Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila Judul Makalah :
“KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Disusun Oleh :
Nama
: Dewi Retno Ningsih
NIM
: 11.02.7993
Kelompok : A Program Studi : D3 Jurusan
: Manajemen Informatika
Dosen
: Drs.M Khalis Purwanto,MM
STMIK Amikom Yogyakarta Yogyakarta, 29 Oktober 2011
DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN ………………………………………………………………. i JUDUL ………..…………………………………………………………………. ii DAFTAR ISI …………………………………………………………………..... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1
1.2
Rumusan Masalah …..……………………………………………. 2
1.3
Pendekatan Sosiologis …………………………………………… 3
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1
Makna Sesungguhnya Di Balik Sila Ketuhanan Yang Maha Esa .. 4
2.2
Uraian Singkat Ajaran Sila Pertama ……………………………... 7
BAB 3 PENUTUP 3.1
Kesimpulan dan Saran …………………………………………… 10
3.2
Referensi …………………………………………………………. 11
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Sila pertama dari Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, berbunyi: “. . . . . Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, . . . . .” Tiga konsep dasar, yakni keyakinan, pengakuan, dan perwujudan (pengekspresian) dalam perbuatan, merupakan hal-hal pokok yang harus di perhatikan dalam ajaran ketuhanan. Karena jika keyakinan yang ada tanpa disertai pengakuan dan perbuatan-perbuatan disebut “ingkar” terhadap keyakinannya. Demikian sebalikya, jika hanya ada pengakuan saja tidak diikuti keyakinan dan perbuatan-perbuatan disebut “munafik”. Maka yang harus di perhatikan adalah keyakinan terhadap adanya Tuhan diikuti dengan pengakuan yang diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan, yang disebut dengan istilah “iman”. Dengan demikian secara singkat dapat dinyatakan, ketuhanan berarti “iman terhadap Tuhan”.
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah adalah hal yang utama untuk dipecahkan dan dijabarkan dalam sebuah Tugas Akhir. Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan diatas maka akan dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Makna Sesungguhnya Di Balik Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, Uraian Singkat Ajaran Sila pertama
1.3
Pendekatan Sosiologis Sosiologi: ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan.. Menyelidiki
ikatan-ikatan
antara
manusia
yang
mengitari
kehidupannya Mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup dan kepercayaannya.(Shadili, 1983: 1). Urgensi: Dengan ilmu ini, suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktorfaktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut (how n why it happens) Banyak fenomena kehidupan beragama baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat bila menggunakan jasa ilmu sosiologi. Karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalahmasalah sosial (lihat pendapat Jalaludin Rahmat) Karena agama diturunkan untuk kepentingan sosial
BAB 2 PEMBAHASAN Makna Sesungguhnya Di Balik Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Sejarah mengatakan bahwa Pancasila dasar Negara Kesatuan Repubrik Indonesia (NKRI) lahir pada 1 Juni 1945. Pancasila lahir didasarkan pada pemikiran tokoh proklamator yang tidak lain adalah Bung Karno.
Mungkin banyak di antara kita yang tidak mengetahui apa dasar pemikiran Bung Karno pada waktu mencetuskan ide dasar negara hingga tercetuslah ide Pancasila. Dasar pemikiran Bung Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai Dasar Negara adalah mengadopsi istilah praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang di dasarkan pada ajaran Buddhisme. Dalam ajaran Buddhisme terdapat praktek-praktek moral yang disebut dengan Panca Sila (bahasa Sanskerta / Pali) yang berarti lima (5) kemoralan yaitu : bertekad menghindari pembunuhan makhluk hidup, bertekad menghindari berkata dusta, bertekad menghindari perbuatan mencuri, bertekad menghindari perbuatan berzinah, dan bertekad untuk tidak minum minuman yang dapat menimbulkan ketagihan dan menghilangkan kesadaran.
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu. Lalu apa makna sebenarnya ? Mari kita bahas satu persatu kata dari kalimat dari sila pertama ini.
Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan
akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan kedan akhiran -an dapat memberi perubahan makna menjadi antara lain : mengalami hal…., sifat-sifat …. Contoh kalimat : ia sedang kepanasan. Kata panas diberi imbuhan ke- dan –an maka menjadi kata kepanasan yang bermakna mengalami hal yang panas. Begitu juga dengan kata ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an yang bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain Ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta / Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti sangat besar.
Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya, Ketuhanan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur / Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur / mulia, bukan Tuhannya.
Dan apakah sifat-sifat luhur / mulia (sifat-sifat Tuhan) itu ? Sifat-sifat luhur / mulia itu antara lain : cinta kasih, kasih sayang, jujur, rela berkorban, rendah hati, memaafkan, dan sebagainya.
Setelah kita mengetahui hal ini kita dapat melihat bahwa sila pertama dari Pancasila NKRI ternyata begitu dalam dan bermakna luas , tidak membahas apakah Tuhan itu satu atau banyak seperti anggapan kita selama ini, tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas sifat-sifat luhur / mulia yang harus dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia. Sila pertama dari Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus beragama yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka diri bagi agama yang juga percaya pada banyak Tuhan, karena yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini adalah sifat-sifat luhur / mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang dapat membuka diri bagi keberadaan agama yang juga mengajarkan nilai-nilai luhur dan mulia meskipun tidak mempercayai adanya satu Tuhan.
Catatan : Bahasa Sanskerta adalah bahasa India kuno yang biasa digunakan oleh kaum terpelajar . Sedangkan bahasa Pali adalah bahasa India kuno yang biasa digunakan oleh orang kebanyakan.
Uraian Singkat Ajaran Sila pertama Sila pertama dari Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, berbunyi: “. . . . . Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, . . . . .”. a. Ketuhanan Istilah ketuhanan berasal dari pokok kata Tuhan, yaitu suatu Dzat Yang Maha Kuasa, pencipta segala yang ada di alam semesta ini, yang biasa disebut Penyebab Pertama atau Kausa Prima. Sedang istilah Ketuhanan berarti keyakinan dan pengakuan yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan terhadap Dzat Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta. Tiga konsep dasar, yakni keyakinan, pengakuan, dan perwujudan (pengekspresian) dalam perbuatan, merupakan hal-hal pokok yang harus diperhatikan dalam ajaran ketuhanan. Karena jika keyakinan yang ada tanpa disertai pengakuan dan perbuatan-perbuatan disebut “ingkar” terhadap keyakinannya. Demikian sebaliknya, jika hanya ada pengakuan saja tidak diikuti keyakinan dan perbuatan-perbuatan disebut “munafik”. Maka yang harus diperhatikan adalah keyakinan terhadap adanya Tuhan diikuti dengan pengakuan yang diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan, yang disebut dengan istilah “iman”. Dengan demikian secara singkat dapat dinyatakan, ketuhanan berarti “iman terhadap Tuhan”. b. Pemikiran Tentang adanya Tuhan Di alam semesta ini, dapat dilihat adanya himpunan-himpunan bendabenda alami. Himpunan-himpunan itu berada dalam satu himpunan yang paling luas dan mencakup segala himpunan yang ada, yaitu himpunan sebabakibat, karena segala sesuatu yang berada dalam alam semesta ini tidak lepas dari rentetan sebab-akibat, baik secara sederhana maupun serba komplek yang tidak dapat diketahui secara langsung, tetapi dapat di pikirkan. Dasar pemikiran dalam hal ini, digunakan prinsip “tidak adanya kemungkinan ketiga sebagai jalan tengah” (principium exclusi tertii), yaitu
hanya dibedakan adanya sebab akibat atau tidak adanya sebab akibat, jadi tidak ada hal ketiga antara kedua hal itu. Apabila unsur yang menjadi anggota dalam himpunan sebab-akibat itu dilukiskan dengan bentuk titik-titik, maka hal lain yang berada di luar himpunan itu tidak adanya titik. Oleh karena itu, hal yang tidak terbatas tidak dapat dilukiskan dalam bentuk apapun, dan sejauh mana hal tidak terbatas itu, tidak dapat diketahui. Untuk lebih jelasnya dapat di gambarkan dalam bentuk diagram himpunan sebab-akibat (lihat diagram no. 6) Diagram 6 : Tidak terbatas Tidak Terbatas
Sebab akibat
Tidak Terbatas
Tidak terbatas
c. Yang Maha Esa Yang Maha Esa berarti yang Maha Tunggal, tiada tersusun, tiada duanya, tunggal dalam Dzat-Nya, tunggal dalam sifat-Nya dan tunggal dalam perbuatan-Nya. Tunggal dalam Dzat-Nya: ialah Dzat Tuhan tidak terdiri atas beberapa hal menjadi satu atau tidak terdiri atas beberapa unsur menjadi satu kesatuan. Tunggal dalam sifat-Nya: ialah sifat Tuhan Maha Sempurna tidak ada yang menyamai-Nya, meliputi segala sifat yang baik menjadi satu kesatuan yang serba Maha, dan kesatuan sifat itu tidak dapat terbagi. Tunggal dalam perbuatan-Nya: ialah perbuatan Tuhan tidak ada dorongan dari yang lain, perbuatan Tuhan yang dapat campur tangan didalam mengadakan segala sesuatu yang mungkin ada. d. Hukum Bukti Ke-Esaan Tuhan Pemikiran tentang pembuktian ke-Esa-an Tuhan maupun pembuktian tentang
adanya
Tuhan
sebagaimana
yang
diuraikan
dengan
istilah
menggunakan “dalil akli” atau “hubungan akal”, yaitu dalil-dalil atau hukumhukum berdasarkan pertimbangan akal. e. Ajaran Tentang Ke-Esa-an Tuhan Selain dari hasil pemikiran manusia dalam mencari ke-Esa-an Tuhan dengan menggunakan dalil akli atau hukum akal, banyak terdapat juga dalam berbagai kitabkitab suci dari ajaran beberapa agama. Ajaran tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa ini, dikutibkan dari ajaran Hindu-Dharma, ajaran Kristiani, maupun ajaran Islam. Ajaran ke-Esa-an Tuhan dalam kitab-kitab suci ini hanya beberapa diantaranya saja yang dikemukakan. 1. Dalam ajaran Hindu-Dharma, antara lain : Dalam kitab suci Chandogya Upanisad, disebutkan: “Om Tat Sat Ekam Eva Advityam Brahman”, artinya: Tuhan adalah Tunggal dan Tiada dua-Nya. 2. Dalam Bible kitab suci Kristiani, antara lain : Kitab Ulangan 4:35 : “Bahwa Allah itu, ialah Tuhan, tiada yang lain melainkan Ia saja”. Injil Markus 12:29 : “. . . . . adapun Allah Tuhan kita, Ialah Tuhan Yang Esa”. 3. Dalam Al-Qur’an kitab suci Islam, antara lain : Surat Al-Ikhlas, ayat 1 : “Katakanlah Dialah Allah Yang Maha Esa”. Surat Al-Baqarah, ayat 163 : “Dan Tuhan kamu ialah Tuhan Yang Maha Esa, tiada Tuhan yang wajib disembah melainkan Dia, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang”. Di dalam pembahasan mencari ke-Esa-an Tuhan ini, baik berdasarkan akal pikiran yang telah menempuh dengan jalannya sendiri, yakni pembuktian melalui dalil akli maupun berdasarkan penelaahan dalam kitab-kitab suci dengan cara-cara tersendiri pula, yang biasa disebut dengan dalil nakli, keduanya bertemu dengan penegasan yang sama, yaitu hanya ada satu Tuhan. Dan dari kitab suci Bible maupun Al-Qur’an itulah didapatkan bahwa nama Tuhan Yang Maha Esa itu adalah “Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang”. Jadi jelaslah nama Allah sebagai sebutan Tuhan Allah yang menentukan berdasarkan wahyu-Nya.
BAB 3 PENUTUP 3.1
Kesimpulan dan Saran Agama merupakan dasar pemikiran seseorang, jadi setiap orang pasti berpendirian pada keyakinan atau agama apa yang akan mereka anut. Jadi pada dasarnya Ketuhanan Yang Maha Esa ini, ialah sikap hidup, pandangan hidup taat dan taklim kepada Tuhan dengan dibimbing oleh ajaran-ajaran-Nya.
3.1
Referensi http://www.google.com http://forumm.wgaul.com/archive/index.php/t-22759.html Buku edisi revisi ORIENTASI FILSAFAT PANCASILA, Penyusun: Noor Ms Bakry