MANFAAT EKONOMI SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun)
PANTAS H SITANGGANG 031201008/MANAJEMEN HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
2
ABSTRACT
Pantas Halomoan Sitanggang, The Economic advantage of Populance Forest Management System, Case in Dusun Marubun Pane, Kecamatan Tigarunggu, Kabupaten Simalungun . Led by Oding Affandi and April Harini. Forest is having a very important role for our living in directly advantages and indirectly advantages. The advantages can be felt when it gives contribution of its existancy directly and indirectly for the population around forest. The production of populance forest in Nagori Tigarunggu Dusun Marubun Pane is started with some steps like preparition, planting, maintenance, harvesting until the last step is result analize. The economic value that get from the advantages of populance forest product is Rp 186.800.000 or about 31.29% from the total of farmer income come from the section in agriculture, plantation and from others income. Because of the advantages of populance Forest is very important for the population around forest and the farmer, so that populance forest must be in protected and useful for all the time. Key word : Public Forestry, Advantages, Economic Value
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
3
ABSTRAK Pantas Halomoan Sitanggang. Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ( Studi Kasus Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun ), Dibimbing Oleh Oding Affandi dan April Harini. Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan apabila hutan tersebut terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Hutan Rakyat mempunyai peranan yang sangat penting jika dikaji dari manfaat langsung dan manfaat tidak langsung bagi masyarakat sekitar hutan. Pembuatan hutan rakyat di Nagori Tigarunggu Dusun Marubun Pane telah melewati sejarah yang cukup panjang dimulai dari tahun 1970 an dan berlangsung sampai dengan sekarang. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane ini dimulai dengan tahap persiapan, tahap penanaman, tahap pemeliharaan ,tahap pemanenan hasil dan yang terakhir analisa hasil. Adapun nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan rakyat ini adalah Rp186.800.000 atau berkisar 26,42% dari keseluruhan pendapatan petani baik itu dari sektor pertanian, sektor perkebunan, dan sumber pendapatan lainnya. Mengingat bahwa manfaat hutan rakyat sangat cukup penting bagi masyarakat sekitar hutan dan petani pengelola hutan rakyat, untuk itu Hutan Rakyat harus senantiasa dijaga dan dimanfaatkan secara berkesinambungan. Kata Kunci : Hutan Rakyat, potensi, manfaat nilai ekonomi.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
4
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Raya Kabupaten Simalungun, pada tanggal 27 Maret 1984, dari Ayahanda Drs Dj. Sitanggang dan Ibunda R. Sipayung. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri no 091410 Sidamanik Sarimatondang Kabupaten Simalungun pada tahun 1996, pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Pematang Siantar Kabupaten Simalungun pada tahun 1999, dan menyelesaikan sekolah menengah umum di SMU Budi Murni 2 Medan tahun 2002. Penulis mengikuti perkuliahan di Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB dengan jurusan Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian pada tahun 2003. Selama kuliah penulis pernah aktif Unit Kegiatan Mahasiswa KMK USU, IMAS ( Ikatan Mahasiswa Simalungun), dan Organisasi Gerakan Aksi Penghijauan (GAP). Menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun. Judul penelitian penulis dalam menyelesaikan studi adalah Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Dusun Marubun Pane Nagori Tigarunggu Kabupaten Simalungun.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
5
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Adapun tema penelitian ini adalah Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun) Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Oding Affandi, S.Hut, MP dan Ibu Ir.April Harini selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih juga kepada para Dosen dan Staf Pegawai Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Terutama kepada kedua orang tua penulis, keluarga dan teman-teman yang memberikan dukungan pada
penulis dalam penyempurnaan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Amiruddin Purba dari Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun yang telah mendampingi dan telah banyak berkorban bagi penulis selama penulis berada di lokasi penelitian mulai dari awal sampai berakhirnya penelitian ini. Harapan penulis kiranya hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang membaca tulisan ini, juga bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembacanya dalam penyempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2009 Penulis
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
6
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT .................................................................................................. i ABSTRAK..................................................................................................... ii ii RIWAYAT HIDUP .................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................. v DAFTAR TABEL ...................................................................................... . vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ix PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... Perumusan Masalah .............................................................................. Tujuan Penelitian ................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................
1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Kehutanan Masyarakat ........................................................................... Hutan Rakyat ......................................................................................... Konsepsi Hutan Rakyat .......................................................................... Manfaat Hutan Rakyat ...........................................................................
5 6 8 9
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. Bahan dan Alat ....................................................................................... Objek dan Data Kegiatan........................................................................ Metode Pengumpulan Data .................................................................... Analisis Potensi Hutan Rakyat ...............................................................
12 12 12 13 14
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Fisik Lingkungan ...................................................................... Topografi, Keadaan Tanah dan Iklim ..................................................... Aksesibilitas ........................................................................................... Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ..................................................... Kependudukan ....................................................................................... Mata Pencaharian................................................................................... Sarana dan Prasarana .............................................................................
16 16 16 16 16 17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Hutan Rakyat...................................................................... Potensi Hutan Rakyat ............................................................................. Manfaat Ekonomis Hutan Rakyat ........................................................... Penambahan Pendapatan Petani.............................................................. Penyerapan Tenaga Kerja .......................................................................
19 27 29 31 41
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
7
Halaman KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................ 44 Saran ...................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 45 LAMPIRAN ................................................................................................. 47
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
8
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Taksiran Potensi Tegakan pada Lahan Setiap Responden................................ 28 2. Taksiran Nilai Tegakan Hutan Rakyat di Dusun Marubun Pane...................... 29 3. Pendapatan Masyarakat Rata-rata Pertahun dari Sumber Pertanian, Perkebunan dan Hutan Rakyat......................................................................... 32
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia............................................... 17 2. Petani Hutan Rakyat Sedang Melakukan Pembibitan....................................... 17 3. Sarana Pendidikan Sekolah yang Ada di Kecamatan Tigarunggu.................... 18 4. Saluran Pemasaran Hasil Hutan Rakyat Dusun Marubun Pane........................ 26 5. Petani Hutan Rakyat yang Mengumpulkan Kayu Bakar.................................. 27 6. Hutan Rakyat yang Ada di Dusun Marubun Pane ………............................... 30
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Pengukuran Potensi Plot Contoh Tanaman Hutan Pinus...........................47 2. Data Responden Petani Hutan Rakyat Dusun Marubun Pane........................... 57 3. Tabel Plot Contoh Pada Setiap Lahan Hutan Rakyat Responden..................... 58 4. Sumber – Sumber Pendapatan Petani Hutan Rakyat Pinus Tahun 2006 – 2007 ……………....................................................................... 59 5. Peta situasi kelurahan Tigarunggu pada Kecamatan Tigarunggu..................... 60
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
11
PENDAHULUAN
Latar Belakang Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan,yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan. Menurut Reksohadiprojo (1994), pentingnya hutan bagi kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat kini dirasakan semakin meningkat, hal ini menurut kesadaran untuk mengelola sumber daya hutan tidak hanya dari segi finansial saja namun diperluas menjadi pengelolaan sumber daya hutan secara utuh. Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Menurut Helms (1998) hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, klas umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, dan satwa liar. Definisi tersebut menekankan komponen pohon yang dominan terhadap komponen lainnya dari ekosistem itu, dan mensyaratkan adanya kondisi iklim dan ekologis yang berbeda dengan kondisi luarnya. Penekanan hutan sebagai suatu ekosistem mengandung maksud bahwa di dalam hutan terjadi hubungan saling tergantung satu komponen dengan komponen lainnya yang terjalin sebagai suatu system. Sehingga apabila salah satu komponen dari system itu rusak (tidak berfungsi) akan menyebabkan komponen lain terganggu, dan akibatnya sistem itu tidak dapat berjalan normal. Hutan itu sendiri sebagai bagian dari ekosistem yang lebih besar, sehingga apabila hutan rusak akan mengganggu system yang lebih besar itu.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
12
Pengertian Hutan Rakyat menurut UU No. 41/1999 tentang kehutanan, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat). Unsur-unsur hutan rakyat dalam materi dan penjelasan pasal 3 Undang – undang Pokok Kehutanan no 5 dicirikan sebagai berikut : a) Hutan yang diusahakan sendiri, bersama orang lain atau badan hukum. b) Berada diatas tanah milik atau orang hak orang lain
berdasarkan aturan
perundang-undangan. c) Dapat dimiliki berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan. Pengertian
hutan
rakyat
seperti
itu
menimbulkan
konsekuensi-
konsekuensi. Pertama, hutan-hutan yang tumbuh di atas tanah adat dan dikelola oleh keluarga-keluarga petani sebagai anggota suatu kelompok masyarakat adat diklaim oleh pemerintah sebagai hutan negara dan tidak termasuk hutan rakyat. Kedua, hutan-hutan yang tumbuh di atas tanah milik dan diusahakan oleh orangorang kota yang menyewa atau membeli tanah masyarakat lokal masih dapat dikategorikan sebagai hutan rakyat. Dengan demikian, pengertian di atas mempertentangkan "hutan rakyat" dan "hutan negara" dilihat berdasarkan status kepemilikan tanahnya atau sifat dari obyek (tanah dan hutan), bukan berdasarkan pelakunya atau subyek yang mengelola hutan. Dalam undang-undang Pokok Kehutanan juga secara implisit disebutkan tentang hutan dengan status hak guna usaha. Dengan demikian jika rakyat secara perorangan atau kelompok memperoleh hak guna usaha, hutannya tidak disebut sebagai hutan rakyat, melainkan hutan hak guna usaha. Kategorisasi tersebut sangat membingungkan, mengapa hutan di tanah milik tidak disebut "hutan milik" saja, bukan "hutan rakyat". Keberadaan hutan rakyat tidaklah semata-mata akibat interaksi alami antara komponen botani, mikro organisme, mineral tanah, air dan udara, melainkan juga adanya peran manusia dan kebudayaannya. Kreasi budaya yang Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
13
dikembangkan dalam interaksinya dengan hutan, berbeda-beda antar kelompok masyarakat. Perumusan Masalah Permasalahan yang dikemukakan disini adalah apakah pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh para petani di Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu telah memperhatikan aspek kelestarian hutan dan kelestarian hasil, seberapa besar kontribusi hutan rakyat tersebut terhadap peningkatan pendapatan para petani, dan apa saja manfaat ekonomis yang didapatkan masyarakat pada umumnya dan petani hutan rakyat pada khususnya dengan keberadaan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane. Aspek produksi , khususnya tentang sruktur tegakan dan potensi produksi, penelitian Hardjanto (2003) menemukan bahwa disatu sisi struktur tegakan kayu rakyat menunjukkan struktur hutan normal, namun disisi lain ternyata pohon-pohon yang dijual mengalami penurunan kelas diameter. Hal ini berarti akan mengancam kelestarian tegakan hutan rakyat dan sekaligus berarti mengancam pula kelestarian usahanya. Aspek pengolahan dimaksud disini adalah semua jenis tindakan yang merubah bahan baku (kayu bulat) menjadi barang setengah jadi. Masalah terbesar saat ini adalah dilihat pada aspek pengolahan yaitu masalah jumlah dan kontinuitas sediaan bahan baku. Sementara itu permasalahan pada aspek pemasaran meliputi beberapa hal diantaranya : sistem distribusi, sruktur pasar, penentuan harga, prilaku pasar, dan keragaan pasar. Kelembagaan yang mendukung pada setiap sub sistem juga masih perlu disempurnakanagar kinerja usaha hutan rakyat secara keseluruhan menjadi lebih baik. Pengusahaan hutan rakyat juga secara kumulatif menunjukkan berbagai kekurangan, kelemahan serta kurang akurat. Gejala kelemahannya tidak meletakkan posisi dan kedudukan hukum hutan rakyat ini kedalam status legal dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, antara lain: a. Belum semua data potensi dan kepemilikan hutan rakyat teridentifikasi dengan baik. b. Secara umum areal hutan rakyat belum diukur dan dipetakan sebagaimana dilakukan terhadap hutan negara. Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
14
c. Belum diterbitkannya aturan-aturan teknis pembinaan administrasi dan tata cara pengelolaan hutan rakyat sebagai payung untuk dipedomani secara seragam disetiap wilayah. d. Sistem pungutan, retribusi dan perizinan usaha hutan rakyat, diperlakukan serupa dengan hutan negara, contohnya: Dalam penggunaan Surat Angkutan Kayu Bulat (SAKB), yang digunakan dalm kegiatan eksploitasi tebangan dikawasan hutan negara juga, digunakan bagi eksploitasi dihutan rakyat. e. Gambaran umum usaha hutan rakyat yang belum terdata jelas dari setiap penghasilan yang diterima masyarakat setiap bulannya atau pertahunnya. f. Tidak adanya aturan hukum yang jelas tentang kepemilikan hutan rakyat secara yuridis formal, terkait erat dengan kebijakan hukum pertanahan yang masih terus dibebani dewasa ini.
Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane. 2. Mengetahui potensi hutan rakyat di Dusun Marubun Pane. 3. Mengetahui manfaat ekonomis dari hutan rakyat berupa tambahan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja.
Manfaat Penelitian 1. Bagi Departemen Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Simalungun ,bahwa hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alat kontrol dan masukan atas dampak yang terjadi dengan adanya kegiatan pengelolaan hutan rakyat. 2. Untuk memperkaya dan melengkapi kajian tentang kegiatan pengelolaan hutan rakyat dalam hubungannya dengan pemberdayaan masyarakat dan perubahan pendapatan masyarakat yang bersangkutan. 3. Sebagai bahan informasi bagi instansi-instansi terkait serta pihak lainnya untuk penelitian selanjutnya.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
TINJAUAN PUSTAKA
Kehutanan Masyarakat Konsepsi kehutanan masyarakat (community forestry) sebenarnya relatif baru karena community forestry (CF) muncul sebagai tanggapan dari kegagalan konsep industrialisasi kehutanan yang populer pada sekitar tahun 1960-an. Kristalisasi pikiran-pikirannya tentang CF ini kemudian banyak dipublikasikan FAO. Dan kemudian pada tahun 1983, secara resmi FAO mendefinisikan CF sebagai
konsep radikal kehutanan yang berintikan partisipasi rakyat, artinya
rakyat diberi wewenang merencanakan dan memutuskan sendiri apa yang mereka kehendaki. Hal ini berarti memfasilitasi mereka dengan saran dan masukan yang diperlukan untuk menumbuhkan bibit, menanam, mengelola dan melindungi sumber daya hutan milik mereka dan memperoleh keuntungan maksimal dari sumber daya itu dan memanennya secara maksimum. CF didedikasikan sebagai gagasan untuk meningkatkan keuntungan langsung sumber daya hutan kepada masyarakat pedesaan yang miskin (Awang et al. , 2001). Beberapa tahun terakhir ini, konsepsi kehutanan masyarakat (CF) sering dikonfrontasikan dengan konsep perhutanan sosial yang merupakan terjemahan dari social forestry (SF). Konsepsi SF lebih dikonotasikan sebagai bentuk pengusahaan kehutanan yang dimodifikasi supaya keuntungan yang diperoleh dari pembalakan kayu didistribusikan kepada masyarakat lokal. Dan kemudian di Indonesia Perum Perhutani sebagai salah satu pelopor SF di Indonesia mendefinisikan bahwa SF adalah
Suatu sistem dimana masyarakat lokal
berpartisipasi dalam manajemen hutan dengan tekanan pada pembuatan hutan tanaman. Tujuan sistem SF adalah reforestasi yang jika berhasil akan meningkatkan fungsi hutan, dan pada saat yang bersamaan meningkatkan kesejahteraan sosial (Awang et al. , 2001). Perkembangan teori pengelolaan hutan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu kategori hutan konvensional dan kategori kehutanan modern. Teori pengelolaan hutan yang termasuk kedalam kehutanan konvensional adalah penambangan kayu atau timber extarction (TE) dan perkebunan kayu atau timber Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
16
management (TM). Sementara itu yang termasuk kedalam golongan kehutanan sosial adalah pengelolaan hutan sebagai sumber daya atau forest resource management (FRM) dan pengelolaan hutan sebagai ekosistem atau forest ecosistem management (FEM). Keempat teori pengelolaan hutan tersebut secara evolutif berkembang sejak dari mulai penambangan kayu (TE) hingga sampai pada ekosistem hutan (Simon, 1998).
Hutan Rakyat Menurut UU No.41/1999) hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dari sudut pandang pemerintah mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena ada dukungan progam penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Hardjosoediro, 1980). Sebagian besar penulis artikel dan peneliti tentang hutan rakyat sepakat bahwa secara fisik hutan rakyat itu tumbuh dan berkembang di atas lahan milik pribadi, dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga, untuk meningkatkan kualitas kehidupan, sebagai tabungan keluarga, sumber pendapatan dan menjaga lingkungan. Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan usaha tani semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam. Bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia sebagai inisiatif masyarakat adalah antara lain hutan rakyat sengon, hutan rakyat jati, hutan rakyat campuran, hutan rakyat suren (Awang, 2001). Istilah hutan rakyat sudah lebih lama digunakan dalam program-program pembangunan kehutanan dan disebut dalam Undang-Undang Pokok Kehutanan Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
17
(UUPK) tahun 1967 dengan terminologi ‘hutan milik”. Di Jawa, hutan rakyat dikembangkan pada tahun 1930-an oleh pemerintah kolonial. Setelah merdeka pemerintah Indonesia melanjutkan pada tahun 1952 melalui gerakan “Karang Kitri”. Secara nasional, pengembangan hutan rakyat selanjutnya berada di bawah payung program penghijauan yang diselenggarakan pada tahun 1960-an dimana Pekan Raya Penghijauan I diadakan pada tahun 1961. Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat). Di dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, sengon (Paraserianthes falcataria), jati (Tectona grandis), akasia (Acacia sp), mahoni (Swietenia mahagoni) dan lain sebagainya. Sedang yang hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax benzoin), damar (Shorea javanica). Sementara itu yang hasil utamanya berupa buah antara lain kemiri, durian, kelapa dan bambu (Suharjito dan Darusman, 1998) Sasaran pembangunan hutan rakyat menurut Jaffar (1993) adalah lahan milik dengan kriteria: 1. Areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing yang mempunyai kelerengan lebih dari 30%. 2. Areal kritis yang telah diterlantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan pertanian tanaman pangan semusim. 3. Areal kritis yang karena pertimbangan-pertimbangan khusus seperti untuk perlindungan mata air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup dengan tanaman tahunan. 4. Lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan bila dijadikan hutan rakyat daripada untuk tanaman semusim.
Materi dan penjelasan Pasal 2 Undang-undang Pokok Kehutanan, unsurunsur hutan rakyat dicirikan antara lain: a
Hutan yang diusahakan sendiri, bersama orang lain atau badan hukum.
b. Berada diatas tanah milik atau hak lain berdasarkan aturan perundangundangan. c. Dapat dimiliki berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan. Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
18
Bila diurut kebelakang, bagaimana luas perimbangan, perhatian dan kebijakan perundang-undangan, terhadap pembinaan hutan negara dan hutan rakyat, maka prioritas pembinaan dititikberatkan kepada kawasan hutan negara. Sedangkan hutan rakyat seperti dirumuskan Pasal 12 UU Pokok Kehutanan sekadar materi muatan yang aturan pelaksanaannya masih menunggu tindak lanjut (Dephut, 1974). Kepustakaan ilmu kehutanan dapat ditemukan istilah Hutan Rakyat, hutan rakyat ini dapat mencakup hutan individu, hutan kelompok, hutan keluarga, hutan kolektif. Dengan demikian membuat klasifikasi tentang hutan dapat bermacammacam dengan dasar klasifikasi yang berbeda, namun konsisten dan sepadan (apakah menurut jenis, habitat, status hak atau pelaku). Istilah hutan rakyat tidak dikenal dalam bahasa kelompok-kelompok masyarakat pengelola hutan, meskipun dalam undang-undang kehutanan disebutkan bahwa hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat. Kata lazim di sini menurut pihak pembuat undang-undang, tetapi tidak lazim dalam masyarakat. Istilah yang digunakan berbeda-beda antar kelompok masyarakat, ada talun, leuweung, wono, lembo, tembawang, repong, tombak dan lain-lain sebutannya (Sutidja, 1993).
Konsepsi Hutan Rakyat Istilah ‘Hutan Rakyat’ merupakan fenomena yang relative baru untuk Indonesia. Oleh karena itu dalam UUPK No.5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan, perihal istilah hutan rakyat juga belum dimasukkan secara proporsional. Di dalam undang-undang tersebut istilah yang digunakan adalah hutan milik, yaitu lahan milik rakyat yang ditanami dengan pepohonan (Simon, 1998). Sementara itu Departemen Kehutanan mendefinisikan bahwa hutan rakyat adalah
Suatu lapangan di luar hutan Negara yang didominasi oleh pohon-
pohonan, sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya (Dephut, 1998). Definisi ini sesungguhnya hanyalah untuk membedakan hutan yang tumbuh di lahan negara dan lahan milik rakyat. Sedangkan menurut Kamus Kehutanan (1990), hutan rakyat adalah Lahan milik rakyat atau milik adat atau Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
19
ulayat yang secara terus menerus diusahakan untuk usaha perhutanan yaitu jenis kayu-kayuan, baik tumbuh secara alami maupun hasil tanaman.
Manfaat Hutan Rakyat Hutan rakyat yang berada masyarakat ini juga mempunyai fungsi yang sama dengan hutan alam. Ia juga dapat mengatur tata air, mempengaruhi iklim mikro, mencegah erosi, menyuplai bahan mineral tanah, memproduksi kayu, dan lainnya. Sementara masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan, jumlahnya cukup besar dan mereka sangat familiar dengan tanam menanam pohon. Hal ini merupakan potensi yang sangat besar jika ingin menjadikan hutan rakyat primadona kehutanan. Bagi kelompok masyarakat yang langsung berinteraksi dengan hutan, hutan tidak hanya dipandang sebagai kumpulan benda-benda fisik yang kasat mata atau sebagai sumber makanan yang dapat dipungut langsung. Pada hutan yang dapat diintervensi manusia untuk manfaat langsungnya diberi istilah yang berbeda dengan hutan yang fungsi utamanya ekologis yang masih digambarkan sebagai kramat, tempat dewa-dewa atau semayang nenek moyang. Hutan juga sebagai sumber inspirasi kreasi budaya, seperti ragam seni tari, seni ukir, seni lukis pada masyarakat adat Dayak. Dari hutan pula suatu kelompok masyarakat menciptakan symbol-simbol, seperti suara burung dan ular melintas ditafsirkan sebagai tanda suatu kejadian atau peristiwa yang akan terjadi. Bahkan suatu jenis pohon atau tumbuhan dijadikan sebagai simbol nenek moyangnya (Steenlin dan Hansjurg, 1988). Menurut Jaffar (1993) tujuan pembangunan hutan rakyat adalah : 1. Meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari. 2. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat. 3. Membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku industri serta kayu bakar. 4. Meningkatkan
pendapatan
masyarakat
tani
di
pedesaan
sekaligus
meningkatkan kesejahteraannya. 5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS. Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
20
Berbagai faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat, seperti faktor ekologi, ekonomi, dan budaya. Hutan rakyat umumnya dibudidayakan di arealareal lahan kering daerah atas (upland areas). Budidaya hutan rakyat bukan pilihan yang utama bagi masyarakat pada umumnya. Jika kondisi lingkungan alam memungkinkan, pilihan yang utama adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan dengan keuntungan tingggi. Kondisi lingkungan alam memang memberikan batasan-batasan pilihan manusia. Namun manusia dapat memperluas pilihan-pilihan
melalui
penambahan
pengetahuan,
penggunaan
peralatan
(keterampilan) serta membangun aturan main berorganisasi sosial. Budidaya hutan rakyat pada umumnya dengan hasil utama kayu dapat dikembangkan karena adanya pasar untuk peralatan rumah tangga, peti kemas, pulp dan lain-lain penggunaan. Pasar itulah yang menentukan pilihan jenis tanaman (sengon, mahoni, jati, kayu afrika dll). Kayu sengon lebih banyak digunakan untuk peti kemas, pulp, perabot rumahtangga, bahan bangunan. Kayu jati lebih utama digunakan untuk perabot rumahtangga dan bahan bangunan rumah yang tergolong mewah. Hasil penting lain dari hutan rakyat adalah kayu bakar yang banyak dikonsumsi oleh industri-industri kecil seperti industri genteng, bata dan industri makanan. Keberhasilan pengembangan hutan rakyat terutama ditentukan oleh kesesuaian jenis pohon dengan kondisi lahan tempat pembudidayaannya. Untuk itu petani perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai kesesuaian jenis pohon yang akan ditanam dengan kondisi lahan yang dimilikinya. Kemampuannya tumbuh baik di tanah yang miskin hara, memungkinkan pembudidayaannya tidak mengurangi lahan untuk tanaman pangan. Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, yang tanamannya sekarang dikenal sebagai hutan rakyat, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat agraris dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan rumah tangganya.
Dengan
semakin
meningkatnya
jumlah
penduduk
berikut
kebutuhannya, serta semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan mengenai jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
21
diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Keempat jenis pohon yang disajikan dalam tulisan ini tergolong jenis pohon multi guna (Multi Purpose Tree Species), dapat beradaptasi pada berbagai jenis dan kondisi tanah dan iklim, tumbuh cepat, dan tidak memerlukan pemeliharaan intensif, sehingga cocok untuk dibudidayakan dalam bentuk hutan rakyat.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2008 di Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah : 1. Peta wilayah kabupaten dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi studi. 2. Kuesioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun primer. 3. Laporan-laporan hasil penelitian ( individu dan lembaga ) terdahulu dan berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung di lapangan. 4. Tape recorder untuk pengumpulan informasi melalui wawancara dan kamera untuk dokumentasi dan visualisasi obyek kegiatan guna kelengkapan pelaporan. 5. Alat inventarisasi hutan (pita ukur, tambang, alat pengukur tinggi pohon, dan tally sheet).
Objek dan Data Kegiatan 1. Objek Kegiatan Kegiatan ini melibatkan pihak yang terkait dengan pengelolaan dan hutan rakyat di wilayah studi, dengan objek penelitian : a. Aparat desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat setempat b. Kawasan hutan rakyat, baik pekarangan, kebun maupun ladang
2. Data Penelitian Data penelitian yang diambil adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah : kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang ada pada instansi pemerintahan desa dan kecamatan. Sedangkan data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data sosial ekonomi masyarakat, bentuk pengelolaan dan hasil penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian. Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
23
Metode Pengumpulan Data 1. Pengambilan Sampel a. Sampel Desa Pendekatan yang digunakan dalam menentukan lokasi penelitian adalah metode Purposive Sampling (penarikan contoh secara bertujuan), dimana dalam hal ini desa yang diambil adalah Dusun Marubun Pane, Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun. b. Sampel Responden Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok tani yang berada di Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu, Kabupaten Simalungun. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil jumlah responden 12 kepala keluarga pemilik hutan rakyat, jumlah yang ada di dusun tersebut adalah sebanyak 368 jiwa.
2. Teknik dan Tahapan Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan sebagai berikut : 1. Identifikasi jenis dan inventarisasi tanaman hutan yang dibudidayakan masyarakat di wilayah studi. 2. Melakukan observasi dan analisis pengelolaan tanaman hutan rakyat yang ada di lapangan untuk memperoleh informasi mengenai proses pengelolaannya. 3. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuesioner terhadap para pelaku (aktor utama) yang mewakili dan para pihak pemangku kepentingan dalam pengelolaan tanaman hutan rakyat. 4. Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder selanjutnya diedit dan ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta dilakukan analisis para pihak untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan hutan rakyat, sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
24 Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan wawancara dan pengukuran langsung di lapangan. Informasi yang diperoleh dari setiap responden meliputi : a. Identifikasi diri responden. b. Luas lahan yang digunakan untuk tanaman hutan rakyat. c. Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman hutan rakyat atau teknis budidayanya (penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan) serta waktu kegiatan tersebut dilakukan. d. Kebutuhan input untuk kegiatan budidaya hutan rakyat dan harga input yang digunakan. e. Metode penjualan hasil kayu yang dilakukan petani dan harga jualnya. f. Potensi tanaman hutan rakyat yang dibudidayakan yang meliputi jenis, sebaran diameter, tinggi pohon, luas bidang dasar, dan volume tegakan.
Analisis Potensi Tanaman Hutan Rakyat Data potensi tegakan diukur dengan membuat 3 petak ukur contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 Ha dan diameter 17,8 meter pada masing-masing lahan responden. Lalu dihitung jumlah pohon yang ada dalam plot dan diukur diameter setinggi dada dan tinggi bebas cabang pohonnya. Alat yang digunakan antara lain adalah pita ukur, christenmeter, tali rafia dan galah. Penaksiran potensi kayu tanaman hutan rakyat dimulai dengan perhitungan potensi tanaman hutan rakyat yang dimiliki oleh setiap sample responden pada desa atau wilayah kajian. Data dari hasil inventarisasi kayu di tanaman hutan rakyat kemudian dapat dihitung parameter-parameter tegakannya yang meliputi jenis pohon, jumlah pohon, luas bidang dasar (LBDS), dan volume per satuan luas. LBDS dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut LBDS = 0,25 x π x Di dimana LBDS : luas bidang dasar tegakan (m2) Di
: diameter batang (tinggi pengukuran 1,3 m) untuk pohon jenis i (m) Penghitungan volume tegakan berdiri tanaman hutan rakyat dapat dihitung
dengan rumus berikut (Widayanti dan Riyanto, 2005) Vi = LBDS x ti xfi Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
25
dimana Vi
: Volume pohon jenis i (m3)
ti
: Tinggi total pohon jenis i (m)
fi
: Bilangan bentuk pohon i (jati : 0,6 dan jenis lainnya : 0,7) Data yang diperoleh disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi dan grafik. Analisa
data dilakukan secara deskriptif berdasarkan tabulasi dan grafik yang didapat.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan fisik Lingkungan Dusun Marubun Pane terletak di kecamatan Purba Nagori Tigarunggu Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara dengan Luas 200 Ha. Secara geografis Dusun Marubun Pane ini berbatasan dengan Sebelah Timur
: Kecamatan Raya
Sebelah Barat
: Nagori Purba Tongah
Sebelah Utara
: Pematang Purba
Sebelah Selatan
: Kecamatan Dolok Pardamean
Topografi, Keadaan Tanah dan Iklim Secara umum kondisi dan kemiringan lahan Nagori Tigarunggu, ketinggiannya 1300 m dpl diatas permukaan laut, kawasan ini adalah daerah datar, bergelombang dan berbukit serta memiliki bentang alam yang tinggi. Pada umumnya tanah di daerah ini dikategorikan subur sampai sedang. Iklim di daerah ini dikatagorikan sebagai iklim tropis, dengan curah hujan 139 mm/tahun dan suhu udara 23-320C.
Aksesibilitas Dusun Marubun Pane tepatnya di Nagori Tigarunggu, bisa dicapai dengan menggunakan mobil ataupun kendaraan bermotor. Adapun jarak Dusun Marubun Pane ke ibu kota kecamatan adalah 4 km, dari ibu kota kabupaten 40 km dan dari ibu kota provinsi jaraknya 140 km.
Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Kependudukan Berdasarkan monografi desa tahun 2008, jumlah penduduk Dusun Marubun Pane adalah sebanyak 368 jiwa, yang terdiri dari Laki-laki 168 jiwa dan Perempuan 200 jiwa, 76 KK, dengan kriteria dari 0 sd 6 thn sd sebanyak 81 orang, 7 sd 10 thn sebanyak 79 orang, 11 sd 16 thn sebanyak 72 orang, 17 sd 55 thn sebanyak 105 orang, 55 keatas ada sebanyak 31 orang. Dari status kependudukan kawin ada sebanyak 115 orang, belum kawin 218 orang, janda 10 orang. Mayoritas penduduk di Dusun Marubun Pane ini Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
27 adalah Kristen Protestan dengan jumlahnya 271 orang, Suku yang ada didalam Dusun Marubun Pane mayoritas adalah suku Simalungun, dan minoritas suku batak Toba.
Jumlah Penduduk Berdasarkaan Umur
>55 thn 8%
0-6 thn 22% 0-6 thn
17-55 thn 29%
7-10 thn 11-16 thn 17-55 thn 11-16 thn 20%
7-10 thn 21%
>55 thn
Gambar 1. Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Usia
Mata Pencaharian Sebagian besar penduduk di Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu, mata pencahariannya hidup sebagai petani yang memanfaatkan lahan kosong, untuk dijadikan ladang ataupun sawah darat, hanya sebagian kecil saja yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengusaha ataupun wiraswasta, dan abri.
Gambar 2. Para Petani Hutan Rakyat yang Sedang Membuat Pembibitan Pinus
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
28
Sarana dan Prasarana Beberapa sarana dan prasarana umum yang terdapat di Nagori Tigarunggu Dusun Marubun Pane antara lain Sarana perhubungan seperti jalan tetapi belum dilapisi aspal, yang peranannya sangat penting bagi kelancaran perekonomian masyarakat Dusun Marubun Pane. Sarana Jalan ini digunakan untuk mengangkut hasil-hasil pertanian dan perkebunan penduduk. Pada umumnya penduduk Dusun Marubun Pane menggunakan sarana angkutan yaitu pedati dengan menggunakan tenaga kerbau dalam mengangkut hasil pertanian mereka dari ladang ke pasar, sarana lain juga seperti sarana pendidikan ,sarana ibadah, sarana pengairan dan juga sarana perekonomian seperti pasar. Dusun Marubun Pane juga mempunyai sarana ibadah seperti Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) dan juga Mesjid, sedangkan sarana pendidikan yang tersedia berupa satu buah sekolah dasar. Untuk sarana pendidikan tinggat SLTP dan SLTA, bank, kantor pos, jasa telekomunikasi tersedia di Nagori Tigarunggu (ibu kota kecamatan). Dusun marubun Pane juga sudah dimasuki jaringan listrik dari perusahaan listrik negara (Monografi Nagori Tigarunggu).
Gambar 3. Sarana Pendidikan Sekolah yang Ada di Nagori Tigarungu.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Hutan Rakyat Pembuatan hutan rakyat di Nagori Tigarunggu Dusun Marubun Pane telah melewati sejarah yang cukup panjang dimulai dari tahun 1970-an dan berlangsung sampai dengan sekarang, sekalipun mulai ada perubahan-perubahan dari Dinas Kehutanan setempat agar pengelolaan hutan rakyat dapat lebih baik lagi. Penanaman di lahan kritis yang merupakan cikal bakal hutan rakyat yang ada sekarang ini yang pertama kali dirintis oleh para orangtua terdahulu yang punya kesepakatan untuk menanami lahan dari warisan leluhur mereka secara turun temurun. Juga hutan rakyat yang ditanami nanti dapat meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman hutan rakyat. Pengelolaan hutan rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane ini tidak mengenal sistem silvikultur tertentu. Pada umumnya masyarakat ataupun petani hutan rakyat ini mengelola hutannya secara sederhana, tidak menggunakan sistem teknologi, tapi sudah turun temurun dari cara leluhur yang dahulu. Namun dengan melihat kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan yang mereka lakukan, sistem silvikultur pengelolaan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane ini dikategorikan dalam system tebang pilih dengan permudaan alam (TPPA), ada juga dengan sistem borong. Biasanya petani hutan rakyat hanya akan menebang tanaman dilahan hutannya bila tanaman benar-benar siap untuk ditebang dengan beberapa kriteria (tebang pilih), antara lain adalah pohon yang ditebang telah cukup diameternya untuk membuat rumah dengan perkiraan diameter 25-30 cm, selain itu para petani akan menebang tanaman hutannya apabila benar-benar membutuhkan saja. Setelah dilakukan penebangan, mereka biasanya tidak lagi menanami lahan yang kosong ataupun yang disebut dengan replanting (mengganti tanaman yang baru setelah tanaman yang lama ditebang), namun cukup mengandalkan permudaan alam yang jumlahnya cukup banyak, sehingga tidak perlu menyediakan bibit tanaman. Hal inilah yang akan menimbulkan adanya masalah baru, karena lahan pinus yang habis ditebang jika dibiarkan begitu saja, akan mengakibatkan tanah lama kelamaan akan tandus, kering, dan struktur tanahnya akan rusak, sehingga jika masyarakat ataupun petani hutan rakyat melakukan penanaman kembali harus membutuhkan proses ataupun waktu yang lama, mengingat lahannya harus produktif dulu diolah dan sruktur tanahnya sudah baik, sehingga sudah siap untuk dilakukan penanaman. Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
30 Melihat kondisi dan keadaan seperti ini, maka Dinas Kehutanan dan pemerintah daerah Dusun Marubun Pane mengambil suatu kebijakan dalam hal pengelolaan hutan rakyat, tujuannya agar masyarakat ataupun petani hutan rakyat benar benar menyadari dan memahami pembuatan tanaman hutan rakyat yang benar dan mengikuti prosedur yang berlaku. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat di desa ini dimulai dengan beberapa tahapan yaitu : a. Tahap Persiapan Tahap persiapan ini ada beberapa prosedur yang harus dilakukan, yaitu pendaftaran peserta oleh ketua kelompok tani dari balai penyuluhan kehutanan atau P3RPDAS, dilakukanlah penataan areal tanaman yang dimaksudan untuk pengaturan tempat dan waktu, areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian kelompok. Kegiatan penataan areal tanaman meliputi pembersihan lapangan dan pengolahan tanah, sebelum dilakukan pananaman, areal harus dibersihkan dengan menebang sisa-sisa pohon, semak belukar, alang-alang, dan lain-lain. Kemudian dilakukanlah tahap-tahap sebagai berikut : pemancangan tanda batas dan pengukuran lokasi/lapangan yang tujuannya untuk menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit, setelah itu dilakukan penentuan arah larikan serta pemancangan ajir/patokan yang disesuaikan dengan garis tinggi/kontur, kemudian dilakukan pembuatan piringan tanaman disekitar ajir dengan diameter 1 meter, setelah itu adalah pembuatan lobang tanaman yang ukurannya sesuai dengan keperluan masingmasing jenis tanaman yang dapat diisi pupuk jika tanahnya kurang baik/tandus, atau tanpa pupuk jika tanahnya subur, yang gunanya agar tanah dapat gembur, dan yang terakhir adalah pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal dilapangan. Tahap persiapan lahan ini sebelumnya sudah ada kerjasama antara Dinas Kehutanan daerah setempat dengan kepala Desa dan juga kepada pemilik hutan rakyat/petani hutan rakyat, kerjasama yang dimaksud adalah adanya pemberian bibit dari Dinas Kehutanan, dan Dinas Kehutanan dalam hal ini penyuluh kehutanan yang sudah dipercayakan juga berkewajiban untuk memberikan penyuluhan, bimbingan, ataupun memberikan metode-metode dan prosedur yang akan dilakukan pemilik hutan rakyat. Setelah itu dibuatlah surat perjanjian kerja (SPK) yang memuat tentang hasil dari kayu penghijauan ini menjadi hak milik dari si pemilik lahan, tetapi dengan syarat bahwa pemilik hutan rakyat itu harus benar-benar melaksanakan kegiatan penanaman bibit
31 pinus yang diberikan, dan bertanggung jawab memelihara pertumbuhan dan perkembangan tanaman pinus tersebut.
b. Tahap Penanaman Faktor yang sangat penting dalam pembuatan hutan rakyat adalah memilih jenis tanaman yang dapat mengasilkan kayu produktif sesuai dengan situasi dan kondisi alam serta dapat memenuhi tuntutan pasar atau disesuaikan dengan kehendak minat masyarakat, kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan dikembangkan dalam luasan yang secara ekonomis dapat dipasarkan, serta menguntungkan yang diwujudkan melalui kesepakatan kelompok. Komposisi jenis tanaman terdiri dari tanaman kayu-kayuan yang besarnya persentase disesuaikan dengan ketersediaan bibit dan anggaran namun tetap didominasi oleh jenis tanaman kayu-kayuan. Penanaman hutan rakyat dapat dibuat dengan cara sebagai berikut : a. Sistem Cemplongan Sistem cemplongan ini dilaksanakan dengan membersihkan sekitar tempat yang ditanam dengan radius lebih kurang 1 meter (pembersihan tidak secara total) disekeliling lubang tanaman. Sistem ini baik dilaksanakan pada lahan yang miring yang tanahnya peka terhadap erosi. b. Sistem Tumpang Sari Sistem tumpang sari adalah pembuatan tanaman yang dilaksanakan sela (palawija), dilaksanakan pada daerah yang cukup padat penduduknya, arealnya landai, solumnya cukup tebal dan masih produktif untuk palawija. Jenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan dalam pembuatan hutan rakyat adalah : - Penghasil Kayu Bakar - Penghasil kayu pertukangan /industri - Penghasil buah-buahan - Tanaman Perkebunan, didalam tanaman perkebunan adanya tanaman pengisi. Umumnya masyarakat di Dusun Marubun Pane ini memilih tanaman pinus da lam membuat hutan rakyat, selain sistematis cara penanamannya, pemeliharannya tidak terlalu sulit. Jarak tanam yang dilakukan dalam penanaman pinus ini adalah 5x5 meter. c. Tahap Pemeliharaan Kegiatan
pemeliharaan
tanaman
meliputi
penyiangan,
pedangiran
dan
penyulaman. Kegiatan ini dilakukan pada tanaman tahun berjalan sampai umur 3 tahun.
32 Penyiangan dan pendangiran dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari jenisjenis tanaman pengganggu (rumput liar). Untuk penyiangan dengan sistem cemplongan penyiangan dilakukan pada piringan tanaman. Untuk sistem tumpang sari penyiangan dilakukan menyeluruh karena yang harus disiangi tidak hanya tanaman pokoknya tetapi juga tanaman palawija. Penyiangan dialakukan dengan radius lebih kurang 50 cm, sedangkan penggemburan tanah lebih kurang 25 cm disekeliling tanaman. Penyiangan adalah upaya pembebasan tanaman pokok dari jenis pengganggu atau gulma seperti rumputan, semak. Penyiangan dilakukan dengan jarak 50 cm sedangkan penggemburan tanah minimal jarak 25 cm disekeliling tanaman, agar dapat tumbuh dengan baik. Pendangiran adalah upaya penggemburan tanah disekeliling tanaman pokok dengan maksud memperbaiki kondisi fisik tanah. Penyulaman adalah usaha penanaman untuk mengganti tanaman pokok yang rusak/mati, biasanya ini dilaksanakan pada saat puncak musim penghujan. Pemangkasan, kegiatan ini dilakukan pada tanaman sela dengan sistem tumpang sari pada tanaman pokok khususnya pemangkasan cabang untuk mendapatkan kwalitas batang yang baik, pemangkasan tanaman sela dilakukan bila tajuk tanaman sela mangganggu tanaman pokok. Untuk setiap jarak 1 m ditinggalkan satu pohon tanaman sela tidak dipangkas sebagai penghasil biji. Penjarangan adalah Kegiatan penebangan yang dilakukan pada pohon-pohon yang cacat atau kurang baik dengan maksud untuk memberi ruang tumbuh pada pohon yang
berkwalitas
baik
sehingga
diperoleh
hasil
akhir
yang
tinggi.
Penjarangan ini dilakukan apabila tajuk pohon satu lain telah saling bersinggungan/ penutup. Pengendalian hama dan penyakit/perlindungan tanaman meliputi kegiatan pemberantasan hama dan penyakit serta pencegahan dari bahaya kebakaran. Pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan apabila timbul gejala serangan hama dan penyakit dengan jenis dan dosis sesuai dengan kebutuhan. Pencegahan bahaya kebakaran dilakukan pada musim kemarau dengan cara pembuatan papan peringatan bahaya kebakaran, dan lain-lain. d. Tahap Pemanenan Hasil Tahap pemanenan ini ada dua cara dalam sistem pemanenannya yaitu dengan sistem borong dengan syarat diameter harus diatas 16 cm, dan sistem kubikasi sesuai dengan muatan bus yang mengangkut.
33 Memanen hasil kayu sebagai tanaman pokok hendaknya disesuaikan dengan daur ekonomis untuk masing-masing jenis kayu sebagai contoh untuk kayu bakar atau bahan baku industri pada umur 2-4 tahun dari hasil penjarangan atau pemangkasan, sedangkan untuk bahan bangunan sebaiknya dipanen minimal pada umur 8 tahun. Kayu pinus yang ada di Dusun Marubun Pane biasanya dipanen pada umur 20 tahun, alasan untuk dipanen bisa disebabkan karena kebutuhan hidup yang mendesak, untuk bahan bangunan membuat rumah mereka, dan juga disebabkan karena permintaan pengusaha pinus ataupun pasar kayu bulat yang dilakukan melalui agen kayu. Pemanenan pinus ini dilakukan dengan menggunakan mesin pemotong kayu atau disebut dengan chain saw, dan tidak ada alat khusus yang dipakai. e. Tahap Pemasaran Pemasaran kayu hutan rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane yang dilakukan oleh petani biasanya dalam bentuk pohon berdiri dan bukan dalam volume kayu yang rebah. Para pembeli biasanya pengusaha kayu suatu pabrik kayu, pengusaha perindustrian kayu, pengusaha pengrajin kayu, dan juga pedagang pengumpul kayu, yang akan mendatangi pemilik hutan rakyat untuk melihat keadaan fisik pohon, jumlah pohon, dan apakah sudah layak panen atau tidak layak panen, selanjutnya akan diadakan transaksi. Cara penjualan seperti ini banyak dipilih oleh petani karena dianggap mudah dan praktis, sehingga tidak menyusahkan petani. Sistem penjualan kayu pinus di Dusun Marubun Pane ada 2 macam, yaitu : a. Diborongkan (sistem borong) Sistem ini dilakukan melalui agen kayu datang dan berminat membeli kayu– kayu pinus kepada si pemilik kayu. Kemudian agen kayu akan memperkirakan berapa kira–kira kubikasi kayu yang dapat dihasilkan dari kayu–kayu tersebut, biasanya agen kayu hanya melakukan taksiran saja atas kayu yang akan dibeli ataupun diborongkan. Pembeli kayu atau agen kayu akan membeli kayu –kayu pinus tersebut dalam keadaan pohon berdiri lalu dihitung jumlahnya dan dikalikan dengan harga per pohonnya sesuai dengan kesepakatan antara pembeli dan pemilik. Kemudian transaksipun dilakukan antara pembeli kayu dengan pemilik kayu. Cara penjualan seperti ini banyak dilakukan petani karena keuntungannya dianggap mudah dan praktis, sehingga tidak menyusahkan petani dalam menghitung kubikasi, volume ataupun diameter kayu pinus tersebut. Setelah adanya kesepakatan antara agen dan pemilik kayu, maka pemanenan pun segera dilaksanakan. Petani hutan rakyat yang tinggal di Dusun Marubun Pane hanya tinggal
34 terima bersih, yang berarti si pembeli yang mengurus semua kegiatan operasional dan mengeluarkan biaya yang diperlukan dalam kegiatan penebangan, penyaradan, pengangkutan, pemasaran, dan termasuk perijinan. Perijinan dalam menebang pohon, mengangkut, dan memasarkan kayu dari hutan tanah milik harus dimiliki yaitu IPKTM Ijin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik (IPKTM). Dulunya masyarakat Dusun Marubun Pane tidak perlu membuat surat ataupun IPKTM ini, tapi mengingat karena dulu banyak sekali praktek-praktek illegal logging ataupun penebangan yang sembarangan, sehingga terjadi kasus-kasus yang tidak diharapkan. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat, mengambil suatu kebijakan agar dibuatlah ijin tertulis berupa IPKTM. Pemanenan dilakukan harus disertai adanya IPKTM, sehingga kegiatan penebangan ataupun pemanenan
boleh dilakukan karena merupakan surat ijin atau
wewenang yang sah tertulis untuk kegiatan penebangan pohon, pengumpulan, pengangkutan dan pemasaran kayu yang menjadi suatu bukti kelegalitasan kayunya, atau surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan, atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat. IPKTM dapat diberikan pada setiap orang atau badan hukum atau koperasi yang melakukan kegiatan pemanfaatan kayu pada tanah milik hutan rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane. Isi dari prosedur penjualan dan sekaligus perijinan (IPKTM) yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Petani ataupun pemilik hutan rakyat yang mau menjual kayu ataupun pinusnya, harus terlebih dahulu mengurus Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kepala Desa (Penghulu). SKT ini berisikan bahwasannya si pemilik benar memiliki suatu tanah/lahan yang disertai dengan luasnya, dan di atasnya ditumbuhi jenis pohon yang disertai dengan jumlahnya. 2. Kepala desa biasanya langsung meninjau ke lokasi untuk melihat kebenaran keberadaan lahan dan kayu (pohon) di lahan pemilik hutan rakyat tersebut. 3. SKT yang sudah selesai
diurus dan sudah diperoleh si pemilik hutan rakyat,
selanjutnya diurus akte tanah dari camat Nagori tersebut. 4. Akte tanah yang sudah selesai diurus, maka SKT akan diserahkan kepada pengusaha ataupun pembeli katu, kemudian si pembeli mengusulkan permohonan penebangan kayu ke Dinas Kehutanan dengan menyertakan SKT, surat jual beli yang sudah ditandatangani oleh si pemilik lahan dan si pembeli, dan KTP.
35 5.
Dinas Kehutanan akan datang ke lokasi/lahan hutan rakyat yang bersangkutan untuk melakukan penghitungan secara sensus.
6.
Sensus ataupun pendataan yang sudah dilakukan, maka IPKTM dapat dikeluarkan lalu penebangan kayu bisa dikerjakan, biaya yang dikenakan dalam pengurusan IPKTM ini adalah sebesar Rp 100.000 per meter kubik.
b. Sistem Kubik ( Kubikasi ) Sistem kubikasi merupakan cara penghitungan berdasarkan jumlah volume kayu diameter, dan juga kubikasi pinus yang diperoleh. Biasanya Masyarakat Dusun Marubun Pane menjual pinusnya berdasarkan volume kayu pinus dan mereka juga menjual kayu pinusnya kepada pengusaha kayu disesuaikan dengan muatan sebuah truk engkel yang merupakan alat transportasi untuk mengangkut kayu hasil tebangan.
Tetapi sistem
kubikasi ini sudah mulai jarang dilakukan, artinya masyarakat yang menjual pinusnya lebih senang cepat-cepat untuk mendapatkan uang/materi tanpa perlu lagi sibuk mengukur ataupun menghitung kubikasi kayu mereka yang akan dijual. Sebenarnya jika dikaji lebih jauh berdasarkan wawancara dengan penyuluh kehutanan, bahwa sistem kubikasi inilah yang sebenarnya lebih menguntungkan, karena volume, diameter, ataupun kubikasi kayu dapat diketahui secara pasti dan benar, tidak ada lagi istilah menaksir ataupun menduga. Tetapi kenyataan dilapangan itulah yang terjadi kalau masyarakat Dusun Marubun Pane sudah terbiasa dengan sistem borong yang secara cepat dan prosesnya tidak lama. Harga satu truk engkel yang ada di Dusun Marubun Pane sampai kepada kecamatan Tigarunggu ataupun Nagori Tigarunggu biasanya sudah ditetapkan bermuatan 10 m³ kayu bulat, dimana 1 m³ kayu pinus ditetapkan harganya sebesar Rp 100.000, ini saya dapatkan informasinya dari petani/pemilik hutan rakyat yang menjual kayu pinusnya, sumber ini juga saya dapatkan langsung dari agen kayu. Sehingga 1 truk engkel itu (10 m³) berharga Rp 1.000.000. Setelah itu pemanenanpun dilakukan, dan kayu bulat pinus hasil tebangan dimuat ke dalam truk engkel, transaksi antara si pemilik kayu dan pembeli (pengusaha kayu) dilakukan. Besarnya harga yang harus dibayar pengusaha kayu kepada si pemilik kayu adalah tergantung dari kubikasi/volume kayu yang diperoleh. Semua biaya operasional penebangan, pengangkutan dan IPKTM dilakukan dan ditanggung oleh pengusaha (pembeli) kayu. Setelah itu, pemasaran kayu hasil tebangan inipun selanjutnya dilakukan oleh pengusaha kayu.
36 Pengusaha -pengusaha kayu tersebut adalah dapat berupa pengusaha/pembeli pinus rakyat dan pengusaha industri-indusri kayu baik skala kecil maupun menengah. Pengusaha pinus rakyat menjual kayu (pinus) dari hasil hutan rakyat ke panglong (usaha dagang kayu) maupun industri pengolahan kayu skala kecil dan menengah, (misal industri kayu gergajian, industri meubel lokal, dsb). Kayu tersebut diolah untuk berbagai kegunaan seperti bahan pertukangan, papan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Harga kayu yang dijual oleh pengusaha pinus rakyat ini di pabrik/industri pengolahan kayu adalah Rp 700.000 per meter kubik. Industri pengolahan kayu akan mengolah kayu-kayu pinus tadi sebagai bahan baku. Industri kayu gergajian jaraknya lumayan jauh dari Dusun Marubun Pane. Industri gergajian ini fungsinya untuk mengolah kayu pinus itu menjadi menjadi kayu–kayu gergajian, kemudian kayu-kayu gergajian ini akan dibeli oleh industri–industri meubel lokal sebagai bahan baku untuk membuat lemari, kursi, meja, tempat perabotan rumah tangga, perabotan rumah tangga, dan lain-lain, yang biasanya industri ini berada di luar daerah, yang jaraknya sangat jauh dari Dusun Marubun Pane. Pemasaran kayu gelondongan ini selain untuk memenuhi kebutuhan lokal yaitu untuk kayu bangunan dan bahan baku industri meubel, sebagian besar juga dipasarkan kepada perusahaan-perusahaan kayu seperti TPL, ataupun perusahaan pembuatan bubur kertas. Berikut dibawah ini gambaran saluran pemasaran hasil hutan rakyat yang terdapat di Dusun Marubun Pane.
Hasil Hutan Rakyat/Petani
Pedagang Pengumpul
Pasar kayu bulat
Penggergajian
Penggergajian
Industri Meubel Lokal
Gambar 4. Saluran Pemasaran Hasil Hutan Rakyat Dusun Marubun Pane
37 Umumnya pemasaran kayu bakar di Dusun Marubun Pane belum ada dilakukan, artinya masyarakat biasanya memanfaatkan sendiri kayu-kayu yang dikumpulkan untuk dijadikan sebagai bahan bakar rumah tangga dari hutan rakyat, dan tidak menjualnya.
Gambar 5. Petani Hutan Rakyat Mengumpulkan Kayu Bakar Untuk Dimanfaatkan Sendiri.
Potensi Hutan Rakyat Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada setiap masyarakat/petani hutan rakyat pinus di Dusun Marubun Pane sebenarnya sudah mulai memanen dan menjual kayu hutan rakyatnya (Pinus merkusii) mulai tahun 1990-an. sampai dengan tahun 2000, karena setiap pemilik hutan pinus tersebut tidak serentak menjual kayunya , tetapi ada perbedaan waktu/tahun yang dilakukan. Dusun Marubun Pane ini dulunya termasuk kawasan yang dipenuhi dengan tanaman pinus, tetapi karana tuntutan hidup yang harus dipenuhi maka masyarakat pemilik hutan pinus ini sebagian besar menjual semua kayunya tetapi hanya sebagian kecil pemilik hutan pinus yang mensisakan sedikit hutan pinusnya untuk masa
yang akan datang sebagai cadangan ataupun
tabungan masa depan. Masyarakat Dusun Marubun Pane saat ini melalui program pemerintah diadakannya program Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan ( PMDH ), yang tujuannya untuk program penghijauan, dimana bibit pohon yang akan ditanam serta biayanya disediakan oleh Pemerintah dan yang mengusahakan adalah masyarakat Dusun Marubun Pane dibawah pengawasan penyuluh kehutanan. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat/petani hutan rakyat di desa ini benar-benar memanfaatkan program
38 penghijauan yang diberikan pemerintah, dan benar-benar dirasakan manfaatnya dalam membantu menambah pendapatan petani, sekaligus meningkatkan kesejahteraannya selain manfaat ekologis merehabilitasi lahan–lahan kritis dan terlantar (Jaffar, 1993). Potensi tegakan tersaji dari tabel 2 nilai total tegakan hutan rakyat Dusun Marubun Pane mencapai Rp 145.000.000 untuk hutan seluas 13.48 Ha suatu jumlah yang tidak kecil ukurannya untuk Hutan Rakyat di Dusun Marubun pane. Jumlah sebesar itu merupakan simpanan ataupun asset bagi petani hutan rakyat kelak dimasa yang akan datang. Sedangkan taksiran potensi tegakan untuk masing-masing responden dapat dilihat dari Tabel 1 Tabel 1. Taksiran Potensi Tegakan pada Lahan Setiap Responden No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama
Luas lahan
Janti Purba Jolson Purba M. Sitio Bandir Sidauruk Karlen Sinaga Timbul Simarmata Polin Purba Amiruddin Purba Liman Sinaga Joseph Damanik Total
(ha) 1 1 2 0,12 0,2 2 3 3 1 0,16 13,48
Volume/ha
Volume Setiap Kelas Diameter ( m3 ) 10-29,99 9,44 29,36 7,1 6,84 10,18 6,22 8,04 13,78 4,53 4,4 99,89
30-49,99 168,26 105,56 59,83 0,69 6,17 96,43 15,35 17,13 13,45 482,87
50-69,99 19,19 4,63 94,92 9,39 4,28 29,31 3,56 165,28
> 70 0,79 12,24 13,03
Volume Total (m3) 196,89 140,34 174,09 7,5 16,35 6,2 113,86 33,41 50,97 21,41 761,1 56,46
Taksiran volume total (potensi) pada tabel 1 diatas bahwa tegakan hutan rakyat pinus yang diperoleh adalah sebesar 761,1 m3 dengan total luas lahan 13,48 ha. Total luas lahan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane ini dapat termasuk luasan lahan yang besar, demikian juga pada masing-masing luas lahan responden yang juga bervariasi luas lahannya. Keberadaan lokasi hutan rakyat tiap-tiap responden ataupun pemilik hutan rakyat sangat jauh dari tempat tinggal masyarakat tersebut. Kondisi hutan rakyat pinus yang masih ada ataupun tersisa di Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu ini sebagian besar masyarakatnya sudah memanen kayunya sejak dulu dan hanya ada sedikit lagi yang tersisa, artinya masyarakat yang memenen pinusnya masih berpikir kritis untuk mensisakan pohon pinus miliknya sebagai tabungan masa depan. Jika dikaji lebih jauh bahwa dulunya sekitar Nagori Tigarunggu sampai ke Dusun Marubun Pane dikelilingi dengan tanaman-tanaman pinus yang sangat rindang dan tersusun sangat rapi, tetapi dengan bertambahnya pengetahuan bertambah pula keegoisan para pengusaha-pengusaha
39 industri besar yang habis membeli kayu pinus masyarakat tersebut tanpa ada realisasi untuk melakukan penanaman kembali setelah dilakukan penebangan. Hutan Rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane dibagi dalam beberapa kelas diameter yang dalam hal ini merupakan syarat dalam melakukan penjualan kayu pinus tersebut. Harga kayu tidak mempengaruhi dengan besarnya diameter ataupun kualitas kayu, artinya kayu yang dipanen diDusun Marubun Pane memang sudah dari dulu dipatokkan harga Rp 100.000 per meter kubik,dan harganya akan berubah setiap tahunnya, sumber ini diperoleh dari agen kayu itu sendiri dan penyuluh kehutanan daerah tersebut. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini merupakan tabel suatu taksiran nilai tegakan hutan rakyat Dusun Marubun Pane. Tabel 2. Taksiran Nilai Tegakan Hutan Rakyat di Dusun Marubun Pane Kelas Diameter
Volume total
Harga
Kayu
NilaiTegakan
10 – 29,99
99.89
100.000
9.989.000
30 – 49,99
482.87
100.000
48.287.000
50 – 69,99
165.28
100.000
16.528.000
> 70
13.03
100.000
1.303.000
Jumlah
Rp 76.107.000
Manfaat Ekonomis Hutan Rakyat Hutan Rakyat Marubun Pane sudah ada sejak zaman nenek moyang dulu. Hutan Rakyat ini mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Desa Marubun Pane. Banyak manfaat yang telah mereka rasakan atas keberadaan hutan adat ini, baik itu manfaat tangible ataupun intangible. Manfaat intangible adalah manfaat hutan yang tidak berwujud tetapi hanya dapat dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa manfaat intangible dari Hutan Rakyat yang dirasakan oleh masyarakat Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu adalah hutan rakyat sebagai penahan erosi atau banjir, tempat menyimpan air dan hutan rakyat sebagai kawasan perladangan. Manfaat tangible adalah manfaat hutan berupa hasil hutan yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakt Dusun Marubun Pane diketahui bahwa manfaat tangible yang dirasakan oleh masyarakat dari Hutan Rakyat adalah sebagai sebagai sumber bahan makanan dan tanaman obat, dan juga adanya kegiatan wanafarma.
40
Gambar 6. Hutan Rakyat Di Dusun Marubun Pane.
Kawasan Hutan Rakyat juga merupakan daerah tangkapan air bagi sekdum yang merupakan fungsi penting dalam irigasi bagi masyarakat di Hutan Rakyat Dusun Marubun Pane. Menurut masyarakat, sekdum yang berada di dalam hutan rakyat inilah yang dimanfaatkan oleh masyasrakat sebagai sumber air baik untuk mengairi sawah mereka ataupun digunakan untuk keperluan sehari-hari. Walupun masyarakat Dusun Marubun Pane menggunakan air yang asalnya dari hutan sekitar masyarakat, tetapi masih ada sebagian dari mereka yang menggunakan air dari sungai tersebut sebagai sumber irigasi, baik itu untuk mengairi sawah
ataupun untuk keperluan pertanian
mereka. Mereka tidak perlu membuat sumur hanya sekedar untuk mendapatkan air, air yang mengalir dari hutan dapat ini cukup berlimpah untuk dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Menurut Jaffar (1993) tujuan pembangunan hutan rakyat adalah : 1. Meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari. 2. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat. 3. Membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku industri serta kayu bakar. 4. Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya. 5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS. Wawancara yang dilakukan dengan Masyarakat Dusun Marubun Pane, diketahui bahwa fungsi hidrologis dari hutan dapat merupakan salah satu fungsi yang paling utama
41 yang dirasakan oleh masyarakat Desa Marubun Pane. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar dari masyarakat Desa Marubun Pane bermata pencariaan sebagai petani. Mereka membutuhkan sumber air untuk kebutuahan hidup mereka, baik itu untuk minum, untuk mencuci, mandi, bahkan banyak lagi yang dirasakan masyarakat sangat penting. Banyak hasil-hasil pertanian yang diperoleh dari ladang mereka, seperti cabe, tomat, singkong , kopi dan berbagai jenis tanaman sayur-sayuran. Disamping itu dengan adanya Hutan Rakyat,lahan persawahan mereka selalu memberikan hasil yang optimis. Panen padi di daerah 2 kali dalam satu tahun, hasil ini melebihi hasil panen dari daerah lain, mereka juga tidak pernah gagal panen yang disebabakan oleh kekeringan di musim kemarau ataupun banjir dimusim penghujan.
Penambahan Pendapatan Petani Penelitian yang sudah dilakukan di Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu terhadap 12 kepala keluarga pemilik hutan rakyat (petani hutan rakyat), hasil yang diperoleh adalah 10 kepala keluarga sudah memanen pinusnya, dan 2 kepala keluarga lagi belum memanen pinusnya dan saat ini sedang dalam proses pemanenan. Hasil yang didapat dari kontribusi penambahan pendapatan petani dari hutan rakyat baik itu hasil hutan kayu ataupun non kayu yang diperoleh pada tahun 2007 besarnya Rp 186.800.000 atau berkisar 26,42 % dari seluruh sumber-sumber pendapatan petani. Kontribusi yang diperoleh dari hasil hutan kayu (pinus) adalah sebesar Rp 145.000.000 (20,45%), Kontribusi yang diberikan oleh kayu dapdap sebesar 2,93%, dan dari hasil hutan non kayu berupa aren, baik itu buahnya ataupun getahnya sebesar 3,04%. Tanaman Aren dimanfaatkan petani untuk membuat minuman atau yang lebih dikenal dengan nama tuak. Biasanya dalam satu hari petani/pemilik aren bisa memperoleh getah aren/tuak sebanyak satu jeregen atau ditakar dengan 10 liter tuak, apalagi apabila kondisi cuaca mendung sehingga dapat mendukung proses getah akan banyak keluar. Rata-rata harga tuak di Tigarunggu atau di Simalungun sama harganya dengan harga yang ada di Dusun Marubun Pane , Pengusaha tuak ataupun peramu tuak biasanya menjualnya dengan harga Rp 6.000 per teko, dan 1 teko bisa menghasilkan sebanyak 6 gelas (Rp 1.000/gelas). Dengan demikian, petani mempunyai peluang usaha untuk membuka kedai minuman tuak. Apabila para petani hutan rakyat ataupun petani kebun dan ladang pulang dari pekerjaan mereka, biasanya mereka langsung kekedai tuak untuk menghilangkan stres ataupun menghilangkan kelelahan. Sehingga hal ini sangat mendukung dalam menambah pendapatan petani. Minuman tuak merupakan satu ciri khas minuman suku simalungun
42 yang sudah turun temurun dari jaman nenek moyang sampai kepada raja-raja simalungun ataupun pemimpin yang terdahulu, dan sampai sekarang ini tetap menjadi minuman yang diminati, karena selain manfaat untuk menambah kehangatan, minuman tuak juga dipercaya bisa mengobati penyakit diabetes, dan penyakit-penyakit yang lainnya. Selain untuk membuat tuak, petani hutan rakyat yang mengambil getah aren, juga memanfaatkan getah aren tersebut untuk membuat gula merah, dengan beberapa proses yang dilakukan. Petani akan menjual gula merah yang sudah siap dibuat dengan harga Rp 8.000 per kg. Mereka akan membawanya ke pasar yang ada di Nagori Tigarunggu, yang jaraknya kurang lebih 5 kilometer dari Dusun Marubun Pane. Hutan rakyat dapat memberikan manfaat ganda dan dampak yang cukup besar dalam menambah pendapatan petani baik itu berupa kayu maupun non kayunya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hutan Rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane
dimanfaatkan sepenuhnya oleh
masyarakat sebagai penambah pendapatan masyarakat. Masyarakat juga bisa menikmati indahnya panorama alam yang masih alami di kawasan Hutan Rakyat Marubun Pane yang besebelahan dengan pegunungan Simarjarunjung. Dedaunan yang menghijau ditambah dengan hamparan sawah dan perladangan yang luas disekitar Hutan Rakyat Marubun Pane menambah keindahan hutan rakyat ini. Hutan Rakyat di Dusun Marubun Pane baik itu hasil hutan kayu dan juga hasil hutan non kayu setelah keduanya dijumlahkan, maka dapat memberikan kontribusi kepada pendapatan masyarakat sebesar 26,42 %, dan apabila dikaji sesungguhnya bahwa hutan rakyat sudah dapat membantu perekonomian masyarakat Dusun Marubun Pane. Tabel 3. Pendapatan Masyarakat Rata-rata Pertahun Dari Sumber Pertanian, Perkebunan dan Hutan Rakyat. Hutan Rakyat (Rp/thn) Rp186.800.000 (26,42%)
Perkebunan (Rp/thn) Rp 221.200.000 ( 31,29%)
Pertanian (Rp/thn) Rp 245.000.000 (34,65%)
Gaji (Rp/thn) Rp 54.000.000 (7,64%)
Jumlah (Rp/thn) Rp 707.000.000 (100%)
Kontribusi Hutan rakyat berdasarkan tabel 3 diatas terhadap pendapatan petani sebesar 26,42%. Kontribusi terbesar adalah yang diberikan oleh sektor pertanian kepada pendapatan petani yaitu sekitar 34,65%, sedangkan dari sektor perkebunan sebagai kontributor kedua paling besar yaitu sebesar 31,29%, sedangkan dari gaji ada sekitar 7,64%. Hal ini jelas menunjukkkan bahwa petani yang ada di Dusun Marubun pane belum sepenuhnya menggantungkan kehidupannya dari sektor kehutanan dalam hal ini
43 hutan rakyat. Sektor kehutanan (hutan rakyat ) ini belum dijadikan sebagai sumber pendapatan utama oleh petani pemilik hutan rakyat ( Hardjanto, 1990 ). Dari tabel 3 diatas juga dapat kita tahu bahwa hutan rakyat memiliki peringkat ke-3 setelah sektor perkebunan. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa petani yang ada di Dusun Marubun Pane belum sepenuhnya menggantungkan kehidupannya dari sektor kehutanan (hutan rakyat), yang menjadi penyebabnya sesuai dengan keluhan dari Petani Hutan Rakyat Dusun Marubun Pane dan juga penyuluh kehutanan yang ada beberapa hal yang menyebabkan sehingga mereka lebih memilih sektor pertanian dan perkebunan sebagai prioritas, tetapi hutan rakyat belum sepenuhnya menjadi proritas, penyebabnya adalah : a. Pengusahaan Pinus yang Sangat Lama Pinus dapat dipanen ataupun ditebang apabila umurnya sudah mencapai 20 tahun. Biasanya sistem tebangannya adalah sistem tebang habis, kecuali apabila ada pinus yang diameternya belum memenuhi kriteria si pemborong/pasar, dan biasanya pemilik hutan pinus tersebut membiarkan beberapa yang tinggal, yang juga nantinya dapat dijadikan aset kedepan suatu waktu apabila dibutuhkan. Dari tinjauan dilapangan yang kami lihat beberapa pemilik lahan hutan pinus ini membiarkan begitu saja lahannya kosong setelah pinus mereka siap dipanen, dan ada juga beberapa pemilik hutan pinus tersebut yang mengusahakan setelah beberapa bulan lahan dibersihkan dari lahan sisa tebangan tadi menggantikannya dengan tanaman-tanaman yang cepat menghasilkan. Biasanya petani hutan pinus ini menggantikannya dengan tanaman kopi, jagung, padi, palawija dan sayur-sayuran. b. Luas Lahan yang Semakin Sedikit. Hutan rakyat yang dilakukan oleh masing-masing petani tidak dapat menjamin hasil yang optimum serta memuaskan, karena sistem penjualan tegakan sering dilakukan secara borongan dan penebangannya dilakukan secara tebang habis. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi petani yang sangat minim sehingga sering petani menjual tegakan hutan rakyat yang belum masak tebang, sehingga yang terjadi adalah luas hutan rakyat semakin berkurang dan akhirnya kontribusi yang diberikan hutan rakyat pun semakin menurun. Dilakukannya sistem tebang habis juga dapat menimbulkan dampak berupa terbukanya lahan yang rawan terhadap banjir, longsor, dan ditambah lagi di lapangan banyak dijumpai lahan hutan rakyat berada pada lokasi yang mempunyai topografi curam. Sehingga yang menjadi ancaman bagi keberadaan hutan rakyat pinus di masa
44 mendatang adalah adanya kecenderungan petani untuk tidak menanam lahannya kembali dengan pinus ataupun adanya replanting(melakukan penanaman kembali) dengan pinus atau jenis kayu lainnya. c. Akses Terhadap Pasar Lemah Akses terhadap pasar dalam menjual kayu pinus merupakan salah satu faktor penghalang hutan rakyat dalam meningkatkan produksi kayunya. Petani hutan rakyat lebih cenderung menjual kayu pinusnya dengan sistem borong. Pengusaha yang berminat membeli mendatangi lokasi hutan rakyat, kemudian melakukan inventarisasi untuk menentukan volume kayu ataupun diameter kayu tersebut. Harga borongan ditentukan dengan memperhatikan beberapa faktor diantaranya adalah volume/kubikasi, kualitas kayu, aksesibilitas, topografi, dan sebagainya yang sangat menentukan biaya penebangan. Petani hutan rakyat sangat sulit dalam menentukan harga pinusnya dan biasanya pengusaha ataupun agen kayulah yang menentukan harga pasarnya, sehingga terkadang bisa saja agen kayu tersebut membuat harga sesukanya, tanpa melihat harga kayu pinus yang setara dengan harga pasar lokal atau luar daerah. Petani akan mendapat nilai ekonomi yang lebih besar jika mampu mengolah sendiri kayu tersebut karena produksi kayu dari hutan rakyat pinus cukup besar. Meskipun hal ini perlu ditunjang oleh beberapa hal seperti kelembagaan petani, modal, dan keterampilan yang memadai yang pada dasarnya hal tersebut masih bisa diusahakan jika ada kemauan dari semua pihak. Selain itu, petani hutan rakyat memiliki ketergantungan kepada pengusaha lokal. Hal ini berkaitan dengan lemahnya akses pasar dimana petani tidak mempunyai posisi tawar yang tinggi dalam memasarkan hasil kayunya, terbatasnya pengusaha sebagai pembeli, serta kemudahan dan kepraktisan yang diperoleh petani dengan sistem pemasaran yang ada sehingga petani tidak bisa memasarkan kayu langsung kepada konsumen. Sektor perkebunan dari tabel 3 diatas terletak pada urutan kedua pendapatan petani setelah pertanian yang pertama. Adapun komoditi yang dihasilkan dari sektor perkebunan, diantaranya adalah kemiri sebesar 1,87%, jeruk sebesar 2,76%, dan kopi sebagai komoditi terbesar dan diminati petani Dusun Marubun Pane ada sebesar 26,66%. Untuk lebih jelas dapat kita lihat dilampiran komposisi sumber-sumber pendapatan petani. Beberapa alasan yang menjadi penyebab sektor perkebunan merupakan kontributor kedua terbesar bagi pendapatan petani di desa ini adalah :
45 a. Sesuai Dengan Kondisi Alam Kondisi alam dan tempat tumbuh tanaman kopi yang berada di Dusun Marubun Pane sangat sangat sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut, jenis kopi yang dikembangkan oleh petani adalah jenis kopi arabika. Menurut Najiyati(1989) pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Bahkan tanaman kopi mempunyai sifat yang khusus karena masingmasing kopi menghendaki lingkungan yang agak berbeda, faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari, angin, dan tanah. Jeruk sebagai sektor perkebunan juga menjadi kontributor bagi pendapatan petani Ini menjadi peluang bagi petani dalam menambah pendapatannya, apalagi prospek jeruk juga sangat baik. Menurut Pracaya( 2000 ) tanaman jeruk manis dapat ditanam di Daerah antara 40o LU dan 400 LS namun tanaman jeruk paling banyak ditanam didaerah 20 – 40 LU dan 200 – 400 LS, dan masih cocok untuk tanaman jeruk. Didaerah sub tropis , tanaman jeruk ditanam didataran rendah samapai ketinggian 650 m dpl, sedangkan didaerah katulistiwa sampai ketinggian 2000m dpl. Didaerah sub tropis produksi jeruk lebih tinggi daripada daerah tropis . Hali ini disebabkan oleh iklim yang berbeda atau karena faktor-faktor lain yang dilakukan lebih intensif, seperti pemupukan, pengairan, pengendalian hama penyakit dan lain-lain. Produksi jeruk menurut Savage, didaerah sub tropis bisa mencapai 36 – 40 ton per hektar, sedangkan didaerahtropis hanya mencapai 13 – 22 ton per hektar. Tanaman jeruk memerlukan sinar matahari yang penuh, bila terlindung akan berkurang produksinya. Penurunan ini bisa mencapai separuh bagian dari tanaman yang tak terlindung, air merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman jerukmanis, pembentukan buah, fotosintesis dan lain-lain, air juga sebagai komponen semua jaringan tanaman. Tanaman jeruk manis dapat ditanam diberbagai jenis tanah baik itu dari tanah berpasir kasar sampai tanah liat berat. Seperti kondisi lahan ataupun struktur tanah di Disun Marubun Pane sangat baik sekali. Apabila dalam proses dan syarat-syarat penanaman dan pemeliharaan jeruk dilakukan dengan baik dan juga intensif maka jeruk dapat dipanen dalam jangka waktu 3 tahun walaupun hasilnya masih sedikit, tetapi dalam waktu 5 tahun buahnya telah cukup banyak. Rata-rata produksi jeruk manis di Indonesia adalah sebagai berikut : -
umur 4- 5 tahun , produksi 25 buah
-
umur 6 – 15 tahun, produksi 75 buah
46 -
umur 16 tahun ke atas produksi 60 buah. Kemiri (Aleurites sp ) yang ada di Dusun Marubun Pane sebagai salah satu faktor
pendukung dalam menambah sumber pendapatan petani, Kemiri merupakan salah satu komoditi perkebunan yang potensial untuk dikembangkan, hal ini disebabkan pasar kemiri yang semakin terbuka sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan konsumsi kemiri baik didalam maupun luar negeri, selain manfaatnya yang sangat banyak baik itu sebagai bumbu masak, bahan baku industri kecantikan , farmasi , cat dan perabot rumah tangga, bahkan batang kemiri dapat dijadikan sebagai batang korek api dan pembuatan kertas, juga karena sifat hidupnya yang tidak manja, dapat dimanfaatkan daun, buah, ataupun kayunya dan dapat tumbuh disemua areal, termasuk lahan kritis, kemiri dapat dikembangkan sebagai upaya mengentaskan kemiskinan penduduk di daerah lahan kritis. Menurut Hamid (1991 ) beberapa faktor seperti suhu, curah hujan, kelembapan, dan angin yang dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kemiri. Tanaman ini dapat tumbuh pada suhu 210- 270C, pada suhu seperti itu maka pembungaan dan pembuahan tanaman akan lebih berhasil dibanding kisaran pada suhu lain. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kemiri yaitu 1100-2400 mm, kelembapan udara juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman kemiri dengan kelembapan rata-rata75 %. Kemiri dapat tumbuh pada ketinggian antara 0-1200 m dpl tetapi idealnya pada ketinggian sampai 800 m dpl, sedangkan topografi yang baik untuk tanaman kemiri yaitu topografi datar atau bergelombang meskipun dapat juga ditanam di lahan yang miring. Tanaman kemiri asal biji biasanya akan mulai berbuah pada pada umur 3-4 tahun. Tanaman yang berasal dari biji vegatatif mulai berbuah pada umur 2 tahun, bahkan bila keadaannya baik dapat berbuah pada umur 1 tahun. Akan tetapi kemiri umumnya berbuah penuh pada umur 5 tahun. Musim berbunga dan berbuah terjadi sepanjang tahun sehingga panen dapat dilakukan hampir di setiap bulan. Namun panen besar biasanya terjadi pada bulan juli – agustus. b. Lebih Cepat Menghasilkan Tanaman-tanaman perkebunan biasanya lebih cepat menghasilkan dibandingkan dengan tanaman kehutanan. Hal ini membuat para petani lebih menyukai menanam dan mengusahakan tanaman-tanaman pertanian yang memiliki jangka waktu pengusahaan yang lebih pendek dan lebih cepat menghasilkan. Hal ini juga membuat para petani lebih intensif untuk mengembangkan sektor perkebunannya. Setiyadi dkk (1988) dalam bukunya, apabila tanaman kopi ini dirawat dengan baik biasanya sudah mulai berproduksi pada umur 2,5 – 3 tahun. Tanaman kopi robusta
47 biasanya sudah dapat berproduksi pada umur 2,5 tahun, sedangkan kopi arabika pada umur 2,5 – 3 tahun. Disamping harganya yang tinggi, penyebab yang lain adalah jangka waktu pengusahaan kopi yang cepat. Jenis kopi yang ditanam di desa ini adalah kopi arabica (Coffea arabica). Menurut Najiyati (1997), waktu yang diperlukan kopi arabica sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang adalah 6-8 bulan, sehingga umumnya berbuah sekali dalam setahun. Selain itu, kondisi lingkungan tempat tumbuh di desa ini sangat cocok bagi pertumbuhan kopi arabica mengingat sifat kopi arabica yang menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl, dan yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut yang sesekali mendapat hujan kiriman (Najiyati,1997). c. Harga yang Relatif Stabil Komoditi perkebunan ini memiliki harga yang relatif stabil dan tetap seimbang, ini dikarenakan kebutuhan masyarakat (konsumen) akan hasil perkebunan ini tetap berkesinambungan. Hal yang menjadi penyebab adalah harga kopi yang tinggi. Harga kopi di Dusun Marubun Pane untuk 1 tumba adalah antara Rp 12.000 sampai dengan Rp 14.000. Menurut Najiyati (1997), selain sebagai komoditi ekspor, kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi di dalam negeri, dan bila melihat perolehan devisa dan jumlah kopi yang dikonsumsi di dalam negeri, tampaknya prospek kopi telah cukup menjanjikan dan menggembirakan bagi petani yang mengembangkan perkebunan kopi. Sebagai informasi yang saya dapatkan bahwa jenis kopi Arabica tersebut bukan untuk dikonsumsi ataupun diminum, tetapi jenis kopi Arabica ini dipasarkan sebagai bahan baku pembuatan cat, kosmetik dan bahan-bahan kecantikan, karena didalam buah/biji kopi terkandung toksin-toksin yang mengandung racun. Tetapi jenis kopi Robusta baik untuk dikonsumsi yang dijadikan minuman ataupun obat-obatan. Melihat dan mengkaji dari sektor pertanian sebagai kontributor utama diDusun Marubun Pane sangat mempunyai peranan yang cukup besar dalam menambah pendapatan masyarakat Dusun Marubun Pane. Adapun komoditi pertaniannya yang sangat menambah pendapatan petani adalah tanaman-tanaman hortikultura dan juga tanaman-tanaman palawija, seperti sayur buncis (7,84%), padi (2,12%), wortel (2,62%), tomat (5,19%), terong (1,96%), jagung (3,93%), cabai (7,89%), ubi jalar (1,47%), kunyit (1,63%). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 tentang komposisi sumbersumber pendapatan. Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab sektor pertanian
48 merupakan kontributor terbesar/utama bagi pendapatan petani di Dusun Marubun Pane ini adalah : a. Jenis Komoditi Pertanian yang Beragam Komoditi-komoditi yang dihasilkan sebagai sumber-sumber pendapatan dari sektor pertanian adalah tanaman sayuran organik seperti bunga kol, tomat, wortel terung, bengkuang, buncis, kacang panjang, ada juga padi gogo, jahe, kunyit, ubi jalar dan cabai. Dengan banyaknya ragam jenis komoditi pertanian ini, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa komoditi-komoditi ini dapat memberikan kontribusi terbesar bagi penghasilan rumah tangga petani. b. Sesuai Dengan Kondisi Alam Hasil pertanian di Dusun Marubun Pane ini memiliki perkembangan yang baik dengan tanaman pertaniannya karena didukung oleh kondisi lahannya, baik ketinggian tempat, curah hujan, iklim, maupun topografinya. Tanaman sayur-sayuran harus disesuaikan pada tanah yang mengandung bahan organik yang halus dan dapat siserap oleh akar, Iklim juga merupakan salah satu pendukung dan faktor yang penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Pada tanaman sayur-sayuran umumnya memerlukan kelembapan sekitar 80%, bila lebih dari 80% maka tanaman itu akan mudah terserang penyakit. Pola penanaman sayur-sayuran
yang dilakukan di Dusun Marubun Pane
dilakukan secara sistem monokultur. Menurut Pracaya(2002) bahwa sistem monokultur adalah menanam satu jenis tanamanpada lahan dan waktu yang sama . Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif muda karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya atau jenis, tetapi di sisi lain kelemahan sistem ini adalah tanaman lebih mudah terserang penyakit dan hama. Wortel yang ditanam diDusun marubun Pane sudah lama dikembangkan, Menurut Pracaya (2002) untuk menghasilkan umbi
yang baik tanaman wortel
memerlukan tanah lempung yang berpasir, tanaman wortel akan tumbuh baik bila ditanam didaerah dengan ketinggian lebih dari 1000-1500 m dpl, kebutuhan suhu tanaman wortel sekitar 15 – 21,1 0C. Pada umumnya wortel akan panen sekitar umur 3-4 bulan tergantung varietasnya. Terung sebagai tanaman sayur-sayuran yang merupakan tambahan pendapatan petani di Dusun marubun Pane .Terung dapat berproduksi dengan baik bila mendapatkan panas yang cukup lama, suhunya 22-300C, kondisi tanah yang baik untuk terung adalah tanah yang remah dan cukup bahan organik Tanaman terung mulai berbunga umur kurang lebih 2 bulan dan buah akan dipanen sekitar umur 3- 4 bulan.
49 Ubi jalar yang ditanam di Dusun Marubun Pane merupakan tanaman yang mudah jenis pemeliharaannya, tahan terhadap kekeringan , murah biaya produksinya dan juga irigasinya, jadi tidak mengherankan kalau banyak disukai orang-orang,tapi satu hal bahwa ubi jalar tidak prioritas utama dikembangkan masyarakat Di Dusun Marubun Pane sekalipun menambah juga sumber pendapatan petani. Menurut Taufik (1981) bahwa tanaman ubi jalar bisa diusahakan
di semua tempat, baik datararan rendah
maupun dataran tinggi /pegunungan. Serta di segala macam tanah, tapi yang paling cocok dan potensial dengan hasil produksi yang bagus dan tinggi adalah di tanah yang berpasir berlempung yang gembur dan halus. Dengan kesamaan ph terbaik adalah 6,0. Suhu optimum yang diperlukan 270C dengan lama penyinaran sekitar 11 jam perhari. Di tempat terlindung hasil umbinya kurang banyak. Jenis tanaman pertanian yang juga dikembangkan di Dusun Marubun Pane adalah padi (Oryza sativa), umumnya petani di Dusun Marubun Pane ini menanam dengan jenis padi darat/padi gogo. Padi darat ini sangat tergantung pada air hujan sehingga kadang disebut padi tadah hujan. Menurut Suparyono (1997) umumnya padi yang baik adalah yang berumur 90-135 hari dan sangat cocok ditanam di Indonesia karena musim hujannya sangat pendek (4-5 bulan). Sehingga keadaan seperti ini sangat sesuai dengan desa ini, dimana banyaknya hari hujan tahunan adalah 143 hari (± 4 bulan) dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi. c. Lebih Cepat Menghasilkan Tanaman-tanaman pertanian lebih cepat menghasilkan dibandingkan dengan tanaman kehutanan. Jagung misalnya, dapat dipanen 2-3 kali dalam setahun, tanamantanaman hortikultura dapat menghasilkan 3 kali dalam setahun (4 bulan sekali). Hal ini membuat para petani lebih cenderung dan menyukai menanam dan mengusahakan tanaman-tanaman pertanian yang memiliki jangka waktu pengusahaan yang lebih pendek dan lebih cepat menghasilkan. Hal ini juga membuat para petani lebih intensif untuk mengusahakan/mengembangkan sektor pertaniannya, apalagi hasil-hasil pertanian ini juga merupakan kebutuhan pangan bagi kehidupan masyarakat sehari-hari. Rukmana (1997) dalam bukunya, umur optimum varietas unggul tanaman jagung pada saat pemanenan adalah 92-96 hari setelah tanam atau tergantung varietas. Ini menunjukkan bahwa tanaman jagung dapat menghasilkan 2-3 kali dalam setahun. Demikian juga dengan padi, padi dapat dipanen 2 kali dalam setahun. Menurut Suparyono (1997), panen padi dapat dilaksanakan berdasarkan umur tanaman sesuai dengan deskripsi varietas, sekitar 105-125 hari setelah tanam.
50 Tanaman hortikultura seperti jeruk, jahe, cabai, dan sebagainya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar, karena waktu yang dibutuhkan untuk produksi singkat. Hal ini didukung dengan pernyataan Lakitan (1995), bahwa beberapa jenis tanaman sayuran dan buah-buahan dapat ditanam beberapa kali dalam setahun, terutama di daerah tropis dimana musim tanam tidak dibatasi oleh musim dingin. d. Harga yang Relatif Stabil Lakitan (1995) dlam bukunya, potensi ekonomi beberapa tanaman hortikultura (cabai, jahe, jeruk, dsb) sangat besar karena harganya yang tinggi dan juga karena waktu yang dibutuhkan untuk produksinya singkat. Selain hal tersebut di atas, para petani dapat langsung menjual/memasukkan hasil-hasil pertaniannya kepada konsumen melalui pasar tradisional/pekan (sistem pemasaran yang langsung). Hasil tanaman hortikultura baik sayur-sayuran maupun buah-buahan dapat langsung diangkut dari lahan produksi ke pasar agar tersedia bagi konsumen. Pengangkutan hasil dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari cara tradisional sampai pada cara yang lebih maju dengan menggunakan fasilitas pengangkutan yang lebih canggih. Petani kecil umumnya memasarkan hasil tanamannya di pasar terdekat. Sistem pemasaran yang langsung ini, petani dapat memperoleh informasi mengenai harga, jumlah permintaan, waktu permintaan, dan berbagai informasi pasar yang lain. Akses pasar yang kuat ini, membuat petani berada dalam posisi tawar yang tinggi dalam memasarkan hasil pertaniannya sehingga membuat petani cenderung untuk mengembangkan sektor pertaniannya. Komoditi-komoditi pertanian ini memiliki harga yang relatif stabil dan terkadang cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat (konsumen) akan hasil-hasil pertanian ini tetap berkesinambungan, karena hasil-hasil pertanian ini merupakan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari, terkhususnya dari hasil pertanian tanaman pangan. Menurut Rukmana (1997), prospek usaha tani untuk tanaman jagung cukup cerah bila dikelola secara intensif dan komersial berpola agribisnis. Permintaan pasar dalam negeri dan peluang ekspor komoditas jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan. Berdasarkan hasil penelitian agroekonomi tahun 1981-1986, menunjukkan bahwa permintaan terhadap jagung terus meningkat. Hal ini berkaitan erat dengan laju pertumbuhan penduduk, peningkatan konsumsi per kapita, perubahan pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan benih. Sehingga dengan demikian, prospek usaha tani jagung amat baik.
51 Penyerapan Tenaga Kerja Pembuatan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane juga mampu menyerap tenaga kerja. Misalnya yang saya lihat saat dilapangan bahwa para karyawan ataupun tenaga kerja tersebut sedang melakukan pembibitan pinus dan sengon juga diikuti dengan adanya kegiatan penanaman dan pemeliharan. Di Dusun Marubun Pane biasanya pemilik hutan rakyat yang akan mencari tenaga kerja yang akan bekerja ditanah miliknya, baik itu melakukan pembibitan, ataupun juga penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan penanaman terdiri dari 6 HOK dengan kegiatan : a. Pemasangan ajir, biasanya membutuhkan pekerja 1 HOK per ha. b. Pembuatan piringan, biasanya membutuhkan 2 HOK per ha. c. Pembuatan lubang tanaman, biasanya membutuhkan 2 HOK per ha untuk membuat sebanyak 400 lubang. d. Penanaman, biasanya membutuhkan 1 HOK per ha untuk menanam 400 bibit pinus. Pemeliharaan (4 bulan setelah tanam), dilakukan sekali, terdiri dari 2 HOK dengan kegiatan : a. Penyiangan, hanya membutuhkan 1 HOK per ha. b. Penyisipan, hanya membutuhkan 1 HOK per ha. Pekerja yang sedikit ini disebabkan karena penyerapan tenaga kerja masih sebatas pada kegiatan penanaman sampai pemeliharaan saja. Hal ini berkaitan dengan kegiatan pemanenan hanya dilakukan oleh pembeli/pengusaha pinus rakyat, maka tenaga kerja yang berhubungan dengan pemanenan berasal dari si pengusaha (pemborong). Disamping itu, penerimaan kesempatan kerja untuk kegiatan ini juga tergantung dari si pengusaha apakah si pengusaha masih membutuhkan tenaga kerja lagi atau tidak. Bila tidak, berarti cukup tenaga kerja dari anggotanya sendiri. Tetapi, kesempatan kerja untuk kegiatan ini masih terbuka bagi warga kampung setempat yang mau mencari kerja, dengan syarat harus memiliki keterampilan tertentu. Hal inilah yang menjadi penyebab sedikitnya curahan tenaga kerja. Dengan demikian, kegiatan pemanenan/penebangan tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam menyerap tenaga kerja atau secara kuantitatif tidak dapat dipastikan jumlahnya. Secara teori, kesempatan kerja bagi warga kampung setempat akan semakin luas bila saluran pemasaran hasil hutan rakyat diperpendek dengan cara petani/pemilik hutan rakyat dapat menebang dan memasarkan sendiri kayunya. Tentu saja juga harus didukung oleh modal dan keterampilan petani hutan rakyat yang memadai. Sehingga, dengan demikian dampaknya untuk mendukung jumlah penyerapan tenaga kerja juga
52 akan semakin besar. Meskipun demikian, kegiatan ini ternyata sudah memberikan dampak positif berupa terbukanya kesempatan kerja bagi penduduk desa selain petani pengelola hutan rakyat. Tahun 1970-an pemerintah memberikan bantuan berupa bibit Pinus merkusii yang akan ditanam dan dana untuk kegiatan pengelolaan hutan rakyat mulai dari penanaman sampai pemeliharaan. Besarnya dana yang diberikan pada saat itu untuk kegiatan ini adalah sebesar Rp 7500 per ha. Dengan perkataan lain, upah yang diberikan kepada tenaga kerja dalam kegiatan ini adalah Rp 7.500 per ha, dan sistem upah yang diberikan tergantung pada luas lahan yang dikerjakan (per ha). Dan biasanya bila ada kelompok tani yang mampu meningkatkan pembuatan hutan rakyatnya, maka kelompok tani dalam hal ini pemilik hutan rakyat tersebut berhak kembali menerima bantuan dari pemerintah atau Dinas Kehutanan. Sehingga berdasarkan hasil yang didapat, di tempat penelitian dilakukan, khususnya di Dusun Marubun Pane, masalah harga kayu pinus yang relatif rendah tidak terlalu dipersoalkan, ini disebabkan oleh tawaran petani yang tidak terlalu menuntut ataupun melakukan penawaran yang tinggi dalam memasarkan hasil kayunya, ini juga dikarenakan pengusaha sebagai pembeli yang sedikit, serta kemudahan yang diperoleh petani dengan sistem pemasaran/penjualan yang ada, sehingga petani tidak bisa memasarkan kayu langsung kepada konsumen dan biasanya para petani hutan rakyat mendapat nilai ekonomi yang lebih besar dalam memasarkan kayunya apabila saluran pemasaran kayu hasil hutan rakyat dapat diperpendek. Dengan diperpendeknya saluran pemasaran ini, maka sudah pasti petani/pemilik hutan rakyat harus bisa memasarkan kayu langsung kepada konsumen. Untuk bisa memasarkan kayu langsung kepada konsumen, tentu saja petani harus mampu mengelola sendiri kayu milik mereka. Uraian tersebut seharusnya tujuan utama dalam srategi dan program pengembangan usaha kayu rakyat adalah pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani, mewujudkan kelestarian usaha dan kelestarian sumber daya kayu rakyat. Untuk itu secara umum diperlukan kebijakan dan program operasional dalam bidang pemasaran, subsidi, pemanfaatan lahan, peningkatan teknologi, permodalan, perencanaan sumber daya (hutan) secara trepadu dalam setiap kacamatan, kabupaten ataupun antar kabupaten. Disamping itu perlu juga dilakukan revisi terhadap kebijakan yang sedang dan akan berlaku yang pada akhirnya memberatkan petani seperti pajak ataupun suratsurat ijin dan retribusi yang tidak tepat.
53 Permasalahan pengelolaan hutan rakyat masih sangat banyak, permasalahan tersebut terdapat pada sub sistemnya yaitu sistem produksinya, tentang pengolahannya, pemasarannya, dan juga kelembagaan.Oleh karena itu tugas-tuga penelitian ini masih sangat terbuka lebar pada setiap sub sistem tersebut, namun jika prioritas penelitian ini dilakukan maka diletakkan dengan penelitian yang terfokus untuk dapat mewujudkan kelestarian hutan rakyat dan juga kelestarian usahanya dengan mengedepankan peningkatan manfaat yang diterima oleh setiap petani pemilik hutan rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sistem pengeolaan hutan rakyat di Nagori Tigarunggu tepatnya di Dusun Marubun Pane Kabupaten Simalungun, masih dilakukan dengan cara yang sederhana tanpa mengenal sistem silvikultur tertentu. 2. Dari potensi tegakan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane mencapai Rp 145.000.000 untuk lahan hutan seluas 13,48 Ha. 3. Hutan pinus rakyat di Dusun Marubun Pane memiliki peringkat ke-3 dalam menambah sumber pendapatan petani dengan kontribusinya Rp 186.800.000 (26,42%) pada tahun 2007 yang disebabkan pengusahaan pinus yang panjang, luas lahan yang semakin berkurang, dan akses petani hutan rakyat terhadap pasar lemah. 4. Nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Marubun Pane khususnya dari hutan rakyat jenis pinus rata-ratanya adalah Rp.700.000/rantai , perkapita/tahun.
Saran 1. Mengingat adanya nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari hutan rakyat ini, maka diharapkan kepada setiap masyarakat agar senantiasa melestarikan dan menjaga hutan dengan baik. 2. Masyarakat diharapkan agar memanfaatkan hasil hutan rakyat sesuai dengan keperluan saja tanpa mengeksploitasi hutan secara berlebihan agar hutan rakyat tetap terjaga dan bekesinambungan. 3. Agar sistem perijinan ataupun aturan dalam mengurus pemanenan dan penjualan kayu rakyat lebih dimudahkan kepada petani pengelola hutan rakyat. 4. Upaya untuk meningkatkan peran hutan rakyat dalam perekonomian desa, maka perlu adanya intensifikasi pengelolaan hutan rakyat, sehingga hutan rakyat lebih mampu melebarkan spektrum perannya dalam meningkatkan perekonomian khususnya di pedesaan sebagai basis usaha hutan rakyat.
Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA Anonimus,1991. Commodity Notes , Departemen Perdagangan Republik Indonesia Awang, S.A., Andayani, W., Himmah, B., Widayanti, W.T., Affianto, A. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta Brower, J.E. and Zar, J.H. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Brown Co Publisher, Iowa, USA Danoesastro, H. 1977. Peranan Pekarangan Dalam Usaha Meningkatkan Ketahanan Nasional Rakyat Pedesaan. Pidato Dies Natalais ke XXVIII UGM. Gadjah Mada University Press Darusman, D dan Didik Suharjito, 1998. Kehutanan Masyarakat: Beragam Pola Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta Dep. Kehutanan RI. Informasi Peraturan Perundang-Undangan Nasional di Bidang Kehutanan.Jakarta: Penerbit Biro Hukum dan Organisasi Setjen DepHut,1974. Fandeli, C. 1985. Keanekaragaman Flora Berkayu di Pekarangan Penduduk Desa Daerah Tingkat II Sieman dan Bantul dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhi. Tesis S-2, Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Hardjosoediro, S. 1980. Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi dan Penghijauan Hutan Alam dan Hutan Rakyat. Lokakarya Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta Helms, J.A. (editor). 1998. The Dictionary of Forestry. The Society of American Forester and CAB International Publishing, Wallingford, United Kingdom Jaffar, E.R. 1993. Pola Pengembangan Hutan Rakyat Sebagai Upaya Peningkatan Luasan Hutan dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Propinsi DIY. Makalah pada Pertemuan Persaki Propinsi DIY tanggal 17 Juli 1993, Yogyakarta Munggoro, W. Dhani. 1998. Sejarah dan Evolusi Pemikiran Komuniti Forestri, Seri Kajian Komuniti Forestri, Seri 1 Tahun 1 Maret 1998 Najiyati, S. dan Danarti, 1997. Kopi, Budidaya, dan Penanganan Lepas Panen. P.T.Penebar Swadaya. Jakarta Prabowo, S.A. 1998. Hutan Rakyat : Sistem Pengelolaan dan Manfaat Ekonomis. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bogor Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009. USU Repository © 2009
56
Reksohadiprodjo, S. 1988. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi. Penerbit BPFE. Yogyakarta Simon,Hasanu,1995. Hutan Jati dan Kemakmuran, Aditya Media, Yogyakarta
57
Lampiran 2. Data Pengukuran Potensi Plot Contoh (0,1 ha) Tanaman Hutan Pinus 1
Plot keI
II
Nama Responden : Janti Purba Luas Lahan : 1 ha Kecamatan : Tiga Runggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
TBC (m) 30 31 28 29 29 31 31 28 29 30 30 31 30 19 30 21 30 30 30 31 31 31 30 30 29 25 24 30 30 28 30 30 30 30 31 30 31 31 30 29
Diameter (m) 0.45 0.47 0.41 0,38 0,38 0,29 0,42 0,30 0,41 0,39 0,40 0,56 0,49 0,33 0,42 0,28 0,32 0,42 0,30 0,40 0,40 0,42 0,40 0,46 0,40 0,25 0,29 0,34 0,34 0,35 0,46 0,35 0,40 0,36 0,40 0,40 0,40 0,39 0,38 0,40
Keliling (m) 1.41 1.48 1.29 1.19 1.19 0.91 1.32 0.94 1.29 1.22 1.26 1.76 1.54 1.04 1.32 0.88 1.00 1.32 0.94 1.26 1.26 1.32 1.26 1.44 1.26 0.79 0.91 1.07 1.07 1.10 1.44 1.10 1.26 1.13 1.26 1.26 1.26 1.22 1.19 1.26
58 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
III
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
29 28 29 30 31 239 30 31 28 28 28 30 30 31 31 31 31 30 31 31 28 27 28 30 30 30 31 31 29 29 28 27 28 27
0,38 0,39 0,40 0,27 0,29 0,43 0,55 0,47 0,37 0,34 0,40 0,41 0,40 0,55 0,35 0,36 0,28 0,40 0,33 0,40 0,36 0,40 0,30 0,40 0,39 0,38 0,50 0,40 0,50 0,42 0,38 0,50 0,40 0,28
1.19 1.22 1.26 0.85 0.91 1.35 1.73 1.48 1.16 1.07 1.26 1.29 1.26 1.73 1.10 1.13 0.88 1.26 1.04 1.26 1.13 1.26 0.94 1.26 1.22 1.19 1.57 1.26 1.57 1.32 1.19 1.57 1.26 0.88
Diameter (m) 0,38 0,42 0,35 0,34 0,35 0,32 0,34 0,37
Keliling (m) 1.19 1.32 1.10 1.07 1.10 1.00 1.07 1.16
Total
2
Plot keI
Nama Responden Luas Lahan Kecamatan Kabupaten
Pohon ke1 2 3 4 5 6 7 8
: Jolson Purba : 1 ha : Tigarunggu : Simalungun
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
TBC (m) 30 30 28 30 30 28 28 30
59
II
III
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 1
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
30 30 30 30 28 28 30 30 30 30 30 30 30 30 29 30 30 29 29 32 30 30 31 31 30 30 29 30 30 29 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 29 30 30 28 30 30 30 30 30 28 30 28
0,35 0,34 0,37 0,31 0,30 0,29 0,34 0,38 0,36 0,36 0,38 0,43 0,41 0,27 0,23 0,31 0,21 0,24 0,31 0,43 0,40 0,36 0,30 0,32 0,38 0,42 0,35 0,19 0,37 0,24 0,24 0,26 0,32 0,41 0,34 0,47 0,32 0,47 0,24 0,29 0,40 0,36 0,29 0,41 0,34 0,35 0,34 0,28 0,53 0,226 0,34 0,28
1.10 1.07 1.16 0.97 0.94 0.91 1.07 1.19 1.13 1.13 1.19 1.35 1.29 0.85 0.72 0.97 0.66 0.75 0.97 1.35 1.26 1.13 0.94 1.00 1.19 1.32 1.10 0.60 1.16 0.75 0.75 0.82 1.00 1.29 1.07 1.48 1.00 1.48 0.75 0.91 1.26 1.13 0.91 1.29 1.07 1.10 1.07 0.88 1.66 0.71 1.07 0.88
60 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
30 30 30 30 30 28 28 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
0,27 0,28 0,25 0,24 0,30 0,28 0,26 0,25 0,28 0,25 0,28 0,34 0,33 0,33 0,37 0,28 0,31 0,29
0.85 0.88 0.79 0.75 0.94 0.88 0.82 0.79 0.88 0.79 0.88 1.07 1.04 1.04 1.16 0.88 0.97 0.91
TBC (m) 28 29 26 28 30 29 29 29 28 30 29 30 30 29 29 29 30 27 30 25 27 28 26 27
Diameter (m) 0,44 0,59 0,44 0,44 0,44 0,50 0,45 0,39 0,48 0,44 0,68 0,49 0,57 0,63 0,50 0,45 0,57 0,15 0,60 0,28 0,29 0,46 0,56 0,45
Keliling (m) 1.38 1.85 1.38 1.38 1.38 1.57 1.41 1.22 1.51 1.38 2.14 1.54 1.79 1.98 1.57 1.41 1.79 0.47 1.88 0.88 0.91 1.44 1.76 1.41
Total
3
Plot keI
Nama Responden : M. Sitio Luas Lahan : 2 ha Kecamatan : Tigarunggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
61 25 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
II
III
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
23 30 30 30 26 30 29 30 29 14 28 29 15 14 16 15 13 16 16 13 14 13 16 12 16 11 11 10 11 13 13 30 30 30 29 29 30 30
0,40 0,59 0,52 0,66 0,46 0,66 0,44 0,67 0,43 0,12 0,55 0,46 0,12 0,12 0,15 0,15 0,11 0,21 0,23 0,10 0,10 0,10 1,18 0,10 0,23 0,11 0,12 0,12 0,17 0,17 0,15 0,54 0,56 0,44 0,28 0,49 0,34 0,34
1.26 1.85 1.63 2.07 1.44 2.07 1.38 2.10 1.35 0.38 1.73 1.44 0.38 0.38 0.47 0.47 0.35 0.66 0.72 0.31 0.31 0.31 3.71 0.31 0.72 0.35 0.38 0.38 0.53 0.53 0.47 1.70 1.76 1.38 0.88 1.54 1.07 1.07
TBC (m) 14 13 12 10
Diameter (m) 0,30 0,23 0,22 0,16
Keliling (m) 0.94 0.72 0.69 0.50
Total
4
Plot keI
Nama Responden : Bandir Sidauruk Luas Lahan : 0.12 ha Kecamatan : Tigarunggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
62 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
II
III
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
10 13 12 11 12 13 9 9 10 11 9 9 10 11 11 12 9 9 10 11 9 9 10 11 11 12 12 10 9 9
0,15 0,24 0,22 0,20 0,23 0,23 0,18 0,15 0,18 0,19 0,19 0,17 0,20 0,20 0,18 0,19 0,15 0,14 0,14 0,15 0,14 0,15 0,14 0,20 0,19 0,22 0,22 0,20 0,15 0,14
0.47 0.75 0.69 0.63 0.72 0.72 0.57 0.47 0.57 0.60 0.60 0.53 0.63 0.63 0.57 0.60 0.47 0.44 0.44 0.47 0.44 0.47 0.44 0.63 0.60 0.69 0.69 0.63 0.47 0.44
Total
5
Plot keI
Nama Responden : Karlen Sinaga Luas Lahan : 0.2 ha Kecamatan : Tigarunggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
TBC (m) 11 11 11 10 11 9 10 11 11 11 9 9
Diameter (m) 0,23 0,22 0,21 0,20 0,22 0,18 0,19 0,22 0,20 0,21 0,18 0,17
Keliling (m) 0.72 0.69 0.66 0.63 0.69 0.57 0.60 0.69 0.63 0.66 0.57 0.53
63 13 14 15 16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
II
III
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
11 8 9 10 11 12 10 9 12 11 11 12 10 10 9 9 10 10 20 11 22 23 23 11 12 10 10 9 9 9 10 12 12
0,21 0,17 0,17 0,22 0,19 0,20 0,17 0,21 1,22 0,23 0,22 0,24 0,23 0,26 0,18 0,18 0,19 0,20 0,40 0,28 0,34 0,34 0,35 0,21 0,22 0,22 0,21 0,19 0,20 0,21 0,24 0,25 0,24
0.66 0.53 0.53 0.69 0.60 0.63 0.53 0.66 3.83 0.72 0.69 0.75 0.72 0.82 0.57 0.57 0.60 0.63 1.26 0.88 1.07 1.07 1.10 0.66 0.69 0.69 0.66 0.60 0.63 0.66 0.75 0.79 0.75
TBC (m) 11 11 13 11 11 12 10 9 11
Diameter (m) 0,19 0,17 0,22 0,21 0,21 0,22 0,20 0,19 0,17
Keliling (m) 0.60 0.53 0.69 0.66 0.66 0.69 0.63 0.60 0.53
Total
6
Plot keI
II
Nama Responden : Timbul Simarmata Luas Lahan : 2 ha Kecamatan : Tigarunggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4 5 6 7 8 1
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
64 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
III
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
11 12 12 12 9 8 9 8 8 9 12 11 13 11 11 9 8 11 12 12 10 11
0,18 0,19 0,20 0,18 0,16 0,16 0,16 0,17 0,18 0,17 0,15 0,14 0,17 0,19 0,18 0,17 0,17 0,19 0,20 0,21 0,19 0,20
0.57 0.60 0.63 0.57 0.50 0.50 0.50 0.53 0.57 0.53 0.47 0.44 0.53 0.60 0.57 0.53 0.53 0.60 0.63 0.66 0.60 0.63
TBC (m) 30 30 29 30 28 30 31 31 28 29 30 30 31 31 31 30 30
Diameter (m) 0,48 0,42 0,28 0,40 0,44 0,30 0,29 0,41 0,50 0,40 0,41 0,40 0,40 0,35 0,36 0,48 0,43
Keliling (m) 1.51 1.32 0.88 1.26 1.38 0.94 0.91 1.29 1.57 1.26 1.29 1.26 1.26 1.10 1.13 1.51 1.35
Total
7
Plot keI
II
Nama Responden : Polin Purba Luas Lahan : 3 ha Kecamatan : Tigarunggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
65 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
III
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
28 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 27 27 27 29 31 30 31 31 30 31 29 29 31 28 27
0,39 0,37 0,35 0,43 0,32 0,30 0,29 0,42 0,40 0,35 0,40 0,29 0,40 0,58 0,29 0,35 0,40 0,29 0,42 0,44 0,40 0,40 0,40 0,41 0,36 0,40 0,41 0,37 0,30
1.22 1.16 1.10 1.35 1.00 0.94 0.91 1.32 1.26 1.10 1.26 0.91 1.26 1.82 0.91 1.10 1.26 0.91 1.32 1.38 1.26 1.26 1.26 1.29 1.13 1.26 1.29 1.16 0.94
TBC (m) 21 21 19 21 20 18 20 21 20 20 21 20 21
Diameter (m) 0,30 0,30 0,28 0,45 0,28 0,27 0,30 0,29 0,27 0,27 0,32 0,33 0,26
Keliling (m) 0.94 0.94 0.88 1.41 0.88 0.85 0.94 0.91 0.85 0.85 1.00 1.04 0.82
Total
8.
Plot keI
II
Nama Responden : Amiruddin Purba Luas Lahan : 3 ha Kecamatan : Tigarunggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
66 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
III
Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
20 21 21 19 19 20 21 21 19 21 21 21 20 21 21 21
0,27 0,27 0,28 0,29 0,20 0,25 0,30 0,37 0,64 0,29 0.35 0,45 0,33 0,27 0,27 0,27
0.85 0.85 0.88 0.91 0.63 0.79 0.94 1.16 2.01 0.91 1.10 1.41 1.04 0.85 0.85 0.85
TBC (m) 23 22 22 20 23 23 12 13 11 10 12 10 10 9 10 20 20 30 30 30 31 28 27 30
Diameter (m) 1,05 0,30 0,25 0,15 0,23 0,39 0,15 0,23 0,22 0,34 0,15 0,18 0,18 0,12 0,40 0,43 0,37 0,32 0,34 0,36 0,95 0,21 0,23 0,45
Keliling (m) 3.30 0.94 0.79 0.47 0.72 1.22 0.47 0.72 0.69 1.07 0.47 0.57 0.57 0.38 1.26 1.35 1.16 1.00 1.07 1.13 2.98 0.66 0.72 1.41
Total
9.
Plot keI
II
III
Nama Responden : Lawasen Saragih ponden : Liman Sinaga Luas Lahan : 0.46 ha n : 1 ha Kecamatan : Raya n : Tigarunggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
67 Total
10.
Plot keI
II
III
Nama Responden : Lawasen Saragih ponden : Joseph Damanik Luas Lahan : 0.46 ha n : 0,16 ha Kecamatan : Raya n : Tigarunggu Kabupaten : Simalungun
Pohon ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Volume Total : 786,97 m3
Jenis Pohon Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii Pinus merkusii
TBC (m) 10 8 10 10 10 14 10 10 14 14 10 10 16 16 14 18 10 10 10 10 12 10 10 14 12 10 12 12 10 12
Diameter (m) 0,24 0,22 0,26 0,30 0,29 0,34 0,36 0,36 0,38 0,37 0,30 0,31 0,35 0,19 0,23 0,60 0,45 0,31 0,29 0,29 0,31 0,29 0,30 0,35 0,32 0,29 0,34 0,30 0,29 0,31 Ket : TBC = Tinggi Bebas Cabang LBDS = Luas Bidang Dasar
Keliling (m) 0.75 0.69 0.82 0.94 0.91 1.07 1.13 1.13 1.19 1.16 0.94 0.97 1.10 0.60 0.72 1.88 1.41 0.97 0.91 0.91 0.97 0.91 0.94 1.10 1.00 0.91 1.07 0.94 0.91 0.97
68
Lampiran 2. Sumber - sumber Pendapatan Petani Tahun 2006-2007 Dusun Marubun Pane
No
Nama Responden
Hutan Rakyat Pinus merkusii
Dapdap
Aren
buncis
padi
wortel
1
Janti Purba
10,550,000
2,500,000.000
-
-
5,000,000
-
2
Jolson Purba
11,500,000
2,200,000.000
-
-
-
-
3
M.Sitio
21,000,000
500,000
-
9,500,000
4,500,000
6,000,000
4
Bandir Sidauruk
3,500,000
-
7,500,000
-
-
5
Karlen Sinaga Timbul Simarmata
5,350,000
-
-
-
-
-
19,500,000
6,000,000.000
18,000,000.000
4,000,000
-
-
-
8,000,000
-
5,500,000
-
-
7,000,000
6 7
Polin Purba Amiruddin Purba
8 9 10 11 12
Liman Sinaga Joseph Damanik Jonverdi Sinaga Kusden Sidauruk Sub Total
Persentase ( % ) Total Persentase ( % )
31,200,000 29,500,000
6,000,000.000
-
8,000,000
-
3,500,000.000
6,500,000
-
-
4,500,000
3,500,000
-
9,450,000
-
-
belum panen
-
-
5,000,000
-
-
-
5,500,000
5,470,000
-
21,500,000
55,450,000
14,970,000
belum panen 144,600,000 20.45
20,700,000 2.93 186,800,000 26.42
3.04
7.84
2.12
18,500,000 2.62
69
Lampiran 3. Tabel Plot Contoh pada Setiap Lahan Hutan Rakyat Responden
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Janti Purba Jolson Purba M. Sitio Bandir Sidauruk Karlen Sinaga Timbul Simarmata Polin Purba Amiruddin Purba Liman Sinaga Joseph Damanik Total Volume/ha
Luas lahan
Volume Setiap Kelas Diameter ( m3 )
Volume Total
(ha) 1 1 2 0.12 0.2
10-29,99 9.44 29.36 7.1 6.84 10.18
30-49,99 168.26 105.56 59.83 0.69 6.17
50-69,99 19.19 4.63 94.92 -
> 70 0.79 12.24 -
(m3) 196.89 140.34 174.09 7.5 16.35
2 3 3 1 0.16 13.48
6.22 8.04 13.78 4.53 4.4 99.89
96.43 15.35 17.13 13.45 482.87
9.39 4.28 29.31 3.56 165.28
13.03
6.2 113.86 33.41 50.97 21.41 761.1 56.46
70