TESIS-TK 142541
EKSTRAKSI PATI DARI ONGGOK LIMBAH TAPIOKA DENGAN PERLAKUAN AWAL SONIKASI DAN METODE ALKALI
ERNIA NOVIKA DEWI 2314 201 003 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Sumarno, M.Eng
PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI PROSES JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
TESIS-TK 142541
STARCH EXTRACTION FROM CASSAVA PULP OF TAPIOCA WASTE BY SONICATION PRETREATMENT AND ALKALINE METHOD
ERNIA NOVIKA DEWI 2314 201 003
ADVISOR Dr. Ir. Sumarno, M.Eng
MASTER PROGRAM PROCESS TECHNOLOGY CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
Ekstraksi Pati dari Onggok Limbah Tapioka dengan Perlakuan Awal Sonikasi dan Metode Alkali
Nama Mahasiswa NRP Dosen Pembimbing
: Ernia Novika Dewi : 2314201003 : Dr. Ir. Sumarno, M. Eng
ABSTRAK Onggok sebagai limbah padat dari produksi tapioka memiliki kandungan pati cukup tinggi sebesar 65,5-79,5% berat kering, karena pati tidak terambil dalam proses konvensional pembuatan tapioka. Dalam rangka mengambil kembali pati dan untuk mengatasi permasalahan limbah, dikembangkan beberapa metode untuk mengekstrak pati. Perlakuan awal sonikasi diikuti dengan ekstraksi metode alkali dipakai untuk mengekstrak pati dari onggok sehingga pati ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pati non-food maupun sumber energi alternatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh perlakuan awal sonikasi (waktu sonikasi) terhadap kadar pati dan yield produk; mempelajari pengaruh kondisi proses ekstraksi pati (waktu ekstraksi) terhadap kadar pati dan yield produk; mempelajari fenomena yang terjadi pada perlakuan awal sonikasi dan ekstraksi dengan metode alkali. Penelitian ini diawali dengan merendam suspensi onggok dalam aquadest (1/15 (w/v)) sambil di aduk, kemudian dilakukan proses sonikasi, dilanjutkan dengan ekstraksi dengan metode alkali sehingga di dapatkan pati onggok. Sampel yang yang diperoleh dipisahkan antara padatan dan liquid untuk dianalisis. Padatan dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM), XRay Diffraction (XRD), spektrofotometer UV-Vis dengan reagen Anthrone , dan analisa metode Chesson, sedangkan untuk liquid dianalisis dengan Spektrofotometri UV-Vis dengan reagen DNS. Hasil dari penelitian ini adalah perlakuan awal sonikasi mampu melepaskan granula pati dari matriks fiber. Dari hasil analisa Anthrone didapatkan semakin lamanya waktu sonikasi maka semakin tinggi kadar pati yang dihasilkan. Kadar pati tertinggi diperoleh sebesar 68,58% (sonikasi 25 menit, alkali 120 menit). Dengan meningkatnya waktu ekstraksi, kadar pati cenderung meningkat. Yield produk menurun dengan semakin lamanya waktu sonikasi, namun meningkat dengan semakin lamanya waktu ekstraksi, dimana yield tertinggi diperoleh sebesar 78% (sonikasi 5 menit dan alkali 120 menit).
Kata kunci : onggok, ekstraksi, sonikasi, , metode alkali
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
ii
Starch Extraction from Cassava Pulp of Tapioca Waste by Sonication Pretreatment and Alkaline Method Name NRP Advisor
: Ernia Novika Dewi : 2314201003 : Dr. Ir. Sumarno, M. Eng
ABSTRACT Cassava pulp as the solid waste produced by tapioca production, has high starch content 65,5-79,5% (dry weight basis) due to this starch could not extracted in conventional extraction of tapioca production. In order to recover this starch and to solve environment waste problem, there were some method to extracted starch. Pretreatment sonication followed by alkaline method will applied to extract starch from cassava bagasse so this starch could use as non food starch application moreover as energy source. The purposes of this research are to study the effect of reaction time of sonication process toward starch content and product yield, to study the effect of process condition of starch extraction (extraction time) toward starch content and starch yield, and to study the phenomena during sonication pretreatment and alkaline method. This research is done as follows 1/15 (w/v) cassava bagasse suspension in aquadest is soaked and stirred, then this suspension is treated by sonication and extracted by alkaline method. The starch product containing solid and filtrate is separated. The solid is analyzed by using Scanning Electron Microscopy (SEM), X-Ray Diffraction (XRD), Spectrofotometry UV-Vis using reagen Anthrone (for starch and cellulose) and Chesson method analysis. Spectrofotometry UVVis using reagen DNS for glucose analysis is the method for analyzing the liquid product. The result of this study showed that sonication pretreatment caused starch granules leach out from fibrous matrix. The result of Anthrone analysis showed that starch content increased with increasing extraction time. The highest starch content 68,58% obtained at 25 minutes sonication with 120 minutes extraction. Lower sonication time produced higher product yield but higher extraction time produced higher product yield. The highest yield 78% obtained at 5 minutes sonication with 120 minutes extraction.
Key words : Cassava pulp, extraction, sonication, alkaline method
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
iv
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat Rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberi segala kemudahan dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan tesis ini yang berjudul “Ekstraksi Pati dari Onggok Limbah Tapioka dengan Perlakuan Awal Sonikasi dan Metode Alkali” yang merupakan salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa Pascasarjana Teknik Kimia FTI-ITS Surabaya. Penulis menyadari laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Kedua orang tua, suami, anak dan keluarga yang telah banyak memberikan dukungan serta doa dalam penyelesaian laporan ini. 2. Bapak Juwari, S.T., M.Eng, Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia FTIITS. 3. Bapak Dr. Tantular Nurtono, S.T., M.Eng. dan Ibu Dr. Widyastuti,S.T., M.T. selaku Kaprodi dan sekprodi Pascasarjana Teknik Kimia FTI-ITS. 4. Bapak Dr. Ir. Sumarno, M. Eng. selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan saran yang selama ini telah diberikan. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Winardi, M.Eng; Bapak Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA; dan Ibu Dr. Siti Machmudah, ST, M.Eng. selaku dosen penguji atas kritik, saran dan masukan yang telah diberikan. 6. Bapak dan Ibu dosen pengajar serta seluruh karyawan Jurusan Teknik Kimia. 7. Seluruh anggota Laboratorium Teknologi Material (Bu Eva, Bu Hani, Bu Prida, Cak Suhud, Cucuk, Via dan teman-teman labortorium Teknologi Material yang lain) yang telah membantu, menemani dan memberi dukungan selama di laboratorium. 8. Teman-teman pascasarjana (Helda, Rita, Ira dan teman-teman pascasarjana yang lain) atas kebersamaan dan bantuannya selama dua tahun ini.
9. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga segala kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan untuk penelitian selanjutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca khususnya.
Surabaya, Januari 2017
Penyusun
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ………………………………………………………………………………… i ABSTRACT ……………………………………………………………………………… iii KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… v DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong ................................................................................................................... 7 2.1.1 Singkong............................................................................................................. 7 2.1.2 Produksi Singkong ............................................................................................. 7 2.1.3 Manfaat Singkong .............................................................................................. 8 2.2 Tepung Tapioka ........................................................................................................ 9 2.3 Onggok ................................................................................................................... 10 2.4 Kandungan Utama Onggok .................................................................................... 11 2.4.1 Pati.................................................................................................................... 11 2.4.1.1 Amilosa .................................................................................................. 12 2.4.1.2 Amilopektin ......................................................................................... 12 2.4.1.3 Gelatinisasi ............................................................................................ 13 2.4.2 Serat Kasar .................................................................................................... 14 2.4.2.1 Selulosa .................................................................................................. 14 2.4.2.2 Hemiselulosa.......................................................................................... 14 2.5 Manfaat Pati .......................................................................................................... 15 2.6 Sonikasi .................................................................................................................. 16 2.5.1 Kavitasi Akustik ............................................................................................... 16
vii
2.5.2 Jenis Sistem Sonikasi ....................................................................................... 17 2.5.2.1 Sistem Homogen Liquid/Liquid ............................................................ 17 2.5.2.2 Sistem Heterogen ................................................................................... 18 2.5.2.2.1 Sistem Heterogen Solid/Liquid. ..........................................
18
2.5.2.2.2 Sistem Heterogen Liquid/Liquid............................................ 20 2.7 Ekstraksi ............................................................................................................. 21 2.7.1 Enzimatik ......................................................................................................... 21 2.7.2 Alkali ................................................................................................................ 21 2.7.3 Kombinasi Alkali dan Metode Enzimatik ........................................................ 22 2.7.4 Kombinasi Metode Enzimatik dan Sonikasi .................................................... 22 2.7.5 Kombinasi Sonikasi dan Metode Alkali........................................................... 22 2.8 Mekanisme Reaksi Ekstraksi Alkali dengan Pati ................................................... 23 2.9 Analisa Karbohidrat dengan Metode Anthrone ..................................................... 23 2.10 Analisa Kandungan Gula Pereduksi dengan Reagen DNS .................................. 24 2.11 Analisa Kandungan Serat Kasar dengan Metode Chesson-Datta ……………… 25 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian..................................................................................................... 27 3.2 Peralatan Penelitian ................................................................................................ 28 3.2.1 Peralatan Proses Sonikasi................................................................................. 28 3.2.2 Proses Alkali .................................................................................................... 29 3.3 Variabel Penelitian ................................................................................................. 30 3.4 Prosedur Penelitian................................................................................................. 30 3.4.1 Persiapan Bahan Baku...................................................................................... 30 3.4.2 Proses Sonikasi................................................................................................. 31 3.4.3 Proses Alkali .................................................................................................... 31 3.4.4 Blok Diagram Persiapan Bahan Baku .............................................................. 32 3.4.5 Blok Diagram Proses Sonikasi ......................................................................... 33 3.4.6 Blok Diagram Proses Alkali............................................................................. 34 3.5 Analisis Produk ...................................................................................................... 35 3.6 Analisa Raw Material............................................................................................ 36 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Sonikasi .................................................................................................... 37
viii
4.2 Pengaruh Sonikasi terhadap Kadar Pati ............................................................... 38 4.3 Proses Ekstraksi dengan Metode Alkali ............................................................... 42 4.4 Pengaruh Waktu Sonikasi terhadap Kadar Pati Setelah Ekstraksi Alkali............. 44 4.5 Pengaruh Waktu Sonikasi terhadap Kadar Selulosa ............................................ 46 4.6 Pengaruh Waktu Sonikasi terhadap Yield Produk .............................................. 47 4.7 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Pati dan Yield Produk ..................... 48 BAB 5 KESIMPULAN ………………………………………………………………… 53 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... xv APPENDIKS ..................................................................................................................... xxi LAMPIRAN
ix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Morfologi dan Anatomi Umbi Singkong ………………………
7
Gambar 2.2
Diagram Alir Pembuatan Tepung Tapioka ……………………
10
Gambar 2.3
Struktur Amilosa ………………………………………………
12
Gambar 2.4
Struktur Amilopektin …………………………………………..
13
Gambar 2.5
Struktur Selulosa ……………………………………………….
14
Gambar 2.6
Struktur Hemiselulosa ………………………………………….
15
Gambar 2.7
Fenomena Gelembung Akustik ………………………………...
17
Gambar 2.8
Kavitasi Akustik dalam Media Liquid Homogen……………….
18
Gambar 2.9
Kavitasi Akustik Liquid dalam Suspended Solid……………….
19
Gambar2.10
Kavitasi pecahnya gelembung pada atau dekat permukaan padatan ………………………………………………………….
19
Gambar2.11
Kavitasi Akustik Sistem Heterogen Liquid/Liquid……………..
20
Gambar2.12
Reaksi dalam metode Anthrone…..……………………………..
24
Gambar2.13
Reaksi DNS dalam analisa gula pereduksi ……………………..
24
Gambar 3.1
Peralatan Proses Sonikasi ………………………………………
28
Gambar 3.2
Peralatan Proses Alkali …………………………………………
29
Gambar 3.3
Skema Persiapan Bahan Baku ………………………………….
32
Gambar 3.4
Skema Proses Sonikasi …………………………………………
33
Gambar 3.5
Skema Proses Alkali ……………………………………………
34
Gambar 4.1
Pengamatan Visual …………………………………………….
37
Gambar 4.2
Kadar pati setelah proses sonikasi dibanding raw material onggok …………………………………………………………
Gambar 4.3
38
Morfologi (a) raw material onggok (b) onggok dengan sonikasi 20 menit ………………………………………………….……
39
Gambar 4.4
Ilustrasi efek sonikasi terhadap onggok ………………………..
40
Gambar 4.5
Grafik XRD dari (a) raw material onggok (b) onggok setelah sonikasi ………………………………………………………..
41
Gambar 4.6
Ilustrasi fenomena ekstraksi alkali …………………………….
43
Gambar 4.7
Reaksi Pati dengan NaOH………………………………………
43
xi
Gambar 4.8
Reaksi Pati-O-Na dengan HCl …………………………………
Gambar 4.9
Pengaruh waktu sonikasi terhadap kadar pati setelah ekstraksi
44
alkali…………………………………………………………….
45
Gambar4.10
Pengaruh waktu sonikasi terhadap konsentrasi gula pereduksi ..
46
Gambar4.11
Pengaruh waktu sonikasi terhadap kadar pati dan selulosa ……
46
Gambar4.12
Pengaruh waktu sonikasi terhadap yield produk ………………
48
Gambar4.13
Pengaruh waktu ekstraksi pada kadar pati dan yield produk …. 49
Gambar4.14
Morfologi onggok dengan ekstraksi (a) 30 menit (b) 60 menit (c) 120 menit …………………………………………………… 50
Gambar4.15
Grafik XRD dari onggok setelah alkali (a)60 menit(b)120 menit
Gambar A.1
Kurva Kalibrasi Larutan Standard Glukosa Metode Anthrone
51
Pati ………………………………………………………….......
xxv
Gambar A.2
Kurva Kalibrasi Larutan Standart Glukosa Metode DNS ……..
xxviii
Gambar A.3
Kurva Kalibrasi Larutan Standard Selulosa Metode Anthrone
Gambar A.4
Selulosa ……………………………………………………….
xxxiii
Penentuan Derajat Kristalinitas ……………………………….
xxxvi
xii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Komposisi Kimia Onggok……......................................................
Tabel 4.1
Komposisi Kimia Raw Material Onggok dan Produk Pati
11
Onggok ………………………………………………………….. 52 TabelA.1
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Metode Anthrone xxiv Pati………………………………………………………………..
Tabel A.2
Nilai Absorbansi Metode Anthrone Pati pada Berbagai Konsentrasi ……………………………………………………… xxv
Tabel A.3
Contoh Hasil Perhitungan Kadar Pati …………………………
xxvi
Tabel A.4
Nilai Absorbansi pada Berbagai Konsentrasi Analisa DNS …….
xxviii
Tabel A.5
Contoh Hasil Perhitungan Konsentrasi Gula Pereduksi ………… xxv
Tabel A.6
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Metode Anthrone Selulosa…………………………………………………………..
Tabel A.7
xxxii
Nilai Absorbansi Metode Anthrone Selulosa pada Berbagai Konsentrasi ……………………………………………………… xxxiii
Tabel A.8
Contoh Hasil Perhitungan Kadar Selulosa ……………………… xxxiv
Tabel A.9
Hasil perhitungan analisa Chesson ……………………………… xxxv
TabelA.10
Hasil Perhitungan XRD untuk Onggok yang Telah Diproses …..
xxxvi
TabelA.11
Hasil Perhitungan Yield Produk pada Waktu Alkali 60 menit ….
xxxvii
TabelA.12
Hasil Perhitungan Yield Produk pada Waktu Alkali 120 menit
xxxvii
TabelA.13
Hasil Perhitungan Yield Produk pada Waktu Sonikasi 20 menit
xxxvii
TabelA.14
Hasil analisa signifikansi dengan metode uji t
xxxviii
xiii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang dan negara agraris, Indonesia menggalakkan pertumbuhan industri yang berbasis agronomi.
Beberapa sumber pangan penting
dalam sektor ini antara lain : padi, jagung, kedelai, ketela pohon (singkong), kacang tanah, dll. Pati/karbohidrat memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan dimana dalam tubuh manusia kebutuhan energi hampir 80% dipenuhi dari karbohidrat. Dalam beberapa tumbuhan, pati didapatkan pada bagian
tumbuhan
jalar,kentang,dll),
yang
berbeda-beda,
biji (jagung,
misal
pada
umbi
(singkong,
ubi
padi, gandum,dll), batang (sagu), dan buah
(pisang). Aplikasi pati secara luas dipergunakan dalam industri kertas, lem, tekstil, glukosa, dll. Namun produk olahan pati yang paling dominan adalah tepung yang pada umumnya berasal dari ekstraksi beras, ketan, gandum dan singkong. Telah dikembangkan beberapa metode untuk mengisolasi pati tanaman penting antara lain beras, kentang, dan lainnya. Lim,dkk (1992) telah mengisolasi pati dari oat untuk memisahkan antara protein dan pati. Yield pati tertinggi 78% dan 1,1% protein didapatkan dengan menggunakan enzim protease. Cui,dkk (2010) mengaplikasikan metode sonikasi pada beras merah untuk memperpendek waktu pemasakan. Reddy (2013) mengisolasi pati dari beras menggunakan metode alkali yang diterapkan pada beberapa jenis beras. Dari hasil penelitiannya, didapatkan yield produk 81-84% dimana struktur dan morfologi granula pati bervariasi yang menentukan aplikasi pati pada produk makanan. Park dan Han (2015) mengisolasi pati dari beras merah dengan sonikasi yang didahului dengan perendaman selama beberapa jam untuk mempercantik tekstur beras merah. Setelah menghaluskan beras dan merendamnya dalam NaOH encer dalam bentuk slurry, larutan kemudian dinetralkan dengan HCl encer dan dicuci beberapa kali lalu diendapakan dan dikeringkan untuk mendapatkan patinya. Tapioka yang merupakan tepung dari hasil ekstraksi singkong memiliki peluang dan prospek
pengembangan menjanjikan.
Tepung tapioka banyak
digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat dalam industri makanan. Dalam hal teknologi, perbedaan mendasar pembuatan tepung tapioka pada industri besar dan industri rumah tangga terletak pada peralatan dan metode pengolahan yang dilakukan. Kualitas tapioka dipengaruhi kualitas umbi segar dan tata laksana produksi setiap pabrik (Djuma’ali, 2013). Secara umum, proses produksi meliputi pengupasan dan pencucian umbi singkong, dilanjutkan dengan penyaringan yang menghasilkan filtrat dan ampas yang kemudian disebut onggok. Pengendapan dilakukan pada filtrat dilanjutkan dengan pencucian pati dan pengeringan sampai dihasilkan pati tepung tapioka (Anonim, 2011). Dalam pengolahan 1 ton umbi singkong, pabrik tapioka menghasilkan 145,8 kg onggok basah. (Djuma’ali, 2013). Sebagai produsen tapioka nomor dua di Asia setelah Thailand, Indonesia harus menyelesaikan permasalahan limbah onggok. Onggok yang terkontaminasi mikroba akan menimbulkan bau busuk dan mengkontaminasi air. Selama ini, onggok hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak, pupuk, atau dibiarkan begitu saja. Padahal onggok masih mengandung bahan organik cukup tinggi untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Komposisi limbah padat onggok adalah pati sebesar 65,5%, selulosa 8,1%, hemiselulosa dan lignin masing-masing sebesar 2,8% dan 2,2%, kandungan abu 5,7 % dan protein 3,1% berdasar berat kering (Djuma’ali, 2013). Kandungan pati yang tinggi memunculkan ide untuk mengambil pati tersisa dari onggok atau pun dengan degradasi lanjut menjadi glukosa, cellobiosa, dan lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat energi alternatif seperti etanol. Produk pati tidak hanya dimanfaatkan untuk pengolahan pangan, namun juga untuk aplikasi non-food seperti untuk pembuatan kertas, lem, tekstil, plastik biodegradasi dan lain-lain. Keberadaan pati dari onggok ini tidak mengganggu pati dari singkong (ubi kayu) yang selama ini untuk bahan pangan, bahkan dapat memecahkan masalah limbah hasil industri pabrik tepung tapioka. Tidak terambilnya pati yang terjebak dalam matriks selulosa dalam proses konvensional pembuatan tapioka dari singkong menyebabkan kandungan pati dalam onggok masih besar. Untuk mengekstrak granula pati dari onggok, matriks
polisakarida
dan
protein
dengan 2
lapisan
berupa
pektin
yang
mengelilinginya harus dirusak. Perusakan matriks fiber ini dapat dilakukan dengan metode enzimatik maupun metode fisik yaitu menggunakan metode sonikasi (Sriroth,2000). Sonikasi merupakan suatu perlakuan fisik kimia yang menghasilkan energi dalam bentuk gelombang suara.
Gelombang ultrasonik dapat merambat dalam
medium padat, cair dan gas. Frekuensi yang diasosiasikan dengan gelombang ultrasonik pada aplikasi elektronik dihasilkan oleh getaran elastis dari sebuah kristal kuarsa yang diinduksikan oleh resonans dengan suatu medan listrik bolakbalik yang dipakaikan (efek piezoelektrik) (Gogate, 2006). Dengan intensitas bunyi yang tinggi atau ultrasonik, maka akan terjadi kavitasi akustik. Kavitasi akustik menghasilkan micro-bubble dalam jumlah yang banyak. Micro-bubble tersebut mengalami siklus pembentukan, pertumbuhan, dan keruntuhan impulsif gelembung dalam liquid (Suslick, 1994). Akustik oleh gelembung ini tidak stabil disebabkan karena adanya gangguan terbentuknya gelembung lain dan adanya resonansi saat siklus compression. Akibatnya terjadi efek mekanis seperti ekspansi mendadak pada gelembung hingga ukurannya tidak stabil dan terjadi pemecahan gelembung yang sangat cepat (Mason dan Peters, 2002). Fenomena yang terjadi selama proses sonikasi akan memberikan efek pencampuran dan mekanik dalam skala mikro pada campuran onggok yang menyebabkan matrik menjadi swelling dan terkoyak. Kondisi ini menyebabkan pati akan lepas dari matrik bahan onggok sehingga akan masuk ke bagian luar matrik dan kemudian akan masuk ke bagian air dalam campuran. Proses perendaman dengan NaOH disertai pengadukan pada onggok setelah pretreatment sonikasi akan mempermudah mendapatkan pati dengan kadar tinggi.
1.2 Perumusan Masalah Kavitasi pada proses sonikasi menghasilkan jutaan bubble (gelembung) dalam liquid, gelembung kemudian collapse (pecah) dan menghasilkan mikro jet yang berinteraksi langsung dengan permukaan onggok pada liquid. Pada sistem heterogen (solid/liquid), pecahnya gelembung menghasilkan powerful jet di dekat atau pada permukaan solid. Akibatnya, jutaan mikro bubble jet ini memberikan 3
efek mekanik pada onggok terdispersi dalam air. Efek kavitasi ini menyebabkan matriks fiber yang memerangkap granula pati menjadi swelling dan terkoyak, sehingga mempermudah lolosnya pati dari matriks fiber. Temperatur dan waktu sonikasi berpengaruh pada gelatinasi pati (Karimi dkk, 2014). Energi yang besar pada proses sonikasi menyebabkan local heating akibat terjadinya bubble collapse yang menyebabkan interaksi onggok dengan air. Suhu gelatinasi pati 65-70o C namun pada hasil penelitian terdahulu suhu gelatinasi turun pada pemrosesan dengan sonikasi. Pada suhu 45o C dideteksi terjadinya gelatinasi pada onggok tersonikasi. Pada temperatur rendah, sonikasi akan menyebabkan kenaikan bulk temperatur, akan tetapi efek semburan mikro bubble jet memberikan efek berarti pada interaksi molekul internal larutan. Pada temperatur tinggi,
efek
panas dan gerakan mekanik
dalam larutan akan
menyebabkan gelatinasi yang dapat mengakibatkan terjadinya degradasi pati menjadi glukosa dan bahkan oligomer. Keadaan ini yang harus dikontrol agar didapatkan pati dengan kemurnian tinggi pada proses ekstraksi dengan alkali tanpa mengalami degradasi lanjut. Berdasarkan pertimbangan di atas, perlu perlakuan awal sonikasi, dilanjutkan dengan ekstraksi alkali untuk mendapatkan pati yang tertinggal di onggok. Untuk meminimalkan degradasi onggok, harus dipelajari pengaruh waktu sonikasi. Kadar pati yang diperoleh dan yield produk dievaluasi pada berbagai
waktu
ekstraksi yang digunakan.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mempelajari pengaruh perlakuan awal sonikasi (waktu sonikasi) terhadap kadar pati dan yield produk 2. Mempelajari pengaruh kondisi proses ekstraksi pati (waktu ekstraksi) terhadap kadar pati dan yield produk 3. Mempelajari fenomena yang terjadi pada perlakuan awal sonikasi dan ekstraksi dengan metode alkali
4
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat
mengetahui kondisi proses yang efektif
(perlakuan awal sonikasi dan ekstraksi dengan alkali) untuk menghasilkan produk yang diharapkan 2. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pati non food sebagai bahan baku industri dan memenuhi kebutuhan pati untuk energi 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan metode ekstraksi pati dari onggok dengan perlakuan awal sonikasi dan ekstraksi dengan alkali agar dapat diterapkan dalam proses produksi skala besar
5
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
6
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Singkong 2.1.1. Singkong Singkong (Manihot esculenta crantz) yang dikenal pula dengan nama ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman perdu yang berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada tahun 1852. (Purwono, 2007). Komposisi umbi singkong tua terdiri dari 60-70% air, 30-35% karbohidrat, 1-2% lemak, 1-2% serat, dan 1-2% protein dengan sedikit unsurunsur mikro dan vitamin. Kandungan pati umbi berkisar dari 15-33% (berat basah) bergantung keadaan cuaca dan waktu panen (Djuma’ali, 2013)
Gambar 2.1. Morfologi dan Anatomi Umbi Singkong (Breuninger dkk, 2009) 2.1.2. Produksi Singkong Singkong dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai bahan baku tapioka dan sebagai pangan langsung. Sebagai pangan langsung, singkong
memenuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN (<50 mg per kg umbi basah).
Sementara itu,
sebagai bahan baku industri harus memiliki
kandungan protein rendah dan kandungan HCN tinggi. (Purwono, 2007). Tanaman singkong relatif mudah di budidayakan pada ketinggian dari 0 sampai 1500 m dpl dengan curah hujan antara 750-1000 mm per tahun. Singkong juga dapat diusahakan pada segala jenis tanah asal memiliki drainase yang baik, dengan pH tanah 4,5 sampai 8,0. Penanaman singkong dilakukan secara monokultur atau tumpang sari dengan tanaman lain (Kementerian Pertanian). Produksi singkong/ubi kayu di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Produksi singkong tahun 2014 sebesar 2,38 juta ton dan diperkirakan meningkat menjadi 2,46 juta ton pada tahun 2015 (ARAM 1) dengan pertumbuhan produksi sebesar 3,29 %. (Anonim, 2015) 2.1.3. Manfaat Singkong Singkong bisa jadi salah satu pilihan penopang keberagaman dan kemandirian pangan. Dasar pilihannya karena singkong selain merupakan sumber pangan juga merupakan pakan ternak, sumber energi, bio etanol, serta manfaat lain untuk industri. Kegunaan ubi kayu terutama untuk industri makanan dan sebagai produk antara seperti gaplek, sawut, pellet, tepung tapioka dan tepung kasava. Dari segi proses, singkong dapat diolah melalui pengembangan industri seperti : a. Industri dengan proses dehidrasi dengan produk : gaplek, chips, pellet, tapioka, onggok b. Industri dengan proses hidrolisis dengan produk : gula invert, high fructose syrup (HFS), dektrosa, maltose, sirup glukosa dan sukrosa c. Industri dengan proses fermentasi dengan produk : asam cuka, butanol, aseton,
asam
laktat,
asam
sitrat,
(Djuwardi, 2001)
8
monosodium
glutamate,
gliserol
2. 2. Tepung Tapioka Tepung tapioka merupakan tepung dengan bahan baku singkong yang sering di sebut pula dengan nama tepung aci atau tepung kanji. Indonesia adalah produsen tepung tapioka nomor dua di Asia setelah Thailand. Produksi rata-rata tepung tapioka Indonesia mencapai 15-16 juta ton per tahun. (Tarwiyah, 2001). Pada umumnya, masyarakat Indonesia mengenal dua jenis tepung tapioka, yaitu tepung tapioka kasar yang dihasilkan oleh industri rumah tangga dan tepung tapioka halus oleh pabrik tapioka. Pembuatan tepung tapioka kasar dilakukan dengan memarut singkong yang telah dikupas dan dicuci, kemudian parutan singkong diperas melalui saringan. Filtrat ditampung dan pemerasan diakhiri bila filtrat yang keluar sudah jernih dan larutan dibiarkan mengendap. Endapan dicuci dengan air sampai air pencuci bersih, kemudian endapan dikeringkan di atas tampi, sedangkan ampas singkong yang tersangkut di atas saringan disebut onggok. Secara tradisional, pembuatan tepung tapioka memerlukan jumlah air 14.000-18.000 liter. Namun dengan teknologi yang lebih baik, jumlah air dapat dikurangi hingga 8.000 liter per ton singkong. Kapasitas dari setiap industri skala rumah tangga biasanya sekitar 2 ton singkong segar per hari yang menghasilkan rendemen 15-25% dengan kadar air 18% (Koswara, 2009). Untuk
menghasilkan
tepung
tapioka
yang
berkualitas,
dibutuhkan
singkong yang memiliki kadar tepung tinggi yaitu singkong yang dipanen setelah berusia lebih dari 7 bulan. Produksi optimal tepung tapioka ditentukan oleh kualitas bahan baku Dengan kualitas bahan baku yang baik, satu ton singkong dapat menghasilkan 400 kilogram tapioka dan 160 kilogram onggok (Sihombing, 2007)
9
Air
Onggok
Gambar 2. 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Tapioka
2.3. Onggok Onggok merupakan limbah padat dari umbi singkong yang tidak ikut terekstrak pada proses produksi tapioka. Di dalam onggok masih terkandung banyak senyawa organik yang bermanfaat. Kandungan pati yang cukup tinggi pada onggok disebabkan karena pati terjebak di dalam matriks polimer kompleks. (Sriroth, 2000).
Dalam pengolahan 1 ton umbi singkong, pabrik tapioka 10
menghasilkan 145,8 kg onggok basah. (Djuma’ali, 2013). Komposisi kimia onggok adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Komposisi Kimia Onggok Komposisi Kimia (%) A B C Air Protein 1,55 5,36 3,1 Lemak 0,12 1,78 0,2 Abu 1,7 0,64 5,7 Serat kasar 27,75 12,77 13,1 Pati 68,89 79,45 65,5 Sumber : a. Sriroth, dkk (2000); b. Hermiati, dkk (2012) ; c. Djuma’ali (2013) Perbedaan persentase komposisi kimia onggok dari beberapa penulis dikarenakan proses yang dilakukan di bawah kontrol teknologi rendah. Selain itu, perbedaan yang terjadi disebabkan pula oleh berbedanya varietas tanaman yang digunakan. (Pandey, 2000). Selama ini onggok dimanfaatkan untuk pakan ternak, pupuk, bahan campuran pembuatan saos, sirop glukosa, obat nyamuk bakar. (Hamad dan Sasmita, 2010) 2.4. Kandungan Utama Onggok Kandungan utama onggok adalah pati dan serat kasar yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Besarnya kandungan bahan-bahan organik tersebut memungkinkan pemanfaatan limbah ini menjadi produk-produk yang bernilai tinggi. 2.4.1 Pati Pati adalah cadangan karbohidrat utama pada tumbuhan dan merupakan biopolimer alam kedua terbesar setelah selulosa. Pati tersimpan pada organ tumbuhan dalam bentuk granula, tidak larut dalam air dingin dan berukuran 1-100 μm bergantung pada spesies tumbuhan. (Cui,2005). Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin dan material lain seperti lemak dan protein. (Greenwood dkk,1979) 11
Pati ditemukan di alam sebagai granula. Granula pati terdiri dari daerah amorf (amilosa) dan daerah kristalin yang tersusun dari rantai bercabang pendek (amilopektin).
Struktur
granula
pati
bergantung
bagaimana
amilosa
dan
amilopektin berasosiasi oleh ikatan hidrogen intermolekular. (Liu, 2005) 2.4.1.1 Amilosa Amilosa merupakan makromolekul linier yang terdiri dari α-D-glukosa yang terhubung oleh ikatan (14). Derajat polimerisasi amilosa 100-10.000. Amilosa dari beberapa sumber pati terdiri dari 2-8 titik cabang per molekul. Panjang rantai dari cabang rantai ini bervariasi dari 4-100 DP (Cui,2005). Beda antara amilosa dan selulosa ialah ikatan glikosidanya, β dalam selulosa dan α dalam amilosa. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan sifat antara kedua polisakarida ini. (Fessenden, 1986)
Gambar 2.3. Struktur Amilosa
(Cui, 2005)
2.4.1.2 Amilopektin Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α-(14)glikosidik dan ikatan α-(16)-glikosidik di tempat percabangannya. Amilopektin juga mempunyai ikatan α-(14) pada rantai lurusnya seperti halnya amilosa, namun yang membedakan keduanya adalah ikatan α-(16) pada percabangan amilopektin.
Struktur rantai amilopektin cenderung membentuk
rantai yang
bercabang , dimana ikatan percabangan tersebut sekitar 4-5% dari seluruh ikatan yang ada pada amilopektin (Eliasson, 2004). Berat molekul amilopektin jauh lebih besar daripada amilosa, yaitu 107 -109 dengan berat struktur cabang sebesar 95% α-(14) dan 5% α-(16). Derajat Polimerisasi pada range 9.600-15.900. (Tester, 2004). 12
Gambar 2.4 Struktur Amilopektin
(Cui,2005)
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati (Jane dan Chen, 1992). Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas.
Air yang terserap
tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%.
Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55° sampai 65°C
merupakan
pembengkakan
yang
sesungguhnya,
dan setelah
pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas. (Winarno, 2008)
2.4.1.3. Gelatinisasi Gelatinisasi
merupakan perubahan yang terjadi pada granula pati pada
waktu mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak dapat kembali ke bentuk semula (Winarno, 2002). Ketika granula pati dipanaskan dalam air, energi panas menyebabkan ikatan hidrogen terputus dan air masuk ke dalam granula pati. Masuknya air menyebabkan diameter granula membesar disertai struktur ring pada granula menjadi terlihat. Kenaikan temperatur lebih lanjut menyebabkan 13
granula membengkak, menyebabkan pecahnya granula dan melepaskan isi dari granula keluar. (Iida, 2008).
2.4.2 Serat Kasar Serat kasar merupakan serat tumbuhan yang tidak dapat larut dalam air. Serat kasar yang terdapat pada onggok mengandung hemiselulosa dan selulosa yang merupakan bagian terbesar dari komponen polisakarida non pati (Arnata, 2009). 2.4.2.1 Selulosa Selulosa
adalah polimer glukosa yang berbentuk
rantai linier dan
dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple, 2003). Selulosa tidak larut dalam air, larutan asam encer, dan larutan basa encer pada temperature normal. Bersifat kristalin dimana tersusun atas sejumlah besar gugus hidroksil pada fase kristalin yang membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen inilah yang berkontribusi langsung terhadap struktur kristal padat. Pada beberapa kondisi, selulosa terbungkus hemiselulosa dan lignin (Chen, 2014).
Gambar 2.5 Struktur Selulosa
14
2.4.2.2 Hemiselulosa Hemiselulosa
mirip
dengan selulosa yang merupakan polimer gula.
Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat dan asam galaturonat. Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi. Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hingga 37% (berat kering biomassa) (Winarno, 2008) Perbedaan antara hemiselulosa dan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya. Rantai utama hemiselulosa dapat terdiri dari satu jenis monomer (homopolimer), seperti xilan, atau terdiri atas dua jenis atau lebih monomer (heteropolimer), seperti glukomanan. Rantai molekul hemiselulosa lebih pendek daripada selulosa. (Ying Wang, 2008).
Gambar 2.6 Struktur Hemiselulosa 2.5. Manfaat Pati Dalam kehidupan sehari-hari, pati banyak digunakan di berbagai jenis industri, baik industri pangan maupun non-pangan. Dalam industri pangan, selain sebagai sumber karbohidrat, pati digunakan sebagai pengental, penstabil koloid, pembentuk gel maupun perekat. Pada industri non pangan, pati banyak digunakan 15
untuk
industri tekstil, kosmetik, farmasi, kertas, dll. Pada industri tekstil,
digunakan untuk sebagai bahan perekat dan untuk mengurangi kerutan pada pakaian. Pati juga dapat didegradasi menjadi glukosa yang selanjutnya diubah menjadi etanol sebagai bahan bakar alternatif. Pada industri kertas, pati digunakan untuk memperbaiki kekuatan produk. Selain digunakan sebagai adhesive pada paper bag, pati juga digunakan sebagai coating pada kertas. (Burrell, 2003). 2.6 Sonikasi Gelombang
ultrasonik
didefinisikan
sebagai
gelombang
suara
dengan
frekuensi diluar respon pendengaran manusia. Frekuensi pendengaran manusia antara 20 Hz - 20 kHz. Gelombang ultrasonik sendiri berada pada frekuensi 20kHz – 1 MHz. Sedangkan ultrasonik dengan frekuensi di atas 1 MHz digunakan sebagai diagnosa untuk kebutuhan medis dan industri (Kentish dan Ashokkumar, 2011).
2.6.1 Kavitasi Akustik Perambatan gelombang ultrasonik dapat terjadi dalam medium padat, cair dan gas. Frekuensi yang diasosiasikan dengan gelombang ultrasonik pada aplikasi elektronik
dihasilkan oleh getaran elastis dari sebuah kristal kuarsa yang
diinduksikan
oleh
resonans
dengan
suatu
medan listrik
bolak-balik
yang
dipakaikan (efek piezoelektrik) (Gogate, 2006). Dengan intensitas bunyi yang tinggi atau ultrasonik, maka akan terjadi kavitasi akustik. Kavitasi akustik menghasilkan pertumbuhan micro-bubble dalam liquid. Micro-bubble tersebut mengalami siklus pembentukan, pertumbuhan, dan keruntuhan impulsif gelembung dalam liquid (Suslick, 1994). Akustik oleh gelembung ini tidak stabil (bubble collapse) disebabkan karena adanya gangguan terbentuknya gelembung lain dan adanya resonansi saat siklus compression. Akibatnya terjadi efek mekanis seperti ekspansi mendadak pada gelembung hingga ukurannya tidak stabil dan terjadi pemecahan gelembung yang sangat cepat.(Mason & Peters, 2002). 16
Gambar 2.7 Fenomena Gelembung Akustik Bagian utama dari perangkat sonikasi adalah generator listrik ultrasonik. Perangkat ini membuat sinyal (biasanya sekitar 20 kHz) yang berkekuatan ke transduser. Transduser ini mengubah sinyal listrik dengan menggunakan kristal piezoelektrik, atau kristal yang merespon langsung ke listrik dengan menciptakan getaran mekanis dan kemudian dikeluarkan melalui probe. Probe sonikasi mengirimkan getaran ke larutan yang disonikasi. (Mason dan Peters, 2002) 2.6.2 Jenis Sistem Sonikasi Kavitasi gelembung memiliki berbagai efek dalam medium cair tergantung pada jenis sistem di mana ia dihasilkan. Sistem ini secara luas dapat dibagi menjadi homogen liquid/liquid, heterogen solid/liquid dan heterogen liquid/liquid. 2.6.2.1 Sistem Homogen Liquid/Liquid Sistem homogen dalah system yang terdiri dari campuran bahan atau lebih dalam fase yang sama. Karakteristik system homogen antara lain: a) Bidang batas antar komponen penyusun tidak ada. b) Komposisi komponen penyusun di setiap bagian campuran sama. c) Komponen padat dan komponen cair tidak memisahh
17
Pada Sistem Homogen Cair/Cair mengalami 2 tahapan proses yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.8 Kavitasi Akustik dalam Media Liquid Homogen Adapun tahapan prosesnya adalah sebagai berikut: 1. Dalam bulk liquid yang mengelilingi gelembung dimana gelembung pecah dengan cepat menghasilkan gaya geser yang dapat menghasilkan efek mekanik, dan 2. Dalam
gelembung
itu
sendiri
di
mana
setiap
berbagai
jenis
pembentukannya akan mengalami kondisi ekstrim dari suhu dan tekanan pada pecahnya gelembung yang menyebabkan efek kimia. (Mason dan Peters, 2002) 2.6.2.2 Sistem Heterogen Sistem Heterogen adalah sistem yang terdiri dari dua bahan atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda. Karakteristik sistem heterogen antara lain: a) Terdapat bidang batas antara komponen penyusunnya b) Komposisi komponen penyusun disetiap bagian campurannya tidak sama. c) Komponen padat akan memisah apabila didiamkan. Terdapat dua jenis sistem heterogen pada sistem sonikasi, yaitu : 2.6.2.2.1 Sistem Heterogen Solid/Liquid Kavitasi akustik dapat menghasilkan efek pada bubuk tersuspensi dalam cairan. Ketidaksempurnaan permukaan atau gas yang terperangkap dapat bertindak sebagai inti untuk pembentukan kavitasi gelembung pada permukaan partikel dan pecah pada permukaan berikutnya kemudian dapat menyebabkan gelombang kejut yang memecah bagian partikel. Pecahnya 18
gelembung kavitasi dalam fasa cair dekat partikel dapat memaksa menjadi gerak cepat. Dalam keadaan ini efek dispersif umum disertai dengan tabrakan interparticle yang dapat menyebabkan erosi, pembersihan permukaan dan pembasahan partikel serta pengurangan ukuran partikel. (Mason dan Peters, 2002)
Gambar 2.9 Kavitasi Akustik Liquid dalam Suspended Solid Tidak seperti kavitasi yang memecahkan gelembung dalam bulk cairan, pecahnya gelembung kavitasi pada atau dekat dengan permukaan padatan pada sistem heterogen solid-liquid adalah tidak simetris karena permukaan memberikan resistensi terhadap aliran cairan dari sisi itu. Hasilnya adalah arus masuk cairan terutama dari sisi gelembung dari permukaan menghasilkan tumbukan cairan yang kuat (Gambar 2.11). Efeknya adalah setara dengan pengaliran tekanan tinggi dan merupakan penyebab ultrasonik digunakan untuk membersihkan. Efek ini juga dapat mengaktifkan katalis padat dan meningkatkan massa dan transfer panas ke permukaan oleh gangguan dari lapisan batas antar muka.
Gambar 2.10 Kavitasi pecahnya gelembung pada atau dekat permukaan padatan 19
2.6.2.2.2 Sistem Heterogen Liquid/Liquid Dalam heterogen liquid/liquid, pecahnya kavitasi di atau dekat antarmuka akan menyebabkan gangguan dan pencampuran, mengakibatkan pembentukan emulsi sangat halus.(Mason dan Peters, 2002)
Gambar 2.11 Kavitasi Akustik Sistem Heterogen Liquid/Liquid Dalam proses sonikasi, reaksi yang terjadi antara lain : H2 O
HO* + H*
(2.1)
H* + O2 HO2 *
(2.2)
HO* + HO* H2 O2
(2.3)
*
*
HO2 + HO2 H2 O2 + O2
(2.4)
Karena energi yang dihasilkan oleh sonikator sangat tinggi, maka kondisi tersebut dapat mengubah air menjadi radikal hidroksil dan atom hidrogen. Radikal hidroksil sangat reaktif membentuk hidrogen peroksida. Dengan adanya oksigen, reaksi dengan atom hidrogen dengan oksigen membentuk radikal hidroperoksil. (Mason dan Peters,2002)
20
2.7. Ekstraksi Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi pati dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: 2.7.1 Enzimatik Metode enzimatik salah satunya dilakukan dengan menambahkan enzim protease netral pada beras untuk mengisolasi pati. Didapatkan yield produk tertinggi sebesar 71,8% dengan protein residu 0,88%. (Wang dan Wang, 2004). Efek dari enzim tersebut akan menyebabkan penyusutan pada granula pati dan kehilangan integritas strukturalnya. Jumlah amilosa meningkat karena enzim ini menghidrolisa
α-1,6-glikosidik
yang
terdapat
dalam
molekul
amilopektin
(Madzlan dkk, 2012). 2.7.2 Alkali Ekstraksi alkali ini pertama kali dilakukan oleh Dimler, dkk (1944) dengan menggunakan 0.5%-1% alkali untuk mendapatkan pati dari tepung gandum dan jagung dengan yield dan kemurnian yang tinggi. Modifikasi ekstraksi alkali dilakukan oleh Mistry (1991) dengan menggunakan alkali dengan konsentrasi lebih rendah dari penelitian sebelumnya (<0.5%).
Larutan alkali pekat
menimbulkan efek pada pati seperti granula swelling, kenaikan viskositas dan gelatinasi (Mistry, 1992). Cardoso, dkk (2007) mempelajari pengaruh konsentrasi NaOH terhadap penghilangan protein dari beras dan degradasi granula pati selama ekstraksi alkali. Dari penelitian ini, didapatkan konsentrasi NaOH optimum antara 0.15% dan 0.18% (berat/volume), sedangkan dengan konsentrasi NaOH lebih dari 0.24% menyebabkan
granula
swelling karena alkali yang menyebabkan morfologi
granula mengalami kerusakan secara signifikan dan mengalami pengurangan kristalinitas.
21
Metode
alkali
merupakan
metode
yang
sering
digunakan
karena
menggunakan sistem peralatan yang sederhana dan menghasilkan pati dengan kemurnian tinggi (Usman, 2014). Di samping itu, metode alkali juga ekonomis dari segi biaya dan menghasilkan yield yang tinggi (Puchongkavarin, 2005). Namun metode ini memiliki kekurangan yaitu menghasilkan limbah alkali dengan jumlah besar dengan diiringi besarnya biaya pengolahan limbah. (PalaciosFonseca, 2013).
2.7.3 Kombinasi Alkali dan Metode Enzimatik Metode ini dilakukan dengan menggunakan NaOH 0,25% ke dalam bahan yang mengandung pati dan dilanjutkan dengan proses enzymatic menggunakan enzim protease dari Aspergillus oryzae. Metode ini meningkatkan yield pati, kemurnian pati dan mengurangi waktu ekstraksi serta mengurangi kerusakan pati dibandingkan dengan metode alkali saja atau enzimatik saja. (Correia, 2012)
2.7.4 Kombinasi Metode Enzimatik dan Sonikasi Metode ini dilakukan dengan menggunakan netral protease sebagai pretreatment ke dalam bahan yang mengandung pati dan dilanjutkan dengan metode sonikasi menggunakan sonicator probe. Kombinasi metode ini menghasilkan yield yang tinggi dengan sifat fisiokimia yang mirip dengan metode konvensional dlam waktu yang singkat tanpa menghasilkan limbah garam yang tinggi. (Wang dan Wang, 2004)
2.7.5 Kombinasi Sonikasi dan Metode Alkali Park dan Han (2015) mengisolasi pati dari beras merah dengan sonikasi yang didahului dengan perendaman selama beberapa jam untuk mempercantik tekstur beras merah. Setelah menghaluskan beras dan merendamnya dalam NaOH encer dalam bentuk slurry, larutan kemudian dinetralkan dengan HCl encer dan dicuci beberapa kali lalu diendapakan dan dikeringkan untuk mendapatkan patinya. Granula pati sebelum dan sesudah sonikasi masih memiliki properti yang sama. (Sriroth, 2000). Sonikasi tidak mengubah struktur pati, hanya bertujuan 22
untuk merenggangkan matriks fiber yang menjerat granula pati di dalamnya. Fenomena
yang
terjadi
selama
proses
sonikasi
akan
memberikan
efek
pencampuran dan mekanik dalam skala mikro sehingga matriks menjadi swelling. Keadaan ini akan menyebabkan pati terusir dari matriks sehingga akan masuk ke bagian luar matrik dan kemudian akan masuk ke bagian air dalam campuran. Proses perendaman dengan NaOH dan pengadukan pada bahan yang telah disonikasi akan mempermudah pati untuk terpisah dari selulosa.
2.8 Mekanisme Reaksi Ekstraksi Alkali dengan Pati Ekstraksi pati dilakukan dengan merendam pati dalam solven alkali disertai dengan pengadukan. Larutan NaOH pada umumnya digunakan untuk melarutkan protein sehingga didapatkan pati dengan kadar yang tinggi.
Larutan
ini berperan penting untuk mematahkan ikatan hidrogen intermolekular dan intramolekular diantara air dan molekul pati sehingga menaikkan solubilitas air pada pati. NaOH bereaksi dengan gugus hidroksil (OH) pada molekul pati dan ditukar menjadi sodium starch alkoxide (Starch-O-Na). Bentuk ini akan kembali menjadi
Starch-OH
setelah
penetralan
dengan
menggunakan larutan
HCl
(Chin,2014) 2.9. Analisa Karbohidrat dengan Metode Anthrone Karbohidrat merupakan senyawa organik yang tersusun atas monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa,dll), disakarida (sukrosa, laktosa, dll), oligosakarida maupun polisakarida (pati, selulosa,dll). Pati dan selulosa merupakan polisakarida yang dapat dianalisa secara kuantitatif dengan anthrone, yang akan bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas (Sadasivam, 1996).
23
Gambar 2.12. Reaksi dalam Metode Anthrone Reaksi ini berdasarkan fakta bahwa asam sulfat pekat mengkatalisis dehidrasi gula untuk membentuk furfural. Furfural atau hydroxymetyl furfural kemudian terkondensasi dengan anthrone membentuk warna biru kehijauan.
Polisakarida
dan
glikoprotein
juga
memberikan
reaksi.
Polisakarida atau disakarida terhidrolisis oleh asam perklorat menjadi monosakarida yang kemudian mengalami dehidrasi membentuk furfural atau turunannya.
2.10. Analisa Kandungan Gula Pereduksi dengan Reagen DNS Beberapa monomer yang mengandung gugus aldehid dapat bertindak sebagai agen pereduksi. Gugus aldehid inilah yang digunakan sebagai dasar analisis. Ketika reagen DNS bereaksi dengan gula pereduksi, maka larutan akan berubah menjadi warna orange (Miller, 1959).
Gambar 2.13 Reaksi DNS dalam analisa gula pereduksi
24
2.11 Analisa Kandungan Serat Kasar dengan Metode Chesson-Datta Serat
kasar
terdiri
dari selulosa,
hemiselulosa
dan
lignin.
Untuk
mengetahui kandungan ketiga komponen ini dapat dilakukan dengan analisa gravimetri menggunakan
metode
Chesson-Datta.
Metode
ini pertama kali
dikemukakan oleh Chesson (1978) yang kemudian dimodifikasi oleh Datta (1981). Analisa gravimetri ini menggunakan prinsip hidrolisis dan pelarutan dimana dilakukan penghilangan kandungan impurities (pectin dan oligosakarida) dengan
metode hot
water soluble (HWS),
dilanjutkan dengan hidrolisis
hemiselulosa menggunakan asam kuat tanpa pemanasan. Selulosa dihidrolisis dengan menggunakan asam encer pada suhu tinggi dan bagian akhir yang tidak larut merupakan lignin.
25
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan membuat suspensi onggok dalam aquadest (1/15 (w/v)), kemudian melakukan proses sonikasi, dilanjutkan dengan proses alkali sehingga didapatkan pati onggok. Padatan dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM), X-Ray Diffraction (XRD), spektrofotometer UV-Vis dengan reagen Anthrone (pati dan selulosa) dan metode Chesson, untuk liquid dianalisis dengan
sedangkan
Spektrofotometri UV-Vis dengan reagen DNS
(gula pereduksi).
3. 1 Bahan Penelitian a) Onggok kering b) Aquadest c) NaOH 0,1% dan 0,2% d) HCl 0,1 N e) Etanol 95% • Analisa kadar pati dengan Metode Anthrone Pati o D-Glukosa 99,9% (Merck) o Reagen Anthrone (Merck) o H2 SO4 95% (Merck) o Perchloric Acid 52% (Merck) o Etanol 80% (Merck) • Analisa kadar selulosa dengan Metode Anthrone Selulosa o Selulosa 99.9 % (Merck) o Asam asetat 80% (Merck) o Asam nitrat pekat (Merck) o Reagen Anthrone (Merck)
o Asam sulfat 95% (Merck)
• Analisis gula pereduksi dengan metode DNS o D-Glukosa 99,9% (Merck) o Reagen 3,5-Dinitrosalicylic acid (DNS) (Sigma Aldrich) o NaOH (Merck) o Potassium sodium tartrate (Merck)
3.2 Peralatan Penelitian 3.2.1 Proses Sonikasi
Gambar 3.1 Peralatan Proses Sonikasi Keterangan: 1. Reaktor ultrasonik
9. Pompa
2. Probe ultrasonik
10. Pompa
3. Pengaduk
11. Kondensor Reflux
4. Thermocouple di reactor
12. Motor Pengaduk
5. Baffle
13. Generator ultrasonik
28
6. Waterbath
14. Temperature Controller
7. Thermocouple di waterbath
15. Temperature Controller
8. Heater
16. Sumber Listrik
Spesifikasi : Alat ultrasonik: high-intensity ultrasonic processor VCX 500 Sonics and Materials Inc, USA (500 W, 20 kHz, 50 % Amplitude) dilengkapi dengan Titanium Alloy probe transducer. Konverter dibuat dari piezoelectric lead zirconate titanate crystals.
3.2.2 Proses Alkali
Gambar 3.2 Peralatan Proses Alkali
29
Keterangan: 1. Reaktor Alkali
7. Heater
2. Pengaduk
8. Pompa
3. Thermocouple
9. Temperature Controller
4. Baffle
10. Motor penganduk
5. Waterbath
11. Sumber listrik
6. Thermocouple 3.3 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah: 3.3.1
Variabel Tetap a. Proses Sonikasi •
Konsentrasi onggok = 1/15 (w/v) onggok dalam aquadest
b. Proses Alkali
3.3.2
•
Konsentrasi HCl = 0,1 N
•
Konsentrasi Etanol = 95% (w/w)
•
Suhu ekstraksi = 30 o C
•
Konsentrasi NaOH = 0,2 % (w/w)
Variabel Berubah a. Proses Sonikasi •
Waktu sonikasi = 5,10,15,20,25,30 menit
b. Proses Alkali •
Waktu ekstraksi dengan NaOH = 30,45,60,75,90,120 menit
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Persiapan Bahan Baku 1. Mengeringkan onggok basah dengan menggunakan tray dryer pada suhu 60 o C selama 12 jam. 2. Menggiling onggok yang telah dikeringkan dengan menggunakan mesin penggiling dan mengayak onggok hingga ukurannya seragam (40 mesh). 30
3.4.2 Proses Sonikasi a. Membuat suspensi onggok dalam aquadest dengan perbandingan 1/15 (w/v)) sambil diaduk hingga homogen b. Memasukkan probe sonikasi ke dalam beaker glass yang berisi suspensi onggok c. Melakukan
proses
sonikasi sesuai dengan
variabel yang
telah
ditentukan. d. Memisahkan antara supernatan dan residu 3.4.3
Proses Alkali Ekstraksi alkali bertujuan untuk mendapatkan kemurnian yang tinggi
dari produk pati onggok dengan jalan melarutkan protein dalam larutan NaOH dan menghilangkan impurities lain dengan pencucian .
Prosedur penelitian
untuk proses alkali sebagai berikut. a. Mencampur 175 gram sampel onggok yang telah disonikasi dengan 518 mL larutan NaOH (konsentrasi NaOH sesuai variabel yang ditentukan) b. Mengaduk slurry selama variabel waktu yang ditentukan c. Memisahkan antara supernatan dan residu serta mengulangi langkah a-c hingga 3 kali. d. Melakukan resuspensi endapan pati dan menetralkan larutan dengan menggunakan larutan HCl 0,1 N. e.
Memisahkan antara supernatan dan residu.
f.
Mencuci residu dengan air
g. Memisahkan antara supernatant dan residu h. Mencuci residu dengan etanol 95% i.
Memisahkan antara supernatan dan residu.
j.
Mengeringkan residu menggunakan oven pada 40o C selama 12 jam.
k. Produk padatan pati dianalisis menggunakan SEM, XRD, dan UV-Vis (pati dan selulosa)
sedangkan produk liquid dianalisis menggunakan
UV-Vis (gula pereduksi).
31
3.4.4 Blok Diagram Persiapan Bahan Baku
Start
Onggok basah Mengeringkan onggok basah dengan menggunakan tray dryer pada suhu 60 oC selama 12 jam Menggiling onggok yang telah dikeringkan menggunakan mesin penggiling dan mengayak onggok hingga ukurannya seragam (40 mesh)
Onggok kering
End
Gambar 3.3 Skema Persiapan Bahan Baku
32
3.4.5 Blok Diagram Proses Sonikasi
Start • Onggok kering 40 gram • Aquadest 600 mL Membuat suspensi onggok dalam aquadest dengan perbandingan 1/15 (w/v)) sambil diaduk hingga homogen Melakukan proses sonikasi sesuai dengan variabel yang telah ditentukan Memisahkan antara supernatan dan residu
Sampel yang telah disonikasi End
Gambar 3.4 Skema Proses Sonikasi
33
3.4.6
Blok Diagram Proses Alkali
Start • Onggok yang telah disonikasi (175 gram) • NaOH (518 mL) Mencampur sampel onggok yang telah disonikasi dengan larutan NaOH Mengaduk slurry sesuai dengan variabel waktu yang ditentukan Sentrifugasi selama 20 menit, memisahkan supernatan dan padatan Mengulangi proses di atas hingga 3 kali Melakukan resuspensi endapan pati dengan menambahkan 100 ml aquadest Menetralkan larutan dengan menggunakan larutan HCl 0,1 N dan melakukan pengadukan selama 15 menit Sentrifugasi 20 menit, memisahkan supernatan dan padatan Mencuci residu dengan aquadest 200 mL dan dilakukan pengadukan selama 15 menit Sentrifugasi 20 menit, memisahkan supernatan dan padatan Mencuci residu dengan ethanol 95% sebanyak 200 mL dan dilakukan pengadukan selama 15 menit Sentrifugasi 20 menit, memisahkan supernatan dan padatan Mengeringkan residu menggunakan oven pada 40oC selama 12 jam Pati dari onggok End
Gambar 3.5 Skema Proses Alkali
34
3.5 Analisis Produk Padatan dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan X-Ray Diffraction (XRD), dan Spektrofotometri UV-Vis dengan reagen Anthrone (pati dan selulosa) dan metode Chesson sedangkan liquid dianalisis dengan Spektrofotometri UV-Vis dengan reagen DNS (gula pereduksi). 1. Analisis Padatan Produk padat yang dihasilkan oleh setelah proses sonikasi dilanjutkan metode alkali
dilakukan analisis SEM, XRD, dan UV-Vis dan metode
Chesson. • SEM dilakukan untuk mengetahui struktur dan morfologi dari onggok setelah proses sonikasi dan alkali • XRD untuk mengetahui struktur kristal dari onggok setelah sonikasi dan alkali • UV-Vis dengan reagen Anthrone digunakan untuk mengestimasi konsentrasi pati dan selulosa setelah proses sonikasi dan alkali. • Metode
Chesson
untuk
mengetahui
kandungan
selulosa,
hemiselulosa dan lignin pada produk terbaik
2. Analisa Liquid Liquid hasil pemisahan dianalisa menggunakan metode UV-Vis dengan reagen DNS • Metode UV-Vis dengan reagen 3,5-Dinitrosalicylic acid (DNS) digunakan untuk mengestimasi konsentrasi gula pereduksi setelah proses sonikasi dan alkali.
35
3.6 Analisa Raw Material •
XRD untuk mengetahui struktur kristal dari bahan onggok
•
Metode
Chesson
untuk
mengetahui
kandungan
selulosa,
hemiselulosa dan lignin dalam bahan onggok •
SEM dilakukan untuk mengetahui struktur dan morfologi dari bahan onggok sehingga dapat dibandingkan dengan produk pati
36
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok merupakan limbah padat hasil produksi tepung tapioka yang masih mengandung pati cukup tinggi namun tidak terekstrak pada proses produksi tapioka. Pemanfaatan onggok dapat dilakukan dengan mengekstrak pati dengan menggunakan metode alkali yang didahului dengan proses sonikasi. 4.1 Proses Sonikasi Proses sonikasi digunakan sebagai perlakuan awal pada proses ekstraksi pati dari onggok.
Tujuan perlakuan awal sonikasi adalah agar matriks fiber yang
menjebak granula pati terkoyak oleh jutaan mikro bubble jet yang dihasilkan pada proses sonikasi. Granula pati dapat keluar dari jebakan fiber matriks, sehingga diharapkan setelah proses ekstraksi, didapatkan pati dengan kadar yang tinggi. Perlakuan awal sonikasi dilakukan pada suhu 30 o C dengan waktu sonikasi 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit.
(a)
(b)
Gambar 4.1. Pengamatan Visual (a). Suspensi Onggok tanpa Sonikasi (b). Suspensi Onggok dengan Sonikasi Pengamatan secara visual memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan fisik antara onggok tanpa perlakuan awal sonikasi dengan onggok dengan sonikasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 (a), dimana pada onggok tanpa sonikasi (dengan pengadukan awal selama 10 menit), terbentuk dua layer setelah dibiarkan
beberapa saat. Hal ini dimungkinkan karpena sifat natural pati dan selulosa yang tidak larut dalam air. Visual yang berbeda terlihat pada onggok dengan perlakuan awal sonikasi, dimana onggok menjadi swelling dan sulit mengendap. Pecahnya gelembung kavitasi secara tiba-tiba pada proses sonikasi, menyebabkan gradien tekanan tinggi dan kecepatan lokal yang tinggi di sekitar liquid layer. Keadaan ini menghasilkan gaya gesek yang mampu mematahkan ikatan polimer dengan merusak ikatan kovalen. Struktur molekul kristalin patah dan molekul air berikatan dengan gugus hidroksil bebas dari amilosa dan amilopektin oleh ikatan hidrogen.
(Jambrak,
2010). Hal inilah yang menyebabkan onggok setelah
perlakuan awal sonikasi menjadi swelling. Sonikasi menyebabkan pati terdispersi ke dalam pelarutnya, namun apabila dilakukan pada suhu yang lebih tinggi atau waktu yang lebih lama, akan menyebabkan degradasi.
4.2 Pengaruh Sonikasi terhadap Kadar Pati Untuk mengetahui pengaruh waktu sonikasi terhadap kadar pati dari onggok setelah pretreatment sonikasi, dilakukan analisa pati dengan metode Anthrone. Suspensi onggok yang telah disonikasi, disentrifugasi dan dikeringkan dengan oven, kemudian dianalisa kadar patinya.
Kadar pati (%)
60 50 40 30 20
raw material onggok
10
sonikasi
0
0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu sonikasi (menit) Gambar 4.2 Kadar pati setelah proses sonikasi dibanding raw material onggok Dari grafik pada Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa perbedaan kadar pati suspensi onggok yang telah disonikasi (tanpa ekstraksi alkali) tidak signifikan 38
dibandingkan dengan kadar pati raw material onggok. Kemudian dilakukan analisa secara statistik menggunakan uji t (t-test) dengan SPSS agar dapat diketahui signifikasi pengaruh kadar pati setelah proses sonikasi di bandingkan dengan raw material onggok. Uji t biasanya digunakan untuk membandingkan rata-rata suatu variabel terukur dalam suatu penelitian dengan suatu nilai konstan. Dapat dikatakan uji t digunakan untuk membandingan suatu subjek dengan dua kondisi yang berbeda. (De Coster, 2006). Biasanya uji t digunakan pada kasus dimana subjek penelitian dibagi dalam dua grup (grup A dan grup B). Peneliti juga dapat memperoleh dua tipe hasil dari masing-masing grup (pretreatment dan setelah treatment) : pre A dan post A, pre B dan post B. (Kim, 2015). Dalam hal ini, akan dibandingkan kadar pati pada raw material dengan setelah pretreatment sonikasi dengan menggunakan uji t. Hasil uji t menunjukkan bahwa probability of significancy sebesar 0.001 yang lebih kecil dari nilai batas kritis signifikansi sebesar 0.05, yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara kadar pati setelah pretreatment sonikasi dibandingkan dengan raw material onggok (hasil uji t dapat dilihat pada appendiks). Dengan demikian kadar pati setelah sonikasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pati pada raw material onggok. Untuk mengetahui efek sonikasi pada morfologi granula pati, dilakukan analisa SEM seperti terlihat pada Gambar 4.3 berikut.
(a) (b) Gambar 4.3 Morfologi (a) raw material onggok (b) onggok dengan sonikasi 20 menit Gambar 4.3 (a) menunjukkan granula pati berbentuk sphere dan terbungkus dalam matriks fiber. Beberapa granula terlihat berada di bagian luar matriks. Efek 39
sonikasi menyebabkan perubahan morfologi pada granula pati maupun fiber yang menyelimutinya (Gambar 4.3 (b)). Matriks menjadi swelling dan terkoyak yang menyebabkan
granula
pati terlepas
keluar.
Beberapa
granula
pati tidak
menunjukkan bentuk yang utuh. Hal ini disebabkan gangguan fisik pada proses sonikasi seperti yang dilaporkan oleh Sriroth (2000). Fenomena yang mungkin terjadi pada sampel onggok tersonikasi dapat diilustrasikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Ilustrasi efek sonikasi terhadap onggok Kadar pati pada onggok yang merupakan limbah padat hasil produksi tapioka masih cukup tinggi. Tingginya kadar pati ini disebabkan karena granula pati terjebak dalam matriks fiber. Ketika dilakukan pretreatment sonikasi pada onggok dalam media air, ledakan kavitasi dari gelombang ultrasonik menghasilkan jutaan micro bubble
jet yang menyerang matriks fiber maupun granula pati. Akibatnya
matriks menjadi terkoyak, sehingga granula pati yang terjebak dapat keluar dari matriks.
Dengan
semakin
lamanya
waktu
sonikasi,
intensitas
gelombang
ultrasonik semakin banyak disertai semakin banyaknya micro bubble jet yang dihasilkan. Hal ini berarti semakin banyak matriks fiber yang terkoyak sehingga semakin banyak pula granula pati yang terlepas dari matriks. Sehingga kadar pati setelah ekstraksi alkali meningkat. Ketika dilakukan pretreatment sonikasi, terjadi perubahan struktur kristalin pada onggok. Efek kavitasi mempengaruhi kristalinitas pati maupun fiber matriks karena terputusnya ikatan glikosidik pada pati dan selulosa. Untuk membuktikan hal tersebut, dilakukan analisa XRD (X-Ray Diffraction). 40
(a)
(b)
Gambar 4.5 Grafik XRD dari (a). raw material onggok Xc = 12,47% (b) onggok setelah sonikasi Xc=10,96% Dari hasil analisa XRD seperti yang terlihat pada Gambar 4.5, dapat dihitung kristalinitas dari raw material onggok dan onggok setelah sonikasi 20 menit.
Dengan menggunakan software ImageJ ddan dilakukan perhitungan
didapatkan nilai kristalinitas raw material onggok sebesar 12,47%. Setelah perlakuan awal sonikasi, kristalinitas turun sebesar 12,1%. Penurunan kristalinitas ini
mungkin
Penggunaan
disebabkan
degradasi
sonikasi dapat
pada
mematahkan
daerah
kristalin
ikatan kovalen
oleh
pada
sonikasi. pati yang
menyebabkan terjadinya degradasi (Park dan Han, 2016). Selulosa maupun pati telah mengalami gangguan fisik oleh serangan micro bubbles jet sehingga menurunkan kristalinitas onggok tersonikasi. Hal ini didukung oleh hasil analisa SEM dimana setelah sonikasi fiber berkurang dan sebagian bentuk pati tidak lagi utuh (Gambar 4. 3 (b)).
41
4.3 Proses Ekstraksi dengan Metode Alkali Setelah suspensi onggok disonikasi, dilanjutkan dengan proses ekstraksi menggunakan larutan NaOH dengan waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, 90, dan 120 menit. Pati merupakan komponen terbesar penyusun onggok (45,4%), diikuti fiber yang terdiri dari selulosa (10,5%), hemiselulosa (30,9%) dan lignin (2,1%), sementara komponen lain (protein, lemak, abu) sebesar 11,1% (berat kering). Dalam penelitian ini, ekstraksi pati dengan metode alkali dimaksudkan untuk memisahkan impurities protein dari onggok dengan menggunakan pelarut yang sesuai (NaOH) dimana rangkaian proses ekstraksi dengan metode alkali juga menghilangkan kandungan impurities lain (lemak, abu, NaCl) dengan melarutkan dalam aquadest dan etanol. Pada metode alkali ini, protein akan terlarut dalam NaOH dan akan terbuang pada proses pemisahan dengan sentrifugasi. Pati sendiri akan terikat oleh ion Na+ dari larutan NaOH sehingga membentuk starch-O-Na. Bentuk ini akan kembali menjadi pati setelah melalui proses penetralan dengan larutan HCl. Sedangkan impurities lain (NaCl, lemak dan abu) akan terbuang saat pencucian baik dengan aquadest maupun dengan etanol. Selulosa, hemiselulosa dan lignin merupakan komponen yang tetap ada (meskipun jumlahnya telah berkurang karena efek sonikasi maupun ekstraksi alkali). Sehingga produk dari metode alkali yaitu pati onggok yang masih mengandung fiber. Proses ekstraksi diulang sebanyak 3 kali dengan menggunakan larutan NaOH
baru.
Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan pengikatan atom Na
dengan atom O pada struktur pati. Di samping itu, pengulangan ekstraksi bertujuan untuk menghilangkan kandungan protein pada sampel. (Lim,dkk, 1999).
42
Untuk menggambarkan fenomena yang terjadi selama proses ektraksi dengan metode alkali, dapat dilihat pada Gambar 4.6
Na
+
Na
+
Na
Na
protein
+
+
Na
Na
+
+
NaCl Na
+
+
Na + Na Na
Na
Na
+
Na
+
+
Na
+
Na
+
Na
+
+
Penetralan dengan HCl
Ekstraksi dengan NaOH
NaCl, lemak, abu
Pencucian dengan aquadest dan etanol
Pati onggok O k
Gambar 4.6. Ilustrasi fenomena ekstraksi alkali Saat
ekstraksi
alkali,
NaOH
akan
mematahkan
ikatan
hidrogen
intermolekuler dan intramolekuler antara air dan molekul pati. NaOH bereaksi dengan gugus hidroksil (OH) pada molekul pati dan ditukar menjadi sodium starch alkoxide (Starch-O-Na).
Gambar 4.7. Reaksi Pati dengan NaOH 43
Untuk mengembalikan struktur kimia pati, maka dilakukan penetralan dengan menambahkan larutan HCl 0,1 N. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Gambar 4.8. Reaksi Pati-O-Na dengan HCl 4.4 Pengaruh Waktu Sonikasi terhadap Kadar Pati Setelah Ekstraksi Alkali Untuk
membandingkan pengaruh waktu sonikasi terhadap kadar pati
onggok setelah disonikasi dengan onggok setelah sonikasi dilanjutkan ekstraksi alkali dapat dilihat pada Gambar 4.9. Kadar pati onggok yang telah disonikasi (tanpa ekstraksi alkali) lebih rendah dibandingkan dengan onggok setelah proses alkali. Hal ini dimungkinkan karena suspensi onggok yang telah disonikasi belum mengalami rangkaian proses ekstraksi alkali, dimana belum terjadi ekstraksi dengan NaOH dan masih mengandung pengotor-pengotor lain (fiber, protein, lemak,
abu).
Pada
proses
ekstraksi alkali,
pengulangan
ekstraksi dapat
mengurangi kandungan protein pada sampel. Di samping itu, pengadukan yang dilakukan saat proses ekstraksi dengan NaOH, mempercepat perpindahan massa pada
interface protein dan NaOH. Bulk konsentrasi menjadi semakin kecil
sehingga menaikkan
kelarutan protein dalam NaOH. Semakin banyak protein
yang terlarut, maka semakin meningkatkan kadar pati yang diperoleh. Pencucian dengan air dapat penghilangkan abu yang terlarut dalam air. Sedangkan pencucian dengan etanol dapat menghilangkan lemak pada sampel. Hilangnya protein, lemak, dan abu pada sampel setelah proses alkali menyebabkan kadar pati pada sampel setelah sonikasi lebih rendah daripada setelah alkali.
44
80
Kadar pati (%)
70 60 50 40 30 20
son+alkali 60 menit
10
sonikasi
son+alkali 120 menit
0 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu sonikasi (menit) Gambar 4.9 Pengaruh Waktu Sonikasi terhadap Kadar Pati Setelah Ekstraksi Alkali Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa pada alkali 60 menit dan 120 menit, kadar pati cenderung meningkat dengan meningkatnya waktu sonikasi kemudian turun.
Peningkatan
kadar
pati dengan
semakin lamanya
waktu
sonikasi
disebabkan karena matriks fiber terkoyak dikarenakan efek kavitasi. Dengan demikian, semakin banyak granula pati yang dapat keluar dari matriks sehingga ketika diekstraksi dengan NaOH, semakin banyak ion Na+ yang dapat mengikat pati. Hal ini didukung dengan hasil analisa SEM pada Gambar 4.3 (b) yang menunjukkan morfologi onggok tersonikasi dimana matriks fiber telah swell dan terkoyak. Kadar pati tertinggi dicapai pada waktu sonikasi 25 menit dengan waktu alkali 120 menit yaitu sebesar 68,58%. Penurunan kadar pati baik pada alkali 60 menit maupun 120 menit, disebabkan karena terbentuknya gula pereduksi akibat efek kavitasi pada proses sonikasi. Energi shock waves yang besar pada saat bubbles collapse menyebabkan interaksi antar molekul dalam larutan. Terjadinya serangan mikro bubbles jet akibat bubbles collapse menyebabkan pergerakan molekul pelarut di sekitar bubble. (Mohod dan Gogate,2011). Shear force akibat energi shock waves menyebabkan terputusnya ikatan polimer dan dapat mengurangi berat molekul polimer (Weiss, dkk, 2011). Akibatnya ikatan glikosidik pada pati dan selulosa yang merupakan penyusun utama onggok, menjadi terputus sehingga terbentuklah 45
gula pereduksi (glukosa maupun oligomer). Hasil analisa spektrofotometer UVVis dengan metode DNS membuktikan terbentuknya gula pereduksi selama proses sonikasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.10.
Konsentrasi gula pereduksi (mg/ml)
0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu sonikasi (menit)
Gambar 4.10 Pengaruh Waktu Sonikasi terhadap Konsentrasi Gula Pereduksi Dari hasil analisa DNS di atas, dapat dilihat bahwa terbentuk gula pereduksi yang konsentrasinya semakin meningkat dengan meningkatnya waktu sonikasi. Peningkatan konsentrasi gula pereduksi yang signifikan terjadi setelah menit ke 15, yang mendukung hasil analisa Anthrone pada suspensi onggok setelah sonikasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.2. 4.5 Pengaruh Waktu Sonikasi terhadap Kadar Selulosa Kadar Pati dan Selulosa (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu Sonikasi (menit) selulosa
pati
raw material selulosa
raw material pati
Gambar 4.11 Pengaruh waktu sonikasi terhadap kadar pati dan selulosa
46
Gambar 4.11 di atas, merupakan hasil analisa Anthrone baik untuk mengetahui kadar pati maupun kadar selulosa dari onggok dengan waktu alkali 120 menit. Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa kadar pati setelah alkali 120 menit dengan perlakuan awal sonikasi lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pati pada raw material. Dengan semakin lamanya waktu sonikasi, kadar pati naik yang disebabkan karena semakin banyak granula pati yang dapat keluar dari fiber matriks. Kadar pati tertinggi didapatkan sebesar 68.6% pada onggok dengan sonikasi 25 menit dan alkali 120 menit. Penurunan yang terjadi disebabkan karena semakin lama sonikasi diberikan pada suspensi onggok dan air, maka akan semakin banyak ikatan glikosidik pada fiber (selulosa dan hemiselulosa) yang terputus. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisa Anthrone selulosa yang kadar selulosanya semakin menurun dengan semakin lama waktu sonikasi. Nilai kadar selulosa ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar selulosa pada raw material onggok (10.5%). Hal ini mengindikasikan efek kavitasi dari pretreatment sonikasi menyebabkan fiber terkoyak yang menyebabkan turunnya kadar selulosa pada sampel produk. Terkoyaknya fiber ini dimungkinkan membentuk gula pereduksi yang kemudian akan terlarut dalam air dan terbuang bersama supernatan setelah pemisahan dengan sentrifugasi, atau dapat pula tetap menjadi fiber berupa selulosa maupun hemiselulosa yang tetap ada dalam produk (seperti hasil analisa Chesson pada Tabel 4.1). 4.6 Pengaruh Waktu Sonikasi terhadap Yield Produk Yield produk menunjukkan persen massa total produk yang diperoleh setelah ekstraksi alkali dibandingkan dengan massa onggok awal. Waktu sonikasi mempengaruhi besarnya yield produk yang terbentuk. Untuk melihat pengaruh waktu sonikasi terhadap yield produk, dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut.
47
Yield (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
alkali 60 menit alkali 120 menit 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu sonikasi (menit)
Gambar 4.12. Pengaruh waktu sonikasi terhadap yield produk Berdasarkan grafik pada Gambar 4.12 di atas, dapat dilihat bahwa yield pati menurun dengan semakin lamanya waktu sonikasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan semakin lamanya waktu sonikasi, semakin banyak fiber matriks (selulosa dan hemiselulosa) yang terkoyak sehingga membentuk gula pereduksi (seperti hasil analisa DNS pada Gambar 4.10), yang kemudian larut bersama dengan air. Terputusnya
ikatan
glikosidik
pada
rantai
polimer
yang
menyebabkan
terbentuknya gula pereduksi, mengakibatkan berkurangnya yield produk. Yield pati tertinggi sebesar 78% dicapai pada onggok dengan sonikasi 5 menit dan ekstraksi alkali 120 menit. 4.7 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Pati dan Yield Produk Untuk melihat pengaruh waktu ekstraksi terhadap kadar pati maupun yield produk dapat dilihat pada Gambar 4.13. Waktu ekstraksi merupakan waktu kontak antara sampel dengan larutan NaOH disertai dengan pengadukan untuk satu tahap ekstraksi dengan NaOH.
48
Kadar Pati dan Yield Produk (%)
80 70 60 50 40 30 20
kadar pati
10
yield
0 0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
Waktu Ekstraksi (menit) Gambar 4. 13 Pengaruh Waktu Ekstraksi pada Kadar Pati dan Yield Produk Dari hasil analisa UV-Vis dengan metode Anthrone pati untuk waktu sonikasi 20 menit, dimana waktu ekstraksi divariasikan pada 30, 45, 60, 75, 90 dan 120 menit, dapat dilihat bahwa kadar pati naik dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa, dengan semakin lamanya waktu ekstraksi berarti semakin lama waktu kontak larutan NaOH dengan onggok yang menyebabkan semakin banyak ion Na+ yang mengikat granula pati sehingga kadar patinya semakin meningkat. Di sisi lain, dengan semakin lamanya waktu ektraksi, berarti semakin banyak pula kandungan protein yang terlarut dalam larutan alkali. Berkurangnya kandungan protein berarti meningkatkan kadar pati dalam onggok. Sejalan dengan kadar pati, yield produk juga relatif naik dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hal ini dimungkinkan karena semakin lama waktu kontak larutan NaOH dengan sampel onggok, semakin banyak granula pati yang terikat dengan ion Na+ dari larutan NaOH. Pengulangan ekstraksi sebanyak tiga kali memungkinkan granula pati swell atau terjadi gelatinasi pada range temperatur rendah (Lim,1999). Pati dengan ekstraksi menggunakan NaOH dengan konsentrasi lebih dari 0.24% (w/v), menyebabkan kerusakan parsial pada daerah kristalin dan mengurangi kristalinitas granula pati (Cardoso, 2007). Menurut Thys (2008), larutan alkali dapat mempengaruhi permukaan granula pati, bergantung pada kontak antara NaOH dan granula pati, dimana disosiasi ikatan hidrogen dari amilopektin dapat terjadiyang dapat mengubah struktur dari granula. Larutan 49
alkali dapat pula menyebabkan leaching amilosa dari granula disebabkan gelatinasi parsial yang disebabkan swelling dari daerah amorf (amilosa). Pada penelitian
ini menggunakan
larutan
NaOH
0,2%
(w/v) namun dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali yang memungkinkan pati menjadi swelling atau gelatinasi partial, sehingga yield yang diperoleh meningkat dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Seperti halnya dimungkinkan
karena
pada
kadar
semakin
pati,
lama
turunnya
waktu
yield
kontak
setelah menit 75
protein dengan alkali
menyebabkan semakin berkurangnya kandungan protein akibat terlarut dalam larutan NaOH. Akibatnya yield pati total menjadi turun dengan terbuangnya protein yang terlarut bersama supernatan. Dari Gambar 4.13 di atas, antara kadar pati dan yield produk memiliki kecenderungan yang hampir sama, yakni semakin naik dengan semakin lamanya waktu ekstraksi, namun turun setelah 75 menit ekstraksi. Nilai yield produk lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar pati, hal ini dikarenakan yield produk merupakan pati onggok yang masih ada kandungan fiber (selulosa, hemiselulosa dan lignin) di dalamnya. Pengaruh waktu alkali terhadap morfologi granula pati dapat dilihat dari hasil analisa SEM seperti di bawah ini.
(a)
(c)
(b)
Gambar 4.14. Morfologi onggok dengan ekstraksi (a). 30 menit (b). 60 menit (c). 120 menit Secara morfologi, dapat dilihat bahwa masih banyak terdapat fiber pada onggok dengan waktu ekstraksi 30 menit. Hal ini dimungkinkan karena selulosa 50
tidak larut dalam basa dengan konsentrasi rendah pada temperatur ruang. Selulosa dapat terlarut dalam larutan NaOH 16,5% pada temperatur 20 o C (Chen, 2014). Di samping itu, pada proses sonikasi tidak semua matriks swelling atau rusak sehingga masih menyisakan fiber pada onggok. Fiber ini tidak mengalami proses pemisahan atau penghilangan selulosa sehingga tetap ada setelah proses ekstraksi alkali (terbukti dari hasil analisa Chesson pada Tabel 4.1). Namun fiber lebih sedikit terlihat pada morfologi onggok dengan ekstraksi 120 menit dibandingkan dengan ekstraksi 60 menit. Hal ini memperlihatkan bahwa lamanya ekstraksi juga mempengaruhi kandungan fiber (selulosa, hemiselulosa dan lignin) dalam onggok yang terbukti dari hasil analisa Chesson pada Tabel 4.1 dimana kandungan fiber pada produk turun setelah ekstraksi alkali yang didahului sonikasi. Untuk membuktikan hal ini dapat dilihat pula dari hasil analisa XRD pada Gambar 4.15, dimana dapat dibandingkan nilai kristalinitas onggok dengan ekstraksi alkali 60 menit (Xc= 11,45) lebih tinggi dari onggok dengan ekstraksi alkali 120 menit (Xc=11,34). Hal ini dikarenakan onggok telah mengalami proses ekstraksi pati oleh alkali dan pencucian dengan etanol yang memungkinkan telah hilangnya fiber yang terkoyak akibat sonikasi maupun hilangnya gula pereduksi. Ekstraksi dengan alkali dapat menyebabkan
granula pati swelling dalam alkali
yang mengakibatkan kerusakan parsial pada daerah kristalin sehingga mengurangi kristalinitas pati (Cardoso, 2007).
(b)
(a)
Gambar 4.15 Grafik XRD dari onggok setelah alkali (a). 60 menit Xc=11,45% (b) 120 menit Xc=11,34% 51
Berdasarkan hasil analisa Anthrone dan Chesson yang telah dilakukan, dapat dilihat komposisi kimia dari raw material onggok dan produk pati onggok pada Tabel 4.1. Tabel 4. 1. Komposisi Kimia Raw Material Onggok dan Produk Pati Onggok Raw Material Onggok
Produk Pati Onggok
(%)
(%)
Pati
45.4
68.6
Selulosa
10.5
7.2
Hemiselulosa
30.9
23
Lignin
2.1
1.1
Impurities (protein, lemak,abu)
11.1
0.1
Komposisi Kimia
Air
Produk Pati Onggok yang dianalisa merupakan sampel dengan kadar pati
tertinggi (68.6%) yaitu onggok dengan waktu sonikasi 25 menit dan waktu ekstraksi alkali 120 menit. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kadar pati onggok naik sebesar 67% dari raw material onggok. Hal ini sejalan dengan kadar impurities lain pada pati onggok yang menurun dibandingkan raw materialnya. Hemiselulosa merupakan komponen fiber terbesar dimana kadarnya menurun dari 30.9% menjadi 23% karena efek proses sonikasi maupun ekstraksi alkali. Sedangkan selulosa yang bersifat kristalin lebih sulit untuk berubah strukturnya dikarenakan efek sonikasi maupun alkali, maka kadarnya turun dari 10.5% menjadi 7.2%. Sementara impurities lain pada produk (protein, abu dan lemak) turun sebesar 99% dibanding dengan raw material onggok.
52
BAB 5 KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan adalah sebagai berikut. 1. Perlakuan awal sonikasi mampu melepaskan granula pati dari matriks fiber yang menyebabkan meningkatnya kadar pati dengan semakin lamanya waktu sonikasi, namun terjadi penurunan kadar pati yang disebabkan terbentuknya gula pereduksi. 2. Ekstraksi alkali meningkatkan kadar pati dari onggok dengan melarutkan impurities dengan NaOH, aquadest dan etanol, sehingga kadar pati meningkat dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Kadar pati tertinggi dicapai sebesar 68,58% (25 menit sonikasi,120 menit alkali). 3. Yield produk yang dihasilkan menurun dengan semakin lamanya waktu sonikasi namun meningkat dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Yield tertinggi dihasilkan sebesar 78% (5 menit sonikasi, 120 menit alkali)
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
54
DAFTAR PUSTAKA
Arnata, I.W. (2009), Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma Viride, Aspergillus Niger, dan Saccharomyces Cerevisiae, Tesis MSc., Institut Pertanian Bogor, Bogor Anonim (2011), Proses Pengolahan Tepung Tapioka, Sinartani Edisi 4-10 Mei 2011 No. 3404 Tahun XLI. 10 hlm. Breuninger, W.F., K. Piyachomkwan, and K. Sriroth. (2009). Tapioca/Cassava Starch: Production and Use in J. BeMiller and R. Whistler. Starch: Chemistry and Technology. 3rd edition. Hal. 541- 568. Academic Press. Burlington, MA 01803, USA Burrel, M. M. (2003), “Starch: the need for improved quality or quantity - an Overview”, Journal of Exper EEVaimental Botany, Vol. 54. No. 382. Hal, 451-456. Cardoso, Mateus. B. (2007). “From Rice Starch to Amylose Crystals: Alkaline Extraction of Rice Starch, Solution Properties of Amylose and Crystal Structure of V-Amylose Inclusion Complexes”. Thesis for obtaining of the Doctor degree in Chemistry, Universite Joseph Fourier and Universidade Federal Do Rio Grande Do Sul. Cardoso, M.B., Putaux, J., Samios, D., Silveira, N.P. (2007), “Influence of alkali concentration on the deproteinization and/or gelatinization of rice starch”, Carbohidrate Polymers, Vol. 70, hal 160-165. Chen, H. (2014), “Biotechnology of Lignocellulose: Theory and Practice”. Chemical Industry Press and Springer Science, Vol XVII, No. 510. Chesson, A. (1978), “ The Maceration of Linen Flax under Anaerobic Conditions”, Journal of Applied Bacteriology. Vol. 45, Hal. 219-230 Clegg, K. M. (1956), “The Application of The Anthrone Reagent to The Estimation of Strach in Cereals”, Science Food Agriculture, hal. 40-44. Correia,P, Lopes, L.C, Costa,L.B. (2012), “ Morphology and structure of chestnut starch isolated by alkali and enzymatic methods”, Food Hydrocolloids, Vol.28(2), hal 313-319. Cui,Lu, Pan.Z. (2010), “Effect of Ultrasonic Treatment of Brown Rice at Different Temperatures on Cooking Properties and Quality”, Cereal Chem, Vol.87(5), hal. 403-408.
Cui, S.W (2005), Food Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties, and Applications, Taylor & Francis Group, New York. Datta, R. (1981), “Acidogenic Fermentation of Corn Stover”, Biotechnology and Bioengineering, Vol. XXIII, Hal. 61-77 DeCoster, Jamie (2006), “ Testing Group Differences using T-tests, ANOVA, and Nonparametric Measures”, Department of Psychology University of Alabama, Tuscaloosa. Dimler, R.J., Davis, H.A., Rist, C.E., Hilbert, G.E. (1944), “Production of Starch from Wheat and Other Cereal Flours”, Cereal Chemistry, 21, 430-437. Djuma’ali (2013), “Biokonversi Onggok Menjadi Etanol dengan Menggunakan Multienzim”, Disertasi Dr., Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Djuwardi, Anton (2001), “ Cassava Solusi Pemberagaman Kemandirian Pangan”, Grasindo, Jakarta. Eliasson,A.C. (2004), “Starch in Food : Structure, Functions and Applications”, Woodhead, Cambridge,UK. Fessenden & Fessenden (1986), “Kimia Organik” , Jilid 2, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta. Hermiati, E, Azuma, J, Tsubaki, S, Mangunwidjaja, D, Sunarti, T.C., Suparno, O dan Prasetya, B (2012), “Improvement of Microwave-assisted Hydrolysis of Cassava Pulp and Tapioca Flour by Addition of Activated Carbon”, Carbohydrate Polymers, Vol. 87, hal. 939-942. Holtapple, M.T. (2003), “Hemicelluloses. In Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition”, Academic Press, hal 3060-3071. Iida, Y., Tuziuti, T., Yasui, K., Towata, A., Kazuka, T. (2008), “Control of viscosity in starch and polysaccharide solutions with ultrasound after gelatinization”. Innovative Food Science & Emerging Technologies, Vol. 9, hal. 140-146. Jane, J., Chen, Y.Y., Lee, L.F., McPherson, A.E., Wong, K.S., Radosavljevic, M., dan Kasemsuwan, T.(1999), “Effects of amylopectin branch chain length and amylase content on the gelatinization and pasting properties of starch”, Cereal Chem., Vol.76(5), hal. 629–637. Karimi,M., Jenkins,B.,Stroeve,P. (2014), “Ultrasound irradiation in the production of ethanol from biomass”, Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol.40, hal. 400-421.
xvi
Kentish,S. dan Ashokkumar, M.(2011), “The Physical and Chemical Effects of Ultrasound”,Ultrasound Technologies for Food and Bioprocessing, Australia Kim, Tae Kyun (2015), “T test as a parametric statistic”, Korean Journal of Anesthesiology, Vol. 68 (6), hal 540-546. Koswara,Sutrisno (2009), Teknologi Pengolahan Singkong (Teori dan Praktek), Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. IPB, Bogor. Lee,H.V, Hamis,S.B.A, dan Zain, S.K. (2014), “Conversion of Lignocellulosic Biomass to Nanocellulose Structure and Chemical Process”, Hindawi Publishing Corporation, Vol.2014, hal 20 Lim, S., Lee, J., Shin, D., Lim,H.S.(1999), “ Comparison of protein extraction solutions for rice starch isolation and effects of residual protein content on starch pasting properties”, Starch, Nr.4. S.120-125. Lim,W.J., Liang,Y.T., Seib,P.A. dan Rao,C.S. (1992), “Isolation of Oat Starch from Oat Flour”, Cereal Chem, Vol.69(3), hal.233-236. Madzlan, K., Hasnisa, H., Sabeetha, S., Dayana, M.N. (2012), “Extraction of starch and enzymatic production of high amylose starch from sweetpotato (Ipomea batatas) var. Telong” Northeastern Agricultural and Resources Economy. Australia. Mason, T.J. dan Peters, D (2002), Practical Sonochemistry: Uses and Applications of Ultrasound, 2nd Edition, Woodhead Publishing, Inggris. Miller, G. L. (1959), “Use of Dinitrosalicyclic Acid Reagent for Determination of Reducing Sugar”, Analytical Chemistry, Vol. 31, No. 3 Mistry, A. H., Eckhoff, S. R. (1992), “Characteristics of Alkali- Extracted Starch Obatained from Corn Flour”, Cereal Chemistry, Vol. 69(3), hal. 296-303. Mohod, A.V., Gogate, P.R. (2011), “Ultrasonic degradation of polimers : effect of operating parameters and intensification using additives for carboxymetyl cellulose (CMC) and polyvinyl alcohol (PVA)”, Ultrasonics Sonochemistry. Vol 18, hal 727-734. Omotoso, M. A., Ayorinde, G.O., Akinsanoye, O.A. (2015), “Preparation of Biodegradable Plastic Films from Tuber and Root Starches”, IOSR-JAC, Vol. 8, hal 10-20. Palacios-Fonseca, A.J., Castro-Rosas, J., Gomez-Aldapa, C.A., Tovar-Benitez, T., Millan-Malo, B.M., del Real, A., Rodriguez-Garcia, M.E. (2013), “Effect of the alkaline and acid treatment on the physicochemical properties of corn starch”, Journal of Food, Vol.11. hal. 67-74. xvii
Pandey, Ashok, Soccol, C.R., Nigam, P., Soccol, V.T, Vandenberghe, L.P.S., Mohan, R. (2000), “ Biotechnological potential of agro-indutrial residues. II: cassava bagasse”, Bioresource Technology, Vol. 74, hal 81-87. Park, D.J. dan Han, J.A. (2015), “Quality Controlling of Brown Rice by Ultrasound Treatment and Its Effect on Isolated Starch”, Elsevier, Vol. 137, hal 30-38. Puchongkavarin, H., Varavinit, S., Bergthaller, W. (2005), “Comparative Study of Pilot Scale Rice Starch Production by an Alkaline and an Enzymatic Process”. Starch. Vol. 57, hal.134-144. Purwono, L., Purnawati, (2007), “ Budidaya Tanaman Pangan”, Agromedia, Jakarta. Reddy,D.K. dan Bhotmange, M.G. (2013), “Isolation of Starch from Rice (Oryza Sativa L.) and its Morphological Study using Scanning Electron Microscopy”, International Journal of Agriculture and Food Science Technology, Vol. 4,No. 9, hal. 859-866. Sadasivam, S. dan Manickam, A. (1996), “ Biochemical Methods”, New Age International Publishers, New Delhi. Sihombing, J.B.F.(2007), Penggunaan Media Filtran dalam Upaya Mengurangi Beban Cemaran Limbah Industri Kecil Tapioka. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sriroth, K, Chollakup, R, Chotineeranat, S, Piyachomkwan, K dan Oates, C.G (2000), “Processing of Cassava Waste for Improved Biomass Utilization”, Bioresource Technology, Vol. 71, hal. 63-69. Suslick, K.S. (1994). “The Chemistry of Ultrasound.” Encyclopedia Britannica, Chicago, hal. 138-155. Tarwiyah, K. (2001), Tapioka. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri, Sumatera Barat. Tester, R.F, Karkalas, J dan Qi, X (2004), “Starch—composition, fine structure and architecture”, Journal of Cereal Science, Vol. 39, hal. 151–165. Thys,
Roberta.C.S., Westfahl, Harry Jr., Norena, Caciano.P.Z., Marczak, Ligia.D.F., Silvera, Nadya.P., Cardoso, Mateus.B. (2008). “Effect of the Alkaline Treatment on the Ultrastructure of C-Type Starch Granules”. American Chemical Society Biomacromolecules, Vol. 9, hal 1894-1901.
Usman,M., Ishfaq, M.T, Malik, S.R., Iqbal, M., Ishfaq, B. (2014). “Alkaline Extraction of Starch from Broken Rice of Pakistan”. International Journal of Innovation and applied studies. Vol. 7. No.1. hal 146-152.
xviii
Wang dan Wang. (2004). ‘Effect of Alkali Pretreatment of Wheat Straw on The Efficacy of Exogenous Fibrolytic Enzymes”, Journal of Cereal Science, Vol. 39, hal 291-296. Winarno, (2008). Ekstraksi Pati Menggunakan Enzim Glukoamilase. Universitas Lampung. Weiss, J., Feng, H., Barbosa-Canovas,G.V. (2011). “Ultrasound Technologies for Food and Bioprocessing”, Springler. Ying Wang, (2008). “The kinetics of cellulose dissolution in sodium hydroxide solution at low temperatures”. Wiley periodicals : China.
xix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xx
APPENDIKS 1. Perhitungan Kebutuhan NaOH dan HCl untuk metode alkali a. Kebutuhan NaOH 0,2% -
BM AGU (Anhydrose Glucose Unit) = 162 gram/mol
-
Mol AGU = Massa onggok basah = 175 gram BM AGU
= 1,08 mol
162 gram/mol
-
n AGU = 0,024 (Hasil goalseek dari literature Park dan Han,2016)
-
n NaOH yang dibutuhkan = 1,08 mol x 0,024 = 0,03 mol
-
BM NaOH = 40 gram/mol
-
Massa NaOH = mol NaOH x BM NaOH = 0,03 mol x 40 gram/mol = 1,04 gram
-
Karena NaOH yang digunakan adalah 0,2%, maka : Massa NaOH yang dibutuhkan : 0,2% = Massa NaOH x + massa NaOH
x 100% =
1,04
x 100 %
x + 1,04
x = 518 gram -
Kebutuhan aquadest Ρ air = 1 gram/ mL Volume aquadest yang dibutuhkan = m/ρ = 518 mL
b. Kebutuhan HCl 0,1 N -
Larutan Induk HCl 37% N = 37% x m x 1000 BE x V Dimana : BE (Berat Ekivalensi) = BM HCl / n H+ = 36,5/1 = 36,5 gram/mol N= 37% x ρ x V x 1000 / BE = 37% x 1,19 x 1000 / 36,5 = 12,063 N Karena yang dibutuhkan adalah HCl 0,1 N, maka : N1 x V1 = N2 x V2
12,063 x V1 = 0,1 x 350 V1 = 2,9014 mL 2. Analisa Kadar Pati (Metode Anthrone Pati) 2.1 Pembuatan reagen Anthrone a. Membuat larutan H2 SO4 95% dengan menambahkan aquadest hingga 100 ml ke dalam 97 ml H2 SO4 98%. b. Membuat larutan Anthrone dengan menimbang Anthrone sebanyak 200 mg kemudian menambahkan H2 SO4 95% hingga 100 ml. 2.2 Pembuatan Larutan Standar Glukosa a. Membuat larutan induk konsentrasi 1 mg/ml dengan menimbang glukosa sebanyak 100 mg kemudian menambahkan aquadest hingga 100 ml. b. Mengambil 10 ml dari larutan induk dan menambahkan dengan aquadest hingga 100 ml. c. Menyiapkan larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1 mg/ml. Konsentrasi larutan standar glukosa yang telah dibuat adalah 0,1 mg/ml, maka misalkan akan menyiapkan larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0,01 mg/ml, maka mengambil 0,1 ml dari larutan yang telah dibuat. d. Menyiapkan konsentrasi lainnya dengan cara yang sama 2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi a. Mengambil larutan standar sebanyak 0 (blanko); 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 1,0 ml dan menambahkan aquadest hingga 1 ml ke dalam tabung reaksi kemudian mendinginkan larutan dalam air es b. Menambahkan 4 ml reagen Anthrone dan mengaduk larutan c. Memanaskan dalam water bath 100o C selama 7,5 menit kemudian memasukkan
larutan
dalam
air
es
secara
mendadak
untuk
menghentikan reaksi d. Melakukan pengukuran absorbansi untuk masing- masing konsentrasi xxii
2.4. Penentuan Kadar Pati a. Menimbang 100 mg sample dan menambahkan beberapa tetes etanol 80% hingga basah, kemudian menambahkan 5 ml aquadest sambil diaduk hingga rata b. Menambahkan 25 ml etanol panas (80%) sambil diaduk hingga rata c. Melakukan sentrifugasi selama 5 menit, membuang supernatan kemudian menambahkan residu dengan etanol panas (80%) sebanyak 30 ml sambil diaduk rata. d. Melakukan sentrifugasi selama 5 menit dan membuang supernatan. e. Menambahkan aquadest sebanyak 5 ml pada residu akhir kemudian mendinginkan dalam air es. f.
Dalam keadaan dingin, menambahkan percloric acid sebanyak 6,5 ml sambil mengaduk hingga rata
g. Menambahkan 20 ml aquadest kemudian melakukan sentrifugasi selama 5 menit dan menyimpan supernatan dalam labu takar 100 ml. h. Mengulang langkah e-g untuk residu hasil sentrifugasi. i.
Melakukan
pengenceran
pada
supernatan
hasil
sentrifugasi dengan
menambahkan aquadest hingga 100 ml. j.
Menyaring larutan dan membuang 5 ml larutan pertama
k. Mengambil 0,1 ml larutan yang telah disaring dan menambahkan aquadest hingga 1 ml l.
Mendinginkan larutan dalam air es kemudian menambahkan 4 ml reagen Anthrone
m. Mendinginkan larutan dalam air es dan mengaduknya hingga rata n. Memanaskan larutan dalam water bath 100 o C selama 7,5 menit o. Mendinginkan larutan secara mendadak dengan memasukkannya ke dalam air es p. Mengukur absorbansi tiap sample pada panjang gelombang 600 nm
xxiii
2.5. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum a. Mengambil sampel dari larutan standar dengan konsentrasi 0,01 mg/mL, 0,05 mg/mL, 0,1 mg/mL. b. Membaca absorbansi masing-masing sampel pada panjang gelombang 600-750 dengan interval 5 Contoh Penentuan Panjang Gelombang Maksimum : Tabel A.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Metode Anthrone Pati panjang gelombang (nm) 600
Sampel Larutan Standar 0.05 0.01 mg/mL 0.1 mg/mL mg/mL 0.072 0.076 0.070
605
0.070
0.075
0.068
610
0.069
0.074
0.067
615
0.068
0.072
0.066
620
0.065
0.069
0.063
625
0.063
0.068
0.061
630
0.059
0.064
0.057
635
0.053
0.058
0.051
640
0.050
0.054
0.048
645
0.046
0.050
0.044
650
0.042
0.047
0.040
655
0.040
0.044
0.039
660
0.039
0.042
0.036
665
0.038
0.042
0.035
670
0.036
0.039
0.033
675
0.034
0.038
0.032
Maka panjang gelombang yang digunakan adalah 600 nm.
xxiv
Contoh Pembuatan Kurva Kalibrasi
Absorbansi
Tabel A.2. Nilai Absorbansi Metode Anthrone Pati pada Berbagai Konsentrasi
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
Konsentrasi
Absorbansi
(mg/mL)
rata-rata
0
0
0.01
0.071
0.02
0.170
0.03
0.251
0.04
0.332
0.05
0.439
0.06
0.518
0.07
0.590
0.08
0.699
0.09
0.756
0.10
0.827
y = 8.4795x - 0.0009 R² = 0.9981
0
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
Konsentrasi Larutan Standar (mg/mL)
Gambar A.1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Glukosa Metode Anthrone Pati
xxv
Tabel A.3. Contoh Hasil Perhitungan Kadar Pati
Waktu sonikasi (menit) 5 10 15 20 25 30
Absorbansi 0.47 0.54 0.52 0.39 0.65 0.62
Konsentrasi pati (mg/mL) 0.056 0.063 0.061 0.046 0.076 0.073
Kadar pati (%) 50.5 56.91 54.83 41.84 68.58 65.62
Contoh perhitungan Persamaan garis linear: y = 8,4795 x – 0,0009 Absorbansi rata-rata pada 5 menit = 0,47 maka: 0,47 = 8,4795 x – 0,0009 0,47 + 0,0009 = 8,4795 x x = 0,056 mg/ml Kadar pati (%)
= (konsentrasi pati x 10 x 100 x 0,9 ) / 100 = (0,056 x 10 x 100 x 0,9) / 100 = 50,5 %
3. Analisa Gula Pereduksi (Metode DNS) 3.1 Pembuatan reagen DNS: a. Membuat larutan DNS (2% w/v) dengan menambahkan 1 g DNS dalam 50 ml aquadest. b. Membuat larutan NaOH dengan menambahkan 1,6 g NaOH dalam 15 ml aquadest. c. Mencampurkan larutan DNS dan larutan NaOH hingga homogen dengan memanaskan dalam waterbath pada suhu 45⁰C. d. Menambahkan 30 g potassium sodium tartrate dan menambahkan aquadest hingga 100 ml.
xxvi
3.2 Pembuatan Larutan Standar Glukosa a. Membuat larutan induk konsentrasi 1 mg/ml dengan menimbang glukosa sebanyak 50 mg kemudian menambahkan air hingga 50 ml. b. Melakukan pengenceran dengan konsentrasi 0,05; 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3; 0,35; 0,4; 0,45; 0,5 mg/ml dalam 10 ml. Contoh, membuat konsentasi 0,1 mg/ml M1 x V1 = M2 x V2 1 mg/ml x V1 = 0,10 mg/ml x 10 ml V1 = 1 ml Jadi, larutan 0,1 mg/ml dibuat dengan mengambil larutan induk sebanyak 1 ml dan menambahkan aquadest hingga 10 ml. c. Melakukan pengenceran konsentrasi lainnya dengan cara yang sama. 3.3 Membuat kurva kalibrasi: a. Menyiapkan larutan standar glukosa dengan konsentrasi 0,05; 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3; 0,35; 0,4; 0,45; 0,5 mg/ml. b. Mengambil larutan standar sebanyak 1 ml dan memasukkan ke dalam tabung reaksi. c. Menambahkan 3 ml reagen DNS. d. Memanaskan larutan pada suhu 100⁰C selama 10 menit, kemudian mendinginkan
larutan
secara
mendadak
dalam
air
es
untuk
menghentikan reaksi. e. Menambahkan 2 ml aquadest. f. Membaca absorbansinya dengan panjang gelombang 500 nm pada masing- masing konsentrasi. g. Membuat
kurva
kalibrasi
konsentrasi
vs
absorbansi
sehingga
didapatkan persamaan garis linearnya. h. Persamaan garis linearnya digunakan untuk menentukan konsentrasi glukosa pada sampel
xxvii
Contoh membuat kurva kalibrasi analisa DNS Tabel A.4. Nilai Absorbansi pada Berbagai Konsentrasi Analisa DNS
Konsentrasi (mg/ml)
Absorbansi rata-rata
0.0
0.0
0.05
0.0668
0.1
0.09
0.15
0.148
0.2
0.1784
0.25
0.219
0.3
0.2462
0.35
0.2784
0.4
0.3096
0.45
0.3488
0.5
0.392
0.45 0.40
y = 0.7412x + 0.0217 R² = 0.9926
Absorbansi
0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
Konsentrasi Larutan Standart (mg/ml) Gambar A.2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Glukosa Metode DNS
xxviii
Tabel A.5. Contoh Hasil Perhitungan Konsentrasi Gula Pereduksi
Waktu Sonikasi (menit) 5 10 15 20 25 30
Absorbansi 0,0236 0,0264 0,0264 0,0326 0,0428 0,0464
Konsentrasi Gula Pereduksi (mg/ml) 0,00256 0,00634 0,00634 0,01471 0,02847 0,03332
Contoh perhitungan Persamaan garis linear: y = 0,7412x + 0,0217 Absorbansi rata-rata pada 5 menit = 0,0236, maka: 0,0236 = 0,7412x + 0,0217 0,0236 - 0,0217 = 0,7412x x = 0,00256 mg/ml maka konsentrasi gula pereduksi adalah 0,00256 mg/ml
4. Analisa Kadar Selulosa (Metode Anthrone Selulosa) 4.1 Pembuatan reagen Anthrone a. Membuat reagen Asetat/Nitrat (A/N) dengan mencampur 150 mL asam asetat 80% ke dalam 15 mL asam nitrat pekat. b. Membuat reagen Anthrone dengan mencampur 200 mg reagen Anthrone ke dalam 100 mL H2 SO4 95%. 4.2 Pembuatan Larutan Standar Selulosa a. Membuat larutan induk konsentrasi 10 mg/mL dengan melarutkan 100 mg standar selulosa ke dalam 10 mL asam sulfat 67%. b. Mendiamkan larutan tersebut selama 1 jam. c. Mengambil 1 mL larutan dan melakukan pengenceran hingga 100 mL dengan aquadest sehingga konsentrasi larutan menjadi 0,1 mg/mL. d. Menyiapkan larutan standar selulosa dengan konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1 mg/mL. xxix
4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi a. Mengambil larutan standar sebanyak 0 (blanko); 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 1,0 mL dan menambahkan aquadest hingga 1 ml ke dalam tabung reaksi kemudian mendinginkan larutan dalam air es. b. Menambahkan 4 mL aquadest ke dalam masing-masing larutan standar. c. Tetap pada kondisi dingin, menambahkan 10 mL reagen Anthrone dan mengaduk larutan hingga homogen. d. Memanaskan dalam waterbath 100o C selama 16 menit kemudian memasukkan larutan dalam air es secara mendadak untuk menghentikan reaksi. e. Membiarkan larutan pada suhu kamar selam 5-10 menit. f. Melakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 630 nm untuk masing-masing konsentrasi. 4.4 Penentuan Kadar Selulosa a. Menimbang 500 mg sampel dan menambahkan aqudest hingga 10 mL ke dalam sampel. b. Mengaduk larutan hingga homogen dan melakukan sentrifugasi selama 5 menit. c. Membuang supernatan dan menambahkan 3 mL reagen A/N ke dalam residu sedikit demi sedikit. d. Memanaskan sampel dalam waterbath pada suhu 100°C selama 30 menit. e. Mendinginkan larutan secara mendadak untuk menghentikan reaksi. f. Melakukan sentrifugasi selama 5 menit kemudian membuang supernatan. g. Menambahkan 10 mL aquadest ke dalam residu sedikit demi sedikit dan mencampur hingga homogen. h. Melakukan sentrifugasi selama 5 menit kemudian membuang supernatan sehingga diperoleh residu akhir. i. Menambahkan 10 mL asam sulfat 67% ke dalam residu akhir. j. Mendiamkan larutan tersebut selama 1 jam. k. Mengambil 1 mL larutan dan melakukan pengenceran hingga 100 mL.
xxx
l. Mengambil 1 mL larutan sampel yang telah diencerkan kemudian menambahkan 4 mL aqudest ke dalamnya. m. Dalam kondisi dingin, menambahkan 10 mL reagen Anthrone dan mengaduk larutan hingga homogen. n. Memanaskan dalam waterbath 100o C selama 16 menit kemudian memasukkan larutan dalam air es secara mendadak untuk menghentikan reaksi. o. Membiarkan larutan pada suhu kamar selama 5-10 menit. p. Melakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 624 nm untuk tiap sampel.
4.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum a. Mengambil sampel dari larutan standar dengan konsentrasi 0,01 mg/mL, 0,05 mg/mL, 0,1 mg/mL. b. Membaca absorbansi masing-masing sampel pada panjang gelombang 600-650 dengan interval 3
xxxi
Contoh Penentuan Panjang Gelombang Maksimum : Tabel A.6. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Metode Anthrone Selulosa panjang gelombang (nm)
Sampel Larutan Standar
600 603 606 609
0.01 mg/mL 0.049 0.050 0.051 0.051
0.05 mg/mL 0.094 0.098 0.101 0.104
0.1 mg/mL 0.207 0.215 0.222 0.228
612
0.051
0.107
0.235
615 618 621 624 627 630 633 636 639 642 645 648
0.052 0.053 0.053 0.053 0.053 0.054 0.053 0.053 0.052 0.051 0.051 0.051
0.109 0.112 0.115 0.116 0.116 0.117 0.115 0.114 0.110 0.107 0.104 0.097
0.243 0.249 0.254 0.256 0.259 0.259 0.257 0.255 0.249 0.242 0.234 0.222
Maka panjang gelombang yang digunakan adalah 630 nm.
xxxii
Contoh Pembuatan Kurva Kalibrasi Tabel A.7. Nilai Absorbansi Metode Anthrone Selulosa pada Berbagai Konsentrasi Konsentrasi
Absorbansi
(mg/mL)
rata-rata
0
0
0.01
0.028
0.02
0.038
0.03
0.067
0.04
0.107
0.05
0.124
0.06
0.153
0.07
0.183
0.08
0.216
0.09
0.221
0.10
0.263
0.30
Absorbansi
0.25
y = 2.6358x - 0.0045 R² = 0.9931
0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 Konsentrasi larutan standar (mg/mL)
Gambar A.3. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Selulosa Metode Anthrone Selulosa xxxiii
Tabel A.8. Contoh Hasil Perhitungan Kadar Selulosa
Waktu sonikasi (menit)
Absorbansi
Konsentrasi selulosa (mg/mL)
5
0.097
0.039
Kadar selulosa(%) 7.70
10
0.098
0.039
7.78
15
0.086
0.034
6.89
20
0.087
0.035
6.93
25
0.074
0.030
30
0.078
0.031
5.96 6.29
Contoh perhitungan Persamaan garis linear: y = 2,6358 x – 0,0045 Absorbansi rata-rata pada 5 menit = 0,097 maka: 0,097 = 2,6358 x + 0,0045 0,097 - 0,0045 = 2,6358 x x = 0,039 mg/ml Kadar selulosa (%) = (konsentrasi selulosa x 10 x 100) / 500 = (0,039 x 10 x 100) / 500 = 7,70 %
5. Analisa Kadar Selulosa, Hemiselulosa,Lignin (metode Chesson-Datta 1981) a. 1 gram sampel kering (berat a) ditambahkan 150 mL H2O dan direflux pada suhu 100o C selama 2 jam. b. Menyaring sampel yang telah direflux dan mencuci hasil saringan tersebut dengan 300 mL air panas. c. Mengeringkan residu dalam oven pada suhu 60o C sampai beratnya konstan dan kemudian menimbang sampel (berat b). xxxiv
d. Menambahkan 150 mL H2 SO4 0,5M ke dalam sampel kering kemudian melakukan reflux selama 2 jam pada suhu 100o C. e. Menyaring sampel dan mencuci hasil saringan tersebut dengan aquadest hingga pH netral kemudian mengeringkan residu dalam oven pada suhu 60°C (berat c). f.
Menambahkan 10
mL H2 SO4
72% ke dalam residu kering dan
mendiamkannya pada suhu kamar selama 4 jam. g. Menambahkan 150 mL H2 SO4 0,5M dan melakukan reflux pada suhu 100o C selama 2 jam. h. Menyaring residu kemudian mencuci residu tersebut dengan aquadest hingga pH netral. i. Mengeringkan sampel dalam oven pada suhu 105o C hingga beratnya konstan dan ditimbang (berat d). j. Melakukan proses pengabuan di dalam furnace pada suhu 600o C selama 4 jam kemudian menimbang berat padatan yang tersisa sebagai berat e. k. Menghitung berat selulosa, hemiselulosa, dan lignin sebagai berikut : Hemiselulosa (%) = (b-c)/(a) x 100% Selulosa (%) = (c-d)/(a) x 100% Lignin (%) = (d-e)/(a) x 100%
Tabel A.9 Hasil perhitungan analisa Chesson
Native Produk
a (gram) 1.0035 1.0008
b (gram) 0.4399 0.3830
c (gram) 0.1298 0.1019
d (gram) 0.0244 0.01273
xxxv
e (gram) 0.0031 0.0035
hemiselulosa (%) 30.90 22.64
selulosa (%) 10.50 7.16
lignin (%) 2.12 1.12
6. Analisa XRD Menghitung kristalinitas dengan rumus : Kristalinitas = (Luasan daerah kristal/ Luasan total) x 100% = ((Luasan total – luasan amorf) / Luasan total) x 100%
Gambar A.4 Penentuan Derajat Kristalinitas
(Wang,dkk, 2007)
Tabel A.10 Hasil Perhitungan XRD untuk Onggok yang Telah Diproses Keterangan Onggok murni Son 20 mnt Son 20 mnt Alkali 60 mnt Son 20 mnt Alkali 120 mnt
Luasan total (1) 57619 57071
Luasan amorf (1) 50403 50584
Kristalinitas (1) 12.52% 11.37%
Luasan total (2) 57136 56885
Luasan amorf (2) 50037 50881
Kristalinitas (2) 12.42% 10.55%
Kristalinitas rata-rata 12.47% 10.96%
55308
49085
11.25%
55173
48747
11.65%
11.45%
59696
52826
11.51%
59610
52955
11.16%
11.34%
7. Perhitungan Yield Produk Yield (%) =
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 (𝑔𝑟𝑎𝑚 ) 𝑥 2 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑤𝑎𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝑥 100%
Pada perhitungan yield , massa produk dikalikan 2 (dua) karena massa onggok setelah sonikasi diambil ½ dari total slurry untuk dilanjutkan ke proses ekstraksi alkali. Contoh perhitungan yield produk pada tsonikasi = 5 menit dan talkali 60 menit Yield (%) = 14,9 x 2 x 100% / 40 = 74,48% xxxvi
Tabel A.11 Hasil Perhitungan Yield Produk pada Waktu Alkali 60 menit tsonikasi (menit)
talkali (menit)
massa awal (gram)
massa produk (gram)
yield (%)
5
60
40
14.90
74.48
10
60
40
12.27
61.33
15
60
40
12.57
62.85
20
60
40
10.06
50.28
25
60
40
12.47
62.35
30 60 40 11.44 57.20 Tabel A.12 Hasil Perhitungan Yield Produk pada Waktu Alkali 120 menit tsonikasi (menit)
talkali (menit)
massa awal (gram)
massa produk (gram)
yield (%)
5
120
40
15.64
78.18
10
120
40
11.34
56.70
15
120
40
11.63
58.13
20
120
40
10.08
50.40
25
120
40
11.09
55.45
30
120
40
11.34
56.70
Tabel A.13 Hasil Perhitungan Yield Produk pada Waktu Sonikasi 20 menit tsonikasi (menit)
talkali (menit)
massa awal (gram)
massa produk (gram)
yield (%)
20
30
40
8.46
42.31
20
45
40
7.87
39.35
20
60
40
9.68
48.38
20
75
40
12.04
60.19
20
90
40
9.97
49.86
20
120
40
10.14
50.71
xxxvii
8. Analisa secara Statistik (Metode Uji t dengan SPSS) Tabel A.14 Hasil analisa signifikansi dengan metode uji t One-Sample Test Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference t r (%)
4.101
df
Sig. (2-tailed) 17
Mean Difference
.001
2.50036
Lower 1.2142
Upper 3.7866
Berdasarkan hasil uji t dengan menggunakan SPSS di atas, dapat dilihat bahwa nilai Sig. (2-tailed) atau level of significance atau p-value sebesar 0.001. Nilai ini lebih besar dari nilai batas kritis signifikansi sebesar 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan di antara data selisih r (%) antara kadar pati setelah sonikasi dengan raw material.
xxxviii
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Malang, 23 November 1983, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.dari pasangan Bapak Ernowo Basuki dan Ibu Siti Rochaniah. Penulis telah menyelesaikan pendidikan S1 Teknik Kimia FTI-ITS tahun 2006. Setelah lulus S1 bekerja di PT. Eratex Djaya di tahun 2007-2009 kemudian bekerja di PT. Indonesia Epson Industry. Setelah menikah dengan Heru Widianto, penulis memutuskan keluar dari pekerjaannya. Di tahun 2014, penulis melanjutkan kembali pendidikan S2 untuk meraih gelar Magister Teknik (M.T.) di Teknik Kimia FTI-ITS. Penulis juga sempat menulis artikel ilmiah untuk seminar nasional maupun internasional. Email :
[email protected]
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
52
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
53