KORUPSI sebagai PELANGGARAN dari NILAI-NILAI PANCASILA
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Nama
: Endah Nestiti Urip Rahayu
NPM
: 11.02.8096
Kelompok
:A
Program Studi
: Diploma 3
Jurusan
: Managemen Informatika
Nama Dosen
: Drs.M.Khalis Purwanto,MM
TAHUN AJARAN 2011/2012
ABSTRAK Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat secara luas untuk keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena berbagai faktor misalnya pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada juga faktor dari luar yaitu bujukan oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi sangat merugikan rakyat maupun negara. Sebagian besar para koruptor adalah para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan wewenang tetapi banyak yang menyelewengkan. Fenomena korupsi telah menjadi persoalan yang berkepanjangan di negara Indonesia. Bahkan negara kita memiliki rangking yang tinggi di antara negara-negara lain dalam hal korupsi. Korupsi sebagai sebuah masalah yang besar dan berlangsung lama menjadi sebuah objek kajian yang menarik bagi setiap orang. Setiap orang memiliki sudut pandang masing-masing sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian itu. Misalnya ada orang yang meneliti pengaruh korupsi terhadap perekonomian, perpolitikan, sosial, dan kebudayaan. Fenomena korupsi telah merongrong nilai-nilai kerja keras, kebersamaan, tenggangrasa, dan saling mengasihi di antara sesama warga bangsa Indonesia. Korupsi menciptakan manusia Indonesia yang apatisme terhadap nasib dan penderitaan sesama khususnya rakyat kecil . Meskipun korupsi bukanlah sebuah lapangan pekerjaan baru, singkatnya tindakan korupsi seolah-olah bukanlah sebuah lagi sebuah tindakan yang diharamkan oleh agama manapun sebab kenderungan korupsi telah merasuki hati semua orang. Orang yang kedapatan melakukan tindakan korupsi akan dijatuhi hukuman sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah. Pemerintah Indonesia pun juga telah membentuk suatu badan penyelidikan masalah korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi atau sering disebut KPK. KPK memiliki tugas dan wewenang untuk mengusut tuntas masalah korupsi dari pusat hingga daerah. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah segala tatanan kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri agar taat terhadap aturan yang dibuat pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam konteks pemahaman terhadap upaya mempertahankan nilai Pancasila, perbuatan korupsi merupakan bentuk pengkhianatan dan pelanggaran terhadap sila kedua Pancasila..Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolaholah merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum elite dan banyak kasus korupsi yang sampai sekarang tidak diketahui ujung pangkalnya dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalil studi banding,uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadi yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju.Disamping itu semua korupsi juga membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.Sekarang korupsi bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi,bahkan perkembangan masalah korupsi di Indonesia saat ini sudah demikian parahnya dan menjadi masalah yang sangat luar biasa karena sudah meningkat dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang ada adalah sebagai berikut : a. Pengertian korupsi b. Alasan yang menyebabkan orang melakukan korupsi c. Kondisi yang mendorong munculnya korupsi d. Kendala dalam menghadapi korupsi e. Akibat Yang ditimbulkan oleh korupsi f. Upaya-upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi
BAB II PEMBAHASAN Korupsi sangat erat kaitannya dengan kedudukan dan kewenangan pejabat publik, yang senantiasa diamati oleh berbagai kalangan. Pengaruh atau akibat dari korupsi pun tidak sama untuk setiap jenjang administrasi pemerintahan maupun untuk setiap negara.Akan tetapi, jika ditinjau dari sudut esensinya sama yaitu penyalahgunaan kepercayaan dari orang banyak.
II.1 Pengertian Korupsi Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus / politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.Dalam arti yang luas, korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.Menurut pasal 1 butir 3 UndangUndang No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme menyatakan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana yang di maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Definisi tentang korupsi dapat di tafsirkan melalui ketentuan yang termuat dalam pasal 2 peraturan yang lama yang menyatakan bahwa setaip orang yang melawan hukum,melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri maka akan di pidna sesuai hukum yang berlaku. Untuk pertama kalinya korupsi menjadi istilah yuridis dalam peraturan penguasa militer PRT/PM/06/1957 tentang pemeberantasan korupsi. Di dalam peraturan ini diartikan sebagai “perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara”.Yang termasuk kategori tindakan korupsi yaitu: 1.
Setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga untuk kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain / untuk kepentingan badan yang langsung merugikan keuangan dan perekonomian negara.
2. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara dengan mempergunakan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak langsung memberikan keuntungan baginya. Sebagaian analisis mengatakan bahwa korupsi terjadi bila seorang pegawai negeri menyalahgunakan wewenang yang ada padanya untuk memperoleh penghasilan tambahan bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat. Ada enam jenis korupsi yaitu sebagai berikut: 1.
Korupsi transaktif disebabkan oleh adanya kesepakatan timbale balik antara pihak pemberi dan penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut. Hal ini biasanya melibatkan dunia usaha dan pemerintah atau masyarakat dengan pejabat-pejabat pemerintah.
2.
Pemerasan adalah korupsi dimana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang menganca dirinya, kepentingannya, atau suatu yang berharga dari dirinya.
3.
Korupsi definisif adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalam mempertahankan diri.
4.
Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa tapa memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih angan-angan atau yang dibayangkan akan di peroleh di masa yang akan datang.
5. Nepotisme atau korupsi perkerabatan meliputi menunjukkan secara tidak sah terhadap saudara-saudara atau teman untuk menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya. 6.
Korupsi otogenik adalah bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
II.2 Alasan Orang Melakukan Korupsi Sikap mental dan budaya yang dianutnya memberikan alasan untuk melakukan korupsi. Karena adanya kesempatan dan adanya niat untuk melakukan tindak pidana korupsi itu. Sementara niat untuk melakukan korupsi lebih banyak dipengaruhi oleh sikap mental atau moral dari para pejabat atau pegawai. Banyak, di antara pejabat atau pegawai,
mempunyai sikap yang keliru tentang sah tidak suatu penghasilan atau halal haramnya suatu sumber pendapatan. Mereka sering berpendapat, bahwa yang tidak sah atau haram hanyalah meliputi makanan dan minuman yang diharamkan agama. Karena sikap keliru inilah, banyak orang merasa tenang atau tidak merasa berdosa ketika melakukan korupsi. Di sisi lain, bagi anggota masyarakat, ada semacam nilai bahwa memberikan sesuatu kepada pejabat bukanlah perbuatan yang dilarang, baik pemberian itu diberikan sebelum atau sesudah urusannya dengan pejabat itu selesai. Sikap mental ini harus diubah. Perlu diingatkan, bahwa baik menurut hukum agama atau hukum nasional, orang yang menyuap atau disuap kedua-duanya juga salah.Antara urusan pribadi dan kedinasan bercampur yang merupakan salah satu kelemahan orang Indonesia, terutama pejabatnya, yaitu kurang bisa membedakan urusan pribadi dan dinas. Antara keduanya sering tercampur, tidak ada batas yang jelas. Keseringan antara urusan pribadi dengan bangga diselesaikan dengan fasilitas dinas atau negara, tetapi agak jarang urusan dinas diselesaikan dengan biaya pribadi.Korupsi di Indonesia banyak terjadi di kalangan partai politik dan parlemen, dan di sektor penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Oleh karena itu, pembersihan di sektor penegakan hukum haruslah menjadi prioritas utama. Di sini, harapan masyarakat banyak diberikan kepada KPK yang dianggap lebih memiliki integritas dibandingkan dengan penegak hukum lainnya.
II.3 Kondisi Yang Mendorong Munculnya Korupsi Adapun kondisi yang mendukung munculya korupsi yaitu: Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa Penyebab terjadinya korupsi bermacam-macam dan banyak ahli mengklasifiksikan penyebab terjadinya korupsi. Salah satunya Boni Hargen, yang membagi penyebab terjadinya korupsi menjadi 3 wilayah yaitu:
Wilayah Individu, dikenal sebagai aspek manusia yang menyangkut moralitas personal serta kondisi situasional seperti peluang terjadinya korupsi termasuk di dalamnya adalah faktor kemiskinan. Wilayah Sistem, dikenal sebagai aspek institusi/administrasi. Korupsi dianggap sebagai konsekuensi dari kerja sistem yang tidak efektif. Mekanisme kontrol yang lemah dan kerapuhan sebuah sistem member peluang terjadinya korupsi. Wilayah Irisan antara Individu dan Sistem, dikenal dengan aspek social budaya, yang meliputi hubungan antara politisi, unsur pemerintah dan organisasi non pemerintah. Selain itu meliputi juga kultur masyarakat yang cenderung permisif dan kurang perduli dengan hal-hal yang tidak terpuji.
II.4 Kendala Dalam Menghadapi Korupsi Kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah : a. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah. b. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih. c. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada pengawasan dan keseimbangan. d. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban. e. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
II.5 Upaya Dalam Pemberantasan Korupsi Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1. Upaya Pencegahan (Prefentive) Upaya preventif harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya praktik korupsi. Setiap penyebab korupsi yang teridentifikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Di samping itu, perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi. Yang termasuk dalam upaya pemberantasan secara preventive yaitu: a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal,informal,dan agama. b. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi. c. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan adanya jaminan masa tua. e. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah,ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan. f. Sistem keuangan di kelola oleh para pejabat yang memiliki tangguang jawab yang tinggi dan sistem kontrol yang efisien 2. Upaya Penindakan (Kuratif) Upaya penindakan yaitu upaya yang dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan,dilakukan pemecatan tidak terhormat dan di hukum pidana.Upaya ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem- sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan a. Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus / politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. b. Korupsi sebagai fenomena social, ekonomis, dan politis ternyata memiliki penapakan yang beraneka macam. Korupsi bisa dilakukan oleh aparat adinistratif yang paling bawah hingga aparat paling tinggi. Elit penguasa puncak pun tidak pernah jauh dari kemungkinan melakukan tindakan korup. Setiap komponen masyarakat hendaknya senantiasa waspada terhadap adanya kemungkinan korupsi di lingkungannya karena fenomena korupsi tidak pernah berhenti. Korupsi meningkat dalam besaran uang yang diselewengkan, membesar dalam jumlah orang yang terlibat, dan berkembang dalam kecanggihan cara-cara yang dipergunakan.
III.2 Saran a. Perlu adanya pengkajian lebih mendalam tentang upaya pemberantasan korupsi di Indonesia agar mendapatkan informasi yang lebih akurat b. Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. c. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini terdapat banyak kekurangan dan kelemahan baik dalam segi penulisan, penyusunan maupun materi yang disajikan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menjadi bahan introspeksi.
DAFTAR PUSTAKA Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara,2009,Rajawali Pers: Jakarta http://cplin-1984.blogspot.com/2011/01/Tindak Pidana Korupsi http://www.antara.co.id/arc/2008.kpk.pancasila-sumber-nilai-anti-korupsi. http://www.docstoc.com/docs/5936230/Agus-Suradika-Korupsi-dan-Kekuasaan www.google.com