daging sapi seperti agroindustri penggilingan, dendeng, sosis, baso dan lain-lain, sehingga peluang usaha dibidang agroindustri daging sapi ini masih berpeluang untuk terus berkembang. Pengembangan industri pengolahan pangan di Indonesia yang didukung oleh sumberdaya alam pertanian, baik nabati maupun hewani yang mampu menghasilkan berbagai produk olahan yang dapat dibuat dan dikembangkan dari sumber daya alam lokal atau daerah. Perusahaan Ibu Hj.Ombah bergerak dalam pengolahan daging sapi menjadi abon dan dendeng sapi. Abon merupakan daging yang dididihkan, ditumbuk dan kemudian digoreng. Penampilanya biasanya berwarna cokelat terang hingga kehitaman. Abon tampak seperti serat, karena didominasi oleh serat-serat otot yang
3
mengering. Sedangkan dendeng merupakan daging yang di potong tipis menjadi lembaran dan di jemur. Daging yang biasa digunakan untuk membuat abon berasal dari sapi, sehingga orang mengenal dengan sebutan abon dan dendeng sapi (Anonim, 2008). Pengolahan daging sapi menjadi abon dan dendeng yang dilakukan oleh agroindustri Ibu Hj. Ombah sudah dilaksanakan sejak tahun 1970 (43 tahun yang lalu) dan merupakan yang paling lama di Kabupaten Ciamis, kontinuitas produksi abon dan dendeng sapi ditunjang oleh karakteristik permintaan yang stabil, meskipun harga daging sapi sebagai bahan bakunya berfluktuasi. Pemilik perusahaan menuturkan memang stabil, namun ada perbedaan karakteristik permintaan antara abon dan dendeng, abon di setiap harinya selalu banyak terjual dan dendeng hanya di akhir pekan sangat banyak terjual, demikian alasan pemilik memilih kedua produk ini. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan daging sapi menjadi abon dan dendeng memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi karena harga jual yang tinggi, awet, praktis. Tujuan dari pengolahan ini untuk memberi nilai tambah dimana distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang di terapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan, serta kualitas bahan baku. Apabila dalam penerapan pengolahan proporsi tenaga kerja yang di berikan cenderung padat karya maka keuntungan bagi perusahaan karena perusahaan menitik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja pada proses pengolahanya.
4
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji nilai tambah abon dan dendeng sapi kemudian membandingkan nilai tambah antara abon dan dendeng sapi, dengan tujuan sebagai informasi dan memberikan gambaran terhadap usaha abon dan dendeng. Hal tersebut peneliti wujudkan dengan melaksanakan penelitian yang berjudul “nilai tambah agroindustri daging sapi”. METODELOGI PENELITIAN Metode dasar penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Kartono dan Gulo, (2000) menyebutkan ada dua pengertian tentang studi kasus, yang pertama studi kasus merupakan suatu penelitian atau penyelidikan intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan suatu gejala psikologis tunggal, yang kedua studi kasus merupakan informasi – informasi historis atau biografis tentang seorang individu, sering mencakup pengalamanya dalam terapi serta menolong dalam usaha penyesuian diri. Menurut Suharsimi Arikunto, (1998) studi kasus yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu. Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu pada industri Abon Ibu Hj. Ombah di Kabupaten Ciamis dengan alasan bahwa : agroIndustri Abon dan dendeng Ibu Hj. Ombah merupakan salah satu perusahaan abon sapi terbesar di Kabupaten Ciamis, dan belum pernah dilakukan penelitian tentang, nilai tambah pengolahan daging sapi menjadi abon dan dendeng. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan alat analisis nilai tambah metode Hayami. Analisis metode hayami dapat dilihat sebagai berikut :
5
Tabel 1. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami No Variabel
Formula
nilai
Output, input dan harga 1
Output (Kg)
A
2
Bahan baku (Kg)
B
3
Tenaga kerja (JKO)
C
4
Faktor konversi
D = A/B
5
Koefisien tenaga kerja
E = C/B
6
Harga output (Rp/Kg)
F
7
Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/JOK)
G
Pendapatan dan keuntungan (Rp/Kg) 8
Harga bahan baku
H
9
Sumbangan input lain
I
10 11
Nilai output a. Nilai tambah
J=DxF K = J-I-H
12 13
b. Rasio nilai tambah
L% = (K/J) x 100%
a. Imbalan tenaga kerja
M=ExG
b. Pangsa tenaga kerja
N% = (M/K) x 100%
a. Keuntungan
O=K–M
b. Tingkat keuntungan Hayami et al., 1987
P% = (O/K) x 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Tambah Abon Sapi Analisis nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami. Dapat dilihat pada tabel 2. Diketahui bahan baku yang digunakan untuk mengolah daging menjadi abon sebanyak 25 kilogram untuk satu kali proses produksi. Dari input (bahan baku) sebanyak itu diperoleh 17,5 kilogram abon, maka dapat diketahui faktor konversi dari pengolahan daging sapi menjadi abon sapi sebesar 0,7 artinya dari
6
setiap 1 kilogram bahan baku akan menghasilkan sapi sebanyak 0,7 kilogram. Dapat diketahui nilai produk sebesar Rp.140.000,00 merupakan perkalian antara faktor konversi dan harga bahan baku. Nilai tersebut menunjukkan nilai abon sapi yang dihasilkan dari pengolahan satu kilogram bahan baku daging sapi. Tabel 2. Analisis Nilai Tambah Abon Sapi No
Variabel
Formula
Nilai
Output, input dan harga 1
Output (Kg)
A
17,5 Kg
2
Bahan baku (Kg)
B
25 Kg
3
Tenaga kerja (JKO)
C
15 JKO
4
Faktor konversi
D = A/B
0.7
5
Koefisien tenaga kerja
E = C/B
0,6
6
Harga output (Rp/Kg)
F
Rp. 200.000,00
7
Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/JOK)
G
Rp. 8.666,00
Pendapatan dan keuntungan (Rp/Kg) 8
Harga bahan baku
H
Rp. 84.000,00
9
Sumbangan input lain
I
Rp. 12.799,00
10 11
Nilai output a. Nilai tambah
J=DxF K = J-I-H
Rp. 140.000,00 Rp.43.201,00
12
13
b.
Rasio nilai tambah
L% = (K/J) x 100% 30,86%
a.
Imbalan tenaga kerja
M=ExG
Rp. 5.199,60
b.
Pangsa tenaga kerja
12,03%
a.
Keuntungan
N% = (M/K) x 100% O=K–M
b.
Tingkat keuntungan
P% = (O/K) x 100%
87,97%
Rp.38.001,40
Sumber : Data Primer diolah, 2013 Nilai tambah yang dihasilkan dari industri abon sapi merupakan selisih antara nilai output dengan biaya bahan baku dan sumbangan input lain per proses produksi.
7
Nilai tambah yang diperoleh dari setiap pengolahan satu kilogram bahan baku daging sapi menjadi abon sapi sebesar 43.201,00 atau 30,86 persen dari nilai output. Imbalan tenaga kerja dapat diperoleh dari koefisien tenaga kerja dikalikan dengan upah rata – rata tenaga kerja. Dalam pembuatan abon sapi ini upah tenaga kerjanya sebesar Rp. 8.666,00 / JKO, koefisien tenaga kerja sebesar 0,6 dengan demikian pendapatan tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 5.199,60 / kilogram bahan baku, pangsa tenaga kerja yaitu sebesar 12,03 persen. Sumbangan input lain merupakan bahan – bahan pendukung yang diperlukan dalam suatu proses produksi. Bahan – bahan tersebut dapat dilihat di Tabel 3. Tabel 3. Sumbangan Input Lain Abon No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bahan
Gula Putih (kg) Bawang Merah (kg) Bawang Putih (siung) Bawang Sumenep (kg) Minyak (kg) Garam (kg) Jahe (kg) Kayu Bakar (ikat) Plastik (lembar)
Kebutuhan/kg Volume Harga (Rp/unit) 6,25 12.000,00 1,25 13.000,00 6,00 100,00 2,225 50.000,00 6,00 10.000,00 0,25 2.000,00 0,20 25.000,00 5,00 5000,00 60,00 50,00
Jumlah Sumbangan Imput Lain/kg bahan baku Sumber : Data Primer diolah, 2013
Total Nilai(Rp) 75.000,00 43.750,00 600,00 109.375,00 60.000,00 500,00 5.000,00 25.000,00 3000,00 319.975,00 12.799,00
Tujuan dari suatu kegiatan industri pengolahan adalah untuk memperoleh nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya selain mampu meningkatkan nilai dari bahan baku akan menambah pendapatan baik pengusaha sendiri maupun untuk para pekerja. Keuntungan yang diperoleh pengusaha sebagai pengelola dari
8
setiap kilogram bahan baku adalah sebesar Rp. 38.001,40 atau 87,97 persen dari nilai output. Didalam pembuatan abon sapi, tenaga kerja yang di gunakan hanya 2 orang. jumlah serapan tenaga kerja bisa dihitung dari jumlah input tenaga kerja dibagi dengan jumlah bahan baku yang diolah dalam satu kali proses produksi. Jumlah input tenaga kerja yaitu sebesar 15 JKO dan jumlah bahan bakunya 25 kilogram, sehingga diperoleh koefisien tenaga kerja sebesar 0,6 yang artinya untuk mengolah setiap satu kilogram bahan baku menjadi abon memerlukan tenaga kerja sebanyak 0,6 JKO. Dengan demikian semakin besar usahanya maka semakin besar juga jumlah tenaga kerjanya. Nilai Tambah Dendeng Sapi Analisis nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. Diketahui bahan baku yang digunakan untuk mengolah daging menjadi dendeng sebanyak 20 kilogram untuk satu kali proses produksi. Dari input (bahan baku) sebanyak itu diperoleh 14 kilogram dendeng, maka dapat diketahui faktor konversi dari pengolahan daging sapi menjadi dendeng sapi sebesar 0,7 artinya dari setiap 1 kilogram bahan baku akan menghasilkan dendeng sapi sebanyak 0,7 kilogram. Dapat diketahui nilai produk sebesar Rp.140.000,00 merupakan perkalian antara faktor konversi dan harga produk Nilai tersebut menunjukkan nilai produk dendeng sapi yang dihasilkan dari pengolahan satu kilogram bahan baku daging sapi.
9
Nilai tambah yang di hasilkan dari industri dendeng sapi merupakan selisih antara nilai output dengan biaya bahan baku dan sumbangan input lain per proses produksi. Nilai tambah yang diperoleh dari setiap pengolahan satu kilogram bahan baku daing sapi menjadi dendeng sapi sebesar Rp. 51.780,00 atau 36,99 persen dari nilai output. Tabel 4. Analisis Nilai Tambah Dendeng Sapi No Variabel
Formula
nilai
Output, input dan harga 1
Output (Kg)
A
14 Kg
2
Bahan baku (Kg)
B
20 Kg
3
Tenaga kerja (JKO)
C
17 JKO
4
Faktor konversi
D = A/B
0.7
5
Koefisien tenaga kerja
E = C/B
0,85
6
Harga output (Rp/Kg)
F
Rp. 200.000,00
Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/JOK) Pendapatan dan keuntungan (Rp/Kg)
G
Rp. 18.823,52
8
Harga bahan baku
H
Rp. 84.000,00
9
Sumbangan input lain
I
Rp. 4.220,00
10 11
Nilai output a. Nilai tambah
J=DxF K = J-I-H
Rp. 140.000,00 Rp.51.780,00
7
12
13
b.
Rasio nilai tambah
L% = (K/J) x 100% 36,99%
a.
Imbalan tenaga kerja
M=ExG
Rp. 15.999,90
b.
Pangsa tenaga kerja
30,90%
a.
Keuntungan
N% = (M/K) x 100% O=K–M
b. Tingkat keuntungan Sumber : Data Primer diolah, 2013
Rp. 35.780,10
P% = (O/k) x 100% 69,10%
Imbalan tenaga kerja dapat diperoleh dari koefisien tenaga kerja dikalikan dengan upah rata – rata tenaga kerja. Dalam pembuatan dendeng sapi ini upah tenaga
10
kerjanya sebesar Rp. 18.823,52 / JKO, koefisien tenaga kerja sebesar 0,85 dengan demikian pendapatan tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 15.999,90 / kilogram bahan baku, pangsa tenaga kerja yaitu sebesar 30,90 persen. Sumbangan input lain merupakan bahan – bahan pendukung yang di perlukan dalam suatu proses produksi, bahan – bahan tersebut dapat dilihat di Tabel 5. Tabel 5. Sumbangan Input Lain Dendeng No
Bahan Volume
1 2 3 4 5 6
Gula putih (kg) Gula merah (kg) Sendawa (kg) Ketumbar (kg) Garam (kg) Plastik (lembar)
4,00 2,00 0,20 0,20 0,20 40,00
Kebutuhan / kg Harga (Rp/unit) 12.000,00 13.000,00 20.000,00 20.000,00 2.000,00 50,00
Jumlah Sumbangan Input Lain/ kg bahan baku Sumber : Data Primer diolah, 2013
Total Nilai (Rp) 48.000,00 26.000,00 4.000,00 4.000,00 400,00 2.000,00 84.400,00 4.220,00
Tujuan dari suatu kegiatan industri pengolahan adalah untuk memperoleh nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya selain mampu meningkatkan nilai dari bahan baku akan menambah pendapatan baik pengusaha sendiri maupun untuk para pekerja. Keuntungan yang diperoleh pengusaha sebagai pengelola dari setiap kilogram bahan baku adalah sebesar Rp. 35.780,10 atau 69,10 persen dari nilai output. Didalam pembuatan dendeng sapi, tenaga kerja yang di gunakan hanya 3 orang. jumlah serapan tenaga kerja bisa dihitung dari jumlah input tenaga kerja dibagi dengan jumlah bahan baku yang diolah dalam satu kali proses produksi. Jumlah input tenaga kerja yaitu sebesar 17 JKO dan jumlah bahan bakunya 20 kilogram, sehingga
11
diperoleh koefisien tenaga kerja sebesar 0,85 yang artinya untuk mengolah setiap satu kilogram bahan baku menjadi dendeng memerlukan tenaga kerja sebanyak 0,85 JKO. Dengan demikian semakin besar usahanya maka semakin besar juga jumlah tenaga kerjanya. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Nilai tambah industri abon sapi dari pengolahan satu kilogram bahan baku
daging sapi adalah Rp 43.201,00 atau 30,86 persen. 2.
Nilai tambah industri dendeng sapi dari pengolahan satu kilogram bahan baku
daging sapi adalah Rp 51.780,00 atau 36,99 persen.. Saran Dengan melihat besarnya nilai tambah, pangsa tenaga kerja dan keuntungan maka sebaiknya usaha ini dapat terus berkembang lagi, yaitu dengan meningkatkan kualitas produk dan memperluas jangkauan pasar sehingga dapat menghasilkan keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh menjadi meningkat. Mengefisiensikan waktu kerja untuk menekan biaya produksi serta lebih aktif dalam memasarkan abon dan dendeng sapi ini, agar konsumen tahu serta tertarik terhadap produk ini, dan akhirnya dapat menciptakan peningkatan permintaan. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (2012). Konsumsi daging sapi/kapita/tahun. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), 2012.
12
Gita,
wijawan. (2013). Kuliah umum di Universitas As-Syafi`iyah. http://ekbis.sindonews.com/read/2013/02/26/34/721703/konsumsi-daging-dieropa-20-kali-lipat-indonesia. Diposting 26 februari 2013.
Kartono, Gulo, (1987). Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya. Suharsimi, Arikunto, (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta
13