3
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini merupakan terobosan untuk mengurangi kelemahan dari sifat fungsional onggok tapioka, sehingga meningkatkan potensinya sebagai bahan hidrogel yang diharapkan mampu bersifat superabsorben serta menjadi bahan menjanjikan ke depan dalam bidang pertanian dan industri personal care misalnya, sebagai absorben dalam popok bayi, pembalut wanita dan pembalut luka.
2 TINJAUAN PUSTAKA Pati Onggok Tapioka Pengolahan tepung tapioka dari umbi singkong dilakukan dengan memecah dinding sel, sehingga pati yang terdapat di dalamnya dapat keluar. Hanya 70−90% pati yang diperoleh dan sisanya tertinggal di dalam ampas pemerasan (Pratama 2009). Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan selulosa. Menurut Susijahadi (1997), komposisi kimia onggok sangat bervariasi (Tabel 1) bergantung pada varietas umbi singkong, daerah asal, serta cara pengolahan tepung tapioka. Selain itu, komposisi juga dipengaruhi oleh kandungan mineral serta kadar air media tanam. Tabel 1 Komposisi kimia onggok tapiokaa Komposisi Kadar (%) Air 11.30 Abu 0.55 Lemak 0.21 Protein 4.56 Serat kasar 9.88 Karbohidrat 82.70 a
Sumber: Sari (2011)
Pati tapioka adalah salah satu jenis pati yang mengandung 16% amilosa dan 84% amilopektin. Amilosa adalah polimer linear dari α-D-glukopiranosil yang berikatan 1,4-glikosida (Gambar 1a), sedangkan amilopektin adalah rantai kompleks dengan tulang-punggung rantai amilosa yang bercabang dengan ikatan 1,6-glikosida sebagai titik cabangnya (Gambar 1b). Studi struktur menunjukkan pati mempunyai dua morfologi utama, yaitu bentuk kristalin yang disusun oleh amilopektin dan bentuk amorf yang disusun oleh amilosa (Kurniadi 2010).
4
(a)
(b) Gambar 1 Struktur molekul (a) amilosa dan (b) amilopektin Pati mempunyai tiga gugus hidroksil pada masing-masing gugus monomernya. Pati yang berikatan secara heliks, beberapa gugus hidroksilnya berada diluar dan bersifat hidrofilik. Pati mempunyai kecenderungan menyerap air dari udara akibat sifat hidrofiliknya. Bila suspensi pati dalam air dipanaskan hingga melewati suhu kritisnya, maka akan menyerap air dan mekar jauh melebihi ukuran aslinya. Pada umumnya ikatan α-1,4- dan α-1,6-glikosida dan gugus hidroksil pada atom karbon mempunyai peluang untuk dimodifikasi secara kimiawi (Kurniadi 2010). Reaksi modifikasi yang dapat dilakukan pada onggok ialah reaksi oksidasi gugus hidroksil dan kopolimerisasi grafting suatu monomer.
Oksidasi Pati Oksidasi terjadi jika sebuah molekul memperoleh oksigen atau kehilangan hidrogen. Gugus fungsi hidroksil dapat dioksidasi menjadi keton, aldehida atau asam karboksilat, oksidasi ini digunakan dalam laboratorium dan industri secara meluas. Oksidator dalam laboratorium mengoksidasi alkohol primer menjadi asam karboksilat dan alkohol sekunder menjadi keton. Alkohol primer mula-mula dioksidasi dulu menjadi aldehida, tetapi oksidasi tidak berhenti, melainkan terus sampai terbentuk asam karboksilat. Alkohol sekunder dioksidasi menjadi keton dengan hasil bagus pada kondisi asam karena keton dapat teroksidasi lebih lanjut pada kondisi basa (Fessenden dan Fessenden 1999). Oksidasi gugus fungsi hidroksil pada unit glikosida pati terjadi di C6 gugus hidroksil primer atau di diol pada C2 dan C3 gugus hidroksil sekunder yang melibatkan pembelahan ikatan C2-C3 untuk memberikan gugus fungsi karboksil dan karbonil (Gambar 2).
5
Gambar 2 Skema yang menampilkan oksidasi pati Oksidasi selektif terhadap gugus fungsi hidroksil primer pada polisakarida sangat penting diperhatikan karena adanya kemiripan dengan gugus hidroksil sekunder (Pagliaro 1998). Jumlah oksidator, pH dan katalis mempengaruhi keselektifan tersebut. Besarnya perubahan pada sifat struktural dan fisikokimia OT, terutama bergantung pada asal botani, jenis oksidator dan kondisi reaksi. Reaksi oksidasi ini juga menyebabkan degradasi dan putusnya ikatan glikosida molekul pati yang dihasilkan (Sangseethong et al. 2010). Oleh sebab itu, kontrol terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi oksidasi perlu dilakukan agar proses reaksi dan produk yang diperoleh optimum. Faktor-Faktor Oksidasi OT diproduksi dari reaksi antara onggok dengan oksidator di bawah kontrol suhu dan pH. Beberapa oksidator yang sering digunakan adalah HNO3/H3PO4NaNO2 (Kumar dan Yang 2002), N2O4 (Sorokin et al. 2004), NO2 (Camy et al. 2009), NaOCl (Sangseethong et al. 2010). Akan tetapi, bahan kimia tersebut membawa sejumlah besar limbah anorganik, seperti produk klor dan garam nitrit atau nitrat. Jadi, oksidasi harus menggunakan oksidator yang ramah lingkungan seperti larutan fluida CO2 kritis (Camy et al. 2009), H2O2 (Sangseethong et al. 2010) dan O2 (Biliuta et al. 2011) yang biasanya dikombinasikan dengan katalis logam transisi. Oksidasi dengan H2O2 menghasilkan gel yang lebih baik dan laju oksidasi yang lebih cepat daripada hipoklorit dengan viskositas keduanya hampir sama (Sangseethong et al. 2010). Lagi pula, suhu dan entalpi gelatinasi pati menjadi lebih rendah dibandingkan sebelum modifikasi dengan H2O2 sebagai oksidator (Costa et al. 2011). Pendekatan katalitik telah diusulkan untuk meningkatkan hasil oksidasi. 2,2,6,6-tetrametil-1-piperidiniloksi (TEMPO) diaplikasikan dalam kombinasi dengan NaOCl/NaBr untuk oksidasi selektif terhadap gugus hidroksil dalam polisakarida (Sorokin et al. 2004). Akan tetapi, metode ini tidak memecahkan masalah yang terkait dengan penggunaan NaOCl karena mengarah pada bertambahnya jumlah limbah anorganik dan harga dari katalis TEMPO yang tidak ekonomis. Beberapa katalis logam transisi, yang mengandung zat besi, tembaga dan garam tungsten telah diusulkan untuk mengaktifkan hidrogen peroksida yang
6
merupakan oksidator yang sesuai dari sudut pandang lingkungan dan lebih ekonomis (Kesselmans et al. 2004; Sorokin et al. 2004). Hasil penelitian Kesselmans et al. (2004) menunjukkan oksidasi H2O2 beberapa jenis pati yang dikatalis dengan jumlah ion Cu yang lebih kecil akan lebih efisien. Akan tetapi, konsentrasi ion logam cukup tinggi sekitar 0,01-0,1% didasarkan pada pati kering (Sorokin et al. 2004) dapat menimbulkan masalah warna produk, keracunan logam dalam produk modifikasi dan pencemaran tanaman. Sebaliknya, tanpa penambahan katalis ion Cu kinetika reaksi juga akan lambat. Oleh sebab itu, pencarian metode dan jumlah katalis yang efisien pada oksidasi pati alami dengan oksidator yang ramah lingkungan masih tetap merupakan tantangan. Oksidasi spesifik gugus hidroksil primer pada C6 menghasilkan karboksil dapat meningkatkan kelarutan banyak glukan (pati, pullulan, alternan, selulosa dan dextran) lebih dari 10%. Walau demikian, tipe dan jumlah gugus fungsi yang terbentuk bergantung pada pH reaksi. Gugus karbonil banyak terbentuk di bawah kondisi asam sedangkan jumlah gugus karboksil bertambah dengan meningkatnya pH reaksi (Sangseethong et al. 2010). Variasi kondisi pH selama proses oksidasi memegang peranan penting terhadap sifat fisikokimia tepung tapioka. Viskositas semakin berkurang jika pH bertambah, tetapi suhu dan entalpi gelatinasi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan sebelum modifikasi. Pada tepung tapioka alami, suhu dan entalpi gelatinasi ±64oC dan ± 17 j/g, kemudian berkurang ketika oksidasi pada pH 8 dan 9 masing-masing ±61oC, ± 15 j/g dan ±60oC, ± 15 j/g (Sangseethong et al. 2009). Selain pH reaksi, faktor lain seperti jumlah oksidator, suhu dan asal pati juga diketahui dapat mempengaruhi oksidasi. Hasil penelitian Sangseethong et al. (2010) menujukkan bahwa perbedaan jumlah oksidator NaOCl yang digunakan dalam oksidasi pati menghasilkan produk oksidasi dengan sifat yang tidak sama. Oksidasi pati pada suhu tinggi menghasilkan produk dengan viskositas yang rendah. Pati dari umbi lebih mudah teroksidasi dari pada pati sereal. Kandungan amilosa pada pati juga berperan penting dalam mengontrol efisiensi oksidasi. Kopolimerisasi Grafting Kopolimerisasi grafting merupakan polimerisasi dari dua atau lebih polimer yang terdiri dari rantai utama (backbone) dan rantai cabang (monomer). Polimerisasi dimulai dengan aktivasi rantai utama yang selanjutnya digunakan untuk polimerisasi monomer yang akan membentuk grafting pada polimer (Gambar 3). Pembentukan pusat aktif pada rantai utama dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya radiasi, menggunakan sinar ultraviolet dan cara kimia menggunakan zat inisiator (Lanthong et al. 2006; Nakason et al. 2010).
Gambar 3
(a) (b) (a) aktivasi backbone dan (b) polimerisasi monomer-backbone
7
Metode kopolimerisasi grafting dengan cara kimia menggunakan zat inisiator yang telah dikembangkan meliputi metode simultan dan tidak simultan. Grafting dengan metode simultan terjadi dengan memasukkan polimer ke dalam campuran monomer dan inisiator, sedangkan metode tidak simultan dilakukan dengan cara grafting monomer pada polimer yang telah diaktifkan oleh inisiator (Bhattacharaya et al. 2009).
Hidrogel Berbasis Pati Saat ini sebagian besar hidrogel adalah polimer sintetik yang kurang biodegradabel, sehingga dapat menyebabkan masalah lingkungan karena pembuangannya. Oleh sebab itu, pengembangan polimer biodegradabel telah menarik perhatian yang cukup besar oleh kedua pihak akademisi dan industri. Salah satu pendekatan sederhana dan praktis untuk mempersiapkan hidrogel biodegradabel adalah menggabungkan polimer dengan berbagai jenis pati. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menggunakan pati dan turunannya seperti pati tapioka dalam sintesis hidrogel. Kiatkamjornwong et al. (2000) mengembangkan hidrogel superabsorben berbasis pati tapioka dengan grafting monomer AA dan AM melalui teknik iridiasi. Selanjutnya, Nakason et al. (2010) melakukan kopolimerisasi grafting dengan monomer AM ke dalam pati tapioka secara kimia. Selain itu, onggok sebagai limbah industri tepung tapioka juga telah dikembangkan menjadi hidrogel melalui grafting monomer AA dan AM dengan inisiator APS dan penaut silang MBA (Kurniadi 2010; Mas’ud et al. 2013). Sebagai bahan penyerap air, suatu keharusan hidrogel memiliki sifat tertentu, misalnya harus hidrofilik, polimer harus mekar tapi tidak boleh larut, dan hidrogel harus memiliki beberapa karakter ionik karena tolakan merupakan faktor penting dalam mempromosikan pembengkakan dalam air. Rantai samping dapat meningkatkan karakter hidrofilik dari polimer, seperti AA dan AM yang larut dalam air dapat menyediakan rantai polimer dengan masing-masing gugus amida dan karboksilat (Lanthong et al. 2006). Selanjutnya, konversi gugus amida pada AM menjadi gugus karboksil melalui saponifikasi meningkatkan karakter ioniknya, sehingga membuat polimer lebih hidrofilik (Kiatkamjornwong et al. 2000; Lanthong et al. 2006).
Pemilihan Rancangan Percobaan Pemilihan rancangan percobaan bergantung pada tujuan dari percobaan dan sejumlah faktor yang diteliti dengan memenuhi tiga prinsip dasar yaitu harus ada ulangan, pengacakan dan pengendalian lingkungan (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Tabel 2 menunjukkan beberapa jenis rancangan sesuai dengan tujuan percobaannya.
8
Jumlah faktor 1 2-4 5 atau lebih
Tabel 2 Garis pedoman pemilihan rancangan percobaan Tujuan Tujuan Permukaan perbandingan penyaringan respon 1-factor compeletly randomized design Randomized blok Full atau fractional Central Composite atau desing faktorial design Box-Behnken fractional faktorial Disaring terlebih dahulu Randomized blok atau Plackettuntuk mereduksi jumlah desing Burman faktor
Tujuan perbandingan (comparative object): Jika memiliki satu atau beberapa faktor yang diteliti, tetapi tujuan utama dari percobaan adalah untuk membuat kesimpulan sekitar satu faktor penting yang diprioritaskan, (di hadapan, dari, dan/atau terlepas dari adanya faktor-faktor lain). Permasalahan komparatif memerlukan ada atau tidak adanya perubahan yang signifikan dalam respon untuk berbagai tingkat faktor. Tujuan penyaringan (screening object): Tujuan utama dari percobaan adalah untuk memilih atau menyaring beberapa faktor utama yang penting dari banyak yang kurang penting. Tujuan permukaan respon (optimasi): Penelitian ini dirancang untuk memungkinkan kita untuk memperkirakan interaksi dan bahkan pengaruh faktor, sehingga memberikan gambaran bentuk dari permukaan respon yang sedang diselidiki. Rancangan ini diistilahkan dengan metode permukaan respon.
Metode Permukaan Respon Metode permukaan respon merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistik, digunakan untuk membuat model dan menganalisis suatu respon ŷ yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas/faktor X guna mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery 1997). Hubungan antara respon ŷ dan variabel bebas X adalah ŷ = f(X1, X2,...., Xk) + ε ŷ = variabel respon Xi = variabel bebas/ faktor (i = 1, 2, 3,...., k) Ε = error Tujuan pertama metode permukaan respon adalah untuk menemukan respon optimum. Bila ada lebih dari satu respon maka penting untuk menemukan hubungan optimum yang tidak hanya mengoptimalkan satu respon. Bila ada kendala pada data rancangan, maka rancangan eksperimen harus memenuhi persyaratan kendala. Tujuan kedua adalah untuk memahami bagaimana perubahan respon dalam arah tertentu dapat menyesuaikan dengan variabel rancangan. Secara umum, metode tersebut dapat divisualisasikan secara grafis. Grafik sangat membantu untuk melihat bentuk permukaan respon.