TINDAK KEKERASAN.PADA ANAK Oleh : Ikka Kartika AF *)
A. Pendahuluan Dalam proses menuju kedewasaannya, anak-anak seringkali mesih tergantung dan membutuhkan perlindungan orang dewasa. Pada kondisikondisi tertentu mereka memiliki kerentaan serta tidak memiliki kekuasaan seperti yang dimiliki orang dewasa sehingga penganiayaan terhadap mereka mudah sekali terjadi, Ironisnya, perlakuan tersebut dirasionalisasikan sebagai upaya untuk mendidik anak. Bila kita melihat catatan sejarah manusia, penganiayaan terhadap anak sudah terjadi sejak abad I sebelum Masehi. Diungkapkan bahwa suatu pembunuhan terhadap anak, "dibicarakan" dulu oleh ayah ibunya, Sang ayah memberitahu ibunya bfla anak yang dilahirkan laki-laki, akan dibiarkan hidup, Namun bila anak perempuan, harus dibunuh. Dalam suatu sejarah Roma Kuno terdapat konsep Patria Protestas, di mono seseorang yang menciptakan diperkenankan menghancurkannya dan dikenal sebagai hak ayah membunuh anaknya, Pada suku Mohove Indian, anak-anak yang lahir prematur langsung dibunuh. Pada orang Eskimo, anak yang lahir cacat atau kembar langsung dibunuh. Pada tahun 1880-an di Ono, anak-anak perempuan banyak dibunuh karena dianggap tidak daaat meneruskan nama keluarga (fam) dan beban orang tua bertambah berat karena harus membayar mas kawinnya kelak. Dalam masyarakat kita, angka kekerasan terhadap anak sulit diperoleh. Penyebabnya antara lain : kekerasan terhadap anak (yang nampaknya banyak dilakukan dalam rumah) dianggap sebagai masalah keluarga atau domestic affair sehingga tidak selayaknya diketahui orang lain, apalagi dipublikasikan. Akibatnya informasi mengenai kasus-kasus kekerasan pada anak menjadi tertutup, Tertututpnya kasus menyebabkan rendahnya perhatian aparat yang berwenang karena sedikitnya laporan yang masuk. Akibatnya penanganan lebih diarahkan pada upaya rekonsiliasi dan bukan proses hukum. Pada gllirannya, media massapun menjadi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pemberitaan mengenai kasus-kasus tersebut, sebagai suatu refleksi pula dari nilai dan norma masyarakat. Akibatnya, informasi kekerasan ferhadap anak menjadi sangat rendah frekwensinya sehingga menimbulkan kesan jumlah perilaku menyimpang terhadap anak sedikit sekali. Hanya dalam kasus-kasus menolok, seperti kasus kematian Arie Hanggara, barulah media memberi perhatian lebih banyak.
*) Ikka Kartika, Dra., M.Pd., Dosen PS. PLS FKIP Uninus, Ketua Lemlitbang Uninus, Direktur Palaksana Program Lernbaga Perlindungan Anak Jawa Barat
B. Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Tindak kekerasan pada anak (child abuse) bisa diartikan sebagai perlakuan orang dewasa atau anak yang usianya lebih tua, dengan menggunakan kekuasaan atau otoritasnya, terhadap anak yang tidak berdaya yang seharusnya berada di bawah tanggung jawab dan atau pengasuhnya, yang dapat menimbulkan penderifaan, kesengsaraan dan bahkan kecacatan. Tindak kekerasan yang dialami anakanak dapat dikeiompokkan menjadi 4 jenis, yaitu : 1. Tindak kekrasan fisik. Umumnya menyangkut perilaku-perilaku yang dapat berupa penganiayaan, pembunuhan, pemukulan, atau bentuk-bentuk kekerasan fisik lainnya yang dapat dilakukan oleh orang tuanya, saudara maupun orang lain. 2. Tindak kekerasan seksual. Tindakan ini mencakup : perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual atau bentuk-bentuk lainnya yang berkenaan dengan kegiatan seksual, 3. Tindak kekerasan psikologis, yaitu berbagai sikap, tindakan, kata-kata dan gerakan yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian/mental anak, Misalnya ; tindakan yang merendahkan martabat anak, pelecehan, perlakuan salah secara verbal seperti memaki-maki dengan kata-kata kotor atau dengan kata-kata yang merendahkan harga diri anak, memisahkan hubungan anak dengan lingkungannya seperti anak tidak diperbolehkan bermain dengan teman-teman sebayanya; praktekpraktek lain yang menyebabkan atau mengakibatkan kerugian psikis. 4. Tindak kekerasan ekonomi, diantaranya tidak memberikan pemeliharaan dan pendidikan yang sewajarnya bagi anak. Menurut data yang di kumpulkan oleh Yayasan Anak Indonesia (YKAI) melalui pengumpulan berita dari media cefak, sejak Januari 1994 hingga Desember 1997, dad sejumlah 686 kasus, tercatat tindakan kekerasan seksual merupakan bentuk tindak kekerasan yang paling tinggi (78,43 %), Menyusul kekerasan fisik )1 1,67 %), ekonomi (9,18 %) don kekerasan psikologis (0,3 7 %). Sedangkan menurut kasus yang dikumpulkan LPA Jabar melalui media cetak yang tersebar di kota Bandung pada bulan Oktober 2001, dari 38 kasus tercatat 46,43 % tindak kekerasan fisik, 39,29 % merupakan tindak kekerasan seksual dan 14, 29 % karena tindak kekerasan fisik dan psikologis.
C. Faktor Penyebab dan Faktor Kontributif. Faktor penyebab tindak kekerasan pada anak tidak hanya berasal dari satu faktor saja tapi merupakan kombinasi berbagai Faktor personal, budaya don sosial. Banyak Faktor yang datang secara bersamoan dan sling mempengaruhi. Faktor penyebab dan konfribufif ini adalah sebagai berikut : 1. Fakfor Orang Tua usia muda
Single parent afau orang fua funggal Kehamilan yang tidak diinginkan Kurang pengetahuan tentang perkembangan anak Temperamental Pengalaman masa kesil Nilai tentang kekerasan Sakit mental atau fisik Masalah relasi dengan lingkungan-nya, 2. Faktor Anak jenis kelamin tidak diinginkan Penampilan fisik anak Perilaku/tabiat anak kegagalan memenuhi harapan orang tua 3. Faktor Keluarga Besarnya jumlah keluarga Kemiskinan Isolasi sosial/masalah interaksi dengan lingkungan tekanan kehidupan yang sangat tinggi berasal dari keluarga yang biasa mengGunakan kekerasan 4. Faktor Masyarakat hukum perlindungan terhadap anak yang tindak jelas berkurangnya nilai anak (karena cacat, jenis kelamin) kesenjangan sosial antara anak mampu dan tidak mampu kekerasan terorganisir (misalnya perang, lingkat kriminalitas tinggi) pengaruh media massa yang bermuatan kekerasan norma-norma budaya mengenai pola asuh maupun mengenai hak orang tua terhadap anak. Menurut data YKAI, hubungan pelaku tindak kekerasan dengan anak yang menjadi korban adalah : 2 7,18 % keluarga, 58, 60 % sudah kenal dan hanya 16,77 % orang yang tidak kenal. Data LPA Jabar juga menunjukkan hal yang sama. Sebanyak adalah keluarga, 53,57 % kenal don 21,43 % tidak kenal. Dad data tersebut tampak bahwa pelaku tindak kekerasan cenderung merupakan orang-orang yang sudah dikenal anak. Ini memungkinkan karena orang-orang tersebut sudah dikenal anak sehingga mereka tidak curiga bib diajak pergi bersama. Anak yang mengalami tindak kekerasan menurut data TKIA, paling banyak adalah usia 12 -18 tahun sebesar 40,52 %, usia 0 - 6 tahun sebesar 31,44 % dan usb 6 - 12 sebanyak 26,07 %. Data LPA Jabar menunjukkan keadaan yang agak berbeda, yaitu : 35,71 % berufaa 6 - 10 tahun dan 32,14 % berusia 0 - 5 tahun dan 32,14 % berusla 10 - 18 tahun.
D. Dampak Tindak Kekerasan Ada dua jenis dampak tindak kekerasan yang amat menonjol, yaitu : 1. Terhadap kesehaaar fisik, berupa : luka memar, luka lecet, sayatan-sayatan, luka bakar, pembengkakan jaringanjaringan lunak, pendarahan di bawah kulit, patah tulang, dan lain-lain, Pada penganiayoan seksual blsa terjadi luka memar, rasa sakit, gatal-gatal di daerah kemaluan, pendarahan dad vagina atau anus, infeksi saluran kencing, keluarnya cairan dan vagina, sulit ber)alan atau duduk, terkena penyakit kelamin bahkan bisa terjadi suatu kehamilan. 2. Terhadap kesehatan mental, Dan segi tingkah laku, anak-anak yang mengalami tindak kekerasan sering menunjukkan : penarikan din, ketakutan, atau tingkah laku agresif, emosi dan labil, Mereka juga sering menunjukkan gejala defresi, jati did rendah, kecemasan, adanya gangguan tidur, dan phobia, Kelak bisa pula mereka tumbuh menjadi penganiaya, menjadi bersifat keras, gangguan stress pasca trauma don tedibat dalam penggunaan zat adiktif, Mereka mungkin juga berupaya menutupi luka-luka yang dideritanya dan tetap bungkam merahasiakan pelakunya karena takut ada Pembalasan. Mungkin juga akan mergalami kesulitan dalam hubungannya dengan teman sebayanya dan menunjukkan tingkah laku menyakiti dirt sendin atau bahkan bunhu din. Anak yang mengalami tindak kekerasan seksual sering kali menujukkan keluhan-keluhan tanpa adanya dasar penyebab yang jelas, kesulitan di sekobh atau kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman, gellsah, kehilangan kepercayaan diri, tumbuh rasa tidak percaya pada orang dewasa, phobia, cemas, perasaan terluka yang slfatnya permanen. E. Perangkat Hukum Untuk Melindungi Anak darl tindak Kekerasan. Untuk. melindungi anak dari tindak kekerasan terdapat beberapa perangkat hukum yang ada saat ini, yaitu : 1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 2. Undang-undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 3. Peraturan Pemerintah Nomor. 2 tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi Anak Yang Mempunyai Masalah terutama bagi anak terlantar) 4. Konvensi Hak Anak (KHA) yang teiah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden NO. 36 tahun 1990, terutama : pasal 19 (1) : Negara peserta harus mengambil semua langkah legislatif, administratif, sosial serta pendidikan yang perlu dilakukan untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik ataupun mental, kerugian, ataupun perlakuan salah, keialaian atau perlakuan semena-mena maupunekaploitasi, termasuk pelecehan seksual, ketika anak sedang berada dalam asuhan orang tua, wall yang sah, wall hukum ataupun orang lain yang bertanggungjawab merawatnya. Pasal 24 (3) : Perlindungan anak terhadap praktek tradisi yang merugikan kesehatan. Pasal 34: Eksplolfasi seksual dan kekerasan seksual termasuk Pelanggaran yang "terorganisir" serta pelibatan anak-anak dalam prostitusi dan pornografi.
Pasal 35: Perfndungan anakter-hadap penjualan, trafficking serta penculikan Pasal 36: Bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. Pasal 37: Perlindungan anakter-hadap penyiksaan don perlakuan ataupun hukuman loinnya yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat anak Pasal38: Dampak konflik bersenjata terhadap anak.
F. Upaya Penanganan Upaya penanganan yang selama ini dilakukan, yaitu : 1. Preventive afau proteksi terhadap anakanak melalui penyadaran lingkungan si anak. Kegiatannya antara lain : kampanye anti kekerasan terhadap anak melalui media (cetak maupun elektronik), penyuluhan, leaflet, poster, dan lain-lain. pelatihan dan penyuluhan tentang Hakhak Anak mauoun tindak kekerasan terhadap anak untuk kelompokkelompok masyarakat. menjalin kemitraan dengan berbagai pihak yang dapat turut mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap anak, seperti : polisi, guru, tenaga medis, hakim, pekerja sosial dan lain-lain. Advokasi kepada pihak-pihak pengambil kebijaksanaan dalam rangka mencari jalan keluar untuk memberikan periindungan terhadap anak dari tindak kekerasan. 2. Treatment. Kegiatan yang dilakukan pada saat traetment antara lain : Investigasi terhadap kasus tindak kekerasan Rujukan melalui jaringan kemitraan Perawatan dan Tindak Lanjut Dan bila perlu peradilan.
G. Penutup Dari gambaran kasus yang telah ada, nampaknya perlu upaya-upaya lain yang dapat mendukung berkurangnya tindak kekerasan terhadap anak. Upaya yang dlrekomendaslkan adalah : 1. Perlu difikirkan upaya rehabilitasi terhadap korban tindak kekerasan 2. Dalam pendidikan pranikah bagi pasangan yang hendak menikah hendaknya juga mencantumkan materi tentang pola asuh yang sesuai dengan hak-hakanakdan martabat anak. 3. Disosialisasikan pola asuh maupun orang tua yang balk melalui kampanye 4. Penelitian terhadap kasus-kasus tindak kekerasan dalam rangka memperoleh data untuk berbagai keperluan tindakan preventif maupun treatment.
Daftar Kepustakaan Harkrisnowo, Harkristuti, (1999) Anak dan Kekerasan : Kasus Indonesia, Hakiki, Volume Nopember 1999, Surabaya, LPA Jatim. Ikatan Dokter Indonesia, Buku Panduan Tatalaksana Kasus Penganiayaan dan