6
TINJAUAN PUSTAKA Komposisi dan Kandungan Gizi ASI Air susu ibu (ASI)
merupakan satu-satunya makanan yang paling
sempurna bagi bayi dan anak. Sempurna bukan hanya karena lengkapnya kandungan zat gizi yang ada pada ASI, namun lebih dari itu ASI mengandung zat kekebalan yang mampu melindungi bayi dan anak dari berbagai macam penyakit infeksi, dan ASI memberikan sentuhan emosional bagi bayi dan anak serta ibu yaitu rasa terlindungi, aman dan damai (Depkes 1991). Komposisi ASI menurut stadium laktasi adalah kolostrum, air susu transisi, air susu mature. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali di sekresi oleh kelenjar mamma dari hari pertama sampai hari kelima masa laktasi. Kolostrum merupakan cairan kental dengan warna kekuningan dan lebih kuning dibandingkan ASI yang mature. Kolostrum yang disekresi pada hari pertama, kualitasnya lebih baik dibandingkan yang disekresi pada hari kedua sampai keempat. Protein pada kolostrum adalah protein globulin.
Kolostrum
mengandung antibodi yang mampu memberikan perlindungan pada bayi sampai 6 bulan. Komposisi gizi kolostrum lebih tinggi dibandingkan komposisi ASI mature. Volume kolostrum berkisar antara 150 – 300 gram per hari (Lawrence 1985). ASI masa transisi merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI mature. ASI ini diproduksi dari hari kelima sampai hari kesepuluh. Kadar protein ASI mature lebih rendah dibandingkan kolostrum yaitu 1,1gram berbanding 2,2 gram per 100 ml, tetapi kadar lemak dan laktosanya semakin tinggi dari kolostrum. ASI mature merupakan air susu yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya. Komposisi relatif konstan dan warnanya lebih putih kekuningan yang merupakan pembentukan garam kalsium, kaseinat, riboflavin dan karoten (Prentice 2001). Kandungan ASI selain mengandung unsur gizi juga mengandung berbagai enzim yang berfungsi membantu pencernaan zat gizi sebelum pankreas berfungsi sempurna, sebagai pengangkut mineral Fe, Mg, Zn dan Se, dan berfungsi sebagai anti infeksi.
Enzim yang terdapat dalam ASI yaitu
7
amylase berfungsi untuk mencerna polisakarida, lipase berfungsi untuk mencerna lemak dan anti infeksi,
protease berfungsi sebagai proteolisis,
santhin oksidase berfungsi sebagai karier zat besi, glutathione peroksidase berfungsi sebagai karier selenium, alkalin phosphatase berfungsi sebagai karier zinc dan magnesium, antiprotease berfungsi sebagai proteksi bioaktif komponen
enzim,
immunoglobulin
dan
hormon
pertumbuhan,
sulfhidriloksidase berfungsi untuk mempertahankan struktur dan fungsi protein ASI, serta lisozim dan peroksidase berfungsi sebagai bakterisidial (Prentice 2001).
ASI Eksklusif Pengertian ASI Eksklusif Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration) tahun 1990 merupakan salah satu hasil kolaborasi antara organisasi internasional, pemerintah dan LSM yang bersama-sama mendukung negara-negara untuk menentukan standar meningkatkan keadaan gizi. Deklarasi Innocenti bertujuan untuk melindungi, mempromosikan, dan memberi dukungan pada pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 4 – 6 bulan. Setelah berumur 4 – 6 bulan, bayi diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang benar dan tepat serta ASI diteruskan sampai bayi berusia 2 tahun. UNICEF dan World Health Assembly (WHA) pada tahun 1999 memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif menjadi 6 bulan. WHO tetap merekomendasikan bayi harus diberi ASI eksklusif dari mulai lahir sampai usia 4 – 6 bulan (WHO 1999). WHO berpendapat rekomendasi tersebut masih perlu dikaji lagi meskipun cukup informasi ilmiah dan pemahaman yang lebih baik terhadap pengaruh secara individual dan populasi dari pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Tanggal 13-17 Maret 2000 sebanyak dua puluh ahli berkumpul di Geneva untuk membantu WHO dan UNICEF dalam merumuskan waktu pemberian ASI eksklusif. Para ahli berpendapat bahwa sepanjang 10 tahun setelah Deklarasi Innocenti, cukup bukti ilmiah untuk mengubah jangka waktu
8
pemberian ASI eksklusif menjadi 6 bulan, maka ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif dari mulai lahir sampai 6 bulan. ASI eksklusif (exclusive breastfeeding) menurut WHO (2003) yaitu bayi hanya diberi ASI saja sebagai sumber makanan tanpa cairan atau makanan lainnya kecuali obat-obatan, suplemen vitamin dan mineral yang diberikan karena alasan medis. Bayi yang menerima ASI sebagai sumber makanan tetapi juga menerima air, sari buah, vitamin dan mineral serta obat-obatan disebut predominan (predominant breastfeeding). Pada umumnya rekomendasi menggunakan istilah “sekitar”, “sampai”, “sedikitnya” untuk pengenalan MP-ASI, sehingga ada yang memberikan lebih awal pada saat memasuki 6 bulan, atau setelah bayi berusia 6 bulan. Bagaimanapun tidak bisa persis pada hari atau jam berikutnya melengkapi 6 bulan pemberian ASI eksklusif. Keuntungan ASI eksklusif sampai 6 bulan akan jauh lebih baik bagi bayi yang dilahirkan dengan risiko yang tinggi (misalnya yang dilahirkan pada lingkungan yang kurang higienis) dibandingkan bayi yang lahir pada kelompok mampu dan lingkungan yang bersih (WHO 2003)
Manfaat ASI Eksklusif ASI eksklusif
memberikan banyak keuntungan baik dari segi gizi
maupun kesehatan bayi. ASI tersedia dalam keadaan bersih sebagai sumber energi, semua zat gizi esensial dan air. ASI mengandung zat kekebalan dan komponen yang menguntungkan bagi bayi. Keuntungan ASI dari segi kesehatan adalah mengurangi angka kesakitan dan kematian karena diare, infeksi saluran pernapasan, dan kasus penyakit lainnya (Lung’aho 2001). Hasil riset ilmiah sepanjang tiga dekade terakhir membuktikan bahwa menyusui merupakan hal yang paling tepat bagi bayi karena dapat melindungi bayi dari infeksi, alergi dan asma, pertumbuhan
dan perkembangan fisik,
motorik, psikologi, dan juga memberikan perlindungan ketika dewasa dari penyakit diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. Selain itu menyusui juga bermanfaat bagi ibu dalam mengurangi kejadian anemia dan kanker payudara,
9
kanker ovarium, menghemat uang dan membantu mengendalikan kesuburan (Phatak 2001) Pemberian ASI eksklusif akan bermanfaat bagi bayi, ibu, keluarga dan pada akhirnya bagi negara. Bayi yang diberi ASI akan tercukupi kebutuhannya sampai usia 6 bulan, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi. Berdasarkan hasil kajian meta analisis tentang perkembangan intelektual bayi yang diberi ASI dan tidak diberi ASI yang dikemukakan oleh Anderson (1999) bahwa perkembangan intelektual anak lebih baik pada anak yang diberi ASI berdasarkan skor perkembangan kognitif anak. Anak yang memperoleh ASI mempunyai skor 3,16 point lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak diberi ASI. Bayi yang tidak diberi ASI lebih besar peluang meninggal karena penyakit infeksi pada tahun pertama kehidupannya (Gambar 1). Risiko kematian semakin besar pada bayi yang berusia lebih muda. Bayi yang tidak diberi ASI pada bulan pertama kehidupannya mempunyai risiko 6 kali lebih besar dibandingkan bayi yang diberi ASI. Risiko akan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia bayi (WHO 2000).
7 6 5 4 3 2 1 0
0-1
2-3
4-5
6-8
9-12
Usia (bulan)
Gambar 1 Peluang meninggal karena infeksi pada bayi yang tidak diberi ASI (WHO 2000).
10
Manfaat memberikan ASI eksklusif bagi ibu adalah mengurangi pendarahan,
mengurangi
terjadinya
anemia,
menjarangkan
kehamilan,
mengecilkan rahim, menurunkan berat badan, mengurangi kemungkinan menderita kanker, memberi kepuasan pada ibu, praktis dan ekonomis. ASI memberikan manfaat ekonomi karena akan mengurangi biaya pengeluaran terutama untuk membeli susu. Lebih jauh, bagi negara pemberian ASI dapat menghemat devisa negara, menjamin tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas, menghemat subsidi biaya kesehatan masyarakat, dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat gangguan plastik sebagai bahan peralatan susu formula. Dengan demikian menyusui bersifat ramah lingkungan (Depkes 2002).
Praktek Pemberian ASI Eksklusif Menyusui merupakan kegiatan yang sudah dilakukan sejak 230 juta tahun yang lalu oleh golongan mamalia. Hal ini lebih dikarenakan kewajiban untuk memberikan makan pada anak-anaknya. Industri dalam bidang makanan mulai terjadi saat revolusi industri pada abad 19. Pabrik pengolahan susu mengalami kemajuan pesat dan kemudian mengembangkan serta memproduksi susu sesuai dengan kebutuhan khusus, misalnya susu untuk bayi yang baru dilahirkan. Promosi yang agresif tidak hanya membuat ibu-ibu tertarik untuk memberikan bayinya susu botol, tetapi juga membuat percaya bahwa susu formula sungguh praktis, aman dan bagi yang bekerja dapat segera kembali bekerja tanpa harus menyusui (Phatak 2001). Kondisi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap praktek pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya. Praktek pemberian ASI merupakan hal yang paling krusial dalam pemenuhan kebutuhan gizi bayi. Sedikitnya ada tiga permasalahan dalam praktek pemberian ASI. Pertama, setelah bayi dilahirkan kolostrum tidak diberikan. Kedua, pemberian ASI eksklusif kurang bisa diharapkan. Ketiga, pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Masalah
tersebut
menyebabkan
anak
di
Asia
mengalami
gangguan
pertumbuhan. Dilaporkan bahwa di Bangladesh bayi yang diberi kolostrum
11
sebanyak 47%, di Pakistan hanya 25% dilaporkan ibu yang memberikan ASI dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan dan di Srilangka 55% bayi diberi kolostrum. Praktek pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 4-6 bulan, rata-rata hanya 0,5 bulan di Pakistan, di Srilangka 1,2 bulan (Mason et al. 2001) Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Berarti ASI selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI Sedunia tahun 2000 dengan tema “Memberi ASI adalah hak azasi ibu; Mendapatkan ASI adalah hak azasi bayi” (Depkes 2002).
Hal senada dikemukan oleh
Engesveen (2005) bahwa pemberian ASI merupakan hak azasi anak dan pemberian ASI memberikan kontribusi kepada pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) karena ASI merupakan komponen penting dalam strategi mencegah kelaparan pada bayi. Hasil penelitian tentang praktek menyusui menunjukkan selama tahun pertama kehidupan bayi 98% bayi di Afrika, 96% bayi di Asia dan 90% bayi di Amerika Selatan mendapatkan ASI selama beberapa periode. Periode ASI eksklusif pada umumnya masih rendah. Di beberapa negara yang umumnya secara tradisional memberikan ASI lebih lama seperti di Indonesia, Kenya, Peru dan Philipina, cairan tambahan segera diberikan pada minggu-minggu pertama kehidupannya. Contohnya di Peru, dari 99% bayi yang diberi ASI, dalam bulan pertama kehidupannya 83% menerima air atau teh sebagai tambahan ASI (WHO 1997). Pemberian ASI eksklusif yang rendah juga dialami oleh negara maju seperti Amerika Serikat. Departemen Kesehatan Amerika dalam pencapaian healthy people 2010 menargetkan pemberian ASI oleh ibu setelah melahirkan kepada bayinya sebesar 75%, 50% sampai bayi berusia 6 bulan dan 25% sampai bayi berusia 1 tahun. Pemberian ASI kepada bayi terus menurun, dan rendah pada golongan rawan yaitu golongan yang berpendapatan rendah, berpendidikan rendah dan pada populasi berkulit hitam. Berdasarkan data tahun 2001 hanya 58% ibu yang berpendapatan rendah menyusui bayinya, sedangkan 53% pada ibu berkulit hitam. Bayi yang terus disusui sampai 6 bulan dari ibu
12
yang menyusui hanya sebesar 21% pada ibu yang berpendapatan rendah dan 22% pada ibu yang berkulit hitam (Guise et al. 2003) Penelitian yang dilakukan Lung’aho (2001) mengidentifikasi beberapa praktek spesifik dan intervensi dalam menunjang keberhasilan pemberian ASI eksklusif , yaitu : 1. Segera disusui setelah bayi dilahirkan, karena akan menstimulasi pengeluaran oxytocin dan mengembalikan kekuatan kontraksi uteri. Kondisi ini membantu mengontrol pendarahan pada masa nifas. 2. Memberikan kolostrum, keuntungan imunologi bagi bayi dan dapat membantu mencegah pemberian prelaktal. Prelaktal dapat mengganggu pencernaan bayi yang baru lahir oleh patogen. 3. Frekuensi menyusui ’on-demand’ siang dan malam akan mencukupi kebutuhan bayi. Produksi ASI tergantung ’supply and demand’. Semakin sering bayi mengisap, ASI akan lebih banyak diproduksi. Frekuensi menyusui menurun akan mendorong terjadinya peradangan dan lecet. 4. Posisi menyusui yang tepat akan mengurangi masalah ketidakcukupan ASI seperti yang sering dikeluhkan ibu menyusui. Posisi menyusui yang baik juga akan menurunkan masalah puting. WHO dan UNICEF (1989) mengemukakan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui yaitu: Setiap fasilitas yang menyediakan pelayan persalinan dan perawatan bayi baru lahir seyogianya ; 1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui yang secara rutin disampaikan kepada semua staf pelayanan kesehatan untuk diketahui. 2. Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkan dan melaksanakan kebijakan tersebut. 3. Menjelaskan
kepada
seluruh
ibu
hamil
tentang
manfaat
dan
penatalaksanaan menyusui. 4. Membantu ibu-ibu untuk mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan. 5. Memperlihatkan kepada ibu-ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankannya sekalipun pada saat ibu harus berpisah dengan bayi
13
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apa pun selain ASI kepada bayi baru lahir, kecuali bila ada indikasi medis. 7. Melaksanakan rawat gabung, memungkinkan/mengijinkan ibu dan anak untuk selalu bersama selama 24 jam. 8. Mendukung ibu agar dapat memberi ASI sesuai dengan keinginan dan kebutuhan bayi (on demand). 9. Tidak memberikan dot dan empeng kepada bayi yang disusui. 10. Membentuk kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu-ibu yang pulang dari rumah sakit atau klinik untuk selalu berhubungan ke kelompok tersebut.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Pemberian ASI secara optimal merupakan pilihan ibu, dimana pilihan tersebut dilatarbelakangi pengalaman sebelumnya yang dipengaruhi oleh faktor sosial, fisik, dan logistik. Pengaruh tersebut mungkin dirasakan atau tidak dirasakan oleh ibu. Meskipun demikian, hal ini bisa sebagai dukungan atau penghalang dalam memberikan ASI (WHO 2003). Model faktor penentu yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI terhadap bayi dikemukakan oleh Lutter (2000) seperti yang disajikan pada Gambar 2. Model Faktor penentu perilaku pemberian ASI dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu faktor penentu secara langsung, faktor penentu antara dan faktor penentu yang mendasar. Faktor penentu secara langsung adalah pilihan ibu dan peluang untuk melaksanakan pilihan tersebut. Faktor penentu antara adalah informasi tentang praktek pemberian makan pada bayi dan dukungan fisik dan sosial selama hamil, melahirkan dan setelah melahirkan. Faktor penentu mendasar adalah keluarga, medis, dan norma budaya, kondisi demografi dan ekonomi, tekanan komersial, peraturan nasional dan internasional.
14
Perilaku Pemberian ASI pada Bayi Kesempatan untuk melaksanakan pilihan
Faktor penentu langsung
Pilihan Ibu
Faktor penentu antara
Informasi praktek pemberian makan pada bayi dan dukungan fisik dan sosial selama hamil, melahirkan dan setelah melahirkan
Faktor penentu dasar
Gambar 2
• • • •
Keluarga, medis, dan norma budaya Kondisi demografi dan ekonomi Tekanan komersial Peraturan nasional dan internasional
Model faktor penentu perilaku pemberian ASI pada bayi (Lutter 2000)
Faktor penentu dasar akan mempengaruhi pada faktor penentu antara, kemudian akan mempengaruhi pada faktor penentu secara langsung yaitu pilihan ibu dalam memberikan ASI secara optimal atau tidak. Selain itu faktor penentu antara juga akan mempengaruhi pada peluang ibu untuk melaksanakan pilihannya. Pilihan ibu dalam pemberian ASI kepada bayi dan peluang untuk melaksanakan pilihan tersebut saling mempengaruhi yang pada akhirnya akan menentukan perilaku ibu terhadap pemberian ASI pada bayi. Ada tiga faktor besar yang mempengaruhi pemberian ASI pada bayi menurut Morrow et al (1995) yaitu ketidaktahuan ibu akan mekanisme pemberian ASI, tuntutan ekonomi, dan psikososial dan latar belakang kebudayaan/adat istiadat. Dermer (2001) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan ibu memberikan ASI atau tidak antara lain :
15
1. Tingginya dominasi kampanye dari industri susu formula 2. Kurangnya dukungan kepada ibu dari orang atau kelompok yang bisa membantu ibu untuk mengambil keputusan pemberian ASI 3. Kurangnya informasi tentang manfaat ASI bagi bayi dan informasi tentang cara menyusui yang berhasil. 4. Kurangnya dukungan dari tenaga medis tentang kampanye ASI karena pada kenyataannya masih banyak tenaga medis yang mendorong ibu untuk memberikan susu formula 5. Media massa dapat memberikan pengaruh kepada ibu dalam menentukan keputusannya memberikan ASI atau tidak dengan informasi yang dikandungnya Keberhasilan, berhenti lebih awal dan kegagalan menyusui menurut EbrahinG.J. (1979) merupakan gambaran sikap ibu terhadap penyusuan yang dipengaruhi beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi sikap tersebut antara lain, nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat, pengalaman masa kanak-kanak, hubungan dalam keluarga, menyusui yang berhasil dalam kehamilan terdahulu, hubungan dalam keluarga, nasihat dan pengalaman selama kehamilan dan persalinan, dukungan emosional dalam masa postnatal, persoalan dan kesulitan fisik serta kondisi bayi (Gambar 3). Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa sikap ibu sangat tergantung pada lingkungan sosial dan kebudayaan dimana ibu itu berada. Apabila nilai yang berlaku di masyarakat menganggap bahwa menyusui adalah suatu hal yang memalukan, maka kecenderungan ibu yang melahirkan kemungkinan tidak memberikan ASI-nya. Pengalaman masa kanak-kanak, yaitu pengalaman ibu ketika masa kanak-kanak, apabila ibu diberi ASI dan sering melihat pemberian ASI maka ibu mempunyai kecenderungan untuk mengikutinya. Bayi lapar dan rewel akan mendorong ibu segera memberikan ASI, apabila bayi tersebut dalam kondisi sehat maka akan segera menyusu maka akan terjadi ikatan dimana bayi akan merasa puas dan membuat bayi senang dan tenteram.
16
Nilai-Nilai yang berlaku pada masyarakat
Pengalaman masa kanakkanak
Laktasi yang berhasil pada kehamilan yang dulu
Hubungan dalam keluarga
Nasihat dan pengalaman selama kehamilan dan persalinan Sikap Ibu Bayi lapar dan rewel atau senang dan tenteram
Ikatan
Laktasi yang berhasil
Gambar 3
terhadap penyusuan
Laktasi yang berhentinya awal
Dukungan emosional dalam masa postnatal Persoalan dan kesulitan fisik
Kegagalan Laktasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam menyusui (Ibrahim G.J. 1979)
Pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Penelitian yang telah dilakukan di NTB dengan metode kohort, baik di daerah rural maupun urban menunjukkan bahwa ASI ekslusif hanya berkisar ± 2% (angka resmi dari Dinas Kesehatan diatas 30%). Alasan rendahnya pemberian ASI eksklusif di perkotaan adalah karena ibu harus kembali bekerja, sedangkan alasan rendahnya pemberian ASI eksklusif di perdesaan adalah karena pengaruh faktor sosial, kekerabatan, adat dan religi (Hananto dan Kasniyah 1991). Faktor kekerabatan sosial atau gotong royong antara lain terlihat di masyarakat di Jawa dan Sumatra. Pada waktu seorang ibu melahirkan, para tetangga berdatangan untuk membantu merawat ibu dan bayinya. Ada yang memberi madu, kelapa muda, pisang atau nasi yang dihaluskan. Pada saat itu ibu masih kesakitan dan belum begitu kuat, sehingga perawatan bayi dilakukan oleh nenek, keluarga suami, ataupun tetangga (Hananto dan Kasniyah 1991).
17
Rendahnya persentase ibu yang mempraktekkan pemberian ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan di beberapa negara mempunyai alasan yang sama. Beberapa alasan yang dikemukakan adalah bahwa makanan prelaktal perlu diberikan pada tiga hari pertama karena ASI belum keluar, air merupakan suatu yang esensial dalam pola makan bayi, ASI saja tidak cukup untuk bayi, perlu diberi sesuatu selain ASI agar pertumbuhannya lebih baik dan makanan yang tabu dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui sehingga kecukupan gizi ibu tidak terpenuhi (Haider et al 2002). Bila tidak ada kelainan pada payudara, maka kuantitas dan kualitas ASI tergantung dari banyak hal, yang terpenting adalah faktor psikhis (ketenangan), status gizi ibu, dan makanan ibu. Namun penelitian-penelitian di India menunjukkan bahwa walaupun ibu itu menderita kekurangan gizi mereka dapat dengan mudah memberikan ASI sebanyak 400 - 600 cc per hari dengan kualitas yang cukup baik dalam hal protein, lemak dan karbohidrat tetapi kadar vitamin dan mineralnya lebih rendah (Hariyono 1977). Tidak semua ibu dapat memberikan ASI kepada anaknya yang disebabkan ibu tidak mampu menghasilkan ASI yang cukup atau sama sekali tidak mampu memproduksi ASI. Selain itu bisa juga dikarenakan kondisi kesehatan ibu yang menyebabkan ASI tidak boleh diberikan kepada anaknya. Ibu yang menderita sakit kuning, demam tinggi, buah dada membengkak dan bernanah (abses), menderita penyakit gondok dan sedang mendapat pengobatan antitiroid atau menderita penyakit menahun yang sangat melemahkan keadaan ibu, menyebabkan anak tidak boleh diberi ASI (Oswari 1986). Pemberian ASI yang dianjurkan adalah sedini mungkin dengan frekuensi sesuai dengan kehendak bayi hingga umur dua tahun. Tetapi pada kenyataannya walaupun telah diketahui bahwa ASI memberikan jaminan kesehatan dalam pertumbuhan bayi selanjutnya, masih banyak ibu yang mengurangi ataupun berhenti sama sekali menyusui. Hal tersebut menurut Suhardjo (1989), diantaranya karena ibu bekerja sehingga kurang tersedianya waktu menyusui dan pengaruh perawatan kecantikan yaitu akibat memberikan ASI akan menyebabkan perubahan pada bentuk payudara.
18
Masalah dalam Pemberian ASI Eksklusif Dua minggu pertama setelah melahirkan merupakan masa yang perlu mendapat perhatian, bimbingan dan dukungan kepada ibu menyusui. Hal ini dikarenakan pada masa ini banyak masalah yang berhubungan dengan proses menyusui. Masalah dalam menyusui dapat ditimbulkan karena ada hambatan fisik, psikis ataupun teknis. Masalah fisik yang sering dihadapi oleh ibu menyusui menurut Depkes (2002) adalah puting susu datar atau terbenam, puting susu nyeri, puting susu lecet dan payudara bengkak. Masalah psikis merupakan masalah internal ibu yaitu motivasi, pengetahuan, kepercayaan diri dan keputusan untuk memberikan ASI sesuai sistem nilai yang dianut. Masalah teknis berhubungan dengan keterampilan ibu dalam proses menyusui. Puting susu datar atau terbenam merupakan masalah anatomis yang merupakan kelainan dari puting susu. Pada umumnya ibu-ibu tidak mempunyai kelainan anatomis payudara. Kelainan ini akan menghambat kemudahan bayi untuk menyusu, tetapi ibu tetap dapat memberikan ASI meskipun pada awalnya bayi akan menemukan kesukaran tetapi setelah beberapa minggu puting susu yang datar akan menonjol keluar. Puting susu nyeri (sore nipple) dan puting susu lecet (cracked nipple) dikarenakan posisi bayi saat menyusu salah, yaitu bahwa puting tidak masuk dalam mulut bayi sampai pada areola sehingga bayi hanya menghisap pada puting susu saja. Hisapan bayi yang terus menerus pada tempat tertentu akan menimbulkan rasa nyeri waktu dihisap. Penyebab lain yang dapat menimbulkan puting susu nyeri adalah penggunaan sabun, lotion, krem dan alkohol pada saat membersihkan puting susu sehingga terjadi iritasi (Perinasia 1992). Puting susu lecet selain karena posisi menyusui yang salah, juga dapat disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis (Depkes 2002). Pada hari-hari pertama (sekitar 2 – 4 jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri yang disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah banyak. Penyebab payudara bengkak (breast engorgement) menurut Depkes (2002) adalah posisi mulut bayi
19
dan puting susu yang salah, produksi ASI berlebih, terlambat menyusui, pengeluaran ASI yang jarang dan waktu menyusui yang terbatas. Menyusui adalah suatu pengalaman belajar dan bagi beberapa ibu menyusui adalah suatu masa penuh tantangan. Salah satu kendala dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang menyusui, rasa cemas yang berlebihan tidak dapat menghasilkan ASI yang cukup karena kurangnya informasi dan dukungan yang baik sehingga ibu ragu akan kualitas dan kuantitas ASI serta kurangnya motivasi ibu untuk menyusui (Perinasia 1990; Welford 2001)
Konseling Gizi Pengertian dan Tujuan Konseling Gizi Konseling (counsel) berasal dari bahasa Latin consilium yang berarti ”bersama-sama” atau ”bercakap bersama”. Kata konseling menurut WHO (1993) terkadang diterjemahkan berbeda. Beberapa bahasa menterjemahkan konseling sebagai pemberian nasihat (advising). Konseling berbeda dari sekedar memberi nasehat sederhana. Seseorang yang memberikan nasehat, maka dia akan mengatakan apa yang dipikirkan dan apa yang harus dikerjakan. Hal ini berbeda apabila seseorang melakukan konseling, maka dia tidak akan mengatakan apa yang harus dilakukan, tetapi akan membantu memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya. Definisi konseling sekarang ini lebih menekankan pada kualitas hubungan antara konselor dan klien. Definisi konseling menurut Jones (dalam Surya 2003) sebagai suatu hubungan yang biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya. Surya (2003) berpendapat bahwa konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu, yaitu interaksi antara konselor dan klien merupakan suatu kondisi yang membuat klien terbantu dalam mencapai perubahan yang lebih baik. Pengertian konseling menurut American School
20
Counselor Association (ASCA) (dalam Ali M. 2007) adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan
keterampilannya
untuk
membantu
kliennya
mengatasi
masalah-
masalahnya. Adanya perbedaan definisi konseling menurut Ali M.(2007) ditimbulkan karena perkembangan ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan oleh perbedaan pandangan ahli yang merumuskan tentang konseling dan aliran dan teori yang dianutnya. Dalam bidang konseling terdapat berbagai aliran dan teori, yang kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa model kategori pula. Ada ahli yang mengklasifikasikan konseling berdasarkan fungsinya menjadi tiga kelompok, yaitu; suportif, reedukatif, dan rekonstruktif. Konseling juga dibedakan berdasarkan metodenya, yaitu metode direktif dan non-direktif. Pengelompokkan konseling ada pula yang berdasarkan penekanan masalah yang dipecahkan, yaitu ; penyesuaian pribadi, pendidikan dan karir. Pengelompokkan konseling berdasarkan pada kawasan atau ranah perilaku yang merupakan kepeduliannya, yaitu konseling yang berorientasi pada ranah kognitif dan ranah afektif. Konseling yang berhubungan dengan perilaku akan lebih efektif apabila menggunakan teknik konseling individual. Konseling individual adalah kunci semua kegiatan konseling yang bermakna pertemuan konselor dengan klien secara individual dan konselor berupaya memberikan bantuan untuk mengembangkan pribadi klien serta klien dapat mengantisipasi masalahmasalah yang dihadapinya (Sofyan 2004). Konseling individual merupakan kunci intervensi dan dapat dilakukan oleh kelompok, pekerja kesehatan, tenaga sukarela atau diluar anggota keluarga. Seorang konselor perlu mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kemampuan mengungkapkan sesuatu sehingga menjadi suatu yang mudah diterima, dan bisa memberikan inspirasi kepada ibu dengan kemampuan konselor tersebut. Kunjungan rumah (home visit), kelompok pertemuan, sesi monitoring pertumbuhan dan sesi memasak merupakan peluang yang baik untuk berbagi informasi dan untuk konseling individu (WHO,2003).
21
Konseling gizi menurut Gustafson (http://www.eatright.org ) merupakan proses yang berkelanjutan yang dilakukan oleh tenaga ahli, biasanya seorang ahli diet, bekerja secara individual untuk menilai asupan makan dan mengidentifikasi area perubahan yang diperlukan. Konselor gizi memberikan informasi, materi pendidikan, dukungan dan ikut membantu individu membuat dan memelihara perubahan diet yang dibutuhkan. Tujuan dari konseling gizi adalah menolong seseorang membuat dan memelihara perubahan pengaturan makan. Seseorang yang mempunyai masalah gizi, memerlukan perubahan untuk makan yang lebih sehat. Seorang konselor menurut Sofyan (2004) akan mendengarkan apa yang dikatakan kliennya, dan konselor mencoba memahami apa yang klien rasakan. Konselor membantu klien untuk meningkatkan kepercayaan, sehingga klien dapat mengontrol situasi yang diinginkan. Hubungan konseling bersifat interpersonal. Hubungan konseling terjadi dalam bentuk wawancara secara tatap muka antara konselor dengan klien. Hubungan itu tidak hanya bersifat kognitif dan dangkal, tetapi juga melibatkan semua unsur kepribadian dari kedua belah pihak yang meliputi; pikiran, perasaan, pengalaman, nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan lain-lain. Keefektifan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dan kliennya. Dilihat dari segi konselor, kualitas hubungan itu tergantung kemampuannya dalam menerapkan teknik-teknik konseling dan kualitas pribadinya.
Media Konseling Gizi Media merupakan saluran komunikasi untuk menyampaikan pesan (FAO 1994). Hal ini diperlukan untuk membedakan antara dua saluran komunikasi yaitu tatap muka (face to face) dan media masa (mass media). Konseling menggunakan saluran komunikasi tatap muka. Komunikasi yang dilakukan dalam tatap muka adalah secara lisan, sehingga suara merupakan organ komunikasi. Untuk mendukung dalam proses komunikasi tatap muka, maka sangat dianjurkan menggunakan bantuan media pendukung
22
dalam bentuk hasil cetakan, gambar dan audio-visual. Media pendukung ini akan menjadi mengayaan bagi konselor dan juga bagi klien. Media pendukung yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan dapat berupa hasil cetak berupa lembaran kartu, lembaran koran atau boklet. Lembaran kartu yang berisi pesan yang akan disampaikan dalam proses konseling akan memudahkan penyampaian pesan oleh konselor kepada klien, dan memberikan persepsi kepada klien dari visual apa yang ingin kita capai. Lembaran berupa kartu telah dipergunakan diberbagai negara dalam mendukung pemberian ASI yaitu di negara Bolivia, Afrika Selatan dan Timur, Ethiophia, Ghana, India, Jordan, Nepal dan Madagascar. Gambar pada kartu dapat berbeda sesuai dengan pesan yang akan disampaikan. Gambar dan pesan dalam kartu konseling dapat diadaptasi sesuai dengan kebiasaan dimana kartu akan digunakan seperti pada Gambar 4.
Negara India
Negara Afrika
Gambar 4 Contoh gambar dalam kartu konseling di negara India dan Afrika Gambar 4 merupakan contoh gambar dalam lembaran kartu konseling yang dipergunakan dalam konseling untuk negara India, ibu yang menyusui sebagai model menggunakan baju Sari khas India, sedangkan di Afrika ibu sebagai model berkulit hitam dengan pakaian khas negara Afrika yang berwarna terang. Kartu yang digunakan dalam lembaran kartu yang dipergunakan dalam konseling di berbagai negara mempunyai pesan gambar yang sama, tetapi tampilan model menunjukkan ciri dari setiap negara.
23
Konseling Gizi Untuk Meningkatkan Pemberian ASI Eksklusif Konseling dilakukan dengan berorientasi individual dalam hal ini membantu individu untuk merubah perilaku ke arah yang lebih baik, seperti yang dikemukakan oleh WHO (1993) bahwa konseling sangat penting bagi situasi dimana perilaku seseorang akan mempengaruhi kesehatan. Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini (Bappenas, 2000). Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan, sikap dan keterampilan atau tindakan. Oleh karena itu perbuatan seseorang dalam merespon sesuatu pastilah terkonseptualisasikan dari ketiga ranah tersebut. Perilaku memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, merupakan respon yang didasari oleh seberapa jauh pengetahuan tentang ASI eksklusif, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap ASI eksklusif 6 bulan dan seberapa besar keterampilan dalam melaksanakan atau melakukan pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan. Perubahan perilaku yang diharapkan, dapat terjadi melalui perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan atau masing-masing berpengaruh langsung terhadap perilaku, walaupun kondisi yang berpengaruh secara langsung tidak mudah. Secara skematis dapat digambarkan pada Gambar 5.
P
P
S
K
S K PERILAKU PERILAKU Keterangan : P= Pengetahuan; S= Sikap; K=Keterampilan
Gambar 5 Skema perubahan perilaku
24
Perubahan perilaku memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, dapat terjadi melalui perubahan pengetahuan, sikap dan praktek atau masing-masing berpengaruh langsung terhadap perilaku memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan. Pengetahuan tentang ASI eksklusif sampai 6 bulan dapat diperoleh salah satunya melalui informasi, dimana informasi itu merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau penyempurnaan informasi sebelumnya. Sikap merupakan kecenderungan evaluatif terhadap pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan. Hal ini menunjukkan kesetujuan dan ketidaksetujuan akan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Praktek adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku dalam hal ini pola tingkah laku yang mendukung pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan. Perubahan perilaku seseorang memerlukan kesiapan, oleh karena itu dalam proses konseling diperlukan pehamanan akan perubahan tersebut. Kesiapan individu untuk berubah menurut Murphy (2005) dipengaruhi tingkat pengetahuan, keterampilan, persepsi, kepercayaan, nilai, motivasi dan tingkat percaya diri dan harga diri (self-esteem) dan juga membutuhkan persetujuan dari yang lain. Untuk memahami perubahan perilaku individu yang berhubungan dengan masalah perilaku sehat dikembangkan beberapa model teori tentang perubahan perilaku yang berorientasi individual. Konseling gizi tentang ASI eksklusif yang dilakukan pada ibu agar dapat meningkatkan pemberian ASI eksklusif dapat dijelaskan dengan mengacu pada Transtheoretical Model (Prochaska JO & Velicer WF 1997; Murphy EM 2005; Stang J & Story M 2005 ) yang meliputi lima tahap, yaitu ; 1. Precontemplation adalah tahapan di mana ibu tidak berniat untuk mengubah perilaku. Pada tahap ini ibu tidak peduli pada permasalahan atau bahwa ada suatu kebutuhan untuk perubahan, sehingga ibu memberikan makanan atau cairan selain ASI kepada bayinya. Hal ini dikarenakan kurang informasi atau tidak mengetahui konsekuensi dari perilaku mereka. 2. Perenungan (contemplation) adalah tahapan dimana ibu
berniat untuk
berubah dengan memberikan ASI secara eksklusif. Pada tahapan ini ibu mulai peduli, dan pada tahap ini akan terjadi pro untuk mengubah atau
25
kontra terhadap perubahan. Ketika banyak yang pro maka peluang untuk berubah akan lebih besar, sedangkan apabila banyak yang kontra maka menurunkan peluang terjadinya perubahan. Oleh karena itu, konselor dalam melakukan konseling menunjukkan manfaat yang akan diperoleh bagi ibu, bayi dan keluarga apabila memberikan ASI eksklusif. 3. Persiapan (preparation) adalah tahapan dimana ibu berniat untuk mulai bertindak dalam waktu dekat ini. Ibu sudah merencanakan beberapa tindakan, seperti melakukan konsultasi dengan konselor, melakukan perawatan payudara, berkomunikasi dengan tenaga medis atau membeli buku untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dirinya sendiri. 4. Tindakan (action) adalah tahapan dimana ibu sudah melakukan perubahan dengan memberikan ASI eksklusif. Selama ibu menyusui perlu dilakukan dukungan kepada ibu agar mampu memberikan ASI eksklusif. Sejak tindakan dapat diobservasi, perubahan perilaku sering disamakan dengan tindakan. Tetapi di dalam Transtheoretical Model, tindakan hanya salah satu dari lima langkah. 5. Pemeliharaan (maintenance) adalah tahapan dimana ibu mencegah kembali pada perbuatan sebelumnya yaitu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya, atau ibu menceritakan kepada ibu-ibu lain tentang pemberian ASI eksklusif. Penerimaan ibu terhadap perubahan pemberian ASI eksklusif dengan durasi yang lebih panjang memerlukan suatu proses dan tidak akan menerima secara tiba-tiba. Menurut Murphy EM (2005) tingkat perubahan tersebut pada setiap individu akan bervariasi, tergantung tingkat motivasi atau kesiapan untuk menerima perubahan. Tahapan ini bisa membantu bagaimana konselor dapat membantu mengembangkan perubahan. Penerimaan perubahan terjadi tidak selalu satu arah dan meningkat, tetapi penerimaan perubahan bisa terjadi menurun ke tahap sebelumnya terutama ketika sudah pada tahapan tindakan (action) dan pemeliharaan (maintenance) ke tahapan sebelumnya. Hal ini dikarenakan ketika individu berubah akan menimbulkan pro dan kontra, baik dari dalam diri individu dan dari lingkungan individu itu berada. Ketika lebih
26
banyak yang pro akan mendukung perubahan itu terjadi, sedangkan apabila banyak yang kontra akan menghambat perubahan itu sendiri. Perubahan tidak terjadi dapat juga dikarenakan masyarakat memiliki semacam keengganan untuk berubah yaitu resistensi sosial. Resistensi sosial menurut Susanto (1984) karena; (1) mereka terikat karena sistem nilai (value system) yang relatif langgeng; (2) mereka berfikir dari aspek keamanan batiniah dan kurang berani mengambil resiko dari suatu yang baru (konsep safety first) khususnya jika mereka tidak melihat adanya keuntungan relatif (relative advantage) yang dapat dinikmati secara psikologis dan lahiriyah. Resistensi sosial menurut Lippit (dalam Susanto 1984) dapat disebabkan oleh delapan faktor. Pertama, karena tujuan pembaharuan tidak diinformasikan dengan cukup jelas dan dimengerti oleh masyarakat. Kedua, karena tokoh-tokoh dalam masyarakat baik formal maupun informal tidak diikutsertakan. Ketiga, Jika usul program karena kepentingan pribadi. Keempat, jika norma-norma budaya, pranata sosial dan kebiasaan masyarakat diabaikan. Kelima, jika terdapat komunikasi yang kurang baik antara pengelola program dengan masyarakat sasaran. Keenam, jika terdapat kekhawatiran akan kegagalan baik dari pengelola program maupun dari masyarakat. Ketujuh, jika biaya perubahan itu terlalu mahal, atau imbalan yang diperoleh masyarakat dari perubahan tersebut kurang memadai. Kedelapan, jika keadaan sekarang telah memuaskan bagi sebagian besar masyarakat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Morrow et al. (1999) di kota Mexico tentang pemberian konseling laktasi dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif, menunjukkan bahwa persentase memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan lebih tinggi pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Konseling dilakukan sebanyak 6 kali pada kelompok pertama, yaitu 2 kali pada minggu pertama usia kehamilan usia 8 dan 9 bulan, 4 kali setelah melahirkan pada minggu pertama, ke 2, 4 dan ke 8. Pada kelompok ke dua, konseling dilakukan 3 kali yaitu 1 kali pada minggu pertama saat usia kehamilan 9 bulan dan 2 kali pada minggu pertama dan ke dua setelah melahirkan. Konseling dilakukan oleh 3 orang wanita yang bekerja di Institut Nasional Gizi. Konselor juga merangkap menjadi pengumpul data.
27
Penelitian tentang konseling laktasi dalam meningkatkan ASI eksklusif dilakukan juga di Bangladesh oleh Haider et al (2002). Konseling dilakukan sebanyak 15 kali Konseling dilakukan oleh konselor yang di ambil dari masyarakat setempat, yaitu ibu yang sudah mempunyai pengalaman menyusui dengan pendidikan minimum 4 tahun, punya keinginan untuk menolong ibu lain memberikan ASI, tinggal di daerah setempat, dan bersedia mengikuti pelatihan tentang ASI. Konselor mendapat gajih setiap bulannya. Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian sebelumnya, bahwa pada kelompok ibu yang mendapat konseling lebih tinggi persentase pemberian ASI eksklusifnya dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian konseling laktasi yang dilakukan oleh Leite et al (20005) di Fortaleza Brazil, menunjukkan bahwa ibu yang diberi konseling menyusui bayi secara eksklusif sebanyak 25 % dan 20 % pada ibu yang tidak diberi konseling gizi. Konseling dilakukan sebanyak 6 kali setelah melahirkan dengan melakukan kunjungan rumah. Aidam et al (2005) melakukan penelitian di Ghana untuk mengukur pengaruh konseling laktasi terhadap perilaku pemberian ASI eksklusif. Sampel adalah ibu yang berkunjung ke satu klinik bersalin dan dua rumah sakit di Kota Tema. Ibu dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok yang menerima intervensi sebelum dan sesudah melahirkan, kelompok yang menerima intervensi setelah melahirkan dan kelompok yang tidak menerima intervensi sebagai kelompok kontrol. Konseling dilakukan oleh dua orang bidan dari daerah penelitian dan seorang ahli gizi. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok ibu yang diberi konseling prevalensi ASI eksklusifnya lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Beberapa penelitian tentang pemberian konseling laktasi pada ibu untuk meningkatkan prevalensi pemberian ASI eksklusif seperti yang diuraikan di atas disajikan pada Tabel 1.
28
Tabel 1 Penelitia pemberian konseling laktasi dalam meningkatkan prevalensi ASI eksklusif Study (design) Morrow et al 1999 ( Cluster randomized, control trial)
Haider et al 2000 (Cluster ramdomized, control trial)
Leite et al 2005 ( RCT )
Aidam et al 2005
Subjek
Intervensi
Hasil
Daerah perkotaan di Mexico, n =130 semua wanita hamil yang tinggal di daerah industri
Konselor di ambil dari masyarakat setempat yang dilatih, Group 1 : 6 kali (2 kali saat hamil, dan 1, 2, 4, 8 minggu setelah melahirkan) Group 2 : 3 kali ( 1 kali saat hamil dan 1, 2 minggu setelah melahirkan) Group 3 sebagai kontrol Konselor di ambil dari masyarakat setempat kemudian di latih , home visit sebanyak 15 kali; 2 kali pada kehamilan tri semester ketiga, 4 kali dalam 1 bulan setelah melahirkan dan 1 kali setiap 2 minggu sampai usia bayi 5 bulan
Ibu yang memberikan ASI sebanyak 68 % pada kelompok Intervensi dan 63% pada kelompok kontrol, sedangkan yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 67% pada kelompok pertama, 55 % pada kelompok ke dua dan 15 % pada kelompok kontrol Prevalensi pemberian ASI eksklusif 70 % pada kelompok intervensi dan 6 % pada kelompok kontrol
Konselor di ambil dari masyarakat setempat kemudian di latih, home visit sebanyak 6 kali yaitu pada hari ke 5, 15, 30, 60, 90 dan 120 setelah melahirkan
Ibu yang menyusui bayinya sebanyak 65 % pada kelompok intervensi dan 53 % pada kelompok kontrol, sedangkan ibu yang memberi ASI eksklusif sebanyak 25 % pada kelompok intervensi dan 20 % pada kelompok kontrol Pemberian ASI eksklusif lebih tinggi pada kelompok 1 dan 2 yaitu sebesar 39,5 % dibandingkan kelompok kontrol sebesar 19,6 %.
Dhaka, Bangladesh, n =726, masyarakat, dengan kriteria wanita usia 16-35 thn, mempunyai 3 anak atau kurang dan tidak mempunyai penyakit yang serius, lahir normal tidak cacat dengan berat 1800 gram atau lebih Fortaleza, Brazil, n =1003, 8 pusat kesehatan ibu, kriterianya adalah bayi yang lahir dengan berat < 3000 g, lahir tidak kembar dan bayi serta ibu yang tidak memiliki masalah kesehatan Tema di Ghana, n=146, ibu yang mengunjungi 3 buah klinik bersalin
Konselor tenaga kesehatan setempat yaitu bidan dan ahli gizi, ibu dibagi dalam tiga kelompok .Group 1 ; 2 kali saat hamil dan 9 kali (minggu 1, 2, 4, 6, 8, 12, 16, 20, dan 24) setelah melahirkan.Group 2 ; 9 kali setelah melahirkan.Group 3 ; kelompok kontrol