16/10/2016
WARIS ADAT MATRILINIAL DAN PATRILINIAL
I. Pengertian Hukum Waris Adat
* Kelompok 3 :
Hukum waris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta
- Fransiska Louisa Mbula (135010101111050)
(5)
- Syafrita AP
(135010107111142)
(9)
- Khansa Muafa
(135010107111177)
( 11 )
hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad-keabad penerusan dan
- Adelina Silvia Bilqis
(135010107111179)
( 12 )
peralihan harta kekayaan dari generasi ke generasi lainnya.
kekayaan dari suatu generasi kepada keturunanya. Menurut Ter Haar, bahwa hukum waris adat adalah aturan-aturan
1
2
II. Sifat-sifat Hukum Waris Adat dan Unsur Warisan Subyek Pewarisan Patrilineal dan Matrilineal
Sifat-sifat hukum waris adat meliputi : - Harta warisan tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya.
- Pewaris : orang yang meneruskan harta peninggalan ketika hidupnya
- Harta warisan adat terdiri dari harta yang tidak dapat dibagi-bagikan
kepada ahli waris.
penguasaan dan pemilikannya kepada para waris dan ada yang dapat
- Ahli waris : orang yang mendapat harta warisan dari pewaris.
dibagikan - Hukum waris adat tidak mengenal azas “Legitieme Portie” (bagian mutlak
Obyek Pewarisan
ahli waris), jadi pembagiannya mengikuti sistem kekerabatan yaitu :
- Warisan : harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat.
Patrilinial, Matrilinial dan Parental. 3
4
16/10/2016
WARIS ADAT PATRILINEAL & MATRILINIAL Masyarakat bangsa Indonesia yang menganut berbagai macam agama dan
- Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
kepercayaan yang berbeda-beda mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan
bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari
sistem keturunan (sifat kekeluargaan) yang berbeda-beda pula. Sistem keturunan ini
kedudukan wanita di dalam pewarisan (Gayo, Batak, Nias, Lampung,
sudah berlaku sejak dahulu kala sebelum masuknya ajaraan Hindu, Islam, dan Kristen.
Nusa Tenggar, dll).
Sistem keturunan yang berbeda-beda ini nampak pengaruhnya dalam sistem pewarisan hukum adat. Secara teoritis sistem keturunan itu dapat dibedakan dalam 3 corak, yaitu :
- Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
a. Sistem Patrilinial
ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya daripada
b. Sistem Matrilinial
kedudukan pria di dalam pewarisan (Minangkabau, Enggano, dll).
c. Sistem Parental atau Bilateral
5
III. Sistem Kewarisan Adat
6
B. Sistem Kewarisan Adat dalam Kekerabatan Matrilinial
A. Sistem Kewarisan Adat dalam Kekerabatan Patrilinial Dalam waris adat patrilinial dikenal Sistem Pewarisan Mayorat, yang
Dalam waris adat matrilinial di kenal Sistem Pewarisan Kolektif, yangmana
merupakan sistem penerusan dan pengalihan hak kekuasaan atas harta yang tidak
harta peninggalan diteruskan dan dialihkan pemilikannya dari pewaris kepada
terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin
ahli waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaanya dan
rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu
kepemilikannya, melainkan setiap ahli waris berhak mengusahakan,
sebagai keluarga. Anak tertua dalam kedudukannya sebagai penerus tangggung
menggunakan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu. Artinya harta
jawab orangtua yang wafat, berkewajiban mengurus dan memelihara saudara-
hanya dapat dipakai oleh segenap anggota keluarga, dan tidak dapat dimiliki
saudaranya yang lain terutama bertanggung jawab atas harta warisan dan
oleh mereka masing-masing. Sistem kolektif ini terdapat di Minangkabau.
kehidupan adik-adiknya yang masih kecil sampai mereka dapat berumah tangga dan berdiri sendiri dalam suatu wadah kekerabatan mereka yang turun-temurun. 7
8
16/10/2016
Menurut hukum adat Minangkabau, ahli waris dapat dibedakan antara
IV. PEWARIS
lain sebagai berikut :
a. Ayah
1. Waris bertali darah yaitu ahli waris kandung atau ahli waris sedarah yang
Dalam sistem waris patrilineal lebih cenderung memihak pada garis
terdiri atas waris satampok (waris setumpuk) yaitu waris dalam keturunan garis
keturunan laki-laki, ayah merupakan orang tua yang mewariskan hartanya ke garis
lurus keatas, waris sejangka (waris sejengkal) yaitu waris dalam keturunan
keturunan laki-laki saja. perempuan tidak mendapatkan warisan dikarenakan beberapa
garis lurus kebawah dan waris saheto (waris sehasta) yaitu waris dalam
faktor seperti silsilah keluarga didasarkan kepada anak laki-laki, dalam keluarga, istri
keturunan garis kesamping . Masing-masing ahli waris yang termasuk waris
bukanlah kepala keluarga, anak-anak memakai marga ayahnya sedangkan istri
bertali darah ini mewarisi secara bergiliran. Artinya, selama waris bertali darah
digolongkan ke dalam marga suaminya. Dalam sistem waris matrilineal si ayahnya merupakan anggota
setumpuk ini masih ada, maka waris bertali darah sejengkal belum berhak
keluarganya sendiri. Karena sistem waris matrilineal lebih cenderung kepada garis
mewaris, demikian pula ahli waris seterusnya.
keturunan perempuan termasuk ibu.
2. Waris bertali adat yaitu waris yang sesama ibu asalnya yang berhak memeproleh hak warisnya bila tidak ada sama sekali waris bertali darah. 9
B. Ibu
10
V. Kedudukan Ahli Waris Dalam sistem waris patrilineal pihak ibu ataupun garis keturunan
a. ANAK KANDUNG
perempuan tidak berpengaruh besar, dikarenakan dalam sistem ini pihak
Patrilineal : Anak laki-laki, yaitu semua anak laki-laki yang sah berhak mewarisi seluruh
perempuan dan wanita tidak mewakili orang tuanya sebab ia masuk anggota
harta kekayaan, jumlah harta kekayaan dibagi sama diantara para ahli waris. Apabila
keluarga suaminya.
pewaris tidak mempunyai anak laki-laki, yang ada hanya anak perempuan dan isteri, maka harta pusaka tetap dapat dipakai, baik oleh anak-anak perempuan maupun oleh isteri
Sebaliknya dalam sistem hukum matrilineal lebih memihak pada garis
seumur hidupnya.
keturunan perempuan (pihak ibu) dan Anak-anak menjadi ahli waris dari garis
Matrilineal : Anak perempuan, semua anak perempuan dan dari garis keturunan ibu berhak
perempuannya karena anak-anak mereka merupakan bagian dari keluarga
mewarisi harta kekayaan.
Ibunya.
11
12
16/10/2016
c. Janda atau Duda - Janda : Hak dan kedudukan janda sebagai ahli waris. Yaitu dilihat dari sudut bahwa ia adalah “orang luar” dari keluarga suaminya. Tetapi sebaliknya, satu kenyataan bahwa ia adalah seorang istri dan ibu
b. Anak Tiri dan Anak Angkat
dalam rumah tangga suaminya, dan turut membinanya, dan oleh karenanya ikut memiliki harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Maka dalam unsur kewarisan, dapatlah disimpulkan, bahwa :
Patrilinial dan Matrilineal : Anak angkat ataupun anak tiri, ia merupakan
Janda berhak akan jaminan nafkah seumur hidupnya, baik dari hasil barang gono-gini maupun dari hasil
ahli waris yang kedudukannya sama seperti halnya anak sah, namun
barang asal suami
anak angkat itu hanya menjadi ahli waris terhadap harta pencarian atau
Kemudian, berdasarkan putusan kasasi mahkamah agung RI No.110K/Sip/1960, janda adalah ahli waris dari suaminya. Patut diperhatikan, bahwa harus ada dua syarat untuk janda guna mendapatkan kedudukan
harta bersama orang tua angkatnya, sedangkan harta pusaka, anak
seebagai ahli waris, antara lain :
angkat tidak berhak.
Janda harus telah lama hidup bersama dan mengikuti suka duka dalam keluarga. Janda sesudah suami meninggal tidak menunjukkan sikap atau cenderung memutuskan hubungan dengan keluarga suami, juga tidak segera kawin lagi atau pada umumnya tidak menelantarkan anak-anaknya.
13
- Duda
14
VI. Macam-Macam Harta Warisan Dalam hal ini pun sama duda juga berhak merima warisan dari mendiang istrinya
Harta Asal, Harta Pemberian, atau Harta Pencaharian
yang telah meninggal.
- Patrilineal : Harta pusaka adalah barang-barang adat yang tidak bergerak, hewan, pakaian yang
D. Para Pewaris Lainnya Patrilineal : Ayah dan Ibu serta saudara-saudara sekandung sipewaris, mereka dapat
harganya mahal. Barang-barang adat meliputi, tanah kering(ladang), hutan, kebun milik kesain. Rumah atau jabu mempunyai potongan rumah adat, jambur atau sapo
mewarisi bersama-sama jika anak laki-laki yang sah dan anak angkat tidak ada. Keluarga terdekat dalam derajat tidak tertentu jika ketiga ahli waris diatas tidak ada.
tempat penyimpanan padi dari beberapa keluarga dan juga bahan-bahan untuk pembangunan, seperti ijuk, bambu, kayu, dan sebagainya yang dihasilkan hutan
Persekutuan adat, apabila para ahli waris diatas sama sekali tidak ada maka harta
marga.
warisan jatuh kepada persekutuan adat. 15
16
16/10/2016
- Matrilineal
VII. Proses Pewarisan
1. Mengenai harta pusaka tinggi, maka cara pembagiannya berlaku sistem kewarisan kolektif. Walaupun tidak boleh dibagi-bagi, pemilikannya diantara para ahli waris, harta pusaka tinggi dapat
Proses pembagian harta benda seseorang kepada turunannya seringkali sudah
diberikan sebagian mkepada seorang anggota kaum oleh mamak kepala waris untuk selanjutnya
dilakukan ketika pewaris masih hidup. Pembagian dilakukan secara kerukunan itu terjadi
dijual atau digadaikan guna keperluan modal berdagang atau marantau asal dengan sepengetahuan
didepan anak beru (anak menantu), senina (orang-orang yang memiliki marga yang sama),
dan seizing seluruh ahli waris.
dan kalimbubu (kelompok yang sangat dihormati). Kadang-kadang pembagian itu juga
2. Mengenai harta pusaka rendah, akan diwarisi oleh jurai atau setidak-tidaknya kaum masing-
dihadiri oleh penghulu adat (kepala desa) untuk menambah terangnya pembagian tersebut.
masing. Akan tetapi dalam perkembangna berikutnya karena hubungan Ayah dan anaknya semakin
Apabila pembagian dilakukan setelah pewaris meninggal dunia, maka perlu
erat dan juga sebagai penganut agama Islam, maka seorang Ayah dengan harta pusaka rendah dapat
diperhatikan bahwa walaupun pada dasarnya semua anak laki-laki mempunyai hak yang
membuatkan rumah untuk anak-anaknya atau menanami tanah pusaka istrinya denga tanaman keras
sama terhadap harta benda peninggalan orang tuanya, namun pembagian itu harus
seperti kelapa, durian, cengkeh dan lain-lain. Hal ini untuk membekali anak dan istrinya manakalah si
dilakukan dengan sangat bijaksana sesuai dengan kehendak/pesan pewaris sebelum
ayah telah meninggal dunia.
meninggal dunia. Apabila dalam pembagiannya terjadi sengketa maka anak beru dan
3. Harta suarang adalah seluruh harta yang diperoleh suami istri secara bersama-sama selama dalam
senina mencoba menyelesaikan melalui musyawarah.
perkawinan. Dewasa ini, harta suarang dapat dibagikan apabila perkawinan bubar, baik bercerai maupun meninggal dunia.
17
VIII. Pembagian Harta Warisan dan Hilangnya Hak Mewaris
18
Hilangnya hak mewaris
a. Besarnya bagian anak yang sah
Adakalanya seseorang dapat kehilangan hak mewarisi dikarenakan
Semua anak yang sah berhak mewarisi seluruh harta kekayaan orangtua yang
perbuatannya bertentangan dengan hukum adat. Atara lain sebagai berikut :
melahirkannya. Jumlah harta kekayaan pewaris dibagi sama rata diantara para ahli waris.
1. membunuh atau berusaha menghilangkan nyawa pewaris atau anggota
b. Besarnya bagian janda atau duda
keluarga pewaris
Mendapatkan harta waris seluruhnya, guna untuk kepentingannya dirinya dan kelanjutan hidup anak-anaknya.
2. melakukan perbuatan tidak baik, menjatuhkan nama baik pewaris, atau
c. Besarnya bagian saudara atau kerabat lainnya
nama kerabat pewaris.
Apabila pewaris meninggalkan anak-anak masih kecil dan tidak ada janda/duda yang dapat
3. Murtad dari agama atau berpindah agama dan kepercayaan dan
bertanggung jawab mengurus harta warisandan kelanjutan hidup anak-anak dari pewaris
sebagainya.
yang masih kecil tersebut. 19
20
16/10/2016
IX. Hibah Wasiat Hukum adat waris erat hubungannya dengan sifat-sifat kekeluargaan dalam masyarakat
Tujuan Hibah Wasiat
hukum yang bersangkutan, misalnya Patrilineal, Matrilineal, dan Parental.
Tujuan dengan diadakannya hibah wasiat ini diantaranya yakni untuk
Dasar pemberian hibah adalah sebagai koreksi terhadap hukum adat dan untuk memberikan kepastian hukum. Hibah ada dua macam yaitu :
mencegah terjadinya pertengkaran antar ahli waris dikemudian hari. Sehingga
a. Hibah biasa yaitu pemberian harta kekayaan pada waktu pewaris masih hidup.
dengan adanya hibah wasiat ini, diharapkan tidak ada cekcok, keributan,
b. Hibah Wasiat yaitu pelaksanaannya setelah pewaris meninggal dunia harta tersebut baru diberikan.
perselisihan yang terjadi antar ahli waris dikemudian hari.
Legaat (hibah wasiat), adalah pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat
Proses Hibah Wasiat
yang khusus, orang yang menerima legat disebut legataris.
Hibah wasiat dari orang tua kepada para waris ketika hidupnya itu biasanya
Hibah wasiat dalam adat yaitu suatu pesan dari pewaris kepada para waris (ahli waris) ketika masih hidup, mengenai harta kekayaan yang diteruskan/dialihkan/diberikan kepada para waris
harus diucapkannya dengan terang dan disaksikan oleh para waris (ahli waris),
(ahli waris). Dalam hukum adat yang mendapat hibah wasiat adalah dalam garis keturunan lurus
anggota keluarga, tetangga dan tua-tua desa (pamong desa).
kebawah (anak, cucu dan sebaginya), dan garis keturunan kesamping (saudara kandung).
21
22
Penerima Hibah Wasiat A. Musyawarah Keluarga
Penerima hibah wasiat dalam hukum adat yaitu orang-orang yang mempunyai
Apabila terjadi sengketa harta warisan, maka biasanya semua keluarga pewaris
ikatan darah dengan pewaris seperti anak-anak pewaris, dan isteri, atau saudara-saudara
almarhum berkumpul atau dikumpulkan oleh salah orang anggota waris yang berwibawa
dari pewaris, orangtua pewaris dan lain sebagainya.
bertempat dirumah pewaris. Contohnya di Lampung dan suku Bugis.
X. Peradilan Warisan B. Musyawarah Adat
Peradilan yang dimaksud disini adalah cara bagaimana menyelesaikan sesuatu masalah yang timbul dikarenakan adanya perbedaan atau adanya persengketaan
Apabila musyawarah keluarga di atas tidak berhasil, maka masalahnya diajukan dan
mengenai harta warisan, baik harta warisan dalam wujud harta benda yang berwujud
diadakan musyawarah adat yang dihadiri oleh ketua adat atau pemuka kerabat keturunan.
maupun harta benda yang tidak berwujud, melainkan berupa hak dan kewajiban,
Contohnya di Aceh.
kedudukan, kehormatan, jabatan adat, gelar-gelar dan lain sebagainya.
23
24
16/10/2016
Hingga saat ini, misalnya di daerah masyarakat beradat pepadun di daerah lampung, sedikit sekali terdapat yurisprudensi tentang perkara harta warisan, C. Perkara di Pengadilan
dikarenakan masyarakat masih berpegang teguh pada sistem pewarisan kolektif
Dimasa sekarang ini banyak yang berpendapat bahwa membawa masalah
mayorat anak lelaki tertua. Adaikata dikemudian hari terjadi masalah sengketa warisan
sengketa warisan kehadapan hakim pengadilan sesungguhnya bukan untuk
dikalangan masyarakat pepadun dibawa kehadapan hakim pengadilan negeri dan para
mencari penyelesaian damai dan adil sesuai dengan kesadaran hukum
hakim akan mempertimbangkan dan mengambil keputusan atas dasar kesamaan hak
masyarakat, tetapi mencari jalan keadilan menurut perundang-undangan,
antara anak pria dan anak wanita, maka hal ini berarti pecahnya kerukunan hidup masyarakat pepadun dan persengketaan warisan dikalangan mereka akan menjadi-
yurisprudensi, dan perasaan hakim.segala sesuatunya didasarkan pada
jadi.
pertimbangan dan keputusan yang belum tentu memenuhi rasa keadilan
Jalan mengatasi kelemahan dan kekurangan pengetahuan hakim pada tingkat
masyarakat bersangkutan.
bawah yang menyangkut hukum waris adat setempat dalam saat-saat mendesak, ialah mendengarkan keterangan saksi ahli yangh dapat diambil dari cendikiawan adat (kepala suku adat, atau para tua-tua adat) setempat atau sarjana dari jurusan hukum 25
adat.
26
Sekar Ayuningtiyas (135010100111085 ) (3)
Daftar Pustaka
- Hilman Hadikusuma. Hukum Waris Adat. 2003. PT Citra Aditya Bakti : Bandung.
Pertanyaan : Ayah dan Ibu meninggal dunia bersama, meninggalkan anak satu-
- Wirjono Prodjodikoro. Hukum Warisan di Indonesia. 1988. PT Bale : Bandung.
satunya (tunggal) di bawah umur dan tidak mempunyai kakek-nenek. Siapa
- Annisa dan Normaidah. Hukum Waris Dalam Sistem Kekeluargaan Patrilineal. 2015. IAIN
walinya dalam penerimaaan warisan (daerah Lampung) ?
Antasari : Banjarmasin. - Eman Suparman. Hukum Waris Indonesia. 2011. PT Refika Aditama : Bandung.
Jawaban
- Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Indonesia menurut Perundangan Hukum Adat, Hukum
: Di daerah Lampung sendiri menganut sistem Patrilinial jadi ketika
ayah dan Ibu meninggal dunia, dengan meninggalkan anak yang masih dibawah
Agama Hindhu-Islam.
umur yang merupakan ahli waris maka, dalam sistem waris adat patrilinial yang menjadi wali bagi anak tersebut adalah keluarga dari pihak ayah yaitu saudarasaudara dari ayahnya. 27
28
16/10/2016
Contohnya seperti di daerah Minangkabau yang mayoritas beragama Islam tapi
Nyoman Kurniadi (135010107111063) (7)
mereka begitu menjujung tinggi hukum adat (sistem Matrilinial) maka ketika terjadi sengketa waris adat yang diajukan ke Pengadilan, maka hakim akan memutuskan
Pertanyaan : Apa dasar pertimbangan hakim dalam memutus sengketa waris bagi umat
dengan mengembalikan kepada hukum daerah setempat. Karena dasar
islam, menggunakan prinsip waris adat, padahal secara jelas umat islam harus
pertimbangan hakim bahwa ketika suatu wilayah hukum adatnya begitu kuat maka
menggunakan prinsip waris islam ?
hakim harus mengembalikan pada hukum adat setempat dengan berdasarkan Jawaban : Di Indonesia sendiri, kita tahu bahwa masyarakat mayoritas beragama islam,
pada Pasal 18 B ayat (2) UUD NRI 1945 bahwa “Negara mengakui dan
tapi tidak bisa dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang masih berpegang pada hukum
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
adat, bahkan Prof. Hilman Hadikusuma dalam bukunya “Hukum Waris Adat” mengatakan
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
bahwa hukum adat sudah dianut oleh masyarakat, bahkan sebelum masuknya ajaran
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
agama Islam.
undang-undang.” 29
Bagaimana Sistem Matrilineal bila tidak mempunyai waris perempuan? Elizhabert Corolia (135010118113006) (15)
30
Bagaimana system pewarisan dalam perkawinan satu marga?
Suku terbentuk menurut garis ibu. Seorang laki-laki di sistem matrilineal tidak bisa mewariskan sukunya kepada anaknya. Jadi jika tidak ada anak perempuan dalam satu suku maka dapat dikatakan bahwa suku itu telah punah. Jika tidak ada keturunan perempuan dalam suatu keluarga, dapat dikatakan garis keturunan keluarga tersebut terputus. Mengapa?, karena dalam kekerabatan matrilineal, garis keturunan mengikuti garis keturunan ibu (perempuan). Dalam system matrilineal seorang perempuan dewasa atau yang kita sebut dengan ibu adalah “limpapeh rumah nan gadang, sumarak dalam nagari”. Ibu berkedudukan sebagai bundo kanduang, merupakan lambang kehormatan dalam kaum dan dalam nagari. Lambang kehormatan tersebut bukan hanya didasarkan pada kodratnya atau bentuk fisiknya, tetapi lebih kebentuk kepribadiannya yang disebut dengan budi. Ibu menjadi hiasan dalam kampuang, yang berasal dari kepribadiannya dalam arti ibu mengerti tatacara, sopan santu, budi pekerti, dan memelihara diri dan kaumnya. Selain beberapa hal tersebut, ibu juga mengerti dengan agama, memahami aturan agama, memlihara masyarakatnya dari hal-hal yang mendatangkan dosa. 31
DENNA AYU P W (135010100111097) (4) Untuk tiap-tiap marga berbeda hukumnya. Contoh, bagi adat Batak, khususnya Batak Toba, sesama satu marga dilarang saling mengawini. Jika melanggar ketetapan ini, maka si pelanggar akan mendapatkan sanksi adat. Hal ini ditujukan untuk menghormati marga seseorang. Juga supaya keturunan marga tersebut dapat berkembang. Bagi bangsa Batak, perkawinan mengandung nilai sakral. Oleh karenya kesakralan tersebut harus disertai dengan sebuah adat perkawinan. 32
16/10/2016
Dalam hukum waris adat, apakah janda/duda tetap dapat harta gono-gini dan warisan atau tidak? Bu Afifah 1) Di dalam sistem unilateral patrilineal, kedudukan dan pengaruh pihak laki-laki dalam hukum waris sangat menonjol, contohnya pada masyarakat Batak dan Bali. Dalam hukum waris adat sistem patrilineal hanya mengenal bahwa anak pria atau keturunan prialah yang berhak menjadi ahli waris. Sehingga janda dalam sistem kebapakan ini bukan merupakan ahli waris dari suaminya tetapi merupakan penghubung atau jembatan pewarisan dari ayah kepada anak-anaknya yang lelaki. 2) Dalam sistem unilateral matrilineal, semua anak-anak hanya dapat menjadi ahli waris dari ibunya sendiri baik untuk harta pusaka tinggi maupun untuk harta pusaka rendah. Jika yang meninggal itu adalah seorang laki-laki maka anak-anaknya dan jandanya tidaklah ahli waris mengenai harta pusaka tinggi, tetapi ahli warisnya adalah seluruh kemenakannya dari pihak laki-laki.
3) Sistem kekeluargaan parental atau bilateral ini memiliki ciri khas tersendiri pula, yaitu bahwa yang merupakan ahli waris adalah anak laki-laki maupun anak perempuan. Mereka mempunyai hak yang sama atas harta peninggalan orangtuanya sehingga dalam proses pengalihan sejumlah harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris, anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai hak untuk diperlakukan sama. Kedudukan janda menurut ketentuan hukum adat pada saat ini telah mengalami penggeseran dan perubahan. Proses perubahan masyarakat telah berperan menjadi katalisator terhadap nilai-nilai hukum asli kearah yang lebih rasional, aktual dan manusiawi. Dikatakan demikian karena dalam perkembangannya sudah banyak masyarakat pedesaan yang menuntut ilmu keluar daerah sehingga pola pikir mereka semakin maju yang menuntut persamaan hak antara pria dan wanita, sehingga mereka lebih menghargai hak dan kedudukan wanita apalagi wanita tersebut sebagai isteri dan sebagai ibu yang banyak berjasa dalam kehidupan berumah tangga. Kemudian ada pula yang sudah merantau dan keluar dari klan/rumpun kekerabatannya dan mempunyai kehidupan sendiri (keluarga sendiri) lepas dari kekerabatan, sehingga satu sama lain diantara keluarga dan anak-anaknya) cenderung memikirkan kebahagiaan keluarga sendiri.
33
Dengan demikian mereka tidak lagi selalu terikat dengan (isteri-suami kerabat dan segala aturan kerabat), rasa kekerabatan sudah mengecil, karena
34
Absen no 6 Hariz Muhammad (135010101111182) Jawab : Tidak ada pembagian masing-masing ahli waris, dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 171:G
tempat kediaman anggota kerabat sudah terpencar-pencar jauh dan tidak
mendefinisikan sebagai berikut “hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari
terikat lagi untuk bertempat kediaman didaerah asal. Dengan perkembangan
seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki”. Pada intinya hibah dibagikan atau diberikan
pola pikir dan ditambah dengan pembauran dengan masyarakat adat lain
sukarela tanpa adanya imbalan. Hibah Wasiat merupakan pemberian barang atau barang-barang tertentu oleh Pewaris (orang yang
maka perkembangan hukum waris adat sekarang cenderung pada kearah
memiliki harta) kepada orang tertentu yang telah disebutkan atau ditetapkan oleh Pewaris dalam Surat wasiat
yang lebih netral yaitu mendekati asas persamaan hak antara pria dan
yang dibuatnya.Sedangkan dalam Pasal 957 KUHPerdata menyatakan, hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan nama si yang mewariskan (Pewaris) kepada seseorang atau lebih, memberikan
wanita, sehingga sistem yang tadinya keras dan kokoh terhadap aturan
beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, misalnya segala barang-barangnya yang bergerak atau
adatnya menjadi lebih toleran dan manusiawi terutama menjadi semakin
tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.
menghargai hak dan kedudukan janda terhadap harta peninggalan suaminya. 35
Hibah wasiat sendiri dalam hukum Islam hampir sama dengan shadaqah, yang mana merupakan pemberian tak bersyarat berdasarkan sukareladengna mengharapkan pahala dari Allah SWT.
36
16/10/2016
(13) (135010107113002) HILMIYA QOTRUNNADA
Absen 16 nayunda sitoresi (135010118113009) Jawab : Menurut kelompok kami tidak mendapat bagian warisan, karena adakalanya seseorang dapat kehilangan hak mewarisi karna bertentangan dengan hukum adat : 1. Membunuh atau berusaha menghilangkan nyawa pewaris/ anggota keluarga pewaris.
- A dan B adalah suami istri, tidak mempunyai anak, kemudian mengangkat anak. Beberapa bulan si istri hamil. Dalam patrilineal (di Bali) apakah nantinya anak angkat tersebut mendapatkan warisan atau tidak ? Menurut kelompok kami, anak angkat tersebut tetap mendapatkan warisan apabila anak angkat tersebut laki-laki karena menganut sistem patrilineal. Namun bagian terbesar dari warisan tersebut tetap jatuh kepada anak kandung bila anak kandung tersebut laki-laki. - adakah perbedaan untuk warisan anak angkat yang diangkat dari marga/suku yang sama dengan marga/suku yag berbeda dalam patrilineal (Bali) ?
2. Melakukan perbuatan tidak baik menjatuhkan martabat serta nama kerabat. 3. Pewaris murtad atau pindah agama dan kepercayaan.
Menurut Ter Haar Pengangkatan anak di Bali terselenggaranya hampir selalu dalam lingkungan keluarga besar dari pada hukum keluarga, yang karib menurut naluri, walaupun di masa akhir-akhir ini lebih ( lagi ) diperbolehkan memungut anak berasal di luar lingkungan itu dalam beberapa dusun juga sanak saudaranya si istri diambil anak.
Absen 2 Dimas chandra Eka SP (135010100111036)
Jadi tidak ada perbedaan pembagian warisan elama anak angkat tersebut berjenis kelamin laki-laki.
Jawab: Menurut kelompok kami dapat dibagi-bagi apabila si keluarga menggunakan agama islam apabila pada akhirnya keluarganya menginginkan dipakai hukum islam bukan adat, begitu pula sebaliknya. 37
(14) (135010107113016) DESSY RATNA WANDARI A (laki-laki) dan B (perempuan) melaksanakan perkawinan dengan jujuran. B merupakan anak tunggal berasal dari keluarga di bali (patrilineal). Apakah B mendapatkan warisan atau tidak ? Kedudukan Anak Perempuan dalam Sistem Waris Adat Bali Anak perempuan dalam sistem waris adat Bali adalah tidak berkedudukan sebagai ahli waris yang mutlak seperti halnya keturunan laki-laki. Anak perempuan hanya berhak untuk menikmati harta warisan daripada orang tuanya selama ia belum kawin (kawin keluar) yang besarnya 2 : 1 Bagi anak perempuan jika ia ingin mewarisi harta kekayaan orang tuanya biasanya anak perempuan tunggal, ia bisa yaitu dengan cara ditetapkannya anak perempuan tersebut sebagai lakilaki (sentana rajeng). Dalam perkembangannya berdasarkan Keputusan MUDP Bali memberikan hak mewaris terbatas terhadap anak perempuan yang kawin keluar dalam perkawinan biasa di Bali adalah terhadap harta guna kaya orang tuanya dengan bagian 2 : 1, 2 bagian untuk anak laki-laki dan 1 bagian untuk anak perempuan setelah dikurangi sepertiga untuk duwe tengah (hartabersama). jadi apabila Bt tidak ditetapkan menjadi anak laki-laki (sentana rajeng) maka B tidak mendapatkan warisan, karena B juga telah menikah. Begitupun sebaliknya.
39
38