Prosiding SENATEK 2015 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto, 28 November 2015, ISBN 978-602-14355-0 -2
PENGOLAHAN AIR LIMBAH TAPIOKA DENGAN METODE KOAGULASI MENGGUNAKAN KOAGULAN KITOSAN Amiratus Sholikhah, Neni Damajanti* Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl Raya Dukuh Waluh PO BOX 202 Purwokerto, 53182 *Email:
[email protected] ABSTRAK Air limbah tapioka mengandung bahan-bahan organik yang bersifat biodegradable, yang berarti bahan tersebut secara alamiah dapat atau mudah diurai oleh mikroba. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah bahan organik pada limbah cair tapioka adalah dengan memanfaatkan kitosan. Sebagai polimer alami, kitosan memiliki muatan ionik yang reaktif sehingga dapat mengikat dan mengabsorpsi komponen lain yang berlawanan muatan. Kemampuan kitosan sebagai absorben dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan air limbah tapioka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa dosis kitosan dan waktu flokulasi yang menghasilkan persentase penurunan terbesar pada nilai COD, BOD, dan Turbidity air limbah tapioka. Metode yang digunakan adalah koagulasi menggunakan koagulan kitosan, dengan varisi pada pemberian dosis kitosan 50; 100 dan 150 mg/L serta waktu fokulasi 10; 20 dan 30 menit. Kitosan mampu mereduksi nilai COD 3,64-17,58% dengan nilai COD setelah perlakuan 13.600 mg/L. Nilai BOD dapat direduksi 1,22-15,05% dengan nilai setelah perlakuan 2096,50 mg/L. Turbidity pada air limbah tapioka dapat direduksi hingga 51,83-75,10% dengan nilai akhir 122,5 NTU. Niliai akhir dari COD dan BOD yang diperoleh belum memenuhi standar baku mutu yang tertera dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012. Kata kunci: Air limbah tapioka, Koagulasi, Kitosan PENDAHULUAN Dalam produksi pembuatan tepung tapioka akan menghasilkan limbah cair yang mengandung bahan-bahan organik. Bahan organik yang terdapat dalam limbah bersifat biodegradable, yang berarti bahan tersebut secara alamiah dapat atau mudah diurai oleh mikroba. Limbah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi, apabila tidak diolah dengan baik dan benar dapat menimbulkan berbagai masalah bagi kesehatan misalnya, gatal-gatal, timbul bau yang tidak sedap, bila air limbah masuk ke dalam tambak akan merusak tambak sehingga mengakibatkan ikan mati, estetik sungai berubah, dan lain-lain (Wahyuadhy, 1996). Terdapat beberapa parameter yang umum digunakan sebagai indikator kualitas air limbah diantaranya adalah COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biochemical Oxygen Demand) (Alaerts dan Santika, Sumetri Sri 1987) dan kekeruhan (turbidity). Kualitas air yang buruk dapat dilihat dari hasil uji COD, BOD dan turbidity yang besar. Dari angka COD dan BOD yang besar menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan zat organik dalam air banyak dan jumlah oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) menjadi sedikit. Sedangkan turbidity menyatakan ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan nilai COD, BOD dan turbidity pada limbah tapioka adalah dengan memanfaatkan kitosan. Kitosan adalah polimer glukosamin yang sangat banyak terdapat di alam setelah selulosa. Peniston dan Johnson (1970) menyebutkan bahwa kitosan diperoleh dari proses deasetilasi kitin, kitin tersebut merupakan zat penyusun cangkang kepiting dan udang. Cangkang udang mengandung senyawa kimia yang disebut kitin dengan rumus molekul C8H13NO5 (Bough, 1976). Sebagai polimer alami, kitosan memiliki muatan ionik yang reaktif sehingga dapat mengikat dan mengabsorpsi komponen lain yang berlawanan muatan. Unsur-unsur kitosan sangat berperan dalam mengabsorpsi limbah cair, dimana jika
104
Prosiding SENATEK 2015 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto, 28 November 2015, ISBN 978-602-14355-0 -2
dihubungkan dengan gugus amino dan hidroksil terkait, maka akan menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan juga menyebabkan sifat polielektronik kation. Muzzarelli (1977) menyebutkan bahwa kitosan tidak beracun dan mampu menghasilkan flok-flok yang akan mengendap bersama partikel-partikel yang ada pada air limbah, sehingga akan mengurangi efek negatif terhadap kehidupan biota perairan. Kemampuan kitosan sebagai absorben dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan limbah cair tapioka dengan metode koagulasi. Koagulasi merupakan suatu proses penambahan dan pencampuran dengan cepat suatu koagulan untuk menghasilkan destabilisasi padatan tersuspensi halus dan bersifat koloid. Disaat koagulan melarut, kation yang terbentuk akan menetralkan muatan negatif pada partikel koloid. Kemudian mikroflok terbentuk, dengan tetap bermuatan positif pada rentang dan karena adanya adsorpsi H+. Mikroflok ini juga akan menetralkan dan melapisi partikel koloid. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi atau berkumpul dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya (Duliman, 1998). Pada tahap selanjutnya flok akan mengendap dengan adanya proses pengendapan. Menggunakan metode koagulasi, kitosan diharapkan dapat menurunkan angka COD, BOD, dan turbidity dalam air limbah tapioka dengan dosis kitosan dan waktu flokulasi yang optimal.
METODE PENELITIAN Pengumpulan limbah cair tapioka. Limbah yang dikumpulkan dari pabrik disaring untuk menghilangkan pengotor dengan ukuran besar. Selanjutnya limbah disiapkan untuk proses koagulasi, sebanyak 400 mL limbah digunakan untuk setiap variabel kitosan. Varibel jumlah kitosan yang digunakan adalah 50; 100 dan 150 mg/L. Kitosan digunakan dalam bentuk larutan. Sebelum diaplikasikan sebagai koagulan, 1 gr kitosan dilarutkan terlebih dahulu dalam 100 mL larutan asam asetat 1%. Pada proses koagulasi sampel limbah (400 mL) dan koagulan dicampurkan dengan kecepatan pengadukan 150 rpm selama 30 detik. Pengadukan ini bertujuan untuk mendistribusikan koagulan dan destabilisasi koloid untuk pembentukan flok. Tahap selanjutnya adalah pengadukan dengan kecepatan 10 rpm dengan waktu yang divariasikan (10; 20 dan 30 menit). Pengadukan ini bertujuan agar flok-flok bergabung sehungga ukurannya menjadi lebih besar. Sampel yang telah melalui tahap koagulasi akan dibiarkan selama 60 menit untuk mengendapkan flok. Pada tahap ini flok yang memiliki berat yang cukup akan mengendap pada dasar beaker glass. Limbah dipisahkan dengan flok-flok yang terbentuk menggunakan saringan, dan limbah tersebut selanjutnya akan dianalisa nilai COD, BOD dan Turbidity. Analisa COD (Chemical Oxygen Demand) Analisa COD dengan refluk terbuka secara titrimetri (SNI 06 - 6989.15 – 2004). Prinsip analisanya adalah zat organik dioksidasi dengan campuran mendidih asam sulfat dan kalium dikromat yang diketahui normalitasnya dalam suatu refluk selama 2 jam. Kelebihan kalium dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat (FAS). Prosedur pelaksanaan analisa. Sampel limbah diaduk hingga homogen dan segera dilakukan analisa. 10 mL sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL tambahkan 5 mL K2Cr2O7 dan 15 mL H2SO4 - Ag2SO4. Batu didih dimasukan kedalamnya untuk menghindari adanya letupan saat proses refluk. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin Liebig dan didihkan di atas hot plate selama 2 jam (proses refluk). Dinginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume sampel menjadi 150 mL. Sampel dinginkan sampai temperatur kamar, tambahkan indikator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS. Langkah sebelunya juga dilakukan pada air suling (aqudest) sebagai blngko. Analisa BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dilakukan berdasarkan SNI 06 - 2503 – 1991. Prosedur pelaksanaan analisa diawali dengan pengambilan sampel kemudian ditambahkan pengencer. Masukkan sampel kedalam 2 botol BOD 300 mL hingga meluap, hindari terjadinya turbulensi dengan gelembung udara selama pengisian. Sampel dalam botol pertama digunakan untuk pengujian DO0 dan sampel dalam botol yang lain dimasukkan ke dalam lemari pengeram selama 5 hari dengan suhu 20ºC untuk selanjutnya sampel diuji kadar DO5. Pengujian DO0 dan DO5 memiliki prosedur yang sama. Sampel dalam botol BOD ditambahkan 1 mL MnSO4, 1 mL KOH – KI, kemudian dikocok hingga dalam sampel terbentuk endapan. Sampel ditambahkan lagi dengan1 mL H2SO4 pekat, sampel dikocok hingga endapan dalam sampel hilang. 100
105
Prosiding SENATEK 2015 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto, 28 November 2015, ISBN 978-602-14355-0 -2
mL sampel diambil dan tampung dalam erlenmeyer, tambahkan amilum 3-4 tetes. Selanjutnya sampel dititrasi dengan Na2SO2O3 hingga warna sampel menjadi jernih. Pengujian sampel ini dilakukan dengan pengenceran sehingga perlu adanya blangko (larutan pengencer) yang diperlakukan sama dengan sampel. Analisa Turbidity. Analisa turbidity dilakukan menggunakan alat turbidity meter. Prosedur pengujiannnya diawali dengan menghomogenkan sampel. Sampel yang telah selanjutnya dimasukan ke dalam tabung analisa hingga larutan sampel tepat pada batas yang ada pada tabung. Oleskan silikon pada dinding tabung kemudian dilap. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang ada pada dinding tabung. Lakukan kalibrasi pada alat menggunakan larutan baku 10; 20; 100 dan 800 NTU untuk memastikan standar nilai turbidity sesuai. Masukkan sampel kedalam turbidity meter, lalu tekan tanda read untuk membaca nilai turbidity.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Dosis Kitosan dan Waktu Flokulasi Terhadap Persentase Nilai COD (Chemical Oxygen Demand) Salah satu cara untuk mengetahui kualitas suatu air adalah dengan mengetahui nilai oksigen yang terdapat di dalamnya. Kualitas air yang baik ditandai dengan banyak oksigen terlarut (DO) di dalamnya. COD merupakan suatu nilai yang menunjukan kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi zat organik. Nilai COD yang besar menunjukan kualitas air yang buruk, karena nilai DO dalam air tersebut kecil. Persentase penurunan nilai COD dianalisa setelah proses koagulasi dan settling time selama 1 jam. Hasil dari perlakuan tersebut kitosan mampu mereduksi nilai COD hingga 17,58% dari 16.500 menjadi 13.600 mg/L. Persentase penurunan tertinggi diperoleh dari hasil penambahan dosis kitosan sebanyak 100 mg/L dengan waktu flokulasi 10 menit, , pada dosis yang sama kitosan mampu mereduksi 13,33% (flokulasi 20 menit) dan 15,67% (flokulasi 30 menit), sehingga nilai COD menjadi 14.300 mg/L dan 13.900 mg/L. Untuk mengetahui pengaruh dosis kitosan dan waktu flokulasi terhadap persentase nilai COD (Chemical Oxygen Demand) dapat dilihat dalam gambar 3.1 berikut ini. 20 18 16
Persentase nilai COD
14 12 10 8 6 4 Pengadukan 10 menit Pengadukan 20 menit Pengadukan 30 menit
2 0
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Dosis Kitosan mg/L
Gambar 3.1. Grafik Persentase Penurunan nilai COD Dari gambar 3.1. tersebut diketahui hasil persentase nilai COD (Chemical Oxygen Demand) dari beberapa variabel dosis kitosan dan waktu flokulasi. Dosis kitosan 50 mg/L mereduksi 10,91% (flokulasi 10 dan 20 menit) dan 3,64% (flokulasi 30 menit), nilai COD tersebut turun menjadi 14.700 mg/L dan 15.900 mg/L. Pada 150 mg/L kitosan persentase nilai COD mampu direduksi 12,12%; 3,64% dan 16,97% pada setiap variabel waktu flokulasi (10; 20 dan 30 menit). Dengan adanya penurunan tersebut nilai COD menjadi 14.500 mg/L; 15.900 mg/L dan 13.700 mg/L.
106
Prosiding SENATEK 2015 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto, 28 November 2015, ISBN 978-602-14355-0 -2
Dengan menggunakan analisis ANOVA (Duncan’s test) dapat diketahui bahwa dosis kitosan berpengaruh signifikan terhadap nilai penurunan COD. Hal itu ditunjukan dengan nilai signifikan 0,000 (p<0,05) dan perbedaan supercript pada setiap kolom waktu flokulasi. Tabel 3.1. Analisa Anova pada COD Waktu Flokulasi (menit) 10 20 30 0 0,00 ± 0,00c 0,00 ± 0,00d 0,00 ± 0,00c 50 10,91 ± 0,86b 10,91 ± 0,86b 3,64 ± 0,86b a a 100 17,58 ± 1,72 13,34 ± 0,86 15,76 ± 0,86a b c 150 12,12 ± 2,57 3,64 ± 0,86 16,97 ± 0,86a Pada waktu flokulasi 10 dan 20 menit penambahan dosis kitosan 50-150 mg/L memberikan pengaruh signifikan pada persentase penurunan COD, berbeda dengan penambadan dosis kitosan 150 mg/L pada waktu flokulasi 30 menit hasilnya menunjukan tidak signifikan berbeda dengan persentase penurunan pada pembahan dosis 100 mg/L. Penambahan dosis kitosan yang semakin banyak tidak memberikan kecenderungan untuk terus menaikan persentase penurunan COD (tabel 3.1 kolom waktu flokulasi 10 dan 20 menit) . Hal ini dikarenakan karena kitosan yang juga merupakan bahan organik sehingga memberikan kontribusi untuk menambah jumlah bahan organik dalam air limbah. Penambahan konsentrasi kitosan akan mengkibatkan restabilitasi pada padatan yang telah terkoagukasi (Bough dan Landes, 1976) sehingga aglomerasi antar partikel dan koagulan tidak optimal. Padatan yang kembali tidak sfabil akan berakibat pada kebutuhan waktu untuk pengendapan karena ukuran partikel yang kecil. Sehingga sisa kitosan dan partikel yang tidak memiliki cukup berat akan terbawa hingga limbah tersebut dibuang. Dosis Kitosan (mg/L)
Pengaruh Dosis Kitosan dan Waktu Flokulasi Terhadap Persentase Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dilakukan dengan menguji kadar DO mg/L nol hari sampel uji dan kadar DO mg/L lima hari sampel uji, dari uji tersebut akan diketahui jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik dalam air. Persentase nilai BOD setelah proses koagulasi dengan variabel dosis kitosan dan waktu flokulasi. Dari hasil analisa menunjukan bahwa persentase penurunan nilai terbaik yaitu 15,05%, dengan nilai BOD awal 2.467,88 mg/L dan dapat direduksi hingga menjadi 2.096,50 mg/L. Nilai tersebut diperoleh dengan penambahan dosis kitosan sebanyak 50 mg/L dengan waktu flokulasi 30 menit. Pada waktu flokulasi 10 dan 30 menit penambahan dosis kitosan semakin banyak mengakibatkan persentase penurunan nilai BOD yang semakin kecil. 16 14
Persentase BOD
12 10 8 6 4 2
Pengadukan 10 menit Pengadukan 20 menit Pengadukan 30 menit
0
0
20
40
60
80
100
120
140
Dosis Kitosan mg/L
Gambar 3.2. Grafik Persentase Penurunan nilai BOD
107
160
Prosiding SENATEK 2015 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto, 28 November 2015, ISBN 978-602-14355-0 -2
Berdasarkan analisa ANOVA (Duncan’s test) dan Minitab dapat diketahui bahwa dosis kitosan sama halnya dengan waktu flokulasi tidak berpengaruh signifikan terhadap persen penurunan nilai BOD. Hal itu ditunjukan dengan p value yang tidak lebih kecil dari 0,05 (p value ≥ 0,05), dan supercript pada setiap kolom waktu flokulasi menunjukan sama. Tabel 3.2 Analisa Anova pada BOD Dosis Kitosan (mg/L)
Waktu flokulasi (menit) 20 0,00 ± 0,00a 6,56 ± 6,53a 14,71 ± 5,97a 11,46 ± 15,13a
10 0,00 ± 0,00b 11,41 ± 2,40a 11,17 ± 0,00a 7,78 ± 2,74a
0 50 100 150
30 0,00 ± 0,00a 15,05 ± 25,40a 4,13 ± 0,35a 1,22 ± 6,53a
Pengaruh Dosis Kitosan dan Waktu Flokulasi Terhadap Persentase Nilai Kekeruhan (Turbidity) Karakteristik fisika air limbah yang paling penting adalah kandungan padatannya (solid), karena hal itu mempengaruhi estetika, kejernihan dan warna air. Limbah cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang langsung ke badan air karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air sehingga proses fotosintesa mikroorganikme tidak dapat berlangsung (Alaerts dan Sumetri Sri Santika, 1987). Dari hasil analisa yang dilakukan menunjukan bahwa persentase penurunan nilai turbidity terbaik ditunjukan pada penambahan dosis kitosan sebanyak 50 mg/L pada semua variabel waktu. Nilai persentase penurunannya masing-masing 69,21%, 75,10% dan 68,80%. Penurunan nilai terbaik dari nilai turbidity awal 492 menjadi 122,5 NTU (75,10%) diperoleh dengan penambahan dosis kitosan 50 mg/L dan waktu flokulasi selam 20 menit. 80
Persentase Tubidity
60
40
20
Pengadukan 10 menit Pengadukan 20 menit Pengadukan 30 menit
0
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Dosis Kitosan mg/L
Gambar 4.3. Grafik Persentase Penurunan nilai Turbidity Pada penambahan dosis kitosan 100 mg/L memberikan persentase penurunan turbidity 62,40% (flokulasi 10 menit); 64,84% (flokulasi 20 menit) dan 65,25% (flokulasi 30 menit). Dengan penurunan Turbidity masing-masing 185,5 NTU; 173 NTU dan 171 NTU. Dosis kitosan 150 mg/L memberikan penurunan terhadap turbidity 58,74% (flokulasi 10 menit); 62,30% (flokulasi 20 menit) dan 66,57% (flokulasi 30 menit). Nilai penurunan tersebut masing-masing 203 NTU; 185 NTU dan 165 NTU. Penambahan dosis kitosan 100, 150 mg/L dengan waktu flokulasi 10 dan 20 menit nilai turbidity kembali naik. Dosis kitosan berlebih akan mempengaruhi partikel sehingga turbidity naik. Penambahan dosis kitosan berlebih akan menyebabkan destabilisasi partikel. O’ Melia (1972) menyatakan bahwa hal tersebut merupakan fenomena umum pada penambahan polymer yang berlebihan
108
Prosiding SENATEK 2015 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto, 28 November 2015, ISBN 978-602-14355-0 -2
Dengan menggunakan analisis ANOVA (Duncan’s test) tersebut dapat diketahui bahwa dosis kitosan berpengaruh terhadap persentase penurunan nilai turbidity karena menunjukan perbedaan yang signifikan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan 0,000 (p<0,000), dan perbedaan supercript pada setiap kolom waktu flokulasi. Penambahan dosis kitosan 50 mg/L mampu mereduksi nilai turbidity 68,80%-75.10%. Hasil tersebut merupakan nilai persen penurunan yang terbaik dibandingkan dengan hasil variasi dosis yang lain. Tabel 4.3 Analisa Anova pada turbidity Dosis Kitosan (mg/L) 0 50 100 150
10 0,00 ± 0,00d 69,21 ± 0,43a 62,40 ± 0,28b 58,74 ± 0,00c
Waktu flokulasi (menit) 20 0,00 ± 0,00d 75,10 ± 0,72a 64,84 ± 2,29b 62,30 ± 0,14c
30 0,00 ± 0,00d 68,80 ± 0,41a 65,25 ± 0,29c 66,57 ± 0,15b
Selain dosis kitosan lama waktu pengadukan menjadi salah satu dasar yang berperan penting dalam pembentukan dan perkembangan flok selama proses flokulasi. Pengadukan lama atau pengadukan yang singkat akan berpengaruh pada dayaguna kitosan. Pada semua dosis kitosan (50; 100 dan 150 mg/L) waktu flokulasi 10 menit memberikan hasil persentase penurunan yang lebih kecil dibandingkan dengan persentase pada pengadukan 20 menit. Hal itu berhubungan dengan kemampuan kitosan dalam mengikat dan menghubungkan (Mohd Arifin et all, 2007). Pada pengadukan yang singkat (10 menit), tumbukan antara koagulan dan padatan tersuspensi rendah dan menurunkan kecepatan flokulasi. Waktu flokulasi yang lebih lama akan berpengaruh pada distribusi koagulan agar terjadi tumbukan antar partikel untuk proses netralisasi menjadi sempurna, akan tetapi jika waktu pengadukan terlalu lama akan menyebabkan flok pecah dan menyebabkan ukurannya menjadi kecil. Bouhg (1975) juga menyebutkan bahwa polymer yang ditambahkan pada air bungan dengan kecepatan pengadukan yang slow (1 rpm untuk 10 menit pengadukan) hasil koagulusinya lebih baik di bandingkan dengan proses yang menggunakan pengadukan lebih cepat (125 rpm untuk 5 menit pengadukan). Kecepatan pengadukan ini akan menyebabkan distribusi koagulasi yang tidak sempurna karena partikel zat organik dan kitosan hanya akan berputar beriringan, selain itu pengadukan yang cepat juga akan merusak gumpalan-gumpalan flok yang sudah terbentuk selama proses koagulasi.
KESIMPULAN Limbah tapioka yang diolah menggunakan metode koagulasi menggunakan koagulan kitosan mampu mereduksi nilai COD, BOD dan turbidity. Persentase penurunan nilai COD terbesar adalah 17,58% pada penambahan dosis kitosan 100 mg/L dengan waktu flokulasi selama 10 menit. Nilai COD tereduksi menjadi 13.600 mg/L. Pada BOD persentase penurunan terbesar 15,05% dengan penambahan dosis kitosan 50 mg/L dan waktu flokulasi 30 menit, nilai akhir BOD setelah perlakuan adalah 2096,50 mg/L. Pada turbidity persentase penurunan terbesar setelah perlakuan adalah 75,10% dengan nilai akhir 122,5 NTU, hasil tersebut diperoleh pada penambahn dosis kitosan 50 mg/L dengan waktu flokulasi 20 menit. Nilai akhir dari COD dan BOD yang diperoleh belum memenuhi standar baku mutu air limbah industri tapioka yang tertera dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa dosis kitosan dan waktu flokulasi yang efektif untuk menurunkan nilai COD adalah pada penambahan dosis kitosan 100 mg/L dengan waktu flokulasi 10 menit. Berdasarkan analisa SPSS penambahan dosis kitosan dan waktu flokulasi tidak berpengaruh signifikan terhadap persentase penurunan BOD karena nilai p>0,05, sedangkan pada turbidity penurunan nilai terbaik diperoleh pada penambahan dosis kitosan 50 mg/L dan waktu flokulasi 20 menit.
DAFTAR PUSTAKA Alaerts dan Santika, Sumetri Sri. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Bough, W. A. 1975. Coagulation with Chitosan-An Aid to Recovery of By-Products fron Egg Breaking Wastes. Jurnal of Food Science, University of Georgia of Agriculture Experiment Station, Georgia Station, Experimen, Georgia 30212.
109
Prosiding SENATEK 2015 Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto, 28 November 2015, ISBN 978-602-14355-0 -2
Bough, W. A., Landes, D. R. 1976. Recovery and Nutritional Evaluation of Proteinaceous Solids Separated from Whey by Coagulation with Chitosan. Department of Food Science, University of Georgia of Agriculture Experiment Station, Georgia Station, Experimen, Georgia 30212. Mohd Arifin, A. H., Liew, L. L. 2007. Waste Water Treatment at Petrolium Refinery by Using Chitosan in Flocculation. University Technology of Malaysia. Thesis Degree. O’ Melia, C. R. 1972. Coagulation and Floccolation, p. 61. In W. J. Weber, Jr., (ed). Physiochemical Proses for Water Quality Control. Wiley-Inter-Science, New York. Wahyuadhy. 1996. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Penyamakan Kulit Peniston, Q. P., dan E. L. Johnson, 1970. Method for Treating an Aqueous Medium with Chitosan and Deriveties of Chitin to Remove an Impurity. U.S. patent No. 3.533.940. Bough. 1976. Sinthesis and Characterization of Derivate N, O-Charboxy rnethylehitosan. Scence Books. New York. Pergamon Perss. Muzzarelli, R.A.A. 1977. Natural Cheleting Polymers-Alginic Acid, Chitin and Chitosan. New York : Pergamon Press Duliman, I. 1998. Pemanfaatan Limbah Padat Logam Aluminium Sebagai Bahan Baku Pembuatan PAC, Skripsi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
110