Selasa, 21 Maret 2017 Hukum Adat MATERI DISKUSI STAMBUK 2016 HUKUM ADAT PERKUMPULAN GEMAR BELAJAR FAKULTAS HUKUM USU
Pembicara
: 1. Iwan Putra Siregar (2014)
2. Waristo Ritonga (2014) Pemateri
: 1. Febry Indra G Sitorus (2016) 2. Sara Theresia Sianipar (2016)
Moderator
: Gunawan Sembiring (2016)
I. MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ADAT Dapat dilihat dari sisi teoritis dan sisi praktik, yaitu : a. Sisi Teoritis Manfaat dari sisi teoritis adalah ketika hukum adat dilihat sebagai ilmu pengetahuan. Manfaat hukum adat sebagai ilmu pengetahuan, untuk memuaskan keingintahuan mengenai hukum adat itu apa, bagaimana terbentuknya, bagaimana perkembangannya. Hanya sebagai ilmu yang dapat dipelajari saja, dan belum ada aplikasinya kepada masyarakat. b. Sisi Praktik Dari sisi praktiknya, kemanfaatan dari hukum adat yaitu ketika hukum adat itu menyelesaikan dan menjelaskan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. Hukum adat dapat memupuk ciri khas, atau kepribadian bangsa yang memberikan identitas yang berbeda dengan bangsa atau negara lain. Selain itu, dengan belajar hukum adat, maka akan mengetahui budaya hukum Indonesia yang sesungguhnya karena Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum tersebut merupakan cerminan dan wujud konkret atau kristalisasi dari falsafah bangsa dan cara pandang masyarakat Indonesia (Hilman Hadikusuma,2003)
1
Pacta Sunt Servanda
II. SEBAB-SEBAB MEMATUHI HUKUM ADAT Adapun sebab-sebab masyarakat mematuhi Hukum Adat adalah sebagai berikut : 1. Sudah demikian terbiasa sejak kecil 2. Rasa hormat terhadap nenek moyang Contoh: ziarah 3. Pada tiap kesempatan, senantiasa diingatkan kepada hukum adat Contoh: pada upacara adat perkawinan, melepas jenazah. 4. Peranan kepala-kepala dan pengetua-pengetua adat: Contoh : memberi nasehat, petunjuk.
III. ISTILAH DAN UNSUR DALAM HUKUM ADAT 1.ISTILAH HUKUM ADAT Jika dilihat dalam kehidupan di masyarakat Indonesia, maka istilah “Hukum Adat” jarang dipergunakan. Akan tetapi yang sering dipergunakan dalam pembicaraan sehari-hari adalah istilah “Adat” saja. Secara Etimologi istilah “Hukum Adat” terdiri dari dua kata yakni Hukum dan Adat yang berasal dari bahasa Arab yaitu “Hukm” dan “Adah”. Hukm (Bentuk jamaknya Ahkam) memiliki arti; Norma atau kaidah yakni ukuran, tolok ukur, patokan, pedoman. Adah dalam Bahasa Arab artinya Kebiasaan yaitu perilaku masyarakat yang selalu terjadi 1. Diberbagai suku atau golongan di Indonesia dikenal berbagai ragam untuk menyebutkan adat itu sendiri yakni : 1. Di Gayo disebut “Odot”. 2. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut “Ngadat”. 3. Di Minangkabau disebut “Lambaga” atau “Lambago”. 4. Di Karo disebut “Basa” (Bicara). 5. Dll2 Istilah Hukum Adat (Adat Recht) pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje pada tahun 1893 dalam bukunya yang sangat berharga dalam
1 2
Prof. Muhamamad Daud Ali, S.H Pengantar Hukum Dan Tata Hukum Islam, 1998, hal 39 Prof. Iman Sudiyat, S.H Assas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, 1978, hal 2
2
Pacta Sunt Servanda
perkembangan hukum Adat, yang berjudul “De Atjehers”. Meskipun telah diperkenalkan pada tahun 1893, istilah hukum Adat baru dapat diterima sebagai ilmiah hukum pada tahun 1929. Hal ini dapat dilihat dalam UU Belanda yaitu Indische Staatsregelling (disingkat I.S.) pasal 134 ayat (2) yang mempergunakan istilah Hukum Adat (Adat Recht). 2. UNSUR-UNSUR HUKUM ADAT Hukum Adat memiliki 2 (dua) unsur, yaitu : 1. Unsur Kenyataan, bahwa adat itu secara umum akan selalu diindahkan/dipatuhi oleh masyarakat3. 2. Unsur Psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan masyarakat, bahwa adat dimaksudkan mempunyai kekuatan hukum, Unsur inilah yang menimbulkan adanya kewajiban hukum (opinio necessitatis)4. IV. PENGERTIAN HUKUM ADAT 1. Pengertian Hukum Adat Hukum adat ialah hukum asli yang tidak tertulis yang memberi pedoman kepada
sebagian
besar
orang
Indonesia
dalam
kehidupan
sehari-hari,
dalamberhubungan antara satu dengan lainnya baik di desa maupun di kota. Di samping bagian tidak tertulis dari hukum asli ada pula bagian yang tertulis, yaitu : piagam, perintah-perintah raja, patokan-patokan pada daun lontar, awig-awig (dari Bali), dan sebagainya. Dibandingkan dengan yang tidak tertulis, maka bagian yang tertulis ini adalah kecil (sedikit), tidak berpengaruh dan sering dapat diabaikan.
5
2. Pengertian Hukum Adat menurut para ahli a. Van Vollenhoven Hukum Adat ialah Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunya sanksi (oleh karena itu: “hukum”)
dan dipihak lain
dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karena itu: “adat”) 6 b. Ter Haar 3
Surojo Wignjodipuro, S.H Pengantar Dan Azas-Azas Hukum Adat, 1967, hal 7 Surojo Wignjodipuro, S.H Pengantar Dan Azas-Azas Hukum Adat, 1967, hal 7 5 Prof. Iman Sudiyat, S.H., Asas-Asas HUKUM ADAT Bekal Pengantar, Yogyakarta, 1999, hal 5 6 Prof. Iman Sudiyat, S.H., Asas-Asas HUKUM ADAT Bekal Pengantar, Yogyakarta, 1999, hal 5 4
3
Pacta Sunt Servanda
Hukum adat adalah aturan adat yang mendapatkan sifat hukum melalui keputusan-keputusan atau penetapan-penetapan petugas hukum seperti kepala adat, hakim, dll, baik di dalam maupun di luar persengketaan. Ajaran Ter Haar terkenal dengan ajaran keputusan (fungsionaris hukum) c. Sukanto Hukum adat itu merupakan keseluruhan Adat ( yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman) yang mempunyai akibat hukum7 d. Hazairin Hukum adat adalah perhubungan dan persesuaian yang langsung antara hukum dan kesusilaan. Adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat dan mendapat pengakuan masyarakat. Meskipun berbeda, tetapi kaidah hukum dan kaidah kesusilaan memiliki kaitan yang sangat erat. Kaidah hukum juga memiliki unsur sanksi dan paksaan. e. Roelof van Dijk Hukum adat adalah suatu istilah untuk menunjukkan hukum yang tidak dikodifikasikan dalam kalangan orang pribumi dan Timur asing. Lebih lanjut untuk membedakan antara peraturan-peraturan hukumdari peraturan adat lainnya dipasang kata “hukum” di depan kata adat. Sehingga hukum adat dan adat bergandengan erat. f. Prof. Djojodigoeno Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturanperaturan. Pokok pangkal hukum adat adalah ugeran-ugeran dan timbul langsung sebagai pernyataan rasa keadilannya dalam hubungan pamrih.
V. DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT Dibawah ini adalah penjelasan dari beberapa dasar berlakunya Hukum Adat, yaitu : 1. Dasar Filosofis.
7
Prof. Iman Sudiyat, S.H., Asas-Asas HUKUM ADAT Bekal Pengantar, Yogyakarta, 1999, hal 9
4
Pacta Sunt Servanda
Adapun yang merupakan Dasar Filosofis berlakunya Hukum Adat adalah bahwa nilai-nilai dan sifat Hukum Adat tersebutsangat identik dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila. Contoh : Gotong-royong, musyawarah, dll. Penegasan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sangat berarti bagi Hukum Adat karena Hukum Adat berakar pada kebudayaan rakyat sehingga dapat menjelmakan perasaan hukum yang nyata dan hidup dikalangan rakyat dan mencerminkan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia (Wignjodipuro, 1983;14). Dengan demikian, hukum adat secara filosofis merupakan hukum yang berlaku sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia. 2. Dasar Sosiologis. Dalam sistem hukum nasional, wujud/bentuk hukum yang ada dapat dibedakan menjadi : 1. Hukum Tertulis, yakni hukum yang tertulis dalam perundang-undangan. Contoh
:
Hukum
Perdata
tertuang
dalam
Burgerljk
Wetboek
(KUHPerdata) 2. Hukum yang tidak Tertulis, yakni hukum yang hidup dalam masyarakat tanpa ada perlunya proses formalitas. Contoh : Hukum Adat. Hukum Adat sebagai hukum yang tidak tertulis tidak memerlukan prosedur/upaya seperti hukum tertulis, tetapi dapat berlaku dalam arti dilaksanakan oleh masyarakat dengan sukarela. Berbagai istilah utuk menyebut hukum yang tidak tertulis adalah : People Law, Unwriten Law, Common Law, Unstatuta Law, Customary Law, dsb. Jelas bahwa secara sosiologis berlakunya hukum adat dikarenakan dalam sistem hukum nasional Indonesia mengakui eksistensi hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tanpa harus melalui prosedur Negara. 3. Dasar Yuridis. Secara yuridis normatif, berlakunya hukum adat secara jelas diatur dalam ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18B ayat (2) yang berbunyi : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prisnsip Negara Kesatuan Republik 5
Pacta Sunt Servanda
Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang”8.Selain itu, dalam penjelasan umum UUD 1945 juga secara nyata mengatakan bahwa hukum tidak tertulis juga berlaku berdampingan dengan hukum dasar yang tertulis. Beberapa Peraturan perundangundangan nasional lainnya juga mencerminkan adanya penguatan terhadap eksistensi hukum adat itu sendiri. Dalam UU Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tentang Kekuasaan Kehakiman juga memberi gambaran tentang dasar berlakunya Hukum Adat. Pasal 3 UU No. 19 Tahun 1964 berbunyi “Pengadilan mengadili menurut hukum sebagai alat revolusi berdasarkan Pancasila menuju masyarakat sosialis Indonesia” 9. Dalam pasal tersebut jelas dikatakan bahwa hukum berdasarkan Pancasila, yang berarti hukum yang sifat-sifatnya berakar dari keprbadian Bangsa10.Pada 17 Desember 1970 UU Nomor 19 Tahun 1964 dicabut dan digantikan UU Nomor 14 Tahun 1970. UU ini juga memuat hal-hal yang memperkuat kedudukan hukum adat dalam sistem hukum nasional Indonesia, yakni dalam Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1970 dan Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1970 yang pada intinya memberikan penguatan terhadap hukum tidak tertulis yang bersumber dan bersubstansikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam UU No. 4 Tahun 2004 yang merupakan UU yang menggantikan UU sebelumnya tentang Kekuasaan Kehakiman jug tegas dikatakan seperti yang tertuang dalam Pasal 28 ayat (1) yaitu “Hakim wajib menggali, megikuti dan memahami nilainilai Hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat 11”. Sementara dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman juga jelas dikatakan yakni dalam pasal 5 ayat (1) “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat12”
VI. SISTEM DAN CORAK HUKUM ADAT 1. SISTEM HUKUM ADAT Suatu sistem merupakan susunan yang teratur dari beberapa unsur, dimana unsur yang satu dengan yang lain secara fungsional saling bertautan. 8
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2015 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964, Pasal 3 10 Prof. Iman Sudayat, S.H, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, 1981, hal 29 11 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, pasal 28 12 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 009, pasal 5 ayat (1) 9
6
Pacta Sunt Servanda
Tiap hukum merupakan suatu sistem, artinya kompleks norma-normanya merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan sebagai perwujudan dari kesatuan alam pikiran masyarakat. Sistem hukum adat bersendi atas dasar alam pikiran bangsa indonesia yang sudah barang tentu berlainan dengan alam pikiran yang menguasai hukum Barat. Dan untuk memahami serta sadar akan hukum adat, orang harus masuk kedalam sistem hidup masyarakat itu sendiri13. Van vollenhoven mengatakan bahwa Hukum Adat merupakan cerminan dari Jiwa bangsa Indonesia yang dilukiskan melalui cara berpikir, pandangan hidup, kepatutan, rasa keadilan, cita-cita, dan kesadaran hukum dari bangsa Indonesia. Adapun sifat dari hukum adat digambarkan atau dirumuskan sebagai gotong-royong, kekelargaan, persatuan, dan toleransi. Karena itu, untuk megetahui bagaimana isi hukum adat, harus mengerti adn mengikuti perkembangan hukum adat dan sejak zaman nenek moyang 14. Sistematika hukum adat lebih mendekati sistem hukum Inggris (Anglo Saxon) yang disebut Common Law. Apabila dibandingkan dengan hukum barat (Eropa Kontinental), maka sistem hukum adat sangat sederhana, bahkan kebanyakan tidak sistematis15. 2. CORAK HUKUM ADAT Adapun corak hukum adat, dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Corak Keagamaan (Religio-Magis) Artinya perilaku hukum atau kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap gaib dan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 16. 2. Corak Kebersamaan (Komunal) Artinya lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi17. 3. Corak Tunai (Kontan) Artinya suatu perbuatan selalu diliputi oleh suasana yang serba konkret 18. 4. Corak Konkrit (Visual) 13
Surojo Wignjopuro, S.H Pengantar Dan Azas-Azas Hukum, 1967, hal 71 Dr. Djamanat Samosir, S.H, M.H, Hukum Adat Indonesia, 2013, hal 10 15 Dr. Djamanat Samosir, S.H, M.H, Hukum Adat Indonesia, 2013, hal 11 16 Dr. Djamanat Samosir, S.H, M.H, Hukum Adat Indonesia, 2013, hal 50 17 Sama, hal 50 18 Sama, hal 50 14
7
Pacta Sunt Servanda
Artinya hukum adat itu jelas,nyata dan berwujud serta tampak (tidak tersembunyi) 19. 5. Sebagian besar tidak dikodifikasi Artinya pada umumnya hukum adat tidak dikodifikasi, namun ada sebagian yang dikodifikasi dalam bahasa daerah sesuai dengan daerah masing-masing20. 6. Tradisional Artinya hukum adat tersebut diwariskan dari generasi ke generasi dan senantiasa dipertahankan21. 7. Dinamis Artinya hukum adat dapat berubah menurut keadaan, waktu, dan tempat22. 8. Terbuka (Supple) Artinya hukum adat dapat menerima masuknya unsur-unsur asing yang datang dari luar asalkan tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri23. 9. Sederhana Artinya bersahaja, tidak rumit, tidak beradministrasi, tidak tertulis, mudah dimengerti dan didasarkan pada rasa saling percaya24. 10. Musyawarah Artinya hukum adat lebih mengutamakan musyawarah terutama dalam menyelesaikan perselisihan25. VII. STRUKTUR MASYARAKAT HUKUM ADAT Masyarakat Hukum Adat disebut juga dengan istilah “masyarakat tradisional” atau “ the indigenous peope” yang dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dikenal dengan istilah “masyarakat adat”26. Menurut Kusumadi Pujosewojo, masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang timbul secara spontan diwilayah tertentu dan menetap, terikat, dan tunduk pada tatanan 19 20 21 22 23 24 25 26
Sama, hal 50 Sama, hal 51 Dr Djamanat Samosir, S.H, M.H, Hukum Adat Indonesia, 2013, hal 51 Sama Sama Sama Sama Dr. Djamanat Samosir, S.H, M.H, Hukum Adat Indonesia, 2013, hal 69
8
Pacta Sunt Servanda
hukumnya. Sementara itu, ter Haar memberikan pendapat bahwa masyarakat hukum adat itu memiliki cara pandang yang holistik, komunalistik, transendental dan kontiniu. Susunan masyarakat hukum adat dibagi 2 yaitu: 1. Berdasarkan Genealogis (keturunan). Masyarakat hukum genealogis adalah suatu kesatuan masyarakat dimana para anggotanya terikat oleh suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur. Masyarakat hukum adat berdasarkan genealogis dapat dibagi menjadi 3, yakni : a. Struktur masyarakat matrilineal Yaitu struktur masyarakat dimana orang menarik garis keturunan dengan menghubungkan diri dengan orang lain melalui garis perempuan27.Contoh : Masyarakat Minangkabau, Kerinci, Semendo di Sumatera Selatan, dan beberapa suku di Timor. b. Struktur masyarakat patrilineal Yaitu susunan masyarakat dimana orangmenarik garis keturunan dalam hubungan diri dengan orang lain melalui garis laki-laki. Contoh : Masyarakat Batak, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian c. Struktur masyarakat bilateral/parental Yaitu struktur masyarakat dimana orang menarik garis keturunan dan hubungan diri dengan orang lain melalui garis laki-laki maupun perempuan. Contoh : Masyarakat Bugis, Dayak, Jawa. 2. Berdasarkan territorial (wilayah). Masyarakat hukum teritorial adalah masyarakat hukum yang anggotaanggota masyarakatnya terikat pada suatu daerah kediaman tertentu. Masyarakat hukum adat berdasarkan teritorial dapat dibagi menjadi 3, yakni: a. Masyarakat Hukum Desa Adalah sekumpulan orang yang hidup bersama berazaskan pandangan hidup, cara hidup, dan sistim kepercayaan yang sama, yang menetap pada suatu tempat kediaman bersama. Masyarakat hukum desa ini melingkupi pula kesatuan-kesatuan yang kecil yang terletak di luar wilayah desa yang sebenarnya, yang lazim disebut teratak atau dukuh, tetapi yang juga tunduk pada pejabat kekuasaan desa dan, oleh sebab itu, baginya juga merupakan pusat kediaman. Contoh: desa-desa di Jawa dan di Bali. b. Masyarakat Hukum Wilayah Adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial yang melingkupi beberapa masyarakat hukum desa yang masing-masingnya tetap merupakan 27
Sama, hal 81
9
Pacta Sunt Servanda
kesatuan- kesatuan yang berdiri sendiri. Biarpun masing-masing masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat hukum wilayah itu mempunyai tata susunan dan pengurus sendiri-sendiri, masyarakat hukum desa tersebut merupakan bagian yang tak terpisah dari masyarakat, hukum wilayah sebagai kesatuan social territorial yang lebih tinggi. Dengan kata lain, masyarakat hukum desa itu merupakan masyarakat hukum bawahan yang juga memiliki harta benda, menguasai tanah dan rimba yang terletak diantara masing-masing kesatuan yang tergabung dalam masyarakat hukum wilayah dan tanah. Contoh: Kuria di Angkola dan Mandailing c. Masyarakat Hukum Serikat Desa Adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial, yang melulu dibentuk atas kerja sama diberbagai lapangan demi kepentingan bersama masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa itu. Tetapi biarpun berdekatan letaknya masyarakat hukum desa yang tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa itu kebetulan, masih juga kerjasama tersebut adalah kerjasama yang bersifat tradisionil. Untuk dapat menjalankan kerjasama itu secara tersebut mempunyai pengurus bersama, yang biasanya 1. 2. 3. 4.
Mengurus pengairan Menyelesaikan perkara-perkara delik adat Mengurus hal-hal yang bersangkut paut dengan keamanan bersama Kerjasama diadakan pula karena keturunan yang sama. Contoh: portahian(perserikatan huta huta) di Tapanuli.
VIII. HUKUM TANAH ADAT 1. KEDUDUKAN TANAH DALAM HUKUM ADAT Ada 2 hal yang menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hukum adat, yaitu: 1. Karena sifatnya Merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga, masih bersifat tetap dalam keadaannya bahkan kadang-kadang malahan menjadi lebih menguntungkan28. 2. Karena fakta Yaitu suatu kenyataan, bahwa tanah itu: - Merupakan tempat tinggal persekutuan - Memberikan penghidupan kepada persekutuan - Merupakan tempat dimana para warga persekutuan yang meninggal dunia dikebumikan29 28
Surojo Wignjodipuro, S.H. Pengantar Dan Azas-Azas Hukum Adat, 1967, hal 237
10
Pacta Sunt Servanda
-
Merupakan tempat tinggal kepada roh para leluhur persekutuan30
2. HAK PERSEKUTUAN ATAS TANAH ATAU HAK ULAYAT Disebut juga sebagai Hak purba (Djojodigoeno), Hak pertuanan (Soepomo). Yaitu hak yang dimiliki oleh suatu persekutuan hukum adat untuk menguasai seluruh tanah beserta segala isinya dalam lingkungan wilayah persekutuan tersebut. Konsekuensi adanya hak ulayat: Ke dalam persekutuan Hanya persekutuan itu sendiri yang berhak dengan bebas menggunakan tanah-tanah dalam wilayah persekutuan Warga persekutuan hanya dapat memanfaatkan tanah untuk keperluan somah/keluarganya sendiri. Persekutuan bertanggungjawab penuh atas segala hal yang terjadi dalam wilayahnya. Hak ulayat tidak dapat dilepaskan, dipindah-tangankan untuk selamanya
Ke luar persekutuan Orang dari luar persekutuan pada dasarnya tidak boleh menggunakan tanah milik persekutuan Orang luar persekutuan hanya dapat menggunakan tanah milik persekutuan setelah mendapatkan izin dari kepala persekutuan Untuk mendapatkan izin kepala persekutuan harus membayar uang pemasukan/ upeti/mesi kepada persekutuan Uang mesi bukanlah bersifat sebagai uang sewa, melainkan sebagai tanda bahwa ia adalah orang asing
Objek Hak Ulayat: -
Tanah (daratan) Air (perairan. Mis: kali, danau, pantai) Tumbuhan yang hidup secara liar Binatang yang hidup liar 31
3. HAK PERSEORANGAN Terdiri dari beberapa macam: 1. 2. 3. 4.
Hak menikmati hasil Hak wewenang pilih Hak milik/ hak Jabatan Hak wewenang beli
29
Sama Surojo Wignjodi, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, hal 237 31 Surojo Wignjodi, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, hal 239 30
11
Pacta Sunt Servanda
5. Hak imbalan jabatan 4. HUBUNGAN HAK ULAYAT DAN HAK PERSEORANGAN Dikenal dengan istilah hubungan: batas-membatas/ desak-mendesak/ mulurmungkret/ kempis-mengembang. Artinya: semakin maju dan bebas penduduk dalam usaha pertaniannya, maka hak perseorangan akan semakin kuat sehingga hak ulayat semakin melemah. Tetapi sebaliknya, jika tanah tersebut ditelantarkan sehingga hak perseorangan yang ada melemah, maka tanah tersebut kembali menjadi tanah ulayat(menguat) IX. DELIK ADAT 1. PENGERTIAN DELIK ADAT Secara umum, Delik Adat dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketenteraman serta keseimbangan masyarakat yang bersangkutan. Guna memulihkan kembali ketenteraman dan keseimbangan itu, maka terjadi reaksi-reaksi adat32. 2. LAHIRNYA DELIK ADAT Delik Adat itu sifatnya dinamis, artinya berkembang sesuai dengan perubahanperubahan yang tejadi dalam masyarakat. Dengan kata lain, bahwa peraturan hukum adat timbul, berkembang dan selanjutnya lahir peraturan hukum adat baru, sedang peraturan yang baru itu akan berkembang sesuai dengan perubahan rasa keadilan dalam masyarakat. Sama halnya dengan delik adat, delik adat itu berkembang dan berubah. Perbuatan yang semula dianggap sebagai delik bisa berubah menjadi perbuatan yang tidak dianggap sebagai delik 33. Berlainan dengan hukum Barat, hukum adat tidak mengenal sistem pelanggaran hukum yang ditetapkan terlebih dahulu ( sistem prae-existence regels ), hukum adat tidak mengenal azas legalitas seperti yang tertulis dalam pasal 1 ayat (1) K.U.H.Pidana.
32
Surojo Wignjodipuro, mengutip tulisan Lesquiller dalam disertasinya yang berjudul “Het Adatdelichtenrecht in de magische wereldbeschouwing” Leiden yang ditulis pada tahun 1934 di Leiden, Belanda 33 Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, 1967, hal 281
12
Pacta Sunt Servanda
DAFTAR PUSTAKA Daud Ali, Muhammad, Prof. Dr. S.H.1998. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Muhammad, Bushar, Prof. Dr. S.H.1975. Asas-Asas Hukum Adat Suatu Pengantar.Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Samosir, Djamanat, Dr. S.H. M.H. 2013. Hukum Adat Indonesia. Medan: Nuansa Aulia. Soekanto, Soerjono, Prof. 2012. Hukum Adat Indonesia. Jakarta. Rajawali Press. Sudiyat, Iman, Prof. Dr. S.H. 1978. Asas-Asas Hukum Adat Bekal Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. Wignjodipuro, Surojo, S.H. 1973. Pengantar Dan Azas-Azas Hukum Adat. Bandung: Alumni.
PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2015. Sekretaris Jenderal MPR RI Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 14 Tahun !970 tentang Ketentuan-Ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
13
Pacta Sunt Servanda