PEMBUATAN NANOSELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM ( Skipsi)
Oleh Tiara Dewi Astuti
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK
PEMBUATAN NANOSELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Oleh Tiara Dewi Astuti
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan nanoselulosa dari limbah padat tapioka (onggok) dengan metode hidrolisis asam. Proses pembuatan α-selulosa menghasilkan 20 gram dari 75 gram sampel menggunakan metode delignifikasi. α-selulosa diproses dengan metode hidrolisis asam untuk mendapatkan nanselulosa dan dilakukan perbandingan gugus fungsi, morfologi, tingkat kristalinitas dan ukuran partikel dari nanoselulosa dengan selulosa. Analisis FTIR menunjukkan tidak adanya perubahan gugus fungsi selulosa setelah dihidrolisis asam menjadi nanoselulosa. Melalui PSA, ukuran partikel dari nanoselulosa dan selulosa berturut-turut 11 nm sebanyak 10 % dan 500 nm sebanyak 10 %. Hasil SEM menunjukan morfologi selulosa yang padat sedangkan nanoselulosa memiliki morfologi yang berongga. Berdasarkan difraktogram XRD, selulosa yang dihasilkan 48,2 % dan nanoselulosa yang dihasilkan memiliki persen kristalinitas sebesar 61,9 %.
Kata Kunci : Limbah Padat Tapioka, Nanoselulosa, Hidrolisis Asam
ABSTRACT
PRODUCTION OF NANOCELLULOSE FROM TAPIOCA SOLID WASTE USING ACID HYDROLYSIS METHOD
By Tiara Dewi Astuti
This study has using acid hydrolysis method of nanocellulose production from tapioca solid waste. Amount of 20 gr α-cellulose was obtained through delignification method for 75 gr of sample. The cellulose was converted into nanocellulose by using acid hydrolysis and the product was compared with cellulose. Including of functional groups, morphology, cristhallinity rate, and particle size. FTIR analysis of both compounds showed no different of functional group after acid hydrolysis. This Particle size analyzer (PSA) of the acid hydrolysis product revealed contents of 10 % of nanocellulose in 11 nm size and 10 % of 500 nm size of cellulose. The SEM presented morphology result of solid cellulose meanwhile nanocellulose has hollow morphology. Based on XRD diffractogram, showed crystallinity of cellulose 48,2 % and 61,9 % for nanocellulose.
Key Word: Tapioca Solid Waste, Nanocellulose, Acid Hydrolysis
PEMBUATAN NANOSELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM (Skripsi)
Oleh TIARA DEWI ASTUTI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS
Pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalianda pada tanggal 26 April 1994, anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Tamjid dan Ibu Tuwuh Rahayu. Penulis mulai menempuh pendidikan dimulai pada tahun 1999 di TK Pertiwi Kalianda lalu melanjutkan di SD Negeri 1 Kalianda kecamatan Kalianda kabupaten Lampung Selatan dan lulus pada tahun 2006, Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kalianda dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Kalianda dan lulus tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Kimia pada tahun 2012 melalui Jalur Ujian Mandiri Lokal (UML)
Selama menempuh pendidikan di kampus penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada praktikum Kimia Organik I pada tahun 2015/2016 dan Kimia Organik II pada tahun 2015/2016. Pengalaman organisasi penulis dimulai sejak menjadi Kader Muda Himaki tahun 2012-2013 FMIPA Unila. Penulis pernah menjadi Anggota Biro Kesektretariatan (Kestari) HIMAKI FMIPA Unila dan Anggota Biro Usaha Mandiri (BUM) HIMAKI FMIPA Unila pada tahun 2013-2014.
Atas Rahmat Allah SWT
Kupersembahkan Karya sederhanaku ini Teruntuk
Bapak dan Ibuku tercinta
yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, dukungan, motivasi
dan semangat kepada ananda selama ini Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T dan semua Dosen
Jurusan Kimia yang telah membimbing dan mendidik ananda selama menempuh pendidikan di kampus
Seluruh keluarga besarku, sahabatku dan Partner yang akan mendampingi hidupku Almamater tercinta
Universitas Lampung
MOTTO HIDUP “Tidak ada satu kesuksesan pun yang tidak disertai kegagalan, maka habiskanlah jatah kegagalanmu”
“Learn from yesterday, Live for today, Hope for tomorrow”
‘’Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah ‘’ (HR.Tirmidzi)
“ Jangan hanya menjalani hidup, tetapi berkembanglah bersama kehidupan.
SANWACANA
Alhamdulillah tsummal hamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah memberikan nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBUATAN NANOSELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM. Bacaan Allahumma sholli wasallim wabaarik ‘alaihi semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan syafa’atnya kepada seluruh umatnya di dunia dan di akhirat, Aamiin.
Teriring do’a yang tulus, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku pembimbing I penulis yang telah membimbing, mendidik, dan mengarahkan penulis dengan kesabaran dan kasih sayang yang tulus sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga barokah Allah selalu menyertai Beliau. 2. Ibu Noviany, Ph.D. selaku pembimbing II penulis yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.
3. Bapak Mulyono, Ph.D. selaku pembahas penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan. 4. Bapak Dr. Rudy T. Mangapul Situmeang, Ph.D. selaku pembimbing akademik penulis yang telah memberikan motivasi, arahan, dan nasihat sehingga penulis dapat menempuh pendidikan dengan baik di Jurusan Kimia FMIPA Unila. Semoga Allah selalu memberikan rahmat kepadanya. 5. Bapak Prof. Warsito, Ph.D. selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila dan seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila. 7. Mbak Wiwit, Pak Gani, Mbak Ani, Mbak Liza, Uni Kidas, Mas Nomo, Pak Man, Pak John, dan Uni Gus. 8. Bapak Tamjid dan Ibu Tuwuh Rahayu, S.K.M. yang telah membesarkan, merawat, dan mendidik penulis dengan segala cinta, kasih sayang, dan kesabaran yang tulus, serta Mas Hari Agung Batara, S.E dan Alex Bagas Rivaldo yang telah memberikan semangat, dukungan, dan keceriaan kepada penulis, semoga barokah Allah selalu menyertai mereka. 9. Terimakasih juga kepada Ibu Tati Fatimah, S.Pd. M.Si, Ibu Sri Purwatiningsih, S.Pd.M.Si, dan Mba Endah Wahyuningsih, S.Pd yang telah memberikan motivasi, dukungan, dan semangat kepada penulis. 10. Kakak-kakakku semua Ridho Nahrowi, S.Si., Yulia Ningsih Nasution, S.Si., Mirfat Salim Abdat, S.Si., Junaidi Permana, S.Si., Rahmadya Teta Parasta, S.Si., Mbak Mardiyah, S.Si., Kak M. Nurul Fajri, Mbak Chyntia Gustiyanda
Patraini, S.Si., Kak Rahmat Kurniawan, S.Si. yang telah memberikan arahan, wejangan, dan motivasi kepada penulis. 11. Partner penelitianku Yepi Triapriani dan Tazkia Nurul yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis, semoga Allah selalu memberikan kelancaran dan barokah kepada mereka. 12. Rekan kerja Laboratorium Kimia organik Ajeng Wulandari, Susy Isnaini, Ismi Khomsiah, Putri Ramadhona, Arif Nurhidayat, Ayu Setianingrum, Radius Uly Arta semoga barokah Allah selalu menyertai mereka. 13. Spesial teruntuk teman terbaik dalam segala perkara Bayu Dwi Saputra, A.Md yang selalu ada saat susah maupun senang, yang selalu memberikan nasihat, keceriaan serta mengingatkan penulis dengan ketulusan hati dan kesabaran apabila penulis melakukan kesalahan. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan. 14. Spesial teruntuk sahabat-sahabatku Yepi Triapriani, Debora Jovita, Derry Vardela, Handri Sanjaya, Fidela Adisti Kurnia yang selalu memberikan keceriaan dan kasih sayang kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan. 15. Spesial juga untuk keluargaku tercinta kimia 2012, Yepi (Bunda Imitasi), Tazkia (Mama), Ismi (Nenek), Susy (Dedek), Ajeng, Dona (Bunda Asli), Arif, Ayu Ninggrum, Radius, Tri Marital, Dewi AF (Dewong), Intan, Sukamto (Kamtil), Murni (Racun), Jean (Jeje), Adi, Nila, Reno, Anwar, Siti Aisah, Rifki, Imah, Indry, Indah (Iin), Fenti, Tiurma Deborah, Ferdinan, Ruli, Sofian, Dela, Arya, Edi, Ana, Feby (Lem), Ruwai (Mak Tiri), Erlita, Maria Ulfa, Ayu Imani (AIM), Rijal, Meta, Diani, Wiwin, Fifi, Putri, Syatira, Eka, Ulfatun,
Dwi, Derry, Debby, Adit, Ubai, Febita, Elsa, Atma, Yunsi, Riandra, Rio, Welda yang selalu memberikan keceriaan dan kasih sayang kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan. 16. Spesial juga untuk teman-teman KKN Desa Margoyoso, Rini Mega Putri, Sari Dewi, M. Didi Eka Fazri, Senna T.C. Pamungkas, Andreas Lukita, Ajeng Dini Utami yang pernah memberikan keceriaan, semangat, dan dukungan kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan. 17. Adik-adik bimbinganku Dona Mailani Pangestika, Shela A. Septiana, Aulia Pertiwi, Siti Mudmainah dan Khalimatus Sakdiah serta adik-adik penelitian Laboratorium Kimia Organik. 18. Seluruh mahasiswa kimia angkatan 2011, 2012, 2013, dan 2014. 19. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis memohon maaf kepada semua pihak apabila skripsi ini masih terdapat kesalahan dan kekeliruan, semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat sebagaimana mestinya, Aamiin.
Bandar Lampung, November 2016 Penulis
Tiara Dewi Astuti
i
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN ................................................................................ A. Latar Belakang ................................................................................ B. Tujuan Penelitian ........................................................................... C. Manfaat Penelitian .........................................................................
1 1 4 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5 A. Limbah Industri Tapioka ................................................................. 5 1. Limbah Cair Industri Tapioka..................................................... …..5 2. Limbah Padat Industri Tapioka................................................... …..6 a. Meniran Kulit Singkong ....................................................... …..6 b. Onggok ................................................................................. …..6 1. Selulosa..................................................................... …..7 2. Hemiselulosa ............................................................ ….13 3. Pati ............................................................................ ….14 B. Nanoselulosa .................................................................................... 15 1. Identifikasi Selulosa .................................................................... 16 2. Sintesis Nanoselulosa .................................................................. 16 3. Kegunaan Nanoselulosa .............................................................. 20 C. Karakterisasi Nanoselulosa dari Onggok ......................................... 21 1. Spektroskopi Infra Merah (IR) .................................................... 21 2. Particel Size Analyzer (PSA)....................................................... 24 3. Scaning Electron Micrascope (SEM).......................................... 25 4. X-Ray Diffraction (XRD) ............................................................ 27
III. METODELOGI PENELITIAN ......................................................... A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
29 29
ii
B. Alat dan Bahan................................................................................. 29 C. Prosedur ........................................................................................... 30 1. Preparasi Sampel ......................................................................... 30 2. Isolasi α-Selulosa dari Onggok.................................................... 30 3. Penentuan Kadar α-Selulosa Menggunakan Metode Uji SNI 04 44:2009 ........................................................................................ 31 4. Pembuatan Nanoselulosa dari α-Selulosa dengan Metode Hidrolisis Asam ........................................................................... 32 5. Particel Size Analyzer (PSA) ..................................................... 33 6. Analisis SEM............................................................................... 33 7. Analisis XRD............................................................................... 33 8. Analisis FT-IR ............................................................................. …34 IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ A. Preparasi Sampel .............................................................................. B. Isolasi α-Selulosa dari Onggok .......................................................... C. Penentuan Kadar α-Selulosa Menggunakan Metode Uji SNI 04 44:2009 .............................................................................................. D. Pembuatan Nanoselulosa dari α-Selulosa dengan Metode Hidrolisis Asam ............................................................................... E. Analisis FTIR Nanoselulosa ............................................................ F. Particel Size Analyzer (PSA) ............................................................ G. Analisis SEM .................................................................................. H. Analisis XRD ...................................................................................
35 35 36
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. A. Simpulan .......................................................................................... B. Saran .................................................................................................
48 48 48
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
49
V.
LAMPIRAN
38 38 40 42 44 45
DAFTAR TABEL
1.
Halaman Baku Mutu Air Limbah Industri Tapioka ................................................. 5
2.
Komposisi Kimia Onggok ........................................................................ 7
3.
Kadar α-Selulosa....................................................................................... 38
4.
Perbandingan Data Analisis FTIR ............................................................ 41
5.
Perbandingan Data PSA ........................................................................... 43
6.
Nilai Difraktogram Selulosa dan Nanoselulosa ........................................ 46
DAFTAR GAMBAR
1.
Halaman Struktur Selulosa ..................................................................................... 8
2.
Struktur α-Selulosa ..................................................................................
9
3.
Skema Reaksi Isolasi α-Selulosa ............................................................
10
4.
Reaksi Peruraian Lignin oleh H2O2 ........................................................
11
5.
Struktur β-Selulosa ..................................................................................
12
6.
Struktur Hemiselulosa .............................................................................
13
7.
Struktur Amilosa.......................................................................................
14
8.
Struktur Amilopektin ................................................................................
14
9.
Mekanisme Hidrolisis Asam ...................................................................
17
10. Hidrolisis Asam Menghilangkan Bagian Amorf ....................................
18
11. Mekanisme Pembentukan Nanoselulosa dengan Ultrasonikasi ..............
19
12. Skema SEM ..............................................................................................
28
13. Hasil Preparasi Sampel .............................................................................
35
14. Hasil Tahapan Pembuatan α-Selulosa .....................................................
37
15. Tahapan Pembuatan Nanoselulosa............................................................
39
16. Spektrum FTIR ........................................................................................
41
17. Hasil Analisis PSA ...................................................................................
42
18. Hasil Analisis SEM .................................................................................
44
19. Difraktogram XRD ...................................................................................
47
1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris sebagai penghasil singkong terbesar di dunia. Pada tahun 2011, total produksi singkong di Indonesia mencapai 24.044.025 ton dengan luas lahan 1.184.696.00 ha sehingga produksi rata-rata mencapai 202,96 kwintal/ha (BPS, 2012). Menurut badan pusat statistik (2011), provinsi lampung merupakan salah satu daerah pusat penghasil singkong di Indonesia, dengan total luas lahan yang ditanami singkong di Provinsi Lampung adalah 368.096 ha dengan total produksi 9.193.676 ton yang berarti produktivitas lahan sekitar 24,976 ton/ha. Luas lahan yang ditanami singkong dari tahun 2007 sampai 2011 terus meningkat.
Dalam proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka memiliki hasil samping yang berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan dari produksi tepung tapioka tersebut yaitu berupa onggok. Selain onggok memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga banyak digunakan sebagai pakan ternak dan pembuatan bioetanol, ini ditinjau dari kandungan limbah onggok itu sendiri, limbah onggok mengandung air sebesar 14,51 %, protein sebesar 8,11 %, lemak sebesar 1,29 %, abu sebesar 0,89 %, serat kasar sebesar 15,20 %, dan pati sebesar 60 % (Wikanastri, 2012). Kandungan penyusun onggok
2
yang terbesar selain pati adalah serat kasar yang berupa lignoselulosa. Serat kasar yang berupa lignoselulosa mengandung selulosa sebesar 59,9 %, hemiselulosa sebesar 20 %, dan lignin sebesar 10,7 % (Akaracharanya et al., 2011).
Selulosa tersusun dari unit-unit anhidroglukopiranosa yang tersambung dengan ikatan β-1,4-glikosidik membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (Potthast et al., 2006; Zugenmaier, 2008). Selulosa mempunyai rumus empiris (C6H10O5)n dengan n~1500 dan berat molekul ~243.000 (Rowe et al., 2009). Berdasarkan jenis ikatannya selulosa dibedakan menjadi 3 yaitu, α- selulosa, β-selulosa dan γselulosa. Kandungan α-selulosa yang terdapat pada onggok yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan nanoselulosa.
Nanoselulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam banyak aplikasi berbeda, seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-lain. Nanopartikel distabilkan dalam suspensi melalui proses hidrolisis dengan asam. Suspensi nanokristal selulosa dapat dibentuk menjadi suatu fase kristalin likuid. Modifikasi kimia sederhana dalam permukaan nanoselulosa dapat mengalami dispersabilitas dalam pelarut yang berbeda. Nanoselulosa diperoleh dari proses hidrolisis menggunakan asam dari α- selulosa, diklasifikasikan dalam pembahasan baru nanomaterial. Proses isolasi nanoselulosa memiliki banyak pengkajian, seperti dimensi skala nanometer, tinggi kekuatan spesifik dan modulus, dan tinggi daerah permukaan (Habibiet al., 2010). Adanya perubahan ukuran dan sifat dari nanoselulosa maka nanoselulosa dapat digunakan sebagai filler penguat pada berbagai polimer antara lain polietilen (Prachayawarakorn et al., 2010), karet alam
3
(Pasquini et al., 2010), dan polipropilen (Reddy et al., 2009), aditif untuk pembawa obat (Ioelovich, 2012).
Penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan nanoselulosa menggunakan metode kimia terdiri dari metode asam, metode pelarut alkali, metode oksidasi, dan metode dengan menggunakan cairan ionik. Zhou (2012) telah menggunakan metode hidrolisis dengan asam kuat, yaitu asam sulfat (H2SO4) 64 % berat. Pada suhu reaksi 45⁰C dengan pengadukan 500 rpm selama 120 menit, nanoselulosa yang dihasilkan berukuran 115 nm. Brito et al., (2012) telah melaporkan dengan menggunakan metode hidrolisis asam dengan asam kuat, yaitu asam sulfat 64 % berat. Nanoselulosa yang dihasilkan berukuran 100-130 nm. Zhang et al., (2007) telah menggunakan metode hidrolisis asam dengan asam kuat, yaitu campuran (air deionized dengan asam klorida dan asam sulfat) pada bahan serat selulosa, nanoselulosa yang dihasilkan berukuran 60 nm.
Wawro et al., (2009) telah membuat nanoselulosa dengan pelarut alkali, yaitu NaOH. Nanoselulosa yang dihasilkan memiliki rentang derajat polimerisasi (DP) sebesar 290-405. Montanari et al., (2005) membuat nanoselulosa dengan agen pengoksidasi, yaitu 2,2,6,6,-tetrametil-1-piperidiniloksi radikal (TEMPO). Nanoselulosa yang dihasilkan berukuran 50-200 nm. Man (2011) menggunakan metode hidrolisis dengan cairan ionik BMIMHSO4 sebagai pelarut dan mikrokristalin selulosa (MCC) sebagai sumber selulosa awal yang digunakan. Nanoselulosa yang dihasilkan berukuran 50-300 nm.
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan nanoselulosa dari onggok singkong menggunakan metode hidrolisis asam dan ultrasonikasi. Setelah didapatkan
4
nanoselulosa dilakukan analisis kualitatif menggunakan FTIR, PSA (Particle Size Analyzer), SEM (Scanning Electron Microscope), dan XRD (X-Ray Diffraction).
B.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari Penelitian ini, yaitu: 1. Mengisolasi α-selulosa dari onggok dengan metode delignifikasi. 2. Membuat nanoselulosa dari α-selulosa melalui metode hidrolisis asam.
C. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari Penelitian ini adalah: 1. Mengurangi limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan Tepung Tapioka dari Singkong. 2. Mengubah limbah onggok singkong menjadi produk yang bernilai jual yang tinggi. 3. Menjadikan limbah onggok singkong sebagai bahan baku utama pada pembuatan selulosa menjadi nanoselulosa.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah Industri Tapioka
1. Limbah Cair Industri Tapioka Limbah cair industri tapioka merupakan limbah yang bersumber dari proses pencucian singkong, pencucian alat, dan pemisahan larutan pati (Ciptadi et al., 1978). Pengolahan 1 ton singkong menjadi tepung tapioka menghasikan sekitar 4.000-6.000 liter limbah cair (Djarwati et al., 1993). Kualitas limbah cair industri tapioka biasanya diukur dari konsentrasi padatan tersuspensi, pH, COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Baku mutu untuk limbah cair industri tapioka dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Baku mutu air limbah industri tapioka Parameter BOD (5 Hari, 20⁰C) COD Total Padatan Tersuspensi pH Sianida Debit
Kadar Maksimal 100 mg/L 250 mg/L 60 mg/L 6-9 0,2 mg/L 25 m3 per ton produk
(Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7, 2010).
6 2. Limbah Padat Industri Tapioka
a. Meniran kulit singkong Limbah padat industri tapioka berupa meniran kulit singkong (potongan singkong dan kulit singkong) yang bersumber dari proses pengupasan. Limbah meniran terdiri dari 80-90% kulit dan 10-20% potongan singkong dan bonggol. Persentase jumlah limbah kulit singkong bagian luar (berwarna coklat dan kasar) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit singkong bagian dalam (berwarna putih kemerahmerahan dan halus) sebesar 8-15% (Hikmiyatiet al., 2009).
b. Onggok Limbah padat industri tapioka adalah ampas tapioka (onggok) yang bersumber dari pengekstraksian dan pengepresan.Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan selulosa. Onggok juga mengandung air dan karbohidrat yang cukup tinggi serta kandungan protein kasar dan lemak yang rendah.Jumlah kandungan ini berbeda dan dipengaruhi oleh daerah tempat tumbuh, jenis ubikayu, dan teknologi pengolahan yang digunakan dalam pengolahan ubikayu menjadi tapioka. Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang diperoleh pada proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini diperoleh suspensi pati sebagai filtratnya dan ampas yang tertinggal sebagai onggok.
Limbah padat industri tapioka adalah ampas tapioka (onggok) yang bersumber dari pengekstraksian dan pengepresan. Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan selulosa. Onggok juga mengandung air dan karbohidrat yang cukup
7 tinggi serta kandungan protein kasar dan lemak yang rendah. Jumlah kandungan ini berbeda dan dipengaruhi oleh daerah tempat tumbuh, jenis ubikayu, dan teknologi pengolahan yang digunakan dalam pengolahan ubikayu menjadi tapioka.pengetahuan dan teknologi yang dimiliki masih sangat rendah maka onggok masih mengandung pati dengan konsentrasi yang cukup tinggi (Chardialani, 2008). Berikut komposisi kimia onggok singkong dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Onggok Singkong
Komposisi Kimia (%) Air Protein Lemak Abu Serat Kasar Pati
A (Lamiya et al.,2010) 20,00 1,57 0,26 10,00 68,00
B (Prabawati, 2011) 60,00 1,0 0,5 1,0 2,5 35,00
C (Wikanastri, 2012) 14,51 8,11 1,29 0,89 15,20 60,00
1. Selulosa
Selulosa merupakan serat tumbuhan yang tidak dapat larut dalam air. Serat kasar yang terdapat pada onggok mengandung hemiselulosa dan selulosa yang merupakan bagian terbesar dari komponen polisakarida non pati (Arnata, 2009). Selulosa merupakan senyawa organik penyusun utama dinding sel tumbuhan. Polimer selulosa umumnya tersusun oleh monomer-monomer glukopiranosa yang saling berhubungan pada posisi atom karbon 1 dan 4 oleh ikatan β-glikosida. Selulosa termasuk homopolimer linier dengan monomer berupa D-anhidroglukosa yang saling berkaitan dengan ikatan β-1,4glikosidik. Rumus empiris selulosa adalah (C6H10O5)n dengan n adalah jumlah satuan
8 glukosa yang berikatan atau derajat polimerisasi dari selulosa. Selulosa murni memiliki derajat polimerisasi sekitar 14.000, namun dengan pemurnian biasanya akan berkurang menjadi sekitar 2.500 (Nevell et al., 1985). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Selulosa (Zamora, 2011). Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa bergabung dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003).
Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Janes et al., 1996; Judoamidjojo et al., 1989; Fessenden dan Fessenden, 1982).
9 Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
A. Alfa selulosa Selulosa-α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 - 1500. Selulosa-α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa-α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahannya. Stuktur alfa selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur α-selulosa (Yusuf, 2004). Proses isolasi α-selulosa dari onggok melalui proses reaksi yang ditunjukkan pada skema yang disajikan pada Gambar 3.
10
Gambar 3. Skema reaksi isolasi α-selulosa (Nahrowi, 2015). Alfa selulosa dapat disintesis menggunakan metode delignifikasi, delignifikasi merupakan proses pemisahan lignoselulosa dari onggok sehingga selulosa, lignin, dan
11 hemiselulosa terpisah. Proses delignifikasi dilakukan dengan penambahan HNO3 dan NaNO2, fungsi untuk menghilangkan hemiselulosa dan zat ekstraktif. Selanjutnya sampel ditambah NaOH 2 % dan Na2SO32 %. Dalam proses ini komposisi struktur onggok, yang berupa lignin sebagai lapisan luar akan rusak akibat adanya interaksi dengan basa sehingga selulosa, dan lignin akan terpisah. Proses selanjutnya adalah pemutihan dengan NaOCl yang berfungsi untuk memecah ikatan eter pada struktur lignin, sehingga selulosa yang didapat berupa pulp semakin putih, namun bila berwarna coklat kemungkinan masih ada sisa lignin hasil depolimerisasi. Sisa kromofor ini dapat dihilangkan dengan proses bleaching (pemutihan). Kemudian sampel di tambah dengan NaOH 17,5 % yang bertujuan untuk menghilangkan lignin yang tersisa serta menghilngkan β-selulosa dan γ-selulosa. Proses terakhir pemutihan atau bleaching. Mekanisme reaksi proses bleaching menggunakan hidrogen peroksida terdapat dalam Gambar 4.
Gambar 4. Reaksi Peruraian Lignin oleh H2O2
12 Pada proses ini digunakan hidrogen peroksida (H2O2) yang mempunyai kemampuan melepaskan oksigen yang cukup kuat dan mudah larut dalam air. Hidrogen peroksida dapat memutus ikatan Cα - Cβ molekul lignin dan mampu membuka cincin lignin dan reaksi lain (Othmer, 1992).
B. Beta selulosa Beta selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15–90, dapat mengendap bila dinetralkan.Berikut struktur dari βselulosa dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur β-selulosa (Yusuf, 2004).
C. Gamma selulosa Gama selulosa adalah sama dengan beta selulosa, tetapi Derajat polimerisasinya kurang dari 15.
13 2. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polisakarida yangmempunyai berat molekul lebih kecil dibandingkan selulosa. Berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun atas glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Terdapat lima gula netral, yaitu glukosa, mannosa, dan galaktosa (heksosa) serta xilosa dan arabinosa (pentosa) merupakan konstituen utama hemiselulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan lebih luas dari selulosa. Hemiselulosa merupakan istilah umum bagi polisakarida yang larut dalam alkali. Hemiselulosa sangat berdekatan posisinya dengan selulosa dalam dinding sel tanaman (Fengel dan Wegener, 1995). Berikut struktur hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur Hemiselulosa (Saha, 2003). Hemiselulosa tidak larut dalam air pada suhu rendah. Hidrolisis hemiselulosa dimulai pada suhu yang lebih rendah dari pada selulosa yang mana kelarutannya akan bertambah seiring dengan naiknya suhu (Harmsenet al., 2010).
14 3. Pati
Pati merupakan polimer dari glukosa yang tersusun atas ikatan α-glikosida. Pati terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer linear dengan ikatan α-1,4-glikosida. Amilopektin memilikimolekul yang berukuran lebih besar dari amilosa, memiliki ikatan α-1,4-glikosida dan berbentuk cabang pada ikatan α-1,6-glikosida, serta pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar 15% - 30%, sedangkan amilopektin berkisar antara 70% - 85% (Jane et al., 1992). Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati (Jane et al., 1992). Berikut struktur amilosa dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur Amilosa (Suriadi, 1985). Berikut struktur amilopektin dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Struktur Amilopektin (Suriadi, 1985).
15 B. Nanoselulosa
Nanoselulosa merupakan selulosa yang memiliki ukuran diameter dalam nanometer (2– 20 nm) dan panjangnya antara ratusan sampai ribuan nanometer, termasuk nanokomposit yang ringan dan memiliki kekuatan besar dengan biaya yang cukup rendah (Helbert et al., 1996) dan banyak digunakan sebagai filler penguat pada berbagai polimer antara lain polietilen (Prachayawarakorn et al., 2010), karet alam (Pasquini et al.,2010), dan polipropilen (Reddy et al., 2009), aditif untuk pembawa obat (Ioelovich,2012).
1. Identifikasi Nanoselulosa
a. Struktur Nanoselulosa Partikel selulosa yang mengalami perubahan yaitu nanoselulosa, perubahan ini berupa peningkatan kristalinitas, luas permukaan, peningkatan dispersi dan biodegradasi. Dengan adanya perubahan dari selulosa menjadi nanoselulosa menyebabkan terjadinya perubahan sifat dari selulosa. Perubahan sifat dari selulosa juga mempengaruhi bentuk dari struktur nanoselulosa (Isdin, 2010).
b. Sifat Nanoselulosa Ditinjau dari strukturnya, nanoselulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Akan tetapi tidak demikian karena nanoselulosa tidak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah struktur dari nanoselulosa yang kompleks
16 dan kuat serta bagian amorf yang hilang pada proses hidrolisis oleh asam. Faktor ini menjadi penyebab kristalinitas yang tinggi dari serat selulosa. Selain tingkat kristalinitas, nanoselulosa juga memiliki peningkatan luas permukaan, kemampuan dispersi, biodegrasi dan aspek rasio.
2. Sintesis Nanoselulosa
Penelitian tentang nanoselulosa telah banyak dilakukan dengan berbagai metode. Salah satunya sintesis dari α- selulosa yang terdiri dari empat tahap yaitu hidrolisis asam menggunakan asam kuat, sentrifuse, ultrasonikasi dan freeze drying yang telah dilakukan oleh Arup Mandal (2011). Pada tahap hidrolisis asam, α-selulosa ditambah H2SO4 dan dibantu oleh proses pemanasan selama 5 jam dengan suhu 50oC sambil diaduk. Sedangkan menurut Teixeraet al., (2009) proses sintesis nanoselulosa dari selulosa memiliki empat tahapan yaitu hidrolisis asam, sentrifuse, dialisis dan ultrasonikasi. pada saat hidrolisis menggunakan asam kuat yaitu H2SO4dengan konsentrasi 6,5 M dan dibantu dengan pemanasan dengan suhu 60⁰ C selama 40 menit.
Menurut Peng (2011) Asam sulfat sering digunakan dalam produksi nanoselulosa, namun dispersabilitas dari nanoselulosa yang diperoleh dari jenis asam ini berbeda dengan jenis asam lainnya, karena kelimpahan dari gugus sulfat pada permukaan, nanoselulosa yang diperoleh dari hidrolisis menggunakan asam sulfat dapat terdispersi dengan mudah di dalam air dibanding dengan menggunakan asam kuat lainnya. Mekanisme hidrolisis asam secara reaksi kimia dapat dilihat pada Gambar 9.
17
Gambar 9. Mekanisme hidrolisis asam (Yue et al., 2007).
Setelah proses hidrolisis lalu ditambahkan aquades untuk menghentikan proses reaksi yang berlebih saat hidrolisis asam tersebut. Asam kuat dapat menghilangkan bagian amorf dari suatu rantai selulosa sehingga isolasi pada bagian kristalin selulosa dapat dilakukan (Isdin, 2010).
Hidrolisis asam merupakan proses utama yang digunakan dalam memproduksi nanoselulosa, dimana susunan blok kecil dilepaskan dari serat selulosa. Selulosa terdiri dari daerah amorf dan daerah kristalin. Daerah amorf memiliki densitas lebih rendah dibandingkan daerah kristalin, sehingga ketika selulosa diberikan perlakuan dengan menggunakan asam kuat maka daerah amorf akan putus dan melepaskan daerah kristalin (Peng, 2011). Berikut mekanisme hidrolisis asam dapat dilihat pada Gambar 10.
18
Gambar 10. Hidrolisis asam menghilangkan bagian amorf dari selulosa (Peng,2011).
Selanjutnya, tahap sentrifus dilakukan bertujuan untuk memisahkan endapan dan filtrat yang telah di hidrolisis sebelumnya. Lalu dipisahkan berdasarkan perbedaan berat molekulnya. Tahap sentrifus juga dilakukan untuk menetralkan filtrat sehingga pada saat proses freeze drying tidak gosong akibat masih terkandung asam sulfat di dalamnya. Tahap berikutnya, ultrasonikasi yang dilakukan dengan bantuan gelombang ultrasonikasi yang menyebabkan penurunan pada ukuran nanoselulosa. Semakin lama waktu yang digunakan dalam proses sonikasi semakin tinggi pula penurunan tingkat ukuran pada nanoselulosa yang dihasilkan (Li et al., 2012). Mekanisme proses pembentukan nanoselulosa dengan ultrasonikasi dapat dilihat pada Gambar 11.
19
. Gambar 11. Proses pembentukan nanoselulosa dengan ultrasonikasi ( Liet al.,2012).
Tahap yang terakhir pada pembentukan nanoselulosa adalah freeze drying .penggunaan freeze drying bertujuan untuk memisahkan nanoselulosa dari akuades yang tersisa. Cara kerja dari freeze drying adalah berdasarkan proses liofilisasi yaitu pengeringan yang tidak dilakukan dengan cara pemanasan melainkan dengan pengeringan beku. Digunakan freeze drying untuk pengeringan karena freeze drying dapat mempertahankan stabilitas dari nanoselulosa, khususnya nanoselulosa yang sensitif terhadap panas dan mudah teroksidasi. Prinsip dari alat ini merubah dari padat menjadi uap (David et al., 2006).
20 3. Kegunaan Nanoselulosa
Nanoselulosa telah banyak digunakan dalam bidang industri maupun kehidupan seharihari. Nanoselulosa banyak digunakansebagai filler penguat pada berbagai polimer antara lain polietilen (Prachayawarakorn et al., 2010), karet alam (Pasquini et al., 2010), dan polipropilen (Reddy et al., 2009), aditif untuk pembawa obat (Ioelovich,2012). Beberapa aplikasi nanoselulosa diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Modifikasi permukaan hidrofobik nanoselulosa dengan garam amonium Dilakukan modifikasi pada permukaan hidrofobik dari nanoselulosa. Metode yang digunakan untuk memodifikasi permukaan nanoselulosa ini adalah penggabungan adsorpsi dari garam ammonium dengan kation. Rantai alkil panjang, phenyl, glycidyl, dan kelompok diallyl melalui proses pertukaran ion dalam larutan yang mengandung air (Salajková et al., 2012).
b. Nanokomposit selulosa dengan asam polilaktik (PLA) Nanokomposit dibuat dari gabungan antara nanoselulosa dengan asam polilaktik (PLA). Namun, pada penelitian kali ini tidak adanya perbaikan sifat mekanik apabila dibandingkan dengan PLA murni dikarenakan penambahan aditif yang tidak cocok (DMAc/LiCl) (Oksman et al., 2006).
Dibuat nanokomposit asam polilaktik (PLA) dengan adanya penambahan nanoselulosa.Adanya penambahan nanoselulosa dapat memperkuat sifat penghalang (barrier) pada hasil polimer komposit. Kedepannya komposit ini dapat menjadi bahan aktif anti racun (Fortunati et al.,2012)
21 c. Nanokomposit selulosa dengan poliuretan Nanokomposit dibuat dari poliuretan dengan fraksi volume rendah dari nanoselulosa. Cao et al.,(2007) menyatakan bahwa dengan penambahan filler nanoselulosa sebanyak 1% berat dapat meningkatkan modulus young, kekuatan tarik, dan keuletan dari polimer komposit yang dihasilkan.
d. Nanokomposit polioksietilen Nanokomposit dari polioksietilen (POE) dengan nanoselulosa. Samir et al., (2004), menyatakan bahwa pembentukan jaringan selulosa antar ikatan hidrogennya berperan penting dalam peningkatan sifat mekanik dari komposit.
C. Karakterisasi Nanoselulosa dari Onggok Singkong
1. Spektroskopi Infra Merah (IR) Spektroskopi IR merupakan salah satu dari teknik penentuan struktur yang didasarkan pada vibrasi atom dalam molekul. Spektrum inframerah didapatkan dengan melewatkan radiasi inframerah ke dalam sampel dan menentukan fraksi radiasi yang diserap pada energi tertentu. Energi yang muncul pada spektrum absorbansi sebagai beberapa puncak menggambarkan frekuensi vibrasi dari bagian molekul. Atom-atom di dalam suatu molekul tidak dapat diam melainkan bervibrasi (bergetar).
Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu cuplikan, maka molekul-molekulnya dapat menyerap (mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi diantara tingkat vibrasi (ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (excited state).Contoh suatu ikatan C–H
22 yang bervibrasi 90 triliun kali dalam satu detik harus menyerap radiasi infra merah pada frekuensi tersebut (9,0 x 1013 Hz, 3000 cm –1) untuk pindah ke tingkat vibrasi tereksitasi pertama. Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infrared, yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi. Plot tersebut adalah spektrum infra merah yang memberikan informasi penting tentang gugus fungsional suatu molekul (Nurdin, 1986).
Adapun jenis-jenis vibrasi molekul ada 2 yaitu: 1. Vibrasi ulur/regangan (stretching vibrations). Vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang sumbu ikatan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat bertambah ataau berkurang. Vibrasi stretching meliputi : a. Stretching simetri, yaitu unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang datar (ṽ =
2853/cm).
b. Stretching asimetri, yaitu unit struktur yang bergerak bersamaan dan tidak searah tetepi masih dalam satu bidang datar (ṽ =
2926/cm).
2. Vibrasi tekuk/bengkok (bending vibrations). Vibrasi Bending adalah pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut ikatan antara dua ikatan atau pergerakan dari sekelompok atom terhadap atom lainnya. Vibrasi bending meliputi: a. Scissoring(vibrasi gunting), unit struktur bergerak mengayun simetridan masih dalam bidang datar (ṽ = ~ 1450 /cm).
23 b. Rocking (vibrasi goyang), unit struktur bergerak mengayun asimetritetapi masih dalam bidang datar (ṽ = ~ 720 /cm). c. Wagging (vibrasi kibasan), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang datar (ṽ = ~ 1250 /cm). d. Twisting (vibrasi pelintir), unit struktur berputar mengelilingi ikatanyang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di luar bidangdatar (ṽ = ~ 1250 /cm). Dari keempat vibrasi bending, vibrasi scissoring dan rocking terletak pada satu bidang sedangkan vibrasi wagging dan twisting terletak di luar bidang (Pavia,2001).
Prinsip kerja spektroskopi IR adalah adanya interaksi energi dengan materi. Misalkan dalam suatu percobaan berupa molekul senyawa kompleks yang ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul tersebut mengalami vibrasi. Sumber sinar yang digunakan adalah keramik, yang apabila dialiri arus listrik maka keramik ini dapat memancarkan infrared.
Berikut instrumentasi dari alat spekroskopi inframerah adalah : 1. Sumber Energi inframerah yang dipancarkan berasal dari sumber cahaya inframerah. Cahaya ini melewati celah dengan jumlah energi tertentu menuju sampel. 2. Interferometer Cahaya masuk ke dalam interferometer dimana terjadi kode spektral. Hasil sinyal interferogram selanjutnya keluar dari interferometer.
24 3. Sampel Cahaya masuk ke dalam kamar sampel dimana cahaya akan ditransmitansikan ke permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis yang dikerjakan. 4. Detektor Sinar akhirnya melewati detektor untuk pengukuran akhir. Detektor yang digunakan memiliki desain spesial untuk mengukur sinyal interferogram spesial. 5. Komputer Sinyal pengukuran didigitalisasi dan dikirim menuju komputer. Spektrum inframerah ditampilkan untuk interpretasi dan manipulasi lebih lanjut (Sri, 2012).
2. PSA (Particel Size Analyzer)
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel yaitu.: 1.
Sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single partikel. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Beberapa analisa yang dilakukan, antara lain:
25 1). Menganalisa ukuran partikel. 2). Menganalisa nilai zeta potensial dari suatu larutan sampel. 3). Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industri keramik dan sejenisnya. Dimana hal ini akan berpengaruh pada struktur lapisan clay. Struktur lapisan clay ini sangat berpengaruh pada metode slip casting. 4). Mengetahui zeta potensial coagulant untuk proses coagulasi partikel pengotor bagi industri WTP ( Water Treatment Plant). 5). Mengetahui ukuran partikel tegangan permukaan dari densitas pada emulsi yang digunakan pada produk. 2.
produk industri beverage. (Nanortim, 2010).
3. SEM (Scanning Electron Microscope)
SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Fungsi SEM adalah dengan memindai terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi molekul.Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada dalam sampel dianalisis.
Penggunaan SEM diawali dengan merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam spesimen palladium. Kemudian sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel
26 di lapisi dengan emas dan palladium dalam mesin dionspater yang bertekanan 1492 x 10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran electron bertenaga 10 kV sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat di deteksi dan detector scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Chatode Ray Tube). Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas (Fenny et al., 2013). Berikut skema dari SEM dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Skema SEM. Adapun kelebihan teknik SEM yaitu terdapat sistem vakum pada electron-optical column dan sample chamber yang bertujuan antara lain:
27 a. Menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan karena adanya molekul gas pada lingkungan tersebut, yang dapat mengakibatkan penurunan intensitas dan stabilitas. b. Meminimalisasi gas yang dapat bereaksi dengan sampel atau mengendap pada sampel, baik gas yang berasal dari sampel atau pun mikroskop. Karena apabila hal tersebut terjadi, maka akan menurunkan kontras dan membuat gelap detail pada gambar.
Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain: a. Memerlukan kondisi vakum. b. Hanya menganalisa permukaan c. Resolusi lebih rendah dari TEM. d. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis logam seperti emas (Prasetyo, 2011).
4. XRD (X-Ray Diffraction)
Difraksi sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi dengan data standar. Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakkan logam dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisis XRD diketahui dimensi kisi (d = jarak antar bidang ) dalam struktur mineral. Sehingga dapat ditentukan apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksi sinar-X suatu kristal. Hal ini dapat diketahui dari
28 persamaan Bragg yaitu nilai sudut difraksi θ yang berbanding terbalik dengan nilai jarak d (jarak antar bidang) dalam kristal. Sesuai dengan persamaan Bragg : n.λhkl = 2d sin θ dengan :dhkl = jarak antar bidang θ = sudut pengukuran (sudut difraksi) λ = panjang gelombang sinar-X
Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif (menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi inilah yang digunakan untuk analisis.Difraksi sinar X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar (Callister, 2009).
29
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Agustus 2016 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, analisis FTIR dilakukan di Institut Teknologi Bandung, analisis PSA (Particle Size Analyzer) dilakukan di PT Nanotech Herbal Indonesia, analisis SEM (Scanning Electron Microscope) dan analisis XRD (X-Ray Diffraction) dilaksanakan di Institut Teknologi Bandung.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan adalah gelas beker, erlenmeyer, corong pemisah, pipet tetes, gelas ukur, oven, refluks, kertas saring, indikator universal, alumunium foil, neraca analitik, pengaduk, gunting, blender, penangas, saringan, , stopwatch, buret, batang pengaduk, hot plat stirrer, termometer, lemari asam, sentrifuse, ultrasonikasi, freezer-drying, FTIR, PSA (Particle Size Analyzer), SEM (Scanning Electron Microscope), dan XRD (X-Ray Diffraction). Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah Onggok singkong, larutan HNO3 35%, NaNO2, larutan NaOH 2%,larutan Na2SO3 2%, larutan NaOCl 1,75%, larutan
30
NaOH 17,5%, H2O2 10%, larutan K2Cr2O7 0,5 N, larutan FAS 0,1 N, larutan H2SO4, dan akuades.
C. Prosedur
1. Preparasi Sampel Sampel yang diambil dari pabrik Tapioka di Desa Raman Endra Pc 12 Kecamatan Raman Utara, Lampung Timur dijemur di bawah sinar matahari selama tiga hari, agar sampel kering dan siap memasuki proses selanjutnya.
2. Isolasi α-Selulosa Dari Onggok Singkong Sebanyak75 gram onggok singkong dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90oC selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya di refluks dengan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50oC selama 1 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5% pada suhu 80oC selama 0,5 jam. Kemudian disaring, dicuci hingga filtrat netral dan diputihkan dengan H2O2 10% pada suhu 60oC dalam oven selama 1 jam.
31
3. Penentuan Kadar α-selulosa menggunakan metode uji SNI 0444:2009 Timbang sampel 1,5 g ± 0,1 g dengan ketelitian 0,1 mg. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala tinggi 300 mL dan tambahkan 75 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, sebelumnya sesuaikan dulu pada suhu 25⁰ C ± 0,2O C. Catat waktu pada saat larutan natrium hidroksida ditambahkan. Aduk pulp dengan alat sampai terdispersi sempurna. Hindari terjadinya gelembung udara dalam suspensi pulp selama proses pengadukan. Ketika pulp telah terdispersi, angkat pengaduk dan bersihkan pulp yang menempel pada ujung batang pengaduk.
Bilas batang pengaduk dengan 25 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, tambahkan ke dalam gelas piala, sehingga total larutan yang ditambahkan ke dalam pulp adalah 100 mL. Aduk suspensi pulp dengan batang pengaduk dan simpan dalam penangas 25⁰ C ± 0,2⁰ C. Setelah 30 menit dari penambahan pertama larutan natrium hidroksida, tambahkan 100 mL akuades suhu 25⁰ C ± 0,2⁰ C pada suspensi pulp dan aduk segera dengan batang pengaduk. Simpan gelas piala dalam penangas untuk 30 menit berikutnya sehingga total waktu ekstraksi seluruhnya sekitar 60 menit ± 5 menit. Setelah 60 menit, aduk suspensi dengan batang pengaduk dan tuangkan ke dalam corong masir. Buang 10 mL sampai 20 mL filtrat pertama, kemudian kumpulkan filtrat sekitar 100 mL dalam labu yang kering dan bersih. Pulp jangan dibilas atau dicuci dengan akuades dan jaga agar tidak ada gelembung yang melewati pulp pada saat menyaring. Pipet filtrat 25 mL dan 10 mL larutan kalium dikromat 0,5 N ke dalam labu 250 mL. Tambahkan dengan hati-hati 50 mL asam sulfat pekat dengan menggoyang labu. Biarkan larutan tetap panas selama 15 menit, panaskan pada suhu 125⁰ C sampai 135⁰ C kemudian tambahkan 50 mL aquades dan dinginkan pada suhu ruangan.
32
Tambahkan 2 tetes sampai 4 tetes indikator ferroin dan titrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat(FAS) 0,1 N sampai berwarna ungu. Pada kelarutan pulp tinggi (kandungan selulosa alfa rendah), titrasi balik dikromat kurang dari 10 mL, volume filtrat dikurangi menjadi 10 mL dan penambahan asam sulfat menjadi 30 mL. Lakukan titrasi blanko dengan mengganti filtrat pulp dengan 12,5 mL larutan natrium hidroksida 17,5% dan 12,5 mL akuades. Hasil analisis yang dapat ditentukan keadaan yang paling optimum menggunakan rumus berikut:
Dimana: X= α-selulosa, dinyatakan dalam persen (%); V1 = volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL); V2 = volume titrasi filtrat pulp, dinyatakan dalam mililiter (mL); N = normalitas larutan ferro ammonium sulfat; A = volume filtrat pulp yang dianalisa, dinyatakan dalam mililiter (mL); W = berat kering oven contoh uji pulp, dinyatakan dalam gram (g).
4. Pembuatan Nanoselulosa Dari α-Selulosa dengan Metode Hidrolisis Asam
Sebanyak 10 gram sampel, dimasukkan kedalam labu bundar 1000 mL, ditambah 200 mL H2SO4 dengan konsentrasi 6.5 M direfluks selama 5 jam dengan suhu 60⁰ C sambil diaduk, setelah itu tambahkan 100 mL akuades dan didinginkan. Kemudian disentrifuse 12000 rpm selama 15 menit, dicuci dengan akuades sambil disentrifuse. Setelah itu suspense koloid diultrasonikasi selama 5 menit dalam ice bath dan difreeze-drying.
33
5. PSA (Particle Size Analyzer)
Nanoselulosa kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan PSA untuk mengetahui distribusi ukuran partikelnya. Sejumlah sampel nanoselulosa dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi air pada Wet Dispersion Unit hingga indikator menunjukkan angka 10-12 (berwarna hijau).
6. Analisis SEM Analisis SEM dilakukan dengan cara membekukan sampel diatas permukaan alumuniun hingga kering. Selanjutnya memercikkan emas ke dalam sampel selama 30 detik dengan alat polaron. Kemudian menampilkan hasil dengan stereoscan.
7. Analisis XRD
Analisis XDR digunakan untuk menentukan % kristalinitas dan juga ukuran kristal seperti yang diterangkan oleh Mohkami and Talaepour (2011). Nilai % kristalinitas ditentukan dengan rumus (I002-Iam/I002) x 100 %, sedangkan ukuran kristal ditentukan dengan rumus Dhkl = kλ/(Bhkl cos Ө ). Keterangan : I002
= intensitas maksimum puncak kristal pada 2 Ө antara 22o dan 23o
Iam
= intensitas maksimum puncak kristal pada 2 Ө antara 18o dan 19o
Dhlk
= ukuran kristal
k
= konstanta Scherrer (0,84)
λ
= panjang gelombang X-Ray
Bhkl
= refleksi hkl yang diukur pada 2 Ө
34
8. Analisis FT-IR
Analisis α-selulosa menggunakan FT-IR dilakukan dengan cara 0,2 mg selulosa dicampur dengan 2 mg KBr dan dibentuk menjadi pellet. Pellet dari sampel kemudian dimasukkan ke instrumen FT-IR dengan λ 4000-400 cm-1.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun simpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1.
Hasil analisis PSA ukuran partikel selulosa yang diperoleh 500 nm sebanyak 10 % dan nanoselulosa yang diperoleh yaitu 11 nm sebanyak 10 %.
2.
Hasil SEM selulosa yang diperoleh memiliki morfologi yang padat, sedangkan nanoselulosa yang diperoleh memiliki morfologi yang berongga akibat hilangnya bagian amorf pada selulosa.
3.
Hasil difraktogram XRD selulosa yang diperoleh 48,2 % dan nanoselulosa yang diperoleh yaitu 61,9 %, Namun hasil yang diperoleh belum memenuhi standar dari nanoselulosa komersial yaitu 79 %.
B. Saran
Adapun saran untuk penelitian berikutnya yaitu perlu dilakukan penambahan waktu pada saat hidrolisis asam agar ukuran partikel yang didapat lebih homogen, dan perlu dilakukan penambahan konsentrasi dari H2S04 yang digunakan.
49
DAFTAR PUSTAKA
Akaracharanya, A., W. Lorliam., S. Tanasupawat., K.C. Lee., J.S Lee. 2011. Paenibacillus cellulositrophicus sp. Nov., a cellulolytic bacterium from Thai soil. International Journal of Systematic and Evolutionary Mircobiology. 56: 26802684.
Arnata, I.W. 2009. Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arup, Mandal. 2011. Isolation of nanocellulose from waste sugarcane bagasse (SCB) and its characterization. Carbohydrate Polymers. 86, 1291-1299. BPS. 2011. Lampung dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Lampung. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2012. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Jakarta. Brito S. L. Bernardo., Fabiano V. Pereira., Jean-Luc Putaux., Bruno Jean. 2012. Preparation, morphology and structure of cellulose nanocrystals from bamboo fibers. Cellulose. 19, 1527-1536.
Bohari.Y, Amiluddin, Chairul.S, dan Desy.R.2014. Pembuatan Selulosa dari Kulit Singkong Termodifikasi 2-Merkapto Benzaltiazol untuk Pengendalian
50
Pencemaran Logam Kadmium (II). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam . Universitas Mulawarman. Samarinda.
Callister, W.D. 2009. Materials Science and Engineering An Introduction 8Th . John Wiley and Sons Inc.
Cao, X., Chen, Y., Chang, P. R., Muir, A. D., Falk, G. 2008. Starch-based nanocomposites reinforced with flax cellulose nanocrystals. Express Poly mer Letters. 2(7), 502–510.
Chardialani, A. 2008. Studi Pemanfaatan Onggok Sebagai Bioimmobilizer Mikrooerganisme Dalam Produksi Biogas Dari Limbah Cair Industri Tapioka. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Cherian, B. M, Leao, A. L, de Souza, S. F, Thomas, S, Pothan, L. A, Kottaisamy, M. 2010. Isolation of nanocellulose from pineapple leaf fibres by steam explosion. Carbohyd Polym 81: 720–725.
Ciptadi, W., and M.Z. Nasution, 1978. Pengolahan Kopi. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta-IPB. Bogor.
David E.; Derek G. 2006. Morphological and Optical Characterization of Polyelectrolyte Multilayers Incorporating Nanocrystalline Cellulose. Biomacromolecules. 7, 2522-2530.
Delmifiana, B. A. 2013. Pengaruh Sonikasi terhadap Struktur dan Morfologi Nanopartikel Magnetik yang disintesis dengan Metode Korpresipitasi. Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengertahuan Alam. Universitas Andalas. Padang.
Djarwati dan Sukani. 1993. Pengolahan Air Limbah Industri Tapioka Secara Kimia Fisika (Laporan Penelitian). Departemen Perindustrian RI. Semarang.
51
F. Fahma, S. Iwamoto, N. Hori, T. Iwata, and A. Takemura, “Effect of pre-acidhydrolysis treatment on morphology and properties of cellulose nanowhiskers from coconut husk,” Cellulose, vol. 18, no. 2, pp. 443–450, 2011.
Feng, W., Bai, X.D.; Lian, Y.Q., Liang, J., Wang, X.G. dan Yoshino, K. 2003. Well Aligned Polyaniline/Carbon Nanotube Composite Films Grown by inSitu Aniline Polymerization, Carbon. 41: 1551 –1557.
Fengel, D. dan G.Wegener. 1995. Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. edisi 1. Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Fenny, R. D, Virdiocrid, M, Hans E. V. 2013. Microskop Electron. http://id.wikipedia.org/wiki/mikroskop_elektron. Diakses pada tanggal 10 Maret 2016.
Fortunati, E.; Peltzer, M.; Armentano, I.; Torre, L.; Jiménez, A.; Kenny, J. M. 2012. Effects of modified cellulose nanocrystals on the barrier and migration properties of PLA nano-biocomposites. Carbohydrate Polymers. 90, 948-956.
Harahap, Mahyuni, Thamrin, dan Saharman Gea. 2012. Pembuatan Selulosa Asetat Dari α-Selulosa Yang Diisolasi Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal FMIPA USU. Habibi, Y., Lucia, L.A., dan Rojas, O.J. 2010. Cellulose Nanocrystals: Chemistry, Self-Assembly, and Applications. Chemical Reviews. 110: 3479 – 3500. Hafiz, M., Eichorn. S. J., Hasan, A., Jawaid, M. 2013. Isolation and characterization of nanocrystalline cellulosefrom oil alm biomass residue. UniversitiTeknologi Malaysia. Johar. Harmsen, P. F. H., W. J. J. Huijgen., L. M. B. Lopez., and R. R. C. Bakker. 2010. Literature Review of Physical and Cemical Pretreatment Processes For Lignocellulosic Biomass. Food & Biodased Research.10. 013.
52
Helbert W.; Cavaille J. Y.; Dufresne A. 1996. Thermoplatic Nanocomposites Filled with Wheat Starw Cellulose Whiskers. Part 1 : Processing and Mechanical behavior. Polymers Compos. 17 (4) 604-611.
Hikmiyati, N. dan Yanie, N. S. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong melalui Proses Hidrolisis Asam (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang.
Ioelovich, M. 2012. Optimal Conditions for Isolation of Nanocrystalline Cellulose Particles. Nanocrystals and Nanotechnology. 2(2), 9-13.
Isdin, O. 2010. Nanoscience in nature: cellulose nanocrystals. Surg. 3(2).
Jane, J. L. and J. F. Chen. 1992. Effect of amylose molecular size and amylopectin branch chain length on paste properties of starch. J. CereaChem. 69 (1): 60-65.
Jonoobi, A. M. Khazaeian, P. M. Tahir, S. S. Azry, and K. Oksman, “Characteristics of cellulose nanofibers isolated from rubberwood and empty fruit bunches of oil palm using chemomechanical process,” Cellulose, vol. 18, no. 4, pp. 1085–1095, 2011.
Lamiya, dan Mareta. 2010. Penyiapan Bahan Baku dalam Proses Fermentasi untuk Pakan Ternak. http:// eprints.undip.ac.id/11310/1/Laporan_final_Lamiya %26Mareta.pdf. Diakses pada tanggal 3 Maret 2016.
Lani. N. S, N. Ngadi, A. Johari, M. Jusoh. 2014. Isolation, Characterization, and Application of Nanocellulose from Oil Palm Empty Fruit Bunch Fiber as Nanocomposites. Jurnal Teknik Kimia Universitas Teknologi Malaysia
Li, J., Wei, X., Wang, Q. 2012. Homogeneous isolation of nanocellulose from sugarcare bagasse by high pressure homogenization. Carbohydrate Polmers. 90(4), 1069-1613.
53
Li, W., Yue, J., Liu, S. 2012 Preparation of nanocrystalline cellulose via ultrasound and its reinforcement capability for poly(vinyl alcohol) composites. Ultrasonics Sonochemistr. 19, 479-485. Man, Z., Nawshad, M., Ariyanti, S., Mohamad, A. B., Vignesh, K. M., Sikander, R. 2011. Preparation of Cellulose Nanocrystals Using an Ionic Liquid. Journal of Polymer and the Environment. 19, 726-731.
Montanari, S., Mohamad, R., Laurent, H., Michel, R. V. 2005. Topochemistry of Carboxylated Cellulose Nanocrystals Resulting from Tempo-Mediated Oxidation. Macromolecules. 38, 1665-1671.
Nahrowi, Ridho. 2015. Konversi Selulosa Menjadi Karboksimetil Selulosa dari Tandan Kosong Sawit. FMIPA Unila. Lampung.
Nanortim. 2010. Jasa Analisa dan Pengujian Sample, http://nano.or.id/index.php?option=com_content&task=blogcategory&id=32&Ite mid=58 . Diakses 5 Maret 2016.
Nevell, T.P., and S.H. Zeronian. 1985. Cellulose Chemistry and Its Applications. Ellis Herwood United. Chicester.
Nurdin, D. 1986. Eludasi Struktur Senyawa Organik. Bandung. Angkasa.
Oksman, K., Mathew, A. P., Bondeson, D., Kvien, I. 2006. Manufacturing process of cellulose whiskers polylactic acid nanocomposites. Composites Science and Technology. 66, 2776–2784
Pasquini D, Teixeira EM, Curvelo AAS, Belgacem MN, Dufresne A. 2010. Extraction of cellulose whiskers from cassava bagasse and their applications as reinforcing agent in natural rubber. Ind Crop Prod. 32: 486–490.
Pavia. 2001. Introduction to Spectroscopy. Philadephia. Saunders.
54
Peng, B. L., Dhar, N., Liu H.L., K. C. Tam. 2011. Chemistry Applications of Nanocrystalline Cellulose and Its derivate : A Nanotechnology Perspective. Matter Lett. 61, 5050-5052.
Peraturan Gubernur Lampung No 7. 2010. Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan. Provinsi Lampung.
Prabawati, Sulusi. 2011. Manfaat Singkong. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Prachayawarakorn, J., Sangnitidej, P., and Boonpasith, P. 2010. Properties of thermoplastic rice starch composites reinforced by cotton fiber or low-density polyethylene. Carbohyd Polym. 81: 425-433.
Prasetyo , Y. 2011. Scanning Electron Microscope and Optical Emission Spectroscope. http://yudiprasetyo53.wordpress.com/2011/11/07/scanningelectron-microscope-sem-dan-optical-emmisison-spectroscope-oes. Diakses 8 Maret 2016.
Potthast, A., Rosenau, T., and Kosma, P. 2006. Analysis of Oxidized Functionaties in Cellulose. Advanced Polymer Science. 1–6.
Reddy, N. and Yang, Y. 2009. Properties and potential applications of natural cellulose fibers from the bark of cotton stalks. Bioresource Technol. 100: 35633569.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi keenam. Pharmaceutical Press. London. Hal. 129–133, 136– 138.
Saha, B. C. 2003. Hemicellulose Bioconvension. Society for Industrial Microbiology. 30. 279-291.
55
Salajková, M., Lars, A. B., Qi, Z. 2012. Hydrophobic cellulose nanocrystals modified with quaternary ammonium salts. Journal of Materials Chemistry. 22, 19798.
Samir, M. A. S. A., Fannie A., Jean, Y. S., Alain, D. 2004. Cellulose nanocrystals reinforced poly(oxyethylene). Elsevier Polymer. 45, 4149–4157.
Sri, Bandiyah. 2012. Spektrofotometer IR. http://bandiyahsriaprilliafst09.web.unair.ac.idartikel_detail-48339-Umum-Spektrofotometer-IR.html. Diakses pada 18 Maret 2016.
Sumanda, K. Tamara, P.E. Alqani.F.2011. Kajian Proses Isolasi α-selulosa dari Limbah Batang Tanaman Manihot Escullenta Crantz yang Efisien . Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri. UPN. Jawa Timur.
Suriadi. 1985. Mempelajari Pengaruh Dosis Enzim Alfa Amilase dan Amiloglukosidase Pada Proses Pembuatan Sirup Glukosa dari Tepung Talas (Colocasia esculeenta (L) Schott) (Skripsi). IPB. Bogor.
Teixeira D. M. E., Daniel P., Antônio A.S. C., Elisângela C., Mohamed N. B., Alain D. 2009. Cassava bagasse cellulose nanofibrils reinforced thermoplastic cassava starch. Journal Elsevier Carbohydrate Polymers. 422-431.
Triapriani, Y. 2016. Pembuatan Nanoselulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS) dengan Metode Hidrolisis Asam. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Wardiyati, S. 2004. Pemanfaatan Ultrasonik dalam bidang kimia. Puslitbang Iptek Bahan BATAN. Tangerang.
Wawro, D., Włodzimierz, S., Andrzej, B. 2009. Manufacture of Cellulose Fibres from Alkaline Solutions of Hydrothermally Treated Cellulose Pulp. Fibers & Textiles in Eastern Europe. 17(74), 18-22.
56
Wikanastri, H. dan Aminah, Siti. 2012. Karakteristik Kimia Tepung Kecambah Serelia dan Kacang-kacangan dengan Variasi Blanching (Seminar Hasil Penelitian). UNIMUS Press. Malang. Yue, Y. 2007. A Comparative Study of Cellulose I and II Fibers and Nanocrystals. Louisiana Heilongjiang Institute of Science and Technology. Japan.
Yusuf, M. 2004. Perubahan Kadar Air, Ca, P,dan α – Selulosa Tandan Kosong Sawit Selama Pengomposan Menggunakan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Zamora, A .2011. Carbohydrates. http://www.scientificpsychic.com/fitness/carbohydrates.html. Diakses pada tanggal 28 November 2015.
Zhang, I., Gu, F.X., Chan, J.M., Wang, A.Z., Langer, R.S., and Farokhzad, O.C. 2008. Nanoparticles in Medicine: Therapeutic Applications and Development. Clinical Pharmacology & Therapeutics. 83 (5): 761-765. Zhou, Q., Brumer, H. and T. T. Teeri. 2012. Self-Organisation of Cellulose Nanocrystals Adsorbed with Xyloglucan Oligosaccharide-Poly(ethylene glycol)-Polystyrene Triblock Copolymer. Macromolecules. 42, 5430–5432.
Zugenmaier, P. 2008. Crystalline Cellulose and Derivatives. Heidelberg: Springer-Verlag. Hal. 2, 7-8.