Man Without a Face True Story from Australia Beberapa waktu lalu ada seorang pemuda yang berdiam di Australia. Pada waktu ia masih bersekolah di SMA, pemuda ini adalah seorang aktor yang tampan dan berbakat. Suatu hari ia hijrah ke sebuah kota besar di Sidney. Karena sulit mecari pekerjaan di kota besar ini ia terpaksa harus bekerja di sebuah dok kapal yang berlokasi di daerah yang kurang ramah dan banyak penjahatnya. Pada suatu malam, ketika ia sedang berjalan pulang dari tempat kerjanya, ia ditodong oleh beberapa penjahat. Pemuda ini mencoba untuk melawan mereka namun karena kalah banyak ia malah dihajar sampai babak belur setengah mati dan ditinggalkan di jalan. Untungnya, ada seorang polisi yang menemukannya dua jam kemudian dan polisi tersebut segera melarikannya ke sebuah rumah sakit. Di rumah sakit para dokter dan perawat sempat terperanjat melihat kondisi pemuda ini yang masih dapat bertahan hidup melihat kondisinya sebenarnya yang sudah amat parah. Wajahnya hancur sampai hampir tidak bisa dikenali lagi akibat pukulan, tendangan dan sayatan yang bertubitubi. Kulit wajahnya terkelupas, kedua pelupuk matanya sobek dan bola matanya seperti kelihatan bergantungan di wajahnya. Dan hidungnya boleh dikatakan sudah tidak berbentuk lagi. Para dokter akhirnya mampu menyelamatkan nyawa pemuda tersebut namun mereka tidak dapat berbuat banyak terhadap wajahnya sehingga ia menjadi seorang pemuda tanpa wajah. Karena kondisi wajahnya ini, tidak seorangpun yang mau memberinya pekerjaan. Pemuda ini ahirnya bekerja di sebuah sirkus yang mempertontonkan mahluk-mahluk aneh dengan julukan "The Man without a Face" sampai suatu saat ia berhenti bekerja karena tidak tahan melihat wajahnya sendiri di cermin. Dikarenakan kondisinya yang demikian ia kemudian mencoba untuk bunuh diri. Namun, entah mengapa, ada sesuatu yang menggerakkan hatinya untuk melangkahkan kakinya ke sebuah gereja. Ia duduk di bangku paling belakang dan merenungkan keadaan tubuhnya. Ia mulai terisak-isak dan akhirnya menangis meraung-raung sampai akhirnya seorang pastor datang dan bertanya kepadanya. Ia menceritakan kepada pastor tersebut kejadian yang menimpa dirinya dan tentang keinginannya untuk bunuh diri. Pastor itu berkata kepada pemuda tersebut bahwa ia akan mencoba semampunya untuk menolongnya dengan satu syarat, yaitu bahwa pemuda tersebut harus berjanji untuk selalu
123
setia dan mendedikasikan hidupnya kepada Tuhan. Pemuda tersebut kemudian setuju dan berjanji kepada Tuhan untuk setia dan melayani Tuhan. Sejak hari itu, pemuda tersebut selalu hadir pada misa dan doa harian. Pastor tersebut juga membantunya dengan memberinya konseling . Setelah beberapa saat pemuda ini mengalami kemajuan, ia sudah tidak lagi berputus asa, ia mulai bisa menerima kondisi wajahnya karena ia tahu bahwa Tuhan selalu besertanya. Ia bahkan mulai bisa bercanda mengenai keadaan wajahnya. Ia mulai menemukan jati dirinya yang dulu lagi, muda dan penuh dengan semangat hidup, walaupun wajahnya masih rusak. Suatu hari, pastor tersebut berhasil menemukan dan berbicara pada seorang dokter ahli bedah plastik terkemuka di Australia. Dokter tersebut setuju untuk berusaha mengembalikan bentuk wajah pemuda tersebut, namun dia tidak mau menjanjikan mukjizat pada pastor tersebut. Ketika hal ini disampaikan kepada pemuda tersebut, ia setuju untuk menjalani operasi plastik dan menyerahkannya ke dalam tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menentukan apa yang akan terjadi. secara ajaib, operasi tersebut berhasil dengan amat sukses dan pemuda tersebut memperoleh kembali wajahnya yang pernah rusak parah. Ada yang tahu siapakah pemuda ini? Dia aktor terkenal pemeran film-film seperti Braveheart, Lethal Weapon, dan yang terakhir, The Patriot. Menyerah? Dia adalah Mel Gibson.
God will make a way, where there seems to be no way. Surrender your life to God and He will open every way for you. Remember, nothing is impossible for Him. "Love without power is weak, but power without love ruthless"
Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak. Amsal 25:11
124
Masih Ada Harapan Di Brooklyn, New York, Cush adalah sebuah sekolah luar biasa bagi anak-anak cacat. Beberapa anak tetap tinggal di Cush selama masa sekolahnya. Sedangkan yang lain diperbolehkan melanjutkan ke sekolah biasa. Pada suatu malam pengumpulan dana, salah seorang ayah yang anaknya bersekolah di Cush memberikan pidato yang tak terlupakan oleh para hadirin. Setelah memuji sekolah dan para staff yang telah menunjukkan dedikasinya yang tinggi, ia menangis, "Dimanakah kesempurnaan diri anak saya, Shay ? Bukankah semua yang Tuhan ciptakan adalah sempurna ? Tetapi mengapa anak saya tidak bisa mengerti sebagaimana anak-anak lain ? Mengapa anak saya tidak bisa mengingat angka dan gambar sebagaimana anak-anak lain ? Dimanakah kesempurnaan Tuhan ?" Para hadirin amat terkejut, tersentuh dengan kesedihan si ayah dan terdiam oleh pertanyaan itu. "Saya percaya," jawab si ayah, "bahwa ketika Tuhan melahirkan seorang anak seperti anak saya ke dunia ini, kesempurnaan yang dicarinya terletak pada bagaimana perlakuan orang-orang lain terhadap anak itu". Kemudian ia menceritakan kisah berikut ini mengenai anaknya, Shay. Suatu sore, Shay dan ayahnya berjalan-jalan melintasi taman dimana beberapa anak lelaki yang Shay kenal sedang bermain Baseball. Shay memohon pada ayahnya, "Yah, menurut ayah, apakah mereka membolehkan saya ikut bermain ?" Ayah Shay mengerti bahwa anaknya tidak memiliki kemampuan atletik dan pasti semua anak lelaki takkan mengijinkan bermain dalam tim mereka. Tetapi, ayah Shay mengerti juga bahwa jika anaknya bisa ikut bermain maka Shay akan merasakan kebahagiaan bisa turut memiliki. Kemudian, ayah Shay mendekati seorang anak lelaki yang ada di lapangan itu dan bertanya kalau-kalau Shay boleh ikut bermain. Anak lelaki itu melihat ke sekeliling meminta pertimbangan dari rekan-rekan lainnya. Karena tak ada yang memberikan pertimbangan, ia memutuskan sendiri dan katanya, "Kami sedang kalah enam angka, sedangkan pertandingan ini berlangsung sembilan inning. Saya pikir anak anda bisa bergabung dalam tim. Kmai akan menempatkannya sebagai pemukul di inning ke sembilan." Ayah Shay amat senang. Shay pun tersenyum lebar. Shay
125
diminta untuk mengenakan sarung tangan dan menunggu di barisan tunggu luar lapangan. Di akhir inning ke delapan, tim Shay memperoleh beberapa angka tetapi tetap tertinggal tiga angka dari tim lawan. Kemudian di inning ke sembilan mereka memperoleh angka lagi. Dua orang berhasil berdiri di base dan siap-siap untuk memperoleh kemenangan angka. Kini tiba giliran Shay memukul. Apakah tim Shay akan benar-benar memasukkan Shay sebagai pemukul berikutnya dan mengambil resiko untuk kemenangan mereka yang sudah berada di dalam genggaman ? Amat mengejutkan, Shay diijinkan untuk memukul. Semua orang tahu bahwa hal itu hampir-hampir mustahil karena Shay sama sekali tidak tahu bagaimana memegang tongkat pemukul baseball. Bagaimana pun Shay maju ke papan pemukul, pitcher bergerak beberapa langkah dan melemparkan bola itu perlahan ke arah Shay sehingga memungkinkan Shay untuk menyentuh bola itu. Lemparan pertama dilakukan. Shay memukul tanpa arah dan gagal. Salah seorang teman Shay mendekati dan bersamasama mereka memegang pemukul itu dan menghadapi sang pitcher yang sudah bersiap-siap untuk meleparkan bola kedua. Sekali lagi si pitcher maju beberapa langkah dan melemparkan bola itu dengan perlahan sekali ke arah Shay. Ketika bola dilemparkan, Shay dan rekannya yang membantu memegangi tongkat pemukul itu akhirnya bisa memukul bola itu perlahan sekali ke arah pitcher. Sang pitcher menangkap bola yang menggelinding di tanah dengan perlahan. Ia harus melemparkan bola itu ke penjaga di base pertama. Dengan demikian Shay bisa saja gagal mencapai base pertama, keluar dari pertandingan dan timnya pasti menderita kekalahan. Tapi apa yang terjadi ? Si Pitcher melemparkan bola itu ke kanan jauh ke atas melewati kepala penjaga base pertama sehingga tak terjangkau. Semua orang lalu berteriak-teriak, "Shay, ayo lari ke base pertama. Lari ke base pertama". Belum pernah selama hidupnya Shay lari ke base pertama. Ia tergesa-gesa lari ke base pertama, bola matanya berbinar-binar. Ketika ia tiba di base pertama, penjaga base di sebelah kanan memungut bola. Ia bisa saja melemparkan bola itu ke penjaga base kedua yang akan mengalahkan Shay, tetapi ia melempar bola itu jauh ke atas kepala sehingga tak tertangkap oleh penjaga base kedua.
126
Lalu semua orang berteriak, "Shay, ayo lari ke base kedua, ayo lari ke base kedua." Shay lari ke base kedua. Begitu itu tiba di base kedua, penjaga tim lawan melempar bola jauh ke atas sehingga tak terjangkau oleh penjaga base ke tiga. Lalu mereka semua berteriak agar Shay lari ke base ketiga. Ketika Shay menyentuh base ketiga, semua anak di kedua tim yang sedang saling berlawanan itu berteriak, "Ayo Shay, lari sampai akhir base. Lari sampai akhir base !" Maka Shay pun berlari sampai ke akhir base, menginjak papan base terakhir. Serentak ke delapan belas anak yang sedang bermain itu memeluk dan mengangkat Shay di atas pundak dan membuatnya seperti pahlawan kemenangan untuk timnya. "Pada hari itu," kata ayah Shay dengan lembut, mata yang berkaca-kaca kini tak tahan meneteskan air mata, "kedelapan belas anak lelaki itu telah menemukan kesempurnaan Tuhan". Raihlah kesempurnaan itu!
Pojok Renungan : Tak ada yang lebih menggerakkan hati untuk menerjemahkan cerita indah ini selain kekuatan cinta bila kita bisa saling mengasihi sesama manusia tanpa memandang sekatsekat di antara manusia yang kita ciptakan sendiri. Terima kasih untuk penulis kisah di atas. Terima kasih kepada delapan belas anak lelaki yang telah mengajarkan sebuah keindahan.
127
Mungkin Ya, Mungkin Tidak Pada jaman dahulu, ada sebuah desa di mana tinggal seorang tua yang sangat bijaksana. Penduduk desa percaya bahwa orang tua itu selalu dapat menjawab pertanyaan mereka atau memecahkan persoalan mereka. Suatu hari, seorang petani di desa itu datang menemui orang tua yang bijak ini dan berkata dengan putus asa, “Pak Tua yang bijaksana, tolonglah saya. Saya sedang mendapat musibah. Kerbau saya mati dan saya tak punya binatang lain yang dapat membajak sawah! Bukankah ini musibah paling buruk yang menimpa saya?” Orang tua yang bijak tersebut menjawab, “Mungkin ya, mungkin tidak.” Petani itu bergegas kembali ke desa dan menceritakan kepada tetangga-tetangganya bahwa orang tua yang bijak itu kini sudah menjadi gila. Tentu saja inilah musibah terburuk yang dialaminya. Mengapa orang tua itu tidak melihatnya? Namun, keesokan harinya tiba-tiba muncul seekor kuda yang masih muda dan kuat di dekat tanah milik petani itu. Karena tak punya kerbau lagi untuk membajak sawahnya, petani itu berpikir untuk menangkap kuda itu sebagai ganti kerbaunya. Dan akhirnya ditangkapnyalah kuda itu. Betapa gembiranya si petani. Membajak sawah tak pernah semudah ini rasanya. Ia datang kembali ke orang tua yang bijak itu dan meminta maaf, “Pak Tua yang bijaksana, Anda memang benar. Kehilangan kerbau bukanlah musibah yang paling buruk yang menimpa diri saya. Inilah rahmat terselubung bagi saya! Saya tak akan pernah bisa memiliki kuda baru seandainya kerbau saya tidak hilang. Anda pasti setuju bahwa inilah hal terbaik yang pernah saya dapatkan.” Orang tua itu menjawabnya sekali lagi, “Mungkin ya, mungkin tidak.” Lagi-lagi begini, pikir si petani. Pastilah orang tua yang bijak itu sudah benarbenar gila sekarang! Tetapi sekali lagi si petani tidak mengetahui apa yang terjadi. Beberapa hari kemudian anak laki-laki si petani jatuh dari kuda yag sedang dinaikinya. Kakinya patah dan tak bisa lagi membantu ayahnya bertani. Tidak, pikir si petani. Sekarang kami akan mati kelaparan. Sekali lagi si petani datang menemui orang tua yang bijak itu. Kali ini ia berkata, “Bagaimana Anda bisa tahu bahwa mendapatkan kuda bukanlah sesuatu yang baik bagi saya? Lagi-lagi anda benar. Anak saya terluka dan tak bisa lagi membantu saya bertani. Kali ini saya benar-benar yakin bahwa inilah hal terburuk yang pernah menimpa saya. Sekarang pasti Anda setuju.” Tetapi seperti yang terjadi sebelumnya, orang tua yang bijak itu dengan tenang menatap si petani dan dengan suaranya yang sejuk berkata sekali lagi, “Mungkin
128
ya, mungkin tidak.” Marah karena merasa orang tua yang bijak tersebut menjadi begitu bodoh, si petani langsung pulang ke desanya Keesokan harinya, datanglah tentara yang bertugas mengumpulkan semua pemuda yang bertubuh sehat untuk dijadikan prajurit dalam perang yang baru saja meletus. Anak laki-laki si petani adalah satu-satunya pemuda di desa itu yang tidak diikutsertakan. Ia tetap hidup, sementara pemuda lainnya kemungkinan besar akan mati dalam peperangan.
(Don’t Sweat the Small Stuff - Richard Carlson, Ph.D. )
129
Meja Kayu Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama diruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan sesuatu," ujar sang suami. "Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini." Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek. Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. "Kamu sedang membuat apa?". Anaknya menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan." Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Malam itu, mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Author Unknown Teman, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu
130
menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa" yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak. Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan. Terima kasih telah membaca Hope you are well and please do take care.
131
Melihat Dengan Mata ? Jangan Hanya Melihat Dengan Mata. Dua malaikat yang sedang melakukan perjalanan ke luar kota, singgah pada rumah seorang yang kaya raya. Keluarga tersebut kasar dan tidak mengijinkan kedua malaikat tersebut tidur di dalam rumah besar mereka. Sebagai gantinya, mereka menyuruh kedua malaikat tersebut tinggal di gudang bawah tanah mereka yang dingin, kotor, tanpa pemanas. Ketika sedang menyiapkan tempat tidur mereka, malaikat yang lebih tua melihat sebuah lubang di dinding, dan lalu memperbaikinya. Ketika malaikat yang lebih muda bertanya, malaikat yang tua itu menjawab: "Tidak semua hal itu sebagaimana tampaknya." Malam berikutnya, kedua malaikat tersebut menginap di sebuah keluarga petani yang miskin, tetapi sangat ramah. Setelah berbagi makanan yang serba sedikit, pasangan petani tersebut mempersilahkan kedua malaikat tersebut tidur di tempat tidur mereka, sedangkan mereka sendiri tidur di lantai. Ketika matahari muncul di ufuk timur keesokan paginya, mereka menemukan pasangan petani tersebut sedang menangis sedih. Ternyata, sapi yang merupakan satu-satunya sumber penghidupan mereka, yang memberikan susu setiap pagi, tergeletak mati di pinggir ladang mereka. Malaikat muda menjadi marah dan mencaci maki malaikat tua, katanya: "Mengapa engkau tega melakukan semua ini kepada mereka? Mengapa engkau membiarkan semua ini terjadi? Kemarin kita mendapat kesempatan untuk menginap di rumah seorang kaya raya. Kita dibiarkan tidur di gudang yang kotor dan dingin, tetapi kamu masih membantu mereka dengan memperbaiki dindingnya yang bolong. Malam ini kita menginap di rumah seorang petani miskin yang begitu ramah dan mau berbagi, tetapi apa yang kamu lakukan? Kamu biarkan sapi yang merupakan satu-satunya sumber hidup, mati. Maumu apa, sih? " Malaikat tua menjawab singkat: "Tidak semua hal itu sebagaimana tampaknya." Ketika malaikat muda mendesak untuk menjelaskan, malaikat tua berkata: "Waktu kita menginap di tempat orang kaya kemarin, aku melihat sebuah lubang di dinding. Di dalamnya ada kepingan emas. Tetapi karena orang kaya tersebut sangat tamak, tidak mau berbagi, dan tidak bisa ramah kepada orang lain, maka dinding tersebut kututup. Biar mereka tidak tahu dan tidak dapat mengambil emas tersebut. Lalu malam ini, ketika kita tidur di ranjang Pak Tani, dan mereka
132
mengalah tidur di lantai, malaikat maut datang hendak mengambil isteri petani itu. Tetapi aku belokkan dan sebagai gantinya, malaikat maut itu mengambil sapi Pak Tani. Tidak semua hal itu seperti bagaimana tampaknya. Terkadang kejadian di sekitar kita juga begitu. Jika kamu memiliki iman, kamu harus percaya bahwa semua hal merupakan keberuntunganmu, meskipun mungkin kita tidak menyadarinya. Orang yang datang dan pergi begitu saja dalam kehidupan kita, ada yang menjadi teman, dan ada pula yang tinggal hanya sekejap, tetapi meninggalkan kenangan manis dalam kehidupan dan hati kita. Dan kita tidak pernah menjadi sama, karena kita telah berteman dengan banyak orang . "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya."
133
Mengasah kapak Disuatu waktu, adalah seorang pemotong kayu yang sangat kuat. Dia melamar sebuah pekerjaan ke seorang pedagang kayu, dan dia mendapatkannya. Gaji dan kondisi kerja yang diterimanya sangat bagus. Karenanya sang pemotong kayu memutuskan untuk bekerja sebaik mungkin. Sang majikan memberinya sebuah kapak dan menunjukkan area kerjanya. Hari pertama sang pemotong kayu berhasil merobohkan 18 batang pohon. Sang majikan sangat terkesan dan berkata, "Selamat, kerjakanlah seperti itu!" Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan harinya sang pemotong kayu bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 15 batang pohon. Hari ketiga dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hanya berhasil merobohkan 10 batang pohon. Hari-hari berikutnya pohon yang berhasil dirobohkannya makin sedikit. "Aku mungkin telah kehilangan kekuatanku", pikir pemotong kayu itu. Dia menemui majikannya dan meminta maaf, sambil mengatakan tidak mengerti apa yang terjadi. "Kapan saat terakhir anda mengasah kapak?" sang majikan bertanya. "Mengasah? Saya tidak punya waktu untuk mengasah kapak. Saya sangat sibuk mengapak pohon." Renungan: Kehidupan kita sama seperti itu. Seringkali kita sangat sibuk sehingga tidak lagi mempunyai waktu untuk mengasah kapak. Pada istilah sekarang, setiap orang lebih sibuk dari sebelumnya, tetapi lebih tidak berbahagia dari sebelumnya. Mengapa? Mungkinkah kita telah lupa bagaimana caranya untuk tetap tajam? Tidaklah salah dengan aktivitas dan kerja keras. Tetapi tidaklah seharusnya kita sedemikian sibuknya sehingga mengabaikan hal-hal yang sebenarnya sangat penting dalam hidup, seperti kehidupan pribadi, menyediakan waktu untuk membaca, dsb. Kita semua membutuhkan waktu untuk relaks, untuk berpikir dan merenung, untuk belajar dan bertumbuh. Bila kita tidak mempunyai waktu untuk mengasah kapak, kita akan tumpul dan kehilangan efektifitas. Jadi mulailah dari sekarang, memikirkan cara bekerja lebih efektif dan menambahkan banyak nilai kedalamnya.
134
Mengejar Bayangan Seorang anak kecil bercucuran keringat. Ia telah berusaha cukup lama berlari dan terus berlari. Ia ingin mengalahkan sesuatu di depannya, ia ingin melampaui bayangannya sendiri. Namun semakin ia kejar, semakin yang dikejar itu menjauh mendahuluinya. Tak peduli berapa jauh ia mengejar, berapa cepat ia berlari, bayangannya selalu tetap saja berada di depannya, padahal ia kini sudah kehabisan tenaga. Akhirnya orangtuanya tahu juga apa yang sedang diperbuat anaknya. Sang ibu dengan penuh kasih memberikan sebuah nasihat yang amat sederhana; 'Anakku sayang! Hanya ada satu tindakan sederhana yang perlu engkau perbuat untuk mengalahkan bayanganmu, yakni berjalan menghadap matahari. Karena dengan itu bayanganmu pasti akan berada di belakangmu. Hanya dengan itu engkau menjadi pemenangnya'. ---------- Anda mungkin pernah atau sedang berusaha sekuat tenaga untuk melampaui suatu 'bayangan' tertentu. Mungkin anda berhadapan dengan problema pekerjaan, setudi, atau masyalah perkawinan dan kehidupan rumah tangga. - Bila saat itu datang, mari kita berdiri menghadap sang Matahari abadi yang memancar dalam setiap hati. Yesus yang telah bangkit adalah Matahari sejati kita.
135
Mengenal Tuhan S. Agustinus, adalah seorang teolog ternama pada jamannya. Dia ingin bisa menjelaskan Tuhan secara logika sehingga orang bisa mengenal Tuhan dengan baik. Sebagai refreshing dia jalan-jalan di pantai, trus melihat seorang anak mebuat sumur dan anak itu mengisi sumur pasir tersebut dengan air dari laut. Dia bilang ke anak itu, so pasti nggak mungkin. Kamu percuma aja buat itu. Anak itu menimpali dia hal yang sama dengan kamu, Bagaimana mungkin kamu bisa menjelaskan dan mengerti Tuhan yang luas dan terbatas itu masuk kepikiranmu yang hanya sebesatas besarnya kepala.
136
Menunggu Bus Setelah keluar dari stasiun MRT, aku pasti berdiri di penantian bus ini kalau mau ke Fu Jen University. Hari ini aku sudah menanti begitu lama, dan¡Kyah betul sudah terlalu lama aku berdiri di bawah papan penantian bus ini. Namun bus 513 yang akan menghantar aku ke Fu Jen belum juga muncul. Seperti biasa saya berbisik pada diriku; 'Nggak apalah. Bersabarlah sebentar.' Namun detak jarum arlojiku bergerak terus. Beberapa detik, beberapa menit berlalu. Kini sudah lebih sejam. Ah! ada orang lain di ujung sana yang sedang menantikan kedatanganku. Ada setumpuk pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tapi aku bagaikan diikat di halte ini. Tak kusadari mulutku melontarkan sebuah kata. Aku mulai mengeluh. Mengeluh hari hujan yang membuat jalanan licin. Mengeluh Taipei yang padat kendaraan pribadi yang membuat macet jalan umum. Bahkan kutudingkan telunjukku mempersalahkan seluruh dunia yang nampak tak bersahabat. Huh! aku melihat diriku kini berubah. Tadinya aku adalah seorang yang sabar menanti, namun kini batinku bagai menyimpan sebuah bom yang segera meledak. Aku lupa kalau hidup ini adalah serangkain penantian. Menanti kendaraan umum yang kadang terlambat; menanti terealisasinya sebuah impian; atau menanti tibanya sebuah jawaban. --------------------Temanku, Satu hal yang harus dibuat: Relax!! Tenanglah!¨
137
Mikhael & Keluarga Simon Dongeng Rakyat Rusia Jaman dahulu kala di Rusia hidup pasangan suami-istri Simon dan Matrena. Simon yang miskin ini adalah seorang pembuat sepatu. Meskipun hidupnya tidaklah berkecukupan, Simon adalah seorang yang mensyukuri hidupnya yang pas-pasan. Masih banyak orang lain yang hidup lebih miskin daripada Simon. Banyak orang-orang itu yang malah berhutang padanya. Kebanyakan berhutang ongkos pembuatan sepatu. Maklumlah, di Rusia sangat dingin sehingga kepemilikan sepatu dan mantel merupakan hal yang mutlak jika tidak mau mati kedinginan. Suatu hari keluarga tersebut hendak membeli mantel baru karena mantel mereka sudah banyak yang berlubang-lubang. Uang simpanan mereka hanya 3 rubel (rubel = mata uang Rusia) padahal mantel baru yang paling murah harganya 5 rubel. Kata Matrena pada suaminya, "Simon, tagihlah hutang orang-orang yang tempo hari kita buatkan sepatu. Siapa tahu mereka kini punya uang." Maka Simon pun berangkat pergi menagih hutang. Tapi sungguh sial, tak satu pun yang membayar. Hanya ada seorang janda yang memberinya 20 kopek (kopek uang receh Rusia). Dengan sedih Simon pulang. "Batallah rencana kami mempunyai mantel baru", pikirnya. Di warung, Simon minum vodka untuk menghangatkan badannya yang kedinginan dengan uang 20 kopek tadi. Dalam perjalanan pulang, Simon melewati gereja, dan saat itu ia melihat sesosok manusia yang sangat putih bersandar di dinding luar gereja. Orang itu tak berpakaian dan kelihatan sekali ia sangat kedinginan. Simon ketakutan, "Siapakah dia ? Setankah ? Ah, daripada terlibat macam-macam lebih baik aku pulang saja". Simon bergegas mempercepat langkahnya sambil sesekali mengawasi belakangnya, ia takut kalau orang itu tiba-tiba mengejarnya. Namun ketika semakin jauh, suara hatinya berkata "HAI SIMON, TAK MALUKAH KAU ? KAU PUNYA MANTEL MESKIPUN SUDAH BERLUBANG-LUBANG, SEDANGKAN ORANG ITU TELANJANG. PANTASKAH ORANG MENINGGALKAN SESAMANYA BEGITU SAJA ?" Simon ragu, tapi akhirnya toh ia balik lagi ke tempat orang itu bersandar. Ketika sudah dekat, dilihatnya orang itu ternyata pria yang wajahnya sungguh tampan. Kulitnya bersih seperti kulit bangsawan. Badannya terlihat lemas dan tidak berdaya, namun sorot matanya menyiratkan rasa terima kasih yang amat sangat ketika Simon memakaikan mantel terluarnya kepada orang itu dan memapahnya berdiri. Ia tidak bisa menjawab sepatah kata pun atas pertanyaan-
138
pertanyaan Simon, sehingga Simon memutuskan untuk membawanya pulang. Sesampainya di rumah, Matrena sudah menunggu. Ia marah sekali karena melihat Simon tidak membawa mantel baru, apalagi ketika dilihatnya Simon membawa seorang pria asing. Dia nyerocos marah-marah, "Simon, siapa ini? Mana mantel barunya ? Astaga ! Kau bau vodka. Teganya kau mabuk menghabiskan uang yang seharusnya kaubelikan mantel !!" Simon mencoba menyabarkan Matrena, "Sabar, Matrena.... dengar dulu penjelasanku. Aku tidak mabuk, aku hanya minum vodka sedikit untuk mengusir hawa dingin. Adapun orang ini kutemukan di luar gereja, ia kedinginan, jadi kuajak sekalian pulang". "Bohong !! Aku tak percaya.... sudahlah, pokoknya aku tak mau dengar ceritamu ! Malam ini aku tak akan menyiapkan makan malam. Cari saja makan sendiri ! Sudah tahu kita ini miskin kok masih sok suci menolong orang segala !! Usir saja dia !!" "Astaga, Matrena ! Jangan berkata begitu, seharusnya kita bersyukur karena kita masih bisa makan dan punya pakaian, sedangkan orang ini telanjang dan kelaparan. Tidakkah di hatimu ada sedikit cinta kasih Tuhan ?" Matrena menatap wajah pria asing itu, mendadak ia merasa iba. Tanpa mengomel lagi disiapkannya makan malam sederhana berupa roti keras dan bir hangat. "Silakan makan, hanya sebeginilah makanan yang ada. Siapa namamu dan darimana asalmu ? Bagaimana ceritanya kau bisa telanjang di luar gereja? Apakah seseorang telah merampokmu ?" Tiba-tiba wajah pria asing itu bercahaya. Mukanya berseri dan ia tersenyum untuk pertama kalinya. "Namaku Mikhail, asalku dari jauh. Sayang sekali banyak yang tak dapat kuceritakan. Kelak akan tiba saatnya aku boleh menceritakan semua yang kalian ingin ketahui tentang aku. Aku akan sangat berterima kasih kalau kalian mau menerimaku bekerja di sini." "Ah, Mikhail, usaha sepatuku ini cuma usaha kecil. Aku takkan sanggup menggajimu", demikian Simon menjawab. "Tak apa, Simon. Kalau kau belum sanggup menggajiku, aku tak keberatan kerja tanpa gaji asalkan aku mendapat makan dan tempat untuk tidur." "Baiklah kalau kau memang mau begitu. Besok kau mulai bekerja". Malamnya pasangan suami-istri itu tak dapat tidur. Mereka bertanya-tanya. "Simon tidakkah kita keliru menerima orang itu ? Kita ini miskin. Bagaimana jika Mikhail itu ternyata buronan ? Kita bisa terlibat kesulitan", Matrena bertanya dengan gelisah pada Simon. Simon menjawab, "Sudahlah Matrena. Percayalah pada penyelenggaraan Tuhan. Biarlah ia tinggal di sini. Tingkah lakunya cukup baik. Kalau ternyata ia berperilaku tidak baik, segera kuusir dia". Esoknya Mikhail mulai bekerja membantu Simon membuat dan memperbaiki sepatu. Di bengkelnya, Simon mengajari Mikhail memintal benang dan
139
membuat pola serta menjahit kulit untuk sepatu. Sungguh aneh, baru tiga hari belajar, Mikhail sudah bisa membuat sepatu lebih baik dan rapi daripada Simon. Lama kelamaan bengkel sepatu Simon mulai terkenal karena sepatu buatan Mikhail yang bagus. Banyak pesanan mengalir dari dari desa-desa yang penduduknya kaya. Usaha Simon menjadi maju. Ia tidak lagi miskin. Keluarga itu sangat bersyukur karena mereka sadar, tanpa bantuan tangan terampil Mikhail, usaha mereka takkan semaju ini. Namun mereka juga terus bertanya- tanya dalam hati, siapa sebenarnya Mikhail ini. Anehnya, selama Mikhail tinggal bersama mereka, baru sekali saja ia tersenyum, yaitu dulu saat Matrena memberi Mikhail makan. Namun meski tanpa senyum, muka Mikhail selalu berseri sehingga orang tak takut melihat wajahnya. Suatu hari datanglah seorang kaya bersama pelayannya. Orang itu tinggi besar, galak dan terlihat kejam. "Hai Simon, kudengar kau dan pembantumu pandai membuat sepatu. Aku minta dibuatkan sepatu yang harus tahan setahun mengahadapi cuaca dingin. Kalau sepatu itu rusak sebelum setahun, kuseret kau ke muka hakim untuk dipenjarakan !! Ini, kubawakan kulit terbaik untuk bahan sepatu. Awas, hati-hati; ini kulit yang sangat mahal!" Di pojok ruangan, Mikhail yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba tersenyum. Mukanya bercahaya, persis seperti dulu ketika ia pertama kalinya tersenyum. Orang kaya yang melihatnya membentak, "Hei, tukang sepatu, awas jangan mengejekku, ya !! Bukan hanya majikanmu yang kumasukkan penjara kalau sepatuku jebol sebelum setahun. Kau juga takkan lolos dariku !!" Sebenarnya Simon enggan berurusan dengan orang ini. Ia baru saja hendak menolak pesanan itu ketika Mikhail memberi isyarat agar ia menerima pesanan itu. Setelah harga disepakati, orang itu pun pergi pulang. Simon berkata, "Mikhail, kau sajalah yang mengerjakan sepatu itu. Aku sudah mulai tua. Mataku agak kurang awas untuk mengerjakan sepatu semahal ini. Biar aku mengerjakan pesanan lain saja. Kau berkonsentrasi menyelesaikan pesanan ini. Hati- hati, ya. Aku tak mau salah satu atau malah kita berdua masuk penjara." Ketika Mikhail selesai mengerjakan sepatu itu, bukan main terkejutnya Simon. "Astaga, Mikhail, kenapa kaubuat sepatu anak-anak ? Bukankah yang memesan itu orangnya tinggi besar ? Aduh, bagaimana ini ? Celaka, kita bisa masuk penjara karena....", belum selesai Simon berkata, datang si pelayan orang kaya. "Majikanku sudah meninggal. Pesanan dibatalkan. Jika masih ada sisa kulit, istri majikanku minta dibuatkan sepatu anak-anak saja". "Ini, sepatu anak-anak sudah kubuatkan. Silakan bayar ongkosnya pada Simon", Mikhail menyerahkan sepatu buatannya pada
140
pelayan itu. Pelayan itu terkejut, tapi ia diam saja meskipun heran darimana Mikhail tahu tentang pesanan sepatu anak-anak itu. Tahun demi tahun berlalu, Mikhail tetap tidak pernah tersenyum kecuali pada dua kali peristiwa tadi. Meskipun penasaran, Simon dan Matrena tak pernah berani menyinggung-nyinggung soal asal usul Mikhail karena takut ia akan meninggalkan mereka. Suatu hari datanglah seorang ibu dengan dua orang anak kembar yang salah satu kakinya pincang. Ia minta dibuatkan sepatu untuk kedua anak itu. Simon heran sebab Mikhail tampak sangat gelisah. Mukanya muram, padahal biasanya tidak pernah begitu. Saat mereka hendak pulang, Matrena bertanya pada ibu itu, "Mengapa salah satu dari si kembar ini kakinya pincang ?" Ibu itu menjelaskan, "Sebenarnya mereka bukan anak kandungku. Mereka kupungut ketika ibunya meninggal sewaktu melahirkan mereka. Padahal belum lama ayah mereka juga meninggal. Kasihan, semalaman ibu mereka yang sudah meninggal itu tergeletak dan menindih salah satu kaki anak ini. Itu sebabnya ia pincang. Aku sendiri tak punya anak, jadi kurawat mereka seperti anakku sendiri." "Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah ibunya, tapi tentu saja manusia takkan dapat hidup tanpa Tuhannya", Matrena berkata. Mendengar itu, Mikhail tidak lagi gelisah. Ia berseri-seri dan tersenyum untuk ketiga kalinya. Kali ini bukan wajahnya saja yang bercahaya, tapi seluruh tubuhnya. Sesudah tamutamu tersebut pulang, ia membungkuk di depan Simon dan Matrena sambil berkata, "Maafkan semua kesalahan yang pernah kuperbuat, apalagi telah membuat gelisah dengan tidak mau menceritakan asal usulku. Aku dihukum Tuhan, tapi hari ini Tuhan telah mengampuni aku. Sekarang aku mohon pamit." Simon dan Matrena tentu saja heran dan terkejut, "Nanti dulu Mikhail, tolong jelaskan pada kami siapakah sebenarnya kau ini ? Mengapa selama di sini kau hanya tersenyum tiga kali, dan mengapa tubuhmu sekarang bercahaya ?" Mikhail menjawab sambil terus tersenyum, "Sebenarnya aku adalah salah satu malaikat Tuhan. Bertahun-tahun yang lalu Tuhan menugaskan aku menjemput nyawa ibu kedua anak tadi. Aku sempat menolak perintah Tuhan itu meskipun toh akhirnya kuambil juga nyawa ibu mereka. Aku menganggapNya kejam. Belum lama mereka ditinggal ayahnya, sekarang ibunya harus meninggalkan mereka juga. Dalam perjalanan ke surga, Tuhan mengirim badai yang menghempaskanku ke bumi. Jiwa ibu bayi menghadap Tuhan sendiri. Tuhan berkata padaku, 'MIKHAIL, TURUNLAH KE BUMI DAN PELAJARI KETIGA KEBENARAN INI HINGGA KAU MENGERTI: PERTAMA, APAKAH YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA. KEDUA, APA YANG TAK DIIJINKAN PADA MANUSIA.
141
KETIGA, APA YANG PALING DIPERLUKAN MANUSIA.' " "Aku jatuh di halaman gereja, kedinginan dan kelaparan. Simon menemukan dan membawaku pulang. Waktu Matrena marah-marah dan hendak mengusir aku, kulihat maut di belakangnya. Seandainya ia jadi mengusirku, ia pasti mati malam itu. Tapi Simon berkata, 'Tidakkah di hatimu ada sedikit cinta kasih Tuhan?' Matrena jatuh iba dan memberi aku makan. Saat itulah aku tahu kebenaran pertama: YANG HIDUP DALAM HATI MANUSIA ADALAH CINTA KASIH TUHAN" "Kemudian ada orang kaya yang memesan sepatu yang tahan satu tahun sambil marah-marah. Aku melihat maut di belakangnya. Ia tidak tahu ajalnya sudah dekat. Aku tersenyum untuk kedua kalinya. Saat itulah aku tahu kebenaran kedua: MANUSIA TIDAK DIIJINKAN MENGETAHUI MASA DEPANNYA. MASA DEPAN MANUSIA ADA DI TANGAN TUHAN" "Hari ini datang ibu angkat bersama kedua anak kembar tadi. Ibu kandung si kembar itulah yang diperintahkan Tuhan untuk kucabut nyawanya. Aku menyangsikan apakah si kembar dapat hidup tanpa ayah ibunya padahal mereka masih bayi. Tapi ternyata ada seorang ibu lain yang mau merawat dan mengasihi mereka seperti anak kandung sendiri. Tadi Matrena berkata, 'Tuhan Maha Baik, manusia dapat hidup tanpa ayah ibunya, tapi tentu saja manusia takkan dapat hidup tanpa Tuhannya'. Aku tersenyum untuk ketiga kalinya dan kali ini tubuhku bercahaya. Aku tahu kebenaran yang ketiga: MANUSIA DAPAT HIDUP TANPA AYAH DAN IBUNYA TAPI MANUSIA TIDAK AKAN DAPAT HIDUP TANPA TUHANNYA. Simon, Matrena, terima kasih atas kebaikan kalian berdua. Aku telah mengetahui ketiga kebenaran itu, Tuhan telah mengampuniku. Kini aku harus kembali. Semoga kasih Tuhan senantiasa menyertai kalian sepanjang hidup." Seiring dengan itu, tubuh Mikhail terangkat dan tubuhnya makin bercahaya. Mikhail kembali ke surga.
142
Menjadi Terang Dunia Alkisah disebuah rumah yang dihuni seorang kakek terdapat empat buah lilin yang disimpan didalam gudang. Pada satu waktu rumah kakek tersebut mati lampu dan dengan segera kakek tersebut ingat bahwa dia mempunyai persediaan lilin yang dapat digunakan, lalu kakek tersebut berjalan ke gudang tersebut untuk mengambil lilin lilin tersebut. Pada saat dia menyalakan lilin yang pertama dan dengan maksud hendak membawa lilin tersebut keruangan di depan, tiba - tiba dia mendengar sebuah suara berkata "Jangan ..jangan keluar.." Kakek tersebut bingung lalu berkata "Siapa itu ? siapa yang berbicara " suara itu menjawab "saya"..kakek tersebut berusaha mencari asal suara itu dan ternyata lilin tersebut yang berbicara dan di terkejut dengan hal tersebut, ketika ditatapnya lilin tersebut. Dilihatnya pada lilin tersebut terdapat sebuah wajah lalu ia berkata "ada, apa dengan kamu lilin",lilin itu menjawab "Jangan , jangan bawa saya keluar". Sambil keheranan kakek itu bertanya lagi "kenapa saya tidak boleh membawa kamu keluar ?". Lilin itu menjelaskan bahwa dia belum siap untuk keluar karena takut dia belum siap untuk menerangi kegelapan yang ada di luar, dia takut jikananti nyala api yang dia miliki itu tidak indah. Jawaban yang tidak masuk akal memang, namun itulah alasan yang dia keluarkan..namun kakek itu tetap memaksa dengan alasan bahwa keluarganya diluar sana sangat membutuhkan penerangan, namun lilin tersebut bersikeras untuk tetap tidak mau keluar. Akhirnya kakek itu menyerah dan berkata "Baiklah jika memang engkau tidak mau, saya akan mengambil LILIN yang lain, karena masih banyak lilin yang lain. Namun apa yang diharapkan si kakek ternyata berbeda dengan kenyataan yang ada karena lilin yang kedua juga menolak dengan alasan bahwa diasedang sibuk dengan urusan yang lain yang menurutnya lebih penting. Hal yang sama juga terjadi dengan lilin yang ketiga dengan alasan bahwadia tidak berani jika seorang diri karena takut cahaya yang dia miliki kurangterang. Akhirnya kakek tersebut beralih kepada lilin yang ke empat namun lilin yang ke empat ini berkata "saya sebenarnya mau diajak keluar, tapi saya tidak bisa karena talenta saya bukan disitu sebagai pemberi terang namun talenta saya adalah hanya sebagai pemberi semangat bagi lilin yang lilin untuk mau menyala dengan lebih lagi", bahwa apa yang dia bisa lakukan hanyalah menyanyi.
143
Akhirnya lilin tersebut pun bernyanyi. Ketika lilin yang lain mendengar suara lilin keempat tersebut bernyanyi maka terbakarlah semangat mereka untuk melayani dan mereka pun bernyanyi bersama dengan paduan yang sangat merdu. Kawan, keempat lilin diatas gambaran dari sikap kita sebagai manusia di dalam melayani Tuhan khususnya untuk menjadi terang ditengah kegelapan dunia dengan berbagai alasan, ketakutan dan kesibukan kita sendiri akhirnya kita lupa akan fungsi kita sebagai cahaya atau terang bagi dunia ini, bahkan disaat semangat kita menyala nyala untuk melayani namun itu akhirnya akan segera hilang akibat dari tidak adanya sesuatu atau seseorang yang dapat membuat kita melakukannya lagi seperti yang dilakukan oleh lilin ke empat. Seperti firman-Nya berkata bahwa kita adalah "TERANG DUNIA", yang bukan hanya sekedar menjadi terang namun terang yang memiliki empat aspek yang utama yaitu : 1. TERANG YANG AKTIF. Bahwa untuk menjadi cahaya bagi dunia ini kita nggak bisa hanya menunggu orang lain datang kepada kita. karena segala sesuatu akan menjadi sangat terlambat. 2. TERANG YANG MENGARAHKAN. Bahwa sebagai cahaya bukan kita yang sebagai pusat dari semua itu, namun tugas kita adalah untuk mengarahkan semua orang kepada Yesus sebagai pusat dari segalanya, pusat dari cahaya. 3. TERANG YANG MEMBERI PENUNJUK. Bahwa sebagai cahaya, tugas kita adalah untuk menunjukan jalan yang benar kepada orang-orang yang berjalan di dalam kegelapan.. Menuju kepada jalan keselamatan didalam Yesus Tuhan. 4. TERANG YANG INDAH. Bahwa untuk menjadi cahaya tidak hanya cukup dengan nyala yang terangnamun juga indah. Namun dapat menjadi berkat bagi kehidupan orang lain.
144
Musuh Dalam Mimpi Ada seorang lelaki. Suatu malam ia bermimpi buruk. Dalam mimpinya ia melihat seorang serdadu bertopi putih, bersepatu putih. Di pinggangnya terselip sebilah pedang yang bersarung hitam. Ketika kedua mata mereka berpapasan, serdadu tersebut dengan serta-merta mengeluarkan kata-kata cacian, kata-kata jahat yang sungguh pedas yang ditujukan padanya. Serdadu tersebut juga secara kejam meludahi wajahnya. Sungguh suatu penghinaan yang teramat besar. Selama hidupnya belum pernah ia dihina seperti ini. Ketika bangun pagi, dipenuhi dengan perasaan yang kurang enak ia menceritakan kisah hina yang menimpa dirinya dalam mimpi semalam. 'Sejak kecil hingga kini saya belum pernah dihina oleh orang lain. Tapi malam tadi, saya bukan saja dihina, bahkan wajahkupun diludahi. Aku sungguh tidak bisa terima diperlakukan secara demikian. Aku harus menemukan orang ini dan memberikan imbalan yang setimpal.' Kata lelaki itu penuh rasa benci sambil menggertakan giginya. Sejak itu, setiap hari setelah bangun tidur ia akan berdiri di persimpangan jalan yang ramai dilewati orang, dengan harapan suatu saat bisa menemukan musuh yang dilihatnya dalam mimpi itu. Seminggu, sebulan, setahun kini berlalu. Orang yang dicari itu tak pernah menunjukkan batang hidungnya. Lelaki tersebut telah menghabiskan separuh dari waktu hidupnya hanya demi sesuatu yang tidak nyata. Ia meracuni hatinya sendiri dengan rasa benci hasil ciptaannya sendiri. --------------------- Sering kita menciptakan musuh yang tidak real, dan memupuk kebencian dalam hati yang pada baliknya merupakan racun yang menghancurkan diri sendiri. - Apakah andapun memupuki kebencian dalam hati anda? - Ketahuilah: Ketika anda membenci, anda sendirilah yang menjadi korban kebencian anda.
145
Pancake Buat Tuhan Brandon bocah berumur 6 tahun. Suatu hari sabtu pagi, dimana biasanya orang tuanya tidak bekerja dan tidur sampai agak siang, Brandon menyiapkan sebuah kejutan. Ia berencana membuat pancake. Ia mengambil sebuah mangkuk besar, sendok, menggeser kursi ke pinggir meja, dan menarik sebuah tupperware berisi tepung yang berat, menumpahkan sebagian isinya ke lantai. Lalu ia mengambil tepung itu dengan tangannya, sebagian berserakan di meja makan, lalu mengaduknya dengan susu dan gula sehingga bekas adonan berceceran di sekelilingnya. Ditambah lagi dengan beberapa telapak kaki kucingnya yang ingin tahu apa yang sedang terjadi. Brandon tampak tertutup dengan tepung dan kelihatan sangat frustasi. Yang dia inginkan hanya membuat sesuatu untuk menyenangkan mama dan papanya. Tapi kelihatannya yang terjadi malah sangat amat buruk. Dia sekarang tidak tahu harus berbuat apa, apakah memasukkan adonan ke dalam oven atau dibakar di perapian. Lagipula dia tidak tahu cara menyalakan api di kompor atau di oven. Tiba-tiba dia melihat kucingnya menjilati isi adonannya dan secara reflek mendorong si kucing agar tidak memakan adonan itu. Si kucing terlempar, membawa serta beberapa butir telur mentah yang ada di meja. Dengan cemas ia berusaha membersihkan telur yang pecah itu, tetapi justru terpeleset karena licinnya lantai yang kini dipenuhi dengan tepung, membuat pakaian tidurnya putih dan lengket. Dan saat itu jugalah dia melihat papa berdiri di dekat pintu. Air mata akhirnya berjatuhan di pipi Brandon. Yang ingin dia lakukan adalah berbuat baik, tetapi justru kekacauan yang luar biasa yang ia buat. Kini ia hanya dapat pasrah menantikan omelan, jeweran atau mungkin malah pukulan. Tetapi papa hanya memandang dia. Lalu berjalan melewati semua kotoran yang ia buat, mengangkat dan menggendong anaknya yang kini sedang menangis sehingga baju tidur papa ikut menjadi kotor. Papa memeluk dan mencium Brandon. Begitulah Tuhan berperkara dengan kita. Kita ingin berbuat sesuatu yang baik, tetapi malah kekacauan yang kita hasilkan. Pernikahan menjadi kacau, sahabat karib bertengkar, kita tidak tahan dengan keadaan di tempat kerja, kesehatan kita memburuk. Semua ini terjadi justru karena kita ingin berbuat yang baik. Kadang kala yang tersisa hanya tangisan karena tidak ada lagi yang dapat kita lakukan. Di situlah saatnya kita menerima kasih dan pelukan Tuhan.
146
Bila anda merasakan kasih Tuhan mengetuk di pintu hati anda hari ini, jangan menolakNya. Terima kasih Bapa untuk hari ini, terima kasih untuk kasihMu.
147
Papa Sedang Mengemudi Seorang pembicara Dr. Wan menceritakan pengalamannya: Ketika ia dan seisi keluarga tinggal di Eropa, satu kali mereka hendak pergi ke Jerman, itu butuh 3 hari mengendarai mobil tanpa henti , siang dan malam. Maka, mereka sekeluarga masuk ke dalam mobil -- dirinya, istrinya, dan anak perempuannya berumur 3 tahun. Anak perempuan kecil-nya ini belum pernah bepergian pada malam hari. Malam pertama di dalam mobil, ia ketakutan dengan kegelapan di luar sana. "Mau kemana kita, papa?" "Ke rumah paman, di Jerman." "Papa pernah ke sana?" "Belum" "Papa tahu jalan ke sana?" "Mungkin, kita dapat lihat peta." [Diam sejenak] "Papa tahu cara membaca peta?" "Ya, kita akan sampai dengan aman." [Diam lagi] "Dimana kita makan kalau kita lapar nanti?" "Kita bisa berhenti di restoran si pinggir jalan." "Papa tahu ada restoran di pinggir jalan?" "Ya, ada." "Papa tahu ada di mana?" "Tidak, tapi kita akan menemukannya" Dialog yang sama belangsung beberapa kali dalam malam pertama, dan juga pada malam kedua. Tapi pada malam ketiga, anak perempuannya ini diam. Pembicara berpikir mungkin dia telah tidur, tapi ketika ia melihat ke cermin, ia melihat anak itu masih bangun dan hanya melihat-lihat ke sekeliling dengan tenang. Dia bertanya-tanya dalam hati, kenapa anak perempuan kecil ini tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaan lagi. "Sayang, kamu tahu kemana kita pergi?"" "Jerman, rumah paman." "Kamu tahu bagaimana kita akan sampai ke sana?" "Tidak" "Terus kenapa kamu tidak bertanya lagi?" "Karena papa sedang mengemudi." Karena papa sedang mengemudi. Jawaban dari anak perempuan kecil berumur 3 tahun ini kemudian menjadi kekuatan dan pertolongan bagi si pembicara selama bertahun-tahun, ketika dia mempunyai pertanyaan-pertanyaan dan ketakutanketakutan dalam perjalanannya bersama Tuhan. Ya, Bapa kita sedang mengemudi. Kita mungkin tahu tujuan kita (kadang-kadang kita tahu seperti anak kecil -"Jerman" -- tanpa mengerti dimana atau apa itu sebenarnya). Kita tidak tahu jalan ke sana, kita tidak dapat membaca peta, kita tidak tahu apakah kita akan menemukan rumah
148
makan sepanjang perjalanan. Tapi gadis kecil ini tahu hal terpenting -- Papa sedang mengemudi -- dan dia aman. Dia tahu papanya akan menyediakan semua yang dia butuhkan. Kenalkah engkau Papa mu, Gembala Agung, sedang mengemudi hari ini? Apa sikap dan responmu sebagai seorang penumpang, anakNya yang dikasihiNya ? Kita mungkin telah menanyakan terlalu banyak pertanyaan sebelumnya, tapi kita dapat menjadi anak kecil itu, belajar menyadari fokus terpenting adalah "Papa sedang mengemudi". Tuhan adalah gembala kita. "Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." Mazmur 9:10 "Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka." Wahyu 9:17
149
Para Pemenang Lalu Ia (Yesus) berhenti dan saya melihat ke takhta yang ada di dekat kami. Kami masih berada di tempat di mana raja-raja yang berkedudukan sangat tinggi bertakhta. Lalu saya mengenal seorang yang sangat dekat dengan kami. "Tuan, sepertinya saya sudah pernah mengenal engkau, tetapi saya lupa di mana." "Engkau melihat saya sekali dalam suatu penglihatan," jawabnya. Saya segera teringat dan merasa terguncang! "Jadi, engkau benar-benar ada?" "Ya," jawabNya. Lalu saya teringat waktu itu, sebagai seorang pemuda Kristen, saya frustasi dengan isu-isu terhadap hidup saya. Saya pergi ke sebuah taman pertempuran yang terletak dekat apartemen saya, dan membulatkan hati untuk menunggu Tuhan berbicara kepada saya. Sementara saya membaca alkitab, saya diberikan sebuah penglihatan yang pertama saya alami. Dalam penglihatan itu saya melihat seorang yang sangat rajin melayani Tuhan. Ia terus bersaksi kepada orang-orang, mengajar dan mengunjungi orang sakit untuk berdoa bagi mereka. Ia sangat rajin melayani Tuhan dan sungguh mengasihi orang-orang. Kemudian saya juga melihat seorang gelandangan yang tidak mempunyai rumah. Seekor anak kucing keluyuran di depan kakinya dan ia mulai menendangnya, tetapi ia menahan diri, namun demikian anak kucing tersebut tertendang juga cukup keras ke pinggir lorong. Lalu Tuhan bertanya kepada saya, yang mana dari kedua orang itu yang menyenangkan hati-Nya. "Yang pertama," kata saya tanpa keraguan. "Bukan, yang kedua," tanggap Tuhan, dan Ia mulai menceritakan kepada saya kisah mereka. Orang yang pertama dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang sangat baik, yang selalu mengenal Tuhan. Ia bertumbuh di dalam sebuah gereja berkembang dan kemudian kuliah di seminari yang terkemuka. Tuhan telah memberikan kasih-Nya kepadanya seratus bagian, tetapi hanya mempergunakan tujuh lima bagian. Orang kedua dilahirkan tuli. Ia diperlakukan dengan kejam dan ia disekap di dalam sebuah kamar loteng yang gelap dan dingin sampai ia ditemukan oleh yang berwajib ketika ia berusia delapan tahun. Ia dikirim dari satu sekolah ke sekolah yang lain, di mana ia terus-menerus mengalami pelecehan. Akhirnya, ia menjadi gelandangan. Untuk mengatasi hal itu Tuhan hanya memberikan kepadanya tiga bagian kasih, tetapi ia telah mengerahkan kesemuanya
150
itu untuk melawan kebuasan yang ada di dalam hatinya untuk tidak menganiaya anak kucing tersebut. Sekarang saya melihat kepada orang itu, ia sedang duduk bagaikan seorang raja di atas sebuah takhta yang jauh lebih mulia dari yang dibayangkan mengenai Salomo. Pasukan malaikat berbaris di sekitarnya, siap sedia untuk melakukan apa permintaannya. Saya menoleh kepada Tuhan dengan rasa takjub. Saya masih tidak dapat percaya akan realitas orang tersebut bahwa ia benar-benar salah satu dari rajaraja besar. "Tuhan, lanjutkanlah kisah-Mu tentang orang itu," pinta saya. "Tentu saja karena itulah kita berada di sini. Angelo sangat setia dengan sedikit karunia yang Aku berikan kepadanya. Ia mempergunakan kesemuanya, untuk tidak mencuri. Ia hampir kelaparan, tetapi ia tidak mau mengambil apapun yang bukan miliknya. Ia membeli makanannya dari pengumpulan botol-botol bekas dan kadangkadang menemukan seorang untuk memberikan pekerjaan di lapangan. Ia tidak dapat mendengar, tetapi ia belajar membaca, jadi Aku mengirimkan kepadanya selembar traktat. Ketika ia membacanya, Roh Kudus membuka hatinya dan ia memberikan hidupnya kepada-Ku. Kembali Aku melipatduakan kasih-Ku kepadanya dan dengan setia ia menggunakan kesemuanya itu. Ia ingin bersaksi kepada orang-orang lain, tetapi ia bisu. Walaupun hidupnya begitu miskin, ia mulai membelanjakan lebih dari separuh miliknya untuk membuat traktat dan membagikan di persimpanganpersimpangan jalan." "Berapa orang yang dibawanya kepada Engkau?" tanya saya, saya mengira bahwa tentulah banyak orang yang telah dibawanya kepada Tuhan sehingga ia bertakhta dengan rajaraja di situ. "SATU," jawab Tuhan. "Aku mengizinkannya menyelamatkan seorang pemabuk yang hampir mati untuk memberinya dorongan. Hal itu memberinya semangat yang begitu besar sehingga bertahun-tahun ia berada di persimpangan jalan untuk membawa jiwa-jiwa yang lain kepada pertobatan. Tetapi seluruh isi surga memohon kepada-Ku dengan sangat untuk membawanya kemari dan Aku meninginkan agar ia menerima upahnya." "Tetapi apa yang dilakukannya sehingga ia menjadi raja?" tanya saya. "Ia setia dengan apa yang telah diberikan kepadanya, ia menjadi pemenang atas semua, sampai ia menjadi serupa dengan Aku, dan ia mati sebagai martir." "Tetapi bagaimana ia menjadi pemenang dan bagaimana ia menjadi martir?" "Ia mengalahkan dunia dengan kasih-Ku. Ia setia dengan apa yang Aku berikan kepadanya, walaupun apa yang Aku berikan tidak sebanyak yang Aku berikan kepada yang lainnya, termasuk engkau. Aku memperlihatkan
151
kepada engkau suatu penglihatan karena engkau melewatinya berkali-kali. Bahkan engkau pernah membicarakannya kepada salah seorang sahabatmu mengenai dirinya." "Saya? Apa yang saya katakan?" "Engkau berkata, "Ada Elia yang lain yang tercecer dari stasiun bus." Engkau mengatakan bahwa ia adalah seorang gila rohani yang dikirimkan oleh musuh untuk memurtadkan orang." "Bagaimana ia bisa meninggal?" tanya saya, teringat bahwa ia meninggal sebagai martir, setengah mengira bahwa saya ikut bertanggung jawab atasnya. "Ia mati kedinginan, ketika sedang berusaha menyelamatkan seorang pemabuk tua yang sedang jatuh pingsan dalam cuaca yang dingin." Ketika saya melihat Angelo, saya tidak dapat percaya, betapa kerasnya hati saya terpukul. Namun demikian, saya masih belum mengerti apa yang membuatnya menjadi martir, yang menurut saya istilah martir diperuntukan bagi mereka yang mati karena tidak mau berkompromi mengenai kesaksian yang ada pada mereka. "Tuhan, saya tahu bahwa ia adalah seorang pemenang yang sejati," kata saya. "Dan memang ia pantas berada di sini. Tetapi apakah semua mereka yang mati dengan cara yang seperti itu disebut martir?" "Angelo adalah seorang martir setiap hari dalam hidupnya. Ia hanya melakukan secukupnya untuk hidupnya saja dan ia dengan sukacita mengorbankan hidupnya demi seorang sahabat yang membutuhkan. Sebagaimana yang ditulis oleh Paulus untuk jemaat di Korintus, walaupun engkau memberikan dirimu untuk dibakar, tetapi bilamana engkau tidak mempunyai kasih, hal itu tidak bermanfaat. Tetapi bilamana engkau memberikan dirimu dengan kasih, nilainya tinggi sekali. Angelo mati setiap hari karena ia tidak hidup bagi dirinya sendiri, tetapi bagi orang-orang lain. Sementara ia berada di dunia ia selalu memperhitungkan dirinya sebagai orang kudus yang paling tidak berarti, tetapi ia sebenarnya, ia adalah seorang yang terbesar. Angelo tidak mati karena doktrin ataupun kesaksiannya, tetapi ia mati bagi-Ku." Saya menjadi begitu malu, tidak berani memandang Tuhan. Buku Pencarian Terakhir, Rick Joyner
152
Pasangan Hidup Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri. Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini. Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya. Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain. Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapan pun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini. Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit. Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini. Dia lah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sang suami. Akan tetapi, sang pedagang, tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun, pedagang ini tak begitu mempedulikannya. Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. "Saat ini, aku punya 4 orang istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri." Lalu, ia meminta semua istrinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. "Tentu saja tidak, "jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi. Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya. Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga. "Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini, hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku? Istrinya menjawab, Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati. Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam.
153
Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku? Sang istri menjawab pelan. "Maafkan aku," ujarnya "Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu. Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang pedagang kini merasa putus asa. Tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu. Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku." *** Sesungguhnya kita punya 4 orang istri dalam hidup ini. Istri yang keempat, adalah tubuh kita. Seberapa pun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadapNya. Istri yang ketiga, adalah status sosial dan kekayaan. Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah, dan melupakan kita yang pernah memilikinya. Sedangkan istri teman. Seberapa mereka tak akan kuburlah mereka
yang kedua, adalah kerabat dan temanpun dekat hubungan kita dengan mereka, bisa bersama kita selamanya. Hanya sampai akan menemani kita.
Dan, teman, sesungguhnya, istri pertama kita adalah jiwa dan amal kita. Mungkin, kita sering mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya, hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di akhirat kelak. Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal belakangan.
154
Pasir & Pahatan Batu Suatu ketika, ada sepasang pengembara yang sedang melakukan perjalanan. Mereka, kini tengah melintasi padang pasir yang sangat luas. Sepanjang mata memandang, hanya ada horison pasir yang terbentang. Tapak-tapak kaki yang ada di belakang mereka, membentuk jejak-jejak yang tak putus. Susunannya meliuk-liuk, tampak seperti kurva garis, yang berujung di setiap langkah yang mereka lalui. Sesekali debu-debu pasir menerpa tubuh, dan membuat mereka berjalan merunduk, agar terhindar dari badai kecil itu. Tiba-tiba, ada sebuah badai besar yang datang. Hembusannya sangat kuat, membuat tubuh mereka bergoyang, dan limbung. Terpaan yang begitu kuat segera membuat ujung-ujung pakaian mereka berkibar-kibar, mengelepak, dan mendorong tubuh mereka ke arah belakang. Untunglah, mereka saling berpegangan, dan dapat bertahan dari badai itu. Namun, ada musibah lain yang menimpa mereka. Bekal minum mereka terbuka, dan terbawa angin yang kuat tadi. ‘Ah... kita akan mati kehausan disini, ‘ujar seorang pengembara. Lelah bertahan seusai badai, keduanya duduk tercenung, menyesalkan hilangnya bekal minum mereka. Seseorang dari mereka, tampak menulis sesuatu di atas pasir dengan ujung jarinya. ‘Kami sedih, Kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini.’ Pengembara yang lain tampak bingung, namun tetap membereskan perlengkapannya. Badai sudah benar-benar usai, dan keduanya pun melanjutkan perjalanan. Setelah lama menyusuri padang, mereka melihat sebuah oasis di kejauhan. ‘Kita selamat, seru seorang pengembara, ‘lihat, ada air disana.’ Mereka setengah berlari ke arah air itu. Untunglah, itu bukan fatamorgana. Tampaklah sebuah kolam kecil dengan air yang cukup banyak. Keduanya pun segera minum sepuas-puasnya, dan mengambil sisanya untuk bekal perjalanan. Sambil beristirahat, pengembara yang sama mulai menulis sesuatu. Pisau yang digenggamnya digunakan untuk memahat di atas sebuah batu. ‘Kami bahagia, Kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini.’ Merasa bingung dengan tingkah sahabatnya, pengembara yang lain mulai bertanya. ‘Mengapa kini engkau menulis di atas batu, sementara tadi engkau menulis di atas pasir saat kita kehilangan bekal minum?’ Tersenyum mendengar pertanyaan itu, sang sahabat mulai menjawab. ‘Saat kita mendapat kesusahan, tulislah semua itu dalam pasir. Biarkan angin keikhlasan akan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu akan hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan
155
pupus.’ ‘Namun, ingatlah, saat kita mendapat kebahagiaan, pahatlah kemuliaan itu dalam batu, agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan kesenangan itu dalam kerasnya batu, agar tak ada sesuatu yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan.’ Keduanya kembali tersenyum. Bekal minuman telah cukup, dan mereka pun kembali meneruskan perjalanan mereka. Teman, ada kalanya memang, kita menemui kesedihan dan kebahagiaan. Ada kalanya, keduanya hadir berselangseling, saling berganti mewarnai panjangnya jalan hidup ini. Keduanya, saya yakin, memberikan kita semacam memori yang kerap membuat kita terkenang. Namun, adakah kita mau bersikap seperti pengembara tadi? Maukah kita menjadi seorang yang pemaaf, yang mampu untuk menuliskan setiap kesedihan dalam pasir, agar angin keikhlasan mampu membawanya pergi? Maukah kita menjadi seorang yang tegar, yang mampu melepaskan setiap kesusahan bersama terbangnya angin ketulusan? Dan teman, cobalah pula untuk selalu mengingat setiap kebaikan dan kebahagiaan yang kita miliki. Simpanlah semua itu dalam kekokohan hati kita, agar tak ada apapun yang mampu menghapusnya. Torehlah semua kenangan kebahagiaan itu, agar tidak ada angin kesedihan yang mampu melenyapkannya. Saya yakin, angin kebahagiaan dan keikhlasan, akan mampu menggantikan tulisan kesedihan kita di atas pasir kesusahan. Sementara, pahatan kebahagiaan kita, akan selalu terkenang dan membuat kita optimis dalam menjalani panjangnya hidup ini.
156
Pelayan Hotel Bertahun-tahun dahulu, pada malam hujan badai, seorang laki-laki tua dan istrinya masuk ke sebuah lobby hotel kecil di Philadelphia. Mencoba menghindari hujan, pasangan ini memdekati meja resepsionis untuk mendapatkan tempat bermalam. Dapatkan anda memberi kami sebuah kamar disini ?" tanya sang suami. Sang pelayan, seorang laki-laki ramah dengan tersenyum memandang kepada pasangan itu dan menjelaskan bahwa ada tiga acara konvensi di kota. "Semua kamar kami telah penuh," pelayan berkata. "Tapi saya tidak dapat mengirim pasangan yang baik seperti anda keluar kehujanan pada pukul satu dini hari. Mungkin anda mau tidur di ruangan milik saya ? Tidak terlalu bagus, tapi cukup untuk membuat anda tidur dengan nyaman malam ini." Ketika pasangan ini ragu-ragu, pelayan muda ini membujuk. "Jangan khawatir tentang saya. Saya akan baik- baik saja," kata sang pelayan. Akhirnya pasangan ini setuju. Ketika pagi hari saat tagihan dibayar, laki- laki tua itu berkata kepada sang pelayan, "Anda seperti seorang manager yang baik yang seharusnya menjadi pemilik hotel terbaik di Amerika. Mungkin suatu hari saya akan membangun sebuah hotel untuk anda." Sang pelayan melihat mereka dan tersenyum. Mereka bertiga tertawa. Saat pasangan ini dalam perjalanan pergi, pasangan tua ini setuju bahwa pelayan yang sangat membantu ini sungguh suatu yang langka, menemukan sesorang yang ramah bersahabat dan penolong bukanlah satu hal yang mudah. Dua tahun berlalu. Sang pelayan hampir melupakan kejadian itu ketika ia menerima surat dari laki-laki tua tersebut. Surat tersebut mengingatkannya pada malam hujan badai dan disertai dengan tiket pulang-pergi ke New York, meminta laki-laki muda ini datang mengunjungi pasangan tua tersebut. Laki-laki tua ini bertemu dengannya di New York, dan membawa dia ke sudut Fifth Avenue and 34th Street. Dia menunjuk sebuah gedung baru yang megah di sana, sebuah istana dengan batu kemerahan, dengan menara yang menjulang ke langit "Itu," kata laki-laki tua, "adalah hotel yang baru saja saya bangun untuk engkau kelola". "Anda pasti sedang bergurau," jawab laki-laki muda. "Saya jamin, saya tidak," kata laki-laki tua itu, dengan tersenyum lebar.
157
Nama laki-laki tua itu adalah William Waldorf Astor, dan struktur bagunan megah tersebut adalah bentuk asli dari Waldorf-Astoria Hotel. Laki-laki muda yang kemudian menjadi manager pertama adalah George C. Boldt. Pelayan muda ini tidak akan pernah melupakan kejadian yang membawa dia untuk menjadi manager dari salah satu jaringan hotel paling bergengsi di dunia. Pelajarannya adalah........ perlakukanlah semua orang dengan kasih, kemurahan dan hormat dan anda tidak akan gagal.
158
Pengakuan (Mengetahui diri bersalah tetapi tak mengakui kesalahan diri, merupakan kesalahan yang paling salah.) Di sebuah penjara terkurunglah beberapa anak muda dengan tuntutan pidana yang berat. Di sana tak ada televisi. Seminggu sekali mereka akan memperoleh satu copi harian minggu yang harus dibaca secara bergilir. Suatu hari minggu seperti biasanya, mereka duduk bersama menanti giliran membaca koran. Orang pertama melihat iklan permata di koran tersebut, lalu berkata seakan mendengung: 'Kalau seandainya ibuku memakai kalung permata yang indah ini di lehernya, pasti ia akan sangat berbahagia.' Seorang lagi setelah melihat kolom reklame penjualan rumah, berkata kepada dirinya sendiri: 'Alangkah baiknya bila ibuku memiliki sebuah rumah yang walaupun tidak mewah, tapi bagus dan layak seperti ini.' Seorang lagi setelah melihat reklame mobil berkata: 'Kalau ibuku memiliki sebuah mobil sederhana seperti ini, pasti setiap hari ia akan datang ke penjara ini untuk mengunjungi aku.' Koran mingguan itu akhirnya tiba di tangan anak terakhir. Ia memegang surat kabar itu cukup lama tanpa berkata sepatah katapun. Lalu, secara tak sadar air mata bergulir jatuh di pipinya. Secara perlahan ia bergumam: 'Ibuku pasti akan sangat berbahagia bila ia memiliki seorang anak yang baik.' ------Kebesaran cinta Tuhan melampaui dosa yang dibuat manusia, betapapun berat dan besarnya. Bila seseorang mengetahui bahwa ia bersalah dan bersedia mengakuinya, tangan Tuhan yang Maha Rahim akan kembali merangkulnya.
159
Pengikut Ingersoll Pada hari-hari menjelang perang saudara di Amerika, Kolonel Robert Ingersoll menjadi salah seorang penceramah yang paling terkenal di Amerika. Ia menyatakan bahwa ia adalah seorang atheis dan berkeliling negara 'membuktikan' Tuhan itu tidak ada. Dia mencela mukjizatmukjizat Allah dan kasih Allah. Si Kolonel sebenarnya adalah seorang pembicara yang menarik. Ia pandai berbicara dan menyampaikan ceramahnya dengan tajam dan hebat. Dia tentunya seorang pemain sandiwara / pertunjukan yang sangat berbakat. Ia akan memuncakkan ceramahnya dengan menyatakan bahwa Allah itu pengecut, haus darah, pendendam dan pendengki yang kejam. Dan tak terelakkan, kebanyakan pendengarnya akan terkejut mendengar kata-kata hujatan ini, dan pada saat itulah ia akan mengangkat tangannya dan menengadah ke atap sambil berteriak, "Hei, Allah, apa Kau di sana? Aku tak percaya Kau ada! Tetapi jikalau Engkau ada, maka aku di sini dan sekarang mencap Engkau sebagai pengecut dan pemeras! Aku benci Kamu dan akan tetap membenciMu selama aku masih hidup. Jadi mengapa Engkau tidak membunuhku sebelum menit ini habis!" Setelah satu menit, dia akan memasukkan jamnya kembali ke sakunya dan menyatakan dia telah membuktikan dalam 60 detik bahwa tidak ada Allah. Saya rasa tidak ada keraguan bahwa orang tua itu dan jamnya mengensankan banyak orang yang dangkal, tidak berpikir dan belum "lahir baru". Tentu saja banyak orang jahat yang mulai meniru dia. Banyak 'Ingersoll kecil' yang bermulut kotor, penentang dan tidak "lahir baru" mengelilingi negeri sambil mengangkat jam dan menantang Allah untuk membunuh mereka dalam satu menit. Mungkin tidak satupun dari peniru peniru sesial seorang penceramah terkenal yang kebetulan dihadiri oleh seorang mahasiswa theologia. Ini terjadi di Bughouse Square di Chicago. Di sini para orator peti sabun yang kebanyakan atheis dan atau komunis berpidato kepada orang yang bermalas-malasan yang datang sepanjang tahun. Pada suatu hari, seorang penceramah atheis yang terkenal di Chicago berhasil meyakinkan para pendengar di Bughouse Square bahwa mereka layak untuk mendengarnya berpidato. Jadi, ia pergi ke lapangan, dan naik ke peti sabun serta memberikan ceramah tentang argumentasi mengapa tidak ada Alah. Dia mengakhiri ceramahnya dengan cara ala Ingersoll dan mengangkat jamnya dan menantang Allah untuk membunuhnya dalam menit itu juga. Tidak terjadi apa apa, dan sambil ia turun dari mimbar ia berkata, "Jikalau kamu
160
tidak dapat memberikan alasan yang masuk akal mengapa saya masih hidup, kamu tidak lagi dapat percaya adanya Allah!" Seorang mahasiswa theologia yang kebetulan ada di situ menaiki mimbar, melihat hadirin dan berkata, "Temanteman, baru beberapa menit yang lalu, ketika saya sedang berjalan menuju kemari, ada seorang anak kecil yang tibatiba keluar dari gang dan menghalangi jalanku. Saya belum pernah melihat dia sebelumnya, tetapi dia mengepalkan tinjunya memelototiku dan dengan kebencian di matanya, dan dengan kemarahan dalam suaranya, ia berteriak, "Kalau kamu mau berkelahi, mulai saja! Saya tidak takut kepadamu, dasar pengecut, penjahat kotor! Ayo pukul aku kalau kamu berani? Pengecut." Lalu anak kecil itu mulai menyumpahiku dan mengata-ngataiku sambil terus menantangku. Tentu saja aku dapat memukulnya sampai jungkir balik dengan satu tangan, tapi tentu aku tidak sampai hati. Dia berpakaian compang camping dan kotor dari kepala sampai ke ujung kaki. Dia perlu dipotong rambutnya dan kelihatan agak lapar, dan tentunya sengsara." "Ketika saya melihat kebencian dan kepahitan di wajahnya dan mendengarkan kata kata kotor yang kelaur dari mulutnya, saya mengasihinya dengan segenap hati saya. Saya ingin menolong dia, memandikan dia, memberi dia pakaian, memberi dia makan dan mencarikannya tempat tinggal, tetapi ketika saya berbicara kepadanya dengan ramah dia malah semakin menjadi jadi. Jadi dengan sedih saya berjalan melewatinya dan meneruskan perjalanan saya!" "Bayangan keheranan saya ketika saya menjumpai adegan yang sama sedang berlangsung di sini! Tadi ada seorang anak kecil menantang saya untuk memukulnya. Di sini seorang yang berdosa sedang menantang Allah untuk membunuhnya. Saya tidak memukul anak itu karena saya merasa kasihan padanya dan ingin menolongnya, membersihkannya, memberikannya pakaian dan memberi dia tempat tinggal. Allah tidak membunuh orang ini karena Ia mengasihinya dan ingin menyelamatkannya, menyucikannya dari dosa, memakaikan jubah kebenaran padanya, memberi dia roti hidup dan memberi tempat di surga!" Si atheis pergi dengan malu ketika si mahasiswa muda itu melanjutkan memberitakan Injil.
161
Perumpamaan Sebatang Pensil Pembuat pensil itu menaruh pensil yang baru seleai dibuatnya ke samping sebentar, sebelum ia memasukkannya ke dalam kotak. ¡§Ada 5 hal yang perlu kau ketahui,¨ katanya kepada pensil, sebelum kau kukirim ke seluruh dunia. Hendaknya kau ingat selalu pesanku berikut ini, dan jangan sampai lupa. Yakinlah kau bakal berhasil menjadi pensil yang terhebat.¨ SATU: Kau bakal bisa melakukan banyak hal besar, tetapi hanya bila kau mau membiarkan dirimu dipegang dalam tangan seseorang. DUA: Kau akan menderita tiap kali engkau diruncingkan, tapi kau butuh itu agar bisa menjadi pensil yang lebih baik. TIGA: Kau bakal bisa mengoreksi tiap kesalahan yang mungkin kau lakukan. EMPAT: Bagian terpenting dari dirimu adalah apa yang ada didalam. DAN LIMA : Pada tiap permukaan di mana kau dipakai, tinggalkanlah jejakmu. Apapun kondisinya, kau harus terus lanjutkan menulis. Pensil itu angguk mengerti dan berjanji akan mengingat nasihat tersebut. Dan memasuki kotak yang akan dieksport itu dengan suatu tekad kuat dalam hatinya. Bertukar tempatlah dengan pensil itu; ingatlah nasihat yang sama tadi dan yakinlah, kaupun pasti akan berhasil menjadi orang terbaik. SATU: Kau bakal bisa berbuat banyak hal besar, tetapi hanya apabila kau membiarkan dirimu berada dan dipegang dalam tanganNya, serta mengizinkan orang lain mengakses talenta yang kau miliki. DUA: Engkaupun akan menderita saat diruncingkan, yaitu dalam proses melewati macam problema hidup, tapi kau butuh itu agar jadi lebih kuat. TIGA: Kau bakal mampu memperbaiki kesalahan apapun yang mungkin kau lakukan.
162
EMPAT: Bagian terpenting dari dirimu adalah apa yang ada didalam, yakni hati nuranimu. DAN LIMA: Dalam setiap peristiwa dan lembaran hidup yang kau jalani, kau harus meninggalkan jejakmu. Tak peduli bagaimanapun situasinya, kau harus tetap melanjutkan tugasmu. Jadilah terang dan garam dunia¨. Dengan mengerti, menghayati dan mengingatnya, marilah kita lanjutkan hidup kita , berbekalkan suatu tujuan untuk memberi arti bagi hidup kita.
163
Piano Kisah ini terjadi di Rusia. Seorang ayah, yang memiliki putra yang berusia kurang lebih 5 tahun, memasukkan putranya tersebut ke sekolah musik untuk belajar piano. Ia rindu melihat anaknya kelak menjadi seorang pianis yang terkenal. Selang beberapa waktu kemudian, di kota tersebut datang seorang pianis yang sangat terkenal. Karena ketenarannya, dalam waktu singkat tiket konser telah terjual habis. Sang ayah membeli 2 buah tiket pertunjukan, untuk dirinya dan anaknya. Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum konser dimulai, kursi telah terisi penuh, sang ayah duduk dan putranya tepat berada di sampingnya. Seperti layaknya seorang anak kecil, anak ini pun tidak betah duduk diam terlalu lama, tanpa sepengetahuan ayahnya, ia menyelinap pergi. Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang ayah terkejut menyadari bahwa putranya tidak ada di sampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya berada dekat panggung pertunjukan, dan sedang berjalan menghampiri piano yang akan dimainkan pianis tersebut. Didorong oleh rasa ingin tahu, tanpa takut anak tersebut duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah lagu, lagu yang sederhana, twinkle-twinkle little star. Operator lampu sorot, yang terkejut mendengar adanya suara piano mengira bahwa konser telah dimulai tanpa abaaba terlebih dahulu, dan ia langsung menyorotkan lampunya ke tengah panggung. Seluruh penonton terkejut, melihat yang berada di panggung bukan sang pianis, tapi hanyalah seorang anak kecil. Sang pianis pun terkejut, dan bergegas naik ke atas panggung. Melihat anak tersebut, sang pianis tidak menjadi marah, ia tersenyum dan berkata "Teruslah bermain", dan sang anak yang mendapat ijin, meneruskan permainannya. Sang pianis lalu duduk, di samping anak itu, dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu, ia mengisi semua kelemahan permainan anak itu, dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat indah. Bahkan mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut. Ketika mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, karangan bunga dilemparkan ke tengah panggung. Sang anak jadi GR (Gede Rasa), pikirnya "Gila, baru belajar piano sebulan saja sudah hebat!" Ia lupa bahwa
164
yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di sebelahnya, mengisi semua kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna. Apa implikasinya dalam hidup kita ? Kadang kita bangga akan segala rencana hebat yang kita buat, perbuatan-perbuatan besar yang telah berhasil kita lakukan. Tapi kita lupa, bahwa semua itu terjadi karena Allah ada di samping kita. Kita adalah anak kecil tadi, tanpa ada Allah di samping kita, semua yang kita lakukan akan sia-sia. Tapi bila Allah ada di samping kita, sesederhana apapun hal yang kita lakukan hal itu akan menjadi hebat dan baik, bukan saja buat diri kita sendiri tapi juga baik bagi orang disekitar kita. Semoga kita tidak pernah lupa bahwa ada Allah di samping kita.
165
Pohon Alpukat dan Benalu Suatu hari, sebatang pohon alpukat menikmati sejuknya udara sore. Tiba-tiba keasyikannya terusik oleh sapaan dari sebutir biji benalu yang sedang diterbangkan angin kian kemari. ‘Selamat sore Kat’, sapa benalu. ‘Oh, kamu Lu, selamat sore juga’, balas alpukat. ‘Wah Kat, sekarang kamu udah besar, ranting-rantingmu banyak, daunmu lebat, buahmu besar-besar’, puji benalu. ‘Iya Lu, itu karena akar-akar saya banyak dan rajin menghisap sari-sari makanan dari dalam tanah’, kata alpukat dengan bangga. Kemudian benalu melanjutkan, ‘Kat, hampir sepanjang hari saya diterbangkan angin, rasanya badan saya capek sekali, boleh nggak saya beristirahat di salah satu rantingmu, satu malam saja?’ Tanpa berpikir panjang alpukat langsung mengabulkan permohonan sang benalu, ‘Jangankan satu benalu kecil, lima puluhpun saya masih nggak terasa’, pikir alpukat. Maka sejak itu benalu tinggal di pohon alpukat dan tanpa disadari oleh alpukat, benalu makin hari makin besar dan beranak banyak. Suatu hari alpukat melihat tubuhnya sudah kurus kering, saat itulah alpukat sadar bahwa benalu sudah merugikan dirinya. Lalu alpukat memutuskan untuk menyuruh benalu meninggalkan tubuhnya. ‘Kat, semua akarakar saya sudah tertancap dalam tubuhmu jadi jangan pernah bermimpi kalau saya akan memenuhi permintaanmu’, kata benalu sambil tertawa. Semakin hari Alpukat makin kurus dan akhirnya mati karena benalu terus menghisap makanan dari tubuh alpukat tanpa belas kasihan. Banyak orang Kristiani yang bertindak seperti alpukat ini, waktu dosa-dosa kecil datang menggoda, dan hadir dengan segala daya tariknya, mereka tidak langsung menolaknya, dipikirnya, ‘Ah itu hanya dosa kecil saja, tidak akan mempengaruhi kerohanian saya. Saya akan tetap rajin ke gereja dan rajin pelayanan.’ Alkitab membuktikan bahwa setiap orang yang meremehkan dosa akan terjerat oleh dosa yang lebih besar lagi. Satu hal yang harus kita ingat, kalau hari ini anda melakukan satu dosa kecil, dosa kecil tersebut makin lama akan menjadi besar dan memperanakkan dosa-dosa lain karena salah satu sifat dosa adalah memperanakkan dosa. Rasul Paulus berkata dalam II Timotius 2:22 ‘...jauhilah nafsu orang muda.’ Jangan merasa diri kuat secara rohani sehingga anda bermain-main dengan dosa, tetapi setiap perbuatan dosa harus kita jauhi dan hindari.
166
DOSA BESAR ATAUPUN KECIL AKIBATNYA MAUT
167
Pohon Mangga Teringat pohon mangga di taman sekolahku dulu. Rimbun berdaun lebat. Ia rimbun karena banyak cabangnya. Mulanya cuman bercabang dua. Lalu kedua cabang itu bercabang lagi dan bercabang lagi. Dan karenanya ketika tiba waktu panen, ia menghasilkan banyak buah. Sekolah tetanggapun kebagian jatah. Saat mengenang alma matterku, aku seakan menoleh melihat jejak tapakku sendiri. Ternyata aku kerap kali harus berdiri di banyak jalan cabang. Aku kerap berhadapan dengan banyak persimpangan jalan. Setelah persimpangan yang satu kulewati, ternyata aku harus berhadapan lagi dengan persimpangan berikut. Jalan banyak bersimpang, seperti pohon mangga ditaman sekolahku yang banyak bercabang. Setiap kali tiba di persimpangan jalan hidupku, saya pasti berdiri sejenak membuat pilihan. Aku memilih berbelok ke kanan, walau dalam hati ada sejuta tanda seru yang mengatakan bahwa di simpang kiri mungkin lebih baik untuk dilewati. Yah ¡Kpengalamanku berkata bahwa aku selalu lebih mudah melihat kalau yang di seberang itu lebih baik. Yang di seberang itu lebih menarik. Yang di seberang itu tak banyak aralnya. Selalu saja mudah mengatakan bahwa puncak gunung nun jauh di sana nampak lebih indah dari pada yang di samping rumahku. Aku bermimpi!!! Karena aku telah memilih, aku tak bisa berbalik. Berbalik itu mundur. Aku berbisik pada diriku; Ini adalah pilihanku yang terbaik. ---------------------Teman, Hanya satu pesanku: Maju terus...
168
Pohon Tua Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya. Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batangbatangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telurtelur mereka dalam kebesaran pohon itu. Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hariharinya yang panjang. Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi. Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di milikinya. Burung-burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh. Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini? Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering. Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang. "Cittt...cericirit...cittt" Ah suara apa itu? Ternyata, .ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya. "Cittt...cericirit...cittt, suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burungburung baru. Satu...dua...tiga...dan empat anak burung
169
lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon. Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat sarangsarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau bersarang disana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar. Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam. *** Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik disana? Allah memang selalu punya rencana-rencana rahasia buat kita. Allah, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan jawaban-jawaban buat kita. Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah di tebak, namun, yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita. Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya kita karunia yang berlimpah. Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati. Saat Allah memberikan cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Allah, sedang MENUNDA memberikan kemuliaan-Nya. Allah tidak memilih untuk menumbangkannya, sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia. Allah, sedang menguji kesabaran yang dimiliki. Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkanNya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Allah, selalu bersama orang-orang yang sabar.
170
Rajawali Enam Hal Yang Dapat Dipelajari Dari Rajawali Rajawali adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sangat indah. Alkitab menuliskan mengenai rajawali sebanyak 38 kali, jauh lebih banyak dibandingkan merpati atau jenis burung lainnya. Seekor rajawali dewasa memiliki tinggi badan sekitar 90 cm, dan bentangan sayap sepanjang 2 m. Ia membangun sarangnya di puncak-puncak gunung. Sarang itu sangat besar sehingga manusia pun dapat tidur di dalamnya. Sarang itu beratnya bisa mencapai 700 kg dan sangat nyaman. Dengan berdasarkan firman Tuhan, kita akan melihat mengenai beberapa hal yang dapat kita pelajari dari burung rajawali ini, baik itu menyangkut keTuhanan maupun kehidupan kekristenan kita. Semoga pengetahuan singkat ini dapat menjadi berkat bagi kita semua. Tuhan Yesus memberkati. 1 : SEMUA BAYI RAJAWALI HARUS BELAJAR UNTUK TERBANG Di atas puncak gunung yang tinggi, telur rajawali menetas dan muncullah bayi rajawali. Seperti layaknya bayi yang lain, hanya ada dua hal yang sangat disukai oleh bayi rajawali ini untuk dilakukan, yaitu makanan dan tidur. Bayi rajawali akan menghabiskan masa-masa pertamanya di dunia di dalam sarangnya yang nyaman. Setiap hari, induk rajawali mencarikan makanan untuk bayinya dan menyuapi mulut bayi yang sudah terbuka untuk menerima makanan. Dengan perut kenyang, bayi itu tidur kembali. Hal itu berlangsung berulang-ulang dalam hidupnya. Siklus ini berjalan beberapa minggu, sampai pada suatu hari, induk rajawali ini tebang dan hanya berputar-putar di atas sarangnya memeperhatikan anaknya yang ada di dalamnya. Kali ini tanpa makanan. Setelah berputar beberapa kali, induk rajawali akan terbang dengan kecepatan tinggi menuju sarangnya, ditabraknya sarang itu dan digoncanggoncangkannya. Kemudian ia merenggut anaknya dari sarang dan dibawanya terbang tinggi. Kemudian, secara tiba-tiba, ia menjatuhkan bayi rajawali dari ketinggian. Bayi ini berusaha terbang , tapi gagal. Beberapa saat jatuh melayang ke bawah mendekati batu-batu karang, induk rajawali ini dengan cepat meraih anaknya kembali dan dibawa terbang tinggi. Setelah itu, dilepaskannya pegangan itu dan anaknya jatuh lagi. Tapi sebelum anaknya menyentuh daratan, ia mengangkatnya kembali. Hal ini dilakukan berulang-ulang, setiap hari. Hingga hanya dalam waktu satu minggu anaknya sudah banyak belajar, dan mulai memperhatikan bagaimana induknya terbang. Dalam jangka waktu itu, sayap anak rajawali sudah kuat dan ia pun mulai bisa terbang. Saudaraku, banyak orang Kristen
171
seperti bayi rajawali ini. Terlalu nyaman di dalam sarangnya. Kita datang ke gereja seminggu sekali untuk mendapatkan makanan. Kita menunggu pelayan Tuhan untuk memberi mereka "makanan rohani" kedalam mulut. Kemudian setelah ibadah selesai, kita pulang dan "tidur" lagi, tanpa melakukan firman Tuhan dan hidup tidak berubah. Baru setelah beban-beban berat menindih selama 1 minggu, kita merasakan "lapar" dan butuh diisi makanan, kemudian kita pun pergi lagi ke gereja untuk di-drop makanan lagi. Hal ini berlangsung terus menerus berulang-ulang tanpa ada pertumbuhan secara rohani dalam hidup kita. Sampai suatu saat, sesuatu pencobaan terjadi dalam hidup kita, sarang digoncangkan dengan keras, dan kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kita mulai menyalahkan Tuhan,"Tuhan jahat! Tuhan tidak adil!...." Tidak ! Tuhan tidak jahat ! Jika kita mengalami pencobaan dan goncangan berarti Bapa di surga sedang melatih kita untuk bisa lebih dewasa lagi, agar kita bisa siap untuk terbang. Akan sia-sia menjadi rajawali kalau dia tidak bisa terbang. Berarti akan sia-sia menjadi orang Kristen kalau dia tidak pernah dewasa dalam iman! Akan tetapi perhatikanlah hal ini : setiap pencobaan datang, Tuhan tidak pernah membiarkan anak-anakNya jatuh tergeletak, tapi seperti induk rajawali, pada saat kritis, ia menyambar anaknya untuk diangkat kembali. Beban berat boleh datang, tapi kemudian mulailah untuk berdoa. Mulailah membuka Alkitab dan membaca firman Tuhan. Kemudian kita akan menyadari bahwa jawaban doa itu telah datang. Masa-masa sukar akan selalu ada di depan kita, tapi kita akan menemukan diri kita selalu penuh dengan pengharapan jika kita tetap berdiri pada kebenaran firman Allah. Apa yang sedang terjadi ? Ternyata kita sedang merentangkan sayap kita ! Kita sedang belajar terbang ! Tuhan mengangkat dan memuliakan kita melalui pencobaan-pencobaan yang kita alami. Jika induk rajawali melatih anaknya untuk mempergunakan sayapnya, Tuhan melatih kita untuk mempercayai firmanNya dan mempergunakan iman kita. 2 : RAJAWALI DICIPTAKAN UNTUK TINGGAL DI TEMPAT TINGGI Berbeda dengan jenis burung lainnya, rajawali diciptakan untuk terbang di tempat-tempat yang tinggi, jauh dari pandangan mata telanjang dan jauh dari jangkauan para pemburu. Burung rajawali memiliki keunikan, jika ia berada di alam bebas, akan menjadi burung yang paling bersih di antara burung lainnya, tapi jika dia berada di dalam 'penjara'dan terikat, ia akan menjadi burung yang paling kotor (hal ini dikarenakan rajawali mengkonsumsi makanan yang berbeda dengan burung lainnya). Saudaraku, Tuhan menciptakan kita untuk selalu terbang dan berada di tempat yang tinggi, yaitu selalu berada dalam hadiratNya dan bebas dari kontrol dunia. Jika orang kristen berada
172
dalam ikatan-ikatan duniawi, ia akan menjadi orang yang terkotor dibandingkan dengan orang lain. 3 : RAJAWALI TIDAK TERBANG, TAPI MELAYANG Rajawali tidak terbang seperti layaknya burung-burung yang lain, mereka terbang dengan mengepak-kepakkan sayapnya dengan kekuatan sendiri. Tapi yang dilakukan rajawali ialah melayang dengan anggun, membuka lebarlebar kedua sayapnya dan menggunakan kekuatan angin untuk mendorong tubuhnya. Yang membuat rajawali sangat spesial ialah ia tahu betul waktu yang tepat untuk meluncur terbang. Ia berdiam di atas puncak gunung karang, membaca keadaan angin, dan pada saat yang dirasa tepat ia mengepakkan sayapnya untuk mendorong terbang, lalu membuka sayapnya lebar-lebar untuk kemudian melayang dengan menggunakan kekuatan angin itu. Saudaraku, angin sering disebutkan dalam Alkitab sebagai penggambaran dari Roh Kudus. Kita dapat belajar untuk bekerja sama dengan Roh Kudus dan membiarkan-Nya mengangkat kita lebih tinggi lagi, semakin dekat dengan Tuhan Yesus. Seringkali kita 'terbang' dengan kekuatan kita sendiri, hasilnya kita menemui banyak kelelahan, kekecewaan dan kepahitan dalam hidup ini. Tapi belajar dari rajawali, kita mau untuk 'terbang' melintasi kehidupan ini dengan mengandalkan Roh Kudus. Angin, juga berbicara mengenai kesulitan-kesulitan hidup. Badai sering menggambarkan adanya pergumulan dalam hidup ini. Bagi rajawali, badai adalah media yang tepat untuk belajar menguatkan sayapnya. Dia terbang menembus badai itu, melayang di dalamnya, melatih sayapnya untuk lebih kuat lagi. Orang 'Kristen Rajawali' seharusnya mengucap syukur dalam menghadapi berbagai-bagai pencobaan. Karena saat itulah saat yang tepat bagi kita untuk mempergunakan pencobaan sebagai media untuk menguatkan sayap-sayap iman kita. 4 : RAJAWALI MEMILIKI WAKTU KHUSUS UNTUK PEMBAHARUAN Ketika rajawali berumur 60 tahun, ia memasuki periode pembaharuan. Seekor rajawali akan mencari tempat tinggi dan tersembunyi di puncak gunung. Ia berdiam disitu, membiarkan bulu-bulunya rontok satu demi satu. Rajawali ini mengalami keadaan yang menyakitkan dan sangat mengenaskan selama kira-kira 1 tahun. Ia menunggu dengan sabar selama proses ini berlangsung, dan setiap hari ia membiarkan sinar matahari menyinari tubuhnya untuk mempercepat proses penyembuhannya. Melalui proses ini, bulu-bulu barupun tumbuh, dan rajawali menerima kekuatan yang baru sehingga ia mampu untuk bertahan hidup hingga umur 120 tahun, seperti normalnya rajawali hidup. Saudaraku, seperti rajawali, orang kristen perlu memiliki waktu-waktu khusus untuk proses pembaharuan dalam hidup ini. Membiarkan hal-hal lama yang tidak berguna lagi
173
'rontok' dan menanti-nantikan dengan sabar pemulihan dari Tuhan. Pembaharuan adalah prinsip Ilahi, dimana Allah memotong segala sesuatu yang tidak menghasilkan buah dalam hidup kita ini agar kita mampu berbuah lebat. Selama kita menantikan Dia, relakan proses pembaharuan itu berlangsung. 5 : RAJAWALI JUGA KADANG-KADANG SAKIT, SEPERTI MANUSIA Ketika rajawali mengalami sakit di tubuhnya, ia terbang ke suatu tempat yang sangat disukainya, dimana ia dengan leluasa dapat menikmati sinar matahari. Karena sinar matahari memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan rajawali, dan juga merupakan obat yang paling mujarab baginya . Saudaraku, ketika kita sakit, baik itu sakit secara fisik, ekonomi, rumah tangga, pekerjaan, pelayanan, atau sakit rohani kita, apakah kita jug mencari Allah yang memainkan peranan penting dalam hidup kita, yang juga merupakan sumber kesembuhan bagi segala macam 'penyakit' ? 6 : SETIAP BURUNG RAJAWALI PASTI MATI Ketika rajawali berada dalam keadaan mendekati waktu kematiannya, ia terbang ke tempat yang paling disukainya, di atas gunung, menutupi tubuhnya dengan kedua sayapnya, memandang ke arah terbitnya matahari, lalu....mati. Saudaraku, sudah selayaknya, semua orang Kristen mati dengan mata dan hati tetap tertuju pada Yesus sebagai sumber dari pengharapan dan jaminan di dalam kehidupan kekal. Jadilah KRISTEN RAJAWALI Mat 21:22 Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.
174
Rasa Kasih Terlihat Dalam Mata Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpangan menyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dan kaku akibat angin utara yang dingin. Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas jalan yang beku itu. Dengan gelisah ia mengawasi beberapa penunggang kuda memutari tikungan. Ia membiarkan kuda yang pertama lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagi lewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua yang duduk seperti patung salju. Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang , dan berkata, "Pak, maukah anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang ? Kelihatannya tak ada jalan untuk berjalan kaki." Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orang tua tak mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggang kuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda. Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ke tempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer. Selagi mereka mendekati pondok kecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda mendorongnya untuk bertanya, "Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang kuda lain lewat tanpa berusaha meminta tumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin begini bapak mau menunggu dan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak dan meninggalkan bapak di sana ?" Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata si penunggan kuda, dan menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup kenal dengan orang." Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahu bahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya minta tumpangan. Tapi waktu saya melihat ke matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terlihat jelas. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang
175
lembut akan menyambut kesempatan untuk memberi saya pertolongan pada saat saya membutuhkannya." Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam. "Saya berterima kasih sekali atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahan saya tidak akan sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapi kebutuhan orang lain dengan kasih dan kebaikan hati saya." Seraya berkata demikian, Thomas Jefferson si penunggang kuda itu, memutar kudanya dan melanjutkan perjalanannya menuju ke Gedung Putih.
The Sower's Seeds - Brian Cavanaugh.
176
Sang Anak Anjing Suatu hari sepulang sekolah di siang hari yang panas seorang gadis kecil melihat seekor anak anjing sedang mengais-ais tempat sampah diujung tikungan jalan komplek rumahnya. Karena kasihan gadis kecil itu bermaksud memberinya sedikit nasi. Dengan tergesa-gesa dia segera berlari pulang dan setelah melemparkan tasnya dengan cepat dibukanya lemari didapur. Diambilkannya sedikit nasi dan lauk, lalu cepat-cepat kembali ketempat dimana dilihatnya anak anjing tadi. Tapi betapa kecewa hatinya karena ternyata anak anjing itu sudah tidak ada disana lagi. Ditebarkannya pandangan kesemua arah sekitar tempat itu tapi tetap saja tak terlihat sosok lucunya. Dengan sedih hati dia meletakkan nasi yang diambilnya tadi. “Semoga dia melihatnya kalau dia nanti kembali lagi kesini,”pikirnya. Demikianlah dilakukan hal tersebut sampai kira-kira satu minggu lamanya. Namun tak puas hanya begitu saja, karena itu suatu hari dia sengaja menunggu dari jauh kedatangan sang anak anjing. Akhirnya apa yang ditunggu datang juga. Dengan berlari-lari kecil sang anak anjing datang menuju tempat sampah itu. Bulunya yang coklat lembut, kotor karena tak terurus. Dengan hati-hati si gadis kecil berjalan mendekatinya. Tapi belum lagi berhasil mendekat, anak anjing itu keburu menyadari kehadirannya dan tanpa menghiraukan panggilannya dia segera melarikan diri. Oh, padahal ingin sekali dia mengelusnya, tapi mungkin si anjing mengira kalau dia akan menyakitinya. Esoknya kembali gadis kecil itu melakukan hal serupa namun kali ini dia membawa beberapa potong biskuit. Saat dilihatnya anjing itu muncul dengan hati-hati dia melemparkan biskuit yang dibawanya ke arah sianjing. Yap!! Oh sayang anjingnya lari, tapi sejenak kemudian dia kembali lagi dengan takut-takut. Dia menatap mengawasi, seolah ingin meyakinkan kalau gadis itu akan tetap disitu dan tidak mendekatinya. Maka dengan menahan keinginannya gadis itu tetap berdiri diam menatap dari kejauhan. Anak anjing itu berjalan mengendap-endap mendekati potongan biskuit yang tadi dilemparkan kearahnya dan dengan segera digigit dan dibawanya pergi. Beberapa saat kemudian dia muncul lagi, matanya yang bulat menatap kearah si gadis, tapi masih belum berani mendekat. Maka gadis itu kembali melemparkan sepotong biskuit kearahnya. Dan dia kembali melakukan hal yang sama, gigit dan berlari pergi entah dibawa kemana. Dengan sabar gadis kecil tersebut melakukan ‘ritual’ ini sampai berhari-hari, hingga akhirnya dia berhasil meyakinkan sang anak anjing bahwa dia adalah “anak baik”. Dan akhirnya betapa senang hatinya saat anak anjing itu
177
mulai berani mengambil biskuit langsung dari tangannya. Dengan sangat hati-hati dia mengelus kepala anak anjing itu dengan lembut. Itulah awal perkenalannya dengan sang anak anjing. Sekarang anak anjing itu sudah bertambah besar dan suka sekali tidur dipangkuannya. Kalau dia pulang sekolah dengan gembira anak anjing itu akan menyambutnya dengan mengibas-ngibaskan ekor dan berlarilari kecil mengikutinya kemanapun dia melangkah; kedapur, kekamar, kegudang, pokoknya kemana saja selain kamar mandi. Pengalaman gadis kecil dengan sang anak anjing ini mengingatkan akan pengalaman diriku sendiri menanggapi panggilan Allah. Aku merasa aku adalah seolah si anak anjing yang maju mundur menanggapi kasih Allah. Namun sekarang setelah aku mengenalNya aku bahkan tidak mau pergi jauh-jauh dari sisiNya. Betapa nyamannya berada di pangkuanNya, dalam pelukan kasihNya. Aku ingin mengikutiNya kemanapun Dia melangkah. Memang ada kalanya saat aku nakal, saat aku lupa dan berlari menjauhiNya. Tapi aku berharap itu tak lama karena suaraNya yang lembut akan memanggil dan mengingatkanku untuk kembali mengikutiNya. ( Fera Kusumadewi )
178
Sang Kodok Sekelompok kodok sedang berjalan jalan melintasi hutan, dan dua di antara kodok tersebut jatuh kedalam sebuah lubang. Kodok kodok yang lain mengelilingi lubang tersebut. Ketika melihat betapa dalamnya lubang tersebut, mereka berkata pada kedua kodok tersebut bahwa mereka lebih baik mati. Kedua kodok tersebut mengacuhkan komentar-komentar itu dan mencoba melompat keluar dari lubang itu dengan segala kemampuan yang ada. Kodok yang lainnya tetap mengatakan agar mereka berhenti melompat dan lebih baik mati. Akhirnya, salah satu dari kodok yang ada di lubang itu mendengarkan kata-kata kodok yang lain dan menyerah. Dia terjatuh dan mati. Sedang kodok yang satunya tetap melanjutkan untuk melompat sedapat mungkin. Sekali lagi kerumunan kodok-kodok tsb berteriak padanya agar berhenti berusaha dan mati saja. Dia bahkan berusaha lebih kencang dan akhirnya berhasil. Ketika dia sampai diatas, ada kodok yang bertanya "Apa kau tidak mendengar teriakan kami ?". Lalu kodok itu (dengan membaca gerakan bibir kodok yang lain) menjelaskan bahwa ia tuli. Akhirnya mereka sadar bahwa saat di bawah tadi mereka dianggap telah memberikan semangat kepadd kodok tersebut. Pelajaran: 1. Kekuatan hidup dan mati ada di lidah. Kekuatan katakata yang diberikan pada seseorang yang sedang "jatuh" justru dapat membuat orang tsb bangkit dan membantu mereka dalam menjalani hari-hari. 2. Kata-kata buruk yang diberikan pada seseorang yang sedang "jatuh" dapat membunuh mereka. Hati hatilah dengan apa yang akan diucapkan. Suarakan 'Kata-kata kehidupan' kepadd mereka yang sedang menjauh dari jalur hidupnya. Kadang-kadang memang sulit dimengerti bahwa ' Kata-kata kehidupan' itu dapat membuat kita berpikir dan melangkah jauh dari yang kita perkirakan. Semua orang dapat mengeluarkan 'Kata-kata Kehidupan' untuk membuat rekan dan teman atau bahkan kepada yang tidak kenal sekalipun untuk membuatnya bangkit dari keputus-asaannya, kejatuhannya, kemalangannya. Sungguh indah apabila kita dapat meluangkan waktu kita untuk memberikan spirit bagi mereka yang sedang putus asa dan jatuh.
179
Sangkar Burung Kosong Ada seorang bernama George Thomas, seorang pastor di kota kecil New England. Pada hari Paskah pagi, ia bersiap mempersembahkan misa di suatu tempat agak jauh dari kota. Ia membawa sebuah sangkar burung kosong yang sudah reyot, kotor tak terurus, dan menepatkannya di dekat altar.Alis umatnya mulai terangkat, dan mereka mulai bertanya-tanya. Dalam kotbahnya Sang Pastor mulai menjelaskan tentang sangkar burung tersebut.Dalam perjalanan saya ke sini tadi, saya bertemu dengan seorang anak kecil melangkah berlenggang sambil mengayun-ayunkan sangkar burung ini. Didalamnya terdapat 3 ekor anak burung liar, meringkuk kedinginan dan ketakutan. Saya berhenti dan bertanya kepada anak tersebut : Apa yang kamu bawa, anakku? Jawab anak itu: Ah, cuma burung-burung kecil? Apa yang akan kamu lakukan terhadap burung-burung kecil itu? Akan saya bawa pulang dan saya pakai mainan. Saya suka mencabuti bulunya, dan pasti mereka akan ribut kesakitan. Ramai. Pasti ramai dan menyenangkan. Ya, tapi kan cuma sebentar. Burungnya kecil, pasti bulunya cepat habis. Lalu kalau sudah habis, mau kamu apakan lagi? Saya punya dua ekor kucing di rumah. Mereka sangat suka makan burung. Apalagi burung kecil begini. Lucu kan melihat burung-burung yang sudah tidak berbulu mencoba menghindar dari kucing. Tapi pasti kucingku akan dapat memakan mereka dengan mudah. Saya terdiam sesaat, lalu saya tanyakan pada anak itu lagi: Anakku, bolehkah saya beli burung-burung itu? Anak tersebut menatap saya dengan tercengang, lalu jawabnya: Bapak jangan main-main. Siapa yang mau burung liar begini? Berapa? Bapak, burung ini liar, tidak dapat bernyanyi, tidak indah. Ini burung biasa, tidak ada istimewanya. Apa menariknya untuk Bapak? Berapa?? Si Anak memandang saya dengan tajam, lalu sambil tersenyum menantang katanya: Sepuluh dollar? Saya uluran uang sepuluh dolar kepadanya, dan ia-pun lalu meninggalkan sangkar burungnya dan segera lari menghilang sambil berteriak-teriak kegirangan. Saya lalu melanjutkan perjalanan ke sini. Sesampai di suatu tempat yang agak rimbun, banyak pohon dan perdu, saya berhenti lagi, dan saya lepaskan ketiga anak burung tadi. Nah sampai di sini, jelaslah sudah hal ikhwal kandang burung yang diletakkan di atas latar ini. Kemudian Sang Pastor melanjutkan kotbahnya sebagai
180
berikut: Suatu hari, Setan dan Yesus ngobrol berdua. Setan baru saja datang dari Taman Eden dan lalu menyombongkan diri, katanya: Sus, aku baru saja menguasai sebuah dunia yang penuh dengan manusia. Aku sudah siapkan berbagai bujukan bagi mereka dan pasti mereka tidak akan dapat menghindar. Pasti mereka akan termakan dengan segala tipu dayaku? Tanya Yesus kepadanya: Akan kau apakan mereka? Pokoknya aku akan menikmati semuanya. Pasti mengasyikkan. Aku akan membujuk mereka supaya kawin cerai, saling selingkuh, saling membenci, saling mencederai dan saling bunuh. Aku akan membujuk mereka untuk menjadi pemabuk, perokok, saling caci, saling hujat. Aku akan membantu mereka untuk menemukan dan merakit bom agar lebih mudah bagi mereka untuk saling bunuh. Terus, kalau sudah begitu, apa yang akan kamu lakukan? kata Yesus sabar. Aku akan binasakan mereka ! Berapa yang kamu minta untuk menebus mereka? tanya Yesus. Jangan bercanda. Kamu tidak akan suka mereka, Sus. Mereka itu tidak baik. Kenapa kamu tertarik dengan mereka? Aku yakin mereka akan membenci kamu! Mereka akan meludahi kamu, mencercamu, dan bahkan akan membunuhmu. Yakinlah, kamu tidak akan tertarik dengan mereka. Berapa?? tanya Yesus lagi, lebih mendesak . Setan menatap Yesus tajam lalu katanya sinis: Murah, cuma cukup air matamu dan darahmu! DAN YESUSPUN MEMBAYARNYA TUNAI. Sang Pastorpun mengakhiri kotbahnya.
181
Satu Tubuh Pada suatu ketika anggota-anggota tubuh merasa sangat berang terhadap perut. Mereka semua iri karena mereka harus menyediakan makanan dan membawanya ke perut, sementara perut sendiri tidak berbuat lain kecuali mencerna hasil jerih payah mereka. Maka akhirnya mereka mengadakan rapat dan memutuskan untuk tidak membawa lagi makanan ke perut. Tangan tidak mau mengangkat makanan ke mulut. Gigi tidak mau mengunyah lagi dan tenggorokkan tidak mau menelan. Dengan keadaan ini mereka berharap mulut akan melakukan sesuatu. Ternyata hasil dari keputusan mereka adalah tubuh yang menjadi lemah, begitu lemahnya sampai hampir-hampir mati. Demikianlah akhirnya mereka menjadi kapok, dan dengan rela manjalankan tugasnya masing-masing. Merekapun sadar bahwa tidak ada satu tugas yang lebih penting dari yang lain. Dan entah besar dan kecil tugas yang menjadi bagiannya, semuanya berperan penting untuk mencapi tujuan utama. Bagaimana dengan tugas pelayanan dan tanggung jawab kita sehari-hari yang sudah Tuhan percayakan kepada kita ? Sudahkah kita jalankan dengan sebaik-baiknya ? Atau mungkin kita malah sibuk membandingkan bentuk pelayanan kita dengan pelayanan orang lain ? Dan berpikir bahwa tugas yang kita terima terlebih berat dibandingkan tugas orang lain ? Dan bahwa kita seharusnya menerima upah yang lebih dari rekan sekerja kita ? "Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah SATU TUBUH dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain" (Roma 12:4,5) Miskipun tugas berbeda-beda, tapi ingatlah bahwa setiap orang adalah sama di mata Tuhan (I Kor.3:8) Dan Tuhan akan memberikan upah yang adil bagi setiap orang, sesuai dengan kerelaan dan kesungguhannya melakukan tugasnya. Amsal 16:4 "TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masingmasing"
182
Sebuah Kursi Kosong Seorang gadis mengundang pastor Paroki untuk datang ke rumahnya mendoakan ayahnya yang sedang sakit. Pada waktu pastor datang, ia mendapati seorang bapak tua yang sedang berbaring lemah di tempat tidur, dan sebuah kursi kosong di depannya. “Tentu anda telah menanti saya”, kata si Pastor. “Tidak, siapakah anda?”, tanya bapak itu. Pastorpun memperkenalkan diri dan berkata, “Saya melihat kursi kosong ini, saya kira Bapak sudah tahu kalau saya akan datang.” “Oo, kursi itu,” kata si Bapak, “Maukah anda menutup pintu kamar itu?” Sambil bertanya-tanya dalam hati, Pastorpun menutup pintu kamar. “Saya mempunyai sebuah rahasia, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, bahkan putri tunggal sayapun tidak tahu,” kata si Bapak. “Seumur hidupku saya tidak pernah tahu bagaimana caranya berdoa. Di gereja saya pernah mendengarkan kotbah Pastor tentang bagaimana caranya berdoa, tapi semuanya itu berlalu begitu saja dari kepala saya.” “Semua cara sudah saya coba, tapi selalu gagal,” lanjut si Bapak, “Sampai pada suatu hari, tepatnya 4 tahun yang lalu, seorang sahabat karib saya mengajari suatu cara yang amat sederhana untuk dapat bercakap-cakap dengan Yesus.” “Dia mengajari saya begini : duduklah di kursi, letakkan sebuah kursi kosong di depanmu, lalu bayangkan Yesus duduk di atas kursi tersebut. Ini bukan hantuNya lho, karena Ia telah berjanji “akan senantiasa besertamu”, kemudian berbicaralah biasa seperti halnya kamu sedang bercakap-cakap dengan saya saat ini.” “Sayapun mencoba cara yang diberikan teman saya itu, dan sayapun dapat menikmatinya. Setiap hari saya melakukannya sampai beberapa jam. Semuanya itu saya lakukan secara sembunyi-sembunyi, agar putri saya tidak menganggap saya gila kalau melihat saya bercakap-cakap dengan kursi kosong.” Si Pastor sangat tersentuh akan cerita Bapak itu, dan memberi dorongan agar si Bapak tetap melanjutkan kebiasaan berdoa tersebut. Setelah berdoa bersama, dan memberinya Sakramen Perminyakan, Pastorpun pulang. Dua hari kemudian, si gadis memberitahu Pastor kalau ayahnya telah meninggal tadi siang. “Apakah ia meninggal dengan damai?” tanya si Pastor. “Ya, waktu saya pamit untuk membeli beberapa keperluan ke toko siang itu, ayah memanggil saya dan mengatakan bahwa ia sangat mencintai saya, lalu mencium kedua pipi saya.
183
Satu jam kemudian, pada waktu saya pulang dari berbelanja, saya mendapati ayah sudah meninggal.” “Tapi ada suatu kejadian yang aneh waktu ayah meninggal. Ia meninggal dalam posisi duduk diatas tempat tidur dengan kepala tersandar pada kursi kosong yang ada di sebelah tempat tidur. Bagaimana pendapat Pastor?” Sambil mengusap air matanya, Pastorpun berkata, “Saya berharap kita semua kelak dapat meninggal dengan cara itu.”
184
Sebuah Pelajaran Hanya kami saja yang membawa anak di restoran itu. Aku mendudukkan Erik di kursi khusus untuk anak dan mulai memperhatikan orang-orang yang dengan tenang makan sambil berbincang-bincang. Erik memekik gembira dan berteriak "Halo!". Dia menepuk-nepukkan tangan bayinya yang montok ke nampan di kursinya. Matanya membelalak gembira dan ia tersenyum lebar memperlihatkan mulutnya yang masih belum bergigi. Dia menggeliat-geliat dan tertawa-tawa kesenangan. Aku melihat ke sekeliling dan segera menemukan sumber kegembiraannya. Ada seorang pria dengan jas yang compang-camping, kotor, berminyak, dan usang. Dia memakai celana baggy dengan resleting yang setengah terbuka dan jempol kakinya menyembul dari sepatunya yang sudah hampir hancur. Bajunya kotor dan rambutnya yang kotor tidak disisir. Cambangnya terlalu pendek untuk bisa disebut sebagai jenggot, dan hidungnya penuh guratan sehingga tampak seperti peta jalanan. Kami duduk cukup jauh sehingga tidak mencium baunya, tapi aku yakin dia pasti bau sekali. Dia melambaikan dan menggoyang-goyangkan tangannya. "Halo, sayang. Halo anak pintar. Ciluk ba!", dia berkata pada Erik. Suamiku dan aku saling berpandangan, "Apa yang harus kami lakukan?" Erik terus tertawa dan menjawab "Halo, Halo." Semua orang di restoran memandangi kami dan pria itu. Orang tua yang aneh sedang mengganggu bayi manisku. Makanan kami datang dan pria itu mulai berteriak dari seberang ruangan. "Kamu tahu kue pastel? Kamu bisa ciluk ba? Hei, dia bisa ciluk ba." Tak ada seorangpun yang menganggap pria itu lucu. Menurutku dia pasti mabuk. Suamiku dan aku sangat malu. Kami makan dengan diam, kecuali si Erik, yang mulai menyanyikan semua lagu yang dikenalnya untuk si gembel yang mengaguminya, yang memberikan komentar yang lucu-lucu. Akhirnya kami selesai makan dan beranjak pulang. Suamiku membayar ke kasir dan menyuruhku menunggu di tempat parkir. Pria tua itu duduk di antara kami dan pintu keluar. "Tuhan, biarkan aku keluar dari sini sebelum dia sempat berbicara dengan aku atau Erik." doaku. Saat mendekati pria itu, aku berjalan menyamping untuk menghindari baunya. Saat aku melakukan itu, Erik menyandar pada lenganku dan merentangkan kedua tangannya minta digendong. Sebelum aku sempat menghentikannya, Erik sudah meronta dari tanganku dan menuju tangan pria itu. Tiba-tiba, pria tua yang sangat bau dan seorang bayi yang masih kecil mewujudkan rasa sayang mereka. Erik, dengan
185
penuh kepercayaan, sayang, dan pasrah merebahkan kepalanya yang mungil ke atas pundak pria itu. Mata pria itu terpejam dan aku bisa melihat air mata menggenang di bawah bulu matanya. Tangan tuanya yang kotor dan penuh tanda-tanda kepenatan karena terlalu sering dipakai untuk bekerja keras, dengan lembut, sangat lembut menimang bayiku dan mengelus punggungnya. Belum pernah ada dua insan yang dapat menyayangi dengan begitu dalam hanya dalam waktu sesingkat itu. Aku terpaku. Pria tua itu menggoyang dan menimang Erik di pelukannya selama beberapa saat, dan kemudian matanya terbuka dan memandangku dalam-dalam. Dia berkata dengan tegas, "Jaga bayi ini dengan baik." Kerongkonganku bagai tersumbat batu. Entah bagaimana caranya, aku berhasil menjawab, "Baik". Dia menjauhkan Erik dari dadanya, dengan tak rela, dan berlama-lama, seolah merasakan nyeri yang mendalam. Aku menerima bayiku dan kemudian pria itu berkata, "Tuhan memberkati anda, Nyonya. Anda telah memberiku hadiah Natal." Aku tidak dapat berkata apapun selain menggumamkan terima kasih. Dengan memeluk Erik, aku berlari ke mobil. Suamiku bertanya kenapa aku menangis sambil memeluk Erik dengan eratnya, dan berkomat-kamit, "Ya Tuhan, Tuhanku, ampunilah aku." Aku baru saja menyaksikan kasih Yesus terpancar melalui kepolosan seorang anak kecil yang tidak memandang dosa, tidak menghakimi; seorang anak yang memandang jiwa, dan seorang ibu yang hanya melihat penampilan luar saja. Aku adalah seorang Kristen yang buta, memeluk seorang anak kecil yang dapat melihat. Aku merasakan Tuhan bertanya kepadaku, "Apakah engkau bersedia membagi anakmu untuk beberapa saat saja?" bukankah Ia telah membagi anakNya untuk selama-lamanya. Gembel tua itu, tanpa disengaja, telah mengingatkanku "Untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus menjadi seperti anak-anak."
186
Secangkir Kopi Setiap hari setelah bangun tidur dan sebelum memulai kegiatan sehari, aku pasti menyiapkan secangkir kopi. Secangkir kopi yang kental dan pahit. Ketika kerongkonganku dibangkitkan oleh pahitnya kopi kental, isi kepalakupun seakan terlonjat bangun. Tanpa kopi hidupku serasa mati. Ketika minum kopi aku berpikir; 'Hidupku pun kadang butuh secangkir kopi. 'Ia butuh pengalaman pahit. Ia harus melewati kegetiran hidup, agar aku bisa mempertimbangkannya secara lebih matang dan mendalam, agar aku bisa mengambil langkah baru dan memberi nilai baru. Hanya dengan itu aku bisa menjadi lebih gigih dan kuat. Karena itu temanku... janganlah mengeluh saat menghadapi berbagai jenis kepahitan. Jadikanlah itu tepung kopi unggul, yang dimasak oleh pikiran yang matang untuk menghasilkan secangkir kopi kental. Pahit tapi ahh.... enaknya... --------------Hemmm....sambil menikmati kopiku, kunikmati pula hidup ini.
187
Seekor Lebah Jadilah Seperti Seekor Lebah Struktur sosial bangsa lebah madu merupakan salah satu struktur yang paling maju dalam dunia hewan. Di tengahtengah sarang yang merupakan kediaman dari kurang lebih 80.000 lebah, tinggallah sang ratu lebah. Tanpa ratu, koloni tersebut tidak dapat meneruskan keturunan. Tetapi 80.000 lebah tersebut tidak hanya duduk bermalas-malasan menonton ratu mereka. Setiap lebah memiliki sebuah tugas khusus yang harus diselesaikan. Lebah pencari makan harus menghadapi berbagai bahaya dari luar saat mengumpulkan makanan. Lebah penjaga melindungi jalan masuk ke sarang dari gangguan para pengacau. Lebah pengurus bangkai bertanggung jawab mengeluarkan bangkaibangkai dari dalam sarang. Lebah pengumpul air membawa masuk embun untuk mengatur kelembaban. Lebah penambal membuat semacam semen untuk memperbaiki sarang. Dan lebah pengipas menempatkan diri pada jalan masuk dan menyebarkan bau keluar untuk menunjukkan lokasi koloni kepada lebah-lebah yang tersesat. Lebah pengintai menjaga sarang agar tetap waspada terhadap berbagai ancaman dan bahaya dari luar. Keanekaragaman dan kekhususan tugas dari lebah-lebah pekerja seakan tak ada habisnya. Demikian juga halnya, Tuhan telah memberikan talenta dan tugas khusus kepada semua umat-Nya. Tak seorang pun dipanggil hanya untuk duduk bermalas-malasan. Setiap orang dapat melakukan sesuatu. Pekerjaan yang diberikan Allah terselesaikan hanya jika kita semua mengerjakan panggilan yang Allah berikan kepada kita masing-masing.
188
Segelas Susu Suatu hari seorang bocah miskin sedang berjualan dari rumah ke rumah demi membiayai sekolahnya. Ia merasa lapar dan haus, tapi sayangnya ia hanya mempunyai sedikit sekali uang. Anak itu memutuskan untuk meminta makanan dari rumah terdekat. Tetapi, saat seorang gadis muda membukakan pintu, ia kehilangan keberaniannya. Akhirnya ia hanya meminta segelas air putih untuk menawarkan dahaga. Gadis muda itu berpikir pastilah anak ini merasa lapar, maka dibawakannyalah segelas besar susu untuk anak tersebut. Ia meminumnya perlahan, kemudian bertanya, "Berapa saya berhutang kepada anda ?" "Kamu tidak berhutang apapun kepada saya," jawabnya. "Ibuku mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk perbuatan baik yang kami lakukan." Anak itu menjawab, "Kalau begitu, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dari lubuk hati saya yang terdalam." Saat Howard Kelly - anak kecil yang miskin itu meninggalkan rumah tersebut, dia bukan hanya merasa badannya lebih segar, tetapi keyakinannya pada Tuhan dan sesama manusia menjadi lebih kuat. Sebelumnya dia sudah merasa putus asa dan hampir menyerah. Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari wanita muda tersebut mengalami sakit parah. Dokter yang menanganinya merasa bingung dan akhirnya mengirim wanita itu ke kota besar untuk mendapatkan pertolongan spesialis. Dr. Howard Kelly dipanggil untuk berkonsultasi. Ketika ia mendengar nama kota tempat asal si pasien, ia segera pergi ke kamar tempat dimana wanita tersebut dirawat. Ia langsung mengenali dan memutuskan untuk melakukan hal terbaik yang bisa ia usahakan untuk menolongnya. Sejak hari itu, ia memberikan perhatian khusus pada kasus ini. Setelah melewati perjuangan panjang, peperanganpun dapat dimenangkan. Dr. Kelly dipanggil oleh pihak administrasi untuk menandatangani biaya yang harus dibayarkan oleh si wanita kepadanya. Ia melihat kepada kuitansi tersebut, dan kemudian
189
menuliskan sesuatu. Kuintansi tersebut lalu di kirim ke kamar perawatan si wanita. Wanita tersebut merasa takut untuk membukanya, karena ia merasa yakin bahwa ia tidak akan mampu membayarnya. Akhirnya dengan menguatkan hati, ia melihat ke kuintansi tersebut. Sebuah tulisan pada kuitansi telah menarik perhatiannya. Ia membaca tulisan itu : "TELAH DI BAYAR PENUH DENGAN SATU GELAS SUSU." Tertanda, Dr. Howard Kelly. Air mata mengalir dari matanya saat hatinya yang bahagia mengucapkan doa dan pujian : "Terima kasih Tuhan, kasihMu telah memancar melalui hati dan tangan manusia."
190
Semangkuk Mie Kuah Pendahuluan : Ny. Hsu yang tinggal di Kao Hsiung, anak gadisnya pulang dari Amerika pada saat awal bulan Januari, dan membawa sebuah kisah nyata yang menggugah hati. Kisah yang terjadi pada malam Chu Si (malam menjelang Tahun Baru Imlek), berjumlah sebanyak 50 halaman lebih. Tokoh dalam cerita ini pada saat menceritakan kisahnya, mengharukan banyak orang Jepang. Cerita ini dinamakan ‘Semangkuk Mie Kuah’, diterjemahkan oleh Li Kuei Chuen .... Tanggal 31 bulan Desember lima belas tahun yang lalu, yang juga merupakan malam Chu Si, di sebuah jalan di kota Sapporo, Jepang, ada sebuah toko mie yang bernama ‘Pei Hai Thing’ (Pei = Utara; Hai = Laut; Thing = Kios, toko). Makan mie pada malam Chu Si, adalah adat istiadat turun temurun dari orang Jepang, pada hari itu pemasukan toko mie sangatlah baik, tidak terkecuali ‘Pei Hai Thing’, hampir sehari penuh dengan tamu pengunjung, tetapi setelah jam 22.00 ke atas sudah tidak ada pengunjung yang datang lagi. Pada saat biasanya jalan yang sangat ramai hingga waktu subuh --- karena pada hari itu semua orang terburu-buru pulang rumah untuk merayakan Tahun Baru --- sehingga dengan cepat menjadi sunyi dan tenang. Majikan dari toko mie ‘Pei Hai Thing’ adalah seseorang yang jujur dan polos, istrinya adalah seorang yang ramah tamah dan melayani orang penuh dengan kehangatan. Saat tamu terakhir pada malam Chu Si itu telah keluar dari toko mie, dan pada saat sang istri tengah bersiap untuk menutup toko, pintu toko itu sekali lagi terbuka, seorang wanita membawa dua orang anaknya berjalan masuk, kedua anak itu kira-kira berusia 6 tahun dan 10 tahun, mereka mengenakan baju olahraga baru yang serupa satu dengan yang lainnya, tetapi wanita tersebut malah memakai baju luar --- bercorak kotak --- yang telah usang. ‘Silakan duduk !’ Sang majikan mengucapkan salam, wanita itu berkata dengan takut-takut : ‘Bolehkah ...... memesan semangkuk mie kuah ?’ Kedua anak di belakangnya saling memandang dengan tidak tenang. ‘Tentu ...... tentu boleh, silakan duduk di sini !’ Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 di paling pinggir, lalu berteriak dengan keras ke arah dapur : ‘Semangkuk mie kuah !’ Sebenarnya jatah semangkuk untuk satu orang hanyalah satu ikat mie, sang majikan menambahkan lagi sebanyak setengah ikat, dan menyiapkannya dalam sebuah mangkuk besar penuh, hal ini tidak diketahui oleh sang istri dan tamunya itu. Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah
191
tersebut dan menikmatinya dengan lezat, sambil makan, sambil berbicara dengan suara yang kecil, ‘Sangat enak sekali !’ Sang kakak berkata : ‘Ma, kamu juga coba-coba dong!’ Sang adik sambil berkata, dia menyumpit mie untuk menyuapi ibunya. Tidak lama kemudian mie pun telah habis, setelah membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga dengan serempak memuji dan menghaturkan terima kasih ‘Sangat lezat sekali, banyak terima kasih !’ serta membungkuk memberi hormat, lalu berjalan meninggalkan toko. Setiap hari berlalu dengan sibuknya, tak terasa setahun pun berlalu. Dan tiba lagi pada tanggal 31 Desember, usaha dari ‘Pei Hai Thing’ masih tetap ramai, kesibukan pada malam Chu Si akhirnya selesai, telah lewat dari jam 22.00, sang istri majikan ketika tengah berjalan ke arah pintu untuk menutup toko, pintu itu lalu terbuka lagi dengan pelan, yang masuk ke dalam adalah seorang wanita separobaya sambil membawa dua orang anaknya. Sang istri ketika melihat baju luar bercorak kotak yang telah usang itu, dengan seketika teringat kembali tamu terakhir pada malam Chu Si tahun lalu. ‘Bolehkah ...... membuatkan kami ...... semangkuk mie kuah ?’ ‘Tentu, tentu, silakan duduk !’ Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 yang pernah mereka duduki di tahun lalu, sambil berteriak dengan keras ‘Semangkuk mie kuah !’. Sang majikan sambil menyahuti, sambil menyalakan api yang baru saja dipadamkan. Istrinya dengan diam-diam berkata di samping telinga suami : ‘Ei, masak 3 mangkuk untuk mereka, boleh tidak ?’ ‘Jangan, kalau demikian mereka bisa merasa tidak enak.’ Sang suami sambil menjawab, sambil menambahkan setengah ikat mie lagi ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah itu sambil makan dan berbicara, percakapan itu juga terdengar sampai telinga suami istri pemilik toko. ‘Sangat wangi ...... sangat hebat ...... sangat nikmat !’ ‘Tahun ini masih bisa menikmati mie dari Pei Hai Thing, sangatlah baik !’ ‘Alangkah baiknya jika tahun depan masih bisa datang untuk makan di sini.’ Setelah selesai makan dan membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga lalu berjalan meninggalkan Pei Hai Thing. ‘Terima kasih banyak ! Selamat bertahun baru.’ Memandang ibu dan anak yang berjalan pergi, suami istri pemilik toko berulang kali membicarakannya dengan cukup lama. Malam Chu Si pada tahun ketiga, usaha dari ‘Pei Hai
192
Thing’ tetap berjalan dengan sangat baik, sepasang suami istri saking sibuknya sampai tidak ada waktu untuk berbicara, tetapi setelah lewat pukul 21.30, kedua orang itu mulai berperasaan tidak tenang. Jam 22.00 telah tiba, pegawai toko juga telah pulang setelah menerima ‘Hung Pao’ (Ang Pao), majikan toko dengan tergesa-gesa membalikkan setiap lembar daftar harga yang tergantung di dinding, daftar kenaikan harga ‘Mie Kuah 200 yen semangkuk’ sejak musim panas tahun ini, ditulis ulang menjadi 150 yen. Di atas meja nomor 2, sang istri pada saat 3 menit yang lalu telah meletakkan kartu tanda ‘Telah dipesan’. Sepertinya ada maksud untuk menunggu orang yang akan tiba setelah seluruh tamu telah pergi meninggalkan toko, setelah lewat jam 22.00, ibu dengan dua orang anak ini akhirnya muncul kembali. Sang kakak memakai seragam SMP, sang adik mengenakan jaket --- yang kelihatan agak kebesaran --- yang dipakai kakaknya tahun lalu, kedua anak ini telah tumbuh dewasa, sang ibu masih tetap memakai baju luar bercorak kotak usang yang telah luntur warnanya. ‘Silakan masuk ! Silakan masuk !’ Istri majikan toko menyambut dengan hangat. Melihat istri majikan toko yang menyambut dengan senyum hangat, ibunda dua anak itu dengan takut-takut berkata : ‘Tolong ...... tolong buatkan 2 mangkuk mie, bolehkah ?’ ‘Baik, silakan duduk !’ Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2, dengan cepat menyembunyikan tanda ‘Telah Dipesan’ seakan-akan tak pernah diletakkan di sana, lalu berteriak ke arah dalam ‘2 mangkuk mie’. Sang suami sambil menyahuti, sambil melempar 3 ikat mie ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan anak sambil makan, sambil berbicara, kelihatannya sangat bergembira, sepasang suami istri yang berdiri di balik pintu dapur juga turut merasakan kegembiraan mereka. ‘Siao Chun dan kakak, mama hari ini ingin berterima kasih kepada kalian berdua !’ ‘Terima kasih !’ ‘Mengapa ?’ ‘Begini, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 8 orang terluka yang disebabkan oleh ayah kalian, pada setiap bulan dalam beberapa tahun ini haruslah menyerahkan uang sebesar 50,000 yen untuk menutupi bagian yang tak dapat dibayar oleh pihak asuransi.’ ‘Ya, hal ini kami tahu !’ Sang kakak menjawab. Istri pemilik toko dengan tak bergerak mendengarkan. ‘Yang pada mulanya harus membayar hingga bulan Maret tahun depan, telah terlunasi pada hari ini !’ ‘Oh, mama, benarkah ?’ ‘Ya, benar, karena kakak mengantar koran dengan rajin,
193
Siao Chun membantu untuk beli sayur dan masak nasi, sehingga mama bisa bekerja dengan hati yang tenang. Perusahaan memberikan bonus spesial kepada saya karena tidak pernah absen kerja, sehingga hari ini dapat melunasi seluruh bagian yang tersisa.’ ‘Ma ! Kakak ! Alangkah baiknya, tapi kelak tetap biarkan Siao Chun yang menyiapkan makan malam.’ ‘Saya juga ingin terus mengantar koran.’ ‘Terima kasih kepada kalian kakak beradik, benar-benar terima kasih !’ ‘Siao Chun dan saya ada sebuah rahasia, dan terus tidak memberitahu mama, itu adalah ...... pada sebuah hari Minggu di bulan November, sekolah Siao Chun menghubungi wali murid untuk hadir melihat program bimbingan belajar dari sekolah, guru dari Siao Chun secara khusus menambahkan sepucuk surat, yang mengatakan sebuah karangan Siao Chun telah dipilih sebagai wakil seluruh ‘Pei Hai Tao (Hokkaido)’, untuk mengikuti lomba mengarang seluruh negeri. Hari itu saya mewakili mama untuk menghadirinya.’ ‘Benar ada hal ini ? Lalu ?’ ‘Tema yang diberikan guru adalah ‘Cita-Citaku (Wo Te Ce Yuen)’, Siao Chun dengan karangan bertema semangkuk mie kuah, dipersilakan untuk membacanya di hadapan para hadirin.’ ‘Isi dari karangan itu menuliskan, ayah mengalami kecelakaan lalu lintas, dan meninggalkan hutang yang banyak; demi untuk membayar hutang, mama bekerja keras dari pagi hingga malam, sampai hal saya mengantar koran juga ditulis oleh Siao Chun.’ ‘Masih ada, pada malam tanggal 31 Desember, kami bertiga ibu dan anak bersama-sama memakan semangkuk mie kuah, sangatlah lezat ...... 3 orang hanya memesan semangkuk mie kuah, sang pemilik toko, yaitu paman dan istrinya malah masih mengucapkan terima kasih kepada kami, serta mengucapkan selamat bertahun baru kepada kami ! Suara itu sepertinya sedang memberikan dorongan semangat untuk kami untuk tegar menjalani hidup, secepatnya melunasi hutang dari ayah.’ ‘Oleh karena itu, Siao Chun memutuskan untuk membuka toko mie setelah dewasa nanti, untuk menjadi pemilik toko mie nomor 1 di Jepang, juga ingin memberikan dorongan semangat kepada setiap pengunjung ! Semoga kalian berbahagia ! Terima kasih !’ Sepasang pemilik toko yang terus berdiri di balik pintu dapur mendengarkan pembicaraan mereka mendadak tak terlihat lagi, ternyata mereka sedang berjongkok, selembar handuk masing-masing memegang ujungnya, berusaha keras untuk menghapus air mata yang tak hentinya mengalir keluar. ‘Selesai membaca karangan, guru berkata: Kakak Siao Chun
194
telah mewakili ibunya datang ke sini, silakan naik ke atas menyampaikan beberapa patah kata.’ ‘Sungguhkah ? Lalu kamu bagaimana ?’ ‘Karena terlalu mendadak, saat mulai tidak tahu harus mengucapkan apa baiknya, saya lantas mengucapkan terima kasih kepada semua orang atas perhatian dan kasih sayang terhadap Siao Chun, adik saya setiap hari harus membeli sayur menyiapkan makan malam, sering kali harus terburuburu pulang dari kegiatan berkelompok, tentu mendatangkan banyak kesulitan bagi semua orang, tadi pada saat adik saya membacakan ‘Semangkuk mie kuah’, saya sempat merasa malu, tetapi sewaktu melihat adik saya dengan dada tegap dan suara yang lantang menyelesaikan membaca krangan, merasa perasaan malu itulah yang benar-benar memalukan.’ ‘Beberapa tahun ini, keberanian mama yang hanya memesan semangkuk mie kuah, kami kakak beradik tidak akan pernah melupakannya ...... kami berdua pasti akan giat dan rajin, merawat ibu dengan baik, hari ini dan seterusnya masih meminta tolong kepada para hadirin untuk memperhatikan adik saya.’ Ibu dan anak bertiga secara diam-diam saling memegang tangan dengan erat, saling menepuk bahu, menikmati mie tahun baru dengan perasaan yang lebih berbahagia dibanding tahun sebelumnya, membayar 300 yen dan mengucapkan terima kasih, lalu memberikan hormat dan meninggalkan toko mie. Majikan toko seperti sedang menutup tahun yang lama, dengan suara yang keras mengucapkan ‘Terima kasih ! Selamat Tahun Baru !’ Setahun pun berlalu lagi, toko mie Pei Hai Thing juga meletakkan tanda ‘Telah Dipesan’ sambil menunggu, tetapi ibu dan anak bertiga tidak muncul. Tahun kedua, tahun ketiga, meja nomor 2 tetap kosong, ibu dan kedua anaknya tetap tidak muncul. Usaha dari Pei Hai Thing semakin bagus, dalam tokonya pun telah direnovasi, meja dan kursinya telah diganti dengan yang baru, hanya meja nomor 2 itulah masih tetap pada aslinya. Banyak tamu pengunjung merasa heran, istri majikan lantas menceritakan kisah semangkuk mie kuah kepada para pengunjung. Meja nomor 2 itu lantas menjadi ‘Meja Keberuntungan’, setiap pengunjung menyampaikan kisah ini kepada yang lainnya, ada banyak pelajar yang merasa ingin tahu, datang dari kejauhan demi untuk melihat meja tersebut dan menikmati mie kuah, semua orang umumnya ingin duduk di meja tersebut. Lalu setelah melewati malam Chu Si beberapa tahun ini, para pemilik toko di sekitar Pei Hai Thing, setelah menutup toko pada malam Chu Si, umumnya akan mengajak keluarganya menikmati mie di Pei Hai Thing.
195
Sering berkumpul sebanyak 30 hingga 40 orang, sangatlah ramai. Ini telah merupakan hal yang biasa dalam 5~6 tahun terakhir ini. Semua orang telah mengetahui asal dari meja nomor 2, meski mulut tidak berbicara, tapi dalam hati berpikir ‘Meja yang telah dipesan pada malam Chu Si’ di tahun ini kemungkinan akan sekali lagi dengan meja dan kursi yang kosong menyambut datangnya tahun baru. Hari ini, semua orang sekali lagi berkumpul pada malam Chu Si, ada orang yang memakan mie, ada yang minum arak, semuanya berkumpul seperti sebuah keluarga. Setelah lewat pukul 22.00, pintu dengan tiba-tiba ........ terbuka kembali, semua orang yang berada di dalam langsung menghentikan pembicaraan, seluruh pandangan mata tertuju ke arah pintu yang terbuka itu. Dua orang remaja yang berpakaian stelan jas yang rapi dengan baju luar di tangan, berjalan melangkah masuk. Semua orang menghembuskan napas lega. Saat istri majikan ingin mengatakan meja makan telah penuh dan memberitahu tamu tersebut, ada seorang wanita berpakaian kimono berjalan masuk, berdiri di tengah kedua remaja tersebut. Seluruh orang yang berada dalam toko menahan napas mendengar wanita berpakaian kimono tersebut dengan perlahan mengatakan : ‘Tolong ... tolong ... mie kuah ... untuk jatah 3 orang, bolehkah ?’ Belasan tahun telah berlalu, sang istri majikan toko seketika berusaha keras untuk mengingat kembali gambaran ibu muda dengan dua orang anaknya pada 10 tahun yang lalu. Sang suami di balik dapur juga termenung. Seorang di antara ibu dan anak tersebut menatap sang istri yang tengah salah tingkah tersebut dan mengatakan : ‘Kami bertiga ibu dan anak, pada 14 tahun yang lalu pernah memesan semangkuk mie kuah di malam Chu Si, mendapatkan dorongan semangat dari semangkuk mie tersebut, kami ibu dan anak bertiga baru dapat menjalani hidup dengan tegar.’ ‘Lalu kami pindah ke kabupaten (Ce He) tinggal di rumah nenek, saya telah melewati ujian jurusan kedokteran dan praktek di rumah sakit Universitas Kyoto bagian penyakit anak-anak, bulan April tahun depan akan praktek di rumah sakit kota Sapporo.’ ‘Sesuai dengan tatakrama, kami datang mengunjungi rumah sakit ini terlebih dahulu, sekalian sembahyang di makam ayah, setelah berdiskusi dengan adik saya yang --- pernah berpikir untuk menjadi majikan toko mie nomor 1 tapi belum tercapai --- sekarang bekerja di Bank Kyoto, kami mempunyai sebuah rencana yang istimewa ...... yaitu pada malam Chu Si tahun ini, kami bertiga ibu dan anak akan mengunjung Pei Hai Thing di Sapporo, memesan 3 mangkuk
196
mie kuah Pei Hai Thing.’ Sang istri majikan akhirnya pulih ingatannya, menepuk bahu sang suami sambil berkata : ‘Selamat datang ! Silakan...... Ei ! Meja nomor 2, tiga mangkuk mie kuah.’
197
Si Mojon & Si Shosei Shosei Kina duduk di depan gubuknya yang beratap ijuk. Tempat tinggalnya sama dengan gubuk-gubuk nelayan lainnya di desa Shimmabuko itu, di pulau Okinawa. Sangat kotor gubuk-gubuk itu . . . setengah reyot, tidak terurus, sangat memerlukan perbaikan. Hanya pemandangan alam di sekitar desa nelayan itu yang sungguh bagus nampaknya. Lautan pasifik terbentang luas di sekeliling pulau itu. Indah juga pohon-pohon palem yang menjulang tinggi, melebihi atap gubuk-gubuk nelayan yang jelek itu. Shosei Kina duduk mengobrol dengan adik laki-lakinya, Mojon. Mereka sedang membicarakan suatu keajaiban yang baru terjadi atas mereka ya, keajaiban yang tak terduga. Bukti keajaiban itu sedang dipegang Mojon, yaitu sebuah Kitab yang sangat berharga. Seorang utusan Injil telah mampir ke pulau Okinawa dalam perjalanannya menuju Jepang. Ia tidak lama tinggal di situ, dan kini ia sudah pergi lagi. Kedua nelayan bersaudara itu sudah melupakan namanya, namun mereka tidak lupa akan ajarannya. Utusan Injil itu telah mengajar mereka tentang Sang Bapa Surgawi yang mengasihi dan memelihara mereka. Dalam waktu singkat ia telah berhasil meyakinkan mereka bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah satu-satunya Juru Selamat, dan bahwa mereka seharusnya berusaha mengikut Dia. Beberapa saat sebelum utusan Injil itu berangkat, ia memberikan sebuah Alkitab kepada Shosei dan adiknya. "Bacalah isinya, Shosei Kina," kata orang asing itu. "Kamu dan Mojon harus membacanya. Kitab ini dapat memberi hikmat kepada kalian, dapat mengajar kalian lebih banyak lagi tentang Sang Juru Selamat. Peliharalah Kitab ini baik-baik; aturlah cara hidup kalian menurut isinya. Berdoalah, mohon supaya Allah Bapa membimbing usaha kalian untuk hidup sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus." Untung, Shosei Kina dan Mojon dapat membaca. Mereka mulai menyelidiki Kitab Suci itu. Mereka pun mulai membicarakannya dengan penduduk desa Shimmabuko yang hanya beberapa ratus jiwa itu. Pada saat kedua nelayan bersaudara itu sedang duduk sambil mengobrol, Mojon membuka halaman Kitab Suci yang memuat cerita Tuhan Yesus. Ia membacakan beberapa ajaran Yesus kepada kakaknya. "Sangat mengherankan!" kata Mojon. "Kata-kata ini dapat menolong kita dalam kehidupan sehari-hari. Guru kita yang tercinta itu telah membimbing kita untuk menjadi pengikut Tuhan Yesus. Sekarang Kitab Suci ini selanjutnya dapat membimbing kita, agar kita hidup sebagai pengikut Tuhan Yesus. Coba lihat ayat ini! Katanya, kita harus saling mengasihi. Kita harus saling melayani." Kebetulan saat ini seorang nelayan pincang
198
berjalan di depan gubuk Shosei Kina. Kedua bersaudara itu mengenal si Pincang; mereka tahu bahwa kehidupannya serba sulit. Ia dapat pergi menangkap ikan hanya jika ada orang lain yang mengajak dia. Orang lain itulah yang harus mendayung perahu; baru dengan cara demikian si Pincang dapat memancing atau menjala ikan. "Mari kita ajak si Pincang pergi bersama-sama menangkap ikan," saran Shosei Kina kepada adiknya. "Itu salah satu cara kita dapat mengasihi dan melayani orang lain, sesuai dengan ajaran Kitab Suci tadi." Mojon setuju. Si Pincang merasa sangat heran atas ajakan mereka. Biasanya dia yang harus membujuk orang lain supaya ia boleh ikut serta menangkap ikan. Tetapi kini ia diperlakukan seperti seorang saudara. Bahkan ia diajak makan bersama bekal yang telah disediakan oleh Istri Mojon. Pada waktu ketiga orang itu kembali ke darat, ternyata keranjang si Pincang penuh dengan ikan. "Wah, coba lihat!" kata si Pincang. "Ikan ini cukup banyak! Sebagian dapat diasinkan, dan sebagian lagi dapat dijual. Selama berhari-hari perutku kenyang! Mengapa kalian begitu mau menolong diriku?" Shosei Kina menjelaskan: "Karena ada ajaran baru yang telah kami terima," katanya. "Kami baru mengetahui tentang Sang Bapa Surgawi yang sangat mengasihi kami. Ia ingin supaya kami berbuat baik, dan tidak berbuat jahat. Ia mengutus anak-Nya, Tuhan Yesus, ke dunia ini untuk menyelamatkan kami dari dosa. Ia ingin supaya kami hidup menurut ajaran Anak-Nya. Maukah kamu belajar lebih benyak mengenai hal ini?" Memang si Pincang mau. Hari demi hari ia dan beberapa orang lain berkumpul di sekitar pintu gubuk tempat tinggal Shosei Kina. Mereka semua mendengarkan pembacaan Alkitab. Sering ada orang mencetuskan: "Wah, ajaran tadi dpt menjadi peraturan yang baik untuk seluruh penduduk desa kita!" Lalu mereka bermusyawarah, bagaimana cara menerapkan ajaran tadi. Hari lepas hari penduduk Shimmabuko mulai mengubah cara-cara mereka memperlakukan sesama mereka. Alangkah senangnya, jika setiap orang berbicara dan bertindak atas dasar kasih terhadap sesamanya, menurut ajaran yang mereka perbincangkan itu! Makin lama makin banyak orang di desa Shimmabuko yang mulai mengikuti ajaran baru itu. Tidak lama kemudian, setiap penduduk desa nelayan itu mengaku diri sebagai pengikut Tuhan Yesus. Lambat laun terjadilah suatu perubahan yang ajaib di Shimmabuko. Salah satu contoh: Ada seorang janda muda yang mempunyai beberapa anak. Setiap kali hujan badai, pasti atap gubuknya bocor. Dengan sangat halus Shosei Kina menyarankan, bahwa memperbaiki atap secara sukarela itu adalah suatu perbuatan kasih sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus Kristus. Para penduduk segera mengadakan kerja
199
bakti. Dalam waktu singkat, seluruh atap gubuk janda muda itu diganti. Sementara tugas itu dikerjakan bersama, mereka pun bersukaria sambil bersekutu satu dengan yang lain. Namun atap yang baru itu terlihat sangat menonjol, jika dibandingkan dengan atap-atap gubuk lainnya. "Kita perlu memperbaiki tempat tinggal kita sendiri-sendiri," penduduk Shimmabuko berkata satu kepada yang lain. Tidak lama kemudian, atap setiap gubuk di desa nelayan itu diperbaiki atau diperbaharui sama sekali. Penduduk yang paling rajin mempelajari Alkitab adalah Mojon. Orang-orang lain berdatangan minta nasihat kepada dia. "Pak Mojon, saudaraku telah meminjam perahuku," demikian omelan salah seorang nelayan. "Ia tidak minta izin, dan ia pun sudah lama tidak mengembalikannya. Saudaraku harus dihukum, ya?" Mojon tersenyum. "Mengenai masalah ini ada ajaran dari Alkitab," kata Mojon. "Kamu tidak boleh menghukum saudaramu. Bahkan kamu harus mengampuni dia." "Mengampuni dia! Wah! Sudah berkali-kali ia berbuat salah, kasusnya sama seperti ini!" "Ya, memang," kata Mojon. "Tetapi Tuhan kita menyuruh Rasul Petrus mengampuni saudaranya sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Jika kamu sudah mengampuni saudaramu sebanyak itu, kembalilah ke mari dan kita akan membahas masalahnya lebih lanjut." Sementara itu, dengan diam-diam Mojon mendekati saudara orang tadi. "Ada ajaran Alkitab yang perlu kaurenungkan," katanya. "Begini bunyinya, dari Efesus 4:32: `Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra.' Apakah kamu bertindak ramah, penuh kasih mesra, jika kamu meminjam perahu saudaramu tanpa izin? Camkanlah ayat tadi, dan minta petunjuk kepadaTuhan. Mohonlah supaya Ia menolongmu untuk hidup ramah dan saling mengasihi, sesuai dengan yang diajarkanNya." Tibalah saatnya penduduk Shimmabuko harus memilih kepala desa yang baru. Dengan suara bulat mereka menunjuk Shosei Kina untuk jabatan yang terhormat itu. Dengan rendah hati Shosei menerima tanggung jawab baru. Ia pun berusaha menyesuaikan setiap tindakannya menurut ajaran Alkitab. Lambat laun cara hidup lama itu ditinggalkan. Semua orang berlaku jujur. Semua orang membuat rencana dengan memikirkan kepentingan orang lain, dan bukan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri saja. Sebagai akibat, desa itu bertambah makmur. Sering terdengar gelak tawa di jalanan desa Shimmabuko, karena penduduknya hidup berbahagia. Gubuk-gubuk nelayan itu lambat laun dibersihkan dan diperbaiki. Sampah tidak lagi dibiarkan bertumpuk di mana-mana. Penyakit berkurang. Peraturanperaturan dibuat untuk menjaga agar cara hidup di desa itu sesuai dengan ajaran Alkitab . . . .
200
Tiga puluh tahun kemudian desa Shimmabuko itu masih tetap makmur dan berbahagia. Shosei Kina dan Mojon sudah tua; mereka berdua sangat dihormati oleh setiap penduduk desa itu. Lalu . . . tibalah bencana. 2Perang berkobar di daerah Lautan Pasifik. Pasukan penggempur Amerika Serikat mengepung pulau Okinawa. Mereka memukul mundur pasukan Jepang yang sedang menduduki pulau itu. Desa Shimmabuko terletak persis di jalan yang hendak dilewati bala tentara Amerika yang sedang maju dengan jayanya. Beberapa bom meledak di desa yang tadinya damai dan sentosa itu. Pasukan Amerika semakin mendekat. Mereka membidikkan senjata ke arah desa Shimmabuko. Maka Shosei Kina dan Mojon sadar, telah tiba saatnya mereka harus bertindak. Kedua nelayan bersaudara yang sudah tua itu keluar dari desa mereka dan menuju ke baris depan pasukan penggempur Amerika. Mereka tersenyum ramah. Mereka membungkuk sebagai tanda hormat, sambil mengucapkan "Selamat datang!" Serdadu-serdadu Amerika itu kebingungan. Mereka berhenti melangkah. Untung, ada seorang pengalih bahasa yang mengikuti mereka. Setelah bercakap-cakap sebentar dengan kedua orang Okinawa itu, wajahnya penuh kehenaran. Ia menjelaskan: "Mereka hendak menyambut kita sebagai sesama orang Kristen! Kata mereka, dulu di sini ada utusan Injil dari Amerika, dan mereka senang sekali bertemu dengan kita!" Ia menggaruk-garuk kepalanya tanda kebingungan. Dalam pasukan penggempur itu ada juga seorang pendeta tentara. Dengan beberapa opsir tentara, ia menghadap kepada kedua nelayan pulau Okinawa itu. "Biarkanlah kami memeriksa desa kalian," pinta mereka melalui pengalih bahasa tadi. Kedua nelayan yang sudah tua itu membungkuk lagi. Lalu mereka mengantarkan orangorang Amerika itu ke desa Shimmabuko. Memang ada beberapa bangunan yang terkena bom, tetapi tidak ada penduduk yang terluka. Mereka semua keluar dari rumah dan berderetderet di sepanjang jalanan desa. Mereka tersenyum lebarlebar ke arah teman-teman mereka yang baru itu. Pendeta tentara dan para opsir itu semakin kagum. Bagaimana sampai terjadi ada desa yang seolah-olah berseri ini? Rumah-rumahnya begitu rapi; jalanannya begitu bersih; para penghuninya begitu ramah, sehat, berbahagia! "Tolong beritahu kami," pinta mereka kepada kedua nelayan tua itu, "bagaimana sampai terjadi kalian mempunyai desa yang begitu bagus keadaannya?" Dengan bantuan pengalih bahasa, Mojon memberitahu mereka. Ia bercerita tentang utusan Injil yang pernah mampir di Shimmabuko tiga puluh tahun yang silam. Ia bercerita tentang Alkitab yang ditinggalkan oleh orang Kristen itu. Ia pun menjelaskan bagaimana penduduk desa itu sudah menyelidiki Alkitab serta menemukan di dalamnya corak
201
baru untuk cara hidup mereka. Pendeta tentara dan para opsir itu diam saja karena keheranan. Tetapi Shosei Kina mengira mereka membisu karena kecewa terhadap dia dan desanya. "Kami sangat menyesal, Tuan-Tuan yang mulia," katanya sambil membungkuk lebih dalam lagi. "Pasti cara hidup kami dipandang masih terbelakang. Namun dengan sebulat hati kami berusaha mengikuti ajaran Tuhan Yesus yang tercantum di dalam Alkitab. Sudilah Tuan-Tuan yang mulia mengajari kami, bagaimana kami dapat mengikuti ajaran-Nya itu dengan cara yang lebih baik." "Cara yang lebih baik?" Pendeta tentara itu mengulangi kata-kata tadi "Cara hidup mereka ini sudah jauh lebih baik daripada cara hidup kebanyakan orang Kristen!" Beberapa jam kemudian, ada seorang wartawan Amerika yang ingin menyaksikan "desa yang berseri" itu. Ia dikawal oleh seorang sersan tentara yang adatnya keras. "Aku tidak mengerti," kata sersan itu kepada sang wartawan. "Kebanyakan desa di pulau ini, penduduknya kotor, bodoh, putus asa. Tapi coba lihat desa ini! Perbedaannya begitu besar. Dan kata mereka semuanya terjadi hanya oleh karena di sini ada sebuah Alkitab dan dua orang kakek yang mau hidup seperti Yesus." Kedua orang Amerika itu bertemu dengan Shosei Kina dan Mojon. Mereka merasakan hangatnya sambutan kedua nelayan bersaudara itu, walaupun mereka tidak mengerti kata-kata yang diucapkan. Sang wartawan ingin menyaksikan sendiri Alkitab yang telah menyebabkan perubahan yang sedemikian besarnya di desa Shimmabuko. Shosei Kina dan Mojon mengantar dia ke tempat ibadah. Di sana terdapat sebuah mimbar kasar dengan sebuah Alkitab tua yang diletakkan di atasnya, di tempat yang terhormat. "Bolehkah kupegang?" tanya wartawan itu dengan bahasa isyarat. Shosei Kina tersenyum. Ia mengangkat Alkitab tua itu dari atas mimbar. Sampulnya hampir terlepas; halamannya kumal; ternyata Kitab Suci itu pernah kehujanan, lalu dikeringkan. Namun Kitab Suci itu sangat berharga bagi penduduk desa Shimmabuko. Dengan pelanpelan Shosei Kina meletakkan Alkitab itu di telapak tangan sang wartawan. Sersan itu amat terkesan. "Mungkin kita sudah bertempur dengan senjata yang keliru," ia berbisik. "Mungkin Kitab Suci inilah yang lebih ampuh mengubah keadaan dunia." Alkitab itu dikembalikan ke tempatnya. Kedua orang Amerika itu kembali ke tempat perkemahan mereka. Dan kedua orang Okinawa yang sudah tua itu berpamitan dengan sahabat-sahabat baru mereka. Rasa persahabatan itu hanya dapat timbul oleh karena ajaran Tuhan Yesus saja. Perang yang dahsyat sedang mencekam seluruh dunia. Namun di Shimmabuko, Firman Allah telah menjadi peraturan desa. Dan "desa yang berseri" itu tetap damai dan sentosa.
202
Si Murung & Si Ceria Ada dua anak bernama Si Ceria dan Si Murung. Seperti namanya Ceria mempunyai sifat periang, selalu gembira dan tersenyum. Sebaliknya Murung mempunyai perangai yang cemberut, selalu sedih, dan jarang tersenyum. Suatu ketika orang tua mereka berpikiran untuk membuat Si Murung tersenyum gembira dan membuat Si Ceria menjadi sedih cemberut dan sedih. Mereka lalu berpikir untuk memberikan sesuatu yang menjadi kesukaan masing-masing anak. Si Murung menginginkan telepon genggam. Selama ini jika pergi dengan teman-temannya sering kali ia meminjam telepon genggam milik temannya. Orangtuanya membelikan sebuah telepon genggam terbaru supaya dia menjadi senang dan gembira. Sewaktu Murung pergi sekolah, telepon genggam itu dibungkus oleh orang tuanya dengan kertas kado yang bagus dan diletakkan di kamarnya. Sepulang sekolah, Murung segera masuk ke kamar dan melihat ada kado di sana. Cepat-cepat ia membuka kado itu dan ia terkejut sekali ketika mendapatkan di dalamnya berisi telepon genggam. Wajahnya tersenyum, tapi tidak lama. Kemudian ia murung lagi karena ia takut kalau-kalau teman-temannya akan meminjam telepon genggamnya lalu menjadi rusak. Di benaknya selalu muncul pikiran yang negatif, sehingga kado itu menjadi beban baginya. Yang keluar dari mulutnya adalah omelan dan keluhan, bukannya ucapan terima kasih kepada orang tuanya. Di pihak lain, si Ceria senang sekali dengan kuda. Orang tuanya membungkus kotoran kuda dan diletakkan dalam kamar agar ia menjadi sedih dan murung. Sewaktu Ceria pulang ia juga terkejut melihat ada kado di kamarnya. Dengan sergap ia membuka pula kado itu. Betapa terkejutnya ia, ternyata yang didapatkan adalah kotoran kuda berbau busuk. Mukanya kebingungan sejenak.Tetapi ia segera berpikir, "Ah masa orang tuaku yang begitu mencintaiku memberi aku kotoran kuda, pasti ada sesuatu di balik hadiah ini." Kemudian ia lari kepada orang tuanya dan mencium mereka. Orang tuanya sangat bingung dan terkejut kemudian bertanya, "Lho kamu itu diberi kotoran kuda kok senang sih?".Lalu Ceria menjawab, "Papa, Mama, saya tahu kalian sangat mencintai saya, jadi tidak mungkin memberi kotoran kuda kepada saya, pasti kotoran kuda itu adalah sebuah tanda. Kalau ada kotoran kuda, berarti ada kudanya. Saya tahu bahwa kalian akan
203
membelikan kuda pony buat saya, dan sekarang mana kudanya?" Kemudian orang tuanya berkata, "Kami hanya memberi itu kepada kamu." Ceria menyahut, "Tidak mungkin saya yakin pasti ada kudanya." Akhirnya orang tuanya kalah, dan membelikan dia kuda pony. Smiley...! Orang yang hidupnya merasa sangat dicintai akan selalu berpikir bahwa ia selalu akan menerima yang terbaik dalam hidupnya, walaupun dalam penderitaan. Sebaliknya orang yang pesimis merasa hidup ini menjadi beban penderitaan yang sangat panjang, sehingga ia selalu gelisah, takut, dan khawatir.
204
Suara Tuhan Pernah seorang pemberani berbicara kepada Tuhan. Bakarlah semak itu seperti Engkau lakukan bagi Musa, Tuhan. Maka aku akan mengikuti-Mu. Robohkanlah dinding-dinding itu seperti Engkau lakukan untuk Yosua, Tuhan. Maka aku akan bertarung. Teduhkanlah gelombag Danau Galilea, Tuhan. Maka aku akan mendengar. Lalu orang itu pergi duduk dekat semak, tidak jauh dari dinding, dekat laut dan menunggu sampai Tuhan berbicara. Dan Tuhan mendengar orang itu, maka Ia menjawab. Ia mengirim api, bukan untuk semak tetapi untuk sebuah gereja. Ia merobohkan dinding, bukan dari batu tetapi dari dosa-dosa. Ia menenangkan badai, bukan di laut tetapi dalam jiwa. Dan Tuhan menunggu sampai orang itu menanggapi. Dan Ia menunggu... Dan Ia menunggu... Dan menunggu... Tetapi, karena orang itu menatapi semak-semak, bukan hati; batu bata, bukan hidup orang-orang; lautan, bukan jiwa-jiwa, maka ia menyimpulkan bahwa Tuhan tidak berbuat apa-apa. Akhirnya ia memandang kepada Tuhan lalu bertanya, Engkau sudah kehilangan kuasa-Mu? Dan Tuhan memandangnya dan berkata, Engkau sudah kehilangan pendengaranmu?
Max Lucado
205
Suatu hari di MRT Shaloom, Saya sedang berada di MRT menuju ke gereja di hari minggu pagi itu, ketika saya melihat sebuah pemandangan yang menarik. Seorang anak laki-laki, tebakan saya kelas 1-2 SD, tapi nggak tahu juga yah, soalnya anak sekarang kan besar badannya. Anak laki-laki itu bergelanyut manja pada ibunya. Sang ibu berusaha mendudukkannya di kursi sebelah yang kosong, tapi si anak tetap minta dipangku, dan uniknya dipangku berhadapan muka dengan sang ibu, .. untuk apa? Rupaya anak itu sedang manja. Ia mencium muka ibunya berkali-kali, dan dengan sayang yang kentara memainkan rambut ibunya yang panjang. Muka si ibu agak merah (meskipun senang) diperlakukan seperti itu sama anaknya, terutama karena satu gerbong jadi diam-diam mencuri pandang dan menonton "adegan mesra" itu.Termasuk saya yang duduk di depannya. Hehehe... Pemandangan seperti ini terus terang cukup jarang di Taiwan. Terutama anak laki-laki dengan ibunya. Kalau anak perempuan dengan ibu atau anak perempuan dengan ayah itu biasa. Anak perempuan kan manja. Tapi saya jarang melihat bocah laki-laki begitu manja dengan ibunya. Tidak lama kemudian anak itu pindah ke bangku sebelah, dan mereka berdua terlibat pembicaraan yang seru, dan meskipun saya dengan tidak sopannya berusaha menguping pembicaraan mereka (forgive me, Dear God), saya tidak bisa mengerti apa yang mereka katakan satu sama lain. Sepertinya mereka punya kode atau gaya bahasa sendiri, yang khas ibu dan anak. Mungkin yang sudah punya anak kalo nguping saat itu bisa mengerti.Hehehe.. Lalu, tak lama kemudian lagi, mereka mulai bermain "gam sut"! Gunting-batu-kertas-sut! Wah! Si ibu menang! Kemudian si ibu mulai membuat gaya aneh dengan bertolak pinggang lalu mereka sut lagi.. Gunting-kertas-batu-sut! Wah... kali ini tangan kanan si anak menang, tangan kirinya kalah. Lalu mereka membuat gaya aneh lagi dan mulai sut lagi. Terkadang si anak bermain curang dan si ibu pura-pura ngambek: "Wah, kamu curang lagi. Udah ah, nggak mau main.." Lalu si anak tertawa-tawa senang sambil menarik ibunya untuk main lagi. Ibunya tentu main lagi.
206
Gunting-batu-kertas-sut! Loh? Si ibu "ngambeg" lagi dan berkata: "Kamu lamban sekali ah berpikirnya.." "Ah mama, aku kan lagi berpikir!" "Berpikir atau curang hayoo..." Lalu si anak tertawa lagi. Tak lama kemudian si anak mengajak sang ibu bermain "pokame-ame" khas taiwan (entah bagaimana mainnya), lalu si ibu tampaknya membuat kesalahan gerakan, lalu si anak protes. Ibu berkata sedikit membela diri,"Loh? Salah? Bukan yang ini? Ah, kamu baru mengajarkan satu cara pokame-ame pada mama. Nih, yang seperti ini kan?" Saya terkejut. Hah? Si ibu belajar cara bermain pok-ame-ame dari anaknya? Lalu tanpa malu-malu didalam gerbong MRT itu ia mempraktekkan pok-ame-ame ajaran anaknya, dan si anak tertawa-tawa senang sambil manggut-manggut,"Iya, iya.. tapi tadi mama salah!" Saya dengan setengah geli bercampur terharu memperhatikan mereka bermain. Terkadang saya senyum-senyum sendiri karena terus terang, melihat wanita dewasa membuat gerakan-gerakan serupa dengan anak kecil itu lucu dan kalau bukan dalam konteks seorang ibu dengan anaknya, pasti saya akan bilang: aneh dan tidak pantas. Tapi pemandangan di depan saya tidak terlihat "aneh dan tidak pantas" sama sekali, tapi manis dan indah, bahkan membuat iri. Tiba-tiba sang ibu mengamit anaknya sambil tertawa: "Hey, kita sudah sampai! Main terus, nanti kelewat! Ayo turun!" Lalu mereka bergandeng tangan sambil tertawa keluar MRT. Lalu karena iseng saya berganti posisi duduk. Seolah sudah "diatur" oleh sang sutradara hari itu, saya melihat sebuah adegan yang lain, juga di depan saya. Seorang anak laki-laki, usinya kira-kira sama dengan anak yang tadi, sedang bergelanyutan di gelang-gelang MRT bak latihan fitness (gelang untuk penumpang yang berdiri berpegangan). Saat itu MRT masih berhenti dan belum mulai berjalan. Sang ibu tiba-tiba mencubit punggung sang anak dan dgn tampang ketus memerintahkannya untuk duduk. Sang anak memang tidak menjerit kaget, tapi dia tersentak, dan langsung duduk dengan tampang cemberut setengah menahan tangis sambil mengusap-usap punggungnya (pasti sakit deh). Matanya berkaca-kaca menatap sang ibu sementara si ibu balas menatap dengan dingin. Si anak makin sengaja, dia bangun dari tempat duduknya,
207
terus mulai berusaha dengan satu tangan berpegangan pada tiang bangkunya, dan satu tangan lagi mencoba mencapai tiang tengah MRT. Saya setengah geli berpikir, memangnya kamu pikir kamu itu "plasticman" bisa mulur? Sambil bertingkah polah itu, dia melirik ke arah ibunya yang mengancam akan mencubitnya lagi (tebakan saya) dan masih dengan tampang dingin dan ketus memerintahkannya untuk duduk. Sang ibu tidak bergerak untuk merangkul anaknya duduk sama sekali meskipun MRT berjalan lumayan cepat, dan cukup bahaya untuk anak kecil main-main "ulur otot" seperti itu. Ibu itu hanya memerintah dengan ketus dan dengan tatapan mata yang dingin. Posisi anggun duduknya sama sekali tidak berubah. Dan si anak jelas tidak mendengarkan ibunya. Mungkin pakar psikologi anak-anak bisa memberi penjelasan, mengapa sebuah cubitan keras di punggung dan ancaman galak si ibu tidak membuat si anak takut. Saya, terus terang, cukup menciut melihat tampang si ibu yang dingin luar biasa. Astaga, saya pikir. Sungguh 2 buah pemandangan yang berbeda! Saya tidak tahu apa pandangan penumpang di gerbong itu terhadap kemesraan ibu dan anak laki-lakinya tadi. Mungkin ada yang mencapnya tidak waras, ada yang tersenyum penuh pengertian, ada yang menganggapnya tidak pantas dan "kemesraaan" seperti itu harusnya dilakukan di rumah saja, atau ada yang iri... Tetapi saat itu saya sedang sibuk membayangkan saya berkata pada Tuhan,"Papa! Papa salah gerakannya, hayo!" dan Tuhan dengan wajah polos berujar,"Mana? Kamu ajarin Papa seperti ini kok.. nih lihat.." Dan saya tersenyum. Siapakah anak kecil itu dan kekuatan apa yang dia miliki sehingga sang ibu mau "diajar" bermain? Siapakah kita sehingga Tuhan semesta alam merindukan kita memanggil Dia dengan sebutan mesra bak anak kecil:"Abba, Bapa!" (Abba di lingkungan kita bisa dijadikan kata-kata seperti "papi" "daddy" "papa" "babe", dll). Apakah kemesraaan ibu-anak yang saya lihat di MRT hari minggu itu, di mata anda suatu pemandangan yang tidak pantas... atau sebaliknya adalah pemandangan yang indah dan seharusnya? Ibu itu tidak peduli tatapan mata penumpang lain. Yang
208
ada di matanya saat itu adalah anaknya. Pandangan mata pro dan kontra penumpang lain seperti memudar, yang terlihat di matanya hanya pandangan polos dan penuh kasih dari anaknya. Saya teringat sebuah ayat di mazmur yang mengatakan "Tuhan membiarkan kekuatanNya tertawan." Ya, pada saat kita bermain dengan seorang anak kecil, kita tidak akan mengeluarkan kekuatan seorang dewasa. Kita akan mengikuti standard seorang anak kecil untuk bermain dengannya, bukan begitu? Mungkin bagi beberapa orang sulit membayangkan Tuhan yang agung dan mulia bermain pok-ame-ame dengan kita atau membayangkan Dia dengan pakaian kebesaranNya bermain kuda-kudaan atau kucing-kucingan dengan anak-anakNya... tetapi puji syukur, itulah Bapa kita di surga. Memangnya anda pikir dengan cara apa Yesus menjadi sahabat anak-anak di bumi ini? Dengan wajah ketus dan muram sambil merintah-merintah? Saya tidak tahu pendapat anda, tetapi waktu saya melangkah keluar dari MRT hari minggu itu, dengan mata berkaca-kaca saya menuju gereja untuk beribadah pada Tuhan saya. Dan saya akan selalu mengucap syukur untuk Bapa saya di surga yang selalu siap menemani saya bermain, bekerja, dan dengan sangat bersedia melewati hari-hari dengan manusia biasa seperti saya. Sadarilah, Bapamu di surga merindukan hubungan yang mesra seperti itu, sekalipun Dia adalah Raja semesta alam. As somebody said it before,"Di telinga Tuhan kita, nama panggilan yang terindah bagiNya adalah: Bapa!" "Guntingbatu-kertas-sut! Ah, Nak! Gerakanmu lambat sekali! Apa? hey hey hey, bukan salahku jika engkau kalah... ah jangan ngambeg, ayolah main sekali lagi... sekali ini Papa akan pelan-pelan, oke?" Love you too, Daddy. GBU, (may you all have a wonderful "pok-ame-ame" today with God. ^-^) Idawati
209
Sulaman Ketika aku masih kecil, waktu itu ibuku sedang menyulam sehelai kain. Saya yang sedang bermain di lantai, melihat ke atas dan bertanya, apa yang ia lakukan. Ia menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sehelai kain. Tetapi saya memberitahu kepadanya, bahwa yang saya lihat dari bawah adalah benang ruwet. Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut: "Anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara ibu menyelesaikan sulaman ini, nanti setelah selesai, engkau akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas." Aku heran, mengapa ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu semrawut menurut pandanganku. Beberapa saat kemudian, saya mendengar suara memanggil: "Anakku, mari ke sini, dan duduklah di pangkuan ibu." Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benang yang ruwet. Kemudian ibu berkata: "Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu hanya mengikutinya. Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan. Sering selama bertahun-tahun, kita melihat ke atas dan bertanya kepada Bapa Sorgawiku: "Bapa, apa yang Engkau lakukan?" Ia menjawab: "Aku sedang menyulam kehidupanmu". Dan aku membantah, "Tetapi nampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah?" Kemudian Bapa menjawab: "Anakku, kamu teruskan pekerjaanmu di bumi, dan Aku juga menyelesaikan pekerjaanKu ini. Satu saat nanti, Aku akan memanggilmu ke sorga dan mendudukkan kamu di pangkuanKu dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu." Yer 29:11 Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
210
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
211
Tangan Ibuku Beberapa tahun yang lalu, ketika ibu saya berkunjung, ia mengajak saya untuk berbelanja bersamanya karena dia membutuhkan sebuah gaun yang baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi berbelanja bersama dengan orang lain, dan saya bukanlah orang yang sabar, tetapi walaupun demikian kami berangkat juga ke pusat perbelanjaan tersebut. Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita, dan ibu saya mencoba gaun demi gaun dan mengembalikan semuanya. Seiring hari yang berlalu, saya mulai lelah dan ibu saya mulai frustasi. Akhirnya, pada toko terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencoba satu stel gaun biru yang cantik terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi lehernya, dan karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam ruang ganti pakaian. Saya melihat bagaimana ia mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah mencoba untuk mengikat talinya.Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu dia tidak dapat melakukannya. Seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang dalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata saya yang mengalir keluar tanpa saya sadari. Setelah saya mendapatkan ketenangan lagi, saya kembali masuk ke kamar ganti untuk mengikatkan tali gaun tersebut. Pakaian ini begitu indah, dan dia membelinya. Perjalanan belanja telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat terlupakan dari ingatan saya. Sepanjang sisa hari itu, pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam ruang ganti pakaian tersebut dan terbayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengikat tali blusnya. Kedua tangan yang penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya, sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling membekas dalam hati saya. Kemudian pada sore harinya, saya pergi ke kamar ibu saya, mengambil tangannya, menciumnya dan, yang membuatnya terkejut,memberitahukannya bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini.
212
Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan mata saya yang baru betapa bernilai dan berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu. Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri. Dunia ini memiliki banyak keajaiban, Segala ciptaan Allah yang begitu agung; Tetapi tak satu pun yang dapat menandingi Keindahan tangan ibu. (Bev Hulsizer)
213
Tapak Kaki Rata Ada seorang anak laki-laki yang berambisi bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi jenderal Angkatan Darat. Anak itu pandai dan memiliki ciri-ciri yang lebih daripada cukup untuk dapat membawanya kemanapun ia mau. Untuk itu ia bersyukur kepada Allah, oleh karena ia adalah seorang anak yang takut akan Allah dan ia selalu berdoa agar supaya suatu hari nanti impiannya itu akan menjadi kenyataan. Sayang sekali, ketika saatnya tiba baginya untuk bergabung dengan Angkatan Darat, ia ditolak oleh karena memiliki telapak kaki rata. Setelah berulang kali berusaha, ia kemudian melepaskan hasratnya untuk menjadi jenderal dan untuk hal itu ia mempersalahkan Allah yang tidak menjawab doanya. Ia merasa seperti berada seorang diri, dengan perasaan yang kalah, dan diatas segalanya, rasa amarah yang belum pernah dialaminya sebelumnya. Amarah yang mulai ditujukannya terhadap Allah. Ia tahu bahwa Allah ada, namun tidak mempercayaiNya lagi sebagai seorang sahabat, tetapi sebagai seorang tiran (penguasa yang lalim). Ia tidak pernah lagi berdoa atau melangkahkan kakinya ke dalam gereja. Ketika orang-orang seperti biasanya berbicara tentang Allah yang Maha Pengasih, maka ia akan mengejek dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan rumit yang akan membuat orang-orang percaya itu kebingungan. Ia kemudian memutuskan untuk masuk perguruan tinggi dan menjadi dokter. Dan begitulah, ia menjadi dokter dan beberapa tahun kemudian menjadi seorang ahli bedah yang handal. Ia menjadi pelopor di dalam pembedahan yang berisiko tinggi dimana pasien tidak memiliki kemungkinan hidup lagi apabila tidak ditangani oleh ahli bedah muda ini. Sekarang, semua pasiennya memiliki kesempatan, suatu hidup yang baru. Selama bertahun-tahun, ia telah menyelamatkan beribu-ribu jiwa, baik anak-anak maupun orang dewasa. Para orang tua sekarang dapat tinggal dengan berbahagia bersama dengan putra atau putri mereka yang dilahirkan kembali, dan para ibu yang sakit parah sekarang masih dapat mengasihi keluarganya. Para ayah yang hancur hati oleh karena tak seorangpun yang dapat memelihara keluarganya setelah kematiannya, telah diberikan kesempatan baru. Setelah ia menjadi lebih tua maka ia melatih para ahli bedah lain yang bercita-cita tinggi dengan tekhnik bedah barunya, dan lebih banyak lagi jiwa
214
yang diselamatkan. Pada suatu hari ia menutup matanya dan pergi menjumpai Tuhan yang telah dibangkitkan. Di situ, masih penuh dengan kebencian, pria itu bertanya kepada Allah mengapa doa-doanya tidak pernah dijawab, dan Tuhan berkata, "Pandanglah ke langit, anakKu, dan lihatlah impianmu menjadi kenyataan." Di sana, ia dapat melihat dirinya sendiri sebagai seorang anak laki-laki yang berdoa untuk bisa menjadi seorang prajurit. Ia melihat dirinya masuk Angkatan Darat dan menjadi prajurit. Di sana ia sombong dan ambisius, dengan pandangan mata yang seakan-akan berkata bahwa suatu hari nanti ia akan memimpin sebuah resimen. Ia kemudian dipanggil untuk mengikuti peperangannya yang pertama, akan tetapi ketika ia berada di kamp di garis depan, sebuah bom jatuh dan membunuhnya. Ia dimasukkan ke dalam peti kayu untuk dikirimkan kembali kepada keluarganya. Semua ambisinya kini hancur berkeping-keping saat orang tuanya menangis dan terus menangis. Lalu Tuhan berkata, "Sekarang lihatlah bagaimana rencanaKu telah terpenuhi sekalipun engkau tidak setuju." Sekali lagi ia memandang ke langit. Di sana ia memperhatikan kehidupannya, hari demi hari dan berapa banyak jiwa yang telah diselamatkannya. Ia melihat senyum di wajah pasiennya dan di wajah anggota keluarganya dan kehidupan baru yang telah diberikannya kepada mereka dengan menjadi seorang ahli bedah. Kemudian di antara para pasiennya, ia melihat seorang anak laki-laki yang juga memiliki impian untuk menjadi seorang prajurit kelak, namun sayangnya dia terbaring sakit. Ia melihat bagaimana ia telah menyelamatkan nyawa anak laki-laki itu melalui pembedahan yang dilakukannya. Hari ini anak laki-laki itu telah dewasa dan menjadi seorang jenderal. Ia hanya dapat menjadi jenderal setelah ahli bedah itu menyelamatkan nyawanya. Sampai di situ, Ia tahu bahwa Tuhan ternyata selalu berada bersama dengannya. Ia m2engerti bagaimana Allah telah memakainya sebagai alatNya untuk menyelamatkan beribu-ribu jiwa, dan memberikan masa depan kepada anak laki-laki yang ingin menjadi prajurit itu. ( Inspirational Christian Stories - Vincent Magro-Attard )
Untuk dapat melihat kehendak Allah digenapkan di dalam hidup anda, anda
215
harus mengikuti Allah dan bukan mengharapkan Allah yang mengikuti anda. (Dave Meyer, Life In The Word, Juni 1997)
216
Telur Paskah Telur Paskah mempunyai latar belakang dalam budaya purba. ‘Telur’ merupakan simbol yang amat penting dalam mitologi purba, terutama mitologi di negeri India dan Mesir. Di sana dipercayai secara umum bahwa jagat alam ini bermula dari sebutir telur yang amat besar. Telur ini sebegitu besarnya sehingga ia mampu menghubungkan surga dan bumi. Telur juga berhubungan erat dengan ¡§Ritus Kesuburan¡¨ di musim semi oleh orang Indo-Eropa pada masa pra-kristen, terutama mereka yang menduduki pulau Kreta serta orangorang Persia. Orang Mesir dan Persialah yang memulai memberikan hiasan warna-warni pada telur pada upacara ritus kesuburan itu. Orang Yunani memberikan warna khusus pada telur Paskah yakni warna merah sebagai simbol Darah Kristus. Mereka menggunakan telur yang sudah direbus dan diwarnai pada hari Kamis Putih, dan dibagikan kepada umat pada hari Minggu Paskah. Telur itu tidak untuk dimakan, tetapi setiap orang berusaha memukul hancur telur yang dimiliki teman lain dengan menggunakan telur yang dia miliki , sambil juga berusaha menjaga agar telur miliknya tak sampai pecah. Pemilik telur terakhir yang tidak retak dan pecah adalah pemenangnya, dan diyakini bahwa ia akan dilimpahi keberuntungan tertentu oleh DIA yang telah bangkit. Dalam kalangan Kristen, Telur adalah simbol kebangkitan. Sebutir telur yang sudah dieram, lalu pecah dan menetaskan anak-anak ayam, dianggap sebagai simbol Yesus yang keluar dari Kuburnya menuju kehidupan baru yang kekal, kehidupan yang tidak akan berakhir dengan kematian lagi. Seiring dengan perjalanan waktu, makna simbolik dari telur paskah sebagaimana digambarkan di atas dilupakan, dan di jaman ini penekanan telur paskah telah beralih pada Keindahan lahirnya yang penuh dihiasi warnawarni. Telur Paskah yang dibuat dari Coklat atau jenis ‘candy’ yang lainnya menjadi kesukaan khusus di masa Paskah. Selamat menikmati telur Paskah, sambil tidak melupakan makna simbolik di baliknya.
217
Tempayan Retak KITA SEMUA ADALAH TEMPAYAN RETAK Seorang tukang air di India memiliki dua tempayan besar; masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawanya menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh. Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya. Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu." "Kenapa?" tanya si tukang air. "Kenapa kamu merasa malu?" "Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi," kata tempayan itu. Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bungabunga indah di sepanjang jalan." Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya. Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu? Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaatkannya.
218
Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang." Setiap dari kita memiliki cacat dan kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan retak. Namun jika kita mau, Tuhan Yesus akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias meja Bapa-Nya. Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan kekuranganmu. Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan. Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.
219
Terbakarkah PondokMu Satu-satunya penumpang kapal yang selamat terdampar di sebuah pulau kecil tak berpenghuni. Dia berdoa sungguhsungguh supaya Tuhan menyelamatkannya. Tiap hari dia pergi ke tepi pantai dan memandang ke kaki cakrawala menantikan pertolongan, tapi kelihatannya tak ada yang datang. Lelah menunggu, dia mulai membangun pondok kayu kecil untuk berteduh dan menyimpan beberapa barang miliknya. Satu hari, pulang dari mencari makanan, dia tiba di pondok dan menemukan pondok kecilnya terbakar api, asap membumbung tinggi ke langit. Hal yang terburuk terjadi: semua yang dia miliki habis terbakar. Dia terdiam dengan kecewa dan kemarahan. "Tuhan, mengapa Engkau lakukan ini terhadap saya?" dia berteriak dan menangis. Keesokan pagi, dia terbangun oleh suara sebuah kapal yang mendekati pulau. Kapal itu datang untuk menyelamatkannya. "Bagaimana engkau dapat tahu bahwa saya ada disini?" tanyanya pada orang yang datang menyelamatkannya. "Kami melihat sinyal asap-mu." jawab mereka. ’’’’’’’’ Adalah mudah untuk menjadi kecewa ketika hal-hal memburuk. Tapi kita seharusnya tidak kehilangan hati, karena Tuhan sedang bekerja dalam hidup kita, meskipun di tengah-tengah duka dan penderitaan. Ingatlah, suatu waktu ketika pondok kita terbakar hancur Itu mungkin suatu sinyal asap untuk menyatakan kemurahan Tuhan. Roma 8:28 "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Jika kita sungguh percaya pada Allah yang hidup dalam Pribadi setiap dari kita, sesungguhnya Ia sedang bekerja bersama-sama kita. Sehingga tidak ada lagi petaka atau kutuk yang menerpa kita ... sebab seluruhnya adalah Berkat dari Sang Pencipta.
220
Tirai Panggung Subject: Tirai panggung yang selamanya tidak akan tutup Sampai sekarang. Saya masih ingat bagaimana saya berkenalan dengan Chang Yi Hsiung. Pada suatu hari, saya menyetir mobil melewati Kwang Fu Road, Sin Chu, tiba-tiba melihat seorang nenek yang usianya sangat tua jatuh dijalanan dan tidak bisa berdiri kembali. Saya hentikan mobil untuk menolongnya, kebetulan juga ada seorang pemuda yang mengendarai sepeda motor ikut berhenti membantu saya. Kami berdua bersama-sama mengangkat nenek tersebut kedalam mobil saya, saya minta pemuda itu ikut bantu menjagai nenek tersebut dan tanpa ragu-ragu ia mengatakan ya. Pemuda tersebut adalah Chang Yi Hsiung. Kami lalu mengatarkan nenek ini ke rumah sakit yg terdekat. Dalam perjalanan, dari kaca spion, terlihat oleh saya wajah Chang sinar yg sangat lembut, dengan sangat hati-hati ia memegang nenek itu agar dapat menyandarkan dirinya dipundaknya, sementara tangan nenek juga dipegangnya seolah-olah untuk menenangkannya. Walau tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya Chang, tetapi dari tingkah laku ketahuan bahwa dia sedang menenangkan dan menghibur hati nenek itu. Sampai di rumah sakit, nenek tersebut diperiksa dokter, untung tidak ada masalah serius, hanya karena usia tua saja dia tak berdaya. Maka saya telepon ke pos polisi terdekat untuk memberitahukan kejadian tersebut, kebetulan sekali, anak dari nenek ini sedang mencari ibunya melalui pos polisi juga. Segera dia datang ke rumah sakit, saya dapat melihat yang namanya anak ini, sudah berusia sekitar tujuh puluhan, jadi nenek itu sudah berumur sekitar sembilan puluhan. Pada saat saya sedang telepon, sejengkalpun Chang tidak meninggalkan nenek itu, satu tangannya masih memegang tangan nenek erat-erat, satu tangan lagi dengan ringan menepuk punggung nenek, sedangkan mulut nenek komat kamit entah berbicara apa tidak ada yg tahu, dengan tatapan mata berharap kepada Chang, dan Chang juga balik menatap nenek dengan lembut. Setelah anak nenek bertemu dengan ibunya, kamipun meninggalkan rumah sakit. Saya antar Chang kembali ke Kwang Fu Road untuk mengambil sepeda motornya, dalam perjalanan, saya tidak dapat tahan ingin tahu apakah Chang adalah seorang imam gereja, karena begitu lembutnya, begitu sabarnya dia, sikap yang begini jarang sekali terlihat pada diri orang muda biasa. Chang sangat senang mendengar unkapan saya, dia bilang dia bukanlah seorang imam, tetapi adalah murid dari akademi kesenian bagian drama, dia bilang bahwa dia sebenarnya sedang coba memerankan sesuatu, karena kebetulan dalam
221
waktu dekat dia akan naik panggung memerankan seorang pastor. Oleh karena itu, begitu dia naik mobil, dia sudah mulai berperan, dia tanya kepada saya, bagaimana permainannya, saya jawab bahwa saya sama sekali tidak tahu dia itu sedang bermain sandiwara. Chang lalu berkata, sebenarnya walaupun semulanya dia mempraktekkan peranannya,akan tetapi sesampai dirumah sakit sudah tidak demikian. Artinya, kepercayaan dan kebergantungan si nenek terhadap dia membuat dia tidak bisa lagi bermain sandiwara. Chang berkata bahwa saat-saat dirumah sakit tadi itu memberikan dia suatu pengalaman baru, dan juga akan merupakan satu kenangan yang indah bagi dia dikemudian hari. Chang adalah orang muda yang riang, banyak berbicara, dari situ saya tahu bahwa bapaknya adalah profesor fakultas mass media dari universitas Ching Hwa. Rupanya bapaknya adalah teman saya juga, begitulah kecilnya dunia ini. Setelah peristiwa tersebut, saya sempat menyaksikan beberapa pertunjukan Chang di panggung, sebagai orang yang tidak mendalami dibidang tersebut., saya tidak dapat mengeritik apakah Chang itu seorang pemain drama/sandiwara yang baik atau bukan, akan tetapi saya rasa, apapun yang diperankannya, selalu mirip sekali dengan peranan itu. Bapaknya Chang memberitahukan saya bahwa anaknya itu serius sekali dalam mengerjakan tugasnya, sebelum berperan sebagai seorang pastor, dia mencari seorang pastor dan minta untuk tinggal bersamanya selama 2 minggu, juga pada kesempatan itu belajar agama. Sekali waktu dia memerankan kuli bangunan jalan, betulbetul dia melakukan kerja kasar selama seminggu. Tentulah dia sangat bagus dalam setiap peranannya. Tapi hal yang kemudian mengejutkan saya adalah, Chang mengatakan dia akan menjadi pastor, begitu riang dan lincahnya orang muda ini, mengambil keputusan untuk menjadi pastor, tentunya sangat mengherankan. Setelah saya tahu dari bapaknya, bahwa karena mau memerankan pastor, dia lalu berkenalan dengan seorang pastor, selanjutnya menjadi seorang umat katolik, dan terakhir ingin menjadi pastor. Kata bapaknya, sebenarnya tidaklah mengherankan, karena dibelakang sikap Chang yang lincah itu, sesungguhnya dia adalah seorang pemuda yang sangat serius dalam kehidupan sehari-harinya. Beberapa tahun kemudian, saya diundang untuk menghadiri pentabisan Chang sebagai seorang gembala gereja, upacara berlangsung sangat takjub, satu saat Chang menerungkupkan dirinya total dilantai, waktu itu saya berpikir dalam hati: Chang, Chang, jangan-jangan apakah ini sandiwara saja?! Saya tahu Chang memulai tugasnya melayani mahasiswa/i, dia pintar nyanyi, main gitar, dengan gampang bergaul baik dengan para mahasiswa. Setahun kemudian, tiba-tiba dia bilang mau membawa terang dan hangat dari Yesus ke sudut yang gelap, dengan persetujuan
222
uskup, dia membawa injil kedalam penjara. Dia menulis surat ke saya, bahwa untuk memerankan seorang gembala yang baik disana adalah pekerjaan yang sangat sulit dan pahit. Saya juga ada kontak dengan bapaknya Chang, dari dia saya tahu bahwa walaupun Chang sangat serius dalam melayani, akan tetapi kebanyakan narapidana bereaksi dingin terhadapnya. Sampai pada minggu lalu, saya membaca di koran, bagaimana pastor Chang disenangi oleh para narapidana di dalam penjara itu, bahwa sekarang mereka senang sekali menghadiri misanya. Saya berusaha untuk mengunjungi masuk kedalam penjara itu, maksud hanya satu, ingin tahu apa yang membuat pastor Chang sangat disenangi disitu. Tiba saatnya saya sedang keliling melihat suasana dalam penjara itu, terlihat oleh saya seorang kacung sedang mencuci kakus, dia menegur saya: "bukannya kamu profesor Li?" Segera juga saya mengenalnya, dan seketika itu mulut saya terganga tidak dapat bersuara, rupanya pastor kita sedang mencuci kakus. Kepala jawatan penjara membertahukan kepada saya, bahwa pastor Chang benar telah berubah menjadi kacung didalam penjara. Dia mengerjakan apa saja, cuci kakus, menyapu, membersihkan jendela kaca, sampai tanam bunga dan potong rumput. Dia tinggal didalam penjara, makan bersama-sama para pidana, karena dia adalah seorang imam, setiap hari mengadakan misa, lalu meluangkan waktu untuk mengajar, pada malam harinya memberitakan injil. Walaupun dia pastor, dia betul-betul adalah kacung. Pada saat saya pamit, Chang mengantar saya keluar, saya tanya mengapa kali ini kamu bisa sukses? Dia jawab, karena kali ini perannya adalah diri Yesus sendiri, dia berpikir lama, dan akhirnya sadar, bahwa kalau Yesus datang kedunia ini untuk mewartakan injil, Yesus pasti tidak akan berdiri diposisi tinggi mengabarkan warta gembiranya, pasti dia akan dengan sangat rendah hati memberi pelayanannya. Maka, dia memutuskan untuk menjadi seorang kacung yang memberikan pelayanan dari paling bawah, dan tinggal terus didalam penjara, walaupun ada narapidana yang sudah meninggalkan tempat itu, dia sendiri masih tetap tinggal disitu. Pada malam tahun baru yg seharusnya pulang kerumah bapaknya, dia juga bersikeras untuk menemani yang masih dipenjara. Saya lalu tanya: "Apakah kamu kali ini bersandiwara lagi?" Jawabnya: "Boleh saja anda bilang begitu, akan tetapi peranan ini, tidak ada istilah diatas panggung, dibawah panggung, tidak ada juga istilah didepan panggung atau dibelakang panggung, jika mau mejalankan peranan ini, tirai panggung selamanya tidak akan ditutup." Sepanjang jalan kami menuju keluar penjara, dimana harus melewati beberapa pintu besi, sampai disatu pintu besi dimana narapidana tidak dapat melewatinya, Chang berhenti mengantarkan saya. Saya
223
keluar, dia tinggal didalam. Dia melambaikan tanganya kepada saya dari dalam, sayapun mengerti akhirnya, apa artinya yg disebut "tirai panggung yang selamanya tidak akan ditutup." ( Li Chia Thung )
224
Tuhan Itu Ada Ini adalah kisah nyata yang terjadi beberapa tahun lalu di USC (University of Southern California). Di sana ada seorang profesor filosofi yang mengaku atheis. Tujuan utamanya selama kelas semester adalah berusaha membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Para mahasiswanya selalu takut untuk berargumentasi dengan dia karena logikanya yang sangat masuk akal. Telah 20 tahun berselang ia mengajar kelasnya dan tidak seorang pun berani menentangnya. Beberapa mahasiswa memang pernah mencoba, tapi tidak seorangpun berhasil karena reputasinya. Di akhir setiap semester, pada hari terakhir, dia selalu berkata di hadapan 300 orang mahasiswanya, "Bila ada yang masih percaya pada Yesus, silahkan berdiri!" Selama duapuluh tahun, tidak seorang pun yang berani berdiri. Mahasiswanya sudah tahu apa yang akan dilakukan profesor tersebut selanjutnya. ia akan berkata, "Siapapun yang percaya pada Tuhan adalah seorang yang tolol. Bila Tuhan memang ada, Ia mampu memberhentikan kapur ini jatuh mengenai lantai dan tidak pecah. Contoh sederhana untuk membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan, dan memang Ia tidak dapat melakukannya." Dan setiap tahun, profesor tersebut menjatuhkan kapur ke lantai dan kapur itu pecah menjadi ratusan potongan. Semua mahasiswanya tidak dapat berbuat apa-apa selain diam dan menyaksikannya. Kebanyakan mahasiswanya terlalu takut untuk berdiri. Beberapa tahun kemudian seorang mahasiswa muda mendaftarkan diri pada kelas profesor tersebut. Ia adalah seorang Kristen dan sudah mendengar cerita tentang bakal profesornya. Ia wajib mengikuti kelas profesor tersebut dan dia merasa gentar menghadapinya. Untuk 3 bulan semesternya, ia berdoa setiap pagi supaya ia dimampukan untuk berdiri, apapun yang akan dikatakan profesor dan yang dipikirkan oleh rekan-rekannya. Tidak ada yang dapat melemahkan imannya, ia hanya berharap. Akhirnya hari terakhir itu tiba. Profesor tersebut berkata, "Bila ada di antara anda yang masih percaya pada Tuhan, silahkan berdiri." Profesor dan 300 orang mahasiswanya terkejut melihat seorang mahasiswa muda yang berdiri di bagian belakang kelas. Profesor tersebut berteriak,"Anda bodoh !!! Bila Tuhan benar-benar ada Ia akan mampu mencegah kapur ini pecah saat menyentuh lantai!"Ia bersiap melepaskan kapur yang dipegangnya.Tapi saat ia melepaskannya, kapur tersebut terlepas dari jarinya dan masuk ke lengan bajunya, meluncur terus ke celananya
225
melewati kakinya hingga ke sepatunya. Saat menyentuh lantai kapur tersebut tidak pecah. Kesombongan profesor luluh saat ia melihat kapur tersebut. Ia menatap mahasiswa muda tadi dan segera lari dari ruangan kuliah. Mahasiswa yang berdiri tadi, berjalan ke depan kelas dan berbagi iman tentang Yesus selama 30 menit. Tiga ratus mahasiswa bertahan dan mendengarkan saat ia menceritakan kasih Tuhan untuk mereka dan KuasaNya melalui Yesus. "Stand Up for Jesus! "Ye soldier of God ! "MULIAKAN NAMA YESUS KRISTUS DI TEMPAT YANG MAHA TINGGI"
226
Tuhan itu Baik Ada seorang teman pengajian kami yang begitu mengasihi Tuhan sepanjang hidupnya. Orang itu bernama Toshinobu, setiap kali bertemu dia akan selalu berkata "Tuhan itu baik". Setiap saat dia berkata,"Tuhan itu Baik". Pada waktu Toshi menikah dia berkata, "Tuhan itu baik". Ketika Toshi kehilangan pekerjaannya dia berkata, "Tuhan itu baik". Ketika ayahnya meninggal dia berkata, "Tuhan itu baik". Ketika dompetnya kecopetan dia berkata, "Tuhan itu baik" Jadi, pokoknya apa saja yang Toshi lakukan atau apa saja yang terjadi padanya, kita pasti mendengar dia berkata,"Tuhan itu baik" Sebulan yang lalu, Toshi diperiksa oleh dokter dan dinyatakan bahwa dia mengidap kanker. Kanker itu telah tumbuh dengan sangat cepat dan dokter bilang dia hanya bisa hidup beberapa minggu lagi. Meskipun dia ada diranjangnya menunggu kematian, tetap saja kita bisa mendengar Toshi berkata bahwa "Tuhan itu baik". Ohashi Yuki adalah teman baik Toshi. Dan setiap hari dia selalu mampir untuk melihat keadaan Toshi. Dan setiap malam sebelum Ohashi pulang, Toshi selalu berkata kepadanya, "Tuhan itu baik". Akhirnya setelah beberapa minggu melihat keadaanya temannya yang semakin memburuk, Ohashi tidak sanggup lagi melihat keadaannya & dia bertanya kepada Toshi, "Kamu adalah teman terbaik saya & saya mengasihi kamu. Saya juga mengasihi Tuhan seperti kamu, saya sudah mendengar kamu berkata bahwa Tuhan itu Baik sepanjang hidupmu." Pada saat-saat yang menyenangkan, mungkin saya masih bisa mengerti pada saat kamu berkata "Tuhan itu baik". Atau pada saat-saat susah kamu mengatakan itu, saya masih bisa mengerti. Tetapi sekarang, dalam kondisi kamu yang sekarat seperti ini, mana bisa kamu optimis seperti ini? Bagaimana bisa kamu masih berkata bahwa "Tuhan itu baik" setiap hari, meskipun kamu tahu kalau Tuhan membiarkan kamu mati?" Toshi hanya melihat ke Ohashi dan tersenyum. "Temanku, bukankah sudah kamu lihat bahwa selama saatsaat itu saya mengatakan bahwa Tuhan itu Baik, itu adalah salah satu puji syukur saya kepadaNya dgn cara sederhana yg bisa saya lakukan.Dan lihat hadiahNya bagi saya karena keyakinanku padaNya, saya sekarat sekarang. Kamu berkata bahwa Tuhan membiarkan saya mati seolah-olah itu hal yg
227
sangat jahat. Ohashi, lupakah kamu bahwa itulah tujuan kita. Bahwa kita hidup bagi Dia dan kembali kehadiratNya. Lihatkan, TUHAN ITU BAIK. Akhirnya dia memanggil saya pulang, & dalam beberapa jam lagi, saya akan datang menghadapNya. Saya tidak bisa membayangkan hal lain yang lebih hebat dari ini." Toshi meninggal malam saat pemakamannya dan "Saya akan merindukan akan bertemu denganmu
itu dalam tidurnya. Ohashi hadir berkata dua hal, kamu temanku, tetapi saya tahu saya nanti dan...... TUHAN ITU BAIK."
228
Tuhan Menjawab Doa Ada seorang tentara Amerika yang melayani Tuhan berdiri di pinggir jalan untuk mencari tumpangan ke kota Chicago di Illinois. Sebenarnya perbuatan "hitch hiking" ini melanggar hukum dan sangat berbahaya, tetapi tidak ada alternatif lain bagi tentara ini kecuali melakukan hal itu. Tiba-tiba sebuah limousine (mobil Cadillac panjang yang pintunya di tiap sisi ada empat buah itu) warna hitam menghampiri tentara itu dan memberikan tumpangan. Tentara dan pemilik limousine tersebut saling berkenalan (siapa namanya, asalnya dari mana, kerja di mana, dsb) dan tibatiba Roh Kudus membisikkan dalam hati tentara ini untuk membagikan berita mengenai keselamatan di alam Kristus kepada pemilik limousine ini. Tentara itu menolak bisikan Roh tersebut, karena pikirnya, masakan saya habis melanggar hukum tiba-tiba memberitakan Kristus, dan terlebih lagi karena tentara ini TAKUT dipukuli pemilik limousine ini dan diturunkan di tengah jalan. Tapi bisikan Roh Kudus tersebut sedemikian kuat sehingga tentara ini tidak tahan lagi dan berkata kepada pemilik limousine ini, "Pak... boleh nggak saya menanyakan masalah pribadi?" "Oh, boleh saja," jawab Bapak ini, "Pertanyaan apa?" "Kalau misalnya Bapak meninggal dunia besok pagi, Bapak kira-kira akan masuk surga atau masuk neraka?" "Kamu tahu nggak?" jawab Bapak ini, "Sesaat sebelum saya memberimu tumpangan, saya juga tiba-tiba memikirkan hal itu, dan saya pikir kalau saya mati besok, saya akan masuk neraka." "Bapak mau nggak saya beritahu caranya masuk surga?" tanya tentara ini. "Oh, tentu saja mau," jawab Bapak itu. Tentara itu lalu mulai membagikan berita keselamatan mengenai Yesus Kristus dan menantang Bapak ini untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Bapak itu bersedia menerima Yesus, dan ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan mengajak tentara itu membimbing dia berdoa untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Air mata meleleh di pipi Bapak ini. Ia mengatakan, " kamu tahu nggak? Malam ini kamu sudah melakukan hal yang sangat besar bagi hidup saya, saya nggak akan pernah melupakan apa yang kamu sudah lakukan bagi hidup saya." Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan dan sesampai
229
Chicago, ketika tentara ini mohon diri (turun dari mobil), Bapak itu memberikan satu kartu nama sambil berkata, "Ketahuilah... hari ini anda sudah melakukan hal yang sangat penting dalam hidup saya. Kapan-kapan kalau main ke Chicago hubungilah saya di alamat ini." dan tak lama kemudian mereka berpisah. Waktu lima tahun sudah berlalu dan tentara ini kemudian kembali berkunjung ke kota Chicago, dan ia ingat akan kartu nama yang diberikan oleh Bapak pemilik limousine ini kepadanya. Tentara ini ingin tahu kabar mengenai Bapak tersebut, dan ia datang ke alamat yang tertera di kartu nama tersebut, dan ia sampai ke sebuah gedung pencakar langit kantor pusat sebuah perusahaan raksasa di Amerika Serikat. Ia memberikan kartu tersebut kepada satpam, dan satpam itu sangat terkejut dan bertanya, "Dari mana kamu dapatkan kartu ini?" Tentara itu menjawab, "Yang empunya kartu itu sendiri yang memberikannya kepada saya." sehingga satpam itu menjawab, "Kamu naik ke lantai paling atas, sampai sana belok kiri dan kamu tanya pada sekretaris yang ada di sana." Tentara itu naik ke lantai paling atas dan memberikan kartu nama itu kepada sekretaris yang ada di sana yang juga sangat terkejut, "Dari mana nda dapatkan kartu ini?" Jawab tentara itu, "Wah... panjang ceritanya... tapi beliau sendiri yang memberikannya kepada saya." "Bapak ini sekarang tidak ada di sini...apakah anda ingin bertemu dengan istrinya?" "Boleh", jawab tentara itu, dan ia dipertemukan dengan istri Bapak itu yang adalah Presiden Direktur dari perusahaan raksasa tersebut. "Dari mana kamu peroleh kartu ini?" tanya ibu (istri) tersebut. Tentara itu menceriterakan ihwal pertemuannya dengan Bapak itu dan bagaimana Bapak itu menerima Yesus sebagai penyelamatnya. Mendengar itu semua meledaklah tangis Ibu tersebut. Ia menceriterakan bahwa tak lama sesudah menurunkan tentara itu, limousine tersebut memperoleh kecelakaan yang sangat fatal yang menewaskan Bapak tersebut. Ibu itu mengatakan bahwa bertahun-tahun ia berdoa supaya suaminya diselamatkan, dan ia mengira bahwa suaminya meninggal tanpa diselamatkan, sehingga ia begitu marah kepada Tuhan dan meninggalkan gereja dan pelayanannya. Apa yang dilakukan oleh tentara itu adalah hal yang paling penting yang pernah terjadi dalam hidup Bapak itu, tetapi hal yang tidak kalah penting lagi ialah CARA Allah mengabulkan doa ibu itu. Ibu itu sadar bahwa Allah BEKERJA di dalam doa-doa yang disampaikannya TANPA
230
memberitahu Ibu tersebut bahwa doanya TELAH DIKABULKAN TUHAN. Dari kisah ini kita bisabelajar: HARUSKAH Tuhan itu memberitahu kita apabila Ia bekerja dalam rangka mengabulkan doa-doa kita? TIDAKKAH mata iman kita itu bisa melihat bahwa di balik doa yang SEPERTINYA tidak dikabulkan oleh Tuhan itu, TERNYATA Tuhan bekerja untuk mengabulkan doa-doa kita? Sedemikian cepatnyakah kita MENUDUH bahwa Tuhan itu tidak setia, Tuhan itu berbohong, Tuhan itu tidak menjawab doadoa kita, dan Tuhan itu tidak berkenan atas doa-doa kita? HARUSKAH Allah itu mengabulkan doa kita dengan cara yang SESUAI dengan cara yang kita sodorkan kepada Tuhan? Apakah kita sudah sedemikian "dijangkiti" oleh "doa instan" yang "harus dikabulkan hari ini juga", "harus dikabulkan tahun ini juga" dan lain sebagainya? On Eagle's Wings
231
Tuhan, Takdir, Setan Ada seorang pemuda yang mencari seorang guru agama, pemuka agama atau siapapun yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya sang pemuda itu menemukan seorang bijaksana. Pemuda : Anda siapa? Bisakah menjawab pertanyaanpertanyaan saya? Bijaksana : Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda. P : Anda yakin? Sedang profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya. B : Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya. P : Saya punya 3 buah pertanyaan. 1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya. 2. Apakah yang dinamakan takdir? 3. Kalau setan diciptakan dari api kenapa dimasukkan ke neraka yang terbuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat setan, sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu? Tiba-tiba sang orang bijaksana tersebut menampar pipi si pemuda dengan keras. P : Kenapa anda marah kepada saya? (sambil menahan sakit) B : Saya tidak marah... Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 buah pertanyaan yang anda ajukan. P : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti. B : Bagaimana rasanya tamparan saya? P : Tentu saja saya merasa sakit. B : Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada? P : Ya. B : Tunjukkan pada saya wujud sakit itu ! P : Saya tidak bisa. B : Itulah jawaban pertanyaan pertama. Kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wujudNya. B : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya? P : Tidak. B : Apakah pernah terpikir oleh anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini? P : Tidak. B : Itulah yang dinamakan Takdir. B : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda? P : Kulit. B : Terbuat dari apa pipi anda? P : Kulit. B : Bagaimana rasanya tamparan saya? P : Sakit B : Walaupun setan dan neraka sama terbuat dari api,
232
neraka tetap menjadi tempat menyakitkan untuk setan.
233
Tukang Arloji Di Jerman tinggal seorang tukang Arloji. Namanya Herman Josep. Dia tinggal di sebuah kamar yang sempit. Di kamar itu ada sebuah bangku kerja, sebuah lemari tempat kayu dan perkakas kerjanya, sebuah rak untuk tempat piring dan gelas serta tempat tidur lipat di bawah bangku kerjanya. Selain puluhan arloji yang sudah dibuatnya, tidak ada barang berharga lain di kamarnya. Di jendela kaca kamar itu Herman menaruh sebuah jam dinding hanya untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat.Herman adalah seorang tukang arloji yang miskin. Pakaiannya compang-camping. Tetapi dia baik hati. Anak-anak di sekitar rumah menyukainya. Kalau permainan mereka rusak Herman biasa diminta memperbaiki. Herman tak pernah minta satu sen pun untuk itu. "Belilah makanan yang enak untuk anakmu atau tabunglah uang itu untuk hari Natal." Ini jawaban yang Herman selalu berikan. Sejak dulu penduduk kota itu biasa membawa hadiah Natal ke kathedral dan meletakkannya di kaki patung Maria yang sedang memangku bayi Yesus. Setiap orang menabung supaya bisa memberi hadiah yang paling indah pada Yesus. Orangorang bilang, kalau Yesus suka hadiah yang diberikan kepadaNya, Ia akan mengulurkan tanganNya dari pelukan Maria untuk menerima bingkisan itu. Tentu saja ini legenda. Belum pernah terjadi Bayi Yesus dalam pelukan Maria mengulurkan tangan menerima bingkisan Natal untukNya. Meskipun begitu penduduk kota itu selalu berusaha membawa bingkisan yang paling indah. Para penulis puisi membuat syair-syair yang aduhai. Anak-anak juga tidak ketinggalan. Setiap orang berlomba memberikan yang terbaik pada Yesus di Hari Natal. Siapa tahu, kata mereka, Yesus mengulurkan tangan menerima pemberian itu. Orang-orang yang tidak punya bingkisan pergi ke Gereja untuk berbakti pada malam Natal sekaligus menilai bingkisan mana yang terindah. Herman, tukang arloji, adalah salah seorang yang hanya pergi untuk berbakti dan menonton. Pernah ada seorang teman mencegah Herman dan bertanya: "Kau tidak tahu malu. Tiap tahun kau tak pernah membawa bingkisan Natal buat Yesus?" Pernah satu kali panitia Natal bertanya: "Herman! Mana bingkisan Natal darimu? Orang-orang yang lebih miskin dari kau saja selalu bawa." Herman menjawab:"Tunggulah, satu ketika saya akan bawa bingkisan saya." Tapi sedihnya, tukang arloji ini tak pernah punya apa-apa untuk Yesus. Arloji yang dibuatnya dijual dengan harga murah. Kadang-kadang ia memberikan gratis pada orang yang
234
benar-benar perlu. Tetapi dia punya ide. Tiap hari ia bekerja untuk bingkisan natal itu. Tidak satu orangpun yang tahu ide itu kecuali Trude, anak perempuan tetangganya. Trude berumur 7 tahun waktu ia tahu ide Herman. Tetapi setelah Trude berumur 31 tahun bingkisan itu belum juga selesai. Herman membuat sebuah jam dinding. Mungkin yang paling indah dan belum pernah ada. Setiap bagian dikerjakan dengan hati-hati dan penuh kasih. Bingkainya, jarum-jarumnya, beratnya, dst diukir dengan teliti. Sudah 24 tahun Herman merangkai jam dinding itu. Masuk tahun ke-25 Herman hampir selesai. Tapi dia juga masih terus membantu memperbaiki mainan anak-anak. Perhatiannya pada hadian Natal itu membuat dia tidak punya cukup waktu untuk buat arloji dan menjualnya. Kadang Herman tidur dengan perut kosong. Ia makin tambah kurus tetapi jam dindingnya makin tanbah cantik. Di jam dinding itu ada kandang, Maria sedang berlutut di samping palungan yang didalamnya terbaring bayi Yesus. Di keliling palungan itu ada Yusuf serta tiga orang Majus, gembala-gembala dan dua orang malaikat. Kalau jam dinding itu berdering, orang-orang tadi berlutut di depan palungan Yesus dan terdengar lagu Gloria in excelsis Deo. "Lihat ini!" kata Herman pada Trude. "Ini berarti bahwa kita harus menyembah Kristus bukan hanya pada hari Minggu atau hari raya tetapi pada setiap hari dan setiap jam. Yesus menunggu bingkisan kita setiap detik." Jam dinding itu sudah selesai. Herman puas. Ia menaruh benda itu di jendela kaca kamarnya supaya bisa dilihat orang. Orang-orang yang lewat berdiri berjam-jam mengagumi benda itu. Mereka sudah menduga bahwa ini pasti bingkisan Natal dari Herman. Hari Natal sudah tiba. Pagi itu Herman membersihkan rumahnya. Ia mengambil pakaiannya yang paling bagus. Sambil bekerja ia melihat jam dinding itu. Ia takut jangan-jangan ada kerusakan. Dia senang sekali sehingga ia memberikan uang yang dia miliki kepada pengemispengemis yang lewat di depan rumahnya. Tiba-tiba ia ingat, sejak pagi dia belum sarapan. Ia segera ke pasar untuk membeli sepotong roti dengan uang terakhir yang ada padanya. Di lemarinya ada sebuah apel. Ia mau makan roti dengan apel itu. Waktu dia buka pintu, Trude masuk sambil menangis. "Ada apa?", tanyaHerman. "Suami saya mengalami kecelakaan. Sekarang dia di RS. Uang yang kami tabung untuk beli pohon Natal dan kue harus saya pakai untuk bayar dokter. Anak-anak sudah menunggu hadiah Natal. Apa lagi yang harus saya berikan untuk mereka?" Herman tersenyum. "Tenanglah Trude. Semua akan beres.
235
Saya akan jual arloji saya yang masih sisa. Kita akan punya cukup uang untuk beli mainan anak-anak, Pulanglah." Herman ambil jas dinginnya lalu pergi ke pasar dengan satu jam tangan yang unik. Ia tawarkan jam itu di toko arloji. Tapi mereka tidak berminat. Ia pergi ke kantor gadai tapi pegawai-pegawai bilang arloji itu kuno. Akhirnya ia pergi ke rumah walikota. "Tuan, saya butuh uang untuk membeli mainan bagi beberapa anak. Kalau tuan mau ambil arloji ini." Pak walikota tertawa. "Saya mau beli arloji tetapi bukan yang ini. Saya mau jam dindng yang ada dijendela kaca rumahmu. Berapapun harganya saya siap." "Tidak mungkin tuan. Benda itu tidak saya jual." "Apa? Bagi saya semua mungkin. Pergilah sekarang. Satu jam lagi saya akan kirim polisi untuk ambil jam dinding itu dan kau dapat uang 1000 dolar." "Herman pergi sambil geleng-geleng kepala. "Tidak mungkin! Saya mau jual semua yang saya punya. Tapi jam dinding itu tidak. Itu untuk Yesus." Waktu ia tiba dekat rumah, Trude dan anak-anaknya sudah menunggu. Mereka sedang menyanyi. Merdu sekali. Baru saja Herman masuk, beberapa orang polisi sudah berdiri di depan. Mereka berteriak agar pintu dibuka. Jam dinding itu mereka ambil dan uang 1000 dolar diberikan pada Herman. Tetapi Herman tidak menerima uang itu. "Barang itu tidak saya jual. Ambillah uang itu," teriak Herman sedih. Orang-orang itu pergi membawa jam dinding serta uang tadi. Pada waktu itu lonceng gereja berbunyi. Jalan menuju kathedral penuh manusia. Tiap orang membawa bingkisan di tangan. "Kali ini saya pergi dengan tangan kosong lagi" kata Herman sedih. "Saya akan buat lagi satu yang lebih cantik." Herman bangkit untuk pergi ke gereja. Saat itu ia melihat apel di dalam lemari. Ia tersenyum dan meraih apel itu. "Inilah satu-satunya yang saya punya, makanan saya pada hari natal. Saya akan berikan ini pada Yesus. Itu lebih baik dari pada pergi dengan tangan kosong." Katedral penuh. Suasana bukan main semarak. Ratusan lilin menyala dan bau kemenyan terasa di mana-mana. Altar tempat patung Maria memangku bayi Yesus penuh dengan bingkisan. Semuanya indah dan mahal. Di situ juga ada jam dinding buatan tukang arloji itu. Rupanya pak walikota mempersembahkan benda itu pada Yesus. Herman masuk. Ia melangkah dengan kaki berat menuju altar dengan memegang apel. Semua mata tertuju padanya. Ia mendengar mereka mengejek, makin jelas. "Cih! Dia memang
236
benar-benar pelit. Jam dindingnya yang indah dia jual. Lihatlah apa yang dia bawa. Memalukan!" Hati Herman sedih, tetapi ia terus maju. Kepalanya tertunduk. Ia tidak berani memandang orang sekeliling. Matanya ditutup tangan yang kiri diulurkan ke depan untuk membuka jalan. Jarak altar masih jauh. Herman tahu bahwa ia harus naik anak tangga untuk sampai ke altar. Sekarang kakinya menyentuh anak tangga pertama. Herman berhenti sebentar. Ia tidak punya tenaga lagi. Sejak pagi dia belum makan apa-apa. Ada tujuh anak tangga. "Dapatkah saya sampai ke altar itu?" Herman mulai menghitung. Satu! Dua! Tiga! Empat! lalu ia terantuk dan hampir terguling ke bawah. Serentak semua orang berkata: "memalukan!" Setelah mengumpulkan sisa tenaga Herman bergerak lagi. Tangga kelima. Kedengaran suara mengejek: "Huuuu.!" Herman naik setapak lagi. Tangga keenam. Omelan dan ejekan orang-orang berhenti. Sebagai gantinya terdengar seruan keheranan semua orang yang hadir. "Mujizat! Sebuah mujizat!" Hadirin seluruhnya turun dari kursi dan berlutut. Imam merapatkan tangannya dan mengucapkan doa. Herman, tukang arloji yang miskin ini menaiki anak tangga yang terakhir. Ia mengangkat wajahnya. Dengan heran ia melihat patung bayi Yesus yang ada di pangkuan Maria sedang mengulurkan tangan untuk menerima bingkisan Natal darinya. Air mata menetes dari mata tukang arloji itu. Inilah hari Natal yang paling indah dalam hidupnya.
237
Tukang Cukur Pada suatu hari seorang penginjil dan tukang cukur berjalan melalui daerah kumuh disebuah kota. Tukang cukur berkata kepada si penginjil: "Lihat, inilah sebabnya saya tidak dapat percaya ada Tuhan yang penuh kasih. Jika Tuhan itu baik sebagaimana yang engkau katakan, Ia tidak akan membiarkan semua kemiskinan, penyakit, dan kekumuhan ini. Ia tidak akan membiarkan orang-orang ini terperangkap ketagihan obat dan semua kebiasaan yang merusak watak. Tidak, saya tidak dapat percaya ada Tuhan yang mengijinkan semua ini terjadi." Penginjil itu diam saja sampai ketika mereka bertemu dengan seseorang yang benar-benar jorok dan bau. Rambutnya panjang dan janggutnya seperti tak tersentuh pisau cukur cukup lama. Kata penginjil itu : "Anda tidak bisa menjadi seorang tukang cukur yang baik kalau anda membiarkan orang seperti dia hidup tanpa rambut dan janggut yang tak terurus. Merasa tersinggung, tukang cukur itu menjawab:"Mengapa salahkan aku atas keadaan orang itu? Aku tidak mengubahnya. Ia tidak pernah datang ke tokoku. Saya bisa saja merapikannya dan membuat ia tampak rupawan!" Sambil melihat dengan tenang kepada tukang cukur itu, penginjil itu berkata:"Karena itu, jangan menyalahkan Tuhan karena membiarkan orang hidup dalam kejahatan, karena Ia terus menerus mengundang mereka untuk datang dan 'dicukur'. Alasan mengapa orang-orang itu menjadi budak kebiasaan jahat adalah karena mereka menolak Dia yang telah mati untuk menyelamatkan mereka." Tukang cukur itu mengerti maksudnya. Apakah anda juga?
238
Tukang Kayu Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya. Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya. Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan. Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu, " katanya, "hadiah dari kami." Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri. Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagianbagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.
239
Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolaholah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan. (adapted from "The Builder", Unknown, thanks to Cecilia Attal) "Hidup adalah proyek yang kau kerjakan sendiri".
240
Ukiran Yang Tercoreng Pada waktu api yang besar menelan kota London, maka setelah selesai kebakaran besar itu, Raja Inggris menugaskan seorang arsitek yang besar bernama Christofer Ramm membangun kembali gereja St. Paul yang megah, lalu dipakai oleh Pangeran Charles melakukan pernikahan. Ukiran yang besar dan bagus dipasang kira-kira 8 m tingginya dari tanah. Ada seseorang yang mengukir salah satu hiasan disitu dan berdiri pada tempat tertinggi dari gereja itu. Ia sedang memandang hasil ukirannya yang baru selesai. Tetapi secara tak sadar, ia memandangi sambil berjalan mundur setapak demi setapak sampai sudah berada diujung papan pembatas; jika ia mundur setapak lagi, ia pasti jatuh dan mati. Seorang rekan di pinggirnya melihatnya karena posisi berdiri rekannya itu amat berbahaya bahkan mungkin jika ia berteriak memperingatkan malah akan membuat rekannya terjatuh. Akhirnya tidak ada cara lain maka ia mengambil kuas seorang yg sedang mengapur dinding dan merusak hasil ukiran rekannya itu. Waktu ukiran itu dicat tidak karuan, si pengukir amat marah dan langsung menghampiri ingin memukulnya. Tetapi orang itu lalu memperingatkannya dan menunjuk tempat si pengukir itu berdiri, akhirnya si pengukir sadar bahwa rekannya itu sedang berusaha menyelamatkannya. Demikian Tuhan kita, kadang DIA 'merusak' gambaran yang kita idam-idamkan, mengambil orang yang kita cintai dan memberikan hal-hal yang sulit dalam hidup kita. Cara Tuhan seringkali melawan logika dan cara pikir manusia, tetapi justru cara Tuhan adalah cara terbaik. Mungkin sudah lama saudara marah dengan tangisan, saudara berdebat dengan Tuhan, tetapi biarlah saudara mendengar suara Tuhan yang penuh kasih hari ini yang mengatakan bahwa hal itu perlu dikerjakan dalam diri saudara untuk kebaikan saudara... karena rencana Tuhan indah pada waktunya. Roma 8:28 "KITA TAHU SEKARANG, BAHWA ALLAH TURUT BEKERJA DALAM SEGALA SESUATU UNTUK MENDATANGKAN KEBAIKAN BAGI MEREKA YANG MENGASIHI DIA, YAITU BAGI MEREKA YANG TERPANGGIL SESUAI DENGAN RENCANA ALLAH"
241
Warna Persahabatan Di suatu masa warna-warna dunia mulai bertengkar Semua menganggap dirinyalah yang terbaik yang paling penting, yang paling bermanfaat, yang paling disukai. HIJAU berkata: "Jelas akulah yang terpenting. Aku adalah pertanda kehidupan dan harapan. Aku dipilih untuk mewarnai rerumputan, pepohonan dan dedaunan. Tanpa aku, semua hewan akan mati. Lihatlah ke pedesaan, aku adalah warna mayoritas..." BIRU menginterupsi: "Kamu hanya berpikir tentang bumi, pertimbangkanlah langit dan samudra luas. Airlah yang menjadi dasar kehidupan dan awan mengambil kekuatan dari kedalaman lautan. Langit memberikan ruang dan kedamaian dan ketenangan. Tanpa kedamaian, kamu semua tidak akan menjadi apa-apa" KUNING cekikikan: "Kalian semua serius amat sih? Aku membawa tawa, kesenangan dan kehangatan bagi dunia. Matahari berwarna kuning, dan bintang-bintang berwarna kuning. Setiap kali kau melihat bunga matahari, seluruh dunia mulai tersenyum. Tanpa aku, dunia tidak ada kesenangan." ORANYE menyusul dengan meniupkan trompetnya: "Aku adalah warna kesehatan dan kekuatan. Aku jarang, tetapi aku berharga karena aku mengisi kebutuhan kehidupan manusia. Aku membawa vitamin-vitamin terpenting. Pikirkanlah wortel, labu, jeruk, mangga dan pepaya. Aku tidak ada dimana-mana setiap saat, tetapi aku mengisi lazuardi saat fajar atau saat matahari terbenam. Keindahanku begitu menakjubkan hingga tak seorangpun dari kalian akan terbetik di pikiran orang." MERAH tidak bisa diam lebih lama dan berteriak: "Aku adalah Pemimpin kalian. Aku adalah darah - darah kehidupan! Aku adalah warna bahaya dan keberanian. Aku berani untuk bertempur demi suatu kuasa. Aku membawa api ke dalam darah. Tanpa aku, bumi akan kosong laksana bulan. Aku adalah warna hasrat dan cinta, mawar merah,poinsentia dan bunga poppy." UNGU bangkit dan berdiri setinggi-tingginya ia mampu: Ia memang tinggi dan berbicara dengan keangkuhan. "Aku adalah warna kerajaan dan kekuasaan. Raja, Pemimpin dan para Uskup memilih aku sebagai pertanda otoritas dan
242
kebijaksanaan. Tidak seorangpun menentangku. Mereka mendengarkan dan menuruti kehendakku." Akhirnya NILA berbicara, lebih pelan dari yang lainnya, namun dengan kekuatan niat yang sama: "Pikirkanlah tentang aku. Aku warna diam. Kalian jarang memperhatikan adaku untuk merepresentasikan pemikiran dan refleksi,matahari terbenam dan kedalaman laut. Kalian membutuhkan aku untuk keseimbangan dan kontras, untuk doa dan ketentraman batin." Jadi, semua warna terus menyombongkan diri, masing-masing yakin akan superioritas dirinya. Perdebatan mereka menjadi semakin keras. Tiba-tiba, sinar halilitar melintas membutakan.Guruh menggelegar. Hujan mulai turun tanpa ampun. Warna-warna bersedeku bersama ketakutan, berdekatan satu sama lain mencari ketenangan. Di tengah suara gemuruh, hujan berbicara: "WARNA-WARNA TOLOL, kalian bertengkar satu sama lain, masing-masing ingin mendominasi yang lain. Tidakkah kalian tahu bahwa kalian masing-masing diciptakan untuk tujuan khusus, unik dan berbeda? Berpegangan tanganlah dan mendekatlah kepadaku!" Menuruti perintah, warna-warna berpegangan tangan mendekati hujan, yang kemudian berkata: "Mulai sekarang, setiap kali hujan mengguyur, masing-masing dari kalian akan membusurkan diri sepanjang langit bagai busur warna sebagai pengingat bahwa kalian semua dapat hidup bersama dalam kedamaian.PELANGI adalah pertanda Harapan hari esok." Jadi, setiap kali HUJAN deras menotok membasahi dunia, dan saat Pelangi memunculkan diri di angkasa marilah kita MENGINGAT untuk selalu MENGHARGAI satu sama lain.
243
Ketika Tuhan Mengatakan "Tidak" Ya Tuhan ambillah kesombonganku dariku. Tuhan berkata, "Tidak. Bukan Aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya." Ya Tuhan sempurnakanlah kekurangan anakku yang cacat. Tuhan berkata, "Tidak. Jiwanya telah sempurna, tubuhnya hanyalah sementara." Ya Tuhan beri aku kesabaran. Tuhan berkata, "Tidak. Kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan; tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri." Ya Tuhan beri aku kebahagiaan. Tuhan berkata, "Tidak. Kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri." Ya Tuhan jauhkan aku dari kesusahan. Tuhan berkata, "Tidak. Penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada Ku." Ya Tuhan beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat. Tuhan berkata, "Tidak. Aku beri kau kehidupan supaya kau menikmati segala hal." Ya Tuhan bantu aku MENCINTAI orang lain, sebesar cintaMu padaku. Tuhan berkata... "Ahhhh, akhirnya kau mengerti !"
244
" Yesus Sungguh-sungguh Mengasihimu" Pada setiap Minggu siang, yaitu sesudah ibadah pagi berakhir, Pak Pendeta dengan anak laki-lakinya yang berumur 11 tahun selalu pergike kota untuk membagikan traktat. Namun pada hari Minggu siang itu udara di luar terasa sangat dingin karena hujan telah menyirami bumi sejak pagi. Ketika saat untuk membagikan traktat tiba, anak laki-laki itu mulai bersiap-siap mengenakan baju hangatnya dan berkata, "Aku sudah siap, Pa!" "Siap untuk apa?" Pendeta itu menjawab. "Pa, bukankah ini waktu bagi kita untuk membagikan traktat-traktat ini?" Pendeta itu menjawab, "Nak... di luar udara sangat dingin dan hujan masih turun." Anak itu memandang papanya dengan penuh keheranan, "Tapi Pa, meskipun hujan turun, bukankah masih ada banyak orang yang belum mengenal Yesus dan mereka nanti akan masuk neraka?" Pendeta itu menjawab, "Tapi nak... aku tidak ingin pergi dalam cuaca seperti ini." Dengan sedih anak itu memohon, "Pa... aku harus pergi, boleh, kan?" Pendeta itu ragu-ragu sejenak lalu berkata, "Kamu tetap ingin pergi? Kalau begitu, ini traktat-traktatnya dan hati-hatilah di jalan, ya." "Terima kasih, Pa!!!" Lalu anak itu bergegas meninggalkan rumah dan pergi menembus hujan dan udara luar yang sangat dingin. Anak laki-laki berusia sebelas tahun ini berjalan di sepanjang jalan-jalan kota sambil membagi-bagikan traktat Injil dari rumah ke rumah. Setiap orang yang ditemuinya di jalan diberinya traktat. Sesudah 2 jam berjalan di tengah-tengah hujan, anak ini menggigil kedinginan tapi masih ada satu traktat Injil terakhir yang masih di tangannya. Lalu ia berhenti di suatu sudut jalan dan mencari seseorang yang dapat diberinya traktat, tapi jalanan itu sudah sepi sama sekali. Lalu ia menuju ke rumah pertama yang dilihatnya di ujung jalan itu. Ia berjalan mendekati pintu depan rumah itu dan membunyikan bel. Setelah ia memencet bel, tidak ada jawaban dari dalam. Lalu ia memencet bel lagi dan lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. Ditunggunya lagi beberapa waktu, namun masih saja tidak ada jawaban. Akhirnya, anak laki-laki ini memutuskan untuk pergi, tapi ada sesuatu yang mencegah
245
keinginannya untuk pergi, maka sekali lagi, dia menuju pintu, memencet bel dan mengetuk pintu keras-keras dengan tangannya. Ia menunggu, ada perasaan kuat yang membuatnya tetap ingin menunggu di depan rumah itu. Dia memencet bel lagi, dan kali ini pintu itu perlahan-lahan dibuka. Nampak seorang wanita yang berwajah sedih berdiri di depan pintu. Wanita itu dengan pelan bertanya, "Ada apa, nak? Apa yang dapat kulakukan untukmu?" Dengan mata bersinar-sinar dan tersenyum, anak laki-laki ini berkata, "Ibu, maafkan aku karena mengganggumu, tapi aku hanya ingin mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihimu, dan aku datang ke rumah ini untuk memberikan traktat Injil terakhir yang aku miliki. Traktat Injil ini akan menolong Ibu untuk dapat mengetahui segala sesuatu tentang Yesus dan Kasih-Nya yang besar." Anak itu memberikan traktat terakhirnya kepada wanita itu dan ia segera pergi. Saat beranjak pergi, wanita itu berkata, "Terima kasih, Nak! Tuhan memberkatimu!" Hari Minggu berikutnya, Pak Pendeta, papa dari anak lakilaki tadi, berdiri di balik mimbar dan memulai ibadahnya dengan pertanyaan, "Adakah di antara jemaat yang ingin memberikan kesaksian atau ingin membagikan sesuatu?" Di barisan kursi paling belakang, seorang wanita terlihat perlahan-lahan berdiri. Saat ia mulai bicara, nampak wajahnya berseri-seri dania berkata, "Tidak satupun di antara anda yang mengenal aku. Aku belum pernah ke gereja ini sebelumnya. Anda perlu ketahui, hari Minggu yang lalu aku bukanlah seorang Kristen. Suamiku telah meninggal beberapa waktu yang lalu dan meninggalkan aku sendiri di dunia ini." "Hari Minggu yang lalu," lanjut wanita itu, "dinginnya hatiku melebihi dinginnya cuaca dan hujan di luar rumah. Aku berpikir aku tidak kuat dan tidak sanggup lagi untuk hidup. Lalu aku mengambil tali dan sebuah kursi, kemudian naik tangga menuju ke loteng rumah. Aku mengencangkan ikatan tali kuat-kuat di palang kayu penopang atap, lalu berdiri di kursi dan mengikatkan ujung tali yang lain di leherku. Aku berdiri di kursi itu dengan hati yang hancur. Saat aku hendak menendang kursi itu, tiba-tiba bel rumahku berbunyi nyaring." "Aku menunggu beberapa saat sambil bertanya dalam hati, 'siapakah yang membunyikan bel itu?'. Aku menunggu lagi,
246
karena bel itu berkali-kali berbunyi dan semakin lama kedengarannya semakin nyaring, apalagi ketika terdengar ketokan pintu. 'Siapa yang melakukan hal ini?' tanyaku dalam hati, 'Tak ada orang yang pernah membunyikan bel rumah dan mengunjungiku'. Lalu aku mengendorkan ikatan di leherku dan bel yang berbunyi mengiringi langkahku menuju pintu depan di lantai bawah." "Ketika kubuka pintu, aku hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat, karena di teras rumahku berdiri seorang anak anak laki-laki yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Wajahnya berseri-seri seperti malaikat dan senyumnya... oh aku tidak dapat menggambarkannya pada anda! Dan perkataan yang diucapkannya sungguh menyentuh hatiku yang telah lama beku, 'Ibu, aku hanya ingin mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihimu.' Lalu dia memberiku traktat Injil yang saat ini kupegang." "Saat malaikat kecil itu menghilang dari rumahku, menembus dingin udara dan hujan, aku menutup pintu dan membaca setiap kata dalam traktat Injil ini. Aku kembali ke loteng untuk mengambil tali dan kursi yang akan kupakai untuk bunuh diri, karena aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Anda lihat, sekarang aku seorang Anak Raja yang bahagia dan karena ada alamat gereja ini di bagian belakang traktat, maka aku datang ke tempat ini untuk mengucapkan terima kasih pada malaikat kecil yang datang tepat pada waktu aku membutuhkannya. Tindakannya itu telah menyelamatkan jiwaku dari hukuman neraka yang kekal." Seluruh jemaat di gereja itu meneteskan air mata. Seiring dengan pujian syukur yang dinaikkan untuk memuliakan Raja, yang bergema di setiap sudut bangunan gereja, Pak Pendeta turun dari mimbar dan pergi menuju ke bangku di barisan depan, tempat dimana "malaikat kecil" itu duduk. Pak Pendeta itu menangis tak tertahankan dalam pelukan anaknya. Terjemahan dari: JESUS REALLY DOES LOVE YOU Penulis: unknown
247