3
TINJAUAN PUSTAKA
Onggok Tapioka Onggok merupakan hasil samping proses produksi tapioka dari singkong. Proses tersebut merupakan proses esktraksi pati dari singkong, sehingga kandungan karbohidrat yang tidak larut (serat kasar) akan meningkat pada onggok. Hasil analisis kimia pada singkong dan onggok tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia singkong dan onggok tapioka Komposisi
Kadar (%) a
Singkong Air Abu Serat kasar Protein Lemak Karbohidrat
[1] 62,50 0,04 1,21 1,20 0,30 34,70
[2] 0,11 3,23 3,20 0,80 92,53
Onggok tapiokab [1] [2] 20,00 0,17 1,14 10,00 12,50 1,57 1,96 0,26 0,33 68,00 85,00
Sumber : aChan 1983 dan bAstuti 2008 Keterangan : [1] : bobot basah [2] : bobot kering
Karena kandungan protein dan lemak dalam onggok tapioka rendah, maka tidak perlu dilakukan proses deproteinasi dan pengawalemakan terlebih dahulu sebelum dilakukan modifikasi.
Polisakarida Polisakarida dengan rumus umum (C6H10O5)n adalah polimer alami yang bila dihidrolisis menghasilkan banyak molekul monosakarida. Dalam nomenklatur kimia, polisakarida merupakan glikan dan sebagai terdiri dari unit glikosil. Polisakarida dibagi lagi menjadi 2 golongan, yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida. Homopolisakarida bila dihidrolisis hanya menghasilkan satu jenis monosakarida, misalnya pati dan selulosa. Heteropolisakarida bila menghasilkan lebih dari satu jenis mono-sakarida, misalnya inulin (BeMiller 2007; Tewari et al. 1981).
4
Polisakarida dapat dibedakan satu sama lain karena unit monomer individu bergabung secara spesifik kepala ke ekor. Molekul polisakarida dapat linear atau bercabang dalam salah satu dari beberapa cara yang berbeda (Gambar 1). Mereka dapat terdiri dari satu jenis unit glikosil (homoglikan) atau dari dua sampai enam unit glikosil berbeda (heteroglikan) (BeMiller 2007).
Gambar 1 Pola percabangan polisakarida (BeMiller 2007).
Pati berwarna putih, amorf, tidak berasa, dan tidak berbau. Pati tidak larut dalam air, tetapi ketika ditambahkan ke dalam air mendidih, butirannya mengembang, membentuk suspensi koloid yang tembus cahaya. Pati bila
5
dipanaskan pada suhu 200°C–250°C akan membentuk dekstrin. Pada suhu yang lebih tinggi akan mengalami pengarangan. Pati bila dididihkan dengan asam encer akan menghasilkan glukosa sebagai produk utama. Pati dapat dibagi menjadi 2 struktur umum yaitu struktur linear amilosa dan struktur bercabang amilopektin. Amilosa bereaksi dengan larutan iod encer akan menghasilkan warna biru, yang menghilang bila dipanaskan, dan timbul kembali bila didinginkan. Amilopektin, bereaksi dengan larutan iod encer menghasilkan warna coklat. Berat molekul amilosa berkisar dari 15000–25000. Amilosa merupakan polimer yang linear yang mengandung unit α–D–glukopiranosa yang berikatan melalui ikatan 1,4–α– glikosida (Gambar 2).
Gambar 2 Struktur molekul amilosa
Amilopektin merupakan polimer yang sangat bercabang. Cabang terdiri dari 20 – 25 unit glukosa yang bergabung melalui ikatan 1,4–α–glikosida, dan masing–masing cabang berikatan sesamanya melalui ikatan 1,6–α–glikosida (Gambar 3) (Carraher 2008; Daniel et al. 2007; Tewari et al. 1981; Whistler & Daniel 2007).
Gambar 3 Struktur molekul amilopektin
6
Selulosa berupa padatan tidak berwarna, tidak larut dalam air, tapi larut dalam larutan tembaga (II) hidroksida amoniakal (Pereaksi Schweitzer). Selulosa juga larut dalam larutan seng klorida dalam asam klorida. Selulosa akan larut bila direaksikan dengan asam sulfat pekat. Bila larutan ini diencerkan akan menghasilkan bahan seperti pati, amiloid. Bila selulosa dididihkan dengan asam sulfat encer, akan terhidrolisis sempurna menjadi glukosa. Bila selulosa direaksikan dengan larutan NaOH 20% selulosa akan menjadi halus dan berkilau. Selulosa mempunyai unit glukosa, yang tiga gugus hidroksinya bebas untuk diesterkan. Selulosa bereaksi dengan asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat membentuk campuran selulosa mono, di dan trinitrat. Selulosa bereaksi dengan campuran anhidrida asetat dan asam asetat glasial membentuk campuran selulosa mono, di dan triasetat (Carraher 2008; French et al. 2007; Krässig et al. 2004; Tewari et al. 1981). Selulosa bila dihidrolisis sempurna akan menghasilkan glukosa dalam bentuk β–D–glukopiranosa sebagai produk utama. Selulosa merupakan polimer linear dengan unit β–D– glukopiranosa yang berikatan melalui 1,4–β–glikosida (Gambar 4) (Carraher 2008; French et al. 2007; Krässig et al. 2004; Tewari et al. 1981).
Gambar 4 Struktur molekul selulosa Akrilamida Akrilamida (CH2=CHCONH2, 2–propenamida, CAS No. 79–06–1), padatan berwarna putih yang stabil pada suhu ambien hingga suhu titik lelehnya (tanpa ada cahaya). Diatas suhu titik lelehnya, akrilamida segera mengalami reaksi polimerisasi adisi sambil membebaskan panas yang besar. Akrilamida merupakan monomer bifungsional, memiliki gugus alkena (CH2=CH–) dan amida (–CONH2), sehingga dapat bereaksi menurut karakter kedua gugus tersebut. Akrilamida
7
menunjukkan karakter asam lemah dan basa lemah. Gugus penarik elektron amida mengaktivasi ikatan rangkap, dan segera bereaksi dengan pereaksi nukleofilik. Nu:H + CH2=CHCONH2 → Nu–CH2CH2CONH2 Hadirnya
basa
memungkinkan
penambahan
merkaptan,
sulfida,
keton,
nitroalkana, dan alkohol ke akrilamida. Akrilamida bereaksi dengan alkohol polimerik seperti poli (vinil alkohol), selulosa, dan pati. Dalam kondisi basa hasil reaksi hidrolisis parsial amida berupa campuran karbamoiletil dan karboksietil. Sebagian besar akrilamida (94%) digunakan untuk membuat poliakrilamida. Poliakrilamida digunakan sebagai pereaksi pengolahan air (56%), produksi pulp dan kertas (24%), pemrosesan mineral (10%), pembuatan monomer N– metilakrilamid dan monomer lainnya (6%), dan lain–lain (4%) (Habermann, 2007). Modifikasi Polimer Meskipun jenis polimer sangat banyak, kadang-kadang mereka tidak dapat memenuhi suatu keperluan. Modifikasi pada polimer sangat penting karena akan memperluas ruang lingkup aplikasi. Ada dua pendekatan utama, yaitu mengkonstruksi molekul baru dengan mengatur komposisi
molekular hingga
dicapai sifat yang diinginkan, atau modifikasi polimer yang sudah ada (Bhattacharya & Ray 2009; Carraher 2008; Ebewele 2000; Hamielec & Tobita 2005; Swift et al. 1997). Terdapat 4 teknik modifikasi polimer, yaitu grafting (cangkok), crosslinking (ikatan silang), blending (campuran), dan pembentukan komposit. Kopolimer cangkok dilakukan dengan cara mencangkokkan polimer lain yang berbeda jenisnya dengan polimer kerangka utamanya. Penautan silang diperoleh bila digunakan monomer yang memiliki dua atau lebih gugus fungsi yang dapat membentuk ikatan. Campuran homogen makroskopik dari dua atau lebih polimer yang berbeda dapat didefinisikan sebagai campuran polimer. Campuran polimer ini menggabungkan sifat yang berguna dari semua konstituen dan merupakan sarana untuk memproduksi bahan-bahan baru. Komposit dibuat dengan menggabungkan dua atau lebih bahan yang berbeda sedemikian rupa sehingga materi yang dihasilkan memiliki sifat-sifat unggul untuk setiap komponennya.
8
Komponen-komponen ini tidak mengambil bagian dalam reaksi kimia dan juga tidak larut atau benar-benar bergabung dengan satu sama lain. Meskipun demikian, mereka tetap sangat terikat bersama-sama sambil mempertahankan sebuah antarmuka antara satu sama lain dan memberikan kinerja yang lebih baik. Dalam
komposit
polimer,
polimer
yang
merupakan
komponen
utama
mengandung bahan penguat yang berbeda seperti serat kaca, serat karbon, silika, atau mika sebagai komponen kecil. Hasil penguatan berupa meningkatnya kuat regang, kelenturan, kompresi, kekuatan dampak, kekakuan, ukuran stabilitas, ketahanan api, tahan korosi, sifat listrik, dan kemudahan diproses. Komposit polimer memiliki aplikasi serbaguna dari sektor konstruksi untuk bahan komoditas (Bhattacharya & Ray 2009; Carraher 2008; Ebewele 2000; Hamielec & Tobita 2005; Swift et al. 1997). Asosiasi monomer dan polimer dijelaskan dengan cara "fisisosorpsi," "mencangkok" dan "mentaut-silang. Istilah fisisorpsi berkaitan dengan gaya tarik menarik fisik. Proses fisisorpsi dapat balik, dan dicapai dengan ujung polimer terfungsionalisasi pada permukaan padat atau perakitan mandiri polimer surfaktan. "Mencangkok" dapat digambarkan sebagai proses lampiran kovalen dan tidak dapat balik. Pencangkokan dapat dilakukan dengan cara pendekatan "mencangkok untuk" atau "mencangkok dari". Dalam pendekatan "mencangkok untuk", monomer terfungsionalisasi bereaksi dengan polimer kerangka utama untuk membentuk satu cangkokkan. Di sisi lain, "mencangkok dari" dicapai dengan memperlakukan substrat dengan metode tertentu untuk menghasilkan inisiator yang diimobilisasi lalu diikuti dengan polimerisasi. Pencangkokan polimer densitas tinggi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik ini. Presentasi skematis dari semua proses yang digambarkan dalam Gambar 5 (A). "tautan silang" adalah asosiasi dari polimer melalui ikatan kimia. Dalam kebanyakan kasus, tautan silang adalah irreversibel. Mungkin intra - dan antarmolekul (Gambar 5 (B)) (Bhattacharya & Ray 2009).
9
Gambar 5 (A). Diagram skematik (I) fisisosorpsi, (II) “mencangkok untuk”, (III) “mencangkok dari”. (B). Diagram skematik (I) “tautan silang antarmolekul” dan (II) “tautan silang intramolekular” (Bhattacharya & Ray 2009) Modifikasi Struktural Poli (akrilamida) Poli (akrilamida) (PAM) adalah polimer organik yang relatif stabil. Namun, PAM dapat terdegradasi (misalnya, penurunan berat molekul) dalam kondisi tertentu. Fungsi amida secara alamiah bersifat asam dan mampu menjalani sebagian besar reaksi kimia amida primer. Akibatnya polimer akrilamida dapat difungsionalisasikan melalui pasca-polimerisasi. Untuk mendapatkan turunan anionik, PAM dapat dihidrolisis dengan basa. PAM ter-sulfometilasi dapat dibuat dengan mereaksikan PAM dengan formaldehida dan natrium bisulfit dalam suasana asam. PAM bereaksi dengan hidroksilamin dalam kondisi basa menghasilkan PAM hidroksamat. Sebagai contoh dari turunan kationik, Mannichdasar PAM dapat diperoleh dengan mereaksikan PAM dengan formaldehida dan dimetilamin untuk menghasilkan polimer kationik bermuatan tergantung pH. Sebagai contoh dari turunan nonionik, PAM dapat bereaksi dengan glioksal menghasilkan fungsi liontin aldehida. Poliakrilamida yang diubah secara struktural ini merupakan produk komersial yang sukses (Huang et al. 2007; Swift et al. 1997).
10
Hidrolisis dari poli (akrilamida) berlangsung lancar melalui berbagai pH. Pada pH basa, kinetika reaksi tiga konstanta telah diuraikan, k0, k1, dan k2. Subskrip mencirikan jumlah gugus karboksilat tetangga sebelah gugus amida yang terhidrolisis. Para k0 laju konstan adalah untuk tidak ada tetangga karboksilat, k1 adalah untuk satu tetangga karboksilat, dan k2 untuk dua tetangga karboksilat. Bukti tidak langsung telah menunjukkan bahwa k0 > k1 > k2. Dalam kondisi basa, laju hidrolisis poli (akrilamida) menurun dengan konversi meningkat. Tolakan elektrostatik dari meningkatnya jumlah gugus karboksilat dalam polimer kerangka utama menghalangi ion hidroksil mendekat. Akibatnya hidrolisis lebih lanjut akan sangat sukar. Hanya sekitar 80% dari kelompok amida dapat dihidrolisis dengan ion hidroksida berlebih bahkan pada suhu yang tinggi (Huang et al. 2007). Hidrolisis dari poli (akrilamida) berlangsung perlahan dalam kondisi asam. Kelompok-kelompok asam karboksilat yang tidak terdisosiasi terprotonasi merupakan spesies netral dalam kondisi ini. Katalisis intramolekul dari gugus – CO2H terdisosiasi pada pH rendah diduga sebagai mekanisme utama. Struktur imida diduga sebagai bentuk antara pada hidrolisis pH rendah poli (akrilamida), dan menghasilkan penghalang pendek gugus karboksil yang terdistribusi sepanjang rantai polimer (Gambar 6). Untuk saat ini, telah ada aplikasi terbatas dari struktur kopolimer blok ini, dan yang mempunyai berat molekul tinggi belum dikomersialkan (Huang et al. 2007; Nakason et al. 2010).
Gambar 6. Hidrolisis basa dan asam poliakrilamida
11
Spektrometer Inframerah Transformasi Fourier Radiasi IR berada pada kisaran panjang gelombang 0.78 – 1000 µm atau bilangan gelombang 12800 – 10 cm–1. Spektrumnya terbagi atas radiasi inframerah dekat (12 800 – 4000 cm–1), menengah (4000 – 200 cm–1), dan jauh (200 – 10 cm–1). Daerah spektrum yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis seperti analisis dalam bidang industri, bahan pertanian, dan kendali mutu adalah pada bilangan gelombang 4000 – 670 cm–1 atau daerah IR tengah (Rouessac & Rouessac 2007; Skoog et al. 1998). Energi radiasi IR digunakan terbatas hanya pada transisi molekul yang melibatkan vibrasi dan rotasi. Efek dari vibrasi ini menyebabkan perubahan momen dipol. Radiasi medan listrik yang berubah-ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan perubahan amplitudo dari salah satu gerakan molekul. Dalam padatan dan cairan berotasi secara terbatas sedangkan dalam gas tidak). Perwujudan interaksi tersebut menghasilkan serapan yang khas dari setiap komponen atau struktur molekul. Serapan grup fungsional berada pada kisaran bilangan gelombang 4000 – 1500 cm–1 sedangkan fenomena intra-molekular yang bersifat sangat spesifik untuk setiap materi antara 1500 cm–1 – 400 cm–1 (daerah sidik jari) (Khopkar 2002; Rouessac & Rouessac 2007). Berbeda dengan spektrometer klasik, FTIR tidak mengukur panjang gelombang satu demi satu, melainkan dapat mengukur intensitas transmitans pada berbagai panjang gelombang secara serempak. Pada FTIR, monokromator digantikan dengan interferometer. Interferometer ini mengatur intensitas sumber sinar inframerah dengan cara mengubah posisi cermin pemantul yang memantulkan sinar dari sumber sinar ke contoh. Jadi, keberadaan interferometer membuat spektrometer mampu mengukur semua frekuensi optik secara serempak dengan mengatur intensitas dari semua frekuensi tunggal sebelum sinyal mencapai detektor. Hasil scanning interferometer yang berupa interferogram (pengaluran antara intensitas dan posisi cermin) ini tidak dapat diinterpretasikan dalam bentuk aslinya. Proses matematika transformasi fourier akan mengubah interferogram menjadi spektrum antara intensitas dan frekuensi (Skoog et al. 1998; Rouessac & Rouessac 2007).
12
Analisis kuantitatif spektrum IR rumit karena adanya tumpang tindih spektrum
serapan
dari
molekul-molekul
dalam
sampel.
Untuk
dapat
mengekstraksi informasi dari data spektrum IR yang rumit tersebut, diperlukan suatu metode kemometrik berupa analisis multivariat (Stchur et al. 2002). Analisis multivariat menyediakan metode untuk mengurangi data berukuran besar yang diperoleh dari instrumen, seperti spektrofotometer. Metode kalibrasi multivariat dapat berupa multiple linear regression, principal component regression, PLS, dan artificial neural network (ANN) (Brereton 2003). Kuadrat Terkecil Parsial (Partial Least Square) Kuadrat terkecil parsial digunakan untuk memperkirakan serangkaian peubah tidak bebas (respons) dari peubah bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi (Hervé 2007). Metode ini membentuk model dari peubah-peubah yang ada untuk membentuk serangkaian respons dengan menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam bentuk matriks (Lindblom 2004). Bila jumlah prediktor X jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pengamatan Y, pendekatan regresi akan sulit diterapkan karena adanya multikolinearitas pada data. Permasalahan ini diatasi dengan menentukan komponen utama dari matriks X, yang selanjutnya digunakan sebagai regresor pada Y. Peubah-peubah X yang memiliki korelasi yang tinggi dengan peubah respons diberi bobot lebih karena akan lebih efektif dalam perkiraan (Miller & Miller 2005). Parameter-parameter dalam PLS sebagai metode kalibrasi adalah factors, loadings, dan scores. Model PLS berdasar pada komponen utama dari data independen X dan data dependen Y. Inti dari PLS adalah untuk menghitung nilai (scores) dari matriks X dan Y dan untuk membuat model regresi antara nilai-nilai tersebut (Dieterle 2003). Gambar 7 menunjukkan bahwa matriks X diuraikan menjadi matriks T (matriks scores), matriks P′ (matriks loading) dan matriks error E, sedangkan matriks Y diuraikan menjadi U dan Q dan error F. Kedua persamaan ini disebut ‘hubungan luar’. Hasil dari T dan P mendekati data spektrum, sedangkan hasil U
13
dan Q mendekati konsentrasi sebenarnya. Tujuan dari algoritma PLS adalah untuk meminimumkan F dengan terus menjaga korelasi antara X dan Y dalam ‘hubungan dalam’ U=BT (Fundamental Of Statistic).
Gambar 7. Prinsip PLS