Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
1
Visi Kami membayangkan dunia yang sehat sejahtera di mana masyarakat senantiasa berkomitmen untuk melestarikan dan menghargai alam guna memperoleh manfaat jangka panjang bagi manusia dan semua kehidupan di Bumi.
Misi Terus membangun berdasarkan landasan ilmiah, kemitraan dan demonstrasi kekuatan lapangan yang kokoh, Conservation International memberdayakan masyarakat agar melestarikan alam secara bertanggung jawab dan berkelanjutan demi kesejahteraan umat manusia.
Tentang CI CI merupakan organisasi nir-laba yang berkarya di lebih dari 40 negara dan empat benua. CI menyadari bahwa konservasi dapat berhasil jika didukung dengan melibatkan masyarakat lokal. Kami memetakan susunan kebijakan dengan unik secara ilmiah dan ekonomis. Selain itu dilakukan pula penyadaran agar mereka mampu memelihara kekayaan hayati ekosistem bumi untuk mengembangkan kualitas kehidupan tanpa menguras sumberdaya alam. Kami memfokuskan upaya konservasi pada kawasan 'biodiversity hotspot' yang mempunyai kekayaan hayati tinggi namun terancam oleh kegiatan manusia. 34 kawasan hotspot meliputi hanya 2.3 persen dari keseluruhan lahan yang ada di bumi tetapi menghidupi setengah dari beragam spesies teresterial yang ada di bumi. Kami juga melakukan pekerjaan di kawasan belantara hutan tropis terakhir yang dimiliki oleh bumi, serta berkarya di beberapa titik penting kawasan laut di dunia.
TROPIKA INDONESIA adalah majalah tiga bulanan yang diterbitkan oleh Conservation Support Division (CSD) Conservation International Indonesia. Terbit empat kali setahun (Maret, Juni, September dan Desember). Opini yang dituangkan oleh penulis dalam media ini tidak semuanya mencerminkan pendapat Conservation International Indonesia. Redaksi menerima tulisan yang sejalan dengan misi dan visi majalah ini. Tulisan yang dimuat akan diberikan imbalan yang pantas. Artikel ditulis dengan spasi ganda, maksimal 1000 kata. Disertai identitas pribadi dan nomor rekening. Dikirim ke alamat: Redaksi Jurnal TROPIKA INDONESIA. Jl. Pejaten Barat 16A, Kemang, Jakarta 12550, INDONESIA Telp: 021-7883 8624,7883 8626, 7882 564. Pes 121. Fax: 021-780 6723. atau e-mail:
[email protected].
TROPIKA INDONESIA ISSN: 0852-4602 www.conservation.or.id KEMENTERIAN KEHUTANAN Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
JANGAN BACA SENDIRI !! Majalah ini didanai olehConservation International guna meningkatkan kesadaran terhadap pelestarian alam dan lingkungan hidup, maka jangan baca sendiri, pinjamkan kepada sebanyak-banyaknya teman setelah Anda membacanya
2
TROPIKA INDONESIA
Pemimpin Umum/ Penanggungjawab: Jatna Supriatna, PhD. Redaktur Senior: Iwan Wijayanto Elshinta Suyoso Marsden Ketut Sarjana Putra Redaktur Eksekutif: Fachruddin M. Mangunjaya Staf Redaksi: Muhammad Farid Anton Ario Abdul Hamid Koresponden: Candra Wirawan Arif (Nangroe Aceh Darussalam) Wida Sulistyaningrum (Kaimana) Sekretaris Redaksi: Yonita Saras (Volunteer) Distributor: Budi Prayitno, Baedi
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Salam Lestari
S
etiap orang dimuka bumi ini memerlukan lingkungan yang sehat dan keuntungan selalu diperoleh karena adanya kebaikan yang disediakan oleh alam. Sayangnya planet bumi kita sekarang ini mengalami penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya yang drastis. Oleh karena itu hanya dengan melindungi apa yang disediakan oleh alam — termasuk menjaga stabilitas iklim, air bersih,laut yang sehat dan sumber makanan kita yang terjaga—kita akan dapat menjamin keberlanjutan kehidupan. Conservation International sebagai organisasi yang dinamis, selalu ingin memperbaharui diri dalam merespon dinamika dan trend dalam dunia lingkungan. Arah kami sekarang akan berkarya pada enam pilar yaitu: bekerja untuk menjamin stabilitas iklim memahami dan melindungi sumbersumber air bersih bersih. Memberikan perhatian dan berupaya mempertahankan kemampuan alam untuk menyediakan sumber-sumber makanan untuk keperluan manusia. Meminimalkan tekanan lingkungan yang mengakibatkan dampak pada kesehatan manusia, menghargai alam dalam perspektif budaya manusia, dan mempertahankan yang menjadi nilai pilihan terhadap apa yang telah diberikan oleh alam. Laporan Khusus , majalah TROPIKA Indonesia ini memberikan contoh demonstrasi yang baik atas upaya implementasi diatas: Conservation International bersama Pemda Papua dan UNDP membuat program pemberdayaan masyarakat untuk memelihara alam, lingkungan dan kesehatan mereka. Kegiatan tersebut juga terlihat pada kegiatan dan kontribusi Papua untuk berkontribusi atas penanggulangan perubahan iklim. Selamat membaca.
Jatna Supriatna
KARTUN
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
3
MUSIM PANEN (JANUARI - JUNI) 2010. VOL.14 NO.1&2
TROPIKA HIDUP HARMONIS DENGAN ALAM
INDONESIA
Isi edisi ini
Laporan Khusus 8
Negeri yang Hilang Menuju Pemberdayaan
25
Illegal Logging dan Ekonomi Konservasi di Papua
Negeri yang hilang itu kini menuju pemberdayaan bersama upaya mengubur ketertinggalan dan menuju Papua yang berkelanjutan.
27
Menuju Kelestarian Keanekaragaman Hayati Papua
14
Pemberdayaan Pendidikan hingga Kesehatan
15
Dabra Ingin Keluar dari Kepompong
17
Wawancara Noah Kapisa: “Kalau Diberi Kepercayaan pasti Bisa”
21
Carlos Toe: ‘ Beri Kami Besi, Ajarkan Kami”
22
Peter Kamarea: “Membangun Masyarakat yang Menyejahterakan Diri Mereka”
24
Mengkaji Ulang Peran CI di Tanah papua
Dari Lapangan 28
Pemimpin Hari Esok yang Mencintai Lingkungan
30
Menghijaukan Kembali Gunung Halimun dan Salak
32
Pengindraan Jauh Mengoptimalkan Kebijakan Tepat Sasaran
33
Aroma “Konservasi” Kopi Sidikalang
34
Dari Konservasi ke Gerai Kopi
15
8
30
24 4
TROPIKA INDONESIA
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Artikel
Publikasi
38
Orangutan dan Keselamatan Hutan Aceh
48
Menentukan Wilayah Geografi Priotas untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati di Laut Indonesia
40
Air dan Kehidupan Spiritual di Taman Nasional Batang gadis
48
Situs Keramat Alami, Peran Budaya dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati
44
Bioaktif Anti Bakteri dari Bakteri Indofitik Taman Nasional batang Gadis
Sosok
In Memoriam
49
Pak Raden dan Owa Jawa
46
50
Doktor Teknopreneur untuk Arifin panigoro
50
Badri Ismaya: Inspirasi dari setetes Air
2009 Konservation Award untuk Leonardo Saleo
36
33 38
38
49
40 Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
5
Surat Pembaca
Prihatin Perdagangan Hewan yang Dilindungi Indonesia dikenal karena memiliki kekayaan alam yang melimpah. Kawasan hutan yang luas adalah satu contohnya. Di dalamnya terdapat berbagai jenis tanaman dan beragam spesies hewan. Kita patut bangga dianugerahi alam yang indah lengkap dengan keanekaragaman hayatinya. Namun, sangat disayangkan kekayaan itu kini mulai terkoyak. Beberapa informasi menyebutkan luas hutan di Indonesia berkurang satu lapangan bola setiap jamnya. Sungguh menyedihkan. Ilegal logging, disinyalir sebagai salah satu penyebab hilangnya hutan itu, selain adanya kebakaran hutan hebat yang sering terjadi akhir-akhir ini. Imbasnya, habibat hewan hutan pun terganggu. Kni, seakan sulit menemukan hewan di dalam hutan-hutan. Belum lagi adanya perburuan liar dan perdagangan liar hewan turut memperparah kondisi ini. Beberapa waktu lalu, ketika berjalan-jalan di sebuah pasar di bilangan Ibu Kota Jakarta, saya melihat “hewan hutan” itu diperdagangkan secara bebas, bahkan hewanhewan yang dilindungi seperti elang, primata, kucing hutan dipajang dengan bebas seperti layaknya hewan peliharaan yang biasa dijual bebas. Kok bisa? Padahal jelas-jelas hewanhewan tersebut adalah hewan yang dilindungi. Tapi begitulah kenyataannya. Saya sangat prihatin melihat hal itu. Namun, di sisi lain saya turut bangga masih ada yang peduli untuk melestarikan hewan-hewan liar itu agar tetap hidup dan lestari, bahkan bisa berkembang biak. Seperti pelepasan sepasang Owa Jawa di Hutan
6
TROPIKA INDONESIA
Patiwel, Taman Nasional Gunung GedePangrango (TNGGP) yang peresmiannya dilakukan oleh Menteri Kehutanan, MS Kaban. (Tropika Ed. Oktober-Desember 2009). Semoga upaya pelestarian ini mendapat dukungan dari semua pihak agar hewanhewan yang dilindungi bisa tetap lestari. Vivie K Tambakdahan, Subang- Jawa Barat
Langkah Nyata Benahi Lingkungan Terima kasih atas dimuatnya surat saya ini. Saya telah membaca beberapa edisi Majalah Tropika. Isinya menarik, karena tidak hanya memuat tulisan yang bersifat informatif atau ilmu pengetahuan saja tetapi juga memuat aneka kegiatan nyata dalam hal penyelamatan lingkungan hidup. Pada Edisi September-Oktober 2009 saya membaca artikel yang berjudul: 5 Juni, Masyarakat Kaimana Membersihkan Laut dan Pantai. Yang menarik dari kegiatan bersih-bersih ini adalah keterlibatan berbagai elemen masyarakat dalam membersihkan pantai Andir dan kawasan Taman Kota Kaimana. Sebagai informasi, mereka yang terlibat dalam kegiatan ini antara lain, para prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Kodim, Yonif-754 Kaimana, Satuan Polisi Pemda Kaimana, TNI Angkatan Laut dan juga ibu-ibu PKK Kaimana. Tak ketinggalan para Pramuka, pemuda geraja dan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Staff CI Indonesia di Kaimana, Papua Barat ini, merupakan rangkaian kegiatan peringatan Hari
Lingkungan Hidup yang diperingati pada tanggal 5 Juni. Bravo. Saya sampaikan apresiasi dan dukungan yang sebesar-besarnya. Kegiatan seperti ini memang selayaknya sering dilakukan apalagi kondisi lingkungan kita sekarang ini cukup memprihatinkan. Semoga kegiatan seperti ini sering dilakukan dan diberitakan, agar menjadi informasi bagi masyarakat bahwa di belahan bumi ini masih ada yang peduli pada keselamatan lingkungan. Untuk majalah Tropika, saya mempunyai usul, bagaimana kalau disediakan halaman untuk istilah-istilah ilmiah yang berkaitan dengan lingkungan hidup atau keanekaragaman hayati, seperti misalnya namanama ilmiah flora dan fauna. Sehingga dapat menambah perbendaharaan kata bagi kita semua. Terima Kasih.
Eko S e-mail:
[email protected]
Musim Panen (Januari
Sampul muka: Dabra, Mamberamo, Papua Foto: ©CI, Fachruddin Mangunjaya
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Konservasi Dunia Maya
Inisiatif baru Conservation International
S
ebagai organisasi yang dinamis, Conservation International selalu berorientasi pada persoalan kekinian dalam trend konservasi. Fokus CI sekarang mencakup enam target yaitu: iklim, air bersih, pangan, kesehatan, pelayanan budaya, jasa lingkungan dan keanekaragaman hayati. www.conservation.org
Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional Indonesia telah meratifikasi Kovensi Keanekaragaman Hayati dalam bentuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati. Sesuai dengan mandat yang tercantum dalam pasal 18 (3) dari Konvensi tersebut maka Kementerian Lingkungan Hidup sebagai National Focal Point dari Konvensi Keanekaragaman Hayati membangun Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia berbasis internet. Balai Kliring Keanekaragaman Hayati mempunyai misi untuk : · mempromosikan dan memfasilitasi kerjasama teknis dan ilmiah · mengembangkan mekanisme global untuk pertukaran dan integrasi informasi · mengembangkan jejaring lihat: http://bk.menlh.go.id
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
7
LAPORAN KHUSUS
NEGERI YANG HILANG Menuju Pemberdayaan
Foto: ©CI, Bruce Behler
Negeri yang hilang itu kini menuju pemberdayaan bersama upaya mengubur ketertinggalan dan menuju Papua yang berkelanjutan. 8
TROPIKA INDONESIA
T
iga tahun lalu, head line cerita tentang alam di beberapa koran di Amerika dan Eropa serta seluruh dunia, mengupas habis tentang kekaguman dan kekayaan spesies yang dijumpai para peneliti dan tim Conservation International (CI) yang menginjakkan kaki pada kawasan negeri yang hilang atau ‘the Lost World’ yang belum
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
pernah dijamah kaki manusia. Mereka menemukan banyak sekali jenis-jenis baru dan bahkan untuk pertama kalinya mengambil gambar hidup-hidup burung cendrawasih protia, yang sebelumnya belum terpotret oleh para naturalis selama 200 tahun. Awal Februari lalu, TROPIKA Indone-
Musim Panen (Januari
sia melakukan kunjungan jurnalistik ke sana. Tapi bukan pada hutan yang tak terjamah, melainkan mengunjungi perkampungan yang merupakan pemilik kawasan Mamberamo, tepat disebelah ‘the Lost world’ itu berada. Persiapan memang agak khusus dibandingkan dengan mengunjungi kawasan
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
dan proyek lain dimana Conservation International menjalankan programnya. Seminggu sebelum perjalanan, wajib makan pil anti malaria, karena kawasan ini dikenal dengan nyamuk malaria yang ganas. Lalu, karena menuju kampung kecil dengan pesawat super kecil (kapasitas 350kg), saya harus menyesuaikan barang bawaan.
TROPIKA INDONESIA
9
Foto: CI © Bruce Behler
LAPORAN KHUSUS
10
TROPIKA INDONESIA
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Forestry Reseach (CIFOR) dan Lembagan Ilmu Pengetahuan Indonesia. Lain dulu, lain sekarang. Strategi Conservation International telah bergeser pada fokus yang penting tentang kesejahteraan manusia. “Spesies tetap akan ada, tetapi manusia lah yang mempunyai pengaruh besar dan dapat menyebabkan kepunahannya,” kata Dr. Jatna Supriatna, Vice President Conservation International (CI) Indonesia. Karena itu menurutnya kesejahteraan manusia atau human well being, merupakan kunci penting yang dapat menyelamatkan spesies tersebut sebagai warisan dunia dan umat manusia. Sebagai langkah aksi untuk membuat kegiatan kegiatan yang terkait dengan konservasi, CI membuat lima buah pos konservasi yaitu di Dabra, Papasena Satu, Papasena Dua, Kwerba dan Kai. Pos pos ini, selain sebagai tempat berkomunikasi, juga berfungsi sebagai Mamberamo field office, tempat pertemuan masyarakat dan kegiatan lain yang terkait dengan perlunya konservasi serta sebagai tempat berkomunikasi dan pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan Community Centre Sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindarkan, bahwa eksistensi sumber daya alam yang masih terjaga dengan baik, ternyata memang disebabkan pengaruh tekanan pada sumber daya tersebut dari manusia sekelilingnya masih sangat rendah. Hal itulah yang dijumpai di kawasan ini. Air masih bersih, hutan belantara masih terjaga dan alam masih terawat dengan sendirinya. Tetapi, tentunya membiarkan masyarakat dalam keterbelakangan, tanpa pendidikan dan minim terhadap akses kesehatan dan makanan, adalah menjadi tantangan yang tidak bisa dihindarkan. Maka, fokus dan sasaran antara dalam melestarikan alam dan membangun Papua adalah dengan cara pemberdayaan. Adapun target program ini adalah adalah memberdayakan masyarakat. Program ini sudah berjalan tahun kedua—dimulai tahun 2009— dengan bantuan dari United Development Program (UNDP) untuk memenuhi target Millenium Development Goal (MDG) didukung juga oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Kesejahteraan Keluarga
Foto-foto: ©CI, Fachruddin Mangunjaya
Tujuannya adalah Distrik Dabra, Ibu Kota Distrik Mamberamo Hulu, Kabupaten Mamberamo Raya. Jangan membayangkan Kabupaten Mamberamo Raya adalah Kabupaten yang ramai. Ini adalaha kabupaten baru yang secara resmi dimekarkan tahun 2007. Luasnya 23.813,91 km2 setara dengan 4 kali Pulau Bali dengan jumlah penduduk 23.926 jiwa pada tahun 2006— menurut data resmi Pemerintah. Sub-distrik (kecamatan) Memberamo Hulu saja terdiri dari delapan kampung dan dapat dikatakan sebagai kampung-kampung yang sunyi. Total penduduk kampung tersebut hanya 3000 orang. Dan penduduk paling padat adalah Kampung Dabra, dengan populasi 728 orang. Conservation International Indonesia sejak 2001 telah terjun beberapa kali di Belantara Mamberamo dangan fokus hanya pada pendataan sumber daya alam, pendataan keanekaragaman hayati dan termasuk beberapa penemuan ilmiah spesies baru (lihat: Kilas Balik Conservation International di Tanah Papua). Ratusan jenis baru telah di data oleh tim peneliti CI, terkadang tim ini melibatkan gabungan dari institusi ternama, sepertl The Smithsonian Institution, Centre for International
Sebuah Danau di Gunung Foja Mamberamo dan Sungai Mamberamo mengalir hingga ke laut bagian Utara Jaya Pura, Papua.
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
11
Foto: ©CI, Fachruddin Mangunjaya
Pos Konservasi yang di bangun oleh CI (atas), dan Pembangunan Community Centre (bawah)
(BPMKKK) dan rencana strategis pembangunan kampung (RESPEK) yang merupakan program Pemda Papua. “Pelestarian alam tanpa pembangunan manusai adalah sia sia, tetapi pembangunan tanpa pelestarian akan fatal,” kata Peter Kamarea, Program Manager untuk pemberdayaan masyarakat Mamberamo. Melalui program ini, masyarakat Papua diharapkan siap menerima perubahan dan rencana pembangunan Papua yang berkelanjutan. Sebab diperkirakan perkembangan yang dahsyat akan terjadi di Papua karena otonomi khusus dan peluang besar untuk mendapatkan usaha di Tanah Papua. “ Saya melihat ke depan akan terjadi perubahan demografi Papua karena masuknya masyarakat
12
TROPIKA INDONESIA
pendatang (migrasi) dari luar Papua. Ini lumrah ada gula dan ada semut,“ kata Peter Kamarea memberikan alasan. Dapat diprediksi bahwa otonomi khusus –dengan pendanaan yang besar— akan mengakibatkan tingginya laju arus migrasi dan pasti berbarengan dengan pembangunan Papua. Oleh sebab itu , menurut Peter Kamarea masyarakat Papua sendiri harus mampu mempersiapkan diri. Jadi untuk itulah, tahapan seperti yang dilakukan oleh Conservation International Indonesia di lapangan, menjadi salah satu upaya dalam mengakselerasi pembangunan sumberdaya dan kapasitas masyarakat di Tanah Papua.
Membangun Community Centre Tantangan untuk membangun kawasan ini adalah tidak mudah. Sebagai komunitas masyarakat yang jauh tertinggal dibandingkan dengan bangsanya sendiri di kawasan Indonesia yang lain. Mamberamo, tengah meniti kehidupan peralihan dengan basis sebagai pengumpul menjadi masyarakat yang menetap. Dalam transisi ini, mereka masih belum dapat sepenuhnya meninggalkan tradisi lama mereka sebagai pengumpul. Maka basis penyadaran perlu disiapkan yaitu melalui ‘community centre’ yang dibangun oleh Conservation International, Pemda Papua dan UNDP. “Bangunan ini akan menjadi tempat terpadu, dari pendidikan, kesehatan hingga
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Foto: CI © Bruce Behler Foto: ©CI, Bruce Behler
konsultasi pembangunan masyarakat,” kata Peter Kamarea. Selain itu, usaha ini juga memberikan kontribusi pada program yang dicanangkan oleh Gubernur Papua, Barnabas Suebu, yang membuat program Rencana Strategis Pembangunan Masyakat Kampung (RESPEK). Adapun RESPEK mentargetkan pembangunan yang berasal dari pemberdayaan masyarakat Papua, atau people driven development. Faktanya adalah, menurut Peter Kamarea, “Mereka pasti ingin menikmati pendidikan yang lebih baik, selain itu mereka ingin anak-anak mereka lebih pintar dan tidak perlu dengan merusak lingkungan.” Oleh sebab itu menurutnya, sekarang ini sedang digarap sebuah development konsep yaitu membangun Papua denga cara dibarengi dengan rencana strategis oleh orang yang mengerti membangun manusia dari kampung kampung mereka sendiri. Ketika berkunjung ke kawasan ini, keadaan pemenuhan keperluan primer terasa sangat parah. Walaupun bangunan kesehatan (Puskesmas) telah tersedia — atas upaya dinas kesehatan yang berada di Propinsi — tetapi dokter di Puskesmas tidak ada. Ketiadaan ini juga diperburuk oleh tak tersedianya alat kesehatan dan bahkan obatobatan. Program imunisasi tidak berjalan, puskesmas tanpa dokter. Masyarakat yang sakit parah, terpaksa harus dirujuk ke Jayapura untuk mendapatkan bantuan dokter. Karena itulah, sarana community centre, yang sedang dibangun oleh CI bekerjasama dengan Pemda Papua dan UNDP ini, kiranya dapat menjadi penawar atas segala kesenjangan pelayanan tersebut. Salah Seorang Kepala Suku di Mamberamo, Carlos Toe, mengatakan, dengan adanya program pembangunan community centre, nantinya tempat ini dapat bisa menjadi pusat pelatihan dan pendidikan. Disamping itu, Carlos juga berharap, pusat komunitas atau community centre yang sedang dibangun ini bisa memberikan kontribusi atas kemajuan Mamberamo. N
Hutan Foja
Laporan Fachruddin Mangunjaya dari Dabra, Mamberamo,
Musim Panen (Januari
Papua.
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
13
Kegiatan anak-anak Dabra “bersekolah” di bangunan kosong bekas kantor penerbangan sipil
Pemberdayaan, Pendidikan hingga Kesehatan
R
umah kayu, bangunan kosong kantor Penerbangan sipil (Pensip), tepat disebelah lapangan perintis Distrik Dabra itu kini setiap hari tidak sepi lagi. Kantor penerbangan ini tadinya tidak berfungsi. Bangunannya bercat biru pucat, tidak berpintu, dan kaca nako jendelanyapun sebagian telah lenyap. Di berbagai sudut ada dinding yang papannya sudah tak ada lagi, berlobang. Menjadikan ruangan didalamnya lebih terang. Sekarang, setiap hari, sejak 25 Januari tahun ini, kantor tak berfungsi itu kini disibukkan dengan ramainya kunjungan anak-anak berusia taman kanak-kanak (TK) antara 3-6 tahun. Mereka sedang dididik dan diperkenalkan hurup baca tulis dan pengenalan yang bersifat melatih motorik dan gerakan tangan. Mereka diajarkan mengenal angka, hurup dan warna. Beberapa diantara mereka ada yang seharusnya berusia sekolah dasar namun juga bergabung dalam kelompok ini. “Ini baru melatih gerakan tangan, untuk mengenal angka dan warna,“ kata Agus Voisa, 32 tahun, salah seorang penduduk setempat yang menjadi pengajar kelompok anak-anak tersebut.
14
TROPIKA INDONESIA
Anak-anak yang polos dan berpenampilan seadanya ini kini mulai aktif pergi ‘ke sekolah’ tersebut dari hari Senin hingga Jumat. Tidak panjang waktunya, hanya dua jam pertemuan. Mereka dikumpulkan, diberikan pensil warna dan alat-alat tulis dan mewarnai. Dan diharapkan secara perlahan-lahan mereka mampu menyerap pelajaran. Kegiatan ini merupakan salah satu aksi yang dilakukan oleh para peserta training of trainer (TOT) pada penduduk Distrik Dabra untuk mengatasi ketiadaan tenaga pendidik. Pelatihan cara mengajar ini telah dilakukan oleh Conservation International dan UNDP yang menjalankan program Community Development untuk kawasan Mamberamo. Dalam program tersebut telah dilatih 32 orang tenaga pengajar yang berasal dari masyarakat setempat. Maka untuk Kampung Dabra, penduduk yang berpendidikan cukup, seperti Cristina Enko (25), Maise Serife (27), Agus Voisa (32) mulai sibuk memberikan pelajaran menggambar untuk 40an anak yang datang dari sekeliling kecamatan berpenduduk sedikit ini. “Program ini menjadi cikal bakal untuk mengatasi ketertinggalan yang ada di
Kecamatan Dabra.” Jelas Peter Kamarea yang menjadi Proyek Manager Program Pemberdayaan ini. Tapi menurutnya, program ini diharapkannya tidak berhenti disini. “Akan ada program lanjutan.” Meskipun baru mulai, tapi masih ada pertanyaan dari penduduk tentang program pengajaran yang diberikan tersebut. Misalnya ada beberapa orang tua yang menanyakan: “Apakah nanti mereka mendapatkan ijazah,” kata Maise Serife (27). Menurut Peter Kamarea, dalam menyelenggarakan pendidikan ini, Conservation International akan bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Pengajaran (DIKNAS) dengan membantu fasilitasi paket A untuk mereka yang putus sekolah SD, paket B untuk mereka yang putus sekolah SMP dan paket C untuk SMA. Kesehatan Disamping minimnya tingkat pendidikan penduduk. Kondisi kesehatan pun demikian pula. Untuk itu, CI akan masuk pada metode pencegahan untuk menuju pada masyarakat yang sehat. Misalnya dengan memperkenalkan program makanan dan gizi yang baik untuk para ibu. “Kandungan gizi
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Suasana perkampungan di Subdistrik Dabra
Dabra Ingin Keluar dari Kepompong
Infra struktur? Jangan membayangkan ada jalan raya di sini. Satu-satunya jalan yang paling lebar dan ber aspal—itu pun hanya beberapa ratus meter—adalah lapangan terbang. Sebuah jalan baru, yang masih pendek dan berlumpur sedang dirintis
S
ederhana. Itulah kesan yang diperoleh dari Charles Wikara (38 tahun), Kepala Sub distrik (Camat) Dabra. Pak Charles, begitu beliau dipanggil. Dengan bersendal saja, dan pergi kesana kemari di kota Jayapura untuk
mengurus segala keperluan Subdistrik Dabra yang dipimpinnya. “Saya sedang mengurus pengajuan gaji pegawai untuk distrik,” begitu kata Charles. Sebagai kawasan terpencil, sebuah dusun
yang kemudian menjadi kecamatan, nun jauh di pedalaman Papua. Dabra memang belum sepenuhnya siap untuk menjadi sebuah kecamatan. Kantor kecamatan — orang Papua menyebutnya distrik — memang ada, tetapi
makanan itu harus diperkenalkan,” kata Peter. Selain itu juga akan dibangun tempat demontrasi untuk cara berternak ikan. Mereka juga harus diberikan pemahaman tentang pola konsumsi yang teratur misalnya dengan mengajarkan berapa pemenuhan protein yang diperlukan oleh tubuh. Beberapa penyakit umum yang dijumpai di perkampungan adalah diarea dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Bagi masyarakat kampung yang jauh dari fasilitas kesehatan, dua penyakit ini bisa membawa maut. Lain lagi penyakit yang dijumpai pada wanita, pada umumnya adalah penyakit yang yang berhubungan langsung dengan sebelum dan sesudah melahirkan sehingga diperlukan “pre-post natal care”. Pada umumnya kaum ibu di Mamberamo
masih menggunakan cara tradisional yang belum higienis yang dapat mengkibatkan ibu dan anak rentan terkena penyakit. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat ini ingin mencontoh pada pemberdayaan penduduk Dani di Wamena Papua pada tahun 1980an. Sekarang, dengan adanya pemberdayaan, wajah dan kehidupan Masyarakat Dani yang tadinya sama halnya dengan masyarakat pengumpul di Mamberamo — sangat terbelakang—kini berubah sangat drastis. Kesadaran masyarakat tinggi karena program pemberdayaan masyarakat atau community development yang berhasil. “Dampaknya juga sekarang. Menurut cerita Peter Kamarea, kalau Anda ke Wamena anda bisa mendapatkan pekarangan mereka yang diman-
faatkan untuk pemenuhan gizi. “Hari ini Anda bisa beli jeruk manis itu datangnya dari Bikondini,” Pohon jeruk yang tadinya hanya beberapa pohon kini bisa mensuplai beberapa kota di Papua. Mereka juga menjadi penghasil sayur sayuran dan ikan dari kolam yang mereka buat. Bahkan anak suku Dani sudah banyak sekali yang mendapatkan pendidikan tinggi hingga mencapai strata 2 (S2). Tentu saja program di pemberdayaan di Mamberamo ini adalah program jangka panjang. Dan Peter mengumpamakan, pekerjaan yang dilakukan oleh CI seperti melempar sepotong baut ke tengah laut. “Riaknya yang tidak kelihatan, tapi kita harus melakukan,” kata putra Papua kelahiran Serui ini.N
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
15
LAPORAN KHUSUS “Pendidikan harus benar-benar diperhatikan, jangan ada guru yang pulang. Pemerintah harus serius, karena gaji guru tiga bulan baru diturunkan.” Seorang perempuan mengolah sagu
Charles Wikari
kelembagaanya belum terbangun. Setelah dua tahun berjalan, Kecamatan Dabra hanya mempunyai empat orang staff yang semuanya kepala seksi. Sumberdaya manusianyapun belum ada dan infra struktur yang belum memadai, membuat kawasan terpencil di ibukora Distrik Mamberamo Hulu ini sangat tertinggal jauh. Pembentukan kawasan tersebut menjadi bagian dari Kabupaten Mamberamo Raya, memerlukan perjalanan panjang dan tidak mudah. Jumlah penduduk dalam tujuh kampung di Distrik Mamberamo Hulu adalah 2900 orang—setara dengan satu rukun wilayah (RW) di Jakarta. Penduduk asli yang mempunyai latar belakang pendidikan dan tamat sekolah menengah masih bisa dihitung dengan jari. Bahkan mereka yang berhasil menamatkan SMA hanya beberapa orang.
16
TROPIKA INDONESIA
Infra struktur? Jangan membayangkan ada jalan raya di sini. Satu-satunya jalan yang paling lebar dan ber aspal—itu pun hanya beberapa ratus meter—adalah lapangan terbang. Sebuah jalan baru, yang masih pendek dan berlumpur sedang dirintis. Tidak terlihat ada kendaraan bermotor disini. Jalan-jalan kampung dapat dikatakan hanya mirip jalan setapak. Semua orang berjalan kaki atau naik perahu untuk pergi ke hutan mencari makan sehari-hari. Charles Wikari adalah salah satu putra daerah yang beruntung. Dia keluar dari keterisolasian Dabra pada 1989 menuju Jayapura dengan bantuan Gereja. Untuk belajar mempunyai visi kehidupan kedepan, dia terinspirasi dari para petugas ABRI yang berbakti di kawasan tersebut dan juga karena adanya pendekatan dari penginjil. Seorang pendeta Jerman dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Klases Gereja Yanimo, Klasis GKI Mamberamo Apawer berkerjasama dengan Klasis Diswllem Jerman membiayainya sekolah. Dengan beasiswa 15 ribu perbulan sejak SMA di Jayapura, masukklah Charles ke Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Ottowdam Geisller, Papua pada tahun 1996. Menurut Charles, kondisi daerahnya yang lamban memang terbentuk karena terisolasinya transportasi dan sarana kehidupan. Tapi Charles tidak menyangka, proses politik dan pemekaran daerah sangat laju dan mengharuskan kawasan ini terus berkembang. Dabra tadinya merupakan kawasan pengembangan
dari Kabupaten Sarmi. “Belum lengkap kabupaten Sarmi membenahi segala kelengkapan dan kelembagaan kabupatennya. Mamberamo Raya, kemudian dibentuk.” Ada beberapa keprihatinan Charles terhadap perkembangan daerahnya yang lamban, pendidikan yang masih tersendat karena ketiadaan guru, dan pelayanan kesehatan masyarakat yang jauh dari memadai. Banyak penduduk yang kemudian harus menjadi korban karena pelayanan kesehatan yang tidak ada. “Banyak ibu hamil tidak mendapatkan pelayanan.” Tambahnya. Selain itu pendidikan harus mendapatkan perhatian serius disebabkan kendala teknis yang belum teratasi. “Pendidikan harus benar-benar diperhatikan, jangan ada guru yang pulang. Pemerintah harus serius, karena gaji guru tiga bulan baru diturunkan.” jelasnya. Begitu pula dokter hanya ditempatkan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang tugasnya pun sementara. Ironinya Puskesmas cukup megah bangunannya, tapi dokter dan obat obatan seperti antibiotik pun tidak ada. “ Dokter PTT sudah pindah, dan tenaga bidan hanya tiga orang untuk delapan kampung.” Dengan segala ironi itu, kampung yang sangat jauh dan terpencil ini kini tengah menggeliat, namun perlahan, seperti ulat. Dan akan keluar seperti anak kupu-kupu yang keluar dari kepompong hijaunya hutan tanah Papua yang masih perawan. Nfm
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Wawancara dengan: Ir Noah Kapisa, MSc Kepala Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (BPSDALH), Papua.
“Kalau Diberi Kepercayaan, Pasti Bisa”
A
genda penting dalam pembangunan Papua berkelanjutan, sebenarnya sudah bergulir. Sejak Otonomi Khusus yang diberikan kepada Pemerintah Papua, persoalan dan tantangan pembangunan tersebut kini secara bertahap dibenahi. Untuk mengelola sumber daya alam, secara khusus Gubernur Papua, Barnabas Suebu, menunjuk Ir Noah Kapisa, MSc, sebagai Kepala Badan Pengeloaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Propinsi Papua. Keraguan tentang apakah Papua mampu menjalankan otonominya dengan baik dan mampu mengubur ketertinggalannya? “Saya kira sudah saatnya. Mestinya dari dulu, ini pemikiran saya,” kata Noah, ketika ditanyakan soal kesempatan dan kepercayaan yang diberikan pada Pemerintahan otonomi Khusus yang lebih luas. Menurutnya, khusus untuk Papua, harus dapat dikatakan, bahwa kami juga bisa berdiri untuk mengelola sumber daya alam dan kami bisa mempromosikan itu sendiri dan kami juga bisa merencanakan sendiri. “Kita tanamkan secara pribadi, bahwa kalau orang
Musim Panen (Januari
Papua diberi kepercayaan pasti bisa.” Namun katanya, dia juga tidak boleh meminta-minta kepercayaan. “Tapi kalau dikasih ya lakukan dengan betul. Kalau orang lain bisa, saya juga harus bisa.” Berikut perbincangan TROPIKA Indonesia dengan Noah Kapisa tentang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan Papua: Pak Noah bisa ceritakan background sedikit mengenai pengembangan, cita-cita ke depan mengenai apa yang akan dilakukan oleh bapak selaku pengemban amanah sebagai Kepala Badan Penge Penge-lolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (BPSDALH) ? Baik, memang badan ini baru dibentuk tahun yang lalu, tahun 2009. Tanggung jawab yang diberikan kepada kami adalah mencari, menemukan, mengkaji, dan memberi solusi kebijakan dan teknis bagaimana mengelola kekayaan alam di Papua ini yang cukup banyak, tapi yang diterjemahkan di sini, fokusnya adalah termasuk tambang, hutan, pertanian, perikanan, dan pariwisata.
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Sehingga dari situ kami mencoba melihat dan membuat semacam visi kecil untuk mendukung visi pemda menuju Papua baru. Kami mencoba melihat dalam konteks menyelamatkan sumber daya alam Papua untuk pembangunan berkelanjutan. Kemudian misinya tidak lari jauh, antara lain melakukan kajian, analisis yang sifatnya adalah untuk membantu pemda terutama dinas dan instansi teknis terkait. Tugas pokok yang diberikan untuk mendukung visi-misi, ini akan lebih banyak bergerak dalam melakukan kajian dan menurut saya walaupun nanti ini bersifat kebijakan, akan lebih banyak pada kajian untuk menemukan sumber-sumber kekayaan alam kami, potensi, dll, serta menyiapkan data-data yang bisa dipakai dan dipromosikan untuk bagaimana bisa nanti dikelola lebih lanjut lagi. Seperti yang kemarin baru saya sampaikan bahwa apabila melihat tugas utama menyediakan data yang, bukan hanya pada teknis saja, tetapi data yang akan dipakai untuk pembangunan ekonomi, artinya kami menyediakan data-data katakanlah di pertambangan
TROPIKA INDONESIA
17
yang siap bisa dipakai, begitu orang datang dan melihat potensi yang ada, oh ini nilainya berapa, begitu juga di kehutanan dan lainlain. Jadi bukan kajian saja, data-data ini dapat disiapkan atau tidak, maka nanti kami akan sampai pada bagaimana evaluasi ekonomi agar pada saat diminta oleh gubernur atau oleh siapapun, data-data itu sudah harus siap untuk dipakai dan tentu harus akurat ya, itu yang kita lakukan di Badan ini. Implementasinya seperti apa nanti setelah ditemukan kajian itu dan dilakukan, apakah ada semacam guideline? Ya kita akan buat sampai di situ. Kita semacam punya guideline atau sejenisnya, katakanlah semacam buku atau peta, “oh ini ada peta di papua, yang mineral ini, ada di mana-mana, depositnya berapa dan nilainya, sehingga akan jadi pegangan oleh minimal pemerintah daerah atau akan diberikan kepada instansi-instansi pertambangan, jadi kalau orang datang dan bertanya, kami sudah punya data, punya angka, atau punya nilai yang mau ditawar dan dijual. Ada yang mau beli? Ya kami sudah ada. Tidak? Ya kami punya. Jadi dokumen ini harus dipakai nanti dan memang itu harus digunakan, itu yang ditegaskan oleh bapak Guburnur (Barnabas Suebu, red). Sekarang ini untuk menilai kekayaan
sumber daya alam, biasanya ada kajian valuasi ekonomi sumber daya alam, bagai bagai-mana gambaran B apak? Ya saya sendiri terus terang awam dalam bidang itu karena harus menghitung nilai-nilai ekonomi. Tapi saya punya gambaran sedikit, kan kita sudah pernah bekerjasama antara lain dengan Dr. Suparmoko dan beberapa teman yang melakukan perhitungan itu, bayangan saya nanti tentu bukan dilakukan oleh orang yang tidak tahu masalah ekonomi tapi harus ada orang yang tahu masalah ekonomi itu, dia harus menghitung itu dan kami sudah pernah juga melakukan kerjasama. Di lembaga ini kami punya bidang manajemen aset, di dalamnya juga ada sub bidang untuk valuasi, itu yang sedang dicari dan sesungguhnya sudah ada, cuma untuk mengisi itu dulu ya, tapi gambaran saya antara lain kami akan melakukan perhitungan, menyiapkan data untuk mendukung fiskal yang ada di Papua ini, sehingga saya pikir harus sampai disitu, dana Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK). RESPEK merupakan program yang digagas oleh gubernur. Saya optimis karena kami sudah lakukan walaupun mungkin dengan scope yang berbeda namun kita mengaplikasikan di sektor kehutanan. Tinggal
Foto: ©CI, Fachruddin Mangunjaya
LAPORAN KHUSUS
dengan cara yang sama dalam bidang pertambangan tapi dengan cara kerja yang relatif sama mungkin, kami perlu mencari orang yang bisa mengerjakan itu. Dan itu kan kekayaan. Kekayaan kalau hanya dilihat fisiknya tanpa ada nilai ekonomi, tidak ada nilainya, padahal tujuan kita adalah mencari dan mengkaji supaya kekayaan alam kita ini bisa memberikan nilai manfaat ekonomi bagi masyarakat. Kaitannya dengan di konservasi itu kan kita tidak hanya menilai aset-aset yang punya nilai ekonomi tapi juga pada eksistensi yang abstrak dan kompleks misalnya jasa kosistem, termasuk air air,, udara dan karbon. Bagaimana bapak
18
TROPIKA INDONESIA
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Mamberamo dari udara
memasukkan ke dalam perhitungan? Itu juga ada dalam salah satu bidang di sini, termasuk dalam manajemen aset juga. Tentunya kita sudah pernah melakukan perhitungan, selain yang misalnya menghitung nilai-nilai yang riil, juga menghitung jasa lingkungan, itu sudah dihitung dan itu yang selama ini belum diperhitungkan di kekayaan alam kita di Papua. Saya kasih contoh gambaran misalnya, air. Kita tahu air tapi belum tau kita nilai airnya sudah sejauh mana. Yang sekarang terakhir ini adalah masalah perubahan iklim yang terkait dengan ini. Saya kira sudah punya cara untuk menghitung itu, jadi menurut saya yang bisa dirasakan langsung dan tidak langsung mesti bisa dinilai.
Musim Panen (Januari
Tentu kita tidak bisa sendiri, tapi teman-teman yang dari NGO, LSM yang akan kami pakai juga. Jadi memerlukan mitra. Dan itu yang diharapkan. Kalau mitra kita sudah melakukan kajian atau perhitungan seperti itu, tentu datanya, informasinya, akan kami himpun di sini, untuk membangun database. Jadi salah satu tugas dari kantor adalah membangun database mengenai kekayaan alam. Database ini, input datanya bisa dari kami sendiri dan juga dari mitra-mitra kami. Saya kasih gambaran saja, misalnya yang terkait dengan konservasi. Kantor ini yang jelas sangat minim data mengenai konservasi tapi banyak sekali ada di CI dan WWF khusus di Papua. Tugas kami adalah mengkomunikasikan dengan teman-teman di situ data-data yang
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
sifatnya umum yang bisa diakses secara umum. Selama ini sudah jalan, cuma belum dalam satu database. Pikiran sederhananya juga adalah database yang di sana dalam bidang konservasi itu sudah ada di CI, mungkin dia punya yang sudah ada dan kita bawa dan taruh di sini lagi. Jadi nanti bagaimana mendapatkan data itu sampai jadi begini, kami akan bilang bisa berkomunikasi dengan sumber datanya, misalnya ke CI langsung. Masalah keakuratan data dan segala macam kami kembalikan kepada yang membuatnya. Kami di sini menghimpun dan mempromosikan data itu saja. Bapak memerlukan lanjutan untuk kemitraan dengan organisasi internasio-
TROPIKA INDONESIA
19
LAPORAN KHUSUS nal, semacam CI? Kemarin saya diwawancarai, khusus untuk daerah pedalaman kami atau yang menyangkut masalah kekayaan alam terkait dengan konservasi. Teman-teman di LSM, terutama CI punya banyak data dan akurat kalau kami bandingkan dengan pemerintah di sini, karena mereka sudah duluan masuk, nah itu sampai sekarang kami masih pakai. Ini menarik sekali, saya tadi baru berdiskusi bersama teman-teman, saya di sini baru setahun, kemarin saya pikir badan ini juga harus melakukan koordinasi atau sinkronisasi karena kekayaan alamnya dengan instansi atau LSM terkait. Saya tadi cerita bahwa saya rencanakan tahun ini akan melakukan rapat koordinasi atau sinkronisasi mengenai kekayaan alam di Papua sini, baik dari pemerintah daerah, kabupaten, kota, kemudian saya coba mau undang teman-teman dari beberapa departemen di Jakarta, termasuk teman-teman NGO. Intinya adalah saya mau lihat kalau kami mau sinkronkan, apa yang mau kami lakukan bersama dengan kekayaan alam di papua. Saya tadi ancang-ancang kalau waktunya memungkinkan mungkin maret atau april, sehingga rencana duduk bersama untuk membikin green design untuk pengelolaan kekayaan alam di Papua. Tugas saya adalah apa yang sudah dilakukan teman-teman NGO, yang sudah jalan dan akan jalan tinggal kami petakan dan kordinasi untuk teruskan itu saja. Di pemerintah juga begitu, misalnya apa yang sudah dilakukan di perkebunan, di kehutanan, kalau yang itu sudah jalan, jalan saja tapi di bawah koordinasi. Ini saya ingin bangun dan rencana harus tahun ini saya bikin, sehingga katakanlah dalam tanda kutip kami akan menghasilkan green design pengelolaan kekayaan alam di tanah Papua. Kaitannya dengan st at emen g ubernur stat atemen dalam dokumen A Global Solution oleh Barnabas Suebu yang dibawa ke Kopenhagen 2009, saya lihat beliau mencanangkan 50%, areal Hutan Produksi
20
TROPIKA INDONESIA
yang dapat di Konversi (HPK) dan Areal Pemanfaatan Lain (APL) akan dijadikan kawasan konservasi, apakah tindak lanjut yang sudah dikakukan? Tata ruang Papua sekarang masih dalam tahap penyelesaiannya, jadi yang terkait dengan kehutanan, kami sudah rasionalisasi kawasan hutan, dan kalau lihat 50% yang gubernur sampaikan bahwa HPK 6 juta, tapi katakanlah 5.2 juta itu apabila mekanisme perdagangan karbon kita jelas, maka 5.2 juta HPK itu akan dikonservasi untuk Penurunan Emisi dari Degradasi Hutan ( REDD) itu. Kalau kami masih pegang angka itu dan hubungannya dengan tata ruang, masih masuk karena kami punya HPK yang 6 juta itu, yang 5 juta masih aman. Nah, sekarang yang kami lakukan ini adalah rasionalisasi kawasan hutan yang kami input ke tata ruang. Kami di kehutanan sekarang mencoba untuk memasukkan dalam tata ruang, minimal 5.2 juta. Kemarin di rasionalisasi kami itu ada yang kurang, ada yang tambah, tapi dalam range itu masih. Nah pertanyaannya adalah kalau yang 5.2 juta itu kami bisa pertahankan di tata ruang yang 20 tahun itu bisa atau tidak? Kalau bisa, tata ruang kita harus dijadikan acuan betul dalam pembangunan di Papua. Cara menyelamatkannya adalah melalui program REDD. Kalau kita sudah menuju ke sana maka mestinya kita punya dalam tanda kutip peta, program penyimpanan REDD Papua yang 5.2 juta itu. Di mana tempatnya, kalau lihat areal HPK sudah ada, tapi apakah itu yang kami fokuskan untuk tidak diganggu karena itu adalah program REDD kita 20 tahun ke depan, maka siapapun tidak boleh mengubah itu dan cara mengamankannya kita bisa pakai itu untuk program REDD dan itu cara yang menurut saya bisa kita pakai untuk menyelamatkannya dan di tata ruang pun mungkin kita bisa bilang jangan bikin tata ruang sembarangan di kabupaten karena daerah ini sudah kita masukkan dalam program yang 5.2 juta. Tantangan untuk implementasi itu apa? Sesungguhnya tata ruang propinsi sekarang
menunggu kehutanan. Jumat kemarin saya baru diskusi dengan teman-teman kehutanan dan kita targetnya dalam Februari 2010. Khusus untuk kawasan Mamberamo seperti apa perhatian pemerintah? Kami punya kekayaan besar yang ada di Suaka Margasatwa Mamberamo Foja dan itu dalam konsep kami adalah salah satu yang harus kami selamatkan, sehingga di tata ruang kami maupun di rasionalisasi kawasan, kawasan konservasi Mamberamo itu tidak boleh diganggu. Kemarin saya lihat ada sedikit dari pemikiran kabupaten, jadi saya tanyakan, apakah kawasan itu masuk Mamberamo Raya atau Mamberamo Tengah. Kalau pun dia masuk dalam wilayah kabupaten, tentunya area konservasi akan tetap dipertahanka, selama tidak mereka ubah, jadi tidak masalah. Tapi saya kira khusus untuk Mamberamo Raya mungkin sebagian Mamberamo tengah yang terkait dengan LSM itu, kemarin di pembicaraan kami, kita harus sepakat kalau mau rasionalisasi kawasan hutan di Papua, yang pertama adalah kawasan konservasi tidak boleh diganggu. Kalau ada perubahan akan kami diskusikan, misalnya dipakai untuk pemekaran, kami akan tanya sejauh mana wilayah itu dipakai misalnya untuk bangun fisik. Kalau sudah ada jangan, kalau belum, tidak semua areal itu harus dibuka. Boleh membangun tapi perhatikan aspek konservasi, mungkin jadi kabupaten konservasikah. Karena kasus ini bukan terjadi di Mamberamo saja, tapi juga di Taman Nasional lain. Saya kira khusus untuk Mamberamo, teman-teman dari CI dan WWF lebih tahu. Dari peta yang ada, kekayaan alam di sana luar biasa, termasuk satwa flora fauna endemik yang ada di sana. Yang punya data lengkap di wilayah Suaka Mamberamo Koja itu CI dan WWF. Temanteman ini jalan dan tidur di dalam hutan, seperti Robert Mandosir, mereka itu lebih tahu lapangan, luar biasa data-data dari mereka. Dan kita memikirkan bagaimana caranya agar data itu ada di lembaga ini. N fachruddin mangunjaya, ditranskrip oleh Yonita Saras.
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Carlos Toe, Kepala Suku Dabra di Mamberamo
“Beri Kami Besi, Ajarkan Kami” Bagi Conservation International (CI), kepala Suku Dabra, Carlos Toe (45), adalah mitra yang setia dalam membantu upaya upaya membangun konservasi di Mamberamo.
Carlos Toe
S
ebagai kepala suku, Carlos Toe, menjadi rujukan dan tempat pengaduan masyarakat setempat. Beliau pula yang menyediakan lahan untuk pembangunan community centre yang akan difungsikan sebagai tempat kegiatan dan kemajuan masyarakat di Dabra. Bapak empat anak ini, dengan sangat berhati-hati berbicara tentang sumber daya alam di Kabupaten Mamberamo. “Kalau kedepan, saya ingin hutan tidak boleh ditebang sembarangan,” kata beliau. Menurutnya masyarakat di Dabra khususnya tidak boleh hanya bergantung dari kayu saja, namun dapat melihat juga potensi alam bukan kayu yang tersedia, misalnya buaya atau ikan yang hidup disepanjang Sungai Mamberamo yang luas. “Bisa lihat potensi alam seperti ikan, buaya,tapi harus diatur pemanfaatannya’’ katanya. Upaya yang dapat dilakukan misalnya masyarakat diberikan pelatihan untuk mengolah sumberdaya itu. “Supaya bermanfaat untuk masyarakat.” Carlos memang berharap banyak akan kehadiran CI di Mamaberamo. Kepala Suku ini mengharapkan program kegiatan seperti yang dilakukan oleh CI ini mampu membantu membangun masyarakat dan mengubur ketertinggalan mereka. “Masyarakat kami masih tertinggal pengetahuan, ekonomi, dan kesehatan, terutama dalam segi pendidikan dasar,” katanya. Beliau berharap ke depan masyarakat dapat mempunyai keterampilan untuk mengolah sumber daya mereka sendiri.
Musim Panen (Januari
“Umpama saya ingin pesawat, anda tidak perlu membelikan pesawat. Tapi beri kami besi dan ajarkan kami, nanti kita yang akan merangkainya,” ujarnya berpendapat soal pendidikan kemandirian. “Jangan kasih ikan tapi kasih kami kail saja.” Keprihatinan Carlos memang sudah lama. Banyak kekurangan yang dialami oleh penduduk, menurutnya dari segi pelayanan kesehatan, “Pelayanan kesehatan sangat kurang sekali. Kami juga memerlukan dokter yang bisa melayani semuanya.” Ketiadaan pelayanan ini memang serba sulit, dikarenakan desa dan kecamatan sangat jauh dari jangkauan. Bayangkan saja, untuk memasuki Subdistrik Dabra, diperlukan waktu empat hingga tujuh hari, dengan menggunakan kapal dan kemudian disambung dengan speed boat, itupun biayanya tidak dapat dikatakan murah. Selain kapal yang menuju ke arah kawasan tersebut—menyusuri Sungai Mamberamo –yang panjangnya ratusan kilometer. Maka, satu-satunya alat yang dapat diandalkan adalah menggunakan pesawat udara. Diperlukan waktu satu setengah jam dengan menggunakan pesawat dari Bandara Sentani, Jayapura. Tantangan lain yang dihadapi di Dabra adalah soal pendidikan. Sekolah dari SD dan SMP telah berdiri tetapi tenaga gurunya sangat minim. Banyak guru yang tidak betah tinggal di desa yang sangat terpencil seperti Dabra, sebab, disamping kesulitan untuk mendapatkan sarana untuk keluarga mereka, juga –
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
karena jauh dari pusat administrasi dan pelayanan publik—gaji guru menjadi terlambat dibayar. “Saya sering kedatangan guru yang mengadu, tidak menerima gaji mereka,” kata Carlos. “Perhatian dari Kepala Dinas Pendidikan sangat kurang,“ kritiknya. Masyarakat disini ingin pintar, dan sebetulnya mereka pintar, tapi guru-guru tidak ada yang betah. Banyak guru yang kemudian menghabiskan waktu mereka di Jayapura, mengurus sendiri gaji dan keluarganya. Karena itu, menurut Carlos, pendidikan di Dabra sangat terlambat. “Maka dengan adanya Peter –maksudnya program CI, red— kita katakan, kita harus lakukan sesuatu yang orang luar bisa mendidik kita di sini. Dan saya harap, bangunan community centre bisa menjadi pusat pelatihan dan pendidikan.” Carlos dengan semangat yang tinggi, berharap pusat komunitas atau community centre yang sedang dibangun ini bisa memberikan kontribusi atas kemajuan Mamberamo. “Harapan saya, kalau pelatihan dan pendidikan berjalan, kita bisa kursus bahasa Inggris, untuk masyarakat Mamberamo supaya ke depan mereka mempunyai wawasan luas untuk bisa mengolah apa yang dimiliki, misalnya Bagaimana membuat minyak. Selain itu, juga bisa melatih masyarakat untuk membuat melengkapi kehidupan mereka sehari hari, misalnya membuat gula dll, Supaya orang tidak beli gula ke Jayapura.” N fm
TROPIKA INDONESIA
21
LAPORAN KHUSUS
Peter Kamarea (tengah) di antara warga Papua
Peter Kamarea, Papua Senior Policy Advisor,
“Membangun Masyarakat yang Menyejahterakan Diri Mereka” Berbekal pengalaman dari pengembangan komunitas di berbagai daerah, termasuk di Kalimantan dan terakhir disaat pembangunan kembali Aceh setelah tsunami, 2004-2007, Peter kini ingin membangun komunitas masyarakat Papua yang masih tertinggal.
K
eprihatinan yang mendalam akan lambannya perkembangan masyarakat di Tanah Papua, membuat Peter Kamarea (55) ingin terlibat langsung membantu percepatan pembangunan tanah Papua. Lahir di Serui, Papua, dan telah berpahit manis dalam dunia bisnis dan pengembangan investasi di tahan Papua. Pernah menjadi salah satu Chief Controler Accountant untuk PT Freeport selama beberapa tahun. Namun, karena tertarik pada pembangunan lingkungan dan kekayaan sumber daya hayati Papua. Peter Kamarea akhirnya
22
TROPIKA INDONESIA
terjun ikut bergabung dengan Conservation International yang mempunyai visi melestarikan alam. Mengapa tertarik dengan konservasi? Menurut Peter, tantangan terhadap konservasi lingkungan berawal dari kerja yang dilakukannya dalam membangun kembali Aceh pasca tsunami. Peter menyaksikan, ternyata banyaknya korban, tidak saja dikarenakan tsunami yang dahsyat, tetapi kejadian itu diperparah juga dengan lingkungan di Aceh yang rusak. Dan itu menurutnya akibat ulah manusia. Berbekal pengalaman dari pengembangan komunitas di berbagai daerah, termasuk di
Kalimantan dan terakhir disaat pembangunan kembali Aceh setelah tsunami, 2004-2007, Peter kini ingin membangun komunitas masyarakat Papua yang masih tertinggal. “Sangat menyakitkan, dan tidak ada manusia pun kalau berdiri di Pantai Ululeu (Aceh), akan dapat menahan air mata, karena menyaksikan begitu banyaknya mayat, korban tsunami.” Namun, menurutnya, perlu disadari, ketika menyaksikan disekeliling kawasan itu, ternyata pohon bakau telah hilang menjadi tambak ikan. Padahal, jika vegetasi bakau masih bertahan, minimal akan mampu mengurangi banyaknya korban. Tidak berhenti dengan itu,
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
musibah diperparah lagi dengan kerusakan lingkungan lain. Setelah setahun tsunami, tahun 2006, ada lagi banjir bandang yang juga di Aceh. “Dan kita lihat banyak gelondongan yang turun diakibatkan oleh illegal logging.” Jadi, menurutnya pembangunan penting tetapi tidak mengabaikan kelestarian lingkungan. Ketika TROPIKA Indonesia, mengadakan kunjungan ke Kecamatan Dabra, Distrik Mamberamo Hulu, Kabupaten Mamberamo Raya. Peter tengah sibuk mengawasi dan menjalankan pembangunan sebuah ‘Community Centre’ yang akan berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat. Menurutnya, target program ini adalah mengembangkan pemberdayaan masyarakat. Program ini sudah berjalan tahun kedua dengan bantuan dari
perubahan demografi Papua karena masuknya masyarakat pendatang (migrasi) dari luar Papua. Ini lumrah ada gula dan ada semut, “kata Peter memberikan alasan. “Otonomi khusus –dengan pendanaan yang besar—(red) akan mengakibatkan lajunya arus migrasi dan pasti berbarengan dengan pembangunan Papua”. Oleh sebab itu , menurut Peter masyarakat Papua sendiri harus mampu mempersiapkan diri. Jadi untuk itulah, tahapan seperti yang dilakukan oleh Conservation International Indonesia di lapangan, menjadi salah satu upaya dalam mengakselerasi pembangunan sumberdaya dan kapasitas masyarakat di Tanah Papua. “Tujuan program ini untuk peningkatan kapasitas masyarakat sehingga mereka mampu mensejahterakan diri mereka sendiri dengan
United Development Program (UNDP) untuk memenuhi target Millenium Development Goal (MDG) didukung juga oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Kesejahteraan Keluarga (BPMKKK) dan Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) yang merupakan program Pemda Papua. Sebagai putra Papua, Peter berharap, masyarakat Papua siap menerima perubahan namun tidak dikorbankan untuk berubahan itu. Perkembangan yang dahsyat akan terjadi di Papua karena otonomi khusus dan peluang besar untuk mendapatkan usaha di Tanah Papua. “Saya melihat kedepan akan terjadi
mendidik secara mandiri, mengarah pada kemandirian.” ujar Peter menambahkan. Dengan adanya program pemberdayaan masyarakat ini mereka akan terdidik. Dan Community Centre akan dipakai untuk berbagai kegiatan, dari tempat rapat, interaksi masyarakat, tempat belajar hingga tempat konsultasi kesehatan. Masyarakat Mamberamo Hulu, menurut laporan pendahuluan yang diadakan oleh Antie Solaiman dan Lusi Yantewo dari Conservation International, masih merupakan masyarakat yang tertinggal jauh dibandingkan dengan kawasan Indonesia yang lain. Informasi di desa sangat minim, tidak ada radio, televisi, apalagi
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Peter tengah sibuk mengawasi dan menjalankan pembangunan sebuah ‘Community Centre’ yang akan berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat. Menurutnya, target program ini adalah adalah mengembangkan pemberdayaan masyarakat. koran. Masih tidak ada sarana publik yang umum, seperti listrik, jalan raya, dan bahkan mereka hidup tanpa pimpinan. Dan memprihatinkan lagi, 80 persen penduduknya adalah buta huruf. Oleh sebab itu, membangun tanah Papua dengan ketertinggalan yang begitu jauh, merupakan tantangan yang bukan saja berat tetapi juga unik. Dalam upaya menggerakkan masyarakat di Dabra, misalnya, sebagai Pimpinan Proyek, Peter Kamarea harus berhadapan dengan kenyataan dimana masyarakat masih dalam transisi. Beberapa pekerja yang direkrutnya untuk membangun Comuniti Centre misalnya, sering didapati absen dengan alasan mencari makan di hutan. Hal ini dijumpai karena masyarakat Dabra, masih dalam tahapan transisi. Bekerja sebagai tukang kayu atau pekerja proyek, mereka anggap merupakan sambilan. “Mereka belum bisa fokus pada pekerjaan dan mencari makan dari hasil menetap, seperti berkebun atau bercocok tanam. Maka harus dimaklumi.’’ Bukan hanya itu, kesulitan lain adalah berhubungan dengan para pejabat setempat. Walaupun kantor mereka—misalnya Kantor Kecamatan—berdiri megah, tapi pengurusnya tidak ada. “Birokrat tidak ada di tempat.” Karena dengan berbagai alasan, mereka berada di Jayapura dan dalam tempo yang tidak singkat. Terkadang sampai berbulan-bulan. Nfm
TROPIKA INDONESIA
23
Foto: ©CI, Muhammad Farid
LAPORAN KHUSUS
Kilas Balik
Mengkaji Ulang Peran CI di Tanah Papua Teknik overlay dan diskusi menghasilkan peta prioritas konservasi di Papua dan rekomendasi menuju konservasi terpadu. Oleh: Ermayanti
C
onservation International-Indonesia memulai kiprahnya di Papua 17 tahun yang lalu, diawal 1993 dengan inisiatif program pemetaan dan pelestarian hutan, untuk melihat ketersedian dan kelestarian posokan jenis kayu yang dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan patung dan ukiran suku Asmat. Kegitan berikutnya yang dilakukan adalah gap analisis untuk melihat dan memberikan masukan untuk perencanaan Tanah Papua yang berkelanjutan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan kajian analisis data dan informasi
24
TROPIKA INDONESIA
keanekaragaman hayati dan sosial ekonomi yang dirangkum menjadi informasi spasial untuk dijadikan sebagai bahan diskusi pada workshop di Biak pada tahun 1997. Lebih dari 90 orang ahli keanekaragaman hayati dan sosial ekonomi baik dari internasional maupun nasional berkumpul. Mereka brasal dari 42 lembaga yang berbeda-beda seperti: peneliti, pemerintah daerah dan pusat, beberapa universitas, NGO, pemuka adat dan lembaga donor. Metode yang digunakan dalam penentuan prioritas ini adalah: memetakan distribusi keanekaragaman hayati setiap taxa, kemudian
menjadikan data dan informasi tersebut menjadi data spatial, dan semua data di overlay. Dengan menggunakan tehnik overlay dan diskusi maka dihasilkanlah peta prioritas konservasi di Papua dan rekomendasi menuju konservasi terpadu dan strategi pembangunan di Papua. Adapun rekomendasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan tataguna lahan dengan memperhatikan aspek keanekaragaman hayati untuk menjamin kesenambungan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
2.
3.
4.
5. 6.
7.
Pembagunan di bidang pertanian, pertambangan serta perkebunan harus memperhatikan aspek lingkungan dan melakukan analisa dampak lingkungan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Meningkatkan penelitian biologi untuk mengexplorasi keanekaragam hayati yang belum diketahui. Meningkatkan penelitian di bidang sosial untuk mengidentifikasi caracara yang paling sesuai yang dapat melibatkan masyarakat dalam pembagunan ekonomi. Pengelolaan kawasan lindung dan penegakan hukum. Penambahan kawasan konservasi sehingga seluruh tipe ekosistem dapat terwakili, serta beberapa rekondasi lainnya dapat di lihat pada laporan Lokakarya. Rekomendasi utama dan sangat penting untuk dilakukan secepatnya pada saat itu adalah prioritas peningakatan kapasitas SDM.
Tindak lanjut dari hasil pertemuan tersebut, beberapa donor yang hadir berkomitmen untuk mendanai beberapa prioritas dari hasil workshop tersebut, misalnya dari USAID, Bank Dunia, JICA, dan MacArthur Foundation yang sangat antusias untuk membantu peningkatan kapasitas Sumberdaya manusia, dan penelitian. Keberlanjutan dari lokakarya diatas, CI lalu memulai kegitan pelatihan antara lain: pelatihan pengenalan jenis-jenis keanekaragaman hayati; memperkenalkan metodologi penelitian, identifikasi spesies; penulisan proposal dan membuat perencanaan pendanaan. Selain training di kelas, dilakukan pula praktek langsung di lapangan yang dilakukan oleh peneliti ahli baik dari LIPI maupun peneliti internasional. Terakhir adalah peserta training diminta untuk menulis proposal lengkap membuat methodologi penelitian rancangan penelitian dan rencangan anggarannya. Penghargaan bagi peneliti muda yang mengrim proposal yang baik diikutsertakan dalam kegitan RAP (akan dijelaskan berikutnya) yang langsung dibimbing oleh peneliti senior sehingga mendapatkan ilmu secara langsung di
lapangan dan ada pula hadiah dalam bentuk melakukan penelitian secara mandiri. Hasil dari serangkaian training dan penghargaan yang dilakukan beberapa orang peneliti muda Papua tersebut— yang mendalami berbagai taxa seperti ikan, kelelawar dan amphia/reptilia—kini, beberapa putra asli Papua telah berhasil melanjutkan keilmuannya pada jenjang keilmuan yang lebih tinggi yaitu master (S2) dan doktoral (S3). Kegitan Rapi Rapidd Asessment Program (RAP). Guna melengkapi dari ketertinggalan informasi keanekaragaman hayati yang ada di Papua, CI melakukan Rappid Assessment Program atau dikenal dengan metoda RAP. Metoda penelitian ini dilakukan oleh para ahli untuk melihat potensi dan keanekaragaman hayati yang ada di suatu kawasan secara cepat. Caranya adalah dengan menurunkan para ahli terkemuka di bidangnya, sehingga dalam waktu satu bulan di lapangan mereka dapat mengidentifikasi berbagai jenis-jenis yang ada di lokasi yang diamati dan bahkan menemukan jenis-jenis spesies baru, baik lokasi pene-
Illegal Logging dan Ekonomi Konservasi di Papua
S
elain kajian ilmiah tentang konservasi keanekaragaman hayati, dilakukan juga secara pararel suatu pengumpulan dan analisa data mengenai illegal logging dan perdagangan illegal satwa (2001 – 2003), pada tahun yang sama. Hasil yang sangat mengagetkan dari 160 kasus kejahatan atau pelanggaran perdaganggan satwa dan illegal logging hanya kurang dari 5% yang sampai dijatuhkan hukuman. Sehingga efek jera yang diharapkan dalam hal sangsi hukum terhadap kejahatan lingkungan belum efektif.
Musim Panen (Januari
Kajian ekonomi bagi pembangunan berkelanjutan di Tanah Papua dengan judul “ Rapid Assesment for Conservation and Economy (RACE)”, dilakukan secara pararel dengan kegiatan lainnya. Kajian singkat konservasi dan ekonomi. Metode yang digunakan adalah metode partisipatisi aktif dari berbagai pihak, untuk melihat peluang dan ancaman terhadap konservasi di Papua. Hasil dari kajian ini adalah: · Memprioritaskan pengeluaran belanja publik, seperti kebutuhan pendidikan, kesehatan, pelayanan masyarakat dan prasarana.
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
·
Melakukan strategi pembangunan yang berkelanjutan. · Menarik investor untuk melakukan investasi di sektor non-ektraktif · Restrukturisasi sektor kehutanan · Melegalkan hak-hak adat · Memperkuat pengelolaan kawasan lindung dan kawasan konservasi · Penegakan hukum.juga dihasilkan dari kajian RACE tersebut, Beberapa masukan untuk membuat kelompok kerja (task force) untuk setiap butir rekomendasi telah di inisiasi.
TROPIKA INDONESIA
25
LAPORAN KHUSUS muannya atau distribusi baru atau spesies baru yang dapat dipastikan berbeda dari jenis dalam kelompoknya. Jenis baru selama RAP CI di Papua. 1998, RAP (Rapid Assessment Program) pertama dilakukan di daerah Sungai Wapoga, Penelitian ini dilakukan bersama-sama dengan Universitas Cenderawasih (UNCEN), Museum Zoology, dan Herbarium Bogoriense LIPI, Bishop Museum, Australian Museum, Natural History Museum, The Netherlands, Institut Teknologi Bandung, James Cook University. Dari hasil RAP tersebut, ditemukan sepesies baru: 5 spesies tumbuhan, 36 spesies kumbang, 17 spesies serangga, 3 spesies ikan pelangi, 29 spesies kodok, dan 2 spesies ikan.
Salah satu penemuan dalam ekspedisi RAP Mamberamo tahun 2007
2000: RAP YYongsu-Cyclop ongsu-Cyclop Mountains dan Lembah Memberamo Ini merupakan RAP Training untuk meningkatkan kemampuan peneliti muda di Papua. melibatkan dua puluh tiga orang peneliti dari UNCEN, UNIPA dan NGO lokal dan dari pemerintah daerah.Setelah mengikuti training peserta ikut serta dalam RAP dan didampingi oleh para ahli dari LIPI dan peneliti Internasional yang sama pada RAP sebelumnya. Berhasil dinemukan spesies baru antara lain: 17 spesies serangga air tawar, 1 spesies ikan, 9 spesies katak, 3 spesies reptil. Pada 2001, RAP dilakukan di Kepulauan Raja Ampat. Ahli terumbu karang ternama, J.E.N Veron, ahli Moluska Fred E. Wells, dan ahli ikan
26
TROPIKA INDONESIA
Garry Allen berhasil menggemparkan dunia dengan penemuan 456 jenis terumbu karang, 699 jenis moluska, dan 970 jenis ikan dalam tempo singkat di 45 titik penyelaman. CI Mamberamo Program sangat percaya bahwa peran masyarakat Papua terhadap kelestarian lingkungan termasuk ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya sangat penting. Kearifan tradisional untuk melestarikan keberadaan dan pemanfaatan sumberdaya alam ini dikemas dalam kajian “Multidisciplinary Landscape Assessment (MLA)”, bekerja sama dengan CIFOR dan LIPI. MLA di mulai tahun 2004 di Desa Dabra, Papasena, Kwerba, dan Marina Valen yang termasuk pelatihan dan pemetaan tata guna lahan secara partisipatif. Peta yang dihasilkan bersama masyarakat ini menyajikan informasi sumberdaya keanekaragaman wilayah desa yang dapat membangun kepercayaan dan melibatkan partisipasi masyarakat lokal dalam upaya konservasi. Hasil lanjutannya adalah kesepakatan konservasi masyarakat (community conservation agreement) sebagai bahan masukan kepada pemerintah daerah untuk pengambilan kebijakan rencana tata ruang wilayah. Pendekatan lain yang digunakan CI dalam mebuat prioritas konservasi dan penetuan daerah atau kawasan kunci keanekaragaman hayati di Papua yaitu dengan menggunakan metodology dengan mengunakan indikator adalah: melihat tingkat keterancaman (vurnarability) dan ketidak tergantikan (irreplacebilty) spesies. Dengan memakai daftar spesies terancam punah yang ada di dalam buku International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (read data book IUCN), spesies yang mempunyai daerah sebaran terbatas, dan melihat kawasan yang menjadi tempat berkumpulnya satwa pada saat tertentu,atau siklus tertentu. Dari data tersebut maka CI telah membuat peta Key Biodiversity Area (KBA), tidak hanya untuk Papua namun juga terasuk KBA Papua New Guinea. Kawasan yang menjadi priorias untuk diselamatkan dalam waktu dekat untuk menghindari terjadinya kepunahan jenis-jenis satwa tertentu dan ekosistem spesifik yang ada, sebagai
keterwakilannya di jagat raya. Program ini merupakan kerjasama CI dengan CSIRO, Australia. Pada saat sekarang yang sedang dilakukan CI adalah mempersiapkan penerbitan buku penunjang pelajaran untuk pendidikan sekolah di Papua yaitu Flora dan Fauna Papua, serta perangkuman Ekologi Papua yang merupakan versi bahasa Indonesia dari “Ecology of Papua” yang terbit pada tahun 2007. Kegitan lain yang baru saja berlangsung di Merauke, untuk merespon issue perubahan iklim (climate change) di Papua, CI Indonesia melakukan kajian cadangan karbon dalam kaitan REDD (reducing emission from deforestation and degradation) di Mamberamo dan integrasi antara konservasi keanekaragaman hayati dengan pembangunan ekonomi tanpa melupakan sumberdaya budaya masyarakat lokal di Merauke. Untuk itu kajian dalam menilai kesesuaian lahan untuk kegiatan ekonomi di Merauke menjadi hal yang sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan. Bekerja dengan masyarakat secara langsung melalui pembelajaran langsung untuk meningkatan sumberdaya manusia terus-menerus ditingkatkan di daerah Mamberamo dan sekitarnya, dengan memberikan berbagai kegitan seperti, pelatihan membaca, pelatihan kegiatan ekonomi alternatif, dan memberikan beberapa bantuan untuk pendidikan formal. Peningkatan SDM masih akan terus dilakukukan sebagai kegiatan utama CI saat sekarang di Mamberamo dan sekitarnya. Adapun kegiatan yang paling terakhir keterlibatan CI di Papua bersama mitra yang lain seperti WWF dan Pemerintah Daerah Papua, berhasil menyelenggarakan “Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan di Tanah Papua (International Biodiversity Conference on Sustainable Development in Tanah Papua)” yang diselenggarakan di Jayapura pada tanggal 11 – 14 November 2009. Merupakan momentum yang penting bagi CI untuk melihat kembali program yang direncanakan kedepan untuk menyelaraskan antara perencanaan besar pemerintah daerah Papua, dan menerjemahkannya menjadi skala prioritas oleh Conservation International ke depan. N
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Menuju Kelestarian Keanekaragaman Hayati Papua Kegagalan pengelolaan hutan dan keanekaragaman hayati yang sudah terjadi di Kalimantan dan Sumatera terjadi lagi di Tanah Papua.
S
elama tiga hari, pertengahan November 2009, konferensi mengenai “Keanekaragaman Hayati Internasional untuk Pembangunan Berkelanjutan di Tanah Papua” diselenggarakan di Jayapura. Ratusan ilmuwan dunia, ahli konservasi, pemerintah, pebisnis, LSM, dan pemuka-pemuka masyarakat, hadir berbagi gagasan mengenai praktik terbaik dalam upaya memadukan kegiatan pembangunan dengan konservasi keanekaragaman hayati dan sumber daya alam di Tanah Papua. Konferensi ini mengumpulkan berbagai masukan mengenai konservasi, pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam pembangunan sosial ekonomi, dan nilai-nilai budaya masyarakat asli Papua, dalam rangka mengembangkan strategi pembangunan bagi kebijakan wisata ramah lingkungan, pemanfaatan pelayanan ekosistem, produk non kayu, dan pengelolaan hutan berkelanjutan berbasis masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Gubernur Papua, Barnabas Suebu, menga-
Musim Panen (Januari
takan, konferensi ini sangat penting dan merupakan batu loncatan bagi pemerintah dan rakyat Papua untuk merumuskan strategi dan visi bagi pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan di Tanah Papua. “Pembangunan dan konservasi haruslah dikelola dengan bijak, sehingga keduanya dapat saling mendukung,” ujarnya. Suebu tidak ingin kegagalan pengelolaan hutan dan keanekaragaman hayati yang sudah terjadi di Kalimantan dan Sumatera terjadi lagi di Tanah Papua. “Tanah Papua” kini terdiri dari dua propinsi, yaitu Papua dan Papua Barat, dan memiliki luas 421,981 kilometer persegi. Walaupun berpenduduk jarang, 2 juta populasi manusia pada tahun 2004, namun mereka terdiri dari 250 suku dan bahasa yang berbeda-beda. Menurut Wakil Gubernur Papua Barat, ekosistem, keanekaragaman hayati, dan komunitas masyarakat Papua tidaklah terbatas secara administratif, sehingga koordinasi antara Papua dan Papua Barat dalam mengem-
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
bangkan visi sangat penting dan harus didukung oleh kedua propinsi. “Sebagai wilayah dengan nilai konservasi yang tinggi, penting merefleksikan nilai-nilai ekologi, sosial, dan budaya ke dalam perencanaan pembangunan yang berkelanjutan,” jelas Benja Mambai, Direktur WWFIndonesia’s Sahul Program. Berdasarkan penelitian Conservation International (CI), lebih dari 50 persen keanekaragaman hayati Indonesia ditemukan di Papua dengan tingkat penyebaran spesies yang sangat tinggi – dan tidak ditemukan di daerah lain. Pulau ini juga memiliki rangkaian ekosistem yang lengkap, mulai dari terumbu karang, hutan bakau, padang rumput, hutan dataran rendah, hingga pegunungan dan ekosistem pinus. Selama rentang waktu 20002008, ilmuwan CI menemukan berbagai spesies flora & fauna yang sangat banyak, termasuk berbagai jenis baru spesies darat dan karang.N Yonita Saras
TROPIKA INDONESIA
27
Dari lapangan
KM Kalabia
Pemimpin Hari Esok yang Mencintai Lingkungan
K
etika Kapal MV Kalabia mengunjungi desa demi desa di kepulauan Raja Ampat, selalu disambut hangat oleh masyarakat setempat, meskipun sedang tidak membawa muatan seperti makanan, obatobatan atau telepon seluler. Namun sebaliknya, ia membawa oleh-oleh yang dapat bertahan lebih lama: pendidikan bagi anak-anak
28
TROPIKA INDONESIA
setempat, yang mengajarkan nilai-nilai luhur mengenai alam bagi kehidupan manusia. Mendidik Generasi Masa Depan Raja Ampat sering disebut sebagai “permata” keanekaragaman laut di Pulau Kepala Burung, Papua. Lebih dari 1,000 spesies ikan terumbu karang dan sekitar 70%
dari total spesies karang melintasi 1,500 pulau dan karang. Namun besarnya populasi karang ini pada saat yang bersamaan juga membawa ancaman yang besar; jika praktik penangkapan ikan secara berlebihan, merusak, serta polusi terus berlanjut, maka aset berharga berupa spesies-spesies unik dan ekosistem penting ini dapat segera musnah,
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Foto: ©CI, Angela Beer
praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan, misalnya dengan menggunakan dinamit, yang menyebabkan ancaman serius terhadap kemampuan jangka panjang wilayah laut dan ekosistemnya untuk menghasilkan ikan. Untuk mencapai keberhasilan manajemen sumber daya yang berkelanjutan, dibutuhkan dukungan dan antusiasme generasi muda masa sekarang dan masa yang akan datang. Sesuai dengan apa yang dikatakan Rosita (Mona) Tariola, anggota tim pendidikan Kalabia, “Selama pemahaman mengenai konservasi laut dimulai dengan kaum muda, maka kerusakan masa depan dapat dihindari, yang dimulai dari sekarang.”
Kegiatan snorkeling yang diminati anak-anak
meninggalkan jutaan manusia tanpa makanan dan kehidupan. “Satu kasus dimana kami menyaksikan anak-anak mempraktikkan apa yang dipelajarinya, ada di Desa Kabare; begitu mereka melihat sampah berserakan dari buangan kapal penumpang yang besar, secara spontan mereka membersihkan sampahsampah itu bersama dengan Tim Kalabia.”— Warda Amir, Tim Pendidikan Kalabia
Musim Panen (Januari
Sejak tahun 2004, Conservation International (CI) bekerja dengan pemerintah dan masyarakat lokal, Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia serta The Nature Conservancy (TNC) telah membangun jaringan perlindungan wilayah laut (MPAs) di Raja Ampat, meliputi 1.2 juta hektar wilayah (hampir 3 juta ekar). Meskipun para tetua nelayan dan tetua desa secara umum sepemikiran dengan MPA, namun generasi mudanya lebih cenderung pada praktik-
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Dari KKapal apal TTuna una Menjadi Ruang Kelas Jadi bagaimana kita membangun pengetahuan dan kesadaran konservasi laut diantara ribuan anak yang tersebar di desadesa terpencil di kepulauan tersebut? Membawa ruang kelasnya kepada mereka. Pada tahun 2007, CI bersama dengan TNC mengubah kapal tuna dengan panjang 34 meter (112 kaki) menjadi sebuah ruang kelas yang “mengapung.” Dinamai MV Kalabia, kapal ini dilengkapi dengan sebuah ruang kelas, perpustakaan, ruang pertunjukan dan fasilitas lainnya, termasuk dua dingys untuk ekspedisi ke hutan bakau dan terumbu karang terdekat. Kapal ini diluncurkan pada Februari 2008. Setiap tiga hari sekali, Kapal Kalabia berlabuh di desa baru dengan membawa 1050 anak. Melalui permainan, ekspedisi dan kegiatan interaktif lainnya, anak-anak ini belajar tentang terumbu karang, hutan bakau, dan ekosistem; di mana mereka hidup; bagaimana semua populasi ini mendukung terciptanya kesehatan seluruh spesies yang ada di sekitarnya, termasuk manusia, serta apa yang dapat mereka lakukan untuk melawan ancaman-ancaman terhadap ekosistem ini. Pengalaman Langsung Di desa-desa miskin yang sangat kekurangan sekolah, Kalabia memberikan kesempatan langka dan menarik untuk anak-
TROPIKA INDONESIA
29
Dari lapangan anak dengan pembelajaran dan sumber daya yang unik. Dalam salah satu program, anakanak itu membuat boneka dari sampah yang mereka kumpulkan dari pantai. Mereka kemudian melakukan pertunjukan boneka yang secara kreatif mengilustrasikan pesan lingkungan. Salah satu kegiatan Kalabia yang paling diminati adalah snorkeling. Pada kegiatan ini anak-anak berkesempatan menyaksikan sendiri ekosistem-ekosistem terumbu karang yang sehat dan yang rusak. Setelah program selesai, anak-anak itu membawa pulang buku pelajaran mereka, dimana mereka dapat berbagi pengetahuan baru keluarga dan teman. Perubahan Perilaku Sejauh ini, Kalabia telah menjangkau lebih dari 3,300 anak-anak muda di 55 desa di wilayah Raja Ampat dan Kaimana.
Perubahan perilaku telah dirasakan oleh penduduk lokal. “Sudah ada beberapa cerita dari peserta advokasi masyarakat mengenai rencana untuk mengubah praktik penangkapan ikan dan pelepasan penyu dari konsumsi. Ada juga beberapa kasus mengenai masyarakat yang akan menghukum nelayan yang melakukan praktik-praktik penangkapan ikan yang bersifat merusak,” tutur konsultan CI, Angela Beer. Keberhasilan program Kalabia banyak dihasilkan oleh motivasi dari tim pendidik. Lahir dan dibesarkan di wilayah tersebut, pemahaman para staf pendidik mengenai budaya dan bahasa lokal membentuk gaya mengajar mereka dan keberhasilan mengkomunikasikan pesan-pesan konservasi kepada anak-anak itu. Warda Amir, salah satu staf pendidik, juga telah merasakan hasil positif dari inisiasi program ini. “Salah satu kasus dimana kami
menyaksikan sendiri anak-anak itu mempraktikan pelajaran yang didapatnya adalah di desa Kabare; begitu mereka melihat sampah berserakan dari buangan kapal penumpang yang besar, secara spontan mereka membersihkan sampah-sampah itu bersama dengan Tim Kalabia.” Dukungan masyarakat bagi program ini telah mempengaruhi Gubernur Provinsi Papua Barat yang menyatakan minatnya untuk mereplikasi program ini di daerah lain di wilayah laut Pulau Kepala Burung. Tim Kalabia juga sedang bekerja menyusun kurikulum baru bagi para pengajar dan orang-orang dewasa lain yang berminat. Ketika program ini meluas dan mampu menjangkau peserta-peserta didik baru, maka masa depan Raja Ampat akan terlihat lebih cerah.N (Diterjemahkan oleh Yonita Saras dari judul: Leaders of Tomorrow by Molly Bergen dari www.conservation.org)
Anak-anak belajar di Kapal Kalabia
30
TROPIKA INDONESIA
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Mahasiswa relawan menanam pohon di Taman Nasional Halimun Salak
Menghijaukan Kembali Gunung Halimun dan Salak
S
epanjang Sabtu hingga Minggu pertengahan Desember 2009, 22 petani penyadap getah pinus bersama dengan para adopter pohon dan sekitar 150 mahasiswa relawan menanami hutan kritis di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Ini merupakan langkah nyata dalam upaya menghutankan kembali hutan kritis di TNGHS dengan menanami hampir 9.000 bibit pohon yang diperoleh dari adopter perorangan maupun lembaga. Selain itu oleh Kepala TNGHS Dr Bambang Supriyanti, setiap adopter pohon akan mendapat sertifikat Program Adopsi Pohon, yang diberikan Konsorsium Gede Pahala dan pemimpin TNGHS. Penanaman ribuan bibit pohon asli tanaman TNGHS kemarin adalah yang kedua kali. Sebelumnya, penanaman 1.600 pohon dilaksanakan sendiri oleh 22 petani penyadap
Musim Panen (Januari
getah pinus yang tergabung dalam Kelompok Penyadap Pinus Masyarakat Peduli Konservasi atau yang dikenal sebagai petani penyadap pinus Cianten. Bambang Supriyanto mengatakan, hutan di kawasan TNGHS yang mengalami kerusakan atau degradasi menjadi hutan belukar atau lahan terbuka seluas 1.571,63 hektar. Luasan ini sekitar 37 persen dari luas kawasan taman nasional yang totalnya mencapai 4.206,18 hektar. Oleh karena itu menurutnya, perlu langkah konkret untuk mengatasi kerusakan ini. Apalagi, TNGHS adalah hulu dari ratusan anak sungai Cisadane dan gudang air bersih bagi masyarakat Jabodetabek. Sumbangan Masyarakat Jepang Selain itu, dukungan terhadap kegiatan restorasi ekosistem dan penyelamatan owa jawa juga diperoleh dari masyarakat
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
internasional; Gunma Safari Park, Jepang memberikan donasi kepada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang sudah dilakukan sejak tahun 2004, dan secara rutin setiap tahun menyerahkan donasi dengan ratarata sebesar 400.000 yen. Tahun ini, masyarakat Jepang melalui Gunma Safari Park, Kabura Rotary dan Tomiko Manager Meeting, dan The President of Nukabe Oil dengan menghibahkan donasi total dana 830.000 yen untuk restorasi ekosistem, rehabilitasi dan dana pendidikan. Misi masyarakat Jepang yang diwakili lembaga diatas ditandai dengan penanaman pohon secara simbolis di resort Bodogol TNGGP berupa 40 pohon rasamala oleh rombongan Gunma Safari Park, staf ahli menteri kehutanan, direktur konservasi kawasan, direktur Taman Safari Indonesia, direktur Javan Gibbon Center dan direktur Conservation International (CI) Indonesia. N usti
TROPIKA INDONESIA
31
Pengindraan Jauh Mengoptimalkan Kebijakan Tepat Sasaran
P
eran pengindraan jauh dan sistem informasi geografis atau sering juga disebut GIS (Geographical Infromation System), dalam dunia pengeloaan sumberdaya alam semakin diperlukan. Kebutuhan pemetaan menentukan tutupan hutan melalui citra satelit kemudian diklasifikasi menjadi beberapa tipe tutupan lahan seperti hutan, perkebunan, pemukiman, bahkan awan dan bayangan awan, serta air adalah merupakan domain pengindraan jauh (remote sensing). Dalam proses ini harus diberi sentuhan knowledge based, atau dasar pengetahuan dan pengalaman yang cukup mumpuni dalam menentukan area dan batas suatu tipe tutupan lahan, misalnya hutan. Dengan demikian kesalahan interpretasi dapat ditekan seminimal mungkin, dan hasil interpretasi berupa kelaskelas tutupan lahan seperti hutan, perkebunan, pemukiman, badan-badan air, dan lain-lain dapat lebih akurat, serta layak digunakan dalam analisis lanjutan dan layak pula dipublikasi. Dari hasil proses pengkelasan (classification) dalam ilmu pengindraan jauh, selanjutnya peta digital tadi memasuki domain SIG (Sistem Informasi Geografis). Analisis dalam SIG banyak digunakan untuk kebutuhan
32
TROPIKA INDONESIA
pengambilan keputusan dalam pengeloaan sumberdaya alam. Contohnya dalam peta deforestasi Sumatera dalam kurun waktu 10 tahun, yakni 1990 – 2000, dapat digunakan dalam menentukan laju kerusakan dan kehilangan tutupan hutan di Sumatera. Peta yang sama juga digunakan untuk menetukan provinsi dan kabupten sebagai penyumbang kehilangan tutupan hutan pada periode tersebut, dan menetukan sektor yang berperan dalam penggundulan hutan, misalnya alih fungsi hutan menjadi perkebunan, peladang berpindah, kebakan hutan, dan lain sebagainya. Dalam proses lanjutan, dapat pula dilakukan prediksi kehilangan tutupan hutan dalam kurun waktu 10 atau 20 tahun kedepan, berdasarkan faktor-faktor pencetusnya yang telah diteliti sebelumnya. Sehingga evaluasi dan monitoring dalam penataan ruang atau kebutuhan spatial lainnya dapat lebih tepat dilakukan dan mendapat sentuhan ilmiah yang lebih tajam. Dengan kata lain pengindraan jauh dan SIG dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhannya sangat dibutuhkan, dalam hal ini sebagai bagian dalam proses pengambilan keputusan. Pada bulan November tahun lalu(2009), CI Indonesia bersama
melakukan kerja sama dalam pelatihan pengindraan jauh dan SIG, untuk BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam) Sumatera Utara dan Balai Taman Nasional Batang Gadis. Kegiatan ini dilakukan dalam minggu pertama dan kedua bulan November 2009, bertempat di masing-masing kantor yakni di salah kantor BBKSDA Sumatera Utara di daerah Padang Bulan, dan di Kantor Balai TN Batang Gadis di Kota Panyabungan. Jumlah peserta yang mengikuti antara lain 7 staf BBKSDA dan 15 staf dari Taman Nasional Batang Gadis. Materi pelatihan yang disampaikan antara berkaitan dengan pengantar pengindraan jauh, dasar-dasar SIG, penggunaan GPS (Global Positioning System) terutama sangat diperlukan dalam proses persiapan survey ke lapangan. Hasil pelatihan dan berbagi pengalam ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dasar pengolahan citra dan analisis sederhana SIG, yang diperoleh dari kegiatan rutin survey, dan kegiatan lapangan yang lain. Data yang dikumpulkan, diolah, dan dianalisis, nantinya dapat lebih bermanfaat dan tepat sasaran, sebagai bahan pengambilan keputusan dalam upaya pengeloaan sumberdaya alam yang lebih tepat.N Bonnie Dewantara
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Kopi Konservasi:
AROMA ’KONSERVASI’ KOPI SIDIKALANG
Petani kopi Sidikalang
S
Oleh Abdul Hamid Damanik
iapa yang tidak kenal dengan kopi Sidikalang. Harumnya yang fantastis adalah sensasi yang memang sulit terbantahkan. Gelombang aromanya yang khas, gurih dan lembut kerap menggoda para penikmatnya. Bila menempel di bibir, hati-hati kita akan tergoda dan terus ketagihan mencobanya. Sensasi dari aroma kopi itu pulalah yang menjadikan kota Sidikalang menjadi terkenal sampai ke pelosok manapun. Belum ada yang tahu mengapa kopi yang berasal dari sebelah barat daya Medan itu bisa begitu nikmat. Ritual di pagi hari rasanya tidak akan pernah lengkap tanpa kehadiran aroma kopi yang satu ini. Sidikalang yang dikenal dengan kopinya
Musim Panen (Januari
tidaklah berdiri sendiri. Jika disebut dengan Kopi Sidikalang itu berarti berasal dari Kabupaten Dairi. Kota dingin itu merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Dairi. Saat ini Kabupten Dairi dipimpin oleh Kanjeng Raden Adipati (KRA) Johnny Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi SH . Pasangan bupati dan wakil bupati ini mengurus Kabupaten Dairi untuk periode 2009-2014. Berada pada kawasan dataran tinggi, Kabupaten Dairi juga merupakan salah satu sentra produksi hortikultura di Propinsi Sumatera Utara. Beberapa hasil yang juga telah memberikan sumbangan kemakmuran bagi daerah adalah jenis sayur-sayuran seperti kol, cabai, kentang dan lain-lain. Secara geografis
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
kabupaten ini terletak diantara 98 0 00'-98 0 30' BT dan 20-30 00' LU. Dengan ketinggian rata-rata 700 sampai dengan 1.600 meter di atas permukaan laut membuat daerah ini menjadi primadona bagi pengembangan kopi arabica selain kopi robusta yang juga banyak dibudidayakan. Dari sisi letak, Kabupaten Dairi yang memiliki jumlah penduduk 280.089 jiwa juga sangat strategis karena merupakan pintu gerbang ke Propinsi Aceh seperti ke Kota Subulussalam, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Ditambah dengan tekstur alam dan Danau Toba nya yang berpanorama indah menambah deretan daftar potensi Kabupaten Dairi untuk mencapai perekonomian yang lebih baik. Conservation International (CI) Indonesia dalam strateginya mencatat beberapa bagian dari Kabupaten Dairi digolongkan kedalam area Western Toba Watershed. Luas area Western Toba Watershed itu sendiri menurut hasil kajian CI-Indonesia adalah 0.26 juta hektar. Karenanya daerah ini merupakan salah satu kawasan penting bagi Ekosistem Danau Toba. Mantan Bupati Dairi, DR. MP. Tumangger, dalam Deklarasi Tuktuk Bagi Pelestarian Kawasan Danau Toba pada Tahun 2000 lalu, menyebutkan bahwa kawasan hutan di Dairi menyumbang 10 % debit air ke Danau Toba. Hal itu dapat dilihat dari jumlah debit air sebesar 22 m3/detik yang dihasilkan dari Sungai Lae Renun. Debit air Sungai Le Renun ini pula yang kemudian juga dimanfaatkan oleh Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Renun yang mampu menghasilkan listrik dengan kapasitas terpasang 2x41 MW.
TROPIKA INDONESIA
33
Dari lapangan
Dari Konservasi ke Gerai Kopi
I
mplementasi Program Kopi Lestari di Kabupaten Dairi, khususnya di Kecamatan Sumbul dengan capaian besar membangun pengembangan kopi berkelanjutan dan perdagangan kopi yang lebih adil berada dalam kemajuan yang cukup baik. Beberapa rangkaian kegiatan yang dimulai dari teknik budi daya sampai
Dari luas wilayahnya yang 192.780 hektar, kabupaten ini memiliki 137.968,03 hektar luas kawasan hutan. Terdiri dari beberapa fungsi seperti hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap. Akan tetapi dalam perkembangannya hanya angka luasan itu saja yang masih lestari, sedangkan kondisi riil hutan itu sendiri sudah banyak mengalami perubahan. Beberapa kawasan hutan di Kabupaten Dairi telah mengalami perubahan fungsi. Menurut sumber di Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Dairi, tipologi permasalahan yang terjadi adalah adanya fasilitas umum, sosial, administrasi kecamatan, administrasi pemerintah desa, perkebunan rakyat dan perambahan yang terdapat di dalam kawasan hutan negara.
34
TROPIKA INDONESIA
kepada strategi pemasaran kopi telah menunjukkan indikator yang diharapkan. Salah satu indikator capaian yang dapat diukur kemajuannya adalah berhasilnya kopi konservasi dari Kabupaten Dairi khususnya dari Kecamatan Sumbul menembus pasar internasional. Setelah terbentuknya Koperasi Serba Usaha (KSU) Baperda Organik di keempat desa
dampingan CI-Indonesia tersebut peluang para petani menjual kopinya ke pasar internasional secara langsung semakin terbuka. Atas fasilitasi CI-Indonesia, KSU Baperda Organik dibantu oleh CV Oliviachristy sebagai eksportir sejak Oktober 2009 lalu berhasil mengirim produksi kopi ke pasar Amerika, Eropa, Taiwan dan Afrika. Menurut Perwira Perangin-angin, Manager KSU
Sementara itu menurut Erwin A Perbatakusuma, Deputy Manager CI Indonesia untuk Wilayah Sumatera, bahwa permasalahan kawasan hutan di Kabupaten Dairi sebenarnya juga terjadi di daerah lain. Menurutnya salah satu faktor tipologi permasalahan yang paling besar adalah perubahan kawasan hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Jenis tanaman perkebunan yang paling banyak mengambil kawasan hutan salah satunya adalah budidaya perkebunan kopi. Fakta menunjukkan bahwa perluasan areal perkebunan kopi di Indonesia adalah salah satu pendorong rusak dan musnahnya hutan alam di Pulau Sumatera. Untuk kasus ini banyak terjadi seperti di Provinsi Lampung, Aceh,dan Sumatera Utara termasuk
di Kabupaten Dairi sendiri. Hal ini terkait dengan rantai pasokan kebutuhan kopi yang terus meningkat baik secara lokal, nasional maupun internasional. Solusi untuk Kebun Kopi Perkembangan terakhir terhadap keberadaan kawasan hutan di Kabupaten Dairi, misalnya di kawasan Hutan Dairi (Reg 82) dan Sibuatan Selatan I, II, III (Reg 62) juga telah mengalami nasib serupa. Kedua kawasan hutan ini telah banyak berubah fungsi menjadi areal perkebunan kopi rakyat, pemukiman penduduk dan areal pertanian lainnya yang dilakukan oleh masyarakat setempat maupun kelompok-kelompok lainnya secara tidak sah sesuai peraturan perundangan kehutanan yang
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Baperda Organik, sudah enam kontainer berhasil mereka ekspor dalam kurun waktu lima bulan terakhir. Eksistensi KSU Baperda dalam kancah strategi pemasaran produksi kopi organik sudah mulai dikenal bahkan sampai ke tingkat international. KSU Baperda telah tercatat sebagai salah satu calon pemasok ke industri warung kopi Starbuck. Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan koperasi merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh sertifikasi perdagangan kopi secara langsung dari petani ke pembeli internasional. Sebagai bagian rangkaian dari rantai pengembangan Program Kopi Lestari, peranan Koperasi Baperda Organik berada dalam situasi yang sangat strategis. Peranan ini menunjukkan bahwa eksistensinya akan berdampak kepada semangat masyarakat petani terhadap pengembangan kopi lestari atau kopi berkelanjutan dengan pengarusutamaan pelestarian hutan. Sebab, Koperasi Baperda Organik dalam kelanjutannya dapat memainkan peranan penting sebagai tulang punggung dan wahana masyarakat untuk memperkuat posisi tawar dalam rangka meningkatkan pendapatan dari
harga jual kopi yang lebih baik dan adil. Dilain pihak kemajuan Koperasi Baperda juga dapat mengubah tindakan masyarakat untuk lebih melestarikan lingkungan sekitarnya, khususnya menyelamatkan hutan alam yang tersisa. Karenanya kemampuan berorganisasi, paradigma dan misi Koperasi Baperda Organik terus dikuatkan agar dapat memenuhi harapanharapan dimaksud, khususnya dalam pengembangan kopi lestari dan pelestarian hutan. Dalam hal ini, program kerja prioritas Koperasi Baperda adalah menciptakan jaringan pemasaran produk kopi organik atau kopi lestari secara nasional dan internasional. Disamping itu membangun peraturan sistim kontrol internal dalam bentuk kebijakan dalam menjamin terlacaknya biji kopi yang diproduksi dengan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan dengan biji kopi yang diproduksi secara konvensional atau non-konservasi. Sistim kontrol internal ini meliputi prinsip dasar, kriteria, indikator dan verifikasi dalam sistim yang kembangkan. Perwira Peranginangin, Manajer KSU Baperda Organik menguatkan bahwa dalam proses kontrol internal itulah koperasi berperan dalam mendorong terjadinya pengembangan pengelolaan perkebunan kopi
yang berkelanjutan. Perwira Perangin-angin juga menjelaskan bahwa KSU Baperda Organik atas fasilitasi CI-Indonesia saat ini sedang mempersiapkan untuk menjadi pemasok ke salah satu industri warung kopi dunia Starbucks Coffee . Sebagai calon pemasok, KSU Baperda Organik telah melewati salah satu mekanisme yang ditetapkan Starbucks. Mekanisme tersebut adalah verifikasi CAFE Practices (Coffee And Farmer Equity). CAFE Practices adalah salah satu program bentuk keperdulian Starbucks Coffee Company terhadap para pemasok biji kopi mulai dari tingkat petani, pengolah dan pemasok yang memiliki tanggung jawab sosial, ekonomi dan lingkungan. CAFE Practices dalam jangka panjang bertujuan untuk menghasilkan kopi berkualitas berkelanjutan sehingga para pemasok kopi memperoleh harga kopi yang relatif lebih baik dan stabil. Dengan demikian pendapatan petani kopi dapat ditingkatkan dan sekaligus dapat membantu upaya pelestarian hutan dan keanekargaman hayati. N (Abdul Hamid Damanik)
berlaku. Diperkirakan luas hutan yang telah dirambah untuk perkebunan kopi rakyat sekitar 6.500 hektar. Diantaranya yang terluas di Hutan Dairi (Reg 82) seluas 4.300 hektar dan Sibuatan Selatan (Reg.62) seluas 2.200 hektar. Menurut sumber di Dishutbun Dairi luas itu masih belum termasuk untuk areal pemanfaatan lainnya seperti pemukiman, fasilitas umum dan lainnya yang jumlahnya malah lebih besar lagi. Kopi adalah komoditas pertanian terbesar di dunia yang diperdagangan secara legal. Komoditas ini ditanam di 16 kawasan dari 34 kawasan yang dikategorikan ’biodiversity hotspot” atau kawasan penting pelestarian keanekaragaman hayati yang paling terancam punah di dunia. Salah satu kawasan penting tersebut di Indonesia dikenal sebagai
“Sundaland Hotspot” yang meliputi Pulau Sumatera. Saat ini, di Indonesia perluasan kawasan kebun kopi telah melampaui batas yuridis, merusak dan memusnahkan kawasankawasan kunci keanekaragaman hayati tersebut. Disisi lain, komoditas kopi telah menjadi tumpuan hidup perekonomian rakyat kebanyakan dan komoditas ekspor yang penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Negara Indonesia diketahui merupakan eksportir kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Kolumbia dan Vietnam. Tetapi dipihak lain sebenarnya perkebunan kopi mempunyai potensi untuk mengurangi laju kerusakan hutan alam dan kelangsungan hidup petani jangka panjang, apabila dikelola secara lebih
berkelanjutan dan mengikuti kaidah-kaidah pelestarian alam. Dalam sejarahnya proses pembukaan dan pendudukan kawasan hutan di Kabupaten Dairi telah berlangsung cukup lama. Setidaknya salah satu contoh kasus yang terjadi di kawasan Hutan Dairi (Reg 82) yakni kasus perambahan itu sebenarnya telah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu. Menurut Nurdin Simbolon, Kepala Desa Perjuangan, Kecamatan Sumbul, Dairi, pembukaan kawasan Hutan Dairi (Reg 82) telah dimulai sejak tahun 1957. Proses tersebut terus berkembang sehingga sebahagian besar kawasan hutan itu berubah menjadi areal perkebunan dan pemukiman yang ramai. Pada waktu itu para perambah umumnya berasal
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
35
Dari lapangan tetap mempertahankan wilayah itu sebagai kawasan hutan negara. Itu pulalah yang membuat sebahagian besar masyarakat di empat desa tersebut merasa kurang nyaman karena berada pada dua sisi yang berbeda. Pada satu sisi mereka merasa legal karena berada dan berdomisili di desa yang sah secara hukum, tetapi di sisi lain mereka tidak diakui haknya terutama tentang lahan yang dimiliki. Banyak diantaranya yang memiliki lahan di kawasan itu dengan cara membeli dan secara resmi diketahui pemerintah desa.
dari Tapanuli Utara. Sebagai catatan bahwa pada Tahun 1957 Dairi masih merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara. Barulah setelah terbitnya UU No. 15 Tahun 1964, Dairi menjadi Daerah Tingkat II yang terpisah dari kabupaten induk. Kekisruhan soal kawasan ini kemudian semakin memuncak manakala Pemerintah Kabupaten Dairi pada Tahun 2005 menetapkan pemukiman di kawasan Hutan Dairi (Reg 82) menjadi desa defenitif. Beberapa desa tersebut antara lain Desa Barisan Nauli, Perjuangan, Sileu-leu Parsaoran dan Desa Pargambiran yang semuanya termasuk dalam Kecamatan Sumbul. Bahkan menurut pengakuan beberapa
36
TROPIKA INDONESIA
anggota masyarakat di sana, mereka telah mendapatkan Sertifikat Hak Milik atas tanah yang mereka kelola. Namun demikian menurut Hotma br Sinaga, Kepala Desa Barisan Nauli, hampir 90 persen dari 1077 jiwa jumlah masyarakatnya tidak dapat mengurus sertifikat kepemilikan lahan karena terbentur status lokasi lahan yang dikelola. Sehingga mereka terhambat untuk mendapatkan jaminan kredit dari bank setempat sebagai modal usaha dalam mengembangkan perkebunan kopi atau usaha lainnya. Ir Tahan Lumban Tobing ketika masih menjadi Kepala Dishutbun Dairi, di awal Tahun 2009 pernah menyebutkan bahwa pemerintah
Hutan Kemasyarakatan Hidup dalam keberdayaan dan sejahtera adalah hak dari setiap warga negara Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Sebaliknya, fungsi dan kualitas sebuah kawasan hutan juga harus terus dimajukan agar tetap mampu menyangga kehidupan manusia itu sendiri. Disinilah proses partisipasi pengelolaan termasuk meningkatkan tanggungjawab masyarakat desa untuk kelestarian hutan, dan juga hak-hak untuk menguatkan sumberdaya mereka harus dikembangkan. Mungkin inilah salah satu jalan keluar terhadap permasalahan yang terjadi di kawasan Hutan Dairi (Reg 82) dan Sibuatan Selatan (Reg 62) tanpa harus merelokasi 6.706 jiwa penduduk empat desa yang telah puluhan tahun bermukim di sana. Untuk memanfaatkan peluang ini CI-Indonesia memfasilitasi masyarakat di Desa Barisan Nauli, Perjuangan, Sileu-leu Parsaoran dan Desa Pargambiran menuju sebuah proses partisipasi pengelolaan dimana manusia dan alam dapat hidup berdampingan. Inilah agenda selanjutnya dimana CI-Indonesia telah mempertimbangkan bahwa hutan merupakan sebuah nilai yang jumlah pengelolanya terus bertambah. Proses partisipasi sebagai jalan keluar dibangun melalui mekanisme pendekatan pengelolaan sistem Hutan Kemasyarakatan (HKM). Mekanisme ini merupakan peluang masyarakat yang berada di dalam dan sekitar hutan seperti sudah dijelaskan dalam PP No 6/
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
2007 yang dilanjutkan dengan adanya Permenhut No 37/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan. Pada hakekatnya kebijakan HKM adalah bentuk pengelolaan hutan negara oleh masyarakat yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat dengan meningkatkan kesejahteraannya melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan. Prinsipnya harus juga dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Menurut Erwin A Perbatakusuma, CI-Indonesia meyakini bahwa mekanisme penerapan HKM merupakan salah satu alternatif yang layak untuk menjawab permasalahan-permasalahan mengenai kondisi kehutanan di Kabupaten Dairi. Melalui fasilitasi CI-Indonesia masyarakat keempat desa yang tergabung dalam Forum Petani Kopi Lestari Dairi mengusulkan kepada pemerintah untuk pengelolaan HKM di Hutan Dairi (Reg 82) seluas 10.810 hektar. Pada hakekatnya dalam kebijakan HKM adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Melalui HKM pemanfaatan sumber daya hutan dapat dilakukan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial. HKM adalah sebuah “proses” perubahan yang mengarah kepada keterlibatan masyarakat yang lebih luas dalam pengelolaan hutan. Sebagai sebuah “proses”, menurut Khairul Azmi, Sumatera Partnership Specialist CI-Indonesia, maka konsep HKM ini juga memiliki sebuah sistem atau definisi yang tidak baku, tetapi berkembang sesuai dengan kebutuhan, kondisi masyarakat dan sistem sosial ekonomi, serta kesepakatan-kesepakatan diantara pihakpihak yang terlibat. Misalnya yang terjadi di
Musim Panen (Januari
kawasan Hutan Dairi (Reg 82) dan Sibuatan Selatan (Reg 62) bahwa kopi adalah jenis tanaman utama oleh masyarakat yang mendatangkan manfaat ekonomi. Karenanya menurut Khairul, HKM yang diusulkan untuk dikelola tersebut tidak dapat terlepas dari komoditi kopi yang menjadi aspek ekonomi utama masyarakat di sekitar itu. Hanya saja perlu perlakuan yang berkelanjutan dimana sebelumnya terdapat budaya budidaya kopi di kawasan calon HKM itu yang monokultur diubah menjadi kopi campuran (agroforestry). Model campuran ini juga sangat penting karena dapat melindungi tanaman kopi. Pohon pelindung sangat penting bagi tanaman kopi untuk menghindari sinar cahaya matahari yang berlebihan, menambah humus tanah, menjaga erosi, memperbaiki mutu kopi, dan sebagai media penyerap karbon. Disinilah menurut Candra W Arief, Koordinator CI-Indonesia untuk Western Toba Watershed bentuk agroforestry kebun kopi itu dibangun. Menurutnya, mengembangkan budidaya kopi monokultur sebenarnya merugikan petani sendiri karena dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi kopi. Dari aspek lingkungan model agroforestry ini juga memberikan kontribusi kepada kawasan Hutan Dairi (Reg 82) dalam fungsinya sebagai daerah resapan air untuk Danau Toba. Untuk menghantarkan capaian agar masyarakat dapat berdaya dan sejahtera dalam konteks pengelolaan HKM, CI-Indonesia telah memilih beberapa kegiatan yang sesuai. Diantara kegiatan utama yang baru selesai dilaksanakan pada Januari 2010 lalu adalah Sekolah Lapang bagi para petani kopi di empat desa tersebut. Sekolah Lapang yang diterapkan adalah kegiatan yang diupayakan membantu para petani tentang tata cara berkebun kopi secara berkelanjutan. Kebiasaan yang dilakukan petani sebelumnya yang masih menggunakan pupuk kimia buatan pabrik, pestisida dan herbisida yang tidak relevan dengan kesehatan lingkungan diubah ke arah sistem budidaya organik. Proses penyadaran dilakukan dengan memperbaiki kondisi dan produksi tanaman kopi
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial.
dengan menggunakan bahan bahan alami seperti kompos dan pestisida nabati. Melalui Sekolah Lapang ini, Conservation International Indonesia sebagai lembaga mitra teknis Departemen Kehutanan RI juga berinisiatif membantu masyarakat dalam membangun komitmen pengembangan perkebunan kopi berkelanjutan. Komitmen ini mengatur tentang tatacara dan norma bersama di tingkat masyarakat untuk secara serius menerapkan kaidah-kaidah konservasi alam dan memegang teguh melestarikan hutan alam yang masih tersisa. Komitmen ini dituangkan bersama dalam bentuk Kesepakatan Pelestarian Alam Desa (KPAD). Conservation International Indonesia percaya bahwa masyarakat yang tinggal di dalam dan sektar hutan mempunyai kemampuan mengelola kawasan hutan secara lestari. N Abdul Hamid Damanik-Sumatera Conservation Awareness and Community Livelihood Specialist Conservation International Indonesia)
TROPIKA INDONESIA
37
Artikel
Orangutan dan Keselamatan Hutan Aceh Oleh Azhar *)
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Aceh, adalah pasar dan restauran buah - buahan bagi orangutan. Pabrik penghasil buah – buahan ini sedang terancam karena manusia terusmenerus melakukan pengrusakan habitat yang berarti merusak sumber rantai distribusi makanan di dalam hutan.
H
utan bagaikan mesin industri besar yang secara alamiah menyediakan barang dan jasa seperti kayu, daun, regulasi iklim dan buah - buahan bagi mahluk hidup juga bagi si penghuni hutan itu sendiri. Selain itu hutan adalah jaringan siklus biologis yang rumit, sebagai laboratorium alam tempat belajar dan sumber ilmu pengetahuan. Hutan merupakan pustaka alam yang harus secara terus menerus dapat dipelajari. Ada berbagai macam rahasia Tuhan ciptakan dan masih banyak hal yang tersebut belum terpecahkan menjawab pertanyaan, sehingga manusia menjaga isi hutan ini. Ragam jenis pohon di hutan tropis Aceh, menjadikan hutan di Aceh layaknya seperti pabrik - pabrik penghasil buah – buahan, dari pepohonan berbagi tingkatan strata kanopi memberikan jutaan manfaat bagi satwa, hubungan Mutualisme yang tercipta secara tepadu,sinergis dan kompleks. Salah satu penghuni hutan Aceh adalah orangutan Sumatra (Pongo abellii) merupakan salah satu jenis Kera besar didunia yang terdapt di Asia.dan orangutan Sumatera termasuk salah satu spesies endemik Sumatera yang dilindungi (masuk dalam daftar merah IUCN, 25 spesies primata yang paling langka di dunia, 2004). Orang utan dapat ditemukan di wilayah hutan hujan tropis di wilayah Aceh dan masa hidup panjang sehingga berperan penting dalam pemencaran biji. Orangutan bersifat arboreal, artinya hewan itu menghabiskan sebagian besar waktunya di pohon untuk bergerak, makan dan beristirahat Makhluk mirip manusia ini juga dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Juga Satwa ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan sebagai sangat terancam (Critically Endangered) oleh IUCN. Orangutan menghabiskan hidupnya dengan memakan buah – buahan, diperkirakan sekitar 60 persen dari hidupnya dengan mengkonsumsi buah, selebihnya memakan cemilan cemilan yang ada dihutan seperti biji-bijian, daun, kambium, kulit kayu, dan serangga . Berbagai cita rasa buah – buahan hutan seperti pahit, asam, manis, kelat bahkan ada mengandung unsur racun ada dihutan, juga warna yang terdapat pada buah – buahan hutan dari hijau, merah, kuning dan sebagainya ini juga menunjukan berbagai zat –zat yang terkandung di dalam buah. Dapat dicermati bahwa buah - buahan hutan adalah sumber gizi dan sumber pemenuhan nutrisi bagi orangutan, tak ada hari dalam aktivitasnya tanpa pencarian buah, dari di pagi, sore, siang hari, hidupnya hanya menyantap buah
38
TROPIKA INDONESIA
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Jika dirunut ,tentang buah – buahan dihutan dan apa yang terkandung dalam buah – buahan juga menarik, sepintas dapat menjadi pertanyaan, “Kenapa Orangutan mampu bertahan hidup di hutan?” apa yang menyebakan mereka dapat hidup di daerah ekstrem seperti hutan, padahal seperti diketahui, Mereka tidak melakukan imunisasi penyakit dan di hutan banyak terdapat jenis serangga dan virus bakteri. Tapi orangutan dan satwa lainnya dapat bertahan, jawaban sederhananya adalah faktor makanan, makananlah yang membuat orangutan dan satwa lain dapat bertahan dihutan dan buah - buahanlah jawabannya, Jika dikaji buah - buahan yang terdapat dihutan mengandung banyak unsur vitamin, karbohidrat dan protein, buah buahan juga yang membuat sistem kekebalan (imunitas) alami pada orangutan terhadap berbagi serangan penyakit seperti TBC, malaria, rabies dan berbagai jenis penyakit lainnya, hutan berarti sebagai Apotik Alam. Orang utan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon, hal ini juga pengaruh dari buah yang membuat orangutan fit, energik dan lokomotif, hampir sepanjang hidupnya orangutan hanya mencari makan dimana aktivitas hariannya adalah melakukan pergerakan antar pohon ke pohon dan berjalan, bergelantungan disela –sela pohon dengan daya jelajah tinggi hingga jarak puluhan hektar. Aktivitas ini tentu membutuhkan tenaga dan mengeluarkan energi dan solusi sederhana dari sumber energi tersebut bersumber dari buah – buahan. Pola makan dan penyebaran buah-buahan sangat menentukan nasib dan kehidupan orangutan, ini bisa menjadi pelajaran bagi kita manusia bagaimana cara menjaga kesehatan kita, jawaban sederhananya adalah konsumsilah buah – buahan karena di dalam buah banyak terkandung berbagai vitamin dan buah itu sendiri banyak mengandung serat – serat dan dari buah tersebut dapat tentu saja dapat menyehatkan tubuh, dapat melancarkan pencernaan dan membuat tubuh lebih segar. Trend yang terjadi disituasi global sekarang adalah go green yang dapat dimaknai dengan menggunakan produk - produk ramah lingkungan termasuk juga pada makanan dengan pola makan yang bersumber dari alam, dan mengandung bahan – bahan organik. Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Aceh, adalah pasar dan restauran buah - buahan bagi orangutan, pabrik penghasil buah – buahan ini bisa terancam, dan ancaman terbesar saat ini bagi orangutan adalah karena manusia terus- menerus melakukan pengrusakan habitat yang berarti merusak sumber rantai distribusi pakan. Oleh karena itu usaha- usaha pembukaan wilayah hutan untuk sektor perkebunan dan pengembangan tanaman monokultur seperti tanaman sawit yang katanya akan membawa kemakmuran, akan membawa dampak buruk bagi orang utan. Ketiadaan sumber pakan karena pohon hutan ditebangi akan membuat orangutan “puasa” dari rutinitas makanannya yang biasanya berlimpah. Perubahan ekosistem ini akan membawa dampak besar bagi orangutan, terutama akan mempengaruhi kesehatannya yang dipastikan menurun, dan orangutan pun akan kekurangan energi dan tenaga diikuti dengan menurunya kemampuan untuk reproduksi
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Orangutan Sumatera (Pongo pygmaeus pigmaes Abellii)
dan bisa juga mati akibat kelaparan. Barangkali, memakan buah alternatif seperti buah sawit dan ekaliptus terlalu aneh rasanya bagi orangutan, sehingga tak ada pilihan kecuali mati. Seiring dengan maraknya investasi perkebunan di Aceh dan makin terdegradsinya hutan yang akan mebinasakan distribusi dan jumlah populasi orang utan, berarti ini hilangnya si penyebar bibit , petani tangguh alami (yang dari kotorannya berupa biji –biji yang mempermudah perkecambahan benih). Padahal, telah nyata kera besar ini memberi kontribusi kepada manusia secara alami dengan turut menghijaukan hutan dan hasilnya sangat dirasakan; seperti adanya iklim segar, penyediaan kayu, dan penyedian sumber - sumber air bersih yang semuanya berasal dari hutan. Upaya penyelamatan orangutan berarti juga ikut menyelamatkan hutan Aceh Green Mission dari yang merupakan kebijakan dari pemerintah Aceh yang diharapakan juga dapat menjadi solusi penyelamatan species kunci ini. Maka dengan dukungan kebijakan dan kampanye bersama dari berbagai pihak diharapkan usaha - usaha konservasi orangutan di Aceh dapat terealisasi agar satwa yang semakin terancam punah ini dapat terus lestari sehingga dengan selamanya hutan Aceh berarti kita juta menyelamatkan orangutan.N *) Azhar adalah aktifis lingkungan dan konservasi alam, tinggal di Banda Aceh.
TROPIKA INDONESIA
39
Artikel
Air dan Kehidupan Spiritual di Taman Nasional Batang Gadis *) Oleh: Jatna Supriatna, Fachruddin Mangunjaya, Jarot Arisona, & Erwin Perbatakusuma
“There is not a crisis. There is a war. …And we are losing.” [Stakeholders response to the question, “Is there a possible solution to the forest crisis in North Sumatra?”] 40
TROPIKA INDONESIA
I
ndonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar, memiliki kekayaan biodiversitas yang telah dikenal dunia, dan menjadi prioritas konservasi. Dapat diperkirakan, sebuah konflik, atau sebuah resolusi, akan terjadi antara dunia islam dan keanekaragaman lingkungan alamnya. Kami ingin berbagi pengalaman tentang kampanye kesadaran masalah air dan sanitasi yang telah kami lakukan dalam komunitas muslim.
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Inisiatif ini muncul selama pelaksanaan proyek yang kami kembangkan untuk konservasi ekosistem di Sumatera Utara. Proyek ini memberikan penekanan khusus pada keanekaragaman hayati dan air bersih di wilayah kabupaten Mandailing Natal yang terus menurun terkait dengan meningkatnya industri kayu dan pertambangan emas di sekitar area hutan. Bermula di tahun 2003, ketika Conservation International Indonesia mengawali upaya konservasi hutan di wilayah batas air Batang Gadis. Wilayah yang kaya akan satwa liar dan dihuni oleh harimau sumatera serta
Sungai Batang Gadis, Sumatera Utara
beberapa spesies kucing liar lainnya, melingkupi sekitar 386,455 hektar atau 58.8% wilayah kabupaten Mandailing Natal. Batang Gadis juga merupakan wilayah batas air yang utama bagi kabupaten tersebut. Ia merupakan sumber daya air bagi sekitar 1,175 sungai dan anak sungai. Sungai Batang Gadis mengalir seperti nadi utama melalui hutan dengan 6 wilayah batas air yang berbeda, mengalir menuju aliran dan
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
anak sungai yang lebih kecil sejauh lebih dari 137.5 km. Sistem batas air ini menyediakan kebutuhan air rumah tangga bagi sekitar 400,000 orang di kabupaten tersebut, termasuk irigasi 42,100 hektar sawah dan 108,320 hektar perkebunan, seperti kopi, kayu manis, cokelat, sawit, tembakau, jahe, dll. Ahli ekonomi CI memperkirakan adanya nilai tambah tak langsung sebesar $24.8 juta per tahun dari sistem air yang besar ini (Midora and Anggraeny 2006). Bagi penduduk Mandailing Natal, komunitas muslim lokal, sungai menyediakan kebutuhan air minum dan mandi, sanitasi, irigasi, serta menjalankan fungsi sosio-kultur, keagamaan, dan ekonomi. Penduduk ini secara tradisional melindungi sumber mata airnya dan dinamai dengan “naborgo-naborgo” (mata air) melalui hukum adat. Pada tahun 1970, skema hukum ini disahkan oleh komunitas lokal menjadi hukum perlindungan sungai “Lubuk larangan” (Lubis, 2001). Praktik perlindungan suatu wilayah dalam Islam yang dikenal dengan sebutan harim (wilayah yang tidak boleh diganggu) (Mangunjaya & Abbas 2009) melarang pengambilan ikan dari sungai yang dekat dengan pemukiman tempat tinggal selama 6 hingga 12 bulan setiap tahunnya. Pemimpin adat yang biasanya berhak menentukan kapan waktu panen. Bagi penduduk yang ingin memancing dikenakan sejumlah biaya kecil atau sojourners. Pendapatan yang dihasilkan dari sini digunakan untuk mendanai pengembangan fasilitas sosial, seperti sekolah, jalan, masjid, dan sebagian digunakan untuk menyediakan beasiswa pendidikan dan gaji adminstratif dan dana santunan bagi anak yatim, fakir miskin, dan mereka yang tidak mampu (Lubis, 2001). Sungai juga memiliki nilai budaya bagi penduduk di sini. Sekitar 15.000 siswa pesantren dari berbagai wilayah di Sumatera memanfaatkan sungai ini untuk mandi dan “wudhlu,” yaitu ritual membersihkan tubuh sebelum sembahyang, yang mereka lakukan lima kali sehari. Salah satu pesantren terbesar di wilayah ini, Al Mustafawiyah, memiliki lebih dari 7,000 siswa yang datang dari desa, kabupaten, dan propinsi di sekitarnya, dan bahkan ada yang dari luar negeri. Pesantren tersebut telah berdiri selama bertahun-tahun dan dikenal sebagai pesantren terbaik di Sumatera. Eksploitasi Batang Gadis oleh aktivitas loging baru-baru ini menggantikan hampir semua kebiasaan dan peraturan adat dengan menggantikannya dengan hukum dari pusat pemerintahan, termasuk kepemilikan hutan adat yang memiliki nilai-nilai tradisional & budaya. Selama berabad-abad, penduduk lokal bergantung dan mengolah wilayah alami hutan dan wilayah air tersebut dengan bijak. Tapi sekarang akses ke sumber daya tersebut terus menerus semakin terbatas. Keadaan ini memicu beberapa masalah sosial dan konflik antara pemerintah pusat dan penduduk tradisional. Pejabat pemerintah pusat yang korup diuntungkan oleh konsesi loging dan tambang emas di wilayah ini, menjadikan semakin sulit meyakinkan penduduk mengenai pelaksanaan strategi konservasi.
TROPIKA INDONESIA
41
Foto: ©CI, Diah RS
Para santri yang mendukung pelestarian Taman Nasional Batang Gadis.
Selama bertahun-tahun, penduduk telah ditekan dan tidak diperbolehkan memprotes sistem pemerintah mengenai masalah penggunaan lahan. Hanya setelah rezim pemerintahan yang lama digantikan dan wewenang desentralisasi hutan diserahkan ke pihak pemerintah kabupaten pada awal tahun 2000, maka konflik mulai diperlihatkan ke permukaan. Hasilnya, pemerintahan daerah yang baru (Pemda) berdiri dan memungkinkan institusi tradisional Namora-Natoras (nobles and elders) dipertahankan dan memainkan peran yang kritis dalam manajemen masalah lokal, termasuk perlindungan terhadap hutan dan sungai. Hal ini menolong penduduk Mandailing kembali pada tradisi pemerintahan yang bersifat konsultatif, dan mendorong mereka menghadapi kepada kabupaten yang baru untuk menjalankan perencanaan dan proses pengambilan keputusan yang berbasis masyarakat (Lubis, 2001). CI menyadari jika kita ingin melindungi area tangkapan air hutan tropis Batang Gadis, maka kita membutuhkan kerja sama dengan penduduk lokal. Kita mulai dengan mendekati orang yang paling berpengaruh di komunitas tersebut. Misalnya pemimpin spiritual pesantren, atau imam. Kepadanya, kita beri gambaran mengenai potensi masalah polusi yang dihadapi sungai yang melewati wilayah pesantrennya. Sungai akan terpolusi jika tambang emas di hulu Batang Gadis terus dilakukan. Sungai akan tersumbat dan terbelah dan menjadi kering jika loging di sekitar sungai Batang Gadis diijinkan. Kemudian kita tunjukkan pada imam tersebut, bahwasannya air sungai Batang Gadis
42
TROPIKA INDONESIA
yang digunakannya dan ribuan siswanya untuk whudlu lima kali sehari, akan menjadi sangat kotor dan terkontaminasi dengan racun-racun kimiawi. Imam tersebut terlihat skeptis terhadap prediksi kami, maka kami bawa beliau ke bagian hulu sungai Batang Gadis untuk menyaksikan sendiri bagaimana aktivitas tambang dan loging berdampak secara negative pada kualitas air sungai. Imamtersebut terkejut, dan ia akhirnya sependapat bahwasannya aktivitas loging dan tambang memang benar-benar mengkontaminasi sungai. Beliau sadar air yang terpolusi tidak baik digunakan untuk berwudhu. Imam tersebut kemudian mulai membicarakan masalah ini dan berdiskusi dengan siswasiswanya. Siswa-siswanya kemudian berbicara kepada orang tua mereka. Maka informasi mengenai potensi kerusakan lingkungan di wilayah sumber daya air mereka menyebar ke seluruh komunitas. Kami juga mendekati perwakilan desa untuk mengingatkan mereka akan praktik tradisional mereka “naborgonaborgo” dan “lubuk larangan.” Dengan menyebarnya kesadaran akan masalah potensi polusi sungai Batang Gadis, maka perhatian pada gerakan lingkungan akan meningkat dari bawah. Masyarakat menanggapi masalah ini langsung ke bupati dan meminta agar hutan kembali dilindungi. Bupati menyetujui permintaan ini namun ia khawatir tentang bagaimana ia dapat mengganti kompensasi profit bagi orang-orang di industri loging dan tambang tersebut. Kami menjelaskan kepadanya bahwa sungai Batang Gadis merupakan sumber irigasi bagi 42,000 hektar sawah, yang akan terkena
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
dampak bahaya jika sungai dibiarkan terkena polusi oleh industri baru yang dibangun di wilayah hulu sungai. Sang Bupati mengerti situasi ini, namun beliau masih bingung mengenai apa yang dapat dilakukan. Pada saat yang bersamaan, Indonesia mengubah struktur pemerintahannya dari terpusat menjadi daerah-daerah pemilihan kepala daerah di tiap wilayah & pulau. Dengan adanya pemilihan kepala daerah di tingkat daerah ini, kami memberitahu bupati bahwa jika ia mengalokasikan perhatian atas permintaan rakyatnya dan ikut mendukung program lingkungan ini, maka ia adalah seorang pahlawan bagi rakyatnya, yang bahkan memungkinkannya memenangkan pemilihan pertamanya sebagai kepala daerah. Setelah mempertimbangkan, bupati kemudian mengirim surat kepada Kementrian Kehutanan dan meminta mereka untuk mendeklarasikan wilayah Batang Gadis sebagai Taman Nasional. Dia pun kemudian dipilih rakyatnya pada pemilihan kepala daerah pertama di wilayah itu. Proses mendapatkan status Taman Nasional bagi wilayah Batang Gadis cukup panjang dan melibatkan banyak lobi dan negosiasi. Namun pada akhir tahun 2003, lebih dari 13,000 santri dan ulama, bersama dengan anggota masyarakat lainnya berkumpul dalam acara pendeklarasian Taman Nasional Batang Gadis, yang melingkupi 108,000 hektar wilayah atau lebih dari 25% total hutan yang ada di kabupaten tersebut. Dengan adanya taman nasional ini, sungai Batang Gadis River dilindungi dari industri loging dan tambang, dan akan tetap berada dalam kondisi alaminya. Adapun deklarasi Taman Nasional sebagai berikut:
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
“Kami menyadari bahwasannya hutan adalah sumber kayu, perikanan, satwa liar, air bagi sawah dan pertanian kami. Sumber daya hutan yang penting ini harus dilindungi oleh kita semua. Kami menyadari bahwasannya situasi sekarang ini sangat kritis dan mengancam keberlangsungan sumber daya hidup kami bagi generasi masa depan. Kami menyadari bahwasannya kondisi ini disebabkan oleh kegiatan tambang, pembalakan liar, dan pemanfaatan produk hutan yang tidak berkelanjutan, pelanggaran batas, perusakan hutan, dan terbatasnya pilihan-pilihan bagi keberlangsungan hidup.” Ada tiga hal yang kami pelajari selama pengalaman kami mempengaruhi berdirinya Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera. Pertama, kami melihat bagaimana kepentingan spiritual menjadi faktor pengaruh yang penting bagi penduduk lokal dalam melindungi sumber daya hutan mereka. Kedua, respon positif dan dukungan dari pemimpin spiritual mampu memfasilitasi gerakan publik untuk melindungi lingkungannya, karena mereka dapat menjelaskan bagaimana konsep konservasi sejalan dengan misi agama. Ketiga, permintaan air bersih dan sanitasi, dan hutan yang dilindungi diadopsi dari konsep lubuk larangan, sebuah tradisi lokal. Perilaku adat ini mencerminkan ikatan kebersamaan sosial yang tinggi yang mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip konservasi. Wallahu ‘a lam. N *) Makalah ini diterjemahkan dari judul aslinya: Water and Spiritual Life in Batang Gadis National Park, Sumatra, Indonesia, disampaikan dalam Faith in Water Conference di Salisbury, UK, dari 5-7 Juli 2009.
TROPIKA INDONESIA
43
Artikel
Bioaktif Antibakteri dari Bakteri Endofitik Taman Nasional Batang Gadis Oleh: Harmastini I. Sukiman *)
K
eanekaragaman mikroba endofitik asal Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara sudah berhasil dikumpulkan dan menghasilkan sejumlah besar koleksi mikroba yang terdiri dari kapang dan bakteri endofitik. Mikroba endofitik adalah mikroba yang hidupnya didalam jaringan tanaman, khususnya xylem dan phloem, dan mempunyai hubungan khusus yang dapat bersifat saling menguntungkan dan pathogenesis dengan tanaman induknya. Biodiversitas mikroba tersebut dikumpulkan dari sejumlah tanaman hutan yang dinilai mempunyai peran dalam keseimbangan ekosistem hutan. Koleksi mikroba endofitik dengan kode MSCI ( Micro Save Conservation Indonesia) ini disimpan dengan baik di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI dan secara bertahap dilakukan skrining terhadap berbagai potensi yang dimilikinya. Salah satu yang menarik adalah kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibakteri. Mengantisipasi perkembangan kualitas obat di Indonesia sejalan dengan berkembangnya resistensi bakteri pathogen terhadap sejumlah obat antibiotika mendorong kita untuk menggali berbagai macam sumber penghasil senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antibakteri. Bakteri patogen Salmonella thypi dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab penyakit yang berbahaya bagi kehidupan manusia. Salmonella thypi menyebabkan penyakit thypus yakni demam tifoid yang dapat menyerang semua organ tubuh manusia secara sistemik. Deman tifoid dapat menyebabkan perdarahan intestinal, komplikasi jantung, paru, dll. Penanganan penyakit thypus dilakukan dengan cara memberikan antibiotika yang dapat membunuh bakteri tersebut secara khusus maupun antibiotika dengan spektrum luas. Demikian pula halnya dengan Staphylococcus aures yang menyebabkan penyakit infeksi pada manusia seperti pneumonia, meningitis, osteomyelitis, endocarditis ,infeksi saluran kemih, dll. Pencarian sumber obat baru dapat dilakukan dengan menskiring secara umum mikroba endofitik asal TN Batang Gadis terhadap kemampuannya menghasilkan senyawa antibakteri yang diperuntukkan melawan serangan infeksi bakteri Salmonella thypi dan Staphylococcus aureus. Skrining dilakukan terhadap sepuluh jenis bakteri endofitik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil skrining menunjukkan bahwa beberapa isolat yang diuji menunjukkan adanya produksi senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. Dari 10 isolat yang diuji, 5 di antaranya menunjukkan hasil positif yang dapat menghasilkan senyawa bioaktif terhadap Staphylococcus aureus. Satu diantaranya yakni MSCI 87.4 menunjukkan hasil yang superior dibandingkan dengan keempat isolate lainnya MSCI 53.1, MSCI 16.1, MSCI, 37.3, MSCI 46.5.
44
TROPIKA INDONESIA
Gambar 1. Tanaman Beilschmeidia sp
Sementara itu tidak satupun dari kesepuluh isolate yang diuji menunjukkan kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypii. MSCI 87.4 adalah bakteri yang diambil dari tanaman Beilschemeidia sp Ness , famili Lauraceae yang tumbuh di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama ‘huru” sedangkan di Filipina dikenal dengan nama “bagaoring”. Beilschemedia terdiri dari 200 species yang tersebar di Negara subtropical seperti China Taiwan Afrika dan Amerika. Tanaman ini dikenal sebagai tanaman obat yang kayunya apabila direbus dapat digunakan sebagai obat antimalaria selain obat sakit perut. Beranjak dari kegunaannya sebagai obat tradisional maka sangat memungkinkan bahwa senyawa antibakteri yang berperan menangkal bakteri pathogen itu dihasilkan oleh bakteri endofitik yang berasosiasi dengan tanaman di dalam jaringan batang. Tanaman ini dikenal dengan nama Medang karena kayunya ringan
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Artikel
(b)
(a)
Gambar 2. Zona hambat dari senyawa bioaktif bakteri endofit terhadap bakteri patogen (a) Bakteri endofit MSCI 87.4 diuji terhadap S.aureus. (b) Bakteri endofit HL 43B.96 diuji terhadap S.typhi.
Gambar 3. Zona hambat pada uji aktivitas antibakteri S.aureus dari ekstrak air A = Kontrol Aquadest S1, S2 = Ekstrak Air
Gambar 4. Zona hambat pada uji aktivitas antibakteri S.aureus dari ekstrak Kloroform A = Kontrol Kloroform S1,S2= Ekstrak Kloroform
dan atau kayu keras medium.Kayunya cukup baik untuk digunakan sebagai furniture, ukiran, atau bahan kayu kontruksi ringan . MSCI 87.4 adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang .mempunyai bentuk koloni putih bening dan apabila ditumbuhkan di media Nutrient Agar, warna media akan berubah dari kuning menjadi ungu muda.Perubahan warna media tersebut diduga disebabkan karena adanya sekresi senyawa bioaktif. Hasil pengujian kualitatif terhadap kemampuannya menghasilkan senyawa bioaktif pada media agar menunjukkan bahwa bakteri MSCI 87.4 mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat disekitar koloni bakteri MSCI 87.4 yang cukup besar ( 24 -32 mm ).Senyawa bioaktif tersebut mulai diproduksi pada jam ke 23 yakni pada awal fase pertumbuhan stasionari dimana sel bakteri tidak lagi membelah dan tetap stabil hingga masa kematian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstraksi senyawa bioaktif sebaiknya dilakukan pada saat bakteri sudah berumur 23 jam. Ekstraksi senyawa bioaktif dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut organik chloroform karena chloroform dapat menyerap senyawa bioaktif secara optimal. Hasil pengujian Khromatografi Lapis Tipis ( KLT ) menunjukkan bahwa ekstrak senyawa bioaktif yang dihasilkan dengan pelarut chloroform dapat melakukan penghambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara optimal. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya luas zona hambat 13.66 cm2 sementara ekstrak yang dilarutkan dengan air menunjukkan luas zona hambat 4.83 cm2. Kegiatan skrining ini menghasilkan informasi adalah bahwa bakteri MSCI 87.4 mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang berpotensi membunuh bakteri pathogen Staphylococcus aureus. Senyawa tersebut dapat diekstrak dengan cara memperbanyak biomasa bakteri MSCI 87.4 dan selanjutnya mengekstraknya dengan pelarut organik, chloroform. Data ini ditunjang dengan batasan daya hambat bakteri terhadap senyawa bioaktif yang dilarutkan dalam air adalah 6.25 % sementara senyawa bioaktif yang dilarutkan dengan chloroform adalah 1.56 %. Skrining terhadap kemampuan mikroba endofitik dapat pula dilakukan dengan tujuan yang berbeda untuk menghasilkan suatu target tertentu. Dalam hal ini keberadaan koleksi mikroba endofitik menjadi sangat penting. Koleksi mikroba endofitik asal Taman Nasional Batang Gadis hasil program Rapid Assesment Program yang dilaksanakan oleh Conservation International Indonesia beberapa waktu silam membuka tabir kekayaan alam Indonesia akan penemuan sumber obat baru yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia. Harapannya adalah bahwa kelestarian hutan TN Batang Gadis akan terus terjaga sehingga sumber obat dari mikroba alam juga akan tetap lestari.N *) Harmastini I. Sukiman, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya Bogor KM 46 Cibinong, Bogor.
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
45
In Memoriam
Tribute untuk Leo Saleo:
Pejuang Konservasi Papua dari Raja Ampat Oleh: Karel Phil Erari *)
S
udah sebulan berlalu, Leo Saleo, seorang asisten leader Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Selat Dampier di Kepulauan Raja Ampat tewas mengenaskan akibat ditombak dan diparang oleh sekelompok pembalak liar di ujung Pulau Batanta, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Saat itu, pagi hari pada 1 Maret 2010, Leo yang juga adalah Kepala Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) melakukan patroli rutin mengawasi KKLD Selat Dampier yang kaya akan keanekaragaman hayati pesisir dan
46
TROPIKA INDONESIA
lautannya. Dia memergoki kawanan pembalak kayu liar tersebut karena mereka sudah sering melewati batas aturan yang sudah disepakati masyarakat kampung/adat. Perlakuan Tidak Adil atas Upaya Penyelamatan Lingkungan Peristiwa pembantaian atas Leo dapat dibilang kejam dan tidak adil. Penombakan yang dilakukan sebanyak delapan kali masih dilanjutkan dengan parang di bagian kepala dan bahu tubuh Leo yang membuatnya mati
terkapar di bibir pantai pulau Batanta. Inilah akhir dari hidup seorang aktivis lingkungan yang selama hidupnya diwarnai dengan perjuangan dalam menghentikan berbagai kegiatan penangkapan ikan yang illegal maupun para pembalak hutan liar yang selama ini mengancam keutuhan rantai ekosistim perairan pesisir dari enam KKLD yang secara hukum sudah dijamin peruntukkannya oleh Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat. Selama lima tahun belakangan ini, selain sebagai Kepala Bamuskam, Leo
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Foto: ©CI, Elshinta Marsden
Istri Almarhum Leo Saleo menerima penghargaan dari Conservation International yang diwakili oleh Ketut Sarjana Putra.
Prosesi perdamaian secara adat yang dilakukan di Raja Ampat antara para istri korban
mendukung kerja kegiatan organisasi internasional CI-Indonesia, yang saat ini sangat kehilangan atas wafatnya Putera Tanah Papua terbaiknya. Almarhum Leo dalam memperjuangkan wilayah adat dan hak ulayatnya demi kepentingan lingkungan rela berhadapan dengan para oknum penangkapan ikan dengan cara destruktif mau pun illegal serta para pembalak liar yang telah mengancam keamanan hidupnya di Pulau Dayan, sub-distrik Pulau Batanta, KKLD Selat Dampier.
Musim Panen (Januari
Harga Mahal untuk Sebuah Pengorbanan Saya berjumpa dengan Leo Saleo, Sang Pejuang Konservasi pada bulan September 2009 ketika mengikuti peresmian Pos Konservasi di Pulau Dayan. Dari pos pemantauan inilah Leo sehari hari bertugas melakukan patroli pengawasan. Sebagai seorang anak kampung Yensawai, ia berhasil memberikan kesadaran masyarakat setempat terhadap nilai penting melestarikan lingkungan - bahwa kekayaan laut dan pesisir Pulau Batanta serta semua pulau di Raja Ampat begitu kaya keanekaragamannya
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
yang kini terancam binasa. Di hari yang naas itu, Leo bertengkar dengan para pembalak kayu liar yang beroperasi di wilayah hutan leluhurnya agar mereka menghentikan aktivitas pembalakannya. Hal ini disebabkan juga karena akhir-akhir ini kawasan tersebut sedang mengalami masalah dan sedang diselesaikan prosesnya secara adat.. Tidak disangka bahwa pertikaian yang terjadi kemudian berakhir dengan sebuah eksekusi nyawa. Betapa tidak adilnya bagi seorang Leo yang terkenal pemberani itu, harus berhadapan dengan kelompok perampok kayu tersebut dan yang sudah merencanakan niat untuk melakukan pembunuhan terhadapnya. Kendati ditemani oleh dua orang kolega patroli KKLD, namun ketiganya tak kuat menahan aksi brutal dan tidak manusiawi itu. Kisah pembantaian tersebut rupanya masih berujung dengan sebuah perlawanan. Secara adat, korban yang jatuh dari kedua belah pihak dapat dianggap adil, akan tetapi akar persoalannya masih harus diselesaikan secara adat dan hukum. Perjuangan untuk menegakkan hukum dan penghormatan atas hak hidup dari semua ciptaan alam, dalam hal ini di kawasan Raja Ampat akan terus berlanjut. Leo telah mengakhiri hidup dan perjuangannya sebagai martir di ujung tombak oleh seorang yang bukan berasal dari kampungnya sendiri. Dapat dibayangkan bahwa di saat-saat Leo sedang menerima tombakan secara beruntun itu, ia juga memanjatkan doa bagi ke-tujuh anak dan seorang istri yang kini ditinggalkannya. Leo juga sudah meminta pertolongan Tuhan agar perjuangannya dan kini pengorbanannya dapat terus bergema di dalam kobaran semangat para pegiat lingkungan lainnya di Tanah Papua demi keseimbangan alam yang dicintainya. Selamat jalan Leo, Sang Pejuang Konservasi dari Tanah Papua! *)Senior Papua Policy Advisor – Bird’s Head Seascape atas dukungan Conservation International-Indonesia, The Nature Conservancy dan World Wide Fund for Nature, selain sebagai Ketua PGI.
TROPIKA INDONESIA
47
Publikasi
I
ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang diapit oleh dua samudera dan mempunyai keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi. Keadaan ini seharusnya merupakan sumber penghasilan bagi penduduk/rakyat Indonesia terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya laut. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memiliki tugas yang berat dan menantang dalam mengelola sumber daya laut di Indonsia dengan sasaran akhir meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dengan cara pelestarian sumber daya laut dan azas pemenfaatannya tentu melalui target-target tertentu. Publikasi ini merupakan ringkasan dari laporan tebal untuk menentukan prioritas Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut di Indonesia. Penjaringan prioritas ini dilakukan dengan berbagai cara antara lain, dengan menggunakan daftar isian untuk mendapatkan masukan dan opini dari para ahli yang akan digunakan untuk mendapatkan ranking wilayah geografi di Idonesia yang penting dalam investasi Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut. Dari hasil ranking prioritas konservasi eco-region laut dengan penekanan pada kriteria irreplaceability dan keterwakilan didapatkan ranking yaitu: Papua menempati ranking pertama dan memiliki potensi terbesar sebagai pusat konservasi di wilayah Indonesia setelah itu diikuti oleh Laut Banda, Laut Nusa Tenggara, Laut Sulawesi/ Selat Makasar menempati urutan keempat disebabkan perannya sebagai penyambung dan alur penting penyebaran larva melalui Indonesian through flow. Selain itu diidentifikasi pula bahwa Taman Nasional Bunaken merupakan titik perluasan untuk areal konservasi dan jaringan Kawasan Konservasi Laut. Membandingkan hasil rangking di eco-region laut Indonesia, laporan ini menyimpulkan wilayah Halmahera berada di urutan pertama dalam analisa kesenjangan (gap analysis), selanjutnya adalah Sumatera bagian Barat karena mewakili keanekaragaman hayati Samudera Indonesia dan memiliki endemisme yang relatif tinggi serta garis pertalian genetik yang unik di wilayah ini.
Judul Buku: Situs Keramat Alami, Peran Budaya Dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati Penerbit: Yayasan Obor Indonesia bekerjasama dengan UNESCO, MAB, LIPI dan Conservation International (CI) Indonesia. Editor: Herwasono Soedjito, Y Purwanto dan Endang Sukara. Tahun terbit: Desember 2009. Halaman: xxi+303.
A
da beberapa hal yang mendasar yang harus dilakukan dalam pendekatan mengatasi kerusakan lingkungan saat ini. Tentu saja beberapa inovasi dan pendekatan kebijakan harus dilakukan, termasuk, penghargaan bahwa sejak zaman dahulu perilaku budaya manusia tidak ada yang bertentangan dan merusak alam ini.
48
TROPIKA INDONESIA
Judul Buku: Menentukan Wilayah Geografi Priotas untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati di Laut Indonesia Complier: C.L Huffard, M.V Erdmann, and T. Gunawan Penerbit: CTSP, Jakarta. 2009.
Laporan ini memuat pula enam rekomendasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah Indonesia dalam penentuan prioritas investasi konservasi, termasuk wilayah yang harus dipertimbangkan sebagai prioritas dalam pembentukan KKL baru.N Puspita Deswina, Mahasiswi Doktoral (S3) Program Studi Lingkungan, Institute Pertanian Bogor.
Perubahan terjadi karena adanya pergeseran budaya manusia yang diakibatkan oleh kepentingan, persaingan hidup menyebabkan manusia merusak alam ini. Kita melihat di Indonesia, disebabkan tidak lagi adanya penegakan hukum adat, termasuk hukum positif lainnya akibat adanya perilaku Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Ujungnya ini disebabkan karena sanksi terhadap masyarakat yang merusak lingkungan tidak dapat ditegakkan. Kalau pun seandainya ditegakan akan timbul tebang pilih, sehingga keteladanan tidak ada lagi. Kurangnya keperdulian tersebut berakibat mengakibatkan sifat manusia untuk menjaga, saling mengawasi sudah semakin berkurang, yang akhirnya timbul rasa solidaritas yang menurun dan ujungnya timbul perasaan indivisualis yang tinggi —Lu gue..gue, masa bodoh! acuh tak acuh—yang penting kepentingan pribadi tercapai. Amat terasa akhir akhir ini mengemuka sifat pragmatisme atau mementingkan keadaan sesaat: yang penting adalah hari ini, yang punya duit yang kuat dan punya akses kesempatan untuk menyelamatkan diri masing-masing! Maka, apabila terjadi musibah, maka yang miskin lebih tertindas, karena akses untuk menyelamatkan diri semakin berkurang. Buku ini menghimbau pada penghargaan bahwa kita harus menghargai tradisi dan kembali menata lingkungan kita seperti zaman
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Sosok
Pak Raden
PAK RADEN dan OWA JAWA
S
iapa tidak kenal pak Raden, salah satu tokoh kunci dalam serial si Unyil yang kerap menyapa kita di layar kaca sejak tahun 80 an hingga saat ini. Seseorang yang selalu mengingatkan kita akan tokoh yang bersuara khas, kumis tebal melintang, berpakaian ala Jawa lengkap dengan blankon yang tidak pernah ketinggalan dikenakan dikepala. Kali ini melalui serial berbeda yaitu KUAS AJAIB yang ditayangkan Trans 7 setiap hari senin jam 14.30 tersebut, pada pertengahan bulan November 2009, Pak Raden berkesempatan mengunjungi Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (JGC) di Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango untuk acara liputan yang kali ini mengangkat tentang owa Jawa, satwa terancam punah yang hanya hidup di pulau Jawa saja. Melalui pak Raden dan Caca (host) mereka bercerita seputar kehidupan owa Jawa di alam dan upaya mengembalikan owa Jawa bekas peliharaan nenek moyang kita dahulu. Tradisi itu masih ada dalam kehidupan masyarakat kita sekarang. Seditaknya buku ini dapat memberikan ilham, bahwa masyarakat tradisional dengan kesederhanaan mereka dapat berkontribusi untuk melinduling alam dan lingkungan termasuk keanekaragaman hanyati. Terdapat 17 studi kasus situs keramat alami dan pelestarian alam hanyati yang ada dalam masyarakat Indonesia meliputi Pulau Sumatra (Siberut, Mandailing Natal dan Riau), Sulawesi
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
ke alam melalui proses rehabilitasi. Sesuai dengan nama acaranya yaitu kuas ajaib, pak Raden berkesempatan menggambar owa jawa dan memberikan contoh cara menggambar owa Jawa kepada beberapa anak yang ikut pula dalam liputan tersebut. Selain pelajaran menggambar, pak Raden juga mengajarkan cara membuat wayang owa jawa yang terbuat dari kardus yang dipotong-potong menyerupai bagian tubuh owa Jawa. Akhir dari liputan, Pak Raden memainkan wayang owa Jawa disertai dengan menyanyi bersama, lagu owa Jawa yang diciptakan Pak Raden….
Owa Jawa..owa Jawa… hewan yang langka… Owa Jawa..owa jawa..aset negara…. Owa Jawa ..owa Jawa ..lindungi dia.. Mari lestarikan si owa Jawa….. (Bulukumba, Lore Lindu), Kalimantan (Malinau), Jawa (Banten, Jawa Barat, Jawa Timur), Bali dan Papua (Biak dan Lembah Baliem). Dengan kacamata masyarakat awam, ternyata konservasi keanekaragaman hayati dapat mereka lakukan, sekarang tinggal manusia modern (pengambil kebijakan) harus pandai menghargai keatifan tradisi ini.N Ruslan Wijaya, Mahasiswa Doktor Program Studi Lingkungan Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
TROPIKA INDONESIA
49
Sosok
Doktor Technopreneur untuk Arifin Panigoro
R
eputasi dan kiprah Arifin Panigoro (64 tahun) dalam pengabdiannya pada bangsa tidak diragukan lagi. Pendiri Medco Group yang kini juga menjadi Dewan Penasehat untuk Conservation International (CI) Indonesia ini pada 23 Januari lalu, mendapatkan doktor kehormatan (doctor honoris causa) yang dianugerahkan oleh Senat Guru Besar Institue Teknologi Bandung (ITB). Pertimbangan ITB memberikan anugerah tersebut didasarkan atas jasanya dalam perkembangan migas di Indonesia. Doktor Kehormatan atau honoris causa (HC) kepada Arifin Panigoro adalah dibidang technopreneurship. Dalam orasi ilmiahnya dengan judul “Kuasai Teknologi, Bangun Ekonomi, Tegakkan Martabat Bangsa,” Arifin menyebutkan saat ini Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam energy, pangan dan lingkungan hidup. “Para technopreneur Indonesia dapat melihat masalah tersebut sebagai tantangan dan mengubahnya menjadi peluang untuk berkembang dan berkontribusi,” tuturnya. Dalam soal lingkungan, Arifin tentunya tidak hanya berteori, akhir akhir ini beliau sangat terlibat intensif dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan lingkungan, beliau bersedia menyediakan jutaan bibit pohon yang disebar ke berbagai daerah untuk ditanam secara cuma-cuma, juga membuat pertanian organik untuk menyediakan kualitas padi yang sehat untuk bangsa. Selamat untuk Pak Arifin.N Arifin Panigoro
Badri Ismaya
Badri Ismaya
50
TROPIKA INDONESIA
Foto: ©CI, Fachruddin M
S
Inspirasi dari Setetes Air
osoknya tak lagi asing di dunia pelestarian lingkungan. Badri Ismaya, pria warga kampung Caringin, Kecamatan Cisarua, Kotamadya Bogor - Jawa Barat ini berjasa besar “menghijaukan” lahan kritis di lereng- lereng bukit kawasan Puncak, Bogor, dan lingkungan hulu hingga hilir Sungai Ciliwung. Padahal masa lalunya sangat kontras dengan saat ini. Beliau dahulu adalah seorang penebang liar di hutan kawasan Puncak, Bogor, demi menghidupi keluarga. Bermula di suatu Jumat siang, 6 Oktober 1979. Ketika matahari tepat berada di atas kepala dan bersinar terik, setetes air jatuh di kepalanya dan membuat rasa letihnya hilang dan badannya segar seketika. Ternyata tetesan air itu berasal dari akar pohon yang ditebang dan sedang dipikulnya. “Saya duduk terdiam, merenungkan tetes air itu,” akunya. Sejak Jumat itu beliau menjadi gundah dan kemudian berjanji tidak akan menebang pohon lagi dan akan terus menanam pohon sampai ajal menjemput. Hingga kini, di usianya yang cukup senja, 59 tahun, ia masih gigih terus menanam pohon. Menanam pohon menjadi hobi dan kebiasaannya setiap hari. Dalam sehari ia sanggup menanam seratus sampai lima ratus pohon. “Semoga Allah memberi saya panjang umur dengan badan sehat. Masih banyak lokasi di Cisarua ini yang ingin saya tanami,” tuturnya. Semua biaya operasional dan bibit ia tanggung sendiri. Terkadang ia mendapat bantuan dari pemerintah dan organisasi lain. Ia tidak mau menerima uang, ia hanya mau menerima bibit yang kemudian akan ditanamnya. Berbagai penghargaan atas jasa-jasa pelestarian lingkungan ini telah beliau terima. Salah satunya adalah penghargaan Kalpataru pada tahun 2002. Beliau juga banyak diundang untuk berbicara di manca negara, misalnya di Malaysia dan Singapura tahun 2001, dan di Filipina pada tahun 2005. “Kalau mampu, saya akan menghijaukan Indonesia,” tutur laki-laki yang memiliki empat anak dan empat cucu ini.N
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2
TROPIKA INDONESIA
51
52
TROPIKA INDONESIA
Musim Panen (Januari
- Juni ) 2010. Vol.14 NO.1&2