LITERAT Nomor : 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566 DAFTAR ISI
Prawacana ................................................................................................................... Hal. 2 Model Pendidikan bagi Anak Keluarga Miskin Ikka Kartika A.F. .......................................................................................................... Hal. 3 Proses Belajar Mengajar yang Efektif pada Program Keahlian Tata Busana Mally Maeliah ..............................................................................................................
Hal. 9
Penerapan Asesmen Protofolio pada Pembelajaran Desain Busana Winwin Wiana .............................................................................................................
Hal. 17
Diagnosis Gejala Mathophobia dan Terapinya Heru Sujiarto ................................................................................................................
Hal. 22
Penggunaan Tes dan Nontes pada Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran Mata Kuliah Bidang Studi Tata Boga Sudewi Yogha ..............................................................................................................
Hal. 30
Penerapan Alat Evaluasi pada Mata Kuliah Paket Jasa Katering Yoyoh Jubaedah ...........................................................................................................
Hal. 38
Mitos Seks dan Seksualitas dalarn Sastra Maman Sulaeman ......................................................................................................... Hal. 46 Biografi Singkat .......................................................................................................... Hal. 56 Petunjuk bagi Penulis ................................................................................................
Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS
Hal. 57
Literat Nomor 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566
MODEL PENDIDIKAN BAGI ANAK KELUARGA MISKIN Oleh Ikka Kartika A.Fauzi (Universitas Islam Nusantara)
Abstrak Seringkali kemiskinan diasumsikan sebagai penyebab rendahnya pendidikan, karena menurut perhitungan di atas kertas, kondisi keuangan keluarga miskin tidak memungkinkan untuk menyekolahkan anak. Ini bisa berarti, semakin tinggi angka kemiskinan, semakin banyak warga masyarakat yang berpendidikan rendah. Hal ini, jelas tidak kita harapkan, apalagi dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu Hak Anak dan Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memenuhinya. Kenyataan menunjukkan, tidak semudah itu pemerintah dapat membiayai warga masyarakat miskin untuk mengikuti pendidikan dasar secara gratis. Berbagai keterbatasan menyebabkan semakin bertambahnya anak usia sekolah yang tidak mengikuti pendidikan dasar. Sebagian di antara mereka ada yang tetap melanjutkan sekolah sambil bekerja, namun ada juga yang meninggalkan bangku sekolah dan sepenuhnya terjun di dunia kerja. Pola kehidupan mereka yang berbeda dengan pola kehidupan anak-anak pada umumnya, serta adanya berbagai keterbatasan pemerintah untuk menggratiskan biaya pendidikan bagi anak miskin menyebabkan perlunya penanganan khusus bagi kelompok tersebut dengan model pendidikan yang khusus pula. Kata Kunci : kategori anak miskin, model pembelajaran, sumber dana dan daya
Pendahuluan Jumlah kemiskinan di Jawa Barat pada tahun 2004 mengalami peningkatan dari 10.657.912 jiwa menjadi sebesar 10.756.920 jiwa. Menurut Bapenas, latar belakang kemiskinan rnenyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya diskriminasi serta masalah kesenjangan antar wilayah. Salah satu arah kebijakan pemerintah adalah pemenuhan hak-hak dasar, antara lain meliputi hak atas pendidikan yang rnenyangkut pembebasan biaya pendidikan pada jenjang pendidikan dasar. Kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan yang identik dengan biaya tinggi, semakin sulit dijangkau masyarakat miskin. Dana kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM untuk bantuan pendidikan. pelaksanaannya masih dikhawatirkan banyak orang. Apalagi bila menyimak hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik, ternyata kompensasi BBM yang telah dilaksanakan selama tahun 2001 - 2003 hanya sampai ke masyarakat kurang dari 30 %. Dengan kompensasi BBM rakyat miskin memang bisa berkurang 2 %, namun masyarakat yang rentan menjadi miskin akan masuk ke golongan Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS
Literat Nomor 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566
miskin sekitar 4 %. Jadi rakyat miskin bukan semakin berkurang, malahan semakin bertambah. Di Jawa Barat, menurut data BKKBN, jumlah kepala keluarga yang menamatkan pendidikan dasarnya (tingkat SD dan SLTP) sebesar 7.928.115 atau 80, 66 % dari jumlah kepala keluarga sebesar 9.828.448. Ini berarti 19,34 % belum menamatkan pendidikan dasarnya. Jumlah anak usia sekolah yang tidak bisa menikmati bangku sekolah akibat kemiskinan yang diderita keluarga mereka berjumlah 265 000 atau sekitar 20,72 % dari seluruh anak usia sekolah (7 - 15 tahun) yang tidak tercatat di sekolah dan putus sekolah (1.278.946 orang) atau 3,48 % dari seluruh anak usia sekolah (7 - 15 tahun) yang herjumlah 6.745.372 orang. Pendidikan Non Formal yang berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berperan sebagai subtitusi pendidikan formal. ternyata hanya mampu menyerap rata-rata 27.875 warga masyarakat per tahun. Jumlah ini ditangani PNF melalui program Paket A (setara SD) dan Paket B (setara SLTP) yang diselenggarakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau PKBM. Bila dikaitkan dengan jumlah anak usia sekolah yang berasal dari keluarga miskin sebanyak 265.000 orang . terlepas dari apakah anak itu mendaftar di sekolah atau melanjutkan kembali sekolah, maka menurut perkiraan kasar PNF harus menanganinya selama 9,51 tahun. Untuk melakukan akselerasi dengan kondisi seperti ini memang sulit, namun ada beberapa peluang dimana kita hisa mengembangkan strategi lain dan model pembelajaran yang berbeda dengan sekolah formal. Dalam hal ini pendidikan jangan hanya diidentikkan dengan sekolah, namun pendidikan harus dipandang dalam rnakna luas, yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku atau keterampilan yang pada gilirannya dapat berdampak terhadap peningkatan kualitas somber daya manusia.
Kriteria Pendidikan bagi Anak Keluarga Miskin Anak usia sekolah yang berasal clan keluarga miskin dapat dikategorikan sebagai berikut :
anak usia sekolah yang sekolah
anak usia sekolah yang sekolah sambil bekerja
anak usia sekolah yang tidak sekolah dan bekerja penuh waktu
anak usia sckolah yang tidak sekolah dan tidak bekerja
Kategori pertama masih memiliki kebutuhan dan pola kehidupan yang tidak terlalu jauh berbeda dengan anak usia sekolah dari keluarga yang tidak termasuk kategori miskin. Tapi, kategori kedua, ketiga dan keempat memiliki kebutuhan clan pola kehidupan yang cenderung berbeda dibandingkan dengan masyarakat yang tidak tergolong miskin, sehingga Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS
Literat Nomor 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566
model pendidikan sekolah formal sering menjadi kendala bagi anak yang sekolah sambil bekerja. bahkan cenderung sulit diterapkan bagi anak yang berada pada dua kategori terakhir. Anak yang termasuk dua kategori terakhir ini cenderung hidup tanpa disiplin seperti yang biasa diterapkan di sekolah dan biasa hidup mandiri. terutama anak-anak yang bekerja di sektor informal. Masih untung bila mereka bekerja pada satu tempat kerja tetap, karena banyak diantaranya yang pekerjaannya mengharuskan berpindahpindah tempat, atau tempat tinggalnya tidak tetap. Pada umumnya motivasi belajar sangat rendah sehingga merupakan kesulitan tersendiri untuk mengajak mereka belajar. Pendek kata, terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara model pembelajaran yang berlaku dengan kehidupan, perilaku dan kebutuhan keseharian mereka. Di sisi lain, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional tertera jelas bahwa setiap anak usia 7 sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan, Anak, pasal 9 ayat (1) ditegaskan bahwa setiap anak beraak rnemperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Pada pasal 48 dlnyatakan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal sembilan tahun untuk semua anak. Dalam pasal 53 ayat (1) ditegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/ atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak darj keluarga tidak mampu, anak terlantar dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Ayat (20 menyebutkan bahwa pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif. Menurut Data Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat tahun 2004/2005, di Jawa Barat hingga tahun 2004 tercatat sebanyak 1.278.946 anak usia sekolah (7 - 15 tahun) yang tidak tercatat di bangku sekolah, di antaranya 38. 395 orang putus sekolah. Ini berarti 18.96 % anak usia 7 - 15 tahun di Jawa Barat tidak sekolah. Ini berarti pula bahwa apapun alasannya mereka wajib memperoleh pelayanan pendidikan Bila mengacu pada pendapat Bapenas bahwa kemiskinan menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya diskriminasi serta masalah kesenjangan antar wilayah, ini artinya ada komunitas ataupun wilayah yang selama ini terabaikan, termasuk di dalamnya aspek pendidikan. Untuk mengatasinya, upaya pemerataan dan perluasan pendidikan harus diarahkan pada perluasan wilayah jangkauan, komunitas anak, program kegiatan maupun perluasan model pendidikan. Berdasarkan alasan-alasan itulah maka pendidikan untuk masyarakat miskin harus mengacu pada aspek-aspek sebagai berikut :
programnya sesuai dengan kebutuhan anak,
model pembelajaran serta penyelenggaraannya disesuaikan dengan kondisi keseharian mereka,
tidak dikenakan biaya
Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS
Literat Nomor 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566
dapat membekali mereka untuk mencari pekerjaan atau berusaha atau meningkatkan kualitas kcrja
kemampuan untuk melakukan perluasan wilayah jangkauan, komunitas anak, program kegiatan maupun perluasan model pembelajaran
Kriteria di atas, terutama bagi anak yang berada pada kategori kedua, ketiga dan keempat, tampaknya sulit dipenuhi melalui jalur pendidikan formal. karena adanya berbagai prosedur yang harus ditempuh . Model pendidikan non formal lebih memungkinkan karena bersifat lebih luwes, dalam arti dapat diakses setiap saat oleh warga masyarakat yang meinbutuhkan, tidak terikat dengan formalitas dan prosedural seperti pada pendidikan formal, isi/materi program bisa disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dengan mutu yang teruji Berdasarkan kriteria standar keberhasilan minimal dan berkelayakan untuk memperoleh sertifikasi. Bagi mereka yang tidak membutuhkan sertifikasi, tidak menjadi masalah. Mereka sah-sah saja untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkannya kecuali bila akan mengikuti Ujjian Nasional, mereka perlu kegiatan pembelajaran sesuai kurikulum standar yang sudah ditetapkan.
Penyelenggara Bentuk penyelenggaraan PNF yang banyak digunakan saat in] yaitu melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang berperan sebagai sarana untuk mengintensifkan dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat yang kepemilikannya dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat. Tujuannya adalah untuk memperluas kesempatan warga masyarakat, khususnya yang tidak mampu, agar dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas hidup. Program-program , yang diselenggarakan paling tidak meliputi Program Kesetaraan Paket A (setara SD), Paket B (setara SLTP), Keaksaraan fungsional, dan berbagai bentuk pendidikan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik. Bila memungkinkan dan sesuai permintaan masyarakat, bisa dikembangkan Pendidikan Anak Usia Dini (Padu), Paket C (setara SLTA), pendidikan perempuan dan banyak la gi. Peserta Paket A,B, dan C Kesetaraan bisa mengikuti Ujian Nasional. ljazah yang diperoleh setara dengan ijazah jalur pendidikan formal sehingga mereka juga bisa melanjutkan pendidikan di jalur formal. Di Jawa Barat hingga April 2004 tercatat sebanyak 775 PKBM . Namun, bila mengacu pada criteria pendidikan untuk masyarakat miskin, yaitu perlunya perluasan wilayah jangkauan, komunitas anak maka penyelenggaraan PNF ini hisa dilakukan di mana saja, kapan saja dun dengan siapa saja. Oleh karena itu PNF dapat diselenggarakan di berbagai lingkungan dan oleh berbagai unsur masyarakat, antara lain seperti : 1. PNF yang diselenggarakan oleh masyarakat, misahnya oleh kelompok-kelompok masyarakat, organisasi kemasyarakatan, LSM, organisasi keagamaan, dan sebagainya. Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS
Literat Nomor 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566
2. PNF yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan agama /pesantren, dalam hal ini PNF menjadi hagian dari kegiatan pendidikan di lembaga tersebut. 3. PNF yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah, misalnya melalui Dinasdinas yang memiliki program untuk meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat miskin melalui pelatihanpelatihan keterampilan, seperti Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan dan lain-lain. 4. PNF yang diselenggarakan oleh perusahaan / tern pat kerja, seperti kegiatan belajar untuk meningkatkan SDM karya van pabrik yang masih Iulusan SD atau SLIT melalui program kesetaraan (Paket B maupun Paket C), kegiatan belajar untuk anakanak yang bekeija pada usaha-usaha home industry, pertanian, peternakan dan banyak lagi. 5. PNF yang diselenggarakan dalam komunitas tertentu, seperti kegiatan belajar untuk komunitas anak jalanan, para penghuni Lembaga Pemasyarakatan, para Pekerja Seksual, atau para korban bencana yang berada di pengungsian maupun warga masyarakat di lokasi yang sulit untuk mengakses pelayanan pendidikan formal.
Model Pembelajaran Perluasan model pembelajaran untuk masyarakat miskin mutlak diperlukan sesuai dengan kondisi keseharian mereka mengingat motivasi belajar serta aktivitas mereka yang berbeda dengan anak-anak biasa. Bila tidak demikian, kegiatan pembelajaran sulit terwujud. Oleh karena itu model pembelajaran tidak selalu harus seperti model di sekolah formal. Bagi kelompok anak yang ingin mengikuti program kesetaraan dan Ujian Nasional. kurikulum baku memang diperlukan, namun kegiatan pembelajaran tetap disesuaikan dengan kondisi anak. Bagi kelompok di luar itu, kurikulum tidak terlalu mengikat. Rencana pembelajaran dilakukan secara bersama antara pendidik dengan peserta didik. Dalam hal ini peserta didik diberi kesempatan untuk memilih belajar sesuatu yang sesuai dengan kebutuhannya, bahkan pada kelompok tertentu, pelajaran dipilih sesuai dengan suasana hatinya saat itu. Ilubungan pendidik dan peserta didik lebih bersifat kemitraan atau pertemanan. Pendekatan pembelajaran lebih bersifat partisipatif sehingga mereka merasa termotivasi untuk belajar. Upaya untuk menumbuhkan motivasi belajar itu bukanlah hal yang mudah, disamping harus dilakukan secara persuasif juga perlu keuletan dan kesabaran pendidik serta cukup memakan waktu. Namun, setelah motivasi tersebut tumbuh, diharapkan mereka terdorong untuk belajar lebih jauh. Model pembelajaran seperti ini sah-sah saja dilakukan bila mengacu pada substansi tujuan pendidikan, yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam hal ini ijazah mungkin saja bukan tujuan penting, tapi dampak dari perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku.itulah yang diharapkan dapat diperoleh peserta didik.
Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS
Literat Nomor 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566
Strategi Penggalian Sumber Dana, Daya, serta Program Penyelenggaraan pendidikan untuk masyarakat miskin memerlukan sumber dana maupun sumber daya yang cukup besar bila kegiatan ini ingin memadai dan memperoleh hasil yang optimal. Seringkali hal ini menjadi kendala besar dalam pcnyelenggaraan PNF, terutama bagi PNF yang diselenggarakan oleh masyarakat maupun lembaga keagamaan/ pesantren. sehingga keberlanjutan program seringkali diragukan. Namun, komitmen mereka yang cukup tinggi menyebabkan program tetap herjalan walaupun dalanl keadaan tertatihtatih. Dalam kondisi seperti itu, hanya sebagian kecil penyelenggara yang mampu menggali sumber daya mallpnn sumber dana nlelalui kenlitraan dengan pihak-pihak yang peduli terhadap upaya mereka. Di sisi lain, berbagai pihak antara lain seperti : lembaga penlerintahe non pemerintah, organisasi profesi. BUMN. dunia usaha mapun perorangan. nlcmIIiki anggaran dan program yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan. Namun ketidaktahuan karena kurangnya informasi, menyebabkan distrihusi anggaran dan program mengalami kesulitan untuk mencari sasaran yang sebenarnya, atau bisa juga program sating tumpang tindih antara satu pihak dengan pihak lainnya hahkan yang lebih parah lagi penditribusian salah sasaran. Etisiensi dan efektifitas sumber dana dan daya serta program tampaknya dapat terwujud bila ada koordinasi di antara para penlilik sumber tersebut serta adanya upaya untuk membahas pendistrihusian sumbersumher tersebut dengan pihak-pihak yang membutuhkan. Dalam hal ini diperlukan adanya kerjasama dalam hentuk ikatan jaringan kemitraan yang terlembagakan. Untuk lehih jelasnya, strategi tersehut dapat dilihat pada ganlbar berikut ini .
Dalam gambar di atas tampak pemerintah bertanggung jawab terhadap kegiatan sosialisasi PNF, identilikasi sumber daya, dana dan program serta koordinasi, kesemuanya merupakan pra kondisi untuk melakukan jaringan kemitraan. Sosialisasi diperlukan karena Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS
Literat Nomor 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566
selama ini program-program PNF hanya dikenal di lingkungan terhatas, sehingga masih banyak warga masyarakat yang kurang memanfaatkannya. D1 sisi lain, pihak-pihak pemilik sumber dava, dana dan program untuk pemberdayaan masyarakat miskin juga tidak tahu bila ada konlunitas yang membutuhkan dukungan. Sosialisasi pada kelompok terakhir ini juga diarahkan untuk menumbuhkan komitmen bersama dalam upaya penanganan pendidikan bagi masyarakat miskin. Identifikasi dan upaya penghimpunan harus dilakukan untuk mengetahui somber dava. dana dan program yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan PNF. Terakhir. koordinasi di antara pemilik suniber ini perlu terns menerus dilakukan dalam upaya menjaga sinergitas yang sudah mulai terbangun. Penyelenggara PNF mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik atau calon peserta didik, kemudian mengidentifikasi potensi yang ada dan menyusun rencana program pembelajaran. Jaringan kemitraan terbentuk karena adanya kebutuhan untuk mempertemukan sumber dengan kebutuhan secara terkoordinasi. Di dalamnya tergabung berbagai unsur yang terkait dengan kegiatan pendidikan untuk masyarakat miskin, terdiri dari pemerintah daerah, para pemilik sumber, para penyelenggara PNF, pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan masyarakat miskin seperti : LSM, perguruan tinggi, asosiasi profesi, organisasi kemasvarakatan, organisasi agama dan lain-lain. Rencana program ini kemudian dibahas bersama dalam Jaringan kemitraan bersama. Hasilnya berupa penetapan program pendidikan yang dapat didanai untuk diselenggarakan oleh lembaga PNF.
Penutup Pendidikan bagi masyarakat miskin tampaknya harus menjadi prioritas mengingat jumlah mereka semakin tahun semakin bertambah. Karakteristik mereka yang khas menyebabkan model pembelajaran harus berpusat pada peserta didik (learner centercd). Sementara penyelenggaraannya pun bisa dilakukan di mana saja, kapan saja dun oleh siapa saja. Penyelenggaraan seperti ini memang mengandung kelemahan, terutama dari segi dana. Oleh karena itu, perlu diterapkan strategi untuk menghimpun berbagai dana yang ditujukan untuk pendidikan masyarakat miskin agar penggunaannya bisa lebih efisien, efektif dan tidak saling tumpang tindih. Strategi ini bisa dilakukan sejak tingkat propinsi hingga tingkat Kecamatan bahkan tingkat Kelurahan. Dengan mekanisme yang sudah ada saat ini, yang cenderung mulai bergeser ke paradigma partisipatif, strategi ini bisa dilaksanakan. Kesulitan akan muncul manakala komitmen berbagai pihak yang terkait dalam strategi ini tidak sesuai dengan pelaksanaannya.
Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS
Literat Nomor 22 Tahun 2005
ISSN : 1411 - 2566
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Jawa Barat, (2002), Data Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Barat Tahun 2002, Publikasi Susenas 2002, Bandung : BPS Jawa Barat. Rapeda Propinsi Jawa Barat, (2004), Akselerasi Pendidikan Jawa Barat 2004-2008, Bandung, Bapeda Propinsi Jawa Barat. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, (2004), Sekilas Tentang Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Propinsi Jawa Barat, Bandung, Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat: Dinas Pendidikan, Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah. Departemen Pendidikan Republik Indonesia, Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, 2003, Jakarta: Depdiknas RI. Pemberdayaan Penganggur Perempuan Melalui Program SIWU (Special Initiative For Woman's Unemployment)
Majalah Ilmiah Kependidikan FKIP UNINUS