MAKALAH PANCASILA PANCASILA dalam KONTEKS MODERNISASI,GLOBALISASI dan REFORMASI.
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA NAMA
: SATRIA MARGANATA P.P
NIM
: 11.12.6270
Program studi
: S1- SI
Dosen
: JunaidiIdrus , S.Ag , M.Hum
ABSTRAKSI Pancasila merupakan lima dasar negara yang harus dijadikan pedoman hidup bagi setiap warga Indonesia, segala aturan dan norma-norma yang ada harus sesuai dengan nilai yang terkandung pada Pancasila. Pancasila yang merupakan dasar filsafat negara dapat berfungsi sebagai jiwa bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, tujuan hidup bangsa, dan pedoman hidup bangsa. Sehingga di era globalisasi ini kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa menjaga kepribadian bangsa tersebut sebagai kepribadian bangsa Indonesia di saat banyak sekali pengaruh dari internasional di berbagai bidang kehidupan. Dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis yang dapat memecahkan persatuan dan kesatuan negara kita. Tetapi sebaliknya, kebaikan-kebaikanlah yang harus kita tunjukan dimata dunia dengan cara menjadi negara yang damai, bersatu dan memiliki kepribadian yang nyata dan memperbanyak prestasi. Kita perlu meningkatkan lagi penghayatan dan pengamalan kita terhadap Pancasila, agar tetap terjaga eksistensinya di masyarakat karena inilah kepribadian negara kita.
Latar Belakang Kesetiaaan , nasionalisme, dan patriotisme warga Negara kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dalam bentuk kesetiaan mereka terhadap filsafat negaranya secara formal diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan (Undang-undang Dasar 1945, dan peraturan perundang-undangan lainnya). Kesetiaan warga Negara tersebut tampak dalam sikap dan tindakan, menghayati, mengamalkan dan mengamankan peraturan Perundangan-Undangan itu. Pancasila adalah sendi, asas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Secara singkat dapat diuraikan bahwa kedudukan pancasila adalah sebagai dasar Negara RI. Untuk mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan Negara, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan sebagai ligature bangsa Indonesia. Kesetiaan ini akan semakin kokoh apabila mengakui dan menyakini kebenaran, kebaikan dan keunggulan pancasila sepanjang masa. Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideology Negara, di harapkan mampu filter untuk menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi ini.
Rumusan Masalah Adapun yang dibahas dalam masalah ini 1. Pengertian Pancasila di era: modernisasi, globalisasi dan reformasi 2. Perkembangan Pancasila sebagai Dasar Negara Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pancasila memiliki arti lima asas dasar digunakan oleh presiden Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar Negara Indonesia yang di usulkannya.
Secara Historis secara historis perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Rajiman Widyodiningrat, mengajukan suatu maslah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut.Masalah tersebut adalah tentang calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Proses perumusan Pancasila adalah sebagai berikut : A. Mr.Muhammad Yamin Pada tanggal 29 Mei 1945 tersebut BPUPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada kesempatan in Mr. Muhammad Yamin mendapat kesempatan yang pertama untuk mengemukakan pemikirannya tentang dasar negara di hadapan sidang lengkap Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut merumuskan sebagai berikut 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri Ketuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Peri Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato beliu merumuskan rancangan UUD RI. sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan Persatuan Indonesia 3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
B.Rumusan Soepomo Pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo mendapat kesempatan mengemukakan pokok-pokok pikiran seperti berikut: 1. Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan Negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter atau integralistik. Maksudnya Negara Indonesia merdeka tidak akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, akan tetapi yang mengatasi segala golongan, baik golongan besar maupun golongan kecil. 2. Setiap warganegara dianjurkan takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan. Dalam Negara nasional yang bersatu urusan agama akan diserahkan kepada golongangolongan agama yang bersangkutan. 3. Mengenai kerakyatan beliau mengusulkan agar dalam pemerintahan Negara Indonesia harus dibentuk sistim Badan Permusyawaratan. Oleh karena itu kepada Negara harus berhubungan erat dengan Badan Permusyawaratan agar mengetahui dan merasakan keadilan dan cita-cita rakyat. 4. Dalam lapangan ekonomi, Prof. Soepomo mengusulkan agar sistim perekonomian Negara nasional yang bersatu itu diatur berdasarkan asas kekeluargaan. Asas ini merupakan sifat dari masyarakat timur, termasuk masyarakat Indonesia. 5. Mengenai hubungan antar bangsa mengusulkan supaya Negara Indonesia bersifat Negara Asia Timur Raya yang merupakan anggota dari pada kekeluargaan Asia Timur Raya. Apabila kita analisis pokok-pokok pikiran Dr. Soepomo di atas, maka dapat kita peroleh adanya lima hal untuk dasar Negara Indonesia merdeka. Meskipun tidak dituliskan secara terperinci. Prof. Dr. Soepomo menyarankan Negara Indonesia memilih teori Negara Integralistik yang dinilai lebih sesuai dengan semangat kekeluargaan. Kelima pokok pikiran tersebut sebagai berikut: 1. Paham Negara Persatuan 2. Warga Negara hendaknya tunduk kepada Tuhan supaya ingat kepada Tuhan 3. Sistem Badan Permusyawaratan 4. Ekonomi Negara bersifat Kekeluargaan 5. Hubungan antar bangsa bersifat Asia Timur Raya
Jika kita analisis perbandingan dengan rumusan Pancasila yang sekarang (Pembukaan UUD 1945), pokok-pokok pikiran Soepomo itu termasuk dalam rumusan Pancasila. Pokok pikiran pertama termasuk sila ketiga. Pokok pikiran kedua termasuk sila pertama. Pokok pikiran ketiga termasuk sila keempat. Pokok pikiran keempat termasuk sila kelima dan pokok pikiran kelima masuk dalam sila kedua. Hal penting yang disampaikan oleh Soepomo dan diterima adalah paham Negara integralistik-nya. C. Ir. Soekarno Pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut Soekarno mengucapkan pidatonya dihadapan sidang Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Soekarno secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara indonesia yang akan dibentuknya, yang rumusannya sebagai berikut : 1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3. Mufakat dan Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan Beliu mengusulkan rumusan dasar tersebut mengajukan nama Pancasila sebagai dasar negara, istilah tersebut atas saran seorang ahli bahasa.Usul mengenai nama Pancasila bagi dasar negara Republik Indonesia secara bulat disepakati diterima sidng BPUPKI dan ditetapkan bahwa tanggal 1 Juni pada saat ini disebut hari lahirnya Pancasila.
Pancasila di Era Modernisasi. Istilah Pancasila selalu berkumandang pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinanHM Soeharto. Apa saja selalu dikaitkan dengan Pancasila. Begitu pula denganUndang-Undang Dasar 1945 selalu dibicarakan. Pancasila dan UUD 1945 menjadidua istilah sangat popular, bahkan selalu menjadi slogan Orde Baru. Kita tentu masih ingat tentang P-4 (Pedoman Penghayatan dan PengalamanPancasila) yang disosialisasikan dalam dunia pendidikan, baik formal, informalmaupun non-formal. Istilah Penataran P-4 tidaklah asing bagi generasi muda kala itu.Selanjutnya buat mereka yang aktif dalam organisasi social kemasyarakatan danpolitik, istilah asas tunggal Pancasila juga ramai dibincangkan. Sama halnya dengan Pancasila, istilah UUD 1945 juga selalu ditekankan oleh paraelit Orde Baru. Mereka kala itu selalu menyebut-nyebut UUD 1945, terlebih ketikahendak menyusun atau membuat berbagai peraturan dan perundang-undangan. Pidatopara
pejabat
selalu
mengaitkannya kepada konstitusi tersebut. Tak pelak lagi, Pak Harto sebagai Presiden, mandataris MPR (MajelisPermusyawaratan Rakyat) merupakan tokoh utama dalam mensosialisasikanPancasila dan UUD 1945. Boleh disebut, Pak Hartolah yang secara tegas menyatakanbahwa pedoman, pegangan, landasan, acuan utama kita dalam bermasyarakat,berbangsa dan bernegara adalah Pancasila dan UUD 1945. “Kita harus melaksanakanPancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen,” ucap Pak Harto dalam tiapkesempatan. Penekanan kata murni dan konsekuen dipahami sebagai tidak perlunya lagi kitamengusik, mengotak-atik Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana apa adanya sepertiyang ditetapkan pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan Indonesiadiproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Guna mengamankan konstitusi,perubahan UUD 1945 hanya dimungkinkan jika melalui persetujuan lewat referendum.
Dalam perjalanannya, mengingat begitu kuatnya penekanan tentang pentingnyaPancasila dan UUD 1945 masa Orde Baru, banyak orang merasa bosan, jenuh ataubahkan menjadi antipati. Terlebih lagi memang upaya mensosialisasikan dasar Negaradan konstitusi tersebut oleh elit Orde Baru kala itu seolah tidak ada jemu-jemunya,bahkan cenderung seolah seperti tidak ada kata henti. Kesan pemaksaan seringdijadikan alasan untuk menolak Pancasila. Sementara, banyak pula yang melihatberbagai prilaku, tindakan atau perbuatan, baik oleh pejabat maupun anggotamasyarakat, dinilai menyimpang jauh dari nilai-nilai Pancasila yang disosialisasikandan dilestarikan itu. Akhirnya ketika gerakan reformasi menerpa kita semua dan Pak Harto lengser pada21 Mei 1998, Pancasila dan UUD 1945 ikut pula dilengserkan. Sosialisasi Pancasilalewat P-4 dihentikan. BP-7 (Badan Pelaksanaan Pendidikan dan Pengkajian PedomanPenghayatan dan Pengamalan Pancasila) lembaga penyelenggara P-4 dibubarkan.Sementara UUD 1945 diamandemen hingga 4 kali sehingga kini konstitusi kitadinilai betul-betul sudah menjadi baru, tidak lagi sama dengan apa yang dirumuskanpara founding father. Buruk Rupa Cermin Dibelah, Lantas apakah dengan kita melengserkan Pancasila danUUD 1945, kehidupan kita bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kini menjadijauh lebih baik dibandingkan masa Orde Baru? Apakah berbagai krisis ekonomi, krisis multi dimensi sebagaimana terjadi pada penghujung masa Orde Baru sudah teratasi? Sudah tentu jawabannya tidak dapat dinyatakan secara hitam putih. Hal yang pasti,permasalahan yang dihadapi masa sekarang tampaknya tidak banyak beranjak jauh,terutama yang dirasakan oleh rakyat kalangan menengah ke bawah. Sementara untuk di kalangan sebagian elit secara pribadi-pribadi, kelompok atau golongan tentu sajamenilai banyak jauh meningkat pada kondisi saat ini. Terlebih bila kita memang total melupakan Pancasila dan UUD 1945. Nah, dari kondisi saat ini yang dinilai masih gonjang ganjing itulah, sementara pihakmelihat ada sesuatu yang hilang dalam kehidupan kita. Mereka melihat kita selamaini ternyata ibarat “buruk rupa cermin dibelah.” Maksudnya, wajah kita yang buruktapi malah yang kita rusak adalah cermin, alat bagi kita untuk dapat melihat siapakita. Lebih jauh, dapat pula bagaikan:
“kita tak pandai menari, lantai yang dibilang goyah.” Selain itu dapat pula ibarat: “pesawat yang gagal diterbangkan tapi landasan yang dipersalahkan.” Kenyataan tersebut membuat ada penilaian yang menyebutkan kita kini dalam kondisi memprihatinkan. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional bahkan juga degradasi kepercayaan atas keunggulan dasar Negara Pancasila, sebagai sistem ideology nasional karenanya, elit reformasi mulai pusat sampai daerahmempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat danbangsa Indonesia mengalami erosi jati diri nasional!” Kalau kita melihat masalah Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Ketiganyaterlihat sepakat bahwa saat ini kita sudah melenceng atua bahkan cenderung sudah mengabaikan penerapan substansi dari konstitusi dan ideologi Negara sebagaimana yang diamanatkan oleh para founding father, bapak bangsa. Penyelenggaraan kehidupan bermasyarkaat, berbangsa dan bernegara saat ini tidak lagi memakai acuan UUD 1945 dan Pancasila. Masa Orde Baru sudah memulai menanamkan Pancasila dan UUD 1945 dalam pikiran kita. Selanjutnya sudah pula terus diucap-ucapkan dan banyak pula dicoba diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dasar Negara dan konstitusi warisan founding fathers itu tidak disosialisasikan dalam waktu singattapi makan waktu cukup lama, lewat proses dialog yang panjang. Lewat musyawarah mufakat yang tidak langsung begitu saja disetujui.Bayangkan, penerimaan Pancasila sebagia satu-satunya asas buat organisasi social politik dan kemasyarakatan baru disepakati pada Sidang Umum MPR 1983, sekitar15 tahun setelah Orde Baru. Itu pun tidak langsung diterapkan karena dibuat dulu undang-undangnya. Sementara sampai berakhirnya Orde Baru, sebenarnya upaya sosialisasi dan pelestariannya masih terus dilakukan. Sungguh sayang, euphoria reformasi telah membuat kita lupa, mana yang harus tetap dipertahankan dan mana yang harus dibuang. Kita terlalu emosional sehingga semua produk Orde Baru dianggap keliru. Padahal yang keliru adalah dalam tararan operasional yang memang dimungkinkan dapat saja belum sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal paling menarik, kita melihat seolah Pancasila dan UUD 1945 adalah produk Orde Baru.
Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen hanyalah rekayasa, sebuah kepentingan kekuasaan Orde Baru. Oleh karena itulah agaknya kenapa kita kini merasa tidak penting lagi melaksanakan Pancasila dan UUD 1945secara murni dan konsekuen. Bukankah hal ini sangat naïf jika kita seharusnya maumenjunjung tinggi warisan para founding father? Founding father ibarat orangtua dalam kehidupan keluarga. Dari kacamata agama,kita sebagai anak harus berbakti kepada orangtua. Artinya, warisan dan nilai-nilaiyang ditinggalkan sebagai amanat orangtua harus kita junjung. Kalau tidak, kita dapatkualat, menjadi anak durhaka. Berbagai bencana yang terus melanda, krisis danmasalah yang terus menghinggapi rakyat kita, boleh jadi sebagai pertanda Tuhan menegur kita karena kita kualat atau durhaka. Tampaknya, memang mau tidak mau kita harus kembali memakai wacana “marimelaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.” Oke saja, titik tolaknya tidak dengan melihat apa yang dilakukan pada masa Orde Baru dan jugaOrde Lama. Melainkan mari kita lebih jauh back to basic, melihat langsung sejarah produk awal lahirnya dasar Negara dan konstitusi yang kemudian ditetapkan pada 18Agustus 1945. mungkin dari sini kita akhirnya dapat kembali membangun semangat Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928 dan akhirnya semangat Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pancasila sebagaimana kita yakini merupakan jiwa, kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Disamping itu juga telah dibuktikan dengan kenyataan sejarah bahwa Pancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan karena menjadikan bangsa Indonesia bersatu. Karena Pancasila merupakan ideology dari negeri kita.Dengan adanya persatuan dan kesatuan tersebut jelas mendorong usaha dalam menegakkan dan memperjuangkan kemerdekaan. Ini membuktikan dan meyakinkan tentang Pancasila sebagai suatu yang harus kita yakini karena cocok bagi bangsa Indonesia. Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kita ideologi sendiri diciptakan oleh destutt de trascky pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan “sains tentang ide”.Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu, sebagai akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis, atau sebagai serangkaian ide yang dikemukakan oleh kelas masyarakat yang dominant kepada seluruh anggota masyarakat (definisi ideology Marxisme).
Untuk bisa melihat Pancasila sebagai lebih jernih kita perlu melihat sejarah awalnya Pancasila. Pancasila adalah sebuah istilah yang diciptakan Bung Karno dalam pidatonya di siding BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, sehingga dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Sedikit dari kita yang masih mengingat bahwa Pancasila versi Bung Karno di BPUPKI berbeda dengan Pancasila yang kita kenal sekarang. Secara histories, selama ini kita telah salah memahami Pancasila. Banyak orang mengira, Pancasila itu adalah sesuatu yang murni diciptakan oleh Soekarno, dan merupakan sebuah karya yang digali dari perut bumi Nusantara. Itu, jelas, tidak seluruhnya benar, namun tidak juga semuanya salah. Yang benar adalah, apa yang dirumuskan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945 itu,merupakan kristalisasi dari pemikirannya sejak 1926. Kita tahu, pada tahun itu,Soekarno menulis sebuah buku yang dia beri judul Nasionalisme, Islam danMarxisme. Nah, dari sinilah kemudian Soekarno mulai mengembangkanpemikirannya hingga 1940-an. Kemudian, ada orang bilang, Pancasila itu digali dariYang benar adalah, apa yang dirumuskan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945 itu,merupakan kristalisasi dari pemikirannya sejak 1926. Kita tahu, pada tahun itu,Soekarno menulis sebuah buku yang dia beri judul Nasionalisme, Islam danMarxisme. Nah, dari sinilah kemudian Soekarno mulai mengembangkanpemikirannya hingga 1940-an. Kemudian, ada orang bilang, Pancasila itu digali dari warisan asli Indonesia. Kata siapa? Kalau benar itu warisan asli bumi Indonesia,mengapa Soekarno dalam Lahirnya Pancasila menyebut pemikiran Lenin, Sun YatSend an beberapa ahli lainnya? Pancasila yang kita kenal sekarang adalah Pancasila versi Piagam Jakarta, dengan revisi sila pertama. Pancisa versi Bung Karno adalah seperti ini : 1. Kebangsaan 2.Internasionalisme atau kemanusiaan 3.Mufakat dan demokrasi 4. Kesejahteraan sosial 5.Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Bung Karno melihat bahwa yang paling penting sebagai fondasi berbangsa adalahkita harus menjadi sebuah bangsa yang satu. Setelah itu baru menyusul kemanusiaan,kerakyatan, keadilan, dan ke-Tuhanan. Dulu sewaktu masih sekolah aku sempatmempertanyakan kenapa Bung Karno menempatkan ke-Tuhanan sebagai sila terakhir.Apakah Bung Karno menganggap Tuhan tidak penting? Bung Karno melihat sila ke-Tuhanan sebagai sebuah penutup untuk melengkapi. Beliau menyadari bahwa agama-agama yang berbeda di Indonesia juga bisa membawa benih perpecahan. Sebagaipenutup, sila ke-Tuhanan versi Bung Karno berarti toleransi beragama, janganlahkeempat sila sebelumnya tercerai-berai hanya karena pertikaian agama. Itulah versiBung Karno. Lain lagi dengan versi Mohammad Yamin. Beliau menempatkannya seperti ini : 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri Ke-Tuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Keadilan Sosial Kemudian Yamin merevisinya menjadi : 1.Ketuhanan Yang Maha Esa 2.Rasa Persatuan Indonesia 3.Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab 4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan 5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Mohammad Yamin menempatkan Tuhan di sila pertama. Yamin memaknai sila ke-Tuhanan berbeda dengan Bung Karno. Baginya ke-Tuhanan bukan menjadi dasarNegara melainkan pengakuan akan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Yamin juga melihatpotensi sila ini sebagai pemecah bangsa. Tiap-tiap agama monoteis memiliki konsepsiTuhan yang berbeda-beda. Belum lagi yang animis, polities apalagi ateis. Oleh karenaitu di dalam pidatonya ia mengatakan bahwa ke-Tuhanan hanya mengikat bagibangsa Indonesia, tidak mengikat bagi masing-masing pribadi. Namun tawaran inijuga memberikan masalah baru, karena kalau sila pertama tidak
mengikat, begitu pulasila berikutnya, dengan demikian peri kemanusiaan juga tidak mengikat, begitu pulakebangsaan, kerakyatan dan keadilan. Ini menjadi masalah besar. Sementara itu golongan Islam umumnya mempunyai tafsir yang lain. Kelompok inidapat diwakili oleh pemikiran Hatta, Natsir dan Hamka. Mereka semua berpendapatbahwa sila pertama adalah fondasi bagi sila-sila lain. Karena jika seorang mengakui Tuhan Yang Maha Esa, ia juga otomatis menjadi seorang yang berperikemanusiaan,kebangsaan kerakyatan, dan tentunya juga berkeadilan sosial. Sila pertama adalah intidari Pancasila. Golongan agama, khususnya monoteis, setelah digantinya versiPiagam Jakarta yang berbunyi ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalan syariat Islambagi penganutnya, dapat menerima versi ini. Akhirnya adalah Pancasila dari Piagam Jakarta-lah yang kita pakai sampai saat ini, minus sila Pertama : Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yangterbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyatdengan berdasar kepada : Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyusunan Piagam Jakarta ini adalah panitia kecil yang terdiri dari Soekarno, Hatta,Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakkir, Agus Salim, AchmadSubardjo, Wachid Hasjim dan Mohammad Yamin. Kelompok ini memang didominasioleh golongan Islam, sehingga tidak aneh hasilnya seperti demikian. Dan bisa dipahami bahwa Ke-Tuhanan yang Maha Esa versi Piagam Jakarta mengacu pada ke-Tuhanan versi Islam, atau paling tidak versi agama monoteis. Agama polities seperti Hindu dan agama ateis seperti Buddha tidak mendapat tempat. Begitu pula penganut
animisme, dinamisme, dan
banyak
kepercayaan
menurut
adat
lainnya.
penganutpaham materialis seperti komunisme juga tidak mendapat tempat. Jumlah mereka yang diabaikan memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan penganut monoteisme tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa mereka juga berdiam di tanah Indonesia.
Salah satu bukti cerdasnya Soekarno. Sepanjang proses pergerakan nasional danpasca kemerdekaan, ideologi yang selalu bersaing adalah kekuatan Islamisme dan kekuatan nasionalisme. Karena itu, Soekarno memberikan sebuah rumusan yang bisa mengikat kedua ideologi itu untuk kepentingan bangsa. Rumusan itu adalah Pancasila. Jadi, tujuan Soekarno merumuskan Pancasila adalah untuk memberi kedua ideologi yang berbeda itu suatu pegangan bersama.
Pancasila di Tengah Globalisasi McLuhan yang merupakan seorang pemikir komunikasi pada tahun 1964 telah melontarkan konsepnya mengenai The Global Village, namun konsep globalisasi baru masuk kajian dunia universitas pada tahun 80-an sebagai suatu pengertian sosiologi yang dicetuskan oleh Roland Roberston dari University of Pittsburgh, meskipun secara umum globalisai dianggap sebagai suatu pengertian ekonomi (Tilaar, 1997:15). Tabb (2001:10) mengatakan bahwa definisi globalisasi merupakan sebuah kategori luas yang mencakup banyak aspek dan makna. Selanjutnya dia mengatakan bahwa: “Istilah tersebut berarti sebuah proses saling keterhubungan antar negara dan masyarakat. Ini adalah gambaran bagaimana kejadian dan kegiatan di satu bagian dunia memiliki akibat signifikan bagi masyarakat dan komunitas di bagian dunia lainnya. Ini bukan saja soal ekonomi tapi bahkan meningkatnya saling ketergantungan sosial dan budaya dari desa global yang minum Coke dan menonton Disney“ Malcom Waters dalam bukunya Globalization, membuat beberapa kemungkinan mengenai proses mulainya globalisasi. Pertama, globalisasi muncul sejak manusia hidup di bumi ini; kedua, globalisasi lahir sejalan modernisasi yang dimulai dikenal peradaban Barat yang sejalan dengan perkembangan kapitalisme, ketika, globalisasi merupakan fenomena baru yang berkaitan dengan pascaindustri, pascamodern atau disorganisasi kapitalisme. (Tilaar, 1997:16).
Proses globalisasi mempengaruhi pada hampir keseluruhan arena kehidupan manusia. Tetapi pada umumnya meliputi arena ekonomi, politik, dan budaya. Pada arena ekonomi mempengaruhi dimensi perdagangan, produksi, investasi, ideologi organisasi, pasar uang, dan pasar kerja. Pada arena politik mempengaruhi kedaulatan negara, fokus pemecahan masalah, organisasi internasional, hubungan internasional, dan politik budaya. Pada arena budaya mempengaruhi dimensi lanskap kepercayaan (sacriscape), lanskap etnik (etnoscape), lanskap ekonomi (econoscape), dan lanskap persantaian (leisurescape). Pandangan Marxian menganggap arena ekonomiah yang menentukan, sedangkan pandangan Parsonian menganggap arena budaya yang menentukan, sedangkan arena lainnya mengikuti. Tabb (Tilaar, 2001:14) berpandangan bukan hanya pada arena itu saja yang dipengaruhi globalisasi melainkan baik atau buruk. Bagi mereka yang diuntungkan cenderung menyukainya dan tidak menghendaki campur tangan pemerintah. Sementara yang berfikir bahwa mereka dirugikan atau takut akan kehancuran dan mahalnya ongkos sosial globalisasi akan usaha penyebaran keuntungan secara lebih fair . Tabb mengatakan bahwa untuk menilai globalisasi, perlu dipertimbangkan norma-norma kultural yang dihasilkan oleh proses globalisasi kontemporer. Masalah globalisasi bukan melulu eksploitasi atau pekerja dunia ketiga atau kerusakan lingkungan, tetapi juga proses dehumanisasi. Globalisasi pada bidang ekonomi melahirkan negara-negara industri raksasa dan korporasi perdagangan raksasa, di sisi lain memarjinalkan negara-negara miskin. Globalisasi dalam bidang politik mengakibatkan semakin berkurangnnya kekuasaan negara karena perkembangan ekonomi dan budaya global. Globalisasi budaya menyebabkan dunia dewasa ini dalam keadaan kacau (chaos). Berkaitan dengan globalisasi terhadap konsep etnis dan bangsa ada hal yang menarik terjadi dalam proses tersebut, yang oleh Naisbitt (Tilaar, 2001) disebut sebagai paradoks, yang menimbulkan efek diferensiasi dan sekaligus homogenisasi. Efek diferensiasi terlihat pada runtuhnya negara Uni Soviet akibatnya munculnya sub budaya etnis (etnosentrisme). Negara yang dulunya terdiri dari pelbagai jenis etnis kini terurai ke dalam negara-negara kecil akibat munculnya nilai-nilai budaya etnis. Masalah semacam itu disadari benar oleh para founding fathers negara kita, sehingga memilih semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan
pengakuan terhadap nilai-nilai sub budaya yang dari bangsa Indonesia yang bhinneka (berbedabeda) namun keseluruhannya diikat oleh satu cita-cita untuk menciptakan budaya nasional yang diterima sebagai puncak budaya etnis. Efek homogenisasi terjadi terutama karena pengaruh komunikasi yang semakin intens. Televisi telah menjadikan dunia terasa sempit dan cita rasa manusia seolah diseragamkan. Tapi pada sisi lain pengaruh komukasi juga menyebabkan negara-bangsa (nation-state) yang homogen berubah ke arah suatu multikulturalisme. Pusat kekuasaan bisa beralih ke pinggiran, sedangkan budaya yang dulunya di pingiran (periphery) bisa berpindah ke pusat. Paradoks lain yang dimunculkan oleh globalisasi adalah munculnya kesenjangan yang semakin besar antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Di sisi lain kesenjangan itu juga terjadi di dalam negara-negara terebut, yaitu antara masyarakat kaya dan miskin. Kemiskinan menjadi masalah pokok yang harus diatasi oleh dunia, sebagaimana keputusan G-7 dalam pertemuan mereka di Lyon pada akhir Juni 1996 yang menyatakan bahwa: “Globalisation (global economy) is source of rising living standard reaping the gains from trade, internasional investment, and tecnological progress. For this purpose, developing countries should make adjustment to increased competition and special efforts to eliminate inequality”.
PANCASILA di ERA REFORMASI Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.
Sejak kelahirannya (1 Juni 1945) Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau lebih dikenal sebagai Dasar Negara (Philosofische groundslag). Hal ini, dapat diketahui pada saat Soekarno diminta ketua Dokuritsu zyunbi Tyoosakai untuk berbicara di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 1 Juni 1945, menegaskan bahwa beliau akan memaparkan dasar negara merdeka, sesuai dengan permintaan
ketua.
Menurut
Soekarno,
pembicaraan-pembicaraan
terdahulu
belum
menyampaikan dasar Indonesia Merdeka. Bahkan Soekarno menyatakan : Maaf, beribu maaf ! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah bahasa Belanda “philosofische groundslag” dari pada Indonesia merdeka. Philosofische groundslag itulah pundamen, filsafat, pemikiran yang sedalam-dalamnya untuk diaasnya didirikan gedung Indoensia Merdeka yang kekal dan abadi (sekretariat negara, 1995 : 63) Pada bagian pidato berikutnya, Soekarno menyatakan, bahwa Philosofische Groundslag diatas mana kita mendirikan negara Indonesia, tidak lain adalah Waltanschauung. Bahkan Soekarno lebih menegaskan lagi Waltanschauung yang kita harapkan tidak lain adalah persatuan philosofische graoundslag. Paparan
berikut
Soekarno
menyatakan
filosofische
principe
yang
kedua
adalah
internasionalisme. Pada saat menegaskan pengertian internasionalisme, Soekarno menyatakan bahwa internasionalisme bukanlah berarti kosmopolitisme, yang menolak adanya kebangsaan, bahkan beliau menegaskan : “Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar didalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme. “Seraya mengutip ucapan Gandhi, beliau menegaskan my nasionalisme is humanity. Pada saat menjelaskan prinsip dasar ketiga, Soekarno menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara “Semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu”, oleh karenanya saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan. Demikian berikutnya untuk prinsip dasar yang keempat Soekarno mengusulkan prinsip kesejahteraan ialah prinsip tidak akan ada kemiskinan didalam
Indonesia merdeka. Prinsip dasar kelima adalah prinsip Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan itu, Soekarno menjelaskan : Prinsip ketuhanan ! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan yang menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad saw, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semua ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan-nya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan ! Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam maupun Kristen dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu ? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. (Tepuk tangan sebagai hadirin). Nabi Muhammad saw telah memberi bukti yang cukup tentang verdragzaamheid, tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdragzaamheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan : bahwa prinsip kelima daripada negara kita ialah ketuhanan yang berkebudayaan. Ke-Tuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, ke-Tuhanan yang hormat menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa ! Disinilah, dalam pengakuan asas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan engara kita akan ber-Tuhan pula ! (sekretariat negara, 1995 : 81) Prinsip-prinsip filsafati yang jelas oleh Soekarno tersebut diatas merupakan dasar negara. Prinsip-prinsip filsafati Pancasila sejak awal kelahirannya diusulkan sebagai dasar negara (philosofische grondslag, Weltanschauung) Republik Indonesia, yang kemudian diberi status (kedudukan) yang tegas dan jelas dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara Generasi Soekarno – Hatta telah mampu menunjukkan keluasan dan kedalaman wawasannya, dan dengan ketajaman intelektualnya telah berhasil merumuskan gagasan-gagasan vital sebagaimana dicantumkan didalam pembukaan UUD 1945, dimana Pancasila sebagai dasar negara ditegaskan dalam satu kesatuan integral dan integratif. Oleh karena itu para tokoh menyatakan bahwa Pembukaan Undang-Undang 1945 merupakan sebuah dokumen kemanusiaan yang terbesar dalam sejarah kontemporer setelah American Declaration of Independent 1976. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 nyaris sempurna, dengan nilai-nilai luhur yang bersifat universal, oleh karenanya Pancasila merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa Indonesia. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu : (1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis, (2) tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan (3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila. Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu : (1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ; (2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ; (3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ; (4) 1959 – 1965 masa orde lama ; (5) 1966 – 1998 masa orde baru dan (6) 1998 – sekarang masa reformasi. Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum
Pancasila Seharusnya. Sejarah kesaktian Pancasila adalah sejarah yang sangat berharga. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus dijadikan sebagai kesempatan untuk merefleksikan tentang pemaknaan nilai-nilai dan kesaktian Pancasila itu sendiri. Pancasila adalah dasar negara. Pancasila adalah asal tunggal dan menjadi sumber dari segala sumber hukum yang mengatur masyarakat Indonesia, termasuk kehidupan berpolitik. Karena itu, partai politik sebagai salah satu infrastruktur politik dan segala sesuatu yang hadir dan lahir di negara ini, harus tunduk dan taat pada Pancasila.Indoktrinasi Pancasila yang dilakukan pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun ternyata tidak banyak menyentuh pemahaman publik atas dasar negara Indonesia itu. Pancasila lebih banyak dimaknai sebagai konsepsi dan alat politik penguasa. Memang rezim Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil mengatasi paham komunis di Indonesia.Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan kita semua. Sadar atau tidak sadar, rezim Orde Baru kian lama kian menggeser hakekat perjuangan mempertahankan Pancasila menjadi perjuangan untuk mempertahankan kekuasaan. Acapkali kiat yang digunakan rezim Orde Baru dalam menghadapi sikap yang berseberangan dengan pemerintah ialah dengan membenturkannya dengan persoalan ideologi. Ideologi yang sebenarnya bersifat sistemik tidak boleh bertentangan dengan ideologi yang resmi yaitu Pancasila yang sudah direduksi oleh ideologi negara/Orde Baru. Akumulasi ketidak adilan dan kebobrokan rezim Orde Baru seakan-akan memuncak ketika gong reformasi mulai dibunyikan. Akibatnya, menjelang dan sesudah Soeharto "lengser" dari jabatan Presiden RI, 21 Mei 1998 lalu, berbagai peristiwa dan kondisi buruk kembali mewarnai kehidupan bangsa kita sekaligus menjadi cobaan berat bagi Pancasila sebagai dasar dan ideology negara. Pemaknaan baru selama Orde Reformasi, di satu sisi, juga memperlemah memori publik soal dasar negara ini. Orde Baru sepanjang kekuasaannya bisa menanamkan
Pancasila sebagai doktrin absolut. Upaya doktrinasi dilakukan secara komprehensif lewat pendidikan. Ideologisasi Pancasila tak hanya ditekankan dalam sistem kepartaian dan praktik politik, tetapi juga dalam ranah pendidikan, mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Ideologisasi yang dilakukan secara represif di tatar pendidikan mengarah pada pengultusan Pancasila sebagai simbol keramat. Ini dilakukan melalui langkah seperti pembacaan teks Pancasila di setiap upacara di setiap sekolah dari sekolah dasar hingga sekolah tingkat atas, indoktrinasi melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), hingga pendidikan kewiraan di tingkat perguruan tinggi. Pascaruntuhnya Orde Baru, gelombang keterbukaan membuka kemungkinan masyarakat untuk memaknai ulang Pancasila sebagai dasar negara. Wacana soal apakah Pancasila merupakan ideologi atau bukan berkembang selama rezim reformasi. Sejumlah kelompok menerjemahkan Pancasila bukan sebagai ideologi, melainkan kontrak sosial yang dirumuskan para founding fathers saat mendirikan negara ini. Onghokham adalah salah satu tokoh yang menyatakan Pancasila bukanlah falsafah atau ideologi. Pancasila adalah dokumen politik dalam proses pembentukan negara baru, yakni kontrak sosial yang merupakan persetujuan atau kompromi di antara sesama warga negara tentang asas negara baru. Ia menyamakan Pancasila dengan dokumen penting beberapa negara lain, seperti Magna Carta di Inggris, Bill of Right di Amerika Serikat, atau Droit de l’homme di Perancis. Pancasila sebagai sebuah kontrak sosial dari pendiri bangsa ini faktanya memang mampu bertahan hingga kini. Sejarah mencatat sejumlah upaya penggeseran landasan negara kepada bentuk asas lain pada masa awal berdirinya bangsa ini menemui kegagalan. Namun, setelah melampaui sekian banyak tantangan, eksistensi Pancasila sejauh ini masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Semenjak Orba ditumbangkan oleh gerakan reformasi, Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia telah kehilangan tempatnya yang mapan. Semacam ada phobia dan ke-alergi-an masyarakat negara-bangsa ini untuk mengakui Pancasila apalagi mencoba untuk menelaahnya. Meskipun negara ini masih menjaga suatu konsensus dengan menyatakan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Namun secara faktual, agaknya kita harus mempertanyakannya kembali. Karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan ideologi masih kerap terjadi. Apalagi ditengah kegalauan dan kegagalan negara-bangsa menapak dengan tegak
jalur sejarahnya sehingga selalu jatuh bangun dan labil.Pancasila sebagai satu-satunya ideologi yang diakui di negeri ini, sempat menjadi sema. SUDAH hitungan tahun Indonesia memasuki era reformasi. Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasi pun dipertanyakan. Mampukah Pancasila memberikan pengharapan lebih baik untuk negeri ini? Dilihat dari faktanya sungguh memprihatinkan. Reformasi belum berlansung dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila, tetapi belum memahami makna sesungguhnya. Bangsa Indonesia merasakan delapan tahun berselang ini, terutama pada awal-awal reformasi, di sana-sini dalam penggal-penggal waktu tertentu muncul semacam disorientasi, penolakan, konflik, kegamangan, pesimisme, apatisme, demoralisasi, kekosongan, kemarahan dan bahkan kebencian. “Kita alami bersama-sama dan sebagian sudah dapat kita lewati, sebagian masih kita rasakan sisanya, sebagian masih terasa mencekam dalam kehidupan kita bersama dewasa ini. Orang lantas sering berbicara lantang, kita mesti membangun Indonesia baru karena itu dalam konteks itu muncul sejumlah kecenderungan. Secara sosiologis kita mengetahui kerawanan dalam masa transisi, nilai dan tatanan lama telah ditinggalkan, sementara nilai dan tatanan baru belum terwujudngat perjuangan dan pemikiran setiap warga negara Indonesia. Eksistensi Pancasila di era reformasi ini mestinya menjadi dasar, acuan atau paradigma baru. Pancasila adalah dasar negara yang sesuai dengan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945. Tetapi sekarang bangsa ini sering mengenyampingkan Pancasila. Padahal reformasi yang benar justru melaksanakan atau mengamalkan Pancasila untuk kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Dengan jiwa Pancasila seharusnya gerakan reformasi harus mampu menggalang persatuan demi pembenahan krisis multidimensional dewasa ini. Tidak satu golonganpun bisa memenangkan reformasi tanpa persatuan dengan golongan-golongan lainnya. Pengalaman kegagalan dan kemacetan gerakan reformasi selama ini telah membuktikan hal itu. Dengan persatuan setapak demi setapak gerakan reformasi akan diharapkan membawa Indonesia menjadi negara yang demokratik, kuat sentosa, aman
tenteram dan adil makmur. Harap dicamkan: ”Persatuanlah yang membawa kita ke arah kebesaran dan kemerdekaan..” Dan agar persatuan bisa tercapai: “Kita harus bisa menerima; tetapi kita juga harus bisa memberi. Inilah rahasianya Persatuan” Demikianlah “2 kalimat kunci persatuan” Bung Karno yang diamanatkan kepada kita bangsa Indonesia 76 tahun yang lalu. Agar Pancasila yang telah dikaitkan langsung dengan doktrin Bhinneka Tunggal Ika itu dapat berjalan dengan stabil, seluruh kaidahnya harus dituangkan dalam format hukum, yang selalu harus dijaga agar sesuai dengan perkembangan rasa keadilan masyarakat. Kita patut bersyukur, bahwa empat kali amandemen UUD 1945 dalam era reformasi nasional telah mampu menampung dinamika bangsa ini, khususnya dengan mengakui kesetaraan antara berbagai unsur dalam batang tubuh bangsa Indonesia serta mewadahinya dalam sistem dan struktur pemerintahan yang baru.
A. Kesimpulan Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka masyarakat Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembangmenjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.
B. Saran-Saran Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan moral bangsa kita, maka kita harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.
REFERENSI http://www.scribd.com/doc/16426906/PANCASILA http://filsafat.kompasiana.com/2010/06/29/pancasila-di-tengah-globalisasi/ http://pancasila.univpancasila.ac.id/?p=277 http://kembangpetai.blogspot.com/2008/12/pancasila-pasca-reformasi.html