PARTISIPASI MASYARAKAT DESA HUTAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
DWI NOOR SUKHMAWATI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
1
PARTISIPASI MASYARAKAT DESA HUTAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
DWI NOOR SUKHMAWATI E14070065
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
2
RINGKASAN Dwi Noor Sukhmawati (E14070065). Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Dibimbing oleh Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA dan Dr. Corryanti.
Sejak dahulu, masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya seperti rumah, sandang, pangan, obat-obatan, dan jasa lingkungan sangat bergantung pada hutan. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan hidup meningkat dan memicu terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya hutan secara komersial dan berskala besar. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPH Cepu, kejadian pencurian hutan dan kebakaran masih tinggi setiap tahunnya. Merespon adanya peningkatan gangguan hutan, Perhutani menerapkan beberapa kebijakan baru secara multi sektoral terkait dalam pengelolaan hutan. Salah satu bentuk kebijakan baru tersebut adalah program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). KPH Cepu mulai mencanangkan program PHBM pada tahun 2003. Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan hutan. Hal ini dimulai dengan terjalinnya kerjasama antara Perhutani dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Salah satu unsur keberhasilan pelaksanaan program PHBM adalah efektivitas kelembagaan LMDH. LMDH yang efektif adalah LMDH yang melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan. Penelitian dilakukan di Desa Bleboh dan Desa Nglebur Perum Perhutani KPH Cepu Unit I Jawa Tengah pada bulan September 2011 sampai dengan bulan November 2011. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kegiatan-kegiatan PHBM, menganalisis partisipasi masyarakat dalam program PHBM, dan menganalisis efektivitas kelembagaan LMDH. Jumlah desa yang dipilih sebanyak dua desa yaitu Desa Bleboh dan Desa Nglebur dengan jumlah responden 30 orang pada masing-masing desa. Berdasarkan hasil penelitian, jenis kegiatan dalam program PHBM di KPH Cepu terdiri dari kegiatan di dalam kasan hutan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan. Kegiatan di luar kawasan hutan meliputi pendirian toko saprotan, peternakan sapi dan kambing, budidaya empon-empon, dan persemaian. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan, sedangkan program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Partisipasi pesanggem dalam program PHBM masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengalokasian bagi hasil non kayu. Efektivitas kelembagaan LMDH masih belum sesuai dengan empat prinsip good forest governance.
Kata kunci: Program PHBM, partisipasi, dan efektivitas
3
SUMMARY Dwi Noor Sukhmawati (E14070065). Participation of Rural Forest Community in the Program of Forest Management together with Community in KPH Cepu, Perhutani Unit I, Central Java. Supervised by Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA and Dr. Corryanti.
Since a long time ago, the people of Indonesia in satisfying such needs as houses, clothing, food, medicine, and environmental services have depended heavily on forests. The increase of population has caused the living necessities to increase and triggered the exploitation of forest resources commercially at a largescale. Based on the recapitulation of KPH Cepu, the incidence of theft and forest fires is high every year. Responding to the increasing forest disturbances, Perhutani applied several new multi-sector policies related to forest management. One form of the new policies is the PHBM (Forest Management together with Community) program. KPH Cepu began to launch the program in 2003. This program opens an opportunity for people to participate directly in forest management. This started with the establishment of cooperation between Perhutani and LMDH (Rural Forest Community Institution). One element of the successful implementation of PHBM is the effectiveness of LMDH. An effective LMDH is one that involve the community in each activity. The study was conducted in the villages of Bleboh and Nglebur, Perum Perhutani KPH Cepu Unit I Central Java, from September 2011 through November 2011. The data used were of primary and secondary types. The purpose of this study was to identify the activities of PHBM, analyze people‟s participation in the PHBM program, and analyze the effectiveness of LMDH. the number of selected villages was two, namely the village of Bleboh and Nglebur with 30 respondents in each village. Based on the research results, there are two types of activities in PHBM at KPH Cepu: the activities inside the forest area and the activities outside the forest area. The inside activities include planting, maintaining, intercropping, and security. The outside activities involve the establishment of saprotan shop, cattle and goats breeding, empon-empon farming, and nurseries. The implemented program of PHBM in LMDH of Wana Sumber Mulyo consists of the activities only inside forest area, whereas the PHBM program in LMDH of Wana Tani Makmur includes the activities both inside and outside the forest area. Participation of pesanggem in PHBM program is still partial, i.e. limited to the phase of implementation and allocation of shared profit from non-wood products. The effectiveness LMDH as an institution has not yet complied with the four principles of good forest governance. Keywords: PHBM program, participation, and effectiveness
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012
Penulis
5
Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Nama
: Dwi Noor Sukhmawati
NIM
: E14070065
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., MPPA
Dr. Corryanti
NIP. 130813798
NIP. 19600103 198603 2 004
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus:
6
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu secara moril dan materil untuk menyelesaikan skripsi ini, sebagai berikut: 1.
Ayahanda Supriyadi, ibunda Sholihah, Kakak (Ikha Noor Rakhmawati), Adik (Tri Noormawati dan Siti Noor Fatmawati) serta segenap anggota keluarga yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang serta dukungan moralnya.
2.
Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., MPPA selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan penelitian hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini dan Dr. Corryanti selaku pembimbing kedua dari pihak Perum Perhutani Cepu yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam proyek penelitian serta memberikan bimbingan dalam pengambilan data di lapang.
3.
Rekan-rekan MNH 44 yang telah memberikan semangat dan dukungannya selama proses perkuliahan sampai dengan selesainya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran yang membangun untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik.
Bogor, Juli 2012
Penulis
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 31 Maret 1989 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Supriyadi dan Sholihah. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu TK Pertiwi tahun 19951996, kemudian melanjutkan ke SDN Cepu 14 pada tahun 1996-2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 3 Cepu sampai dengan tahun 2004. Penulis melanjutkan ke SMU Darul Ulum 2 Jombang pada tahun 2004-2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan, Program Studi Departemen Manajemen Hutan melalu jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IKALUM sebagai bendahara pada tahun 2007, organisasi IFSA sebagai HRD pada kepengurusan 2008-2009, organisasi Seroja Putih sebagai ketua pada tahun 20092010, dan organisasi FMSC sebagai anggota pada tahun 2009-2010. Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang-Kamojang, Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Praktik Kerja Lapang (PKL) di BKPH Blungun, KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut) IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah di bawah bimbingan Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., MPPA dan Dr. Corryanti.
8
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................................. i RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... v DAFTAR TABEL....................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 2 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ........................................... 3 2.2 Partisipasi Masyarakat Desa Hutan .................................................................... 5 2.3 Efektivitas Kelembagaan LMDH ........................................................................ 6 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 9 3.2 Alat dan Objek Penelitian .................................................................................... 9 3.3 Pemilihan Desa Contoh dan Jumlah Responden ............................................... 9 3.4 Jenis Data ............................................................................................................... 9 3.5 Metode Pengumpulan Data .................................................................................. 9 3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 10 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum KPH Cepu ............................................................................... 11 4.1.1 Letak Geografis dan Luas Kawasan .............................................................. 11 4.1.2 Pembagian Wilayah Hutan ............................................................................. 11 4.1.3 Keadaan Lapangan .......................................................................................... 11 4.1.4 Jenis Tanah ....................................................................................................... 12 4.1.5 Iklim ................................................................................................................ 12 4.2 Keorganisasian dan Pembagian Kerja .............................................................. 12
9
4.3 Kondisi Umum Desa Bleboh .............................................................................. 13 4.3.1 Kependudukan ................................................................................................. 13 4.3.2 Mata Pencaharian ............................................................................................ 13 4.3.3 Tingkat Pendidikan ......................................................................................... 14 4.4 Kondisi Umum Desa Nglebur ............................................................................ 14 4.4.1 Kependudukan ................................................................................................. 14 4.4.2 Mata Pencaharian ............................................................................................ 15 4.4.3 Tingkat Pendidikan ......................................................................................... 15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu ................... 16 5.2 Karakteristik Responden.................................................................................... 23 5.2.1 Umur Responden ............................................................................................. 23 5.2.2 Mata Pencaharian ............................................................................................ 24 5.2.3 Kepemilikan Lahan ......................................................................................... 25 5.2.3 Lahan Andil ...................................................................................................... 26 5.3 Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM ............................................... 26 5.3.1 Partisipasi Tahap Perencanaan ...................................................................... 26 5.3.2 Partisipasi Tahap Pelaksanaan ....................................................................... 28 5.3.3 Partisipasi Tahap Pemanfaatan Bagi Hasil ................................................... 29 5.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM ............................................................................................ 29 5.4 Efektivitas Kelembagaan LMDH ...................................................................... 31 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 34 6.2 Saran..................................................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 35 LAMPIRAN ............................................................................................................... 38
10
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Grafik nilai pencurian kayu tahun 1995-2011 ................................................... 16 2. Grafik nilai kebakaran hutan tahun 1995-2011 ................................................. 17 3. Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Sumber Mulyo ....... 20 4. Pengalokasin bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Tani Makmur........... 23
11
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Pembagian wilayah hutan KPH Cepu ................................................................ 11 2. Keadaan lapangan bagian hutan di KPH Cepu ................................................ 12 3. Klasifikasi penduduk Desa Bleboh berdasarkan umur .................................... 13 4. Klasifikasi mata pencaharian penduduk Desa Bleboh ..................................... 14 5. Klasifikasi tingkat pendidikan penduduk Desa Bleboh ................................... 14 6. Klasifikasi jumlah penduduk Desa Nglebur berdasarkan umur ..................... 15 7. Mata pencaharian penduduk Desa Nglebur ...................................................... 15 8. Tingkat pendidikan penduduk Desa Nglebur .................................................... 15 9. Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur ....... 23 10. Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur ...... 24 11. Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan mata pencaharian .............................................................................................................. 24 12. Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan mata pencaharian .............................................................................................................. 25 13. Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luaskepemilikan lahan ............................................................................................. 25 14. Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas kepemilikan lahan .................................................................................................... 25 15. Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas lahan andil.................................................................................................................. 26 16. Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas lahan andil ................................................................................................................. 26 17. Partisipasi pesanggem dalam tahap perencanaan .......................................... 27 18. Partisipasi pesanggem dalam tahap pelaksanaan ............................................ 28 19. Partisipasi pesanggem dalam tahap pemanfaatan bagi hasil ......................... 29 20. Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan prinsip good forest governance ................................................................................................................. 32
12
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Pembagian wilayah kerja KPH Cepu ................................................................ 39 2. Struktur organisasi LMDH Wana Sumber Mulyo ............................................ 40 3. Rencana alokasi penggunaan bagi hasil LMDH Wana Sumber Mulyo .......... 41 4. Struktur organisasi LMDH Wana Tani Makmur ............................................ 42 5. Alokasi penggunaan bagi hasil LMDH Wana Tani Makmur ........................... 43 6. Kuisioner Penelitian untuk Responden ............................................................... 44 7. Kuisioner untuk Pihak Perhutani ....................................................................... 46 8. Dokumentasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur ..................................................................................................................... 47
13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu, masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya seperti perumahan, sandang, pangan, obat-obatan, dan jasa lingkungan sangat bergantung
pada hutan. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan
kebutuhan hidup meningkat dan memicu terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya
hutan
secara
komersial
dan
berskala
besar.
Eksploitasi
mengakibatkan kerusakan hutan semakin parah dan meluas (Dunggio dan Hendra 2009). Berdasarkan hasil rekapitulasi KPH Cepu, kejadian pencurian kayu dan kebakaran hutan masih tinggi setiap tahunnya. Data pencurian kayu pada tahun 1998 sebesar 90.245 pohon dan meningkat hingga pada tahun 1999 mencapai 536.255 pohon, kemudian terjadi penurunan pencurian kayu hingga tahun 2002 menjadi sebesar 9.111 pohon. Selain pencurian kayu, di KPH Cepu pada tahun 1998 terjadi kebakaran hutan yang luasnya mencapai 346 Ha kemudian meningkat hingga seluas 1.055 Ha dan berfluktuasi sampai tahun 2002 menjadi seluas 867 Ha. Merespon adanya peningkatan gangguan hutan, Perhutani menerapkan beberapa kebijakan baru secara multi sektoral terkait dalam pengelolaan hutan. Salah satu bentuk kebijakan baru tersebut adalah program PHBM. KPH Cepu mulai menerapkan program PHBM pada tahun 2003. Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan hutan. Hal tersebut dimulai dengan terjalinnya kerjasama antara Perhutani dengan LMDH. Menurut Kartasubrata (1983) dalam Hernanto (2007), partisipasi masyarakat sekitar hutan sangat diperlukan dalam program pengelolaan hutan agar manfaat ekonomis dan ekologis hutan dapat dinikmati secara berkelanjutan. Salah satu unsur keberhasilan pelaksanaan program PHBM adalah efektivitas kelembagaan LMDH. LMDH yang efektif adalah LMDH yang melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan. Menurut Awang (2010), untuk merealisasikan pelaksanaan program PHBM yang sesuai dengan tujuan program PHBM dibutuhkan studi aksi yang berhubungan dengan isu-isu sosial, budaya,
14
ekonomi, lingkungan, teknik kehutanan, dan kelembagaan. Oleh karena itu, untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program PHBM diperlukan penggalian informasi dengan melakukan penelitian dalam mengkaji partisipasi masyarakat dalam program PHBM di Perum Perhutani. 1.2 Rumusan Masalah Dari pernyataan di atas, rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implementasi program PHBM di KPH Cepu? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pelaksanaan program PHBM? 3. Bagaimana efektivitas kelembagaan LMDH di KPH Cepu? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kegiatan-kegiatan PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu. 2. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam program PHBM di KPH Cepu. 3. Menganalisis efektivitas kelembagaan LMDH. 1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memberikan informasi kepada Perhutani tentang tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan PHBM di Perum Perhutani. 2. Sebagai informasi penunjang dalam penerapan program PHBM.
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan
Hutan
Bersama
Masyarakat
adalah
suatu
program
pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi antara Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan (Perhutani 2002). Menurut Suharjito (2004), pengertian PHBM adalah pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang berarti masyarakat menjadi pelaku utama pengelolaan hutan. Masyarakat yang dimaksud adalah kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan dan bergantung kepada hutan untuk memenuhi kehidupannya (ekonomi, politik, religius, dan lainnya). Kata kunci berbasis menunjuk pada peran atau partisipasi masyarakat sebagai satu kesatuan yang membangun institusi dan pola hubungan sosial sehingga pengelolaan hutan berjalan menuju pada pencapaian kelestarian hutan, keadilan sosial, dan kemakmuran ekonomi. Pada dasarnya program PHBM memiliki tujuan untuk memberi arahan kepada masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional. Perhutani (2002) menjabarkan tujuan program PHBM sebagai berikut: 1. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan, dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat. 2. Meningkatkan peran dan tanggung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. 3. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan, produktivitas dan keamanan hutan. 4. Mendorong dan menyeleraskan pengelolaan sumber daya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah dan sesuai kondisi dinamika sosial masyarakat desa hutan. 5. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara. Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat memiliki dua bentuk kegiatan, yaitu: kegiatan berbasis lahan dan kegiatan berbasis bukan lahan.
16
Kegiatan berbasis lahan adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang sesuai karakteristik wilayah, yang menghasilkan produk budidaya dan lanjutannya serta produk konservasi dan estetika. Kegiatan berbasis bukan lahan adalah rangkaian kegiatan yang tidak berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang yang menghasilkan produk industri, jasa, dan perdagangan (Perhutani 2002). Dalam program PHBM terdapat hak dan kewajiban masyarakat desa hutan dengan Perhutani. Berikut adalah hak dan kewajiban masyarakat desa hutan dengan Perhutani (Perhutani 2002): 1. Masyarakat desa hutan dalam PHBM berhak: a. Bersama PT. Perhutani (Persero) dan pihak yang berkepentingan menyusun
rencana,
melaksanakan,
memantau
dan
mengevaluasi
pelaksanaan Program PHBM. b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan. 2. Masyarakat desa hutan dalam PHBM berkewajiban: a. Bersama PT. Perhutani (Persero) dan pihak yang berkepentingan melindungi dan melestarikan sumber daya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan kemampuannya. 3. PT. Perhutani (Persero) dalam PHBM berhak: a. Bersama masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PHBM. b. Memperoleh manfaat dan hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan. c. Memperoleh
dukungan
masyarakat
desa
hutan
dan
pihak
yang
berkepentingan dalam perlindungan sumber daya hutan untuk berkelanjutan fungsi dan manfaatnya. 4. PT Perhutani (Persero) dalam PHBM berkewajiban: a. Memfasilitasi masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam proses penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan rencana.
17
c. Mempersiapkan sistem, kultur dan budaya perusahaan yang kondusif. d. Bekerja sama dengan masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam rangka mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya kegiatan. Kegiatan berbagi hasil dalam PHBM dilakukan berdasarkan bagi hasil input dari masing-masing pihak. Satu hal yang perlu dicatat dari penerapan sistem ini adalah adanya pembagian hasil produksi kayu. Dalam sistem ini dimungkinkan pula pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk ikut terlibat dalam pengelolaan hutan. Besarnya bagi hasil yang menjadi hak LMDH dihitung berdasarkan umur perjanjian kerjasama yang dilakukan sampai dengan maksimal 25%. Besaran ini ditetapkan berdasarkan analogi dari sistem bawon di pertanian bawah tegakan dan hitungan kerugian Perhutani karena pencurian pohon sejak ditantanganinya perjanjian kerjasama (Dinas Kehutanan Jawa Tengah 2009).
2.2 Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Menurut Davis (1967) dalam Suprayitno (2011), partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk berkontribusi dalam mencapai tujuan kelompok dan saling berbagi tanggung jawab diantara anggota-anggota kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut, partisipasi memiliki tiga hal pokok, yaitu: 1. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional. 2. Menghendaki adanya kontribusi terhadap kepentingan atau tujuan kelompok. 3. Merupakan tanggung jawab terhadap kelompok. Masyarakat desa hutan adalah orang-orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya (Perhutani 2002). Partisipasi masyarakat desa hutan dalam kegiatan pengelolaan hutan dibedakan menjadi dua yaitu partisipasi secara parsial dan partisipasi integral. Beberapa contoh bentuk partisipasi parsial adalah praktek tumpangsari yang dilakukan oleh masyarakat desa di areal Perum Perhutani di Jawa. Dalam partisipasi parsial ini masyarakat hanya ikutserta dalam kegiatan tumpangsari dan pemungutan hasil hutan non kayu. Pola tumpangsari yang diujicobakan di areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri adalah contoh lain dari praktek keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan secara
18
parsial. Pada program ini, peran masyarakat dalam kegiatan pembangunan hutan tidak begitu nyata (Suharti dan Murniati 2004). Contoh lain partisipasi parsial adalah pelaksanaan PHBM di Desa Buniwangi dan Desa Citarik, BKPH Pelabuhan Ratu, KPH Sukabumi. Program PHBM di daerah ini ditetapkan bahwa masa kontrak lahan garap tergantung pada persen tumbuh tanaman pokok mencapai 90% atau lebih. Hal ini merupakan strategi Perhutani untuk memacu petugas lapang dan masyarakat dalam melakukan pemeliharaan tanaman yang maksimal. Namun ketetapan ini kurang menguntungkan masyarakat. Apabila masyarakat tidak mampu mencapai persen tumbuh tanaman pokok 90% maka mereka akan kehilangan seluruh hak dan kesempatan dalam memperpanjang kontrak dan bagi hasil. Demikian pula dalam penetapan jenis tanaman tumpangsari, masyarakat hanya melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan oleh Perhutani (Suharti dan Murniati 2004). PHBM merupakan implementasi dari program Social Forestry yang mengembangkan pola investasi sesuai dengan perimbangan tanggungjawab dan andil biaya serta manfaat. Dasar dari PHBM adalah adanya jiwa berbagi dalam pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling mendukung. Nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM sesuai dengan nilai dan proporsi nilai produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. Setiap daerah memiliki isu sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda-beda yang menyebabkan keragaman sistem usaha tani, penggunaan input, serta kendala yang dihadapi dalam penerapan PHBM. Keragaman ini mengakibatkan penetapan dalam proporsi bagi hasil antara daerah satu dengan yang lain berbeda (Suharti dan Murniati 2004).
2.3 Efektivitas Kelembagaan LMDH Kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat dalam suatu organisasi yang memiliki faktor pembatas dan pengikat berupa norma, aturan formal, maupun non formal untuk mencapai tujuan bersama (Djogo et al. 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kelembagaan mempunyai 10 unsur penting, yaitu: institusi, norma tingkah laku, peraturan, aturan dalam masyarakat, kode etik, kontrak, pasar, hak milik, organisasi, dan insentif. LMDH
19
adalah lembaga masyarakat desa yang bekerjasama pada program PHBM. Anggota LMDH berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut (Perhutani 2002). Dari pengertian-pengertian di atas, kelembagaan LMDH adalah tatanan atau pola hubungan antara masyarakat dalam wadah LMDH yang memiliki faktor pembatas dan pengikat berupa aturan baik formal maupun non formal untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rahmadana dan Widho 2002). Menurut Robertson (2002), masing-masing stakeholder memiliki pandangan yang berbeda tentang organisasi yang efektif, yaitu: 1. Investor dan pemegang saham: organisasi yang memberikan laba atas investasi, stabilitas jangka panjang, dan pertumbuhannya. 2. Karyawan: organisasi yang memberikan kepuasan kerja, stabilitas kerja, prospek karir, dan penghargaan 3. Stakeholder lain: organisasi yang memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan mereka. Menurut Gibson (1984) dalam Muhidin (2009), terdapat tiga pendekatan dalam efektivitas, yaitu: 1. Pendekatan tujuan. Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Pendekatan teori sistem. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar. Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-proses-pengeluaran dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang menopang organisasi. 3. Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Berdasarkan
pendekatan-pendekatan
tersebut,
Muhidin
(2009)
mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu: adanya tujuan yang jelas, struktur organisasi, adanya partisipasi masyarakat, dan adanya sistem nilai yang dianut. Hal ini sama dengan pendapat Steers dalam
20
Muhidin
(2009),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
efektivitas
adalah:
karakteristik organisasi, karakteristik lingkungan, karakteristik pekerja, dan karakteristik manajemen atau kebijakan. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Karakteristik lingkungan berupa lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi sedangkan lingkungan eksternal adalah lingkungan di luar batas organisasi yang berpengaruh terhadap organisasi. Karakteristik pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan, maka organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi, sedangkan karakteristik manajemen atau kebijakan merupakan strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi tersebut sehingga efektivitas dapat tercapai.
.
21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Bleboh dan Desa Nglebur KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada bulan September sampai dengan November 2011. 3.2 Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera digital, dan netbook dengan aplikasi Microsoft Word 2007. Objek penelitian ini adalah pesanggem sebagai peserta program PHBM. 3.3 Pemilihan Desa Contoh dan Jumlah Responden Desa contoh dipilih berdasarkan tingkat kemajuan LMDH dan besarnya bagi hasil. Desa tersebut adalah Desa Bleboh dan Desa Nglebur. Jumlah respoden yang diambil secara acak sebanyak 30 orang pada masing-masing desa sehingga jumlah total adalah 60 responden. 3.4 Jenis Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi: a. Data tentang kondisi umum lokasi penelitian (peta, dan gambaran kondisi umum lokasi) b. Struktur organisasi (LMDH) c. Alokasi bagi hasil d. Data-data lain yang berhubungan dengan PHBM. 3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Metode Pengamatan Langsung Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan pesanggem dalam Program PHBM.
22
b. Metode Wawancara Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi dari ketua LMDH, pengurus LMDH, dan KSS PHBM KPH Cepu mengenai kegiatan dalam PHBM. c. Studi Pustaka Data diperoleh dari KPH Cepu. Data tersebut berisi tentang profil KPH Cepu, rekapitulasi nilai pencurian kayu dan kebakaran hutan pada tahun 19952011, struktur organisasi LMDH, dan alokasi bagi hasil. 3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan data dilakukan dengan tabulasi sedangkan analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah suatu tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya (Nazir 2003). Menurut Huberman (1992), pengolahan data kualitatif diolah melalui tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Tahapan kedua adalah penyajian data. Data disajikan dalam bentuk persentase, grafik, dan bagan. Seluruh informasi yang diperoleh dalam tahap penyajian data digabungkan dalam suatu bentuk padu dan mudah dimengerti kemudian ditarik kesimpulan.
23
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum KPH Cepu 4.1.1 Letak Geografi dan Luas Kawasan Berdasarkan peta geografis, KPH Cepu terletak antara 111°16” – 111°38” Bujur Timur dan 06°528” – 07°248” Lintang Selatan. Secara administratif, wilayah KPH Cepu meliputi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Luas total kawasan KPH Cepu adalah 33.047,3 Ha. Dari luas total kawasan KPH Cepu tersebut kurang lebih dua per tiganya berada di Kabupaten Blora sedangkan sisanya berada di Kabupaten Bojonegoro. Adapun batas – batas wilayah KPH Cepu ialah: 1. Sebelah Utara
: KPH Kebonharjo
2. Sebelah Timur
: KPH Parengan
3. Sebelah Selatan
: Sungai Bengawan Solo
4. Sebelah Barat
: KPH Randublatung.
4.1.2 Pembagian Wilayah Hutan Terkait kepentingan kegiatan perencanaan hutan, maka wilayah hutan KPH Cepu dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) bagian hutan (BH) beserta luas arealnya yang tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1 Pembagian wilayah hutan KPH Cepu No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jumlah
Bagian Hutan Payaman Cabak Nanas Ledok Kedewan Kedinding Blungun
Luas Areal (Ha) 3.376,3 4.506,8 4.979,7 4.453,3 5.949,1 5.007,2 4.792,9 33.047,3
Sumber : KPH Cepu (2010)
4.1.3 Keadaan lapangan Keadaan lapangan wilayah KPH Cepu sebagian besar berkonfigurasi datar sampai bergelombang. Adapun ketinggian lokasi dari permukaan laut berkisar 30–
24
250 m. Kondisi lapangan kawasan hutan khususnya bagian hutan KPH Cepu dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Keadaan lapangan bagian hutan di KPH Cepu No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bagian Hutan Payaman Cabak Nanas Kedewan Ledok Kedinding Blungun
Konfigurasi Lapangan Miring, bergelombang, sedikit berbukit Lereng, bergelombang Lereng/ miring, berbukit, sangat bergelombang Miring, landai, datar sangat bergelombang Lereng, miring, bergelombang sedikit curam di tepi sungai Miring, landai, sangat bergelombang Datar, sangat berbukit, bergelombang
Sumber: KPH Cepu (2010)
4.1.4 Jenis Tanah Jenis tanah di wilayah hutan KPH Cepu terdiri dari 4, yaitu Litosol, Grumusol, Mediteran dan Aluvial. Kawasan hutan KPH Cepu sebagian besar berbatu (KPH Cepu 2010). 4.1.5 Iklim Wilayah hutan KPH Cepu dan sekitarnya beriklim tropis, yang ditandai dengan kehadiran musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Menurut Schmidt dan Ferguson, tipe iklim di wilayah KPH Cepu yaitu C dan D. Adapun kondisi iklim ini sangat sesuai untuk ditanami jati. Curah hujan rata-rata sebesar 1.636 mm/tahun (KPH Cepu 2010). 4.2 Keorganisasian dan Pembagian Wilayah Kerja KPH Cepu dipimpin oleh seorang Administratur (ADM), dengan dibantu oleh 5 Ajun Administratur. Setiap Ajun Administratur membawahkan bagianbagian yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi dan Kepala Urusan. Pada struktur pelaksanaan pengelolaan di lapangan, Perum Perhutani KPH Cepu dibagi menjadi 12 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang dikepalai oleh seorang Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan hutan (KBKPH/Asper) dan 34 orang Kepala setingkat KBKPH/Asper, yaitu 3 orang Kepala TPK dan Kepala Bangunbangunan (bangunan asset Perhutani). Satuan terkecil unit kerja KPH adalah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh seorang Kepala RPH (KRPH/ Mantri), sedangkan dalam kegiatan pengelolaan hutan, KPH Cepu menerapkan pembagian wilayah-wilayah kerja (KPH Cepu 2010).
25
KPH Cepu terbagi ke dalam 2 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH), yaitu SKPH Cepu Utara dan SKPH Cepu Selatan. Masing-masing SKPH terbagi ke dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), dengan keseluruhan jumlahnya yaitu 12 BKPH (KPH Cepu 2010). Jumlah BKPH di KPH Cepu dan luas masing-masing disajikan dalam Lampiran 1. 4.3 Kondisi Umum Desa Bleboh Desa ini terletak di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Desa Bleboh memiliki luas wilayah 5.250,995 Ha dengan topografi datar dan bergelombang. Dari luas total wilayah Desa Bleboh tersebut, kurang lebih setengahnya berupa hutan negara dan setengahnya lagi berupa lahan persawahan, lahan kering, dan pemukiman. Batas-batas wilayah Desa Bleboh, yaitu: 1. Sebelah Utara
: Desa Jiken
2. Sebelah Timur
: Desa Janjang
3. Sebelah Selatan
: Desa Sambong
4. Sebelah Barat
: Desa Nglebur.
4.3.1 Kependudukan Total jumlah penduduk Desa Bleboh pada tahun 2009 sebanyak 6.168 jiwa dengan proporsi laki-laki sebanyak 3.070 orang dan perempuan sebanyak 3.098 orang. Data mengenai klasifikasi penduduk berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi penduduk Desa Bleboh berdasarkan umur No 1. 2. 3.
Usia (Tahun) 0-14 15-64 ≥65
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%) 2.509 3.385 274
40,68 54,88 04,44
Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009)
4.3.2 Mata Pencaharian Desa Bleboh merupakan desa yang berada di sekitar hutan yang memiliki aksesibilitas rendah. Namun, mata pencaharian penduduk Desa Bleboh beragam. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani dan sisanya memiliki mata pencaharian sebagai kuli bangunan, pedagang, dan rumah usaha. Data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Bleboh disajikan dalam Tabel 4.
26
Tabel 4 Klasifikasi mata pencaharian penduduk Desa Bleboh No 1. 2. 3. 4.
Jenis Mata Pencaharian Petani Bangunan Pedagang Rumah usaha
Jumlah (Jiwa) 2.315 107 39 15
Persentase (%) 93,50 04,32 01,57 00,61
Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009)
4.3.3 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Bleboh memiliki tingkat pendidikan rendah karena sebagian besar adalah SD. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Bleboh disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi tingkat pendidikan penduduk Desa Bleboh No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Pendidikan SD SLTP SLTA DI,D2,D3 S1 S2
Jumlah (jiwa) 2.223 1.495 1.163 18 21 3
Persentase (%) 45,15 30,37 23,62 00,37 00,43 00,06
Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009)
4.4 Kondisi Umum Desa Nglebur Desa ini terletak di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Luas Desa Nglebur yaitu 5.994,923 Ha. Setengah dari luas areal tersebut berupa hutan negara, seperempatnya berupa persawahan, dan sisanya berupa pemukiman dan lahan kering. Adapun batas-batas wilayah desa Nglebur yaitu : 1. Sebelah Utara
: Desa Jiken, Kecamatan Jiken
2. Sebelah Timur
: Desa Bleboh, Kecamatan Jiken
3. Sebelah Selatan
: Desa Ledok, Kecamatan Jiken
4. Sebelah Barat
: Desa Cabak, Kecamatan Jiken.
4.4.1 Kependudukan Jumlah penduduk Desa Nglebur pada tahun 2009 sebanyak 5.398 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 2.789 orang dan perempuan sebanyak 2.609 orang. Data mengenai klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 6.
27
Tabel 6 Klasifikasi jumlah penduduk Desa Nglebur berdasarkan umur No 1. 2. 3.
Umur (Tahun) 0-14 15-64 ≥65
Jumlah (jiwa)
Persentase (%) 1.008 1.396 2.706
19,73 27,32 52,95
Sumber : Pemerintah Desa Nglebur (2009)
4.4.2 Mata pencaharian Penduduk Desa Nlgebur sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani. Adapun data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Nglebur disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Mata pencaharian penduduk Desa Nglebur No 1. 2. 3.
Jenis Mata Pencaharian Petani Bangunan Pedagang
Jumlah (Jiwa) 5.398 10 9
Persentase (%) 99,65 00,18 00,17
Sumber : Pemerintah Desa Nglebur (2009)
4.4.3 Tingkat pendidikan Sebagian besar tingkat pendidikan penduduk di Desa Nglebur adalah SD, yaitu sebanyak 213 orang. Jika dibandingkan dengan Desa Bleboh, tingkat pendidikan penduduk di Desa Nglebur lebih rendah. Berikut adalah data mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Nglebur yang disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Tingkat pendidikan penduduk Desa Nglebur No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis pendidikan SD SLTP SLTA D1,D2,D3 S1
Sumber : Pemerintah Desa Nglebur (2009)
Jumlah (jiwa)
Persentase (%) 213 156 42 9 3
50,35 36,88 09,93 02,13 00,71
28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran hutan adalah program PHBM. Perhutani mencetuskan program PHBM pada tahun 2001. Landasan utama Program PHBM yaitu Perhutani „menggandeng‟ masyarakat desa hutan dan para pihak lain yang berkepentingan dalam mengelola dan melestarikan hutan sehingga fungsi hutan dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Berdasarkan rekapitulasi data KPH Cepu, data mengenai pencurian kayu
Nilai (Rupiah)
dan kebakaran hutan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2, sebagai berikut: 35.000.000 30.000.000 25.000.000 20.000.000 15.000.000 10.000.000 5.000.000 0
Tahun
Gambar 1 Grafik Nilai Pencurian Kayu tahun 1995-2011 (KPH Cepu 2010) Pencurian kayu terjadi pada tahun 1995 sampai dengan 2002 (sebelum diterapkannya PHBM) sebesar 800.414 pohon dengan total kerugian Rp. 75.530.228.000,00. Pencurian kayu terbesar terjadi pada tahun 2000 dengan kerugian sebesar Rp. 32.442.404.000,00 kemudian pencurian kayu mulai mengalami penurunan dengan kerugian sebesar Rp. 27.777.117.000,00 pada tahun 2001. Pada tahun 2002, pencurian kayu mengalami penurunan yang signifikan dengan kerugian sebesar Rp. 2.416.310.000,00. Pada tahun 2003 sampai dengan 2011, pencurian kayu berada dalam kondisi stabil dengan total kerugian sebesar Rp. 4.214.375.000. Program PHBM dapat menekan angka pencurian kayu sebesar
29
Rp. 71.315.853.000,00. Menurut Kusumawanti (2009), besarnya kerugian dihitung berdasarkan panjang dan diameter kayu yang hilang atau dicuri bukan berdasarkan banyaknya tunggak yang hilang. Jumlah tunggak yang sedikit dapat memiliki kerugian yang besar jika tunggak tersebut memiliki diameter dan panjang yang besar, begitu pun sebaliknya. Gambar 2 menjelaskan tentang perubahan peristiwa kebakaran hutan yang
Nilai (Rupiah)
terjadi dari tahun 1995 sampai dengan 2011, sebagai berikut: 900.000 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0
Tahun
Gambar 2 Grafik Nilai Kebakaran Hutan tahun 1995-2011 (KPH Cepu 2010) Peristiwa kebakaran hutan mulai tahun 1995 sampai dengan 2002 menyebabkan Perum Perhutani mengalami kerugian sebesar Rp. 310.185.000,00. Pada tahun 2003 sampai dengan 2011, KPH Cepu mengalami total kerugian sebesar Rp. 1.684.641.000,00. Peristiwa kebakaran terbesar terjadi pada tahun 2011, yaitu seluas 260,07 Ha. Menurut KSS PHBM KPH Cepu, peristiwa kebakaran yang terjadi pada tahun 2011 sebagian besar akibat human error. Selain itu, kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2011 juga memicu kebakaran hutan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Yantina (2008) bahwa penyebab dari kebakaran hutan sebagian besar terjadi karena aktivitas manusia. Selain itu juga didukung oleh faktor lingkungan seperti kondisi iklim yang kering. Merespon adanya peningkatan pencurian kayu dan kebakaran hutan, KPH Cepu mulai mencanangkan program PHBM pada tahun 2003. Kegiatan dalam program PHBM meliputi kegiatan di dalam kawasan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan di dalam kawasan hutan terdiri dari penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Kegiatan di luar kawasan hutan terdiri dari pendirian toko saprotan, peternakan sapi dan kambing,
30
budidaya empon-empon, dan persemaian. Kegiatan penanaman sampai dengan pemeliharaan tanaman pokok dikerjakan pesanggem bersamaaan dengan kegiatan tumpangsari di lahan andil. Perhutani memberikan pengarahan dalam menentukan jenis tanaman tumpangsari. Luas lahan andil yang dikerjakan pesanggem seluas 0,25 Ha. Kegiatan keamanan hutan dilakukan oleh Perhutani, LMDH maupun pesanggem. Perhutani melakukan kegiatan keamanan hutan berupa patroli setiap hari. LMDH melakukan kegiatan keamanan hutan berupa patroli bersama dengan Perhutani, sedangkan pesanggem melakukan kegiatan keamanan hutan secara tidak langsung dengan datang setiap hari ke hutan untuk menanam, memelihara jati dan tumpangsari. Keterlibatan pesanggem menjadi penting dalam pengelolaan karena dapat meningkatkan efektivitas dalam pengamanan hutan dan juga meningkatkan kesejahteraan pesanggem. Wujud keterlibatan dan peran pesanggem disalurkan melalui wadah LMDH. KPH Cepu mempunyai 21 LMDH yang tersebar di Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Beberapa contoh LMDH tersebut adalah LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur. a. LMDH Wana Sumber Mulyo LMDH Wana Sumber Mulyo didirikan pada tanggal 18 September 2003 dengan Akta Notaris Nomor 436 tanggal 30 Desember tahun 2003. Petak pangkuan Desa Bleboh seluas 2.240,7 Ha yang berada di dua BKPH, yaitu BKPH Nglebur dan BKPH Nanas. Wilayah pangkuan Desa Bleboh yang berada di BKPH Nanas terdiri atas 51 petak yang tersebar di RPH Bleboh, RPH Janjang, RPH Nanas, dan RPH Sumberejo; sedangkan wilayah pangkuan di BKPH Nglebur berada di RPH Bulak sebanyak dua petak. LMDH ini memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris serta seksi-seksi yang terdiri dari seksi Humas, produksi, PSDH, usaha, dan keamanan disajikan dalam Lampiran 2. Dalam kepengurusan tersebut didominasi oleh tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perangkat desa karena dianggap memiliki pengaruh besar pada masyarakat dan berkompeten. Dalam kepengurusan tersebut terdiri atas beberapa seksi
dengan
tanggungjawab
yang
berbeda.
Seksi
Humas
memiliki
tanggungjawab mengadakan penyuluhan hutan lestari pada RT/RW, dan mengadakan penyuluhan tanaman produktif pada pesanggem. Seksi produksi
31
memiliki tanggungjawab terhadap sensus pohon, dan membantu kegiatan angkutan ketika tebangan. Seksi PSDH memiliki tanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan tanaman, dan membantu mengumpulkan pesanggem pada petak-petak pangkuan untuk kegiatan tumpangsari. Seksi usaha memiliki tanggungjawab dalam memberikan kursus atau pelatihan serta membantu pesanggem dalam usaha produktif. Seksi keamanan bertanggungjawab terhadap kegiatan patroli hutan bersama Polter, memberi pembinaan pada pencuri, dan melaksanakan sensus tegakan. Kegiatan dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya berupa kegiatan di dalam kawasan hutan. Kegiatan tersebut terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil, dan monitoring evaluasi. Tahap perencanaan terdiri dari pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis. Rencana Operasional LMDH Wana Sumber Mulyo disusun oleh pengurus inti LMDH dan FK PHBM tingkat desa setiap satu tahun sekali. Rencana Operasional berisi tentang rencana kegiatan dan rencana pengalokasian bagi hasil selama satu tahun. Rencana Strategis disusun oleh KPH Cepu dan LMDH Wana Sumber Mulyo pada awal pelaksanaan PHBM saja karena mengasumsikan Rencana Strategis akan sama pada lima tahun berikutnya. Rencana tersebut berisi tentang kondisi sosial ekonomi desa, pangkuan hutan, identifikasi masalah, strategi dan rencana kegiatan PHBM. Tahap pelaksanaan LMDH Wana Sumber Mulyo terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Pesanggem melakukan kegiatan tumpangsari di lahan andil yang luasnya 0,25 Ha. Pada lahan tersebut, pesanggem juga melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. sedangkan pada kegiatan keamanan hutan, pesanggem berpartisipasi secara tidak langsung dengan pergi ke hutan setiap hari untuk mencari ranting dan menjaga tanaman tumpangsari. LMDH Wana Sumber Mulyo tidak memiliki usaha produktif. Namun, LMDH ini telah mendapat bantuan beberapa kali, yaitu berupa satu unit alat pengolah air mentah menjadi siap pakai dari Pemprov pada bulan Desember tahun 2010 serta benih padi non hibrida dari Pemda pada bulan September tahun 2011. Untuk meningkatkan keahlian anggota, LMDH Wana Sumber Mulyo mengadakan
32
pelatihan-pelatihan berupa pelatihan sirup secang dari Pemda dan pelatihan keuangan dari Dinas Pendidikan. Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil produksi kayu dan non kayu. Besarnya bagi hasil produksi kayu yang diterima LMDH Wana Sumber Mulyo pada tahun 2010 untuk program kerja tahun 2011 sesuai SK Perum Perhutani No.001 tahun 2001 sebesar Rp. 44.439.474,00 dengan pajak sebesar 2% yaitu Rp. 888.789,00 sehingga besarnya bagi hasil bersih sebesar Rp. 43.550.685,00 dengan jumlah produksi kayu sebesar 760,381 m³. Pengalokasian bagi hasil disesuaikan dengan hasil kesepakatan bersama Perhutani, yaitu alokasi untuk seluruh kegiatan internal LMDH yaitu sebesar 90%, alokasi untuk dikelola Paguyuban sebesar 7%, dan dikelola KPH sebesar 3%. Alokasi penggunaan bagi hasil untuk dikelola internal LMDH sebesar Rp. 40.284.383,00. Data mengenai alokasi penggunaan bagi hasil yang dikelola internal LMDH disajikan dalam Lampiran 3. Alokasi bagi hasil untuk honor setiap pengurus diatur oleh internal LMDH. Besarnya bagi hasil tersebut disesuaikan dengan jabatan dalam LMDH. Berikut adalah gambar pengalokasian bagi hasil honor pengurus.
Keterangan :
2% 4,58%
penanggungjawab, penasehat, pembina, dan ketua LMDH sekretaris
3%
bendahara
3,01%
4,08%
Koordinator seksi Anggota seksi
Gambar 3 Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Sumber Mulyo (LMDH Wana Sumber Mulyo 2011) Tahap monitoring dan evaluasi kegiatan di LMDH Wana Sumber Mulyo berupa pembuatan Laporan Pertanggungjawaban yang disusun oleh pengurus inti
33
LMDH dan FK PHBM. Laporan Pertanggungjawaban tersebut diserahkan kepada Asper BKPH. Laporan pertanggungjawaban tersebut berisi tentang semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun. b. LMDH Wana Tani Makmur LMDH Wana Tani Makmur didirikan pada tanggal 27 Desember tahun 2003 dengan Akta Notaris Nomor 5 tanggal 3 Februari tahun 2003. Petak pangkuan LMDH seluas 3.011,2 Ha dengan total 86 petak yang tersebar di BKPH Nglebur, BKPH Nanas, BKPH Cabak, dan BKPH Wono Gadung. LMDH tersebut memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris serta seksi-seksi dengan total pengurus sebanyak 35 orang yang disajikan dalam Lampiran 4. Kepengurusan LMDH Wana Tani Makmur sama dengan Wana Sumber Mulyo, yaitu didominasi oleh tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perangkat desa. Seksi LMDH Wana Tani Makmur terdiri atas seksi Sumber Daya Hutan, sosial, pengembangan usaha, keamanan, dan Humas. Seksi Sumber Daya Hutan memiliki beberapa kegiatan, yaitu membantu dalam tanaman, membantu babat dan wiwil pada petak tanaman. Kegiatan seksi sosial hanya membantu seksi-seksi yang lain dalam melaksanakan kegiatan. Kegiatan seksi pengembangan usaha terdiri atas pengawasan angkutan tebangan, pengambilan nota angkutan, pengadaan pelatihan anggota, dan pengawasan tebangan. Seksi keamanan mempunyai kegiatan yang terdiri dari patroli bersama polter di wilayah pangkuan dan orientasi wilayah pangkuan. Kegiatan seksi Humas yaitu penyuluhan tanaman produktif pada pesanggem dan mencari investor. Kegiatan dalam program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan LMDH Wana Tani Makmur di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari dan keamanan hutan; sedangkan kegiatan di luar kawasan hutan berupa pendirian toko saprotan. Kegiatan di dalam kawasan hutan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil dan monitoring evaluasi. Tahap perencanaan yang ada di LMDH Wana Tani Makmur sama dengan di Desa Bleboh, yaitu berupa pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis. Rencana Operasional disusun oleh semua pengurus dan dihadiri oleh FK PHBM
34
tingkat desa pada saat bagi hasil akan dibagikan. Isi dari Rencana Operasional adalah rencana kegiatan dan rencana alokasi bagi hasil selama satu tahun. Rencana Strategis disusun oleh LMDH Wana Tani Makmur dan pihak KPH Cepu pada saat awal dilaksanakan PHBM karena mengasumsikan Rencana Strategis akan sama pada lima tahun berikutnya. Tahap pelaksanaan PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari dan keamanan hutan. Pesanggem melakukan kegiatan tumpangsari di lahan andil yang luasnya 0,25 Ha. Pada lahan tersebut, pesanggem juga melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. Pesanggem ikut terlibat dalam kegiatan keamanan secara tidak langsung. LMDH Wana Tani Makmur belum pernah mengadakan pelatihanpelatihan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Hal tersebut menyebabkan kualitas sumberdaya manusia dalam kepengurusan LMDH Wana Tani Makmur masih kurang. Banyak pengurus yang tidak melakukan kewajibannya dengan baik. Selain itu, LMDH Wana Tani Makmur juga belum pernah mendapatkan bantuan teknik maupun ekonomi baik dari Pemda, Pemprov, ataupun pihak lain. Tahap bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu. Pada tahun 2011, LMDH Wana Tani Makmur mendapatkan bagi hasil kayu sebesar Rp. 490.914.023,00 dengan pajak (2%) sebesar Rp. 9.818.280,00 dan subsidi silang (5%) sebesar Rp. 24.054.787,00 sehingga bagi hasil bersih yang diterima LMDH Wana Tani Makmur sebesar Rp. 457.040.956,00. Subsidi silang berlaku hanya untuk LMDH yang memperoleh bagi hasil di atas Rp. 50.000.000,00 yang digunakan untuk memperlancar kegiatan LMDH-LMDH yang memiliki bagi hasil kurang dari Rp. 10.000.000,00. Data mengenai alokasi penggunaan bagi hasil yang dikelola internal LMDH disajikan dalam Lampiran 5. Persentase alokasi bagi hasil untuk honor pengurus diatur oleh internal LMDH. Besarnya honor setiap pengurus disesuaikan dengan jabatan dalam LMDH. Berikut adalah gambar pengalokasian bagi hasil untuk honor pengurus.
35
Keterangan :
2% 4,58% 3%
penanggungjawab, penasehat, pembina, dan ketua LMDH sekretaris bendahara
3,01%
4,08% Koordinator seksi Anggota seksi
Gambar 4 Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Tani Makmur (LMDH Wana Tani Makmur 2011) Tahap monitoring dan evaluasi di LMDH Wana Tani Makmur berupa pembuatan Laporan Pertanggungjawaban yang disusun oleh pengurus inti dan dihadiri oleh FK PHBM tingkat desa. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Laporan Pertanggungjawaban ini berisi tentang semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam satu tahun dan penggunaan bagi hasil. 5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Umur Responden Klasifikasi umur responden di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur beragam. Responden LMDH Wana Sumber Mulyo yang berusia 15-64 tahun sebanyak 28 orang dan dua orang berusia ≥65 tahun. Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur No 1. 2. 3.
Range umur (tahun) 1-14 15-64 ≥65 Jumlah
Jumlah (jiwa) 0 28 2 30
Persentase (%) 0,00 93,33 6,67 100,00
36
Responden LMDH Wana Tani Makmur yang berusia 15-64 tahun sebanyak 26 orang dan sisanya berusia ≥65 tahun. Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur No 1. 2. 3.
Range umur (tahun) 1-14 15-64 ≥65 Jumlah
Jumlah (jiwa) 0 26 4 30
Persentase (%) 0,00 86,67 13,33 100,00
Menurut Badan Pusat Statistik (2012), struktur umur penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok umur belum produktif (di bawah 15 tahun), kelompok umur produktif (usia 15 – 64 tahun), dan kelompok umur tidak produktif (usia 65 tahun ke atas). 5.4.2 Mata Pencaharian Desa Bleboh dan Desa Nglebur merupakan desa yang berada di sekitar hutan yang secara tidak langsung mempengaruhi keberagaman jenis mata pencaharian masyarakat setempat. Berdasarkan hasil pengolahan data, 30 orang responden Desa Bleboh terdiri dari petani, pedagang, pekerja serabutan, dan kuli batu. Data mengenai klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan mata pencaharian No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Mata Pencaharian Petani Pedagang Pekerja serabutan Kuli batu Tidak memiliki mata pencaharian Jumlah
Jumlah (Orang) 12 4 1 1 12 30
Persentase (%) 40,00 13,34 3,33 3,33 40,00 100,00
Mata pencaharian responden Desa Nglebur juga beragam, yaitu petani, pembuat arang, wiraswasta, pedagang kayu, kuli batu, pengrajin tunggak, dan pekerja serabutan. Di Desa Nglebur, masyarakat dapat mengambil tunggak jati setelah kegiatan tebangan untuk diolah menjadi kerajinan atau sekedar menjadi kayu bakar. Hal ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat. Data
37
mengenai klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan mata pencaharian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Mata Pencaharian Petani Pembuat arang Wiraswasta Pedagang kayu Kuli batu Pengrajin tunggak Pekerja serabutan Tidak memiliki mata pencaharian Jumlah
Jumlah (Orang) 13 4 1 2 1 2 1 6 30
Persentase (%) 43,33 13,33 3,33 6,67 3,33 6,67 3,33 20,00 100,00
5.4.3 Kepemilikan Lahan Sebagian besar responden LMDH Wana Sumber Mulyo memiliki mata pencaharian sebagai petani milik dan petani buruh. Responden yang mempunyai lahan milik sebanyak 17 orang. Data mengenai kepemilikan lahan disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas kepemilikan lahan No 1. 2. 3. 4.
Luas Lahan Milik (Ha) 0.01-0.25 0.26-0.50 >0.50 Tidak memiliki lahan milik Jumlah
Jumlah (Orang) 10 3 4 13 30
Persentase (%) 33,34 10,00 13,33 43,33 100,00
Responden LMDH Wana Tani Makmur yang mempunyai lahan milik sebanyak 17 orang. Data selengkapnya mengenai kepemilikan lahan responden LMDH Wana Tani Makmur disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas kepemilikan lahan No 1. 2. 3. 4.
Luas Lahan Milik (Ha) 0.01-0.25 0.26-0.50 >0.50 Tidak memiliki lahan milik Jumlah
Jumlah (Orang) 11 4 2 13 30
Persentase (%) 36,67 13,33 6,67 43,33 100,00
38
5.4.4 Lahan Andil Lahan andil adalah lahan Perhutani yang digarap pesanggem untuk kegiatan tumpangsari. Umumnya lahan andil yang dikerjakan pesanggem seluas 0,25 Ha per orang. Pesanggem dapat menggarap lahan andil lebih dari 0,25 Ha apabila lahan tersebut tidak digarap oleh pesanggem lainnya. Data selengkapnya mengenai luas lahan andil responden LMDH Wana Sumber Mulyo disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas lahan andil No 1. 2. 3.
Luas Lahan Andil (Ha) 0.25 0.50 >0.50 Jumlah
Jumlah (Orang) 23 5 2 30
Persentase (%) 76,67 16,67 6,67 100,00
Jumlah responden LMDH Wana Tani Makmur yang menggarap lahan andil seluas 0,25 Ha sebanyak 17 orang. Data selengkapnya mengenai luas lahan andil responden LMDH Wana Tani Makmur disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas lahan andil No 1. 2. 3.
Luas Lahan Andil (Ha) 0.25 0.50 >0.50 Jumlah
Jumlah (Orang) 17 12 1 30
Persentase (%) 56,67 40,00 3,33 100,00
5.3 Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM 5.3.1
Partisipasi Tahap Perencanaan Tahap perencanaan PHBM dibedakan berdasarkan jangka waktu dan
tujuan, yaitu rencana jangka panjang (Rencana Strategis) dan jangka pendek (Rencana Operasional). Rencana Strategis disusun setiap lima tahun sekali yang berisi tentang kondisi sosial ekonomi desa, pangkuan hutan, identifikasi masalah, strategi, dan rencana kegiatan PHBM. Rencana Operasional disusun setiap satu tahun sekali yang berisi tentang rencana kerja dan rencana alokasi bagi hasil kayu. Rencana tersebut berisi tentang rencana kerja dan pengalokasian bagi hasil produksi kayu. Rencana jangka panjang disusun pada awal pelaksanaan program
39
PHBM disebabkan LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur mengasumsikan rencana jangka panjang akan sama untuk tahun-tahun berikutnya. Menurut Hertianto (2004), perencanaan jangka panjang mutlak diperlukan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Perencanaan jangka panjang menjadi arahan bagi penyusunan rencana lain dengan jangka yang lebih pendek. Tanpa perencanaan jangka panjang akan sulit untuk membuat rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek yang berkelanjutan sehingga dapat diduga pelaksanaan PHBM di Desa Bleboh dan Nglebur sulit untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Keterlibatan pesanggem dalam tahap perencanaan sangat penting. Salah satu tujuan dilibatkannya pesanggem dalam tahap ini untuk meningkatkan rasa tanggungjawab dalam pengelolaan hutan. Distribusi partisipasi pesanggem pada tahap perencanaan ini disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Partisipasi pesanggem dalam tahap perencanaan Jenis Kegiatan Pembuatan RO Pembuatan Renstra
Kriteria terlibat Tidak terlibat terlibat Tidak terlibat
Jumlah
Jumlah (Orang) 0 60 0 60 60
Persentase (%) 0 100 0 100 100
Realisasi program PHBM pada tahap perencanaan belum melibatkan pesanggem. Hal tersebut ditandai dengan persentase partisipassi responden sebesar 0%. Hal tersebut sangat kontras dibandingkan dengan penelitian Hertianto (2004) di LMDH Wana Lestari KPH Randublatung. Konsep Rencana Strategis disusun oleh pihak Perhutani kemudian dibahas bersama dengan seluruh pengurus dan anggota LMDH serta pihak lain yang terkait, sedangkan Rencana Operasional disusun oleh pengurus LMDH kemudian dibahas bersama dengan anggota LMDH yaitu pesanggem. Dengan tidak adanya partisipasi pesanggem di KPH Cepu menyebabkan realisasi PHBM pada tahap perncanaan kurang berjalan efektif. Menurut
Campbers
dalam
Hertianto
(2004),
paradigm
pembangunan
berkelanjutan manusia diletakkan sebagai inti dalam proses pembangunan yang tidak hanya sebagai obyek tetapi ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan menikmati pembangunan. Menurut Herdiansah (2005), perencanaan pengelolaan hutan di era Reformasi ini masih belum melibatkan
40
masyarakat dalam “proses merencanakan” kebijakan daerah tersebut. Masyarakat masih cenderung sebagai “pelaksana” dan penerima dampak kebijakan. 5.3.2
Partisipasi Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan PHBM terdiri dari kegiatan tanaman, pemeliharaan,
keamanan, dan tumpangsari. Kegiatan tanaman meliputi babat dan pengolahan lahan. Pesanggem melakukan babat dan pengolahan lahan di lahan andil setelah kegiatan tebangan. Lahan yang tidak dibabat dan diolah pesanggem dikerjakan oleh pekerja borongan. Kegiatan pemeliharaan tanaman pokok meliputi pemupukan dan pendangiran. Kegiatan tumpangsari dilakukan pesanggem bersamaan dengan kegiatan pemeliharaan tanaman pokok. Pada kegiatan tumpangsari, masyarakat langsung melapor ke mandor untuk mendapatkan lahan andil. Luas lahan andil umumnya 0,25-0,5 Ha. Namun, ada sebagian pesanggem yang menggarap lahan andil dengan luasan lebih dari 0,5 Ha. Jenis tanaman tumpangsari arahan Perhutani adalah padi dan jagung, sedangkan tanaman yang ditentukan oleh pesanggem sendiri adalah singkong, cabai, tembakau, dan lainlain. Pada tahun 2011, pesanggem mendapat bantuan bibit padi non hibrida dari PT. Sang Hyang Seri melalui LMDH. Namun untuk mendapatkannya, pesanggem harus membeli dengan harga Rp. 5.000,00 per 5 kg. Pada kegiatan keamanan, pesanggem terlibat secara tidak langsung menjaga tegakan jati. Pada musim tanam, pesanggem ke hutan untuk menggarap lahan selain itu pesanggem juga mengambil ranting. Distribusi masyarakat menurut keikutsertaan dalam tahap pelaksanaan disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18 Partisipasi pesanggem dalam tahap pelaksanaan Jenis Kegiatan Tanaman Pemeliharaan Tebangan Jumlah
Kriteria terlibat tidak terlibat terlibat tidak terlibat terlibat tidak terlibat
Jumlah (Orang) 60 0 60 0 60 0 60
Persentase (%) 100 0 100 0 100 0 100
Pesanggem terlibat dalam semua kegiatan pada tahap pelaksanaan dengan persentase 100%. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Hertianto
41
(2004) di KPH Randublatung, pesanggem terlibat dalam semua tahap pelaksanaan yang terdiri dari penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari. 5.3.3
Partisipasi Tahap Pemanfaatan Bagi Hasil Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu.
Distribusi pesanggem menurut keikutsertaan dalam tahap pemanfaatan bagi hasil disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19 Partisipasi pesanggem dalam tahap pemanfaatan bagi hasil Jenis Kegiatan bagi hasil kayu
Kriteria terlibat tidak terlibat
Jumlah (Orang) 0 60
Bagi hasil non kayu
terlibat tidak terlibat
60 0
100 0
60
100
Jumlah
Persentase (%) 0 100
Pesanggem hanya terlibat dalam pemanfaatan bagi hasil non kayu pada tahap pemanfaatan bagi hasil. Bagi hasil non kayu dilaksanakan pada saat kegiatan tebangan. Pemanfaatan bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Budiarti (2011) di tiga desa di KPH Cianjur. Partisipasi pesanggem rendah pada tahap pemanfaatan bagi hasil dikarenakan sebagian besar hasil kegiatan di lapang langsung dikelola oleh pengurus LMDH (Budiarti 2011). 5.3.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM Partisipasi pesanggem dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber
Mulyo dan Wana Tani Makmur masih terbatas pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Menurut Budiarti (2011), partisipasi pesanggem dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, pendidikan, dan mata pencaharian sedangkan faktor eksternal meliputi luas lahan milik. Umur merupakan salah satu indikator kematangan berpikir, tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Berdasarkan karakteristik responden, sebagian besar pesanggem Desa Bleboh dan Desa Nglebur tergolong dalam usia produktif. Umur memiliki pengaruh terhadap partisipasi karena
42
semakin produktif umur seseorang maka semakin tinggi pula partisipasi yang diberikan. Sebagian besar mata pencaharian pesanggem Desa Bleboh adalah petani dan sebagian lagi tidak memiliki mata pencaharian. Persentase pesanggem yang memiliki mata pencaharian petani sebesar 40% dan persentase pesanggem yang tidak memiliki mata pencaharian juga sebesar 40%, sedangkan sebagian besar pesanggem di Desa Nglebur memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan persentase sebesar 43%. Slamet (1993) mengemukakan bahwa mata pencaharian mempengaruhi bentuk partisipasi karena mata pencaharian berhubungan dengan waktu luang seseorang dan terkait dengan penghasilan yang diperolehnya. Tingginya partisipasi pesanggem pada kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan karena adanya hak yang diberikan kepada pesanggem dalam memanfaatkan lahan Perhutani untuk pertanian (tumpangsari). Selain itu, pesanggem juga mendapat bagi hasil berupa kayu bakar. Bagi hasil tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk wirausaha. Sebagian besar pesanggem di Desa Bleboh dan Desa Nglebur yang memiliki mata pencaharian sebagai petani buruh dan petani hutan sudah memiliki lahan pertanian sendiri. Namun, luas lahan pertanian tersebut tergolong sempit sehingga tingkat interaksi dan ketergantungan pesanggem terhadap hutan tinggi. Oleh karena itu, luas kepemilikan lahan pertanian juga mempengaruhi partisipasi karena semakin sempit lahan milik pesanggem maka partisipasi dalam kegiatan PHBM semakin tinggi. Sebelum
dicanangkannya
PHBM,
pesanggem
sudah
sejak
lama
melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari di lahan Perhutani. Namun, tahap bagi hasil non kayu baru dilaksanakan setelah adanya PHBM. Partisipasi dalam kegiatan PHBM di Desa Bleboh dan Desa Nglebur masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada satu atau beberapa kegiatan saja. Program PHBM merupakan program Perhutani sebagai implementasi Sosial Forestry yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan tujuan agar hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Adanya pembatasan partisipasi masyarakat dalam PHBM menyebabkan program tersebut tidak berjalan optimal dan sasaran program belum tercapai.
43
5.4 Efektivitas Kelembagaan LMDH Efektivitas kelembagaan merupakan keberhasilan suatu lembaga dalam mencapai tujuan. Faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu lembaga adalah tujuan yang jelas, struktur organisasi, dukungan atau partisipasi masyarakat, dan sistem nilai yang dianut. LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur telah memiliki tujuan dan struktur organisasi yang jelas yang tertuang dalam akta notaris. Namun, kondisi kedua LMDH saat ini kurang berjalan maksimal karena masih bersifat pasif. Kedua LMDH tersebut sangat bergantung pada bagi hasil dalam melaksanakan semua kegiatan. LMDH Wana Sumber Mulyo tidak memiliki usaha produktif sehingga dana operasional hanya bergantung pada bagi hasil produksi kayu. LMDH Wana Tani Makmur telah memiliki usaha produktif berupa koperasi saprotan. Namun, keuntungan dari koperasi tersebut sedikit sehingga dana operasional juga masih bergantung pada bagi hasil produksi kayu. Kondisi internal kedua LMDH kurang begitu baik. Hal tersebut dikarenakan kurangnya koordinasi antara atasan dengan bawahan dan sesama pengurus. Pengurus juga masih belum memahami kewajiban masing-masing. Hal tersebut menyebabkan banyak rencana kegiatan LMDH yang kurang terealisasi dengan baik. Selain itu, baik kegiatan di LMDH Wana Sumber Mulyo maupun Wana Tani Makmur hanya aktif pada kegiatan patroli hutan. Kegiatan patroli hutan aktif diikuti pengurus LMDH apabila ada insentif dari Perhutani. Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas LMDH dalam pencapaian tujuan masih kurang. Program PHBM yang merupakan kemitraan antara Perhutani dan LMDH mempunyai beberapa tahapan kegiatan, yaitu tahap perencanaan yang berupa pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis, tahap pelaksanaan yang terdiri dari kegiatan tanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan; dan tahap pemanfaatan bagi hasil berupa pengalokasian bagi hasil kayu dan non kayu. Setiap tahap kegiatan PHBM diharapkan semua pihak dapat terlibat. Namun pada kenyataannya, pembuatan Rencana Operasional, Rencana Strategis, serta pengalokasian bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH.
44
Menurut Hutapea et al. (2008), efektivitas dapat dievaluasi dengan dua hal, yaitu pencapaian sasaran dan proses pelaksanaan organisasi yang tercermin dalam perilaku organisasi ketika berinteraksi dengan lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Baik pencapaian sasaran maupun proses pelaksanaan organisasi memiliki peran yang sangat penting karena pencapaian sasaran yang tidak
disertai
dengan
proses
pelaksanaan
organisasi
yang baik
akan
mengakibatkan usaha pencapaian sasaran tidak berlangsung lama. Sasaran utama dalam PHBM ini adalah pesanggem. Partisipasi pesanggem dalam LMDH sangat penting sebagai sarana untuk mengetahui kebutuhan masyarakat setempat. Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi pesanggem sebagai anggota LMDH masih bersifat parsial. Dari keseluruhan tahapan dalam PHBM, masyarakat hanya terlibat dalam tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Bagi hasil kayu dikelola oleh pengurus LMDH. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan dan sosialisasi pihak KPH Cepu dalam pengalokasian bagi hasil. Dalam penerapan program PHBM, pihak KPH Cepu belum mempunyai sistem nilai atau kebijakan yang mengatur tentang alokasi bagi hasil. Menurut Muttaqin dan Dwiprabowo (2007) dalam Subarudi (2008), Good forest governance adalah suatu tindakan atau cara melakukan kebijakan kehutanan dengan kualitas hasil yang tepat atau memadai. Menurut Solihin (2007), prinsip good forest governance terdiri atas prinsip akuntabilitas, transparansi, demokrasi, dan partisipasi. Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan empat prinsip good forest governance disajikan dalam Tabel 20, sebagai berikut:
45
Tabel 20 Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan prinsip good forest governance No.
1.
Prinsip good forest governance Akuntabilitas
2.
Transparansi
3.
Demokrasi
4.
Partisipasi
Kriteria
Implementasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur antara Belum terdapat kesesuaian dengan antara pelaksanaan dengan prosedur standar prosedur pelaksanaan.
Kesesuaian pelaksanaan standar pelaksanaan. Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik. Akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu. Kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan berorganisasi. Kesempatan yang sama bagi anggota masyarakat untuk memilih dan membangun konsensus dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Pengambilan keputusan yang didasarkan atas konsensus bersama.
Dalam pembuatan program kerja, tidak semua pihak terkait dan berkontribusi. Akses informasi sulit dijangkau dan belum bebas diperoleh.
Belum terdapat kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kesempatan yang sama bagi anggota untuk memilih dan membangun konsesus dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan belum didasarkan atas konsesus bersama.
Berdasarkan hasil analisis di atas, kelembagaan LMDH dapat dikatakan belum berjalan efektif karena belum memenuhi keempat prinsip good forest governance, yaitu: 1. Prinsip Akuntabilitas LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur memiliki Rencana Operasional dan Lembar Pertanggungjawaban. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa rencana kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan Rencana Operasional. Rencana alokasi bagi hasil untuk kompensasi pesanggem juga belum dirasakan oleh pesanggem.
46
2. Prinsip Transparansi Di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur terdapat beberapa hal yang belum transparan dalam pelaksanaan program PHBM. Sebagian besar pengurus kedua LMDH belum mengetahui tugas dan kewajiban masing-masing. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi program kerja kepada pengurus LMDH. Dalam program kerja pengalokasian bagi hasil, pihak-pihak yang terkait dan berkontribusi dalam memutuskan pengalokasian bagi hasil terdiri dari pengurus inti dan pihak Perhutani. Hasil keputusan tersebut tidak disosialisasikan kepada pengurus yang lain. Pengurus LMDH hanya mengetahui total bagi hasil dan alokasi bagi hasil untuk honor pengurus. Selain itu, sosialisasi mengenai bagi hasil juga belum sampai pada tingkat pesanggem. 3. Prinsip Demokrasi Suatu lembaga dapat berjalan secara demokratis apabila dalam pembuatan kebijakan maupun rencana kerja dilakukan dengan musyawarah dan seluruh pihak dapat menyampaikan aspirasinya. Demokrasi dalam pembuatan Rencana Operasional, Rencana Strategis, dan pengalokasian bagi hasil tidak tercapai karena hanya melibatkan seluruh pengurus LMDH. 4. Prinsip Partisipasi Partisipasi pesanggem dalam LMDH masih terbatas sebagai pelaksana kegiatan. Pesanggem belum diikutsertakan dalam pembuatan keputusan. Berdasarkan hasil analisis di atas, kelembagaan LMDH dapat dikatakan belum berjalan efektif karena belum memenuhi keempat prinsip good forest governance.
47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan yang terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan yang terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan; dan di luar kawasan hutan berupa pendirian toko saprotan. 2. Partisipasi pesanggem dalam program PHBM masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengalokasian bagi hasil non kayu. Pada tahap pelaksanaan, pesanggem terlibat dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan; sedangkan pada pengalokasian bagi hasil non kayu, pesanggem terlibat dalam pembagian kayu bakar saat tebangan. 3. Efektivitas kelembagaan LMDH masih belum sesuai dengan empat prinsip good forest governance, yaitu belum terdapat kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan, dalam pembuatan program kerja, tidak semua pihak terkait dan berkontribusi, akses informasi sulit dijangkau dan belum bebas diperoleh, belum terdapat kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kesempatan yang sama bagi anggota untuk memilih dan membangun konsesus dalam pengambilan keputusan, dan pengambilan keputusan yang belum didasarkan atas konsesus bersama.
6.2 Saran 1. Perlu adanya peningkatan penyuluhan mengenai PHBM oleh Perum Perhutani. 2. Perlu adanya pelatihan usaha produktif agar LMDH menjadi LMDH mandiri. 3. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat desa hutan dan efektivitas program PHBM.
48
DAFTAR PUSTAKA
Awang
SA. 2010. Pembelajaran dari Kemitraan PHBM http://sanafriawang.staff.ugm.ac.id/2010/05 [28 Maret 2012].
[makalah].
[BPS]
Badan Pusat Statistik. 2012. Konsep Tenaga Kerja. http://bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=64&Ite mid=58 [13 Juni 2012].
Budiarti S. 2011. Persepsi dan partisipasi masyarakat desa sekitar hutan terhadap sistem PHBM Di Perum Perhutani: kasus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Djogo T, Sunaryo, Suharjito D, Sirait M. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. Bogor: ICRAF. Dinas Kehutanan Jawa Tengah. 2009. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Semarang: Lumbung Media. Dunggio I, Gunawan H. 2009. Telaah Sejarah Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 06: 01. Herdiansah. 2005. Pengelolaan Hutan di era Otonomi Daerah. Di dalam: Simposium Nasional Dunia Kehutanan. Prosiding Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional III; Bogor, 5-6 Sep 2005. Bogor: Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. hlm 77-81. Hernanto Y. 2007. Partisipasi dan pendapatan masyarakat dalam program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat: kasus di Desa Magelung, RPH Mugas, BKPH Mangkang, KPH Kendal, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Hertianto. 2004. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dalam rangka pengelolaan hutan berkelanjutan: kasus desa Jegong Kabupaten Blora. [tesis]. Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Hutapea P, Thoha N. 2008. Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama. [KPH] Kesatuan Pemangkuan Hutan Cepu. 2010. Profil KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Kusumawanti I. 2009. Evaluasi perubahan kelas hutan produktif tegakan jati (tectona grandis l.f.) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. [LMDH] Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Sumber Mulyo. 2011. Rencana Alokasi Penggunaan Bagi Hasil Tahun 2010 untuk Tahun 2011. Blora: LMDH Wana Sumber Mulyo.
49
[LMDH] Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Tani Makmur. 2011. Penggunaan Bagi Hasil Produksi LMDH Wana Tani Makmur Tahun 2010 untuk Tahun 2011. Blora: LMDH Wana Tani Makmur. Matthew B, Huberman A M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Rohendi Tjetjep, penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Qualitative Data Analysis. Muhidin S. 2009. Konsep Efektivitas Organisasi. http://www.sambasalim.com/ manajemen / konsep - efektivitas - organisasi. html. [3Mei 2012]. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia. http://tizarrah mawan.wordpress.com/2009/12/09/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/ [3 Mei 2012]. [Pemdes] Pemerintah Desa Bleboh. 2009. Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Kabupaten Blora. Blora: Pemerintah Desa Bleboh. [Pemdes] Pemerintah Desa Bleboh. 2010. Keputusan Kepala Desa No: 07/IX/10 Tentang Reposisi dan Perampingan Pengurus LMDH Wono Sumber Mulyo Desa Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Masa Bakti 20092014. Blora: Pemerintah Desa Bleboh. [Pemdes] Pemerintah Desa Nglebur. 2009. Keputusan Kepala Desa No: /SK/NGL/XII/2009 Tentang Reposisi LMDH Wana Tani Makmur Desa Nglebur Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Periode Tahun 2008-2013. Blora: Pemerintah Desa Nglebur. [Pemdes] Pemerintah Desa Nglebur. 2009. Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Kabupaten Blora. Blora: Pemerintah Desa Bleboh. [Perum Perhutani] Perusahaan Umum Perusahaan Hutan Negara Indonesia. 2002. Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Unit I Jawa Tengah. Semarang: Perum Perhutani. Rahmadana F, Widho B. 2002. Pengaruh Sistem Informasi Manajemen dan Struktur Organisasi terhadap Efektivitas Pengambilan Keputusan pada Kantor Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe A Belawan. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Vol. 02: 02. Robertson I, Callinan M, Bartam D. 2002. Organizational Effectiveness: The Role of Psychology. Chicester: John Wiley and Sons,ltd. Slamet Y. 1993. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Solihin
D. 2007. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pembangunan Daerah. http://www.slideshare.net/Dadang Solihin/ penerapan-prinsip-prinsip-good-governance-dalam-pembangunan-daerah56123 [3 Mei 2012].
Subarudi. 2008. Tata Kelola Kehutanan yang Baik: Sebuah Pembelajaran dari Sragen. Jurnal Kebijakan Kehutanan Vol. 05: 03.
50
Suharjito D. 2004. Pengembangan Kapasitas Masyarakat Lokal dan Stakeholder dalam Pembangunan Pengelolaan Hutan. Di dalam: Seminar Masyarakat Sekitar Hutan. Prosiding Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional II ; Bogor, 7 Sept 2004. Bogor: Lembaga-lembaga Kemahasiswaan Fakultas Kehutanan IPB. Suharti S, Muniarti. 2004. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat; Peluang Usaha, Peningkatan Kesejahteraan, dan Permasalahan Peningkatan Produktivitas. Di dalam: Makalah Penunjang pada Ekspose Penerapan Hasil Litbang dan Konservasi Alam. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang dan Konservasi Alam; Palembang, 15 Des 2004. Palembang: Peneliti pada Kelompok Peneliti Perhutanan Sosial. hlm 176-185. Suprayitno A. 2011. Model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan Kemiri rakyat: kasus pengelolaan hutan Kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Yantina S. 2008. Penilaian dampak kebakaran hutan terhadap vegetasi di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
51
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 Pembagian Wilayah Kerja KPH Cepu BKPH Wonogadung
Cabak
Nanas
Nglebur
Kedewan
Sekaran
Ledok
Kendilan
Pasarsore
Nglobo
Blungun
Pucung
Sub KPH Cepu Utara dan Selatan RPH 1. Nglamping 2. Ketringan 3. Kedungprahu 1. Kemuning 2. Cabak 3. Pengkok 1. Talun 2. Nanas 3. Bleboh 1. Bulak 2. Nglebur 3. Sumbarjo 1. Beji 2. Kedewan 3. Dandangilo 1. Kawangan 2. Ngalo 3. Sekaran 4. Kasiman 1. Gianti 2. Gagakan 3. Kejalen 1. Gardusapi 2. Ngasahan 3. Majurang 1. Ngawenan 2. Pasarsore 3. Temengeng 1. Nglobo 2. Dulang 3. Kaliklampok 4. Jomblang 5. Klopoduwur 1. Payaman 2. Ngodo 3. Blungun 1. Galuk 2. Pucung 3. Wadung 4. Klompok Luas Total Area KPH Cepu
Sumber: KPH Cepu (2010)
Luas BKPH (Ha) 2410,0
2650,5
2576,9
2643,1
2739,8
3208,5
2938,2
2922,1
2993,5
2911,5
2360,0
2681,9
33.407,3 Ha
53
Lampiran 2 Struktur organisasi LMDH Wana Sumber Mulyo No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Baskoro Santiko Agus Kirnanto P. Lalu Muslihin Tulus Ahmad Triyono Jasmiran Siti Rejeki Supriyono Watmiyati
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Kusnadi S.Ag Dona Natalinda Bardiyanto Prasojo Kirno Wandi Suripto Toklo Hariyono Sutismi Sanusi Jakip Wajib Saeno Kasno Muriyono Suparmin Suparno Kariyanto Tagiman Mardi Leles Budianto Jayadi Suparlan Rasman Sujito Paridi Damin Riyanto Ngatmiyanto Ngasipan
Jabatan dalam LMDH Penanggung Jawab Penasehat Pembina Pembina Ketua Sekretaris I Sekretaris II Bendahara I Bendahara II SEKSI-SEKSI Koor. Seksi Humas Anggota Koor. Seksi Produksi Anggota Koor. Seksi PSDH Anggota Koor. Seksi Usaha Anggota Anggota Koor. Seksi Keamanan Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Sumber: Pemerintah Desa Bleboh (2010)
Keterangan Kepala Desa Bleboh Ketua BPD Asper BKPH Nanas Asper BKPH Nglebur Tokoh Pemuda Tokoh Masyarakat Darma Wanita Tokoh Masyarakat Darma Wanita Tokoh Agama Darma Wanita Tokoh Pemuda Tokoh Pemuda Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat Tokoh Pemuda Perangkat Desa Tokoh Pemuda Tokoh Masyarakat Perangkat Desa Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat Perangkat desa Tokoh Masyarakat Perangkat Desa Perangkat Desa Tokoh Pemuda Tokoh Masyarakat Perangkat Desa Perangkat Desa Perangkat Desa Perangkat Desa Perangkat Desa Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat Tokoh Pemuda Perangkat Desa Perangkat Desa
54
Lampiran 3 Rencana alokasi penggunaan bagi hasil LMDH Wana Sumber Mulyo No 1. 2.
3.
4. 5.
6. 7.
Jenis Kegiatan Usaha Produktif Kelembagaan LMDH a. Operasional LMDH: Biaya administrasi Biaya rapat pertemuan Perjalanan dinas b. Honor Pengurus Jumlah Biaya keterlibatan dalam kawasan hutan a. Biaya piket Pamhut b. Biaya kebakaran hutan c. Biaya koordinasi dengan instansi terkait Jumlah Biaya bantuan sarana fisik desa Biaya kegiatan sosial a. Bantuan sosial masyarakat miskin b. Bantuan biaya pendidikan c. Bantuan biaya kematian Jumlah Biaya kompensasi pesanggem Kontribusi pihak lain a. Paguyuban LMDH tingkat KPH b. FK LMDH tingkat desa c. FK LMDH tingkat kecamatan d. FK LMDH tingkat kabupaten e. Monitoring dan evaluasi Jumlah Jumlah total rencana pengeluaran
Sumber: LMDH Wana Sumber Mulyo (2011)
Persentase (%) 40,0
5,0 2,0 3,0 10,0 20,0 4,0 4,0 2,0 10,0 10,0 1,0 3,0 1,0 5,0 5,0 2,0 2,5 1,5 1,0 3,0 10,0 100,0
55
Lampiran 4 Struktur organisasi LMDH Wana Tani Makmur No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Kepala Desa Nglebur Asper/KBKPH Nglebur Ketua BPD Desa Nglebur Margono Sarjo Wibisono Etik Lugito Kusnan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Rawoto Ginoto Jani Senggrik Sujari Parno Tarmuji Anik Ekowati Wiwik Mariyono Eko Yulianto Suwartono Rusmin Edi Ari Sugiarto Saeran Samijan Sugiyo Parwoto Lasmo Sapran Sri Asih Sukono Bambang Dijoko Samsuri Wanto Paijan Sampurno
Sumber: Pemerintah Desa Nglebur (2009)
Jabatan Penanggungjawab Pembina Penasehat Ketua Sekretaris I Sekretaris II Bendahara I Juru Buku Seksi-seksi Koor. Sie SDH Anggota Anggota Anggota Anggota Koor. Sie Sosial Anggota Anggota Anggota Anggota Koor. Sie Pengembangan Usaha Anggota Anggota Anggota Anggota Koor. Sie Keamanan Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Koor. Sie Humas Anggota Anggota Anggota Sie. Penjaga Kantor
56
Lampiran 5 Alokasi penggunaan bagi hasil LMDH Wana Tani Makmur No 1.
2.
3.
4. 5.
6. 7.
Jenis Kegiatan Usaha produktif a. Pertokoan saprotan b. Peternakan sapi c. Home industri d. Persemaian Jumlah Kelembagaan LMDH a. Operasional LMDH (10%) Biaya administrasi Biaya rapat Perjalanan dinas b. Honor pengurus (10%) Jumlah Biaya keterlibatan dalam kawasan hutan a. Biaya piket Pamhut b. Biaya kebakaran hutan c. Biaya kelestarian situs d. Biaya pemeliharaan tenurial e. Biaya koordinasi dengan instansi terkait Jumlah Biaya bantuan sarana fisik desa Biaya kegiatan sosial a. Bantuan sosial masyarakat miskin b. Bantuan pendidikan c. Bantuan kematian Jumlah Biaya kompensasi pesanggem Kontribusi pihak lain a. Paguyuban LMDH tingkat KPH b. FK LMDH tingkat desa c. FK LMDH tingkat kecamatan d. FK LMDH tingkat kabupaten e. Monitoring dan evaluasi Jumlah Jumlah total pengeluaran
Sumber: LMDH Wana Tani Makmur (2011)
Persentase (%)
Jumlah (Rp)
20,0 10,0 5,0 5,0 40,0
91.408.191,00 45.704.096,00 22.852.048,00 22.852.048,00 182.816.382,00
5,0 2,0 3,0 10,0 20,0
22.852.048,00 9.140.819,00 13.711.229,00 22.852.048,00 91.408.191,00
4,0 1,0 1,0 2,0 2,0
18.281.638,00 4.570.410,00 4.570.410,00 9.140.819,00 9.140.819,00
10,0 10,0
45.704.096,00 45.704.096,00
1,0 3,0 1,0 5,0 5,0
4.570.410,00 13.711.229,00 4.570.410,00 22.852.048,00 22.852.048,00
2,0 2,5 1,5 1,0 3,0 10,0 100,0
9.140.819,00 11.426.024,00 6.855.614,00 4.570.410,00 13.711.229,00 45.704.096,00 457.040.956,00
57
Lampiran 6 Kuisioner Penelitian untuk Responden a. Data Pribadi 1. Nama
:
2. Jenis kelamin
:
3. Usia
:
4. Pekerjaan
:
5. Pendidikan terakhir
:
6. Kepemilikan lahan
:
7. Jumlah tanggungan keluarga: 8. Luas lahan andil
:
b. Pengetahuan dan Persepsi tentang PHBM 1. Pengertian PHBM? 2. Perbedaan sebelum dan sesudah adanya PHBM? 3. Alasan ikut LMDH? c. Hak dan kewajiban anggota LMDH 4. Hak sebagai anggota LMDH? 5. Kewajiban sebagai anggota LMDH? d. Status LMDH saat ini 6. Kondisi organisasi organisasi saat ini? 7. Tata kerja internal? 8. Permasalahan dalam tata kerja internal? e. Pola kemitraan dalam PHBM 9. Bentuk penyuluhan Perhutani kepada masyarakat desa hutan dan intensitasnya? 10. Dukungan stakeholder dalam kegitan pengelolaan hutan? 11. Bantuan teknik dan ekonomi yang sudah LMDH peroleh? 12. Pelatihan usaha produktif? f. Partisipasi masyarakat desa hutan dalam PHBM 13. Keterlibatan dalam kegiatan perencanaan (Rencana Operasional)? 14. Keterlibatan dalam pelaksanaan kegiatan?
Persemaian:
Tanaman (persiapan lahan, lubang tanam, dan penanaman):
58
Pemeliharaan (pemupukan dan pendangiran):
Tebangan (tebang pohon, pembagian batang, klem pohon, dan pengangkutan):
Keamanan (patroli, sensus tegakan, informan, dan pembinaan pencuri):
15. Keterlibatan pembagian dan pengalokasian dana sharing? 16. Keterlibatan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan PHBM g. Permasalahan dalam pelaksanaan PHBM 17. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan PHBM?
59
Lampiran 7 Kuisioner untuk Pihak Perhutani a. Data Pribadi 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
:
3. Usia
:
4. Jabatan
:
b. Wawancara dengan Perhutani 1. Luas areal hutan di KPH Cepu? 2. Kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat desa hutan? 3. Kondisi internal perhutani? (menjelaskan tentang manajemen SDM, tata kerja internal, manajemen data dan informasi, dan strategi pelaksanaan PHBM) 4. Pola Kemitraan PHBM? (menjelaskan tentang pola koordinasi dengan pihak terkait, kesiapan semua pihak dalam PHBM, pendampingan kesepakatan multipihak, permasalahan dalam koordinasi) 5. Teknis pelaksanaan PHBM dalam kawasan hutan? (menjelaskan tentang penyusunan Rencana Strategis LMDH, keterlibatan MDH dalam pengelolaan hutan mulai dari penanaman, sampai dengan keamanan, penerapan perjanjian bagi hasil, transparansi sharing, mekanisme pengawasan sharing, alokasi sharing, aturan dalam penggunaan sharing, permasalahan dalam pembagian dan penggunaan sharing, dan monitoring dan evaluasi) 6. Kebijakan Perhutani dalam meningkatkan peran masyarakat desa hutan dalam pengelolaan sumberdaya hutan? (menjelaskan tentang kebijakan KPH agar LMDH dapat lebih berperan dalam pengelolaan hutan, penyusunan Rencana Strategis LMDH, peran Perhutani dalam meningkatkan fungsi LMDH, dan dukungan stakeholder dalam kegiatan pengelolaan hutan) 7. Permasalahan dalam pelaksanaan PHBM?
60
Lampiran 8 Dokumentasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur
Tumpangsari pesanggem LMDH Wana Tani Makmur
Tumpangsari pesanggem LMDH Wana Sumber Mulyo
Toko saprotan LMDH Wana Tani Makmur
61
Kantor LMDH Wana Tani Makmur
Daerah pangkuan LMDH Wana Tani Makmur
Kantor LMDH Wana Sumber Mulyo