Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
PENGOLAHAN AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN REAKTOR BIOFILTER DAN KOAGULASI FLOKULASI Anasia Puspa Rakhmawati dan Nieke Karnaningroem Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS *email:
[email protected] ABSTRAK Maraknya usaha laundry akan memperburuk kualitas air di sekitarnya karena usaha ini tidak diikuti dengan proses pengolahan limbahnya melainkan dibuang langsung ke badan air terdekat. Oleh karena itu diperlukan penelitian menggunakan reaktor biofilter dan koagulasi flokulasi guna menurunkan kadar COD dan fosfat dalam air limbah laundry. Biofilter dan koagulasi flokulasi dengan sistem terjunan merupakan rangkaian reactor yang aplikatif bagi usaha laundry berskala kecil. Pada penelitian ini diberikan 2 variasi yaitu media biofilter berupa batu apung, batu kerikil dan pecahan genteng tanah liat dengan ketebalan media (50 cm) dan diameter (1-2 cm) yang sama, serta variasi dosis koagulan 40 mL/L dan 50 mL/L. Secara keseluruhan, pengolahan air limbah laundry dengan menggunakan biofilter diikuti koagulasi flokulasi dengan pembubuhan tawas cukup baik, penurunan total kadar COD dan fosfat berkisar antara 40% - 86% dan 68.4% - 86.6%. Efisiensi penurunan COD paling baik menggunakan batu apung, sedangkan untuk parameter fosfat tidak ditemukan perbedaan yang signifikan diantara ketiga media. Penurunan kadar COD dan fosfat pada kedua dosis tawas tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kata kunci : biofilter, koagulasi flokulasi, COD, fosfat.
PENDAHULUAN Latar Belakang Air limbah laundry mengandung bahan kimia dengan konsentrasi yang tinggi antara lain fosfat, surfaktan, ammonia dan nitrogen serta kadar padatan terlarut, kekeruhan, BOD dan COD tinggi (Ahmad dan El-Dessouky, 2008). Peningkatan jumlah usaha laundry akan diikuti oleh peningkatan konsentrasi COD dan fosfat pada badan air. Peningkatan konsentrasi tersebut juga dapat menimbulkan terjadinya proses eutrofikasi. Kondisi eutrofik dan kandungan COD tinggi ini akan mengakibatkan terganggunya ekosistem air, menurunnya kualitas air dan self purification perairan. Kandungan COD dan fosfat yang diperbolehkan menurut PP no. 82 tahun 2001 yaitu 25 mg/L dan 0.2 mg/L. Berdasarkan alasan diatas, diperlukan penelitian yang dapat menurunkan konsentrasi COD dan fosfat yang tinggi dalam air limbah laundry sebelum dibuang ke badan air/lingkungan. Salah satu teknologi yang digunakan adalah reaktor biofilter.. Biofilter merupakan reaktor yang praktis, mudah dioperasikan dan biaya yang dibutuhkan terjangkau, terutama bagi usaha laundry berskala kecil. Sedangkan penggunaan koagulan tawas (aluminium sulfat) dalam proses koagulasi flokulasi diharapkan dapat membantu menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Koagulan tawas dipilih karena selain mudah didapat tawas juga efektif dalam menurunkan kadar fosfat air limbah sehingga dapat diaplikasikan pada usaha laundry berskala kecil.
ISBN : 978-602-97491-5-1 E-2-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Permasalahan Berdasarkan kondisi yang melatarbelakangi penelitian ini maka dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu tingginya konsentrasi COD dan fosfat pada air limbah laundry yang menggunakan deterjen sebagai bahan pencucinya dapat menyebabkan terganggunya ekosistem air, penurunan kualitas dan self purification perairan. Melihat dampak yang ditimbulkan tersebut diperlukan penelitian dengan memanfaatkan salah satu teknologi pengolahan air limbah dengan menggunakan reaktor biofilter dan proses koagulasi flokulasi. Proses koagulasi flokulasi dilakukan adalah proses yang dapat diaplikasikan pada usaha laundry berskala kecil yaitu dengan penambahan koagulan tawas. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Menganalisis efisiensi reaktor biofilter dan koagulasi flokulasi terhadap penurunan kadar COD dan fosfat pada air limbah laundry. 2. Mendapatkan pengaruh variasi media biofilter dan pengaruh variasi dosis koagulan tawas terhadap efisiensi removal COD dan fosfat. Landasan Teori Biofilter adalah reaktor yang dikembangkan dengan prinsip mikroba tumbuh dan berkembang pada suatu media filter dan membentuk lapisan biofilm (attached growth) (Slamet dan Masduqi, 2000). Penggunaan reaktor biofilter memiliki beberapa keuntungan, yaitu pengoperasiannya mudah karena tidak diperlukan sirkulasi lumpur, lumpur yang dihasilkan relatif kecil sekitar 10-30% dari BOD yang dihilangkan, dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah maupun tinggi, tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi dan pengaruh suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil (Said, 2000). Mekanisme proses metabolisme dalam sistem biofilm ditunjukkan pada Gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Mekanisme Proses Metabolisme dalam Sistem Biofilm (Said, 2000)
Menurut Said (2008), jika biofilter sudah stabil/matang, biomassa bakteri akan bertambah secara stabil dan lapisan bakteri yang menutupi permukaan media menjadi tebal. Sejalan dengan bertambah tebalnya lapisan, hanya bakteri yang berada dilapisan paling luar yang bekerja secara maksimal. Lapisan bagian dalam akan bersifat anaerobik dan akan kehilangan gaya adhesi terhadap substrat dan akan terlepas. Selain biofilter, unit pengolahan lain yang digunakan yaitu koagulasi flokulasi. Koagulasi adalah proses yang dilakukan untuk mengubah partikel-partikel kecil menjadi bentuk flok (partikel yang lebih besar) dan mampu menyerap senyawa organik sehingga polutan/pencemar tersebut dapat dihilangkan pada proses flokulasi dan sedimentasi (Jiang dan Graham, 1998). Menurut Joko (2010), untuk meratakan pencampuran zat koagulan dan ISBN : 978-602-97491-5-1 E-2-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
pembentukan flok dilakukan proses koagulasi yang diikuti dengan flokulasi. Reaksi kimia dari proses pengendapan secara kimia antara fosfat dengan koagulan tawas yaitu : AL2(SO4)3 + 2HPO422 AlPO4 + 3SO42- + 2H METODOLOGI Dalam penelitian ini dilakukan tahap pendahuluan dengan menganalisa air limbah laundry terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan COD dan fosfat pada air limbah yang akan diteliti. Kemudian dilakukan proses seeding/aklimatisasi selama 2 minggu agar terbentuk lapisan biofilm pada ketiga media penyangga biofilter. Selain itu juga dilakukan analisa jartest untuk mendapatkan dosis koagulan yang akan dibubuhkan pada penelitian ini. Reaktor biofilter dan koagulasi flokulasi serta bak pengendapan terbuat dari bahan kaca dengan bentuk rectangular. Gambar 2 dibawah ini menunjukkan rangkaian reaktor dan dimensi masing-masing reaktor.
Gambar 2. Rangkaian Reaktor untuk Penelitian
Air limbah laundry dipompa menuju bak reservoir berkapasitas 80 L (sampling 1), kemudian air limbah dialirkan menuju reaktor biofilter sesuai debit perencanaan. Dalam reaktor biofilter, air limbah akan mengalami proses filtrasi biologis melalui media yang ditumbuhi biofilm. Efluen dari reactor biofilter (sampling 2) dialirkan menuju bak koagulasi dengan sistem erjunan (ketinggian 1.3 m) dari pipa outlet biofilter bersamaan dengan pembubuhan koagulan tawas. Air limbah dari outlet koagulasi akan dialirkan menuju bak flokulasi degan ketinggian 25 cm. Kemudian air limbah akan mengalir menuju bak pengendapan, dari outlet bak engendapan (sampling 3) air limbah akan ditampung pada bak penampung.
ISBN : 978-602-97491-5-1 E-2-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Efisiensi Penurunan Kadar COD dan Fosfat pada Rangkaian Unit Biofilter dan Koagulasi Flokulasi Hasil penelitian efisiensi removal kadar COD pada rangkaian unit biofilter dan koagulasi flokulasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3. Tabel 1. Tabel Efisiensi Penurunan COD
Hari ke-
% removal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Inlet Inlet media media batu Outle Total batu kerikil t Efiensi apung (mg/L (mg/L Remova (mg/L ) ) l (%) ) 960 320 67 800 750 150 80 1050 1200 300 75 900 900 150 83 1200 800 160 80 960 706 141 80 847 847 141 83 988 750 150 80 900 960 160 83 960 900 300 67 600 800 320 60 960 960 480 50 800 800 480 40 640 Sumber : Hasil Analisa, 2012
Outle t (mg/L ) 160 150 150 150 160 141 141 150 320 300 480 480 320
Total Efiensi Remova l (%) 80 86 83 88 83 83 86 83 67 50 50 40 50
100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
Inlet media pecaha n genten g (mg/L) 800 900 750 1050 800 847 706 750 960 750 800 960 800
Outle t (mg/L ) 160 150 150 300 160 141 141 150 160 300 320 480 320
Total Efiensi Remova l (%) 80 83 80 71 80 83 80 80 83 60 60 50 60
batu kerikil batu apung 0
5
10 Hari ke-
15
pecahan genteng
Gambar 3. Grafik Efisiensi Penurunan COD
Dari data analisa diatas dapat disimpulkan bahwa penyisihan kadar COD dengan menggunakan unit biofilter dengan ketiga variasi media diikuti dengan unit koagulasi flokulasi cukup efektif. Hal ini dapat dilihat pada hasil analisa total efisiensi penurunan COD pada kedua unit pengolahan tersebut pada Tabel dan gambar diatas, nilai efisiensi removal berkisar antara 40% - 86%.
ISBN : 978-602-97491-5-1 E-2-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Sedangkan untuk penurunan kadar fosfat dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4 di bawah ini. Tabel 2. Tabel Efisiensi Penurunan Fosfat
Hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Inlet Inlet media media batu Total batu Total kerikil Outlet Removal apung Outlet Removal (mg/L) (mg/L) (%) (mg/L) (mg/L) (%) 3.9 0.8 79.3 3.1 0.6 80.5 4.2 0.8 81.5 4.1 0.6 86.6 3.6 0.7 81.4 2.2 0.3 86.3 2.5 0.4 85.2 4.7 1.0 78.9 4.9 1.0 79.9 3.7 0.6 83.0 3.4 0.6 83.1 4.2 0.7 83.2 3.5 0.8 78.1 2.7 0.4 85.3 2.4 0.4 83.7 5.0 1.0 80.7 2.3 0.5 79.8 3.9 1.2 68.4 2.9 0.6 78.0 2.2 0.5 75.5 4.5 1.2 72.8 2.9 0.8 73.4 2.2 0.5 77.7 3.3 1.0 69.7 3.8 1.0 73.7 2.9 0.8 71.0 Sumber : Hasil Analisa, 2012
Inlet media pecahan Total genteng Outlet Removal (mg/L) (mg/L) (%) 3.1 0.7 77.9 4.6 0.9 80.3 3.5 0.7 79.5 4.0 0.6 84.9 2.3 0.3 85.9 5.1 1.1 78.9 2.9 0.5 82.3 3.7 0.5 85.5 4.0 0.7 81.6 2.7 0.6 79.5 4.3 1.3 70.2 2.2 0.5 76.6 3.3 1.0 70.3
% removal
100.0 80.0 60.0
batu kerikil
40.0
batu apung
20.0
pecahan genteng
0.0 0
5
10
15
Hari ke-
Gambar 3. Grafik Efisiensi Penurunan Fosfat
Berdasarkan kedua analisa diatas dapat disimpulkan bahwa penyisihan kadar fosfat dengan menggunakan unit biofilter diikuti dengan unit koagulasi flokulasi dengan dosis penambubuhan tawas cukup efektif. Hal ini dapat dilihat pada hasil analisa total efisiensi penurunan COD pada kedua unit pengolahan tersebut pada Tabel 4.12 serta Gambar 4.24, nilai efisiensi removal berkisar antara 68.4% - 86.6%. Secara keseluruhan, dengan unit biofilter diikuti unit koagulasi flokulasi dengan pembubuhan tawas sudah cukup baik, namun dikarenakan tingginya nilai COD inlet ( > 400 mg/L), hasil outlet pada rangkaian unit ini belum memenuhi standar baku mutu COD PP no.82 tahun 2001 Golongan II ( 25 mg/L), sedangkan untuk parameter fosfat, rangkaian unit pengolahan ini juga belum mereduksi kadar fosfat sampai pada standar baku mutu Golongan II (0.2 mg/L), hanya sebagian kecil saja dimana pada inlet awal, kadar fosfatnya tidak terlalu tinggi. Maka dari itu diperlukan unit pengolahan sebelum biofilter agar konsentrasi outlet dapat memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.
ISBN : 978-602-97491-5-1 E-2-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Pengaruh Variasi Media Biofilter dan Dosis Koagulan terhadap Penurunan Kadar COD dan Fosfat
Efisiensi removal (%)
Pengaruh variasi masing-masing media biofilter terhadap penurunan kadar COD dan fosfat dapat dilihat pada grafik Gambar 4 dan Gambar 5.
100.0 80.0
% removal media batu apung % removal media batu kerikil % removal media pecahan genteng
60.0 40.0 20.0 0.0 0
5
10
15
Hari ke-
Gambar 4. Grafik Penurunan COD Media biofilter
Efisiensi removal (%)
Berdasarkan grafik diatas, batu apung memiliki efiensi penurunan kadar COD sedikit lebih baik baik dibandingkan dengan kedua media lainnya (mencapai 75%), hal ini disebabkan karena volume rongga (porositas) batu apung yang cukup besar yaitu 0.73 dibandingkan dengan batu kerikil (0.53) dan pecahan genteng (0.68). Porositas media yang besar dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah yang besar pula (Said, 2008). Jadi dalam penelitian ini dengan jumlah mikroorganisme lebih banyak pada lapisan biofilm, reduksi senyawa organik juga akan bertambah besar. 100.0 80.0
Media Batu Apung (%) Media Batu Kerikil (%) Media Pecahan Genteng (%)
60.0 40.0 20.0 0.0 0
5 Hari ke-
10
15
Gambar 5. Grafik Penurunan Fosfat Media biofilter
Ketiga jenis media biofilter memiliki kemampuan rata-rata sama dalam mereduksi kadar fosfat air limbah laundry. Fosfat pada limbah dari penggunaan detergen sebagian besar berbentuk fosfat kompleks. Fosfat kompleks mengalami hidrolisa selama pengolahan biologis menjadi bentuk ortofosfat (PO43-) dan bersifat menghambat penguraian biologis (Budi 2006), maka dari itu pada unit biofilter reduksi fosfat tidak sebesar reduksi senyawa organik lainnya sehingga diperlukan pengolahan lanjutan yaitu pengolahan secara kimiawi. Pengaruh variasi dosis koagulan terhadap penurunan kadar COD dan fosfat dapat dilihat pada grafik Gambar 6 dan Gambar 7.
ISBN : 978-602-97491-5-1 E-2-6
Efisiensi removal (%)
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
% removal dosis 40 mL/L 0
5 10 Hari ke-
15
Efisiensi removal (%)
Gambar 6. Grafik Penurunan COD pada Penambahan Tawas 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
% removal dosis 40 mL/L % removal dosis 50 mL/L 0
10 Hari ke-
20
Gambar 7. Grafik Penurunan Fosfat pada Penambahan Tawas
Penambahan dosis tawas 40 mL/L dan 50 mL/L tidak menimbulkan peningkatan efisiensi removal COD dan fosfat yang signifikan. Fluktuasi persentase penurunan COD dan fosfat tersebut akibat fluktuasi inlet awal dan outlet biofilter. Selain karena fluktuasi konsentrasi COD awal, beberapa hal yang berpengaruh yaitu sistem pembubuhan koagulan pada unit koagulasi menggunakan prinsip terjunan. Sistem ini membutuhkan kesesuaian antara debit koagulan dan debit air limbah pada outlet biofilter supaya terjadi pengadukan sempurna dan semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi dengan ion-ion dalam air limbah. Hal lain yang berpengaruh yaitu sistem pengoperasian unit, dimana pada penelitian ini digunakan sistem intermitten sehingga apabila pengadukan terhenti pada saat air limbah habis, akan terbentuk flok pada unit koagulasi, flokulasi dan pengendapan. Jadi sistem terjunan seharusnya dioperasikan pada sistem aliran kontinyu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan data, analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara keseluruhan, pengolahan air limbah laundry dengan menggunakan reaktor biofilter diikuti koagulasi flokulasi dengan pembubuhan tawas cukup baik, terlihat pada penurunan kadar COD berkisar antara 40% - 86%, sedangkan penurunan kadar fosfat berkisar antara 68.4% - 86.6%. 2. Efisiensi media batu apung dalam menurunkan kadar COD adalah yang paling baik dibandingkan batu kerikil dan pecahan genteng, sedangkan dalam penurunan kadar fosfat tidak ada perbedaan yang signifikan antara ketiga media biofilter. Penurunan kadar COD pada kedua dosis pembubuhan tawas (40 mL/L dan 50 mL/L) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Perlu adanya penelitian dengan rangkaian reaktor biofilter dan koagulasi flokulasi bukan pada sistem aliran intermitten melainkan dengan sistem kontinyu. ISBN : 978-602-97491-5-1 E-2-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
2. Perlu adanya dosing pump sebagai alat pengatur debit koagulan yang dibubuhkan supaya lebih akurat. 3. Perlu adanya penelitian mengenai variasi diameter media biofilter. DAFTAR PUSTAKA Ahmad J., dan El-Dessouky H. 2008. Design of a Modified Low Cost Treatment System for The Recycling and Reuse of Laundry Waste Water. Resource, Conservation and Recycling 52, 973-978. Budi, Sudi S. 2006. Penurunan Fosfat Dengan Penambahan Kapur (Lime), Tawas dan Filtrasi Zeolit pada Limbah Cair. Semarang : Ilmu Lingkungan UNDIP. Chinu K.J., Johir A.H., Vigneswaran S., Shon H.K., dan Kandsamy J. 2008. Biofilter as Pretreatment to Membrane based Desalination : Evaluation in Terms of Fouling Index. Desalination 249, 77 – 84. Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius. Jiang, J.Q., dan Graham N.J.D. 1998. Pre-polymerised Inorganic Coagulants and Phosporus removal by Coagulation - A Review. Water SA 24, 237 – 244. Joko, Tri. 2010. Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta : Graha Ilmu. Mann D.D., DeBryun J.C., dan Zhang Q. 2002. Design and Evaluation of an Open Biofilter for Treatment of Odour from Swine Barns during Sub-zero Ambient Temperatures. Technical Note 44. Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. New York : McGraw-Hill Inc. Malhotra S.K., Lee G.F., dan Rohlich G.A. 1964. Nutrient Removal from Secondary Effuent by Alum Flocculation and Lime Precipitation. Int, J, Air Wat, Poll 8, 487-500. Qasem, S.R., Motlet, E.M., dan Zhu, Guang. 2000. Water Works Engineering : Planning, Design & Operation. USA : Prentice-Hall. Reynolds T.D., dan Richards P.A. 1982. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering. USA : International Thomson Publishing Said, N.I . 2000. Teknologi Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biofilm Tercelup. Jurnal Teknologi Lingkungan 1, 101-113. Slamet, A., dan Masduqi, A. 2000. Satuan Proses. Surabaya : Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. Tanada S., Kabayama M., Kawasaki N., Sakiyama T., Nakamura T., Araki M., dan Tamura T. 2002. Removal of Phosphate by Aluminium Hydroxide. Colloid and Interface Science 257, 135-140.
ISBN : 978-602-97491-5-1 E-2-8