SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA HUTAN DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN HUTAN LESTARI Studi Kasus : Perum Perhutani
AHSANA RISKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Informasi Sumber Daya Hutan dalam Mendukung Pengelolaan Hutan Lestari Studi Kasus: Perum Perhutani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Ahsana Riska NRP E151120171
RINGKASAN AHSANA RISKA. Sistem Informasi Sumber Daya Hutan dalam Mendukung Pengelolaan Hutan Lestari Studi Kasus: Perum Perhutani. Dibimbing oleh M. BUCE SALEH dan HENDRAYANTO. Data dan informasi merupakan faktor penting dalam proses pengambilan keputusan. Sistem informasi sumber daya hutan bertujuan untuk menyediakan informasi yang akurat dan lengkap secara periodik sehingga dapat mendukung proses pengambilan keputusan yang lebih efektif dan efisien. Pengelolaan hutan membutuhkan beragam informasi yang terintegrasi dari berbagai aspek organisasi atau perusahaan. Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertua di Indonesia yang diberi kewenangan untuk mengelola hutan, terutama hutan di Pulau Jawa. Hutan yang dikelola mencakup hutan alam yang berfungsi lindung dan hutan tanaman untuk produksi kayu, utamanya kayu jati yang telah ditanam sejak jaman kolonial Belanda. Perum Perhutani sejak lama telah membangun sistem pengelolaan hutan lestari untuk hutan tanaman dengan tujuan produksi kayu, termasuk sistem informasinya. Walaupun telah memiliki Sistem Informasi Sumber Daya Hutan (SISDH), pengelolaan hutan di Perum Perhutani terus mengalami penurunan kualitas sumber daya hutan. Penelitian ini mengkaji sistem informasi pengelolaan hutan kaitannya dengan kinerja pengelolaan sumber daya hutan di Perum Perhutani yaitu: 1) mekanisme dan variabel pendukung sistem informasi sumber daya hutan dan 2) pengaruh sistem informasi sumber daya hutan terhadap pengambilan keputusan pengelolaan di Perum Perhutani, dengan tujuan meningkatkan efektifitas sistem informasi sumber daya hutan (SISDH) di Perum Perhutani. Metode yang digunakan adalah kajian pustaka dan wawancara mendalam dengan informan kunci. Pengamatan sistem informasi difokuskan kepada variabel sistem informasi yaitu data, prosedur, pengguna dan teknologi. Kriteria lainnya yang digunakan adalah penilaian terhadap kualitas informasi, kualitas sistem dan kualitas servis sistem informasi. Penilaian pengaruh produk sistem informasi terhadap pengambilan keputusan terkait sumber daya hutan di Perum Perhutani dilakukan dengan mengkaji variabel dominan yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem informasi yang digunakan Perum Perhutani saat ini belum mampu mendukung pengelolaan hutan lestari. Sistem informasi ini masih memiliki kekurangan pada variabel data, prosedur, teknologi dan pengguna. Proses pengambilan keputusan pengelolaan hutan di Perum Perhutani secara value (nilai) menganut paradigma technocratic tetapi dalam proses pengambilan keputusan didominasi oleh preferences pengambil keputusan. Struktur organisasi Perum Perhutani yang bersifat sentralistik berpengaruh terhadap penggunaan informasi dan pengambilan keputusan di tingkat tapak. KPH sebagai pengelola di tingkat tapak menjadi penyedia informasi tetapi tidak memiliki kewenangan menggunakan informasi untuk memutuskan pengelolaan sumber daya hutan. Kata kunci: sistem informasi sumberdaya hutan, pengambilan keputusan, SISDH, Perum Perhutani
SUMMARY AHSANA RISKA. Forest Resources Information System to Support Sustainable Forest Management Case Study: Perum Perhutani. Supervised by M. BUCE SALEH and HENDRAYANTO. Data and information is a substantial factor on decision making process. Forest resources information system aims to provide accurate and complete data periodically to support effective and eficient decision making process. Forest management needs various integrated informations from various aspect of organization. Perum Perhutani is the oldest state-owned enterprise for forestry in Indonesia. They have given authority to manage forest-state area especially in Java. The forest-state include natural forest for protection and plantation forest for production, especially teak that have been planted from colonial era. Perum Perhutani have been developed sustainable forest management include the information system. Altough they already have forest resources information system, forest quality in Perum Perhutani decrease time by time. This research study about forest resources information system in Perum Perhutani related to forest resources management. They are include: 1) supporting mechanism and variable of forest resources information system and 2) influence of forest resources information system on decision making process in Perum Perhutani to improve effectiveness of forest resources information system in Perum Perhutani. Research was conducted by reviewing literatures and depth interviewing with key informants. Study of forest resources information system focused on variables of information system such data and information, procedures, technology and user. Another observed criterias are information quality, system quality and service quality of forest resources information system. Influence of forest resources information system on decision making process reviewing by assessed dominant variable used in decision making process. The results showed that the current forest resources information system could not support sustainabe forest management in Perum Perhutani. This information system has weakness in data and information, procedures, technology and user. The decision making process in Perum Perhutani for forest management is in line with technocratic paradigm but more technically in decision making process is dominated by the decision-maker preferences. Centralized organization structure of Perum Perhutani affect the use of information and decision-making at the site level. Forest management unit as a manager of forest resources at the site level become information provider but have no authority to use the information to decide management of forest resources. Keywords: forest resources information system, decision making, SISDH, Perum Perhutani
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA HUTAN DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN HUTAN LESTARI Studi Kasus : Perum Perhutani
AHSANA RISKA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Dra. Nining Puspaningsih, MS
Judul Tesis : Sistem Informasi Sumber Daya Hutan dalam Mendukung Pengelolaan Hutan Lestari : Studi Kasus Perum Perhutani Nama : Ahsana Riska NIM : E151120171
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir M Buce Saleh, MS Ketua
Dr Ir Hendrayanto, MAgr Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Tatang Tiryana S Hut MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 2 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul Sistem Informasi Sumber Daya Hutan dalam Mendukung Pengelolaan Hutan Lestari: Studi Kasus Perum Perhutani. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Juni 2016. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. dan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Kepada Dr. Nining Puspaningsih, MS selaku dosen penguji pada ujian tesis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada narasumber-narasumber dari Perum Perhutani atas kerjasama dan bantuannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada keluarga, sahabat, kawan-kawan di Forci Development dan teman-teman program studi Ilmu Pengelolaan Hutan angkatan 2012 atas dukungannya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Ahsana Riska
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran
1 1 2 3 3 3 4
2 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
5 5 5 6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
7
4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
31 31 32
DAFTAR PUSTAKA
32
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL Jenis rencana, penyusun, penilai dan pengesah dokumen rencana di Perum Perhutani
10
DAFTAR GAMBAR Kerangka sistem informasi Sistem perencanaan di Perum Perhutani* Komponen sistem informasi (Turban et al. 2007)
4 7 12
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Data dan informasi merupakan faktor penting dalam proses pengambilan keputusan. Data menyajikan fakta, sedangkan informasi merupakan hasil analisis data yang disusun berdasarkan tujuan kepentingannya (Pearlson dan Saunders 2010). Sistem informasi sebagai sistem pengelolaan data dan informasi berkembang seiring perkembangan teknologi. Informasi digunakan oleh organisasi dalam aspek perencanaan, pengendalian, pengaturan dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu informasi menjadi sumber daya yang penting bagi sebuah organisasi (Walsham 2009). Sistem informasi didefinisikan oleh Buckingham et al. (1987) sebagai sebuah sistem yang mengumpulkan, menyimpan, memproses dan menampilkan informasi yang terkait dengan organisasi. Sistem informasi mendukung pengambil keputusan dengan menyediakan informasi dan alternatif pilihan. Pengambil keputusan memutuskan sesuai dengan pilihan yang ada atau menurut preferences dan nilai yang dianut oleh pengambil keputusan. Informasi dan sistem informasi sumber daya hutan telah sejak lama disadari kepentingannya bagi pengelolaan hutan berkelanjutan. Dalam dua dekade terakhir telah banyak dilakukan metode baru untuk pengukuran potensi, optimalisasi rencana pengelolaan dan pengembangan sistem informasi untuk pengelolaan hutan (Atrishchencko 2013). Sistem informasi sumber daya hutan bertujuan untuk menyediakan informasi yang akurat dan lengkap secara periodik sehingga dapat mendukung proses pengambilan keputusan yang lebih efektif dan efisien. Pengelolaan hutan membutuhkan beragam informasi yang terintegrasi dari berbagai aspek organisasi atau perusahaan. Hal ini menjadi tantangan untuk pengembangan sistem informasi. Kuru (2000) menjelaskan bahwa sistem informasi yang terintegrasi dalam pengelolaan hutan dapat meningkatkan efisiensi data, mengurangi pengulangan data dan mengoptimalkan penggunaan informasi. Sistem informasi yang terintegrasi memiliki beberapa karakteristik yaitu: 1) prosedur pengolahan data yang efektif, penyimpanan data, pengolahan data dan penyampaian data kepada pengguna, 2) struktur data yang jelas, efisien dan transparan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan organisasi dan prosedur pengolahan data, 3) struktur data menggunakan format dan istilah umum. Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertua di Indonesia yang diberi kewenangan untuk mengelola hutan, terutama hutan di Pulau Jawa. Hutan yang dikelola mencakup hutan alam yang berfungsi lindung dan hutan tanaman untuk produksi kayu, terutama kayu jati yang telah ditanam sejak jaman kolonial Belanda. Perum Perhutani sejak lama telah membangun sistem pengelolaan hutan lestari terutama untuk hutan tanaman dengan tujuan produksi kayu, termasuk sistem informasinya. Perum Perhutani menjalankan manajemen sistem informasi untuk mengetahui potensi-potensi yang dimiliki dan mengolah informasi tersebut menjadi kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya hutan. Namun sistem informasi yang dijalankan Perum Perhutani belum mampu menjadikan
2 pengelolaan hutannya lebih baik. Data dan informasi sumber daya hutan tanaman Perum Perhutani menunjukkan ciri hutan yang dikelola tidak lestari, diantaranya struktur kelas hutan tidak normal. Struktur kelas hutan menunjukkan kelas hutan yang didominasi kelas hutan muda dan semakin luasnya tanah kosong, yaitu lahan tidak berhutan sebagai akibat kegagalan membangun tanaman dan ketidakmampuan menjaga standing stock. Kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya kinerja kelestarian produksi yang berkorelasi langsung dengan tingkat kelestarian finansial perusahaan (Direktorat PPSDH Perhutani 2010). Sistem informasi sumber daya hutan Perum Perhutani memiliki kelemahan dari sudut pandang sistem monitoring sumber daya hutan dan dari sudut pandang kelola teknis manajemen basis data (UGM 2014). Sistem informasi dikatakan optimal jika digunakan dalam proses-proses pengambilan keputusan. Hal tersebut berarti sistem informasi yang terbangun mampu memenuhi tujuannya, yaitu mendukung proses pengambilan keputusan (Platisa dan Balaban 2009, De Lone dan McLean 2003, Rondeaux 1991). Penelitian ini mengkaji sistem informasi pengelolaan hutan kaitannya dengan kinerja pengelolaan sumber daya hutan di Perum Perhutani yaitu: 1) mekanisme dan variabel pendukung sistem informasi sumber daya hutan dan 2) pengaruh sistem informasi sumber daya hutan terhadap pengambilan keputusan pengelolaan di Perum Perhutani, dengan tujuan meningkatkan efektifitas sistem informasi sumber daya hutan (SISDH) di Perum Perhutani. Perumusan Masalah Keberadaan dan kualitas hutan merupakan unsur utama yang menentukan keberlanjutan manfaat bagi perusahaan yang komoditasnya merupakan produk sumber daya hutan seperti Perum Perhutani. Tuntutan peningkatan keuntungan dari waktu ke waktu terhadap perusahaan hutan berpotensi merusak struktur tegakan dalam jangka panjang dan menghancurkan hutan tersebut. Secara teoritis, sumber daya hutan dapat memberikan hasil lestari dan stabil jika struktur tegakannya normal atau mendekati normal. Evaluasi tegakan melalui analisis umur rata-rata dan setengah daur menunjukkan 93% Bagian Hutan di Perum Perhutani memiliki stuktur tegakan hutan tidak normal (IPB, 2015). Saat ini hampir di semua KPH struktur tegakan jati didominasi oleh tegakan umur muda, sementara untuk tegakan pinus didominasi oleh tegakan umur tua. Keadaan ini bukan merupakan keadaan ideal bagi keberlangsungan perusahaan, mengingat kayu dan getah merupakan produk andalan Perum Perhutani. Selain itu ditemukan banyak lahan yang tidak termanfaatkan secara optimal. Luas kawasan produksi jati seluas 1 238 372 ha sementara luas hutan jati yang ada seluas 520 869 ha. Sehingga ada sekitar 717 503 ha kawasan untuk produksi jati yang tidak termanfaatkan secara optimal. Demikian pula halnya dengan hutan pinus. Terdapat 670 891 ha lahan yang belum optimal pemanfaatannya untuk kawasan produksi pinus dari total 876 774 ha luas kawasan yang dicanangkan untuk kelas perusahaan pinus. Sistem informasi memegang peranan penting dalam hal menyediakan data dan informasi terkait sumber daya hutan. Sistem informasi dan monitoring untuk sektor kehutanan adalah alat untuk menyusun perencanaan dan kebijakan pengelolaan yang efektif. Sistem informasi dapat membantu memutuskan
3 intervensi prioritas terhadap pengelolaan hutan dan investasi yang paling efisien. Informasi yang diperbaharui secara sistematis dan berkala dapat memungkinkan efektifitas penerapan kebijakan, proses pengambilan keputusan dan arahan pengelolaan (World Bank, 2008). Sebuah sistem informasi dikatakan optimal secara sederhana bisa dinilai dari apakah produk dari sistem tersebut benar digunakan dalam proses-proses pengambilan keputusan. Penelitian ini mengkaji efektifitas sistem informasi sumber daya hutan Perum Perhutani terhadap pengelolaan sumber daya hutan dengan melihat: 1. Bagaimana mekanisme sistem informasi sumber daya hutan dijalankan di Perum Perhutani. 2. Variabel apa saja yang mendukung berjalannya sistem informasi sumber daya hutan di Perum Perhutani. 3. Bagaimana pengaruh produk sistem informasi sumber daya hutan terhadap keputusan pengelolaan sumber daya hutan di Perum Perhutani.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas sistem informasi sumber daya hutan yang mendukung pengelolaan sumber daya hutan secara lestari dengan : 1. Mengetahui mekanisme sistem informasi sumber daya hutan yang dijalankan di Perum Perhutani. 2. Mengetahui variabel pendukung berjalannya sistem informasi sumber daya hutan di Perum Perhutani 3. Mengetahui pengaruh produk sistem informasi sumber daya hutan terhadap keputusan pengelolaan sumber daya hutan di Perum Perhutani.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan perbaikan sistem informasi sumber daya hutan dalam pengelolaan hutan khususnya di Perum Perhutani. Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini ruang lingkup kajian meliputi: 1. Tujuan pengelolaan sumber daya hutan dalam hal kelestarian sumber daya hutan. 2. Wilayah yang menjadi lingkup kajian penelitian ini adalah wilayah Perum Perhutani dengan representasi wilayah SPH Bogor khususnya KPH Bogor, Divisi Regional Jawa Barat.
4 Kerangka Pemikiran Sistem informasi merupakan kombinasi dari teknologi (the “what”), manusia (the “who”) dan proses (“how”) yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan dan mengelola informasi (Pearlson dan Saunders 2010). Rondeaux (1991) menyatakan sebuah sistem informasi harus mampu : - menyediakan informasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan perencanaan pada tingkatan manajemen atas (top management) - menyediakan informasi untuk mendukung setiap tingkatan manajemen dalam hal perencanaan dan manajemen kontrol - mampu menyediakan informasi setiap waktu yang diperlukan. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut sebuah sistem informasi mutlak memiliki : 1) data sebagai sumber informasi, 2) teknologi sebagai alat atau instrumen pengolah data menjadi informasi, 3) prosedur pengumpulan data dan pengolahan informasi serta protokol terkait koordinasi data (sharing data) , 4) kebijakan (policies) terkait sistem informasi, dan 5) pengguna (Cheung et al. 2014). Gambar 1 berikut menampilkan kerangka sebuah sistem informasi dalam pengambilan keputusan.
Teknologi
Data (spasial dan non-spasial)
Informasi
Pengguna Informasi Nilai
Prosedur Pilihan
Keputusan
Gambar 1 Kerangka sistem informasi Sistem informasi bekerja dengan mengumpulkan, memproses, menganalisis dan menyebarkan informasi yang tersedia kepada berbagai macam tingkat manajemen. Produk sistem informasi tidak untuk mengotomatisasikan proses pengambilan keputusan dengan pilihan optimal yang disediakan. Keputusan akhir tetap berada di tangan pengelola (manager) dengan mempertimbangkan informasi yang telah diperoleh, nilai yang dianut, dan pilihan (preferences) yang dapat terbangun dari pengalaman dan latar belakang pengetahuan (Varma et al. 2000 dan Schuck et al. 2007).
5 Secara normatif bisa dikatakan bahwa sistem informasi di Perum Perhutani sudah memiliki kelima unsur yang disebutkan Cheung et al. (2014). Tetapi kondisi sumber daya hutan Perum Perhutani yang menunjukkan ciri tidak lestari menimbulkan pertanyaan apakah sistem informasi sumber daya hutan di Perum Perhutani efektif dalam mendukung pengelolaan hutan lestari. Untuk mengkaji hal tersebut penelitian ini akan melihat bagaimana mekanisme sistem informasi dijalankan di Perum Perhutani dan variabel apa saja yang mendukung berjalannya sistem informasi tersebut. Efektif tidaknya sistem informasi di Perum Perhutani dinilai dari digunakan atau tidak produk sistem informasi dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan hutan di Perum Perhutani.
2 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Objek pengamatan penelitian ini adalah Sistem Informasi Sumber Daya Hutan (SISDH) di Perum Perhutani. Pengamatan dilakukan pada tiga level manajemen yaitu KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang direpresentasikan oleh KPH Bogor, SPH (Seksi Perencanaan Hutan) Bogor sebagai perwakilan dari Divisi Regional dan Direksi sebagai manajemen pusat. Penelitian ini mengkaji sistem informasi sumber daya hutan pada konteks kegiatan perencanaan dan kegiatan pengelolaan hutan. Proses pengumpulan data dan analisis data dilakukan pada November 2015 hingga Juni 2016. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan Dokumen Dokumen yang dikumpulkan adalah yang terkait dengan Sistem Informasi Sumber Daya Hutan. Dokumen tersebut berupa Standar Operasional Prosedur penyusunan dokumen-dokumen perencanaan (prosedur kerja), dokumen perencanaan, dan studi pustaka yang mendukung dalam analisis data. Wawacara Teknik yang digunakan adalah wawancara mendalam (in-depth interview) dengan penentuan key informant. Wawancara yang dilakukan bersifat tidak terstruktur dan mendalam sehingga memungkinkan perolehan data dengan ruang yang lebih kompleks dan dalam (Denzin and Lincoln 2009). Menggali informasi dari informan kunci artinya narasumber sudah ditentukan terlebih dahulu (Bungin 2003). Adapun kriteria dari informan kunci antara lain : 1) subjek sudah cukup lama dan menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas, 2) subjek masih terlibat secara penuh/aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi perhatian penelitian dan 3) subjek yang memiliki keluangan waktu dan kesempatan untuk diwawancarai. Dari kriteria informan kunci yang ditetapkan, diwawancarai 5 (lima) orang informan kunci yaitu Kepala KPH Bogor, Wakil Kepala SPH Bogor, Staff Biro Perencanaan, Kepala Biro Perencanaan, dan Kepala Pusat Perencanaan.
6
Metode Analisis Data Analisis data menggunakan metode triangulasi. Creswell (2012) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif, validasi menggunakan metode triangulasi dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber baik pustaka maupun wawancara. Selanjutnya, data diamati dan seluruh dokumen dianalisis secara utuh. Bungin (2003), turut mengemukakan bahwa teknis triangulasi adalah mengutamakan efektivitas proses dan hasil yang diinginkan. Pengamatan sistem informasi Perum Perhutani dilakukan berdasarkan komponen sistem informasi yang dikemukakan oleh Cheung et al. (2014) dan Turban et al. (2007). Komponen dikaji pada tataran perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan terkait: 1) Data Data merupakan kumpulan fakta, ketika data berubah melalui proses analisis menjadi format yang bermakna untuk pengguna jadilah informasi. Hal yang diamati adalah jenis data yang dikumpulkan dan jenis informasi seperti yang dihasilkan dari kumpulan data tersebut. 2) Prosedur Prosedur yang dikaji mulai dari prosedur pengumpulan data, prosedur perbaharuan (updating) data dan prosedur koordinasi data (sharing data). Prosedur pengumpulan data adalah proses pengumpulan berbagai data yang relevan terhadap operasi manajemen organisasi. Prosedur perbaharuan data adalah mekanisme dan waktu untuk memperbaharui data. Sedangkan prosedur koordinasi data adalah mekanisme yang dapat menyatukan semua data dan informasi yang dibutuhkan, yang berasal dari berbagai aspek perusahaan untuk menjadi informasi yang bisa digunakan dalam manajemen organisasi. 3) Pengguna Mengamati pengguna dari produk sistem informasi sumber daya hutan di Perum Perhutani dan mengkaji penggunaan informasi dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya hutan. Pengguna yang diamati berasal dari berbagai unit manajemen yaitu KPH hingga Direksi. 4) Teknologi Melihat teknologi yang digunakan dalam sistem informasi sumber daya hutan dan daya gunanya bagi pengguna (user friendly). Pengamatan utama adalah melihat perangkat keras (hardware), perangkat lunak (user) dan kepuasan pengguna terhadap teknologi yang saat ini digunakan dalam sistem informasi sumber daya hutan (SISDH) Perum Perhutani. DeLone dan McLean (2003) dan Athanasiadis dan Areopoulou (2013) mengemukakan bahwa sebuah sistem informasi harus memperhatikan kualitas informasi (information quality), kualitas sistem (system quality), dan kualitas pelayanan (service quality). Kriteria-kriteria ini digunakan untuk menilai sistem informasi sumber daya hutan Perum Perhutani. Proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki, value (nilai) yang dianut, dan preferences pengambil keputusan (Harris 2015;
7 Marchand dan Kettinger 2011). Analisis dalam proses pengambilan keputusan mengkaji variabel dominan yang digunakan oleh pengambil keputusan terkait pengelolaan hutan di Perum Perhutani.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel dan Mekanisme Sistem Informasi Sumber Daya Hutan dalam Perencanaan dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Sistem perencanaan Perhutani terbagi atas dua lingkup perencanaan. Perencanaan perusahaan yang dikelola oleh unit manajemen dan perencanaan sumber daya hutan yang dikelola oleh unit perencanaan (UGM 2014). Sistem perencanaan perusahaan berfungsi untuk mengendalikan keuntungan finansial perusahaan yang mengacu pada kebijakan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Sementara sistem perencanaan sumber daya hutan berfungsi untuk mengendalikan kelestarian hutan (standing stock) yang tetap mengacu pada Rencana Kehutanan baik di tingkat nasional maupun provinsi. Kedua sistem perencanaan tersebut berdiri sendiri dan tidak saling bersub-ordinasi antara satu dengan yang lain. Lazimnya sebuah organisasi, Perhutani memiliki hirarki perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang hingga perencanaan operasional. Gambar 2. menunjukkan hirarki perencanaan di Perum Perhutani. Hirarki perencanaan tersebut menggambarkan rencana-rencana pengelolaan baik di subsistem perencanaan sumber daya hutan maupun di subsistem perencanaan perusahaan. Sub Sistem Perencanaan Sumber Daya Hutan
Sub Sistem Perencanaan Perusahaan RUP (20 tahun)
RPKH (10 tahun)
RJP (5 tahun) RTT (1 tahun)
RKTP (1 tahun) BSR (Biaya Standar Ratarata)
RKAP (1 tahun) RAB (1 tahun) RO (1 tahun)
Gambar 2 Sistem perencanaan di Perum Perhutani* *
BSR: biaya standar rata-rata; RAB: rencana anggaran biaya; RJP: rencana jangka panjang; RKAP: rencana kerja anggaran perusaaan; RKTP: rencana kerja teknis perusahaan; RO: rencana operasional; RPKH: rencana pengaturan kelestarian hutan; RTT: rencana teknik tahunan
8 Sistem Informasi Sumber Daya Hutan dalam konteks perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan diamati pada level manajemen mulai dari KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), SPH (Seksi Perencanaan Hutan)/Divisi Regional dan Direksi. Produk sistem informasi berupa database atau informasi digunakan untuk menyusun perencanaan. RPKH (Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan) menjadi dasar penyusunan Rencana Jangka Panjang (RJP) perusahaan yang dijabarkan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) setiap tahun. Sedangkan dalam kelola sumber daya hutan, RPKH diturunkan ke dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) untuk operasional pengelolaan hutan setiap tahun. Kumpulan RTT menjadi RKTP (Rencana Kerja Teknis Perusahaan) yang biaya kegiatannya dianggarkan berdasarkan BSR (Biaya Standar Rata-rata) yang berlaku. Sistem informasi sumber daya hutan di Perum Perhutani dipahami sebagai instrumen dalam rangka menyusun RPKH. Berikut dijelaskan komponen sistem informasi sumber daya hutan di Perum Perhutani: a. Data Dalam sistem informasi sumber daya hutan Perum Perhutani terdapat dua jenis database yaitu database SISDH-PDE (Sistem Informasi Sumber Daya Hutan-Pengolahan Data Elektronik) dan database SIG-PDE (Sistem Informasi Geografis-Pengolahan Data Elektronik). Database SISDH-PDE terdiri atas : database sumber daya hutan, database pengolahan hutan, database tanah perusahaan, database agraria, database keamanan hutan, dan database sosial. Database SIG-PDE disusun untuk mengorganisir data-data spasial. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penyediaan data dalam proses pembuatan peta yang biasanya dibutuhkan untuk dijadikan sebagai lampiran dalam buku RPKH. Pada tataran perencanaan, data yang digunakan untuk menyusun rencana adalah database sumber daya hutan. Dari hasil wawancara dengan narasumber di tingkat KPH, SPH dan Direksi, terdapat keseragaman pernyataan bahwa sistem informasi Perum Perhutani hanya fokus pada ketersediaan data fisik potensi sumber daya hutan. Data lainnya berupa data sosial maupun lingkungan menjadi pelengkap dalam rencana pengelolaan sumber daya hutan. Kurangnya data atau informasi sosial dalam sistem informasi sumber daya hutan disebabkan karena kewenangan kelola sosial berada pada divisi lain. Pembagian kewenangan antara kelola sumber daya hutan dan kelola sosial tidak didukung dengan mekanisme koneksi antar kedua divisi tersebut. Pada tataran pengelolaan, data yang menjadi dasar pengambilan keputusan adalah database sumber daya hutan. Keputusan pengelolaan didasarkan pada rencana pengelolaan yang telah dibuat. Jika ada perbedaan, pengusul harus membuat kajian terlebih dahulu. Kajian ini memerlukan data pendukung lain seperti data sosial, ekonomi maupun lingkungan. Dari pengamatan yang dilakukan, database yang terdiri atas SISDH-PDE dan SIG-PDE berpotensi tidak terkoneksi. Hal ini karena database sumber daya hutan berada di level KPH dan SPH sementara data spasial merupakan wewenang Divisi Regional. Sehingga mekanisme updating data harus melalui proses birokrasi yang memerlukan lebih banyak waktu. b. Prosedur Prosedur yang diamati pada penelitian ini adalah prosedur pengumpulan data dan penyusunan database, pengolahan data dan perbaharuan data.
9 1) Prosedur pengumpulan data dan penyusunan database Penyusunan database SISDH-PDE dimulai dengan pengumpulan data SDH dilakukan ditingkat KPH dan SPH. Database yang dikumpulkan oleh penyaji data dibuat rekapitulasi per anak petak. Data rekapitulasi ini selanjutnya menjadi dasar penyajian data awal untuk dimasukkan ke sistem komputerisasi database sumber daya hutan. Penyusunan database SIG-PDE dimulai dengan pengukuran teristris yang dilakukan oleh juru ukur dari sub seksi pengukuran dan pergambaran. Peta induk tersebut yang selanjutnya didigitasi untuk masuk ke dalam sistem komputerisasi SIG. Hasil digitasi kemudian dihubungkan dengan data sumberdaya hutannya. Output akhir dari proses penyusunan database ini adalah peta induk digital dengan skala 1:10.000 dan peta-peta lampiran RPKH. 2) Prosedur pengolahan data Pengolahan database pada level perencanaan dilakukan untuk menghasilkan produk rencana-rencana pengelolaan sumber daya hutan. Output yang paling utama adalah RPKH. Dari RPKH dibuat turunan rencana berupa RTT dari setiap kegiatan pengelolaan hutan. Kumpulan RTT kemudian menjadi dasar untuk penyusunan RKAP. Pada level pengelolaan, pengolahan data dilakukan untuk menghasilkan informasi pendukung keputusan pengelolaan SDH. Data dan informasi dalam sistem informasi yang digunakan dalam perencanaan dan pengelolaan SDH selama ini menurut narasumber, hanya sebatas data fisik potensi sumber daya hutan saja. Data sosial maupun lingkungan menjadi pelengkap tetapi tidak menjadi variabel yang ikut dipertimbangkan dalam menyusun rencana pengelolaan hutan. Implikasinya fenomena tanaman gagal dan jumlah TK (Tanah Kosong) semakin bertambah karena pra kondisi lahan tidak disiapkan terlebih dahulu. 3) Prosedur perbaharuan (updating) data Proses updating data potensi SDH dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu risalah sela atau revisi RPKH setiap 5 (lima) tahun sekali, evaluasi potensi setiap tahun dan laporan triwulan yang dilakukan oleh KRPH dan diperiksa hasilnya oleh SPH. Karena data sosial tidak menjadi input, maka updating data sosial tidak dilakukan padahal perubahan dinamika sosial yang terjadi pada kawasan hutan sangat cepat. Dalam tataran perencanaan, proses updating data digunakan dalam kepentingan penyusunan rencana. Sementara dalam tataran pengelolaan, updating data digunakan untuk mendukung keputusan pengelolaan dengan menyediakan informasi terbaru yang dibutuhkan. Turban et al. (2007) mengemukakan bahwa kemampuan sebuah sistem informasi untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan membutuhkan penyatuan data (integration of data) dari berbagai sumber. Prosedur yang tidak diatur dalam SOP sistem informasi sumber daya hutan Perum Perhutani adalah prosedur koordinasi informasi atau integrasi informasi antar bidang dalam organisasi perusahaan. Integrasi informasi dari berbagai sumber data adalah masalah mendasar dalam penyusunan database, khususnya dengan database yang sifatnya kompleks seperti pengelolaan sumber daya hutan. Integrasi data merupakan kombinasi data dari berbagai sumber yang menyediakan pengguna sebuah informasi utuh untuk diterjemahkan ke dalam informasi yang diperlukan pada berbagai level pengambilan keputusan (Cali et al. 2004).
10 SISDH digunakan khusus untuk data fisik SDH. Sehingga, perencanaan maupun pengelolaan SDH terfokus pada potensi fisik SDH. Sistem informasi yang digunakan saat ini di Perum Perhutani bukan sebuah sistem yang bisa memberikan sudut pandang holistik dalam menyajikan alternatif pilihan untuk menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan perusahaan. c. Pengguna Pengguna sistem informasi informasi dalam perencanaan dan pengelolaan hutan dapat dilihat pada Tabel 1. Masing-masing pengguna memiliki karakteristik berbeda sesuai perbedaan kewenangan unit kerja masing-masing. Tabel 1. Jenis rencana, penyusun, penilai dan pengesah dokumen rencana di Perum Perhutani No 1
2
3
Unit kerja Direksi
Divisi Regional
KPH
Jenis rencana
Penyusun
Penilai
Pengesah
Rencana Umum Perusahaan (RUP) Rencana Jangka Panjang (RJP) Rencana Kelola Lingkungan (RKL) Rencana Kerja Teknis (RKT) Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Rencana Operasional (RO)
Direktur Utama
Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Dewan Direksi dan Dewan Pengawas
MenL&HK
Tim RKAP
Direktur Keuangan
RUP
Direktur/Kepala Badan/Kepala Satuan Pengawas Intern (KSPI) Kepala Divisi Regional
Kepala Badan
RJP RKL RKT
Kepala Divisi Regional Kepala Divisi Regional Kepala Divisi Regional
Kepala Badan Kadishut Provinsi Kadishut Provinsi
RKAP
Kepala Divisi Regional
Kepala Badan
RO
Kepala Biro
Kepala Badan
RPHL/RPKH
Kepala Seksi Perencanaan Hutan (KaSPH) Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KaKPH) Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan
Kepala Biro Perencanaan
RKT
Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan
Kepala Seksi Perencanaan Hutan
RKAP
Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan
Kepala Biro Perencanaan
Direktur Utama Dirut Gubernur Dir. Keuangan Dir. Keuangan Kepala Divisi Regional Kepala Divisi Regional Kepala Divisi Regional Kepala Divisi Regional Kepala Divisi Regional Kepala Divisi
RJP
RTT
Direktur Utama Direktur Utama Direktur Utama Direktur Utama
Kepala Biro Perencanaan Kepala Seksi Perencanaan Hutan
Meneg BUMN MenL&HK MenL&HK Meneg BUMN
11 No
Unit kerja
Jenis rencana
Penyusun
Penilai
RO
Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Hutan
Wakil Kepala KPH
Pengesah Regional Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan
Dari tabel 1 dapat dilihat kewenangan dalam memutuskan perencanaan, paling rendah berada di level Divisi Regional sebagai representasi Direksi. Dari hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa implikasi dari struktur organisasi yang selama ini berlaku menempatkan KPH sebagai pelaksana rencana-rencana yang telah diputuskan oleh unit kerja yang lebih tinggi. KPH yang berhubungan langsung dengan sumber daya hutan hanya memiliki kewenangan untuk mengusulkan, bukan memutuskan rencana kelola sumber daya hutan. Implikasi dari struktur organisasi tersebut menempatkan unit kerja di tingkat tapak seperti KPH hanya menjadi penyedia informasi bukan pengguna informasi karena tidak memilki kewenangan untuk pengambilan keputusan. d. Teknologi Kemampuan menggunakan teknologi informasi diperlukan untuk menunjang proses manajemen dalam sebuah organisasi (Lin 2007, Haron dan Hawedi 2015). Teknologi informasi didefinisikan sebagai sumber daya yang menunjang kebutuhan komunikasi antar bidang dalam organisasi, untuk kepentingan saat ini dan yang akan datang (Chanopas et al. 2006, Hartono et al. 2010). Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi sumber daya hutan Perhutani disebut SAS. SAS telah dioperasikan sejak tahun 1994 untuk mengkomputerasikan penghitungan etat produksi dan belum diperbaharui hingga saat ini. SAS memiliki kekurangan karena yang bisa mengoperasikan hanya operator yang sudah dilatih khusus. Selain itu, aplikasi ini belum terintegrasi dari unit kerja paling bawah sampai tingkat Direksi sehingga menimbulkan inefisiensi dalam akses informasi. Untuk data spasial, software yang digunakan adalah ArcView. Output data dari kedua software tersebut harus dikoneksikan secara manual. Disisi lain, koneksi tersebut terkendala alur birokrasi karena bidang yang mengurusi data spasial ada di tingkat Divisi Regional. SPH sebagai perencana ditingkat tapak tidak diberikan sumber daya untuk mengelola data spasial. Sehingga bisa ditemukan kasus data potensi sumber daya hutan dan data spasial berbeda satu sama lain. Haron dan Hawedi (2015) menyatakan bahwa teknologi informasi berkontribusi terhadap proses pengambilan keputusan yang lebih baik. Kurangnya kemampuan teknologi informasi di Perum Perhutani menunjukkan kelemahan dalam proses pengambilan keputusan dalam hal penggunaan sistem informasinya. Perum Perhutani perlu meningkatkan kapasitas teknologi informasinya. Pengembangan teknologi informasi tidak hanya terkait mengenai teknologi sebagai alat tetapi juga penerimaan dan kapasitas pengguna untuk mengoperasikannya. Beberapa penelitian mengungkapkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pengguna saat menggunakan teknologi. Faktor ini termasuk kognitif sosial (socio-cognitive) antara lain persepsi dan ekspektasi terhadap
12 teknologi, kemampuan diri, keterkaitannya dengan pekerjaan, dan faktor kelembagaan (Lin 2006). Dari indikator sistem informasi yang dikemukakan DeLone dan McLean (2013) dan Athanasiadis dan Areopoulou (2013), sistem informasi yang berjalan saat ini di Perum Perhutani masih memiliki kekurangan dalam hal kualitas sistem dan kualitas pelayanan. Sementara kualitas informasi SDH dinilai cukup untuk digunakan dalam pengelolaan hutan. Turban et al. (2007) mengemukakan bahwa teknologi informasi sebuah organisasi dapat mengintegrasi semua informasi yang dibutuhkan oleh organisasi. Teknologi informasi tidak hanya terkait tentang software atau hardware yang menjadi platform sebuah teknologi informasi tetapi lebih dari itu mencakup pengembangan sistem, manajemen resiko dan keamanan data serta manajemen data yang menjadi bagian dalam infrastruktur teknologi informasi seperti digambarkan pada Gambar 3. Menelaah hal tersebut, pengamatan terhadap teknologi informasi yang diterapkan dalam sistem informasi sumber daya hutan di Perum Perhutani masih belum terbangun secara utuh sebagai sebuah infrastruktur teknologi informasi yang menunjang keberadaan sistem informasi.
Sistem Informasi Organisasi
Pengembangan Sistem Manajemen keamanan dan resiko Manajemen Data
Komponen Teknologi Informasi
Layanan Teknologi Informasi
Komunikasi nirkabel Telekomunikasi dan jaringan Perangkat lunak Perangkat Keras
Gambar 3 Komponen sistem informasi (Turban et al. 2007) Dalam perkembangan saat ini, Perum Perhutani sedang berproses menuju perbaikan pengelolaan sumber daya hutan. Langkah yang ditempuh salah satunya adalah perbaikan sistem informasi. Saat ini, proses pengintegrasian informasi sosial dan biofisik kawasan ke dalam database potensi sumber daya hutan telah dilakukan dalam bentuk tipologi tapak. Proses ini merupakan langkah awal untuk membangun sistem informasi yang utuh sesuai komponen sistem informasi ideal. Variabel teknis sistem informasi seperti infrsatruktur teknologi informasi memiliki peran penting dalam membangun sistem informasi yang baik. Disisi lain, terdapat juga hubungan antara sistem informasi dan organisasi yang saling melengkapi satu sama lain. Agourram (2009) melakukan penelitian terkait sistem
13 informasi di Jerman. Hasilnya menunjukkan bahwa responden meyakini sebuah sistem informasi yang baik dapat merubah budaya organisasi. Makna informasi dan efektivitas informasi secara substansi tentu akan berbeda sesuai budaya masing-masing. Sistem informasi memiliki nilai yang sesuai nilai tempatnya dikembangkan. Sama halnya dengan Perum Perhutani, sistem informasi berhubungan dengan struktur organisasinya dan kemudian menentukan budaya organisasinya. Pengaruh Sistem Informasi Sumber Daya Hutan terhadap Keputusan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Sistem informasi bekerja dengan mengumpulkan, memproses, menganalisis dan menyebarkan informasi yang tersedia kepada berbagai macam tingkat manajemen. Produk sistem informasi tidak untuk mengotomatiskan proses pengambilan keputusan. Keputusan akhir tetap berada di tangan pengelola (manager) dengan mempertimbangkan informasi yang telah diperoleh, nilai yang dianut, dan pilihan (preferences) yang dapat terbangun dari pengalaman dan latar belakang pengetahuan. Keputusan terjadi ketika sebuah alternatif dipilih dan diimplementasikan dalam kebijakan, rencana atau pengaturan pengelolaan dalam bentuk aturan ataupun insentif. Keputusan organisasi memperhitungkan nilai (value) dan pilihan (preferences) dari pemangku kepentingan (stakeholders) (Martinez-Harms et al. 2015). Proses pengambilan keputusan diamati pada konteks perencanaan dan pengelolaan SDH. Konteks perencanaan melihat proses yang menghasilkan dokumen-dokumen perencanaan pengelolaan hutan sementara pada konteks pengelolaan melihat keputusan-keputusan pengelolaan hutan pada level KPH, Divisi Regional dan Direksi. Perencanaan sumber daya hutan yang ada di Perum Perhutani terdiri atas RPKH dan produk turunannya berupa RTT untuk perencanaan tahunan. Perencanaan sumber daya hutan yang menggunakan SISDH selama ini hanya terfokus pada perencanaan fisik seperti kegiatan persemaian, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan. Rencana kelola sosial dan kelola lingkungan tidak terintegrasi dalam rencana pengelolaan sumber daya hutan. Dari sisi pengambilan keputusan, KPH sebagai unit kerja pengelola tingkat tapak selama ini diposisikan sebagai pelaksana rencana-rencana yang dibuat oleh unit kerja pada level atas. Struktur organisasi dapat dimaknai sebagai mekanisme yang menghubungkan dan mengkoordinasikan individu-individu dalam sebuah kerangka peran (roles), kewenangan (authority), dan kekuatan (power). Sturktur organisasi menggambarkan sebuah alat untuk mengarahkan tingkah laku (behaviour) individu menuju nilai, norma dan tujuan yang sama (O’Neil et al. 2001, Liao et al. 2011, Kanten et al. 2015). Frederickson (1986) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan strategis berhubungan dengan struktur organisasi. Pengambilan keputusan struktur organisasi Perum Perhutani saat ini bersifat sentralistik. Sentralistik dalam hal ini mengacu kepada seberapa jauh hak untuk membuat keputusan dan melakukan evaluasi terkonsentrasi. Tingkat sentralisasi yang tinggi adalah cara yang paling jelas untuk mengkoordinasi pengambilan keputusan organisasi, tetapi dilain hal menuntut kemampuan
14 kognitif yang tinggi bagi pengambil keputusan. Individu-individu di dalam organisasi dengan tingkat sentralisasi tinggi, tidak memiliki kapasitas kognitif yang memadai untuk memahami semua keputusan yang dihadapi oleh organisasi yang kompleks. Hal ini menujukkan bahwa ada hubungan negatif antara ukuran organisasi dan tingkat sentralisasinya. Implikasi selanjutnya, akan sejalan dengan pemikiran (Baligh 2006) bahwa struktur organisasi akan menentukan kinerja organisasi dan kinerja bersama kondisi lingkungan akan menentukan outcome organiasasi. Implikasi dari struktur organisasi tidak hanya dalam tataran kegiatan perencanaan pengelolaan hutan tetapi juga pada tataran pelaksanaan pengelolaan sumber daya hutan. Dalam pengambilan keputusan pengelolaan sehari-hari, seorang Kepala KPH hanya diberi kewenangan untuk mengajukan usulan-usulan pengelolaan maupun penyelesaian masalah di tingkat tapak kepada Divisi Regional. Divisi Regional sebagai wakil Direksi berwenang untuk menyetujui dan memutuskan. Hal ini menimbulkan inefisiensi dalam proses pengambilan keputusan karena proses birokrasi yang memakan waktu dan biaya. KPH sebagai unit kerja terkecil yang diberikan tanggung jawab mengelola sumber daya hutan memiliki informasi yang lebih holistik dan detail terkait potensi maupun permasalahan wilayahnya. Tetapi sumber daya tersebut tidak bisa digunakan karena secara struktur KPH tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan. KPH hanya menjadi penyedia informasi tetapi tidak dapat menggunakan sumber daya informasi yang dimilikinya. Dari bagan kerangka sistem informasi terhadap pengambilan keputusan pada Gambar 1, proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh informasi, nilai (value), dan pilihan (preferences) pengambil keputusan. Penelitian ini mencoba mengungkap variabel dominan yang digunakan oleh pengambil keputusan di Perum Perhutani terkait pengelolaan sumber daya hutan. Nilai (value) adalah konsepsi yang mendasari pilihan dan tindakan (Brown 1984). (Harris 2015) menyatakan pilihan (preferences) adalah pilihan yang menggambarkan nilai personal seorang pengambil keputusan. Pilihan pengambil keputusan dipengaruhi oleh tujuan, kemampuan kognitif, dan pengalaman (Warren et al. 2010). Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan dikenal tiga nilai (value) yaitu : technocratic paradigm, precautionary principle, dan social equity. Technocratic paradigm dibahas oleh (Drengson 2011) sebagai sebuah konsep pembangunan yang bersifat antroposentris. Alam menjadi objek eksploitasi dengan mengedepankan nilai-nilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia. (Beder 2006) membahas tentang precautionary principle dan social equity. Paradigma precautionary principle (prinsip kehati-hatian) berangkat dari pemahaman bahwa aktivitas manusia dalam membangun berpotensi mendatangkan bahaya terhadap manusia maupun lingkungan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan populasi manusia yang semakin berkembang, aktivitas manusia secara signifikan akan merubah tutupan lahan, iklim, dan siklus biogeokimia, biodiversitas dan jasa lingkungan (Foley et al. 2011). Oleh karena itu perlu pencegahan untuk mengantisipasi hal tersebut. Sementara, social equity (keadilan sosial) dimaknai bahwa setiap individu memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk memanfaatkan sumber daya dan tidak ada individu atau kelompok orang yang lebih banyak menanggung eksternalitas pembangunan dibanding yang lain.
15 Dari hasil wawancara dengan informan kunci di setiap unit kerja yang diamati, terdapat kesamaan simpulan bahwa pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya hutan yang selama ini berjalan secara nilai menganut technocratic paradigm. Hal tersebut ditunjukkan dengan pernyataan-pernyataan kunci seperti perencanaan yang difokuskan pada eksploitasi sumber daya hutan untuk memperoleh profit. Mengkaji lebih teknis dari pernyataan para informan kunci, pengambil keputusan lebih banyak menggunakan preferences (pilihan) dalam tataran yang lebih teknis. Pengelolaan sumber daya hutan berjalan sesuai dengan pengalaman-pengalaman atau tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh pendahulu. Struktur organisasi yang bersifat sentralistik seperti yang dijelaskan sebelumnya membatasi kreatifitas individu untuk bertindak diluar kebiasaan, sehingga pilihan rasional yang dimiliki adalah mengikuti pola pengambilan keputusan yang pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitan Negulescu dan Doval (2014) bahwa sebagian besar pengambil keputusan mengambil keputusan berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Proses pengambilan keputusan tidak selalu dilakukan secara ilmiah tetapi berdasarkan pengalaman dan sejarah. Frohlich dan Oppenheimer (2006) dan Ben-Ner (2013) menyatakan bahwa pilihan yang berkaitan dengan diri sendiri (self-regarding preferences) sangat kuat mempengaruhi perilaku (behaviour) dalam sebuah organisasi. Sistem informasi tidak hanya terkait dengan teknologi tetapi bagaimana perilaku individu dalam sebuah organisasi memanfaatkan sistem informasi dalam pencapaian tujuan. Sistem Informasi Sumber Daya Hutan yang Mendukung Pengelolaan Hutan Lestari Pengelolaan hutan lestari telah menjadi konsep ideal pengelolaan hutan sejak lama. FAO (1994) mendefenisikan pengelolaan hutan lestari sebagai pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam yang berorientasi pada perubahan teknologi dan kelembagaan, yang memastikan terpenuhinya kebutuhan manusia secara terus menerus di masa ini dan masa yang akan datang. Sejak maraknya konsep pengelolaan hutan lestari, berbagai instrumen untuk mendukung terwujudnya pengelolaan hutan lestari disusun. Kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari telah dikembangkan oleh berbagai pihak seperti pemerintah, lembaga non-pemerintah, lembaga penelitian hingga perusahaan. Selain itu disipakan juga peraturan dan kebijakan yang dapat mendukung berjalannya konsep pengelolaan hutan lestari. Peraturan dan kebijakan ini dituangkan dalam bentuk inventarisasi, monitoring, sertifikasi pengelolaan hutan, keterlibatan pemangku kepentingan dan perencanaan pengelolaan hutan (MacDicken et al. 2015). Sertifikasi pengelolaan hutan lestari dilakukan oleh pihak independen yang memastikan standar-standar pengelolaan hutan lestari dijalankan oleh unit manajemen (CEPI 2006). Di Indonesia, banyak unit manajemen pengelolaan hutan menggunakan standar FSC (Forest Stewardship Council) dan LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia) dalam melaksanakan sertifikasi pengelolaan hutan. Kedua lembaga tersebut memiliki kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari yang sesuai diterapkan untuk kondisi hutan Indonesia. Sistem informasi sumber daya hutan menjadi instrumen yang mendukung pencapaian pengelolaan hutan lestari. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Franklin (2001) menyarankan untuk memperhatikan kriteria dan indikator yang
16 telah disusun dan mulai membangun data dan informasi apa yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria tersebut. Hal ini dapat membantu pengelola untuk mengevaluasi apakah pengelolaan yang dilakukan saat ini telah sesuai dengan kriteria kelestarian. Penilaian terhadap sistem informasi sumber daya hutan Perum Perhutani dilakukan dengan mengelompokkan aspek ekologi, sosial budaya dan produksi dari kriteria dan indikator FSC dan LEI. Kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari digunakan untuk mengkomparasi kebutuhan sistem informasi sumber daya hutan yang mendukung pencapaian pengelolaan hutan lestari dengan sistem informasi sumber daya hutan yang digunakan di Perum Perhutani saat ini. Komparasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Komparasi kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari FSC dan LEI dengan sistem informasi sumber daya hutan Perum Perhutani No
Kriteria Kriteria kelestarian FSC kelestarian LEI Aspek ekologi K.1 Kelestarian sumberdaya E1.1 Keberadaan dan Kriteria 6.10 terpeliharanya Konversi hutan menjadi kawasan lindung hutan tanaman atau nonyang sesuai dengan hutan tidak boleh terjadi, tujuan konservasi kecuali pada kondisitanah dan kondisi dimana konversi air ini: a. meliputi bagian yang sangat terbatas dari satuan pengelolaan hutan; dan b. tidak terjadi pada kawasan hutan bernilai konservasi tinggi; dan c. akan memberikan manfaat konservasi yang jelas, penting, tambahan, aman dan jangka panjang diseluruh satuan pengelolaan hutan. Kriteria FSC 10.2 Rancangan dan tata ruang hutan tanaman harus mendukung perlindungan, pemulihan dan konservasi hutan alam, dan tidak meningkatkan tekanan terhadap hutan alam. Koridor satwa, daerahdaerah sempadan sungai dan mosaik tegakantegakan berdasarkan kelas umur dan periode rotasi harus digunakan dalam tata ruang hutan tanaman, disesuaikan dengan ukuran kegiatan. Ukuran
Kondisi Perum Perhutani
Masukan perbaikan SISDH
Keberadaan kawasan lindung dan kawasan produksi telah teridentifikasi. Meski demikian, perubahanperubahan penggunaan kawasan bisa terjadi secara cepat.
1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 2. Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna
Unit pengelolaan Perum Perhutani telah ditata sesuai dengan kelas perusahaannya. Meski demikian, di beberapa area ditemukan kelas perusahaan yang tidak sesuai lagi dengan jenis dominan yang eksisting.
1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 2. Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna
17 No
E1.3
E1.4
Kriteria kelestarian LEI
Perancangan dan penerapan kegiatan penebangan, pembukaan lahan dan penanaman yang dapat meminimasi terjadinya erosi.
Pengelolaan dampak fisik dan kimia terhadap tanah dan air akibat kegiatan produksi.
Kriteria kelestarian FSC dan tata ruang petak-petak hutan tanaman harus disesuaikan dengan pola tegakan-tegakan hutan yang ditemukan dalam lansekap alaminya. Kriteria FSC 6.1 Penilaian mengenai ampak-dampak lingkungan harus dilengkapi –sesuai dengan ukuran, intensitas pengelolaan dan kekhasan sumberdaya yang terkena dampak- dan digabungkan secara memadai ke dalam sistem pengelolaan. Penilaian harus mencakup pertimbangan di tingkat lansekap sebagaimana halnya dampak dari sarana pengolahan di lokasi. Kriteria FSC 6.5 Petunjuk-petunjuk tertulis harus dipersiapkan dan diterapkan untuk mengendalikan erosi, meminimalkan kerusakan hutan selama penebangan, pemeliharaan jalan dan gangguan mekanis lainnya; serta perlindungan sumberdaya air. Kriteria FSC 10.1 Tujuan-tujuan pengelolaan dari hutan tanaman, termasuk tujuantujuan untuk konservasi dan pemulihan hutan alam, harus secara eksplisit dituliskan dalam rencana pengelolaan, dan secara jelas ditunjukan dalam pelaksanaan pengelolaannya.
Kondisi Perum Perhutani
Masukan perbaikan SISDH
Perhutani sudah memiliki SOP untuk kegiatan perencanaan dan pengelolaan hutan serta pengukuran indikator lingkungan. Kelola lingkungan Perum Perhutani dituangkan dalam bentuk DPPL (Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) dan RKL-RPL (Rencana Kelola Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan). Dalam buku RPKH, informasi lingkungan tidak menjadi variabel dalam menentukan perencanaan sumber daya hutan.
1. Mengatur mekanisme integrasi data dan informasi dari berbagai aspek untuk perencanaan yang lebih komprehensif
Rencana pengelolaan Perum Perhutani belum terintegrasi satu sama lain. Rencana pengelolaan sumber daya hutan, lingkungan dan sosial ekonomi berada di bidang yang berbeda sehingga tidak terlihat integrasi pengelolaan dari ketiga aspek tersebut.
1. Mengatur mekanisme integrasi data dan informasi dari berbagai aspek untuk perencanaan yang lebih komprehensif 2. Unit pengamatan untuk informasi sosial lebih detail per anak petak 1. Mengatur mekanisme integrasi data dan informasi dari berbagai aspek untuk perencanaan yang lebih komprehensif
Perhutani sudah memiliki SOP untuk kegiatan perencanaan dan pengelolaan hutan serta pengukuran indikator lingkungan. Kelola lingkungan Perum Perhutani dituangkan dalam bentuk DPPL
18 No
E1.5
Kriteria kelestarian LEI
Dampak kegiatan produksi terhadap struktur dan jenis vegetasi pada kawasan yang dilindungi.
Kriteria kelestarian FSC
Kriteria FSC 6.3 Fungsi-fungsi dan nilai ekologis harus dijaga, ditingkatkan dan dipulihkan keutuhannya, meliputi : a. proses regenerasi dan suksesi hutan. b. keanekaragaman genetika, jenis dan ekosistem b. siklus alami yang mempengaruhi produktivitas ekosistem hutan Kriteria FSC 10.2 Rancangan dan tata ruang hutan tanaman harus mendukung perlindungan, pemulihan dan konservasi hutan alam, dan tidak meningkatkan tekanan terhadap hutan alam. Koridor satwa, daerahdaerah sempadan sungai dan mosaik tegakantegakan berdasarkan kelas umur dan periode rotasi harus digunakan dalam tata ruang hutan tanaman, disesuaikan dengan ukuran kegiatan. Ukuran dan tata ruang petak-petak hutan tanaman harus disesuaikan dengan pola tegakan-tegakan hutan yang ditemukan dalam lansekap alaminya. Kriteria FSC 10.3 Komposisi hutan tanaman sebaiknya lebih beragam, untuk meningkatkan stabilitas ekonomi,
Kondisi Perum Masukan perbaikan Perhutani SISDH (Dokumen Pengelolaan 2. Menyiapkan dan Pemantauan sumber daya Lingkungan Hidup) dan perencanaan dan RKL-RPL (Rencana analisis spasial di Kelola Lingkungan dan tingkat KPH/SPH Rencana Pemantauan Lingkungan). Dalam buku RPKH, informasi lingkungan tidak menjadi variabel dalam menentukan perencanaan sumber daya hutan. Updating informasi terkait 1. Mengatur potensi sumber daya hutan prosedur dilaporkan minimal tiga perbaharuan data bulan sekali dalam bentuk dan teknologinya laporan triwulan KRPH. 2. Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna
Keberadaan kawasan lindung dan kawasan produksi telah teridentifikasi. Meski demikian, perubahanperubahan penggunaan kawasan bisa terjadi secara cepat.
1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 2. Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna
Unit pengelolaan Perum Perhutani telah ditata sesuai dengan kelas perusahaannya. Meskipun demikian, dinamika sosial
1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 2. Mengatur
19 No
E1.7
Kriteria kelestarian LEI
Penanganan limbah B3 sesuai dengan peraturan yang berlaku
Kriteria kelestarian FSC ekologi dan sosial. Keragaman ini dapat meliputi ukuran dan distribusi tata ruang dari satuan pengelolaan di dalam lansekap, jumlah dan komposisi genetik jenis-jenis, kelas umur dan strukturnya. Kriteria FSC 10.4 Pemilihan jenis untuk penanaman harus berdasarkan kepada kesesuaian lahan secara keseluruhan dan kesesuaiannya dengan tujuan-tujuan pengelolaan. Kriteria FSC 10.5 Sebagian dari kawasan pengelolaan hutan, sesuai dengan skala hutan tanaman dan yang ditetapkan oleh standar regional harus dikelola sehingga dapat memulihkan tutupan kawasan tersebut menjadi hutan alam. Kriteria FSC 6.6 Sistem pengelolaan harus mendukung pengembangan dan adopsi metode penanggulangan hama penyakit yang ramah lingkungan dan tanpa bahan kimia, serta berusaha untuk menghindari penggunaan bahan-bahan pestisida kimia. Dilarang menggunakan pestisida yang termasuk golongan 1A dan 1 B dalam daftar WHO dan yang mengandung hidrokarbon klorin (chlorinated hydrocarbon), pestisida yang persisten, beracun atau zat turunannya akan tetap aktif secara biologis dan terakumulasi dalam rantai makanan setelah penggunaannya, juga pestisida lain yang dilarang berdasarkan perjanjian internasional.
Kondisi Perum Perhutani ekonomi masyarakat yang cepat akan berdampak pada kebutuhan terhadap sumber daya hutan dan ekologinya.
Masukan perbaikan SISDH mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna 3. Unit pengamatan untuk informasi sosial lebih detail per anak petak
Perhutani sudah memiliki SOP untuk kegiatan perencanaan dan pengelolaan hutan serta pengukuran indikator lingkungan. Kelola lingkungan Perum Perhutani dituangkan dalam bentuk DPPL (Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) dan RKL-RPL (Rencana Kelola Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan). Dalam buku RPKH, informasi lingkungan tidak menjadi variabel dalam menentukan perencanaan sumber daya hutan.
1. Mengatur mekanisme integrasi data dan informasi dari berbagai aspek untuk perencanaan yang lebih komprehensif
20 No
Kriteria kelestarian LEI
Kriteria kelestarian FSC
Apabila ada penggunaan bahan kimia, perlengkapan dan pelatihan yang memadai harus diberikan untuk meminimalkan resiko terhadap kesehatan dan lingkungan. Kriteria FSC 6.7 Bahan-bahan kimia, kemasan, sampah-sampah non organik padat dan cair termasuk bahan bakar dan minyak pelumas harus dibuang/dimusnahkan diluar lokasi, dengan cara-cara yang ramah lingkungan Kriteria FSC 6.8 Penggunaan bahan/zat pengendali biologis harus didokumentasikan, diminimalkan, dipantau dan dikendalikan secara ketat sesuai dengan peraturan-peraturan nasional dan protokol ilmiah yang diterima secara internasional. Penggunaan organisme hasil rekayasa genetik tidak diperbolehkan. K2 Kelestarian keanekaragaman hayati E2.1 Keberadaan dan Kriteria FSC 9.1 terpeliharanya Penilaian untuk kawasan lindung menentukan keberadaan yang sesuai dengan sifat-sifat yang sesuai tujuan konservasi dengan Hutan Bernilai keanekaragaman Konservasi Tinggi harus hayati diselesaikan, sesuai dengan ukuran dan intensitas pengelolaan hutan. Kriteria FSC 9.3 Rencana pengelolaan harus mencantumkan dan menerapkan langkahlangkah khusus untuk menjamin bahwa pemeliharaan dan/atau peningkatan sifat-sifat konservasi dilakukan dengan pendekatan kehati-hatian. Tindakantindakan ini harus secara spesifik tercantum dalam
Kondisi Perum Perhutani
Masukan perbaikan SISDH
Keberadaan kawasan lindung dan HBKT telah teridentifikasi. Meski demikian, berpotensi terjadi perubahaan tutupan atau penggunaan lahan area tersebut.
1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 2. Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna
Perum Perhutani telah memiliki rencana pengelolaan untuk kawasan-kawasan lindung dan konservasi.
1. Mengatur mekanisme penyajian data berdasarkan kepentingan pengguna.
21 No
E2.2
E2.3
Kriteria kelestarian LEI
Efektifitas penanganan dampak kegiatan produksi terhadap keanekaragaman hayati
Rancangan dan implementasi pengamanan jenisjenis satwaliar endemic/langka/dil indungi.
Kriteria kelestarian FSC publikasi ringkasan rencana pengelolaan. Kriteria FSC 6.4 Contoh-contoh yang mewakili ekosistem yang ada di dalam lansekap harus dilindungi dalam keadaan yang alami dan didokumentasikan dalam peta sesuai dengan ukuran dan intensitas kegiatan dan kekhasan sumberdaya yang terkena dampak. Kriteria FSC 10.7 Tindakan-tindakan harus diambil untuk mencegah dan meminimalkan mewabahnya hama dan penyakit, kebakaran dan introduksi tanaman invasif. Pengelolaan hama terpadu harus merupakan bagian penting dari rencana pengelolaan, yang mengandalkan metodemetode pencegahan dan pengendalian biologis daripada penggunaan pestisida dan pupukpupuk kimia. Pengelolaan hutan tanaman harus berusaha untuk tidak menggunakan pestisida dan pupuk-pupuk kimia, termasuk penggunaannya dalam persemaian. Kriteria FSC 6.2 Harus ada usaha perlindungan untuk jenisjenis langka, terancam dan hampir punah serta habitatnya (misalnya lokasi sarang dan pakannya). Kawasan konservasi dan kawasan lindung harus dikembangkan sesuai dengan ukuran dan intensitas pengelolaan hutan, serta keunikan sumberdaya yang terkena dampak. Perburuan, pemancingan, penjeratan dan pengumpulan yang tidak sesuai harus
Kondisi Perum Perhutani
Masukan perbaikan SISDH
Perum Perhutani telah memiliki rencana pengelolaan untuk kawasan-kawasan lindung dan konservasi. Identifikasi kawasan secara spasial dikelola oleh level Divisi Regional. Keperluan akses data spasial memerlukan mekanisme birokrasi antar level. Perum Perhutani telah memiliki prosedur pemeliharaan tanaman. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah udate informasi yang cepat jika ditemukan serangan hama dan penyakit atau kejadian kebakaran untuk memudahkan tindakan.
1. Menyiapkan sumber daya perencanaan dan analisis spasial di tingkat KPH/SPH
Rencana perlindungan untuk jenis-jenis satwa liar endemic/ langka/ dilindung telah disusun dalam bentuk Rencana Kelola Lingkungan. Dalam hal ini, updating informasi terkait keberadaan jenis-jenis satwa liar endemic/ langka /dilindungi perlu iiperhatikan.
1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 2. Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna
1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 2. Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna
22 No
Kriteria kelestarian LEI
E2.4
Rancangan dan implementasi pengamanan jenisjenis tumbuhan endemic/langka/dil indungi
Kriteria kelestarian FSC dikendalikan. Kriteria FSC 6.9 Penggunaan jenis-jenis eksotis harus dikendalikan secara hati-hati dan dimonitor secara aktif untuk menghindari dampak-dampak ekologis yang merugikan.
Kondisi Perum Perhutani
Masukan perbaikan SISDH
Rencana perlindungan untuk jenis-jenis tumbuhan endemic/langka/dilindung telah disusun dalam bentuk Rencana Kelola Lingkungan. Dalam hal ini, updating informasi terkait keberadaan jenisjenis tumbuhan endemic/ langka/dilindungi perlu diperhatikan.
1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 2. Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna
Aspek sosial S1 Kepastian akses dan kontrol masyarakat yang memiliki hak yang sah atas hutan S1.1 Kepastian status Kriteria 2.2 Perum Perhutani telah 1. area Masyarakat setempat yang mengidentifikasi area-area pemanfaatan hutan memiliki hak legal atau pemanfaaatan kawasan bagi UM dan penguasaan adat atau oleh masyarakat melalui masyarakat. pemanfaatan, harus tipologi tapak dan 2. mempertahankan kendali identifikasi konflik untuk melindungi hak tenurial. atau sumberdaya mereka dalam kegiatan kehutanan, kecuali mereka 3. mendelegasikan pengendalian dengan persetujuan tanpa paksaan kepada lembaga lain. 4.
S1.2
Mekanisme dan implementasi distribusi manfaat yang adil antara masyarakat dan UM.
Perum Perhutani melakukan distribusi manfaat hutan kepada masyarakat melalui program PHBM
Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya Mengatur mekanisme akses informasi secara real time oleh pengguna Unit pengamatan untuk informasi sosial lebih detail per anak petak Menyiapkan sumber daya perencanaan dan analisis spasial di tingkat KPH/SPH 1. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 2. Perlu mekanisme integrasi informasi antara aspek sosial dan aspek pengelolaan sumber daya hutan 3. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi perencanaan pengelolaan
23 No
Kriteria kelestarian LEI
S1.3
Kondisi lingkungan yang sehat dan memadai untuk menopang kehidupan masyarakat
S1.4
Akses yang memadai untuk komunikasi dan transportasi masyarakat lokal
S1.5
Peluang kerja dan usaha terbuka bagi seluruh warga masyarakat, sesuai dengan kualifikasinya.
S1.6
Penggunaan infrastruktur UM yang bermanfaat bagi masyarakat lokal tanpa mengganggu kepentingan UM Transparensi dan akuntabilitas UM
S1.7
Kriteria kelestarian FSC
Kondisi Perum Perhutani
Infrastruktur pengelolaan seperti jalan dan jembatan yang dibangun Perum Perhutani digunakan juga oleh masyarakat sebagai akses transportasi. Kriteria 4.1 Masyarakat di dalam atau di sekitar kawasan pengelolaan hutan harus diberikan kesempatan kerja, pelatihan dan pelayanan lainnya.
Masyarakat sekitar hutan didominasi oleh petani sehingga lapangan pekerjaan yang disediakan Perum Perhutani adalah kerja sama pengolahan lahan dalam bentuk PHBM.
Infrastruktur pengelolaan seperti jalan dan jembatan yang dibangun Perum Perhutani digunakan juga oleh masyarakat sebagai akses transportasi.
Kriteria 4.4 Rencana pengelolaan dan
Masukan perbaikan SISDH hutan kepada masyarakat. 1. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 2. Perlu informasi kesehatan lingkungan masyarakat sekitar hutan 1. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 1. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 2. Perlu mekanisme integrasi informasi antara aspek sosial dan aspek pengelolaan sumber daya hutan 3. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi perencanaan pengelolaan hutan kepada masyarakat. 1. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 1. Perlu informasi/identifi
24 No
Kriteria kelestarian LEI atas dampak kebijakan dan aktivitasnya terhadap masyarakat lokal
Kriteria kelestarian FSC
Kondisi Perum Perhutani
kegiatan-kegiatan harus menyertakan hasil-hasil evaluasi dampak sosial. Proses-proses konsultasi harus terus dilaksanakan dengan perseorangan atau kelompok (laki-laki dan perempuan) yang secara langsung terkena dampak dari kegiatan operasional manajemen.
K2 Peningkatan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya di masyarakat S2.1 Identifikasi potensi Kriteria 4.4 Rencana pengelolaan dampak Rencana pengelolaan dan hutan selama ini di Perum pengelolaan UM kegiatan-kegiatan harus Perhutani belum menyasar terhadap kondisi menyertakan hasil-hasil kepada masyarakat yang ekosob pada evaluasi dampak sosial. terkena dampak. masyarakat, Proses-proses konsultasi rencana harus terus dilaksanakan pengelolaan dengan perseorangan atau dampak yang kelompok (laki-laki dan memadai, dan perempuan) yang secara implementasi langsung terkena dampak penanganan dari kegiatan operasional dampak tersebut. manajemen.
S2.2
Penggunaan Padiatapa (Persetujuan atas informasi di awal tanpa paksaan) dalam seluruh
Rencana pengelolaan hutan selama ini di Perum Perhutani belum menyasar kepada masyarakat yang terkena dampak.
Masukan perbaikan SISDH kasi masyarakat yang benar terkena dampak pengelolaan hutan 2. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi perencanaan pengelolaan hutan kepada masyarakat beserta dampaknya. 3. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 1. Perlu informasi/identifi kasi masyarakat yang benar terkena dampak pengelolaan 2. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi perencanaan pengelolaan hutan kepada masyarakat beserta dampaknya. 3. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 1. Perlu informasi/identifi kasi masyarakat yang benar terkena dampak pengelolaan
25 No
Kriteria kelestarian LEI aktivitas UM yang berdampak terhadap fungsi ekosob masyarakat
S2.3
Kompensasi yang adil terhadap penggunaan dan/atau kerusakan sumberdaya masyarakat lokal
S2.4
Hak-hak masyarakat dalam aspek sosial dan budaya terlindungi
Kriteria kelestarian FSC
Kriteria 4.5 Mekanisme yang memadai harus diberlakukan untuk mengatasi keluhankeluhan dan menyediakan kompensasi yang adil apabila timbul kerugian atau kerusakan terhadap hak-hak adat, lahan milik, sumberdaya atau mata pencaharian masyarakat setempat. Perlu diambil tindakan tertentu guna menghindari kerugian atau kerusakan tersebut
Kondisi Perum Perhutani
Rencana pengelolaan hutan selama ini di Perum Perhutani belum menyasar kepada masyarakat yang terkena dampak.
Hak-hak masyarakat dalam aspek budaya dilindung dengan pengelolaan wilayah NKT khususnya NKT 5 dan 6
Masukan perbaikan SISDH 2. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi perencanaan pengelolaan hutan kepada masyarakat beserta dampaknya. 3. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 1. Perlu informasi/identifi kasi masyarakat yang benar terkena dampak pengelolaan 2. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi perencanaan pengelolaan hutan kepada masyarakat beserta dampaknya. 3. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 1. Perlu informasi/identifi kasi masyarakat yang benar terkena dampak pengelolaan 2. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi
26 No
Kriteria kelestarian LEI
S2.5
S2.6
Kriteria kelestarian FSC
Kondisi Perum Perhutani
Kontribusi UM dalam peningkatan kondisi ekosob masyarakat
Kriteria 4.1 Masyarakat di dalam atau di sekitar kawasan pengelolaan hutan harus diberikan kesempatan kerja, pelatihan dan pelayanan lainnya.
Masyarakat sekitar hutan didominasi oleh petani sehingga lapangan pekerjaan yang disediakan Perum Perhutani adalah kerja sama pengolahan lahan dalam bentuk PHBM.
Mekanisme penanganan keluhan dan resolusi konflik yang handal
Kriteria 4.5 Mekanisme yang memadai harus diberlakukan untuk mengatasi keluhankeluhan dan menyediakan kompensasi yang adil apabila timbul kerugian atau kerusakan terhadap hak-hak adat, lahan milik, sumberdaya atau mata pencaharian masyarakat setempat. Perlu diambil tindakan tertentu guna menghindari kerugian atau kerusakan tersebut
Masukan perbaikan SISDH perencanaan pengelolaan hutan kepada masyarakat beserta dampaknya. 3. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 1. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 2. Perlu mekanisme integrasi informasi antara aspek sosial dan aspek pengelolaan sumber daya hutan 3. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi perencanaan pengelolaan hutan kepada masyarakat. 1. Unit pengamatan untuk identifikasi informasi kebutuhan masyarakat menggunakan anak petak. 2. Perlu mekanisme integrasi informasi antara aspek sosial dan aspek pengelolaan sumber daya hutan 3. Perlu mekanisme penyajian informasi sesuai
27 No
Kriteria kelestarian LEI
Kriteria kelestarian FSC
Aspek produksi K1 Kelestarian sumberdaya hutan P1.1 Kepastian lahan sebagai areal hutan tanaman.
P1.2
Pengorganisasian areal efektif untuk unit produksi yang mempertimbangka n aspek sosial dan lingkungan.
P1.3
Sistem manajemen kebakaran hutan.
P1.4
Besaran gangguan hutan
P1.5
Satuan organisasi dalam lingkup pengelolaan hutan
Kondisi Perum Perhutani
Masukan perbaikan SISDH kebutuhan pengguna, dalam hal ini transparasi perencanaan pengelolaan hutan kepada masyarakat.
Data spasial dan operasi spasia yang memudahkan dalam mengidentifikasi areal hutan tanaman kewenangannya berada di Divisi Regional sehingga KPH/SPH harus melalui mekanisme birokrasi terlebih dahulu untuk mengakses informasi tersebut. Hal ini menimbulkan inefisiensi dalam proses pengambilan keputusan.
1. Menyiapkan sumber daya perencanaan dan analisis spasial di tingkat KPH/SPH 2. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 3. Perlu mekanisme integrasi informasi antara aspek sosial dan aspek pengelolaan sumber daya hutan 1. Menyiapkan sumber daya perencanaan dan analisis spasial di tingkat KPH/SPH 2. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 3. Perlu mekanisme integrasi informasi antara aspek sosial dan aspek pengelolaan sumber daya hutan 1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 1. Mengatur prosedur perbaharuan data dan teknologinya 1. Perlu mekanisme koordinasi atau integrasi informasi antar
Saat ini area produktif berupa kelas perusahaan hanya diputuskan berdasarkan kebutuhan produksi Perum Perhutani. Aspek sosial khususnya belum menjadi pertimbangan dalam penetapan areal produksi. Kebijakan saat ini, menanam terlebih dahulu baru kemudian masalah sosia yang muncul diselesaikan dengan kelola sosial seperti PHBM.
28 No
Kriteria kelestarian LEI
K2 Kelestarian hasil hutan P2.1 Pemilihan jenis tanaman pokok, sistem dan teknik silvikultur.
P2.5
Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH).
P2.7
Keberadaan dan efektifitas sistem informasi manajemen (SIM)
K3 Kelestarian Usaha P3.1 Efisiensi pemanenan dan pemanfaatan hasil hutan
P3.2
Keberadaan system dan pelaksanaan
Kriteria kelestarian FSC
Kriteria 5.4 Pengelolaan hutan harus berusaha untuk memperkuat dan melakukan diversifikasi ekonomi lokal, untuk menghindari ketergantungan terhadap satu jenis hasil hutan
Kondisi Perum Perhutani
Masukan perbaikan SISDH berbagai bidang dalam organisasi untuk memudahkan pengambilan keputusan.
Saat ini area produktif berupa kelas perusahaan hanya di dominasi oleh satu jenis saja sesuai kebutuhan produksi Perum Perhutani. Aspek sosial utamanya, belum menjadi pertimbangan dalam mengembangkan jenis-jenis yang dibudidayakan.
1. Identifikasi kondisi tapak untuk menentukan tanaman pokok, sistem dan teknik silvikultur 2. Perlu mekanisme integrasi informasi antara aspek sosial dan aspek pengelolaan sumber daya hutan 1. Identifikasi kondisi tapak untuk menentukan metode pemanenan yang efisien
Saat ini sistem informasi sumber daya hutan belum terintegrasi dengan sistem informasi dari aspekaspek lain dalam organisasi seperti sistem informasi keuangan, sistem informasi manajemen dan sistem pemasaran online
1. Mekanisme integrasi antara Sistem Informasi Sumber Daya Hutan (SISDH) dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM) 2. Perbaikan teknologi informasi yang digunakan dalam sistem informasi
Kriteria 5.3 Pengelolaan hutan harus meminimalkan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemanenan dan kegiatan pengolahan di tempat, serta menghindari kerusakan sumberdaya hutan lainnya
1. Identifikasi kondisi tapak untuk menentukan metode pemanenan yang efisien 1. Mekanisme updating data dan
29 No
Kriteria kelestarian LEI penatausahaan hasil hutan.
P3.3
Kesehatan finansial perusahaan dalam jangka panjang. Kelancaran dan keteraturan pendanaan untuk setiap aspek kegiatan
P3.4
P3.5
Peningkatan aset tegakan hutan
Kriteria kelestarian FSC
Kondisi Perum Perhutani
Kondisi tegakan Perum Perhutani saat ini menunjukkan ciri tidak lestari (kelas hutan tidak normal). Untuk meningkatkan aset, perlu dilakukan penanaman modal berupa pembangunan hutan.
Masukan perbaikan SISDH informasi yang memungkinkan data diakses secara real time khususnya untuk stok/produksi. 2. Integrasi sistem informasi sumber daya hutan dengan sistem pemasaran online 3. Penggunaan teknologi yang memungkinkan produksi informasi secara cepat 1. Mekanisme updating data dan informasi yang memungkinkan data diakses secara real time khususnya untuk stok/produksi. 2. Integrasi sistem informasi sumber daya hutan dengan sistem keuangan 3. Penggunaan teknologi yang memungkinkan produksi informasi secara cepat 4. Penyajian data sesuai dengan keperluan pengguna 1. Mekanisme inventarisasi tegakan yang didukung dengan sumber daya manusia yang memadai 2. Mekanisme updating data dan informasi yang memungkinkan data diakses secara real time 3. Penggunaan teknologi yang memungkinkan
30 No
Kriteria kelestarian LEI
Kriteria kelestarian FSC
Kondisi Perum Perhutani
Masukan perbaikan SISDH produksi informasi secara cepat 4. Perlu mekanisme integrasi informasi antara aspek sosial dan aspek pengelolaan sumber daya hutan
Perbaikan sistem informasi sumber daya hutan pada Tabel 2 dikelompokkan kedalam variabel sistem informasi sebagai berikut : 1. Data dan informasi Perbaikan SISDH terkait data dan informasi menekankan pada unit pengamatan informasi sosial. Unit pengamatan disarankan dalam satuan anak petak untuk informasi sosial seperti interaksi masyarakat dengan kawasan hutan Perum Perhutani. Pengamatan secara detail dan mendalam diharapkan mampu memberikan informasi aktual mengenai identifikasi masyarakat terdampak dan aktivitasnya. Informasi ini menjadi bahan pengambil keputusan untuk menetapkan perencanaan pengelolaan sumber daya hutan yang optimal pada kawasan tersebut. 2. Prosedur Perbaikan SISDH terkait prosedur menekankan pada prosedur integrasi informasi dan penyajian data. Perum Perhutani perlu menyiapkan mekanisme untuk mengatur berbagai informasi yang dibutuhkan pengambil keputusan terintegrasi dan dapat diakses dengan mudah. Informasi sosial, lingkungan dan sumber daya hutan tidak menjadi variabel tunggal untuk menentukan prencanaan ataupun pengelolaan hutan. Ketiga variabel tersebut menjadi bahan pertimbangan penyusunan perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan. Selain integrasi informasi dari aspek sosial, lingkungan dan produksi, Perum Perhutani juga perlu menyiapkan mekanisme integrasi antar sistem informasi dalam organisasi. Sistem informasi sumber daya hutan perlu terkoneksi dengan sistem informasi lain seperti sistem informasi manajemen yang mengatur sumber daya manusia dalam organisasi, sistem informasi keuangan, dan sistem informasi pemasaran. Penyajian informasi mengatur informasi-informasi yang dapat diakses sesuai dengan kepentingan dan kewenangan pengguna. 3. Teknologi Perbaikan SISDH terkait teknologi menekankan pada penggunaan teknologi yang mendukung kecepatan akses informasi secara real time dan proses perbaharuan (updating) data yang cepat. Teknologi sistem informasi perlu menggunakan sistem online yang dapat mengefisienkan proses akses informasi oleh pengguna. Proses perbaharuan (updating) data dapat menggunakan teknologi GPS, citra satelit, Drone, atau telepon seluler untuk memudahkan produksi informasi dari lapangan. 4. Pengguna
31 KPH sebagai unit manajemen di tingkat tapak tidak hanya menjadi penyedia informasi tetapi harus diposisikan sebagai pengguna informasi. Hal ini penting untuk mengefisienkan proses-proses pengambilan keputusan pengelolaan di tingkat tapak. Informasi spasial yang selama ini dikelola di tingkat Divisi Regional perlu diturunkan ke tingkat KPH/SPH untuk memudahkan perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan. Saat ini Perum Perhutani sedang menuju pada proses perubahan pengelolaan sumber daya hutan. Salah satunya adalah mendorong perubahan pengelolaan KPH sebagai unit produksi menjadi KPH mandiri. Inti konsep dari KPH mandiri adalah KPH sebagai unit manajemen di tingkat tapak dapat berkontribusi terhadap peningkatan nilai lahan dengan peningkatan kemanfaatan umum sumber daya hutan. Perubahan tersebut memerlukan prasyarat seperti: 1) penyusunan rencana pengelolaan (management plan) berdasarkan karakteristik/tipologi setiap KPH, 2) delegasi kewenangan keputusan pengelolaan sumber daya hutan ke tingkat KPH, 3) penyiapan organisasi dan SDM KPH sesuai kebutuhan rencana pengelolaan, dan 4) pengelolaan perubahan. Sistem informasi sumber daya hutan yang digunakan saat ini belum mampu mendukung proses tersebut karena berbagai kelemahan yang dijelaskan sebelumnya. Di sisi lain, isu adopsi revisi IAS (International Accounting Standard) 41 Agriculture pada tahun 2017 akan berdampak pada perusahaan kehutanan. IAS 41 mengatur akuntansi atas aset biologis (biological assets) seperti tumbuhan dan hewan terutama pengukurannya. Implikasinya, sistem informasi sumber daya hutan harus mampu mendukung penyediaan informasi yang akurat dan aktual. Oleh karena itu, Perum Perhutani perlu melakukan perbaikan sistem informasi sumber daya hutannya.
4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Sistem informasi sumber daya hutan yang digunakan saat ini belum mampu mendukung pengelolaan hutan lestari. 2. Sistem informasi sumber daya hutan saat ini memiliki kekurangan pada variabel data dan informasi, prosedur, teknologi dan pengguna. 3. Keputusan pengelolaan hutan di Perum Perhutani secara value (nilai) menganut paradigma technocratic tetapi dalam proses pengambilan keputusan didominasi oleh preferences pengambil keputusan. 4. Struktur organisasi Perum Perhutani yang bersifat sentralistik berpengaruh terhadap penggunaan informasi dan pengambilan keputusan di tingkat tapak. KPH sebagai pengelola di tingkat tapak hanya menjadi penyedia informasi tetapi tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan pengelolaan di tingkat tapak.
32 Saran 1.
2.
Untuk mendukung pengelolaan hutan lestari, Perum Perhutani perlu membenahi sistem informasi sumber daya hutan terkait variabel data dan informasi, prosedur, teknologi dan pengguna. Perum Perhutani perlu mempertimbangkan perubahan struktur organisasi dalam rangka perbaikan pengelolaan sumber daya hutan. Pemberian kewenangan untuk memutuskan pengelolaan di tingkat tapak pada unit kerja KPH dapat meningkatkan efisiensi proses pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA Agourram H. 2009. Defining information success in Germany. International Journal of Information Management 29(2009): 129-137. Arias JM, Solana JM. 2013. Information system supported organizational learning as a competitive advantage. Journal of Industrial Engineering and Management 6(3): 702-708 Athanasiadis A, Areopoulou Z. 2013. A web information systems application of forest legislation: the case of Greek Forest Principles. Procedia Technology 8(2013): 292-299. Atrishchenko OA. 2013. Forest stand and growth forecast models. Proceeding of BSTU 2013(1): 3-5. Baligh HH. 2006. Organization Structures: Theory and Design, Analysis and Prescription. New York(US): Springer. Beder S. 2006. Environmental Principles and Policies: an Interdisciplinary Introduction. New South Wales(AU): University of New South Wales Press Ltd. Ben-Ner A. 2013. Preferences and organization structure: towards behavioral economics micro-foundation of organizational analysis. The Journal of Socio-Economics 46(2013): 87-96. Buckingham RA, Hirschheim RA, Land FF, Tully CJ. 1987. Information systems education : Recommendation and implementation. New York (US): Press Syndicate of the University of Cambridge. Bungin B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pengalaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Brown CT. 1984. The concept of value in resource allocation. Land Economics. 60: 231-246. Cali A, Calvanese D, De Giacomo G, Lenzerini M. 2004. Data integration under integity constraints. Information Systems. 29(2004): 147-163. [CEPI] Confederation of European Paper Industries. 2006. A comparison of the Forest Stewardship Council and the Programme for Endorsement of Forest Certification. Brussel (BE): CEPI. Chanopas A., Krairit D., Khang D.B. 2006. Managing information technology infrastructure: A new flexibility framework. Management Research News 29(10): 632–651.
33 Cheung L, Austin K, Utami A, Bangoura J, Stolle F. 2014. Building National Forest Land Use Information Systems: Lesson from Cameroon, Indonesia and Peru. [Internet]. Washington (US): World Research Institute. [diunduh 2015 Oktober 9]. Tersedia pada: http://www.wri.org/sites/default/files/land-use-infomationsystems_working_paper.pdf. Creswell JW. 2012. Research Design: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif dan Mixed. Fawaid A, penerjemah. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Davis BG. 1995. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Jakarta (ID):Pustaka Binaman Pressindo DeLone WH, McLean ER. 2003. The DeLone and McLean model of information systems success: A ten year update. Journal of Management Information Systems 19(4): 9-30. Denzin NK, Lincoln YS. 2009. Handbook Of Qualitative Research. Yogyakarta (ID):Pustaka Pelajar. [Direktorat PPSDH] Direktorat Perencanaan dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. 2010. Redesain Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Jakarta (ID): Direktorat Perencanaan dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. Drengson A. 2011. Shifting paradigm from technocrat to planetary person. Anthropolgy Consiuousness 22(1): 9-32. Foley JA, Ramankutty N, Brauman KA, Cassidy ES, Gerber JS, Johnston M, Mueller ND, O’connel C, Ray DK, West PC. 2011. Solution for a cultivated planet. Nature 478: 337-342. Franklin SE. 2001. Remote Sensing for Sustainable Forest Management. Washington D.C. (US): Lewis Publisher. Frederickson JW. 1986. The strategic decision process and organizational structure. The Academy of Management Review 11: 280-297. Frohlich N, Oppenheimer J. 2006. Skating on thin ice: cracks in the public choice foundation. Journal of Tehoretical Politics 18(3): 235-266. Harris R. 2015. Introduction to decision making. Available on Tersedia pada: http://www.virtualsalt.com/crebook56.htm. [Juni 2016]. Haron H, Hawedi HS. 2015. Information technology capability as predictor of organizational intelligence in Libyan Oil and Gas Company. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences 10(23): 220-227. Hartono E, Li X, Na K, Simpson JT. 2010. The role of the quality of shared information in interorganizational system use. International Journal of Information Management 30(2010): 399-407. [IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2015. Penilaian Kinerja Perum Perhutani. Bogor(ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Junter H, Farzad T. 2015. Towards sustainability information centre. Procedia Computer Science. 64(2015):1130-1139. Kanten P, Kanten S, Gurlek M. 2015. The effects of organizational structures and learning organization on job embeddedness and individual adaptive performance. Procedia Economics and Finance 23(2015): 1358-1366. Kuru G. 2000. Development forest management information systems. New Zealand Journal of Forestry 44(4): 10-12.
34 Liao C, Chuang SH, To PL. 2011. How knowledge management mediates the relationship between environment and organizational structure. Journal of Business Research 64(7): 728–736. Lin A. 2006. The acceptance and use of a business-to-business information system. International Journal of Information Management 26(2006): 386-400. Lin BW. 2007. Information technology capability and value creation: evidence from US banking industry. Technology in Society 29(1): 93-106. MacDicken KG, Sola P, Hall JE, Sabogal C, Tadoum M, de Wasseige C. 2015. Global progress toward sustainable forest management. Forest Ecology and Management 352(2015): 47-56. Marchand DA, Kettinger WJ. 2011. Information orientation (IO): how effective information use drives bussiness performance. Sitemas 1(2011): 75-84. Martinez-Harms MJ, Bryan BA, Balvanera P, Law EA, Rhodes JR, Possingham HP, Wilson KA. 2015. Review: maing decision for managing ecosystem services. Biological Conservation 184(2015): 229-238. Negulescu O, Doval E. 2014. Te quality of decision making process related to organizations' effevtiveness. Procedia Economics and Finance 15(2014): 858-863. O'Neill JW, Beauvais LL, Scholl RW. 2001. The use of organizational culture and structure to guide strategic behavior: an information processing perspective. The Journal of Behavioral and Applied Management 2 (2): 131-149. Pearlson KE, Saunders CS. 2010. Managing and Using Information Systems: A strategic approach. Danvers (US): John Wiley & Sons, Inc. Platisa G, Balaban N. 2009. Methodological aproach to evaluation of information system functionality performances and importance of successfulness factor analysis. The International Scientific Journal of Management Information System 4(2): 11-17. [Perum Perhutani] Perusahaan Umum Perhutani. 2000. Standar Prosedur Operasi Sistem Informasi Sumber Daya Hutan dan Sistem Informasi Geografis dengan Pengolahan Data Elektronik. Jakarta (ID): Direksi Perum Perhutani. [Perum Perhutani] Perusahaan Umum Perhutani. 2014. Statistik Perum Perhutani Tahun 2009-2013. Jakarta (ID): Perum Perhutani. Rondeaux J. 1991. Management Information System: Emerging Tools for Integrated Forest Planning. Paper for IUFRO Symposium on Integral Forest Management Information System. [Internet]. [Tsukuba, Jepang Oktober 1991]. [diunduh 2015 Okt 9]. Tersedia pada: http://www.gembloux.ulg.ac.be/gestion-des-ressources-forestieres-et-desmilieux-naturels/wp-content/uploads/Cahiers_forestiers/CaFor10.pdf Scuck A, Green T, Andrienko G, Andrienko N, Fedorec A, Requardt A, Richards T, Mills R, Mikkola E, Paivinen R et al. 2007. Towards a European Forest Information Systems. Volume ke-20. Netherland (NL): European Forest Institute. Siham L, Hammani A, Bouignane A. 2016. Data integration as the key to building a decision support system for groundwater management: case of Saiss
35 Aquifers, Morocco. Groundwater for Sustainable Development 2-3(2016): 7-15. Turban E, Rainer KR, Potter RE. 2007. Introduction to Information System. New York(US): Jhon Wiley and Sons, Inc. [UGM] Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. 2014. Laporan Akhir Ekstensifikasi Model Kelola Informasi SDH Hutan di Tingkat KPH. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. Varma VK, Ferguson L, Wild J. 2000. Decision support system for the sustainable forest management. Forest Ecology and Management 128 (2000): 49-55. Walsham G. 2009. Interpreting Information System in Organizations. Blackwell (US): Chichester. Warren C, McGraw PA, van Boven L. 2010. Values and preference: defining preferences construction. [Inernet]. Colorado(US): University of Colorado Boulder; [diunduh 2016 Juni 14]. Tersedia pada: http://leeds.faculty.colorado.edu/mcgrawp/pdf/warren.mcgraw.vanboven.in press.pdf. World Bank. 2008. Forest Source Book: Practical Guidance for Sustaining Forest in Development Cooperation. Washington (US): The World Bank. Zagonari F. 2016. Using ecosystem services in decision-making to support sustainable development: critiques, model development, a case study and perspective. Science of Total Environment 548-549(2016): 25-32.
36
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 29 Juni 1988, dari pasangan Muh. Arif dan Nurmiati. Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 2 Sengkang, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Sengkang. Tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Sengkang dan di tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Tahun 2007, penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan dan menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2011. Penulis bekerja sebagai Asisten Peneliti di Forci Development sejak tahun 2011 hingga sekarang. Tahun 2012 penulis melanjutkan studi S2 di Sekolah Pascasarjana IPB dan menerima beasiswa Tanoto Foundation.