MAKALAH MAKNA KETUHANAN YANG MAHA ESA BAGI MASYARAKAT INDONESIA Dibuat Untuk Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Pancasila
DISUSUN OLEH
:
NAMA
: MUHAMMAD TAUFAN REDHA
NIM
: 11.12.5963
KELOMPOK
:I
PROGRAM STUDI
: S1
JURUSAN
: SISTEM INFORMASI
DOSEN PEMBIMBING : Bpk. Muhammad Idris P, Drs., MM.
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah Pendidikan Pancasila ini sesuai dengan waktu yang telah kami rencanakan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Pancasila. Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun. Namun, hanya membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi. Yang semoga bisa memberi tambahan pada hal yang terkait dengan Kepentingan Pendidikan Pancasila dalam perkembangan Negara Indonesia di Era Modern ini. Pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi Pendidikan Pancasila dari berbagai referensi. Kami gunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun dapat memberikan informasi yang akurat dan bisa dibuktikan. Penyampaian pembandingan materi dari referensi yang satu dengan yang lainnya akan menyatu dalam satu makalah kami. Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan dari dibuatnya makalah ini. Kami ucapkan terima kasih kepada bapak idris sebagai pengajar mata kuliah Pancasila yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Tidak lupa pula kepada orang tua, saudara serta teman-teman yang telah ikut mendukung, sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Penyusun
Muh. Taufan Redha
I.
LATAR BELAKANG MASALAH
Negara Indonesia, adalah Negara yang kaya akan keanekaragaman kebudayaan, alam, jumlah penduduk, serta wilayah yang sangat luas. Dimana terdapat pemikiranpemikiran, pendapat-pendapat yang berbeda pula. Oleh Karena itu para pendiri bangsa Indonesia berusaha memecahkan masalah tersebut dengan membuat pancasila, yang didalamnya terdapat semboyan “BHINEKA TUNGGAL IKA” yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Jadi kita sebagai penerus bangsa harus menghormati serta memaklumi perbedaan-perbedaan tersebut, karena kita adalah satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Di Indonesia, ada sebagian orang Jawa di pedesaan menganggap Mantan Presiden RI-1 Soekarno itu belum meninggal, bahkan sering muncul di daerah asal kelahirannya (Blitar) atau kadang ia berada di Istana Bogor (benar tidaknya wallahu a'lam). Di daerah Jawa Barat, Prabu Siliwangi (Raja Pajajaran) dianggap masih hidup sampai sekarang (di Istana Bogor) yang hal ini bermula karena beliau adalah Raja yang sangat dikagumi oleh rakyatnya ditanah Pasundan, namun dengan terpaksa ia harus menyerah kalah dengan kerajaan Islam di Jawa. Pengikut Prabu Siliwangi tidak dapat menerima kenyataan tersebut dan menganggap beliau bukan/tidak mati tetapi hanya Muksa (Masuk ke alam Ghaib) dan menjelma sebagai Harimau. Mitos itu sampai sekarang masih melekat pada sebagian masyarakat Pasundan (Jawa Barat) Kisah Yesus dianggap Tuhan oleh umatnya, sebenarnya telah banyak terjadi semenjak kaum primitif kesulitan mengungkapkan masalah wujud Tuhan. Sehingga dengan sangat sederhana membuat sarana-sarana yang memudahkan pikirannya tertuju kepada objek Tuhan yang tidak tampak (Ghaib). Sehingga ia menggambarkan tentang Tuhan kepada apa yang dipikirkan (konsepsi manusia) dengan sesuatu yang sangat besar dan menakutkan atau berwibawa . Konsepsi primitif ini sangat sederhana dan mudah mencari padanannya dalam pengungkapannya, misalnya dengan membuat patung-patung besar dengan wajah yang menakutkan, gunung yang paling tinggi seperti Gunung Fuji di Jepang, Gunung Maha Meru di India atau Sungai yang sangat besar seperti Gangga. Dengan mengungkapkan
keadaan atau melambangkan sifat ketuhanan, umat Hindu menggambarkan sifat Tuhan Yang Maha Pencipta dengan wajah seorang Yang Arif dan bertangan banyak,dan ungkapan bahwa Tuhan adalah Sang Perusak digambarkan dengan wajah yang menakutkan dan sangar, atau Sang Pemelihara digambarkan dengan wajah yang teduh dan menyenangkan. Semuanya terwujud dalam tiga sifat tetapi satu, yaitu TRIMURTI terdiri dari Brahmana, Siwa, dan Wisnu. Semua itu adalah sifat Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widi Wasa) yaitu Brahman Yang Agung, yang tidak berupa, tidak laki-laki atau perempuan, tidak bisa dibayangkan dengan pikiran dan tidak sama dengan makhluknya terangkum dalam mantra suci "AUM" yang berarti tidak mampu seluruh kata menggambarkan-Nya, dari terbukanya mulut sampai terkatupnya mulut. Demikan juga ajaran Tao, yang mengatakan semua alam berada didalam keabadian dan segala alam adalah liputan-Nya. TAO adalah wujud yang tidak tergambarkan , tidak lakilaki dan tidak perempuan. Dialah yang Universal yang menggerakkan alam semesta. dilambangkan dengan Yin dan Yang. Tokoh yang membawakan ajaran ini adalah Chuang-Tsu (369 SM-286 SM ) atau lebih dikenal dengan Confucius dan agamanya disebut Confucianisme (belakangan orang banyak mengagungkan beliau sehingga patungnya dijadikan untuk perantara menuju Tao). Didalam ajaran Budha dikenal dengan keabadian sejati atau Hong Wilaheng sekaring bawana langgeng , bahwa dibalik semua alam ini adalah Keabadian. Semuanya diliputi oleh keabadian Dzat Yang Mutlak ( Tuhan ). Ajaran ini dibawakan oleh Sang Budha Gautama (namun akhirnya sang Budha dijadikan objek ketuhanan ,karena sang Budha adalah Tuhan itu sendiri) Dalam kitab Samuel yang kedua pasal 7 ayat 22 disebutkan sebagai berikut : " maka sebab itu besarlah Engkau, ya Tuhan Allah karena tiada yang dapat disamakan dengan dikau dan tiada Tuhan melainkan Engkau sekedar yang telah kami dengar dari telinga kami."(akan tetapi Yesus dijadikan objek ketuhanan karena dianggap Yesus adalah anak Allah, karena di dalam Yesus adalah Allah ) . Kalau kita perhatikan seluruh agama yang ada (sebelum Islam), masih tersisa pesanpesan tentang nilai ketuhanan yang Menggambarkan kelanggengan (keabadian) bentuk Dzat Yang tidak tergambarkan, itulah Tuhan Yang Hakiki….yang menggerakkan alam,
meliputi segenap keadaan, tidak bisa diserupakan dengan keadaan atau makhluk ciptaan, tidak terikat oleh kata, waktu dan ruang karena Dia adalah La syarkiyyah wala Gharbiyyah (tidak timur dan tidak barat), Yang awal dan Yang Akhir, Dia Alfa Omega, Dialah AUM, OM dan Dialah TAO (inilah WUJUD kemurnian tentang Dzat Tuhan yang merupakan Misi setiap agama ) akan tetapi hal ini menjadi rancu, ketika orang sudah mengaitkan dengan kefanatikannya terhadap sang utusan. Sehingga tidaklah heran mereka menganggap orang yang suci seperti nabi-nabi adalah AFATHARA, yang menjadi perantara kalam ilahy (afathara/ Bethara) dengan jalan emanasi kepada manusia. Kasus ketuhanan Yesus sebenarnya tidak ada bedanya dengan agama-agama purba lainnya, karena selalu berakhir dengan "Penuhanan" pemimpin atau utusan Tuhan karena dianggap Tuhan berada di dalam dirinya. Tradisi kuno ini masih mempengaruhi umat Yesus yang ditinggalkannya, sampai sekarang. Apabila kita melihat beberapa bulan yang lalu, ada sebuah kejadian dimana sebuah gereja diledakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dan hanya memikirkan diri sendiri, mereka tidak memikirkan dampak akibat perbuatan mereka, yang bisa merugikan banyak orang. Kedamaian, ketentraman, serta keharmonisan hubungan antar umat beragama di Indonesia yang telah disatukan serta dijaga oleh para pendiri pendiri bangsa ini akan rusak karena perbuatan oknum tersebut. Jadi marilah kita sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya serta berbudi luhur, agar menjaga hubungan tersebut, sehingga bangsa Indonesia bisa lebih berkembang dan maju seperti yang menjadi harapan kita bersama.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pandangan masyarakat Indonesia tentang sila ketuhanan yang maha esa ? 2. Apakah sila ketuhanan yang maha esa dapat menyatukan bangsa yang mempunyai ciri multikultural ? 3. Mengapa sila ketuhanan yang maha esa menjadi sila pertama dalam pancasila ? 4. Apakah kaitan sila ketuhanan yang maha esa dengan sila-sila lainnya ?
III.
PENDEKATAN HISTORIS
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok. 1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia. 2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan. 3. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dari tiga kelompok di atas secara rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada 7 yakni : 1. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” (Rumusan I). 2. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II). 3. Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar Indonesia Merdeka, dengan istilah Pancasila (Rumusan III). 4. Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil kesepakatan yang pertama (Rumusan IV). 5. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara (Rumusan V). 6. Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950 tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI). 7. Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan VII).
IV.
POKOK BAHASAN
A. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA Perkataan Ketuhanan berasal dari Tuhan. Siapakah Tuhan itu? Jawaban kita ialah Pencipta segala yang ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya, Esa dalam zat-Nya, dalam sifat-Nya maupun dalam perbuatanNya. Pengertian zat Tuhan disini hanya Tuhan sendiri yang Maha Mengetahui, dan tidak mungkin dapat digambarkan menurut akal pikiran manusia, karena zat Tuhan adalah sesempurna-sempurnanya yang perbuatan-Nya tidak mungkin dapat disamakan dan ditandingi dengan perbuatan manusia yang serba terbatas. Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaan daripada makhluk hidup dan siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan daripada makhluk dan siapapun justru disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah prima causa, yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain. Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas. Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam: A. Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa .... “ Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler. Sekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
B. Pasal 29 UUD 1945 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama. Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan kehidupan berbangsa dan bertanah air yang baik, dibutuhkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi : 1. Kerukunan hidup antar umat seagama. 2. Kerukunan hidup antar umat beragama. 3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah. Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan didepan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masingmasing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya, misalnya : bagi yang beragama Islam senantiasa berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, bagi yang beragama Kristen (Katolik maupun Protestan) berpegang teguh pada kitab sucinya yang disebut Injil, bagi yang beragama Budha berpegang teguh pada kitab suci Tripitaka, bagi yang beragama Hindu pada kitab sucinya yang disebut Wedha.
Sila ke I, Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai dengan Sila V.
B. MAKNA DIBALIK SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA Sejarah mengatakan bahwa Pancasila dasar Negara Kesatuan Repubrik Indonesia (NKRI) lahir pada 1 Juni 1945. Pancasila lahir didasarkan pada pemikiran tokoh proklamator yang tidak lain adalah Bung Karno. Mungkin banyak di antara kita yang tidak mengetahui apa dasar pemikiran Bung Karno pada waktu mencetuskan ide dasar negara hingga tercetuslah ide Pancasila. Dasar pemikiran Bung Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai Dasar Negara adalah mengadopsi istilah praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang di dasarkan pada ajaran Buddhisme. Dalam ajaran Buddhisme terdapat praktek-praktek moral yang disebut dengan Panca Sila (bahasa Sanskerta / Pali) yang berarti lima (5) kemoralan yaitu : 1. Bertekad menghindari pembunuhan makhluk hidup. 2. Bertekad menghindari berkata dusta. 3. Bertekad menghindari perbuatan mencuri. 4. Bertekad menghindari perbuatan berzinah. 5. Dan bertekad untuk tidak minum minuman yang dapat menimbulkan ketagihan dan menghilangkan kesadaran. Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu. Lalu apa makna sebenarnya ? Mari kita bahas satu persatu kata dari kalimat dari sila pertama ini. Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu
dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran -an dapat memberi perubahan makna menjadi antara lain : mengalami hal…., sifat-sifat …. Contoh kalimat : ia sedang kepanasan. Kata panas diberi imbuhan ke- dan –an maka menjadi kata kepanasan yang bermakna mengalami hal yang panas. Begitu juga dengan kata ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an yang bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain Ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan. Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta / Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti sangat besar. Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”. Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya, Ketuhanan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur/Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur/mulia, bukan Tuhannya. Setelah kita mengetahui hal ini kita dapat melihat bahwa sila pertama dari Pancasila NKRI ternyata begitu dalam dan bermakna luas , tidak membahas apakah Tuhan itu satu atau banyak seperti anggapan kita selama ini, tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas sifat-sifat luhur/mulia yang harus dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia. Sila pertama dari Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus beragama yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka diri bagi agama yang juga percaya pada banyak Tuhan, karena yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini adalah sifat-sifat luhur/mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang dapat membuka diri bagi keberadaan agama yang juga mengajarkan nilai-nilai luhur dan mulia meskipun tidak mempercayai adanya satu Tuhan.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari materi-materi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, penguasa segalanya. Sila ketuhanan yang maha esa sangatlah penting karena merupakan kunci dari lahirnya silasila selanjutnya, dan itu merupan penyatu bangsa Indonesia yang mempunyai sangat banyak kebudayaan dan ras. Oleh karena itu kita harus menghormati perbedaan-perbedaan yang ada didalam bangsa kita dengan tidak saling menghina antar agama, suku, dan ras, karena itu semua merupakan hakikat pribadi masing-masing. Kita dapat menjadi bangsa yang maju apabila kita dapat menghilangkan rasa tidak suka/sentimen antar ras, suku, dan umat beragama, mungkin kita mempunyai kepercayaan dan poendapat yang berbeda-beda, akan tetapi kita merupakan bangsa Indonesia, satu nusa satu bangsa, satu ibu pertiwi, mulai dari Sabang sampai Merauke. Pendiri bangsa kita adalah orang orang yang sangat berjasa, maka dari itu kita harus menjunjung tinggi dan menghormati dengan sepenuh hati, karena berkat jasa-jasa merekalah negara kita dapat merdeka.
B. SARAN Kita masyarakat Indonesia, adalah para calon penerus bangsa yang akan berjuang meneruskan cita-cita para leluhur/pendiri bangsa, kita harus mempersiapkanya mulai dari sekarang, agar bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju. Yang harus kita lakukan adalah memperkuat mental kita, agar tidak mudah terpengaruh terhadap halhal negatif yang dapat merugikan bangsa Indonesia tercinta ini, seperti korupsi, kolusi, dan nepitisme. Hal tersebut harus dimulai dari dini, karena sifat tersebut harus kita tancapkan didalam hati kita dengan tulus. Selanjutnya kita harus memperbaiki SDM kita, agar kita dapat bersaing denganbangsa-bangsa lain, seperti negara-negara besar yang ada di Amerika, Eropa, dll.
REFERENSI
:
1. http://www.dzikrullah.com 2. http://www.google.co.id